Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DIAGNOSA MEDIS DECOMPENSASI CORDIS

Oleh:
Mei Ayu Sari, S. Kep
NIM 2030068

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Setelah kami periksa dan amati, selaku pembimbing mahasiswa:
Nama : Mei Ayu Sari, S. Kep
Nim : 2030068
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis
Decompensasi Cordis

Serta perbaikan-perbaikan sepenuhnya, maka kami menganggap dan dapat


menyetujui bahwa Laporan pendahuluan ini dinyatakan layak.

Mahasiswa :

Mei Ayu Sari, S. Kep


NIM. 2030068

CI Institusi CI lahan

Sri Anik R., SH, S.Kep., Ns., M.Kes


03054
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
DIAGNOSA MEDIS DECOMPENSASI CORDIS

A. Konsep Decompensasi Cordis


1. Pengertian

Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu


mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun
tekanan pengisian vena normal. Namun, definisi lain mengatakan bahwa
gagal jantung bukan suatu penyakit terbatas pada suatu sistem organ,
melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung yang ditandai
dengan suatu bentuk respon hemodinamik, renal dan hormonal, suatu
keadaan patologis kelainan fungsi jantung menyebabkan keggalan jantung
pemompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan atau hanya dapat
memenuhinya dengan meningkatkan tekanan pengisian (Muttaqin, 2012).

Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah suatu keadaan ketika


jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi
kebutuhan tubuh, meskipun tekanan vena normal (Muttaqin, 2012).

Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah syndrome klinis


(sekumpulan tanda dan gejala) yang ditandai dengan sesak nafas dan fatik
saat istirahat atau saat aktivitas yang disebabkan oleh kelainan struktur
atau fungsi pada jantung (Nurarif dan Kusuma, 2013).

Gagal jantung adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami


kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel
tubuh akan nutrient dan oksigen secara adekuat (Udjiati, 2013).

Decompensasi  cordis adalah keadaan patofisiologik dimana


jantung pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolisme jaringan (Price, 2010).

Pengertian lain menyebutkan bahwa dekonpensasi cordis adalah


ketidakmampuan jantung memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme dan kebutuhan oksigen jaringan (Doenges, 2012).
2. Etiologi
Mekanisme fisiologi yang menyebabkan timbulnya Decompensasi
cordis adalah keadaan-keadaan yg meningkat, beban awal beban akhir atau
yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkat
beban awal seperti regurgitasi aorta. Dan cacat septum ventrikel. beban
akhir meningkat pada keadaan di mana terjadi stenosis aorta atau
hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark
miokard atau kardiomyopati. faktor lain yang dapat menyebabkan jantung
gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisian dan ejeksi ventrikel
(pericarditis kontraktif dan temponade jantung). dari seluruh penyebab
tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi
tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam
sarkomer atau didalam sistesis atau fungsi protein kontraktil .(Nanda,
2012)
Menurut price (2010) penyebab decompensasi cordis adalah sebagai
berikut:
a) Kelainan mekanis
1) Peningkatan beban tekanan
a. Sentral (stenosis aorta dan sebagainya)
b. Perifer ( hipertensi sistemik dan sebagainya)
2) Peningkatan beban volume (regurgitasi katup, pirau, peningkatan
beban awal dan sebagainya)
3) Obstruksi terhadap pengisian ventrikel ( stenosis mitralis dan trikus
pidalis)
4) Tamponade perikardium
5) Restriksi endokardium atau miokardium
6) Ancurisme ventrikel
7) Dis sinergi ventrikel
b) Kelainan miokardium
1) Primer
a. Kardiomiopati
b. Miokarditis
c. Kelainan metabolik
d. Toksisitas (alkohol, obat dan sebagainya)
e. Presbikardia
2) Kelainan dis-dinamik sekunder(sekunder terhadap kelainan
mekanis)
a. Kekurangan oksigen (penyakit jantung koroner)
b. Kelainan metabolik
c. Inflamasi
d. Penyakit sistemik
e. Penyakit paru obstruktif menahun
c) Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi
1) Henti jantung
2) Fibrilasi
3) Takikardi atau bradikardi yang berat
4) Asinkronisasi listrik, gangguan konduksi
Menurut smeltzer, (2013), penyebab gagal jantung meliputi:
a) Kelainan otot jantung misalnya : aterosklerosis koroner (keadaan
patologis dimana terjadi penebalan arteri koronoris oleh lemak
"streak")
b) Hipertensi sistemik ( peningkatan tekanan darah diatas 140/90
MmHg) atau hipertensi pulmonal (peningkatan tekanan darah di paru-
paru akibat kongesti pulmonal)
c) Peradangan dan penyakit degeneratif, misalnya : miokarditis
(peradangan pada otot jantung) endokarditis (penyakit infeksi pada
endokard atau katup2 jantung) rematik (setiap kondisi yang disertai
nyeri dan kaku pada musculoskeletal)
d) Penyakit jantung lain, misalnya: pada mekanisme gangguan aliran
darah melalui jantung (stenosis atau penyempitan katup semilunar dan
katuk alveonar), pada peningkatan afterload mendadak hipertensi
maligna (peningkatan tekanan darah berat disertai kelainan pada retina
ginjal dan kelainan serebal)
e) Faktor sistemik, misal : pada meningkatnya laju metabolisme (demam
tiroktosikosis) meningkatnya kebutuhan oksigen jaringan ( hipoksia
atau berkurangnya oksigen dalam darah,anemia atau berkurangnya
kadar hemoglobin), asidosis metabolik dan abnormal elektrolit dapat
menurunkan kontraktilitas otot jantung.
3. Web Of Caution
Faktor resiko

Aterosklerosis Peradangan, Hipertensi sistemik Factor sistemik


koroner miokarditis, dan pulmonal
endokarditis

Kontraktilitas menurun

Beban jantung meningkat

Gagal jantung

Vol. darah arteri Ventrikel kiri gagal Ventrikel kanan gagal


menurun memompa memompa
Jaringan ke otak
Supali O2 ke jaringan
Penurunan curah menurun
menurun Darah
jantung G3 lumen
ventrikel mengalir tidak
Resiko perfusi normal
Penurunan metabolisme
jaringan serebral
Hipertrofi
Asidosis metabolik Pembesaran
lien
Diastole meningkat
ATP menurun
Mual muntah
v fatique Bendungan
hipervolemia Na + H2o
Gangguan Deficit nutrisi
menigkat
pertukaran gas
Odema paru hepar lien

ronkhi spetomegali
Nyeri hepatomegali
akut
Iritasi mukosa Diafragma
Keluar pembuluh terdorong
Refluks batuk portal
menurun dyspnea ansietas
Terdorong ke
Peningkatan abdomen
sekret Pola napas tidak
asites efektif

Bersihan jalan napas tidak


efektif
4. Manifestasi klinis
a) Gagal jantung kiri
1) Letargi dan diaphoresis
2) Dispnea atau diaphoresis
3) Palpitasi (Berdebar-debar)
4) Pernapasan cheyne-stokes
5) Batuk dan rinki basah

5. Anatomi Fisiologi
Penyebab Decompensasi Cordis menurut Smeltzer (2013), yaitu
mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari
curah jantung normal, bila curah jantung berkurang system saraf simpatis
akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan perfusi
jaringan yang memadai maka volume sekuncuplah yang harus
menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi pada
gagal jantung masalah utamanya adalah kerusakan dan kekakuan serabut
otot jantung dan volume sekuncup itu dipengaruhi tiga faktor yaitu
preload, kontraktilitas, dan afterload, jika salah satu dari ketiga faktor
tersebut terganggu maka curah jantungnya akan berkurang. Curah jantung
yang menurun menyebabkan kongesti jaringan yang terjadi akibat
peningkatan tekanan arteria tau vena kongesti paru terjadi karena ventrikel
kiri gagal memompa darah dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi
paru menyebabkan cairan terdorong ke paru, manifestasinya meliputi
dispnea, batuk, mudah Lelah, takikardi, bunyi jantung S3, kecemasan, dan
kegelisahan.
Bila ventrikel kanan gagal mengakibatkan kongesti visera dan
jaringan perifer, sebagai akibat sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan darah secara adekuat. Manifestasinya yaitu Oedema
dependen, hepatomegaly, pertambahan berat badan, asites, distensi vena
jugularis.
Menurut Nettina (2012) penurunan kontraktilitas miokardium, pada
awalnya hal ini hanya timbul saat aktivitas berat atau olahraga dan tekanan
vena juga mulai meningkat dan terjadilah vasokontriksi luas, hal ini
kemudian meningkatkan afterload sehingga curah jantung semakin turun.
Menurut Hudak & Gallo (2010) respon terhadap penurunan curah
jantung untuk mempertahankan perfusi normal yaitu peningkatan tonus
otot simpatis sehingga meningkatkan frekuensi jantung, tekanan darah,
kekuatan kontraksi dan respon fisiologis kedua adalah terjadinya retensi
air dan natrium, akibat adanya penurunan volume darah filtrasi.
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme
primer yang dapat dilihat :
a) Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik
b) Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin
aldosteron
c) Hipertropi ventrikel
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung.
Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya
tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung
maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif. Menurunnya
curah seuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatik
kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik merangsang
pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergic jantung dan medulla
adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk
menambah curah jantung dan juga terjadi vasokontriksi arteria perifer
untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah dengan
mengurangi aliran darah ke organ-organ yang renah metabolismenya
seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat
dipertahankan.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai
serangkaian peristiwa :
a) Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus
b) Pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus
c) Interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk
menghasilkan angiotensin I
d) Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II
e) Perangsangan sekresi aldosterone dari kelenjar adrenal
f) Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan ductus pengumpul
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi
miokardium atau bertambahnya tebal dingin. Hipertrofi meningkatkan
jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium tergantung dari jenis
beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung, sarkomer
dapat bertambah secara parallel atau serial. Respon miokardium
terhadap beban volume seperti pada regurgitasi aorta ditandai dengan
dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.
6. Tanda dan Gejala
a) Gagal jantung kiri
1) Latargi dan diaphoresis
2) Dispnea atau orthopnea
3) Palpitasi (berdebar-debar)
4) Pernafasan Cheyne-stokes
5) Batuk dan ronki basah
6) Edema paru
7) Oliguria atau anuria
8) Irama gallop’s
b) Gagal jantung kanan
1) Edema tungkai
2) CVP (central venosus pressure) meningkat
3) Pulsasi vena jugularis
4) JVP meningkat
5) Asites, hepatomegaly, dan BB meningkat
6) Splenomegali, distensi abdomen, mual, dan anoreksia
(Udjiati, 2013)
Adapun tanda dan gejalanya menurut Kozier (2010) adalah sebagai
berikut :
1) Kelelahan/kelemahan
2) Dispnea
3) Ortopne
4) Dispne nokturia paroksimal
5) Batuk
6) Nocturia
7) Anoreksia
8) Nyeri kuadran kanan atas
9) Takikardia
10) Pernafasan Cheyne-stokes
11) Sianosis
12) Ronkhi basah
13) Peninggian tingkat pulsasi vena jugularis
14) Hepatosplenomegaly
15) Asites
16) Edema perifer
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sistem vena
atau sistem pulmonal antara lain :
1) Lelah
2) Angina
3) Cemas
4) Oliguri, penurunan aktivitas GI
5) Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebabkan oleh kongesti balik dari
ventrikel kiri, antara lain:
1) Dypnea
2) Batuk
3) Orthopea
4) Reles paru
5) Hasil X-Ray memperlihatkan kongesti paru
Tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :
1) Edema perifer
2) Distensi vena leher
3) Hati membesar
4) Peningkatan central venous pressure (CPV)

7. Klasifikasi
a) Klasifikasi gagal jantung menurut letaknya
1) Gagal jantung kiri

Kegagalan ventrikel kiri untuk mengisi atau mengosongkan


dengan benar dan dapat lebih lanjut diklasifikasikan menjadi
disfungsi sistolik dan diastolic (Nurarif dan Kusuma, 2013).

Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort, fatigue,


ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal, batuk, pembesaran
jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4,
pernapasan Cheyne stokes, takikardi, pulsus alternans, ronkhi dan
kongesti vena pulmonalis.

2) Gagal jantung kanan

Kegagalan ventrikel kanan untuk memompa darah secara


adekuat (Nurarif dan Kusuma, 2013).

Pada gagal jantung kanan timbul edema, liver engorgement,


anoreksia, dan kembung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap
atrium kanan, murmur, tanda dan penyakit paru kronik, tekanan
vena jugularis meningkat, bunyi P2 mengeras, asites, hidrothoraks,
peningkatan tekanan vena, hepatomegaly, dan pitting edema.
3) Gagal jantung kongestif
Kegagalan ventrikel kanan dan kiri secara bersamaan (Udjiati,
2013). Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan
gagal jantung kiri dan kanan.
b) Klasifikasi gagal jantung menurut derajat sakitnya

Derajat Keterangan
1 Pasien masih dapat melakukan aktivitas
(Tanpa keluhan) fisik sehari-hari tanpa disertai kelelahan
ataupun sesak nafas.
2 Aktivitas fisik sedang menyebabkan
(Ringan) kelelahan atau sesak nafas tetapi jika
aktivitas ini dihentikan maka keluhan akan
hilang.
3 Aktivitas fisik ringan menyebabkan
(Sedang) kelelahan atau sesak nafas, tetapi keluhan
akan hilang jika aktivitas dihentikan.
4 Tidak dapat melakukan aktivitas fisik
(Berat) sehari-hari bahkan pada saat istrirahatpun
keluhan masih tetap ada dan semakin berat
jika melakukanaktivitas walaupun aktivitas
ringan.
(Nurarif dan Kusuma, 2013)

8. Komplikasi

Berikut komplikasi dari gagal jantung menurut (Wijaya & Putri, 2013)
antara lain :

a) Adema paru akut dapat terjadi akibat gagal jantung kiri


b) Syok kardiogenik
Akibat penurunan dari curah jantung dan perfusi jaringan yang
tidak adekuat ke organ vital (jantung dan otak).
c) Episode trombolik
Thrombus terbentuk akibat imobilitas pasien dan gangguan
sirkulasi, trombusdapat menyebabkan penyumbatan pembuluh
darah.
d) Efusi pericardial dan tamponade jantung
Masuknya cairan ke kantung pericardium, cairan dapat
meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal. Cardiac
output menurun dan aliran balik vena ke jantung.

9. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto polos dada
1) Proyeksi A-P, konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung
hilang, cefalisasi arteria pulmonalis
2) Proyeksi RAO, tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium
kiri dan pembesaran ventrikel kanan
b) EKG
Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel, mitral yaitu gelombang P
yang melebar serta berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika
lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi.
c) Katerisasi jantung dan Sine angiografi
Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri
pada saat sistol. Selan itu dapat dideteksi derajat beratnya
hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui frekuensi denyut jantung,
besar curah jantung serta gradien antara atrium kiri dan ventrikel
kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.

10. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan non farmakologis
1) Pembatasan natrium
2) Tirah baring
Kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-benar
dikurangi, mengingat kebutuhan oksigen yang relatif
meningkat.
3) Pembatasan lemak
Umumnya diberikan makanan lunak dengan rendah
(pembatasan) garam. Jumlah kalori sesuai kebutuhan, pasien
dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori tingkat
protein. Cairan diberikan 80-100 ml/kgBB/hari.
b) Penatalaksanaan farmakologis
1) Pemberian O2
Pemberian oksigen secara rumat biasanya diperlukan 2
liter/menit dalam keadaan sianosis sekali dapat lebih tinggi.
2) Terapi nitrat dan vasodilator
Terapi nitrat berupa salep nitrogliserin sedangkan vasodilator
parenteral berupa nitrogliserin parenteral atau nitropusid
natrium.
Obat vasodilator menurunkan tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri dan menghilangkan bendungan paru serta beban kerja
jantung jadi berkurang.
Preparat vasodilator yang digunakan :
a. Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2
mg/kgBB/menit IV
b. Nitroprusid 0,5-1 mg/kgBB/menit IV
3) Diuretik kuat
Deuretik kuat bekerja pada ansa henle dengan menghambat
transport klorida terhadap natrium ke dalam sirkulasi
(menghambat reabsorbsi natrium pasif). Garam natrium dan air
akan keluar bersama dengan kalium, kalsium, dan magnesium.
Obat yang termasuk dalam diuretik kuat adalah furosemid dan
asam etakrinat.
Diuresis dapat mengurangi beban awal (preload), tekanan
pengisian yang berlebihan dan secara umum untuk mengatasi
retensi cairan yang berlebihan. Yang digunakan yaitu
furosemid 40-80 mg. pemberian dosis penunjang bergantung
pada respon, rata-rata 20 mg/hari.
4) Digitalis
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktiltas.
Obat yang termasuk dalam digitalis adalah digoksin dan
digitoksi.
Digitalis akan memperbaiki kerja jantung dengan
memperlambat dan memperkuat kontraksi jantung serta
meninggikan curah jantung.
Dosis digitalis :
a. Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6
dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2-
4 hari
b. Cedilanid IV 1,2-1,6 mg dalam 24 jam

Dosis penunjang untuk gagal jantung :

a. Digoksin 0,25 mg/hari untuk pasien usia lanjut dan gagal


ginjal dosis disesuaikan
b. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
5) Inotropik positif
Obat dalam inotropik positif adalah dopamin yang fungsinya
meningkatkan denyut jantung pada keadaan bradikardi disaat
atropin tidak menunjukkan kerja yang efektif. Selain itu
dobutamin juga dapat digunakan sebagai peningkat kontraksi
miokardium.
6) Sedatif
Phenobarbital dapat diberikan untuk mengurangi kegelisahan
sehingga pasien dapat beristirahat dan memberi relaksasi pada
pasien.
c) Pengobatan penunjang lainnya bersifat simptomatik
1) Jika terjadi anemia, maka harus tanggulangi dengan pemberian
sulfa ferosus atau transfusi darah jika anemia berat
2) Jika terdapat infeksi sistemik berikan atibiotik
Untuk penderita gagal jantung anak-anak yang gelisah, dapat
diberikan pemenang, luminal dan morfin dianjurkan terutama
pada anak yang gelisah (Long, Barbara C, Perawatan Medikal
Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, 2013).
3) Operatif
Pemakaian alat dan Tindakan bedah antara lain :
a. Revaskularisasi (perkutan, bedah)
b. Operasi katup mitral
c. Aneurismektomi
d. Kardiomioplasti
e. External cardiac support
f. Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung
biventricular
g. Implantable cardioverter defibrillator (ICD)
h. Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial
heart
(Muttaqin, 2012)

B. Konsep Asuhan Keperawatan Decompensasi Ciordis


1. Anamnesis/Pengkajian
a) Biodata
Gagal jantung dapat terjadi pada bayi, anak-anak, dan rang dewasa
dengan defek kongenital dan defek jantung akuisita (didapat).
Kurang lebih 1% penduduk usia 50 tahun dapat terjadi gagal
jantung, sedangkan 10% penduduk berusia lebih dari 70 tahun
beresiko gagal jantung (Kowalak, 2011).
b) Keluhan Utama
Keluhan utama yang paling sering menjadi alasan pasien untuk
meminta pertolongan Kesehatan meliputi dispnea, kelemahan fisik,
dan edema sistemik (Muttaqin, 2012).
c) Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang didapat dengan adanya gejala-gejala kongestif
vaskular pulmonal adalah dyspnea, ortopnea, dyspnea
nocturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut. Pada
pengkajian dyspnea (dikarakteristikkan oleh pernafasan cepat,
dangkal, dan menekan pasien) menyebabkan insomnia,
gelisah, dan kelelahan (Muttaqin, 2012).
2) Riwayat penyakit dahulu
Pada pasien gagal jantung biasanya pasien pernah menderita
infark miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia
(Muttaqin, 2012).
3) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbul pada usia
muda merupakan faktor risiko terjadinya gagal jantung
(Muttaqin, 2012).
4) Riwayat kebiasaan
Pada penyakit gagal jantung pola kebiasaan merupakan
perokok aktif, meminum alkohol, dan obat-obatan tertentu
(Muttaqin, 2012).
5) Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi
jaringan, stress akibat kesulitan bernafas, dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
d) Pola Kebiasaan Sehari-Hari
1) Tanda dan gejala pada aktivitas/istirahat
a. Keletihan, kelelahan sepanjang hari
b. Nyeri dada saat melakukan aktivitas
c. Insomnia
d. Terbangun pada malam hari karena sesak nafas
e. Gelisah, peerubahan status mental : letargi, TTV berubah
saat
f. Beraktivitas
2) Nutrisi
a. Kehilangan nafsu makan
b. Mual dan muntah
c. Penambahan BB yang drastis
d. Diit rendah garam dan air
e. Penggunaan diuretic
f. Distensi abdomen
g. edema
3) Eliminasi
a. Penurunan berkemih
b. Urin berwarna gelap
c. Nocturia
d. Diare/konstipasi
e. Hygiene
f. Keletihan, kelemahan, kelelahan dalam melakukan aktivitas
perawatan diri
e) Pengkajian Primer
1) A (Airway)
Pada pengkajian airway kaji ada tidaknya sumbatan jalan nafas.
2) B (Breathing)
Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oksimeter
untuk mempertahankan saturasi >92%. Pada pasien
decompensasi cordis ditemukan adanya sesak nafas sehingga
memerlukan oksigen, bisa dengan nasal kanul, simple mask,
atau non rebrithing mask sesuai dengan kebutuhan oksigen
(Soeparman, 2011).
3) C (Circulation)
Pada pasien decompensasi cordis terdengar suara gallop. Pada
pasien decompensasi cordis berikan cairan melalui IV dan
pemasangan kateter untuk mengatur keseimbangan cairan dalam
tubuh karena pada pasien dengan decompensasi cordis
mengalami kelebihan volume cairan (Soeparman, 2011).
4) D (Disability)
Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVP atau GCS.
Jika pasien mengalami penurunan kesadaran menunjukkan
pasien masuk kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan
medis segera dan membutuhkan perawatan di ICCU
(Soeparman, 2011).
5) E (Exposure)
Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat Kesehatan dan
fisik lainnya (Soeparman, 2011).
f) Pengkajian Sekunder
1) Five intervensi atau full of vital sign
Pada pasien dengan decompensasi cordis intervensi harus
dilakukan adalah pemeriksaan EKG, dan pemasangan kateter
untuk mengetahui adanya kelebihan volume cairan (Soeparman,
2011).
2) Give comfort
Pada pasien dengan decompensasi cordis harus diberi posisi
senyaman mungkin untuk mengurangi rasa sesak pasien.
g) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum pasien gagal jantung biasanya didapatkan
kesadaran yang baik atau composmetis dan akan berubah sesuai
dengan tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf
pusat (Muttaqin, 2012).
2) Pemeriksaan fisik (B1-B6)
a. B1 (Breathing)
Pengkajian yang didapat dengan adanya tanda kongesti
vaskular pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea
nokturnal paroksimal, batuk dan edema pulmonal akut.
Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar
pada dasar posterior paru. Hal ini dikenal sebagai bukti
kegagalan ventrikel kiri (Muttaqin, 2012).
b. B2 (Blood)
Inspeksi : Pasien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, dan
apatis. Gejala ini merupakan tanda dari penurunan curah
jantung. Selain itu sulit berkonsentrasi, defisit memori, dan
penurunan toleransi Latihan juga merupakan tanda dari
penurunan curah jantung. Pada inspeksi juga ditemukan
distensi vena jugularis akibat kegagalan ventrikel kanan
dalam memompa darah. Dan tanda yang terakhir adalah
edema tungkai dan terlihat pitting edema (Muttaqin, 2012).
Palpasi : Adanya perubahan nadi, dapat terjadi takikardi
yang mencerminkan respon terhadap perangsangan saraf
simpatis. Penurunan yang bermakna dari curah sekuncup dan
adanya vasokontriksi perifer menyebabkan bradikardi.
Hipertensi sistolik dapat ditemukan pada gagal jantung yang
lebih berat. Selain itu pada gagal jantung kiri dapat timbul
pulsus alternans (perubahan kekuatan denyut arteri)
(Muttaqin, 2012).
Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat
penurunan isi sekuncup. Tanda fisik yang berakibat dengan
gagal jantung kiri adalah adanya bunyi jantung ke 3 dan ke 4
(S3, S4) serta cracles pada paru-paru (Muttaqin, 2012).
Perkusi : Batas jantung ada pergeseran yang menandakan
adanya hipertropi jantung atau kardiomegali (Muttaqin,
2012).
c. B3 (Brain)
Kesadaran composmetis didapatkan sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat, wajah meringis, menangis,
merintih, dan meregang (Muttaqin, 2012).
d. B4 (Bladder)
Adanya oliguri yang merupakan tanda syok kardiogenik dan
adanya edema ekstremitas merupakan tanda adanya retensi
cairan yang parah (Muttaqin,2012).
e. B5 (Bowel)
Pasien biasanya mual dan muntah, anoreksia akibat
pembesaran vena dan statis vena didalam rongga abdomen,
serta penurunan berat badan. Selain itu dapat terjadi
hepatomegaly akibat pembesaran vena di hepar dan pada
akhirnya menyebabkan asites (Muttaqin, 2012).
f. B6 (Bone)
Hal-hal biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian B6
adalah sebagai berikut :
1. Kulit dingin
Gagal ginjal pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda
berkurangnya perfusi ke organ. Karena darah di alihkan
dari organ-organ non vital demi mempertahankan perfudi
ke jantung dan otak, maka manifestasi paling dini paling
depan adalah berkurangnya perfusi organ-organ seperti
kulit dan otot-otot rangka. Kulit yang pucat dan dingin di
akibatkan oleh vasokontriksi perifer, penurunan lebih
lanjut dari curah jantung dan meningkatnya kadar
hemoglobin tereduksi mengakibatkan sianosis.
2. Mudah lelah
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang,
sehingga menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan
oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
metabolisme (Muttaqin, 2012).
g. Pemeriksaan diagnostik menurut Doenges, Moorhouse,
Geisster (2012), yaitu:
1. EKG
Hipertropi atrial atau ventrikel, penyimpangan aksis,
iskemia dan kerusakan pola mungkin terlihat. Distrimia
misal : takikardi, fibrilasi atrial, kenaikan segmen ST/T+
2. Scan jantung (Multigated Alquistion/MUGA)
Memperkirakan gerakan dinding
3. Katerisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri dan
stenosis katup atau infusiensi juga mengkaji potensi
arteri koroner.

4. Rontgen dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, perubahan
pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan
pulmonal, bulging pada perbatasan jantung kiri dapat
menunjukkan aneurisma ventrikel.
5. Enzim hepar
Meningkat dalam gagal kongesti hepar
6. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan atau
penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik.
7. Oksimetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal
jantung kanan akut memperburuk penyakit paru
abstruksi menahun atau gagal jantung kronis.
8. Blood Urea Nitrogen, Kreatinin
Peningkatan blood nitrogen menandakan penurunan
fungsi ginjal. Kenaikan baik blood urea nitrogen dan
kreatin merupakan indikasi gagal ginjal.
9. Albumin
Mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan
protein atau penurunan sintesis protein dalam hepar yang
mengalami kongesti.
10. Hitung sel darah merah
Mungkin terjadi anemia, polisitemia atau perubahan
kepekaan menandakan retensi urine. Sel darah putih
mungkin meningkat mencerminkan miokard infark akut,
perikarditas atau status infeksi lain.
11. Pemeriksaan tyroid
Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas
tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung kanan.

2. Analisa Data

No Data Penyebab Masalah


.
1. DS : perubahan irama penurunan curah
1. Perubahan irama jantung : Palpitasi
jantung jantung
2. Perubahan preload : Lelah
3. Perubahan afterload : Dispnea
4. Perubahan kontraaktilitas
5. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
6. Ortopnea
7. Batuk
8. Perilaku /emosional
9. Cemas
10. Gelisah

DO :
1. Perubahan irama jantung
a. Bradikardia/takikardia
b. Gambaran ekg aritmia atau g3
konduksi
2. Perubahan preload
a. Edema
b. Distensi vena jugularis
c. Central venous pressure (CVP)
meningkat/ menurun
d. Hepatomegali
e. Murmur jantung
f. bb bertambah
g. Pulmonary artery wedge pressure
(PAWP) menurun
3. Perubahan afterload
a. Tekanan darah meningkat /menurun
b. Nadi perifer teraba lemah
c. CRT >3 detik
d. Oliguria
e. Warna kulit pucat dan/atau sianosis
f. Pulmonary vascular resistance (PVR)
meningkat / menurun
g. Systemic vascular resistance (SVR)
meningkat /menurun
4. Perubahan kontraaktilitas
a. Terdengar suara jantung s3 dan s4
b. Ejection fraction (EF) menurun
c. Cardiac index (CI) menurun
d. Left ventricular stroke wotk index
(LVSWI) menurun
e. Stroke volume inde (SVI) menurun
2. DS : ketidakseimbangan Intoleransi
DS :
antara suplai dan aktivitas
1. Mengeluh lelah
2. Dyspnea saat/setelah aktivitas kebutuhan oksigen
3. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
4. Merasa lemah
DO :
1. Frekuensi Jantung Meningkat > 20% Dari
Kondisi Istirahat
2. Tekanan Darah Berubah > 20% Dari
Kondisi Istirahat
3. Gambaran EKG Menunjukkan Aritmia
Saat/Setelah Aktivitas
4. Sianosis
3. DS: Ketidakseimbangan Ganguan
1. Dispnea
ventilasi -perfusi pertukaran gas
2. Pusing
3. Penglihatan kabur
DO:
1. PCO2 meningkat / menurun
2. PO2 menurun
3. Takikardia
4. pH arteri meningkat/menurun
5. Bunyi napas tambahan
6. Sianosis
7. Gelisah
8. Napas cuping hidung
9. Pola napas abnormal ( cepat/lambat,
regular/ireguler, dalam/dangkal)
10. Kesadaran menurun

3. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung (D.0008)
b. Intolernsi aktivitas (D.0056)
c. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
4. Intervensi/Perencanaan
a. Penurunan curah jantung
Penyebab
1) Perubahan irama jantung
2) Perubahan frekuensi jantung
3) Perubahan kontraktilitas
4) Perubahan preload
5) Perubahan afterload
Outcome
1) Curah Jantung Meningkat (L.02008)
Intervensi Keperawatan
1) Perawatan Jantung (I.02075)
Observasi
a) Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
(meliputi dispnea, kelelahan, edema ortopnea paroxysmal
nocturnal dyspnea, peningkatan CPV)
b) Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
(meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali distensi
vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit
pucat)
c) Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik,
jika perlu)
d) Monitor intake dan output cairan
e) Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
f) Monitor saturasi oksigen
g) Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi, radiasi,
durasi, previsitasi yang mengurangi nyeri)
h) Monitor EKG
i) Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
j) Monitor nilai laboratorium jantung (misal. Elektrolit, enzim
jantung, BNP, Ntpro-BNP)
k) Monitor alat fungsi jantung
l) Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
m)Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum pemberian
obat (mis. Betablocker, ACE inhibitor, calcium channel
blocker, digoksin)
Terapeutik
a) Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
b) Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asupan kafein,
natrium, kolesterol, dan makanan tinggi lemak)
c) Gunakan stocking elastis atau pneumatic intermiten, sesuai
indikasi
d) Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi hidup sehat
e) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu
f) Berikan dukungan emosional dan spiritual
g) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
a) Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
b) Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
c) Anjurkan berhenti merokok
d) Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
e) Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
b) Rujuk ke program rehabilitasi jantung
2) Perawatan jantung akut : Akut (I.02076)
Observasi
a) Identifikasi karakteristik nyeri dada (meliputi faktor pemicu
dan Pereda, kualitas, lokasi, radiasi, skala, durasi, dan
frekuensi)
b) Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T
c) Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
d) Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan risiko aritmia
(mis. Kalium, magnesium serum)
e) Monitor enzim jantung (mis. CK, CK-MB, Troponin T,
Troponin I)
f) Monitor saturasi oksigen
g) Identifikasi stratifikasi pada sindrom koroner akut (mis.
Skor TIMI, Killip, Crusade)
Terapeutik
a) Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
b) Pasang akses intravena
c) Puasakan hingga bebas nyeri
d) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansietas dan
stress
e) Sediakan lingkungan yang kondusif untuk beristirahat da
pemulihan
f) Siapkan menjalani intervensi koroner perkutan, jika perlu
g) Berikan dukungan spiritual dan emosional
Edukasi
a) Anjurkan segera melaporkan nyeri dada
b) Anjurkan menghindari manuver (mis. Mengedan saat BAB
atau batuk)
c) Jelaskan tindakan yang dijalani pasien
d) Ajarkan teknik menurunkan kecemasan dan ketakutan
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian antiplatelet, jika perlu
b) Kolaborasi pemberian antianginal (mis. Nitrogliserin, beta
blocker, calcium channel bloker)
c) Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu
d) Kolaborasi pemberian inotropic, jika perlu
e) Kolaborasi pemberian obat untuk mencegah manuver
valsava (mis. Pelunak, tinja, antiemetik)
f) Kolaborasi pemberian thrombus dengan antikoagulan, jika
perlu
g) Kolaborasi pemeriksaan X-Ray dada, jika perlu
b. Intoleransi aktivitas
Penyebab
1) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2) Tirah baring
3) Kelemahan
4) Imobilitas
5) Gaya hidup monoton
Output
1) Toleransi Aktivitas Meningkat (L.05047)
Intervensi Keperawatan
1) Manajemen energi (I. 05178)
Observasi
a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
b) Monitor kelelahan fisik dan emosional
c) Monitor pola dan jam tidur
d) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Terapeutik
a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulasi (mis.
Cahaya, suara, kunjungan)
b) Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
c) Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
d) Fasilitas duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpisah atau berjalan
Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
c) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
d) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan

c. Gangguan pertukaran gas


Penyebab
1) Ketidakseimbangan ventilasi – perfusi
2) Perubahan alveolus -kapiler

Output

1) Ganguuan pertukaran gas Meningkat (L.01003)


Intervensi Keperawatan
1) Manajemen energi (I. 05178)
Observasi
a) Monitor frekuensi, irama,kedalaman dan upaya bernapas
b) Monitor pola napas
c) Monitor saturasi oksigen
d) Monitor hasil x-ray
Terapeutik
a) Atur interval pemantauan respirasu sesuai kondisi pasien
b) Dokumentasi hasil pemnatauan
Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b) Informasikan hasil pemantauan
5. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan rencana keperawatan kegiatan atau tindakan yang


diberikan kepada pasien sesuai dengan rencana keperawatan yang telah
ditetapkan, tetapi menutup kemungkinan akan menyimpang dari rencana
yang ditetapkan tergantung pada situasi dan kondisi pasien.

6. Evaluasi Keperawatan

Dilaksanakan suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah


diberikan atau dilaksanakan dengan berpegang teguh pada tujuan yang
ingin dicapai. Pada bagian ini ditentukan apakah perencanaan sudah
tercapai atau belum, dapat juga tercapai sebagaian atau timbul masalah
baru.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, ME. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 2. Jakarta. EGC
Doenges, Moorhouse, Geisster. 2012. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi empat, buku kedua. EGC. Jakarta.
Hudak & Gallo (2010). Keperawatan Kritis Edisi 6. Jakarta; EGC
Kowalak, M. W. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Kozier Barbara. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, &
Praktik edisi 7 vol 1, Alih bahasa Pamilih Eko Karyuni Editor edisi bahasa
Indonesia Dwi Widiarti. Jakarta: EGC.
Long Barbara. C (2013). Perawatan medikal bedah suatu pendekatan proses
keperawatan. Edisi kedua. Yayasan Ikatan Alumnio Pendidikan
Keperawatan, Universitas Padjadjaran . Bandung.
Muttaqin, A. 2012. Buku Ajar : Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Nanda. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Nanda Nic Noc.
Yogyakarta : Media Hardy
Nettina, Sandra M. 2001 . Pedoman praktik keperawatan. Jakarta:Alih bahasa
Setiawan.
Nurarif, A. H. dan Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc. Yogyakarta : Media Action
Price, A. 2010. Patofisiologi : Konsepklinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 .
Jakarta:EGC
Smeltzer & Bare. 2013.
Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Brunner &Suddarth Jilid II Edisi
8. Jakarta : EGC
Soeparman, (2011). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Udjiati, W. 2013. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai