Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Anak merupakan amanah Allah SWT dan sebagai generasi penerus
bangsa memiliki berbagai potensi yang perlu dikembangkan secara
optimal. Kemampuan anak yang luar biasa hendaknya dapat
dikembangkan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Untuk itu, perlu
adanya pendidikan anak sejak dini untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak secara optimal.
Pendidikan sebagai kegiatan yang bergerak dalam usaha
pembinaan kepribadian Muslim, tentu pendidikan Islam memerlukan asas
atau dasar yang dijadikan landasan kerja. Dengan dasar ini akan
memberikan arah bagi pelaksanaan kegiatan pendidikan yang
diprogramkan. Dalam hal ini, dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam
hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat
mengantarkan peserta didik ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Dasar
pendidikan Islam ialah Islam dengan segala ajarannya yang tertuang dalam
Al Qur-an dan Sunnah (hadis) Rasulullah SAW.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tahapan usia manusia dalam psikologi islam?
2. Bagaimana perhatian islam terhadap pendidikan anak?
3. Bagaimana karakteristik jiwa kanak-kanak dalam pandangan islam?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswi dapat mengetahui bagaimana tahapanan usia manusia
dalam psikologi islam
2. Agar mahasiswi dapat mengetahui bagaiaman perhatian islam terhadap
pendidikan anak
3. Agar mahasiswi dapat mengetahui bagaimana karakteristik jiwa kanak-
kanak dalam pandangan islam

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tahapan Usia Manusia


Dilihat dari segi usianya, tahapan kehidupan manusia dapat dibagi
ke dalam lima, periode sebagai berikut.
Pertama, periode prakelahiran, atau periode dalam kandungan
yang berlangsung kurang lebih dari 9 bulan 10 hari. Tahap ini dibagi
kedalam priode pembentukan zigot, periode embiro, dan peroide fetus.
Periode kelahiran merupaka periode yang singkat dalam kehidupan
manusia, namun merupakan periode yang penting dengan beberapa alasan:
a. Bakat pembawaan yang ditentukan pada saat konsepsi akan
menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya yang ditentukan
pada periode ini
b. Kondisi ibu juga sangat memengaruhi janinya dan
c. Pada periode ini terjadi perkembangan yang lebih cepat
dibandingkan periode-periode lainnya.

Pada tahap prakelahiran ini, seorang bayi dalam kandungan


dipengaruhi oleh usia ibu, makanan ibu, keadaan emosi ibu, obat-obatan
yang dikomsumsi ibu, sinar Rontgen (x ray), dan penyakit ibu yang
diderita saat mengandung.

Kedua, periode bayi (infancy) yang berlangsung dalam rentang


usia0 sampai 2 tahun. Periode ini merupakan tahap pertumbuhan dan
perkembangan yang cepat, baik pada aspek fisik maupun psikologis.
Selain itu, perubahan pada usia bayi ini tidak hanya meliputi penampilan
yang tampak saja, melainkan juga terjadi perubahan pada kemampuan-
kemampuan yang dimilikinya, seperti kemampuan penyesuaian diri,
kemampuan sensorik motorik, kemampuan gerak motorik kasar (gross
motor skill) maupun motorik halus (fine motor skill) dan kemampuan
lainnya. Beberapa tugas perkembangan yang harus dilalui oleh anak-anak
usia bayi berdasarkan kematangan dan proses belajar adalah belajar

2
memakan makanan padat, belajar berjalan, belajar berbicara belajar
mengendalikan pembuangan kotoran, mempersiapkan diri untuk
membaca, dan belajar membedakan benar dan salah, dan mulai
mengembangkan hati nurani. Seiring dengan itu pada masa ini juga terjadi
perkembangan fisik, perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, dan
perkembangan psikososial.

1. Perkembangan fisik
Yakni yang ditandai dengan pertamahan berat badan dan
bentuk tubuh yang makin mantap, kematangan dan awal masa
belajar, keterampilan motorik, serta kapasitas persepsi. Yaitu
kemampuan bagi anak untuk menerima, mengemban dan
memiliki tugas-tugas fisik maupun psikis yang tidak hanya
tergantung pada kematangan saraf-saraf diotak, tetapi juga
memerlukan kematangan otot-otot dan rangka serta fungsi-
fungsi fisik.
2. Perkembangan kognitif
Pada usia ini dapat diketahui melalui aktivitas
sensorimotornya yang sekaligus merupakan cara anak
memperoleh pengetahuan. Aktivitas kognitif selama periode ini
didasarkan pada pengalaman langsung melaui indranya:
aktivitas ini merupakan interaksi antara indra-indra yang
dimiliki bayi dengan lingkungan sekitarnya. Merka melihat,
mendengar, mencium, mengecap meraba suatu objek dan
mengetahui objek tersebut. Hal ini disebabkan karena
kemampuan belajar bayi diarahkan pada keterampilan
koordinasi sensory motor. Parah ahli, seperti Jean Piaget (1954)
mencoba membagi perkembangan motorik bayi ini ke dalam 6
bentuk. Yaitu:
a) Modifacation of reflex (0-1 bulan) yang terbatas pada
aktivitas reflex primerti seperti menangis,
mengenggam, mengisap puting susu ibu

3
b) Primary circular reaction (1-4 bulan) yaitu jika anak
menemukan pola perilaku yang menyenangkan, maka ia
akan mengulang-ulang secara terus-menerus untuk
kesenangan dan kepuasan dirinya
c) Secondary circular reaction (4-8 bulan), yaitu anak
cenderung mengulangi peristiwa-peristiwa yang
menarik baginya. Keadaan ini pada lingkungan
eksternal biasanya terjadi karena ada “accident”
(kejadian yang tidak disengaja)
d) Coordinaction of secondary schemes (8-12 bulan), yaitu
kemampuan bayi memadukan skema-skema secara
kompleks sehingga muncul perencanaan-perencanaan
e) Tertiary circular reaction (12-18 bulan), yaitu
kemampuan bekerja dengan prinsip-prinsip
pengetahuan. Pada tahap ini, anak mulai
mengembangkan cara-cara baru untuk mencapai tujuan
dengan cara mencoba-coba
f) Invention of new means through mental combination
(18-24 bulan) yaitu tahap cara berfikir anak mulai
tersembunyi, memainkan pikiran mereka untuk
menguak jendela dunia, eksplorasi fisik eksternal
membuka jalan untuk eksplorasi mental internal, mulai
menggunakan simbol-simbol mental untuk
menggambarkan objek-objek dan peristiwa. Pada tahap
ini anak mulai berpindah dari periode intelegensi
representasi. Secara mental anak mulai dapat
menggambarkan suatu benda dan kejadian. Anak sudah
mampu mengembangkan sarana-sarana baru untuk
memecahkan persoalan tahap terus bergantung pada
trial and error

4
3. Perkembangan bahasa
Termasuk kemampuan manusia yang telah ada sejak lahir.
Hanya saja tidak sama perkembangannya pada setiap periode
rentang kehidupan. Pada awal kelahirannya, kemampuan
bahasa tersebut hanya ditampakkan dalam bentuk tangisan.
Namun, seiring dengan perkembangannya, ada tiga bentuk
prabahasa yang normal yang muncul dalam pola perkembangan
bahasa pada bayi, yaitu mengoceh dan isyarat. Bayi yang
berusia tiga hingga empat bulan mulai memproduksi bunyi-
bunyi. Mula-mula ia memproduksi bunyi cooing (mendengkur
seperti bunyi burung merpati), Selanjutnya para ahli membagi
perkembangan bahasa bayi ini kedalam enam tahap sebagai
beriku:
a) Undifferentiated crying (lahir- 1 bulan), yang
menggunakan tangisan sebagai sinyal akan
kebutuhannya.
b) Differentiated crying (2 bulan), yaitu tangisan bayi
sudah dapat dibedakan oleh orang dewasa.
c) Babling (3-6 bulan), yaitu pengulangan gabungan
konsonan dan vokal sederhana seperti ma, ma, ma da,
da, dan sebgainya.
d) Lallation (6-8 bulan), yaitu tahap dimana bayi lebih
banyak meniru secara sederhana suaranya sendiri
maupun orang lain.
e) Echolali atau meniru (9-10 bulan), yaitu kemampuan
meniru suara orang dewasa secara sadar berdasarkan
keinginannya.
f) Pattern speech (1 tahun), yaitu tahap final bagi masa
awal vokasional (bersuara)anak. Bayi sudah mampu
berkomunikasi dengan orang dewasa walaupun masi
dengan bahasa yang masi belum sempurna.

5
Adapun perkembangan psikososial adalah merupakan suatu
proses dimana anggota-anggota suatu kelompok memengaruhi
perilaku dan kepribadian anggota-anggota kelompok lain. Pada
periode ini akan diharapkan dapat bersosialisasi dengan lingkungan
yang teerdekatnya. Ini akan memunculkan rasa percaya pada anak,
bahwa ia berada dalam lingkungan yang aman dan nyaman. Anak
diharapkan memperoleh pengalaman yang menyenangkan dan
membuatnya merasa dalam kondisi yang aman dan nyaman

Ketiga, periode perkembangan kanak-kanak (chilhood). Periode


kanak-kanak ini merupakan periode yang sangat menyenangkan sekaligus
periode variatif. Periode ini berlangsung cukup panjang, yaitu antara usia 2
sampai 12 tahun. Namun demikian, periode ini oleh para ahli dibagi
menjadi 2 yaitu:

a. Periode kanak-kanak awal (Early chilhood) yang berlangsung


mulai usia 2-5 tahun
b. Periode kanak-kanak akhir (late chilhood) yang berlangsung
dari usia 6-12 tahun

Keempat, Periode kanak-kanak awal (Early chilhood) ini, seorang


anak memiliki ciri khas yang berbeda dengan masa akhir kanal-kanak.
Namun, walaupun periode kanak-kanak ini dibagi menjadi dua periode,
tetap saja tugas perkembangan yang mereka jalani tidak jauh berbeda.
Tugas-tugas perkembangan ini sifatnya berkelanjutan. Jadi sebelum
seorang anak menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya lebih awal,
mereka tentunya akan kesulitan untuk menjalani tugas perkembangan yang
selanjutnya. Adapun tugas-tugas perkembangan yang harus dijalani oleh
anak pada periode ini adalah:

a. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk


permainan-permainan yang umum
b. Membangun sikap yang sehat sebagai diri sendiri sebagai
mahkluk yang sedang tumbuh

6
c. Menyesuaikan diri dengan teman-teman seusiannya
d. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat
e. Menggunakan keterampilan-keterampilan dasar untuk
membaca, menulis dan menghitung
f. Mengembangkan pengertian yang diperlukan untuk kehidupan
sehari-hari
g. Mengembangkan hati nurani, pengertian, moral dan tingkatan
nilai
h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial
dan lembaga-lembaga
i. Mendapat kebebasan pribadi

Pada masa kanak-kanak awal, seseorang anak mengalami


perkembangan kognitif, psikososial, dan perkembangan moral. Pada
perkembangan kognitif seorang anak sudah mencapai apa yang disebut
sebagai mental representasi yang diperoleh anak pada masa akhir
sensorimotor yang merupakan jembatan menuju praoperasional. Mental
representasi ini adalah merupakan semiotic function. Pada periode masa
praoperasional ini fungsi utama yang berkembang adalah fungsi semiotik,
sebagaimana yang disebutkan diatas. Yaitu kemampuan untuk mejadikan
sebuah benda merepresentasikan benda lain. Atau secara formal suatu
perlambang mengacu pada suatu yang dikembangkan. Selanjutnya hal
yang terkait dengan perkembangan psikososial berkaitan dengan
munculnya rasa kegembiraan yang tinggi, memiliki kelebihan energi.
Dalam aktivitas bermain, anak lebih banyak bergerak berkeliling lebih
bebas dan lebih bersemangat, serta mampu mengembangkan kemampuan
operasioanl bermain dengan radius yang cukup luas. Dalam proses
perkembangan inisiatif , muncul arah pikiran untuk mencapai tujuan
tertentu. Pada usia ini, anak mulai berkembang kekakuan berpikir dan
berbahasa. Anak sering bertanya denagan kalimat yang diawali ataupun
diakhir dengan pertanyaan “apa”. Pertanyaan ini adalah alat belajar yang
paling dasar bagi anak untuk mengenal kosa kata baru, konsep atau
pemahaman. Adapun yang dimaksud perkembangan moral bahwa pada

7
tahap ini seorang anak memiliki ciri bahwa apa yang benar atau salah,
hanyalah terbatas pada aturan-aturan yang konkrek atau atas dasar
kekuasaan atau hukuman. Bila tidak ada aturannya, maka yang benar
adalah yang sesuai dengan kepentingan diri saja. Pada tapa ini yang benar
bagi anak adalah yang sesuai dengan harapan masyarakat atau kelompok
tertentu mengenai perilaku yang baik.

Kelima, Selama pada masa kanak-kanak akhir (Late Childhood)


sekitar usia 10-12 tahun terjadi pertumbuhan badan anak menjadi agak
lambat, dibandingkan dengan usia sebelumnya. Pada masa ini ditandai
oleh perkembangan kognitif, psikososial dan moral. Pada tahap kognitif,
psikososial dan moral. Pada tahap kognitif, seorang anak mulai mampu
berfikir operasional yang didukung oleh fungsi-fungsi, regulasi-regulasi
dan identitas yang dicapai pada tahap sebelumnya, sehingga menjadi
operasi yang lengkap, terdeferensiasi, kuantitatif dan stabil. Anak mulai
mampu menggunakan konsep matematis, mengklasifikasi, dan berperilaku
versible (bulak-balik). Selain iti, pada periode ini ini, anak juga sudah
mampu mengadakan hubungan natar satu dan lainnya, serta mampu
melihat hubungan serial berdasarkan beberapa fakta. Sedangkan
perkembangan psikososial ini adalah perkembangan produktivitas dan
inferioritas. Konflik yang muncul pada tahap ini adalah antara keaktifan
anak dalam menghasilkan sesuatu dengan perasaan rendah diri yang
diakibatkan dari ketidakmampuan mereka menghasilkan sebuah karya
berdasarkan keinginan dan kebutuhan mereka. Dalam aktifitas di sekolah,
anak banyak berorentasi pada keterampilan-keterampilan khusus maupun
umum. Ruang gerak lebih luas dan sudah mampu mengembangkan
kemampuan sosialisasi dengan yang lebih luas. Dalam perkembangan
produktivitas, muncul arah pikiran untuk mencapai tujaun dan
memberikan hasil. Artinya, mereka memiliki arah dan tujuan tertentu.
Yaitu menghasilkan sesuatu berdasarkan potensi yang mereka miliki. Bagi
anak yang tidak mampu secara sosial untuk menghasilkan suatu
produktivitas di dalam berpikir maupun bersosialisasi, maka mereka akan
mengalami inferioritas atau rendah diri.

8
Selanjutnya pada perekembangan moral seorang individu berada
dalam sub tahap yang kedua. Yaitu tahap yang berorientasi pada
individualisme dan tujuan. Pada tahap ini pemikiran moral anak
didasarkan pada reward dan minat pribadi. Anak mulai menyadari
kepentingan roang lain juga, tetapi hubungan antara manusia lebih
dianggapnya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, seperti
hubungan orang di pasar. Yaitu adanya tukar-menukar atau dapat
diilustrasikan sebagai berikut. Jika kamu mau melakukan sesuatu untuk
saya, maka saya akan melakukan sesuatu untuk kamu. Hal ini bukan
didasari oleh rasa loyalitas (kesetiaan), rasa terimah kasih ataupun
menegakkan rasa leadilan.

Setiap pertumbuhan manusia selalu melewati masa janin dalam


kandungan, masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan
masa tua. Masa dalam kandungan berlangsung selama lebih kurang
sembilan bulan; masa bayi berlangsung antara usia 0-2 tahun, masa kanak-
kanak berlangsung antara usia 3-5 tahun (balita); usia anak-anak yang
berlangsung antara usia 6-17 tahun; usia dewasa yang berlangsung 18-40
tahun; usia tua berlangsung antara usia 40-60 tahun, dan usia manusia
lanjut (manula) yang berlangsung antara usia 60 sampai dengan
seterusnya.1

B. Perhatian Islam Terhadap Pendidikan Anak


Pendidikan bukan hanya suatu proses transformasi informasi,
melainkan suatu upaya penataan lingkungan yang memberikan pengaruh
terhadap suatu perilaku yang diharapkan. Karena itu, pendidikan
memerlukan penataan lingkungan baik fisik, psikologis, maupun sosial
yang dapat melahirkan suatu situasi yang layak terjadinya suatu peristiwa
pendidikan.2
Terkait dengan ini pendidikan Islam memiliki tujuan yang seiring
dengan tujuan pendidikan nasional. Secara umum pendidikan Islam

1
Abudin Nata, Psikologi Pendidikan Islam, (Depok: Pt Rajagrafindo Persada, 2018), hal 193-199
2
Ujan dedi Dkk, perhatian orang tua dalam pendidikan keagamaan anak dirumah hubungan
dengan perilaku mereka di lingkungan sekolah, (vol IV, No 1: 2019), hal 9

9
mengembangkan misi utama memanusiakan manusia, yakni menjadikan
manusia mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya
sehingga berfungsi maksimal sesuai dengan aturan-aturan yang digariskan
oleh Allah Swt. dan Rasulullah saw. yang pada akhirnya akan terwujud
manusia yang utuh (insan kamil).
Anak-anak adalah infestasi masa depan, sebagai generasi penerus
bangsa. Untuk itu mereka harus dipersiapkan sejak dini agar mempunyai
kemampuan, karakter dan kepedulian terhadap perkembangan bangsa dan
negara dilakukan melalui pendidikan formal maupun informal. Pendidikan
Taman Kanak-kanak (TK) merupakan salah satu bentuk pendidikan anak
usia dini yang berada pada jalur pendidikan formal, sebagai lembaga
pendidikan prasekolah.3
Pendidikan anak yang dilaksanakan di sekolah di bawah asuhan
guru-guru, bukan berarti menjadi tanggung jawab pihak sekolah saja,
melainkan keluarga juga masih memegang peranan penting dan tidak bisa
terlepas dari tanggung jawab ini. Hal ini dapat dipahami karena sebagian
besar waktu yang digunakan oleh anak berada dalam lingkungan keluarga.
Untuk menumbuhkan serta membangkitkan kemampuan anak, orang tua
perlu memberikan perhatian terhadap anak dalam pendidikan keagamaan
di rumah.4
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu
kepada term al-Tarbiyah, al-Ta'dīb, dan al-Ta'līim. Dari ketiga istilah
tersebut term yang popular digunakan dalam praktik pendidikan Islam
ialah term al-Tarbiyah, sedangkan term al-Ta'dīb dan al-Ta'līm jarang
sekali digunakan. Terlepas dari perdebatan makna dari ketiga term di atas,
secara terminologi, para ahli pendidikan Islam telah mencoba
menformulasikan pengertian pendidikan Islam. Di antara batasan yang
sangat variatif tersebut adalah:
a. Al-Syaibaniy mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah
proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada

3
Suparman Dkk, Dinamika Psikologi Pendidikan Islan, (Wade Group: 2017), hal 13-14
4
Ujan Dedi Dkk, Perhatian Orang Tua Dalam Pendidikan Keagamaan Anak Dirumah Hubungan
Dengan Perilaku Mereka Di Lingkungan Sekolah, (Vol IV, No 1: 2019), hal 17

10
kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya. Proses
tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran
sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi di antara sekian banyak
profesi asasi dalam masyarakat
b. Muhammad Fadhil al-Jamaly mendefinisikan pendidikan Islam
sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak
peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-
nilai yang tinggi dan kehidupan mulia. Dengan proses tersebut,
diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih
sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan,
maupun perbuatannya.
c. Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan Islam sebagai
bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang
secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.
d. Achmadi memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud
dengan pendidikan Islam adalah segala usaha untuk
memelihara dan mengembangkan fitrah manusia secara sumber
daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia
seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam

pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan


seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan
ideologi Islam. Hakikatnya pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa
Muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing
pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik
melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan
perkembangannya.

‫كل مىلىد علئ الفطزة فابىاه يهىدانو او ينصزانو او مجسانو (رواه االسىد‬
)‫سزيع‬

11
“Setiap anak dilahirkan membawa fitrah, sehingga dapat
berbicara bahasa arab, maka kedua orang tua-nyalah yang menyebabkan
anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (HR Al-Aswad bin
sari’)5

Pendidikan secara teoritis mengandung pengertian "memberi


makan" (opvoeding) kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan
kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan menumbuhkan
kemampuan dasar manusia. Bila ingin diarahkan kepada pertumbuhan
sesuai dengan ajaran Islam, maka harus berproses melalui sistem
pendidikan Islam, baik melalui kelembagaan maupun melalui sistem
kurikuler. Esensi daripada potensi dinamis dalam setiap diri manusia
terletak pada keimanan/kenyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak (moralitas)
dan pengamalannya, yang keempatnya merupakan potensi esensial yang
menjadi tujuan fungsional pendidikan Islam. Karenanya, dalam strategi
pendidikan Islam, keempat potensi dinamis yang esensial tersebut menjadi
titik pusat dari lingkaran proses pendidikan Islam sampai kepada
tercapainya tujuan akhir pendidikan Islam, yakni terbentuknya manusia
dewasa yang mukmin/Muslim, muhsin, muchlisin dan muttaqin6

Tugas pendidikan Islam setidaknya dapat dilihat dari tiga


pendekatan, yaitu; pendidikan Islam sebagai pengembangan potensi,
proses pewarisan budaya dan interaksi antara potensi dan budaya. Sebagai
pengembangan potensi, tugas pendidikan Islam adalah menemukan dan
mengembangkan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik, sehingga
dapat diaktualisasikan dalam berbagai aspek kehidupannya sehari-hari.
Sementara sebagai pewaris budaya, tugas pendidikan Islam adalah alat
transmisi unsur-unsur pokok budaya dari satu generasi ke generasi
berikutnya, sehingga identitas umat tetap terpelihara dan terjamin dalam
menghadapi perkembangan dan perubahan zaman. Adapun sebagai
interaksi antara potensi dan budaya, tugas pendidikan Islam adalah sebagai
proses transaksi (memberi dan mengadopsi) antara manusia dan
5
Abudin Nata, Psikologi Pendidikan Islam, (Depok: Pt Rajagrafindo Persada, 2018), hal 203
6
Lis Yulianti Syafrida Siregar, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Vol I, No 2: 2016), hal 17-19

12
lingkungannya. Dengan proses ini peserta didik (manusia) akan mampu
menciptakan dan mengembangkan keterampilan-keterampilan yang
diperlukan untuk mengubah dan memperbaiki kehidupan manusia dan
lingkungan sekitarnya.7

Untuk mencapai terbentuknya manusia sempurna secara utuh,


beriman dan bertakwa kepada Allah, pendidikan Islam harus dilaksanakan
secara terus menerus dan melalui proses yang panjang dan tahapan yang
berkesinambungan. Ini berarti bahwa pendidikan Islam juga harus
dilaksanakan sejak manusia masih berusia dini, dalam arti masih anak-
anak, karena pemberian pendidikan agama pada masa anak-anak
merupakan dasar yang sangat berarti bagi pembentukan dan pembinaan
agama manusia tersebut pada masa-masa berikutnya.8

C. Karakteristik Jiwa Kanak-Kanak Dalam Pandangan Islam


Dalam bahasa arab, maka kanak-kanak dikenal dengan istilah al-
thifl. Sedangkan untuk anak-anak digunakan istilah aulad atau benat. Kita
meneganal misalnya istilah bustan al-athfal dalam arti taman kanak-kanak,
dan bukan bustan al-aulad. Islam sangat menaruh perhatian yang besar
terhadap usia kanak-kanak dengan cara menetapkan sejumlah aktivitas
atau program yang harus dilakukan. Program tersebut dimulai dari
memilih jodoh atau pasangan hidup yang selain memilih asal-usul
keturunan yang jelas, status sosial ekonomi, kesehatan fisik dan
kecantikannya, juga dari segi kepribadian dan agamanya. Hal ini sejalan
dengan sabda Rasulullah Saw.:
‫ لما لها ولحسبها ولجمالها ولذينها فظفز بذات الذ ين‬:‫تنكح المزاة الربع‬
)‫تزبت يذاك (رواه البخزي و مسلم‬

“seorang wanita dinikahi dengan mempertimbangkan empat


perkara. Yaitu karna hartanya, keturunannya, kecantikan, dan agamanya,

7
Lis Yulianti Syafrida Siregar, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Vol I, No 2: 2016), hal 22
8
Lis Yulianti Syafrida Siregar, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Vol I, No 2: 2016), hal 23

13
dan jika persyaratan lainnya tidak ada, maka pilihlah yang beragama,
maka engkau berkah”. (HR Bukhorih dan Muslim)
Kecantikan diperlukan sebagai daya tarik yang menyebabkan
pasangan tersebut bersemangat, mencintai, menyayangi dan menghindari
kemungkinannya untuk berpaling dari pasangan lain. Kecantikan tersebut
bisa dalam arti yang sesungguhnya, yaitu kecantikan fisik yang diusahakan
dengan senantiasa memelihara makanan dan minuman yang bergizi,
berolahraga, memelihara kebersihan badan, pakaian serta dengan cara
bersolek dan menghias diri dalam batas-batas yang wajar dan menjaga
kesopanan. Kecantikan ini dapat pula diperkuat dengan kecantikan dari
dalam brupa sikap dan perilaku yang terpuji yang sudah tertanam kuat
dalam jiwa, seperti sikap ikhlas, sabar, pemaaf, jujur, disiplin, dan satu
kata dan perbuatan. Dengan kecantikan fisik dan non fisik ini dapat
menunjang pelaksanaan pendidikan dengan sebaik-baiknya. Suatu hal
yang tidak bisa disangkal, bahwa manusia bukan hanya membutuhkan
kecantikan batin, sebagaimana yang diperlukan oleh Nabi Yusuf as. Dalam
Al-Qur’an diceritakan, bahwa wanita dari kalangan bangsawan khususnya,
dan wanita pada umumnya sangat tertarik kepada ketampanan Nabi Yusuf.
Hal ini dibuktikan ketika kaum wanita diberikan pisau dan buah,
kemudian Nabi Yusuf tampil dihadapan mereka, ternyata mereka (kaum
wanita) itu terpukau dan dibuatnya mabok kepayang. Pisau yang ada
ditangannya ternyata bukan digunakan untuk memotong buah, tetapi
digunakan untuk memotong tangan mereka. Namun demikian, Nabi
Yusuf, bukan hanya kecantikan lahiriahnya, melainkan juga cantik
batinnya. Hal ini terlihat, bahwa ketika wanita dari kalangan bangsawan
mengajaknya berbuat mesum dengan mengurung Nabi Yusuf dalam
kamar, dan menguncinya dari dalam, sehingga yang ada di dalam kamar
hanya wanita itu dengan dan Nabi Yusuf as. Mungkin kita bisa
membayangkan jika yang bukan diperlakukan demikian Nabi Yusuf,
mungkin sudah terjadi sesuatu yang umumnya terjadi, yaitu
perselingkuhan atau perzinahan. Namun, ternyata Nabi Yusuf as, sama
sekali tidak tergoda oleh godaan wanita demikian itu. Nabi Yusuf as.

14
Ternyata mampu mengendalikan dirinya. Ia benar-benar menunjukkan
ketampanan batinnya yang luar biasa. Inilah yang dijanjikan oleh surga
Nabi Muhammad Saw. Dalam salah satu haditsnya tentang tuju orang
yang akan mendapatkan mendapatkan perlindungan di hari kiamat,
diantaranya adalah seorang laki-laki yang diajak
(kenan/berselingkuh/berzina) oleh seorang wanita yang cantik dari
kalangan terpandang, namun laki-laki itu berkata: aku berlindung diri
kepada Allah Swt, dan aku tidak mau melakukan perbuatan yang tidak
terpuji itu.
Selanjutnya keturunan yang bijak dibutuhkan dalam pendidikan,
pendidikan misalnya menerima teori hereditas. Yaitu teori yang
menyatakan, bahwa kecerdasan, bakat, minat dan sikap seseorang
dipengaruhi oleh pembawaan yang ia bawah atau ia yang peroleh dari
orang tuannya. Hal ini sejalan dengan pendapat, bahwa buah jatuh tidak
jauh dari pohonnya. Yakni sifat, tabi’at, pribadi, bakat dan minat yang
dimiliki oleh orang tuanya. Dalam realita misalnya ada seorang anak yang
memiliki minat, hobi, dan bakat bermain musik dengan mudah. Setelah
diselidiki ternyata, ia memiliki kakek atau ayah yang memiliki minat,
hobi, dan bakat bermain musik. Dengan demikian keturunan berkaitan erat
dengan pendidikan.9
Kecerdasan juga dipengaruhi oleh stumuli lingkungan. Anak yang
memiliki inteligensi tinggi tidak berkembang kemampuannya tanpa
adanya rangsangan pihak lain. Oleh karena itu, sebagai orang tua
hendaknya harus mampu mengembangkan kesanggupan otak dan hati
anak. Artinya, otak digunakan untuk melakukan hal-hal yang rasional dan
hati digunakan untuk melakukan hal-hal yang impulsif yang 18 merupakan
polisi batin (internalized poicemen) orang tidak melanggar norma karena
meyakini kata hatinya.10
Pendidikan harus mampu mengemban misi pembentukan karakter
(character building) sehingga para peserta didik dan para lulusannya dapat
berpartisipasi dalam mengisi pembangunan dengan baik dan berhasil
9
Abudin Nata, Psikologi Pendidikan Islam, (Depok: Pt Rajagrafindo Persada, 2018), hal 208-209
10
Suparman Dkk, Dinamika Psikologi Pendidikan Islan, (Wade Group: 2017), hal 17-18

15
dengan karakter mulia yang berdasarkan iman dan Islam1. Untuk
membangun manusia yang memiliki nilai-nilai karakter yang agung seperti
dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional tersebut, dibutuhkan sistem
pendidikan yang memiliki materi yang komprehensif (kaffah), serta
ditopang oleh pengelolaan dan pelaksanaan yang benar.11

11
Suparman Dkk, Dinamika Psikologi Pendidikan Islan, (Wade Group: 2017), hal 13

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap pertumbuhan manusia selalu melewati masa janin dalam
kandungan, masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa,
dan masa tua. Masa dalam kandungan berlangsung selama lebih
kurang sembilan bulan; masa bayi berlangsung antara usia 0-2 tahun,
masa kanak-kanak berlangsung antara usia 3-5 tahun (balita); usia
anak-anak yang berlangsung antara usia 6-17 tahun; usia dewasa yang
berlangsung 18-40 tahun; usia tua berlangsung antara usia 40-60 tahun,
dan usia manusia lanjut (manula) yang berlangsung antara usia 60
sampai dengan seterusnya.
Secara umum pendidikan Islam mengembangkan misi utama
memanusiakan manusia, yakni menjadikan manusia mampu
mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya sehingga berfungsi
maksimal sesuai dengan aturan-aturan yang digariskan oleh Allah Swt.
dan Rasulullah saw.
Pendidikan harus mampu mengemban misi pembentukan
karakter (character building) sehingga para peserta didik dan para
lulusannya dapat berpartisipasi dalam mengisi pembangunan dengan
baik dan berhasil dengan karakter mulia yang berdasarkan iman dan
Islam.
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan dapat manambah wawasan luas serta menjadi rujukan
untuk suatu karya ilmiah.

17
DAFTAR PUSTAKA

Dkk, S. (2017). Dinamika Psikologi Pendidikan Islam. Wade Group.

Dkk, U. D. (2019). Perhatian Orang Tua Dalam Pendidikan Keagamaan Anak Di


Rumah Hubungannya Dengan Perilaku Mereka Di Lingkungan Sekolah.
IV.

Nata, A. (2018). Psikologi Pendidikan Islam. Kota Depok: Pt Rajagfanindo


Persada.

Siregar, L. Y. (2016). Pendidikan Anak Dalam Islam. I.

18

Anda mungkin juga menyukai