Mei Ayu Sari - 2030068 - LP Decompensasi Cordis
Mei Ayu Sari - 2030068 - LP Decompensasi Cordis
Oleh:
Mei Ayu Sari, S. Kep
NIM 2030068
Mahasiswa :
CI Institusi CI lahan
Kontraktilitas menurun
Gagal jantung
ronkhi spetomegali
Nyeri hepatomegali
akut
Iritasi mukosa Diafragma
Keluar pembuluh terdorong
Refluks batuk portal
menurun dyspnea ansietas
Terdorong ke
Peningkatan abdomen
sekret Pola napas tidak
asites efektif
5. Anatomi Fisiologi
Penyebab Decompensasi Cordis menurut Smeltzer (2013), yaitu
mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari
curah jantung normal, bila curah jantung berkurang system saraf simpatis
akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan perfusi
jaringan yang memadai maka volume sekuncuplah yang harus
menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi pada
gagal jantung masalah utamanya adalah kerusakan dan kekakuan serabut
otot jantung dan volume sekuncup itu dipengaruhi tiga faktor yaitu
preload, kontraktilitas, dan afterload, jika salah satu dari ketiga faktor
tersebut terganggu maka curah jantungnya akan berkurang. Curah jantung
yang menurun menyebabkan kongesti jaringan yang terjadi akibat
peningkatan tekanan arteria tau vena kongesti paru terjadi karena ventrikel
kiri gagal memompa darah dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi
paru menyebabkan cairan terdorong ke paru, manifestasinya meliputi
dispnea, batuk, mudah Lelah, takikardi, bunyi jantung S3, kecemasan, dan
kegelisahan.
Bila ventrikel kanan gagal mengakibatkan kongesti visera dan
jaringan perifer, sebagai akibat sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan darah secara adekuat. Manifestasinya yaitu Oedema
dependen, hepatomegaly, pertambahan berat badan, asites, distensi vena
jugularis.
Menurut Nettina (2012) penurunan kontraktilitas miokardium, pada
awalnya hal ini hanya timbul saat aktivitas berat atau olahraga dan tekanan
vena juga mulai meningkat dan terjadilah vasokontriksi luas, hal ini
kemudian meningkatkan afterload sehingga curah jantung semakin turun.
Menurut Hudak & Gallo (2010) respon terhadap penurunan curah
jantung untuk mempertahankan perfusi normal yaitu peningkatan tonus
otot simpatis sehingga meningkatkan frekuensi jantung, tekanan darah,
kekuatan kontraksi dan respon fisiologis kedua adalah terjadinya retensi
air dan natrium, akibat adanya penurunan volume darah filtrasi.
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme
primer yang dapat dilihat :
a) Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik
b) Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin
aldosteron
c) Hipertropi ventrikel
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung.
Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya
tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung
maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif. Menurunnya
curah seuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatik
kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik merangsang
pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergic jantung dan medulla
adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk
menambah curah jantung dan juga terjadi vasokontriksi arteria perifer
untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah dengan
mengurangi aliran darah ke organ-organ yang renah metabolismenya
seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat
dipertahankan.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai
serangkaian peristiwa :
a) Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus
b) Pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus
c) Interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk
menghasilkan angiotensin I
d) Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II
e) Perangsangan sekresi aldosterone dari kelenjar adrenal
f) Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan ductus pengumpul
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi
miokardium atau bertambahnya tebal dingin. Hipertrofi meningkatkan
jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium tergantung dari jenis
beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung, sarkomer
dapat bertambah secara parallel atau serial. Respon miokardium
terhadap beban volume seperti pada regurgitasi aorta ditandai dengan
dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.
6. Tanda dan Gejala
a) Gagal jantung kiri
1) Latargi dan diaphoresis
2) Dispnea atau orthopnea
3) Palpitasi (berdebar-debar)
4) Pernafasan Cheyne-stokes
5) Batuk dan ronki basah
6) Edema paru
7) Oliguria atau anuria
8) Irama gallop’s
b) Gagal jantung kanan
1) Edema tungkai
2) CVP (central venosus pressure) meningkat
3) Pulsasi vena jugularis
4) JVP meningkat
5) Asites, hepatomegaly, dan BB meningkat
6) Splenomegali, distensi abdomen, mual, dan anoreksia
(Udjiati, 2013)
Adapun tanda dan gejalanya menurut Kozier (2010) adalah sebagai
berikut :
1) Kelelahan/kelemahan
2) Dispnea
3) Ortopne
4) Dispne nokturia paroksimal
5) Batuk
6) Nocturia
7) Anoreksia
8) Nyeri kuadran kanan atas
9) Takikardia
10) Pernafasan Cheyne-stokes
11) Sianosis
12) Ronkhi basah
13) Peninggian tingkat pulsasi vena jugularis
14) Hepatosplenomegaly
15) Asites
16) Edema perifer
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sistem vena
atau sistem pulmonal antara lain :
1) Lelah
2) Angina
3) Cemas
4) Oliguri, penurunan aktivitas GI
5) Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebabkan oleh kongesti balik dari
ventrikel kiri, antara lain:
1) Dypnea
2) Batuk
3) Orthopea
4) Reles paru
5) Hasil X-Ray memperlihatkan kongesti paru
Tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :
1) Edema perifer
2) Distensi vena leher
3) Hati membesar
4) Peningkatan central venous pressure (CPV)
7. Klasifikasi
a) Klasifikasi gagal jantung menurut letaknya
1) Gagal jantung kiri
Derajat Keterangan
1 Pasien masih dapat melakukan aktivitas
(Tanpa keluhan) fisik sehari-hari tanpa disertai kelelahan
ataupun sesak nafas.
2 Aktivitas fisik sedang menyebabkan
(Ringan) kelelahan atau sesak nafas tetapi jika
aktivitas ini dihentikan maka keluhan akan
hilang.
3 Aktivitas fisik ringan menyebabkan
(Sedang) kelelahan atau sesak nafas, tetapi keluhan
akan hilang jika aktivitas dihentikan.
4 Tidak dapat melakukan aktivitas fisik
(Berat) sehari-hari bahkan pada saat istrirahatpun
keluhan masih tetap ada dan semakin berat
jika melakukanaktivitas walaupun aktivitas
ringan.
(Nurarif dan Kusuma, 2013)
8. Komplikasi
Berikut komplikasi dari gagal jantung menurut (Wijaya & Putri, 2013)
antara lain :
9. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto polos dada
1) Proyeksi A-P, konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung
hilang, cefalisasi arteria pulmonalis
2) Proyeksi RAO, tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium
kiri dan pembesaran ventrikel kanan
b) EKG
Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel, mitral yaitu gelombang P
yang melebar serta berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika
lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi.
c) Katerisasi jantung dan Sine angiografi
Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri
pada saat sistol. Selan itu dapat dideteksi derajat beratnya
hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui frekuensi denyut jantung,
besar curah jantung serta gradien antara atrium kiri dan ventrikel
kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.
10. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan non farmakologis
1) Pembatasan natrium
2) Tirah baring
Kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-benar
dikurangi, mengingat kebutuhan oksigen yang relatif
meningkat.
3) Pembatasan lemak
Umumnya diberikan makanan lunak dengan rendah
(pembatasan) garam. Jumlah kalori sesuai kebutuhan, pasien
dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori tingkat
protein. Cairan diberikan 80-100 ml/kgBB/hari.
b) Penatalaksanaan farmakologis
1) Pemberian O2
Pemberian oksigen secara rumat biasanya diperlukan 2
liter/menit dalam keadaan sianosis sekali dapat lebih tinggi.
2) Terapi nitrat dan vasodilator
Terapi nitrat berupa salep nitrogliserin sedangkan vasodilator
parenteral berupa nitrogliserin parenteral atau nitropusid
natrium.
Obat vasodilator menurunkan tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri dan menghilangkan bendungan paru serta beban kerja
jantung jadi berkurang.
Preparat vasodilator yang digunakan :
a. Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2
mg/kgBB/menit IV
b. Nitroprusid 0,5-1 mg/kgBB/menit IV
3) Diuretik kuat
Deuretik kuat bekerja pada ansa henle dengan menghambat
transport klorida terhadap natrium ke dalam sirkulasi
(menghambat reabsorbsi natrium pasif). Garam natrium dan air
akan keluar bersama dengan kalium, kalsium, dan magnesium.
Obat yang termasuk dalam diuretik kuat adalah furosemid dan
asam etakrinat.
Diuresis dapat mengurangi beban awal (preload), tekanan
pengisian yang berlebihan dan secara umum untuk mengatasi
retensi cairan yang berlebihan. Yang digunakan yaitu
furosemid 40-80 mg. pemberian dosis penunjang bergantung
pada respon, rata-rata 20 mg/hari.
4) Digitalis
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktiltas.
Obat yang termasuk dalam digitalis adalah digoksin dan
digitoksi.
Digitalis akan memperbaiki kerja jantung dengan
memperlambat dan memperkuat kontraksi jantung serta
meninggikan curah jantung.
Dosis digitalis :
a. Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6
dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2-
4 hari
b. Cedilanid IV 1,2-1,6 mg dalam 24 jam
4. Rontgen dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, perubahan
pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan
pulmonal, bulging pada perbatasan jantung kiri dapat
menunjukkan aneurisma ventrikel.
5. Enzim hepar
Meningkat dalam gagal kongesti hepar
6. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan atau
penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik.
7. Oksimetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal
jantung kanan akut memperburuk penyakit paru
abstruksi menahun atau gagal jantung kronis.
8. Blood Urea Nitrogen, Kreatinin
Peningkatan blood nitrogen menandakan penurunan
fungsi ginjal. Kenaikan baik blood urea nitrogen dan
kreatin merupakan indikasi gagal ginjal.
9. Albumin
Mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan
protein atau penurunan sintesis protein dalam hepar yang
mengalami kongesti.
10. Hitung sel darah merah
Mungkin terjadi anemia, polisitemia atau perubahan
kepekaan menandakan retensi urine. Sel darah putih
mungkin meningkat mencerminkan miokard infark akut,
perikarditas atau status infeksi lain.
11. Pemeriksaan tyroid
Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas
tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung kanan.
2. Analisa Data
DO :
1. Perubahan irama jantung
a. Bradikardia/takikardia
b. Gambaran ekg aritmia atau g3
konduksi
2. Perubahan preload
a. Edema
b. Distensi vena jugularis
c. Central venous pressure (CVP)
meningkat/ menurun
d. Hepatomegali
e. Murmur jantung
f. bb bertambah
g. Pulmonary artery wedge pressure
(PAWP) menurun
3. Perubahan afterload
a. Tekanan darah meningkat /menurun
b. Nadi perifer teraba lemah
c. CRT >3 detik
d. Oliguria
e. Warna kulit pucat dan/atau sianosis
f. Pulmonary vascular resistance (PVR)
meningkat / menurun
g. Systemic vascular resistance (SVR)
meningkat /menurun
4. Perubahan kontraaktilitas
a. Terdengar suara jantung s3 dan s4
b. Ejection fraction (EF) menurun
c. Cardiac index (CI) menurun
d. Left ventricular stroke wotk index
(LVSWI) menurun
e. Stroke volume inde (SVI) menurun
2. DS : ketidakseimbangan Intoleransi
DS :
antara suplai dan aktivitas
1. Mengeluh lelah
2. Dyspnea saat/setelah aktivitas kebutuhan oksigen
3. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
4. Merasa lemah
DO :
1. Frekuensi Jantung Meningkat > 20% Dari
Kondisi Istirahat
2. Tekanan Darah Berubah > 20% Dari
Kondisi Istirahat
3. Gambaran EKG Menunjukkan Aritmia
Saat/Setelah Aktivitas
4. Sianosis
3. DS: Ketidakseimbangan Ganguan
1. Dispnea
ventilasi -perfusi pertukaran gas
2. Pusing
3. Penglihatan kabur
DO:
1. PCO2 meningkat / menurun
2. PO2 menurun
3. Takikardia
4. pH arteri meningkat/menurun
5. Bunyi napas tambahan
6. Sianosis
7. Gelisah
8. Napas cuping hidung
9. Pola napas abnormal ( cepat/lambat,
regular/ireguler, dalam/dangkal)
10. Kesadaran menurun
3. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung (D.0008)
b. Intolernsi aktivitas (D.0056)
c. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
4. Intervensi/Perencanaan
a. Penurunan curah jantung
Penyebab
1) Perubahan irama jantung
2) Perubahan frekuensi jantung
3) Perubahan kontraktilitas
4) Perubahan preload
5) Perubahan afterload
Outcome
1) Curah Jantung Meningkat (L.02008)
Intervensi Keperawatan
1) Perawatan Jantung (I.02075)
Observasi
a) Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
(meliputi dispnea, kelelahan, edema ortopnea paroxysmal
nocturnal dyspnea, peningkatan CPV)
b) Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
(meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali distensi
vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit
pucat)
c) Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik,
jika perlu)
d) Monitor intake dan output cairan
e) Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
f) Monitor saturasi oksigen
g) Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi, radiasi,
durasi, previsitasi yang mengurangi nyeri)
h) Monitor EKG
i) Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
j) Monitor nilai laboratorium jantung (misal. Elektrolit, enzim
jantung, BNP, Ntpro-BNP)
k) Monitor alat fungsi jantung
l) Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
m)Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum pemberian
obat (mis. Betablocker, ACE inhibitor, calcium channel
blocker, digoksin)
Terapeutik
a) Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
b) Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asupan kafein,
natrium, kolesterol, dan makanan tinggi lemak)
c) Gunakan stocking elastis atau pneumatic intermiten, sesuai
indikasi
d) Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi hidup sehat
e) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu
f) Berikan dukungan emosional dan spiritual
g) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
a) Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
b) Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
c) Anjurkan berhenti merokok
d) Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
e) Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
b) Rujuk ke program rehabilitasi jantung
2) Perawatan jantung akut : Akut (I.02076)
Observasi
a) Identifikasi karakteristik nyeri dada (meliputi faktor pemicu
dan Pereda, kualitas, lokasi, radiasi, skala, durasi, dan
frekuensi)
b) Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T
c) Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
d) Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan risiko aritmia
(mis. Kalium, magnesium serum)
e) Monitor enzim jantung (mis. CK, CK-MB, Troponin T,
Troponin I)
f) Monitor saturasi oksigen
g) Identifikasi stratifikasi pada sindrom koroner akut (mis.
Skor TIMI, Killip, Crusade)
Terapeutik
a) Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
b) Pasang akses intravena
c) Puasakan hingga bebas nyeri
d) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansietas dan
stress
e) Sediakan lingkungan yang kondusif untuk beristirahat da
pemulihan
f) Siapkan menjalani intervensi koroner perkutan, jika perlu
g) Berikan dukungan spiritual dan emosional
Edukasi
a) Anjurkan segera melaporkan nyeri dada
b) Anjurkan menghindari manuver (mis. Mengedan saat BAB
atau batuk)
c) Jelaskan tindakan yang dijalani pasien
d) Ajarkan teknik menurunkan kecemasan dan ketakutan
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian antiplatelet, jika perlu
b) Kolaborasi pemberian antianginal (mis. Nitrogliserin, beta
blocker, calcium channel bloker)
c) Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu
d) Kolaborasi pemberian inotropic, jika perlu
e) Kolaborasi pemberian obat untuk mencegah manuver
valsava (mis. Pelunak, tinja, antiemetik)
f) Kolaborasi pemberian thrombus dengan antikoagulan, jika
perlu
g) Kolaborasi pemeriksaan X-Ray dada, jika perlu
b. Intoleransi aktivitas
Penyebab
1) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2) Tirah baring
3) Kelemahan
4) Imobilitas
5) Gaya hidup monoton
Output
1) Toleransi Aktivitas Meningkat (L.05047)
Intervensi Keperawatan
1) Manajemen energi (I. 05178)
Observasi
a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
b) Monitor kelelahan fisik dan emosional
c) Monitor pola dan jam tidur
d) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Terapeutik
a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulasi (mis.
Cahaya, suara, kunjungan)
b) Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
c) Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
d) Fasilitas duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpisah atau berjalan
Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
c) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
d) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
Output
6. Evaluasi Keperawatan