Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah
darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna hitam. He-
matemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna
bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di
tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif
atau ulkus peptikum. anusia. Sistem pencernaan mengolah makanan atau asupanyang
masuk untuk diubah menjadi zat-zat yang diperlukan oleh tubuh. Sistem pencernaan
dari bagian atas hingga bawah terdiri dari organ-organ vital,misalnya esofagus, lam-
bung, dan saluran intestinal. Oleh karena itu, system pencernaan yang terdiri dari or-
gan-organ tersebut harus selalu terjaga agartetap dapat menjalankan fungsinya secara
optimal. Walaupun sistem pencernaan harus selalu dipertahankan dalamkon-
disi baik tetapi terkadang muncul berbagai gangguan yang muncul padasistem ini.
Adanya hematemesis melena merupakan salah satu indikasi muncul-
nya gangguan dalam sistem pencernaan. Hematemesis melena dapat di sebabkan oleh
berbagai hal, salah satunya peptic ulcer atau ulkus peptikum.Mengenai hematemesis
melena, penyebab dan patofisiologinya akan di bahas di bab selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP TEORI PENYAKIT HEMATESIS MELENA


1. Pengertian
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluarn feses atau
tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan salu-
ran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau
kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga
dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal. ( Nettina,
Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC)
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan
lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta dicer-
nanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari konversi Hb
menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya biasanya juga
berasal dari saluran cerna atas. ( Sylvia, A price. 2005. Patofisiologi konsep klinis
proses-proses keperawatan. Edisi 6. Jakarta : EGC ).
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal je-
junum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis.
Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru di jumpai keadaan me-
lena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai se-
bagai patokan untuk menduga besra kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas.
Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan per-
awatan segera di rumah sakit.
Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit
saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal
yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus
proksimal (Grace & Borley, 2007).
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut; darah dapat berasal
dari saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan (epistaksis, hemopti-
sis, ekstraksi gigi, tonsilektomi). Tergantung pada lamanya kontak dengan asam lam-
bung, darah dapat berwarna merah, coklat atau hitam. Biasanya tercampur sisa
makanan dan bereaksi asam. Melena adalah feses berwarna hitamseperti ter karena
bercampur darah; umumnya terjadi akibat perdarahan saluran cerna bagian atas yang
lebih dari 50-100 ml dan biasanya disertai hematemesis (Purwadianto & Sampurna,
2000).
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses atau
tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan salu-
ran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan kon-
tak antara darah dengan asam lambung dan besarkecilnya perdarahan, sehingga dapat
berwarna seperti kopi atau kemerah – merahan dan bergumpal – gumpal (Netina,
Sandra M, 2001).
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan
lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta dicer-
nanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari konversi Hb
menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya biasanya juga
berasal dari saluran certa atas (Sylvia, A. Price, 2005)

2. Etiologi
a) Kelainan di esophagus
1) Varises esophagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises esopha-
gus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrium. Pada umumnya
sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang dimuntahkan berwarna ke-
hitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan asam lam-
bung.
2) Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus sering memberikan keluhan melena daripada hematemesis.
Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis, hanya sesekali pen-
derita muntah darah dan itupun tidak masif.
3) Sindroma Mallory – Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah-muntah hebat yang pada akhirnya
baru timbul perdarahan. misalnya pada peminum alkohol atau pada hamil muda.
Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah - muntah hebat dan terus -
menerus.
4) Esofagitis dan tukak esophagus
Esophagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering intermiten atau kro-
nis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada hemateme-
sis. Tukak di esophagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika dibandingka
dengan tukak lambung dan duodenum.
b) Kelainan di lambung
1) Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-obatan
yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri
ulu hati.
2) Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah , nyeri ulu hati dan sebelum
hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrium yang berhubungan
dengan makanan. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih dominan
dari hematemesis.
c) Kelainan darah : polisetimia vera, limfoma, leukemia, anemia, hemofili, trombosi-
topenia purpura.

3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena
adalah muntah darah (hematemesis), mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena),
mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia), syok (frekuensi denyut jantung
meningkat, tekanan darah rendah), akral teraba dingin dan basah, penyakit hati kronis
(sirosis hepatis), dan koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara 38 -39°
C, nyeri pada lambung / perut, nafsu makan menurun, hiperperistaltik, jika terjadi
perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya penurunan Hb dan
Ht (anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat nyeri dada, dan pusing yang tampak
setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan,
dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein
darah oleh bakteri usus (Purwadianto & Sampurna, 2000)
Gejala yang ada yaitu :
a. Muntah darah (hematemesis)
b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
c. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
d. Denyut nadi yang cepat, TD rendah
e. Akral teraba dingin dan basah
f. Nyeri perut
g. Nafsu makan menurun
h. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya anemia,
seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.

4. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume in-
travaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang
lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraven-
trikel. Pada klien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari
30% dan berlangsung selama 24-28 jam.
b. Gagal Ginjal Akut
Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah ga-
gal ginjal maka setelah syock, diobati dengan menggantikan volume intravaskuler.
c. Penurunan kesadaran
Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi penurunan kesadaran.
d. Ensefalopati
Terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di dalam darah. Racun-
racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan suatu kelainan dimana fungsi
otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan
normal dibuang oleh hati.
5. Patofisiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan pen-
ingkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam
submukosa esophagus, lambung dan rectum serta pada dinding abdomen anterior
yang lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk mengalihkan darah dari sirkulasi
splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena
tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises.
Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya
dapat mengakibatkan kehilangna darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jan-
tung, dan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jan-
tung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan per-
fusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala - gejala utama yang terlihat
pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi
jaringan mengakibatkan disfungsi selular.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh, dan
tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan.
Pada melena dalam perjalanannya melalui usus, darah menjadi berwarna merah gelap
bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh HCL lambung, pepsin, dan warna
hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin. Kadang - kadang pada perdarahan
saluran cerna bagian bawah dari usus halus atau kolon asenden, feses dapat berwarna
merah terang / gelap.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada
saluran cerna sekitar 6 -8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Paling
sedikit perdarahan sebanyak 50 -100cc baru dijumpai keadaan melena. Feses tetap
berwarna hitam seperti ter selama 48 – 72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan
berarti keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan masih
berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7 – 10 hari setelah
episode perdarahan tunggal.
WOC Hematemesis Melena

Kelainan esophagus:
Kelainan lambung dan Penyakit darah: leukemia,
varises esophagus,
duodenum: tukak lam- DIC, purpura trombosi- Penyakit sistemik: Obat-obatan ulserogetik:
esophagitis, keganasan sirosis hati
bung, keganasan topenia, hemophilia gol.salisilat, kortikos-
esophagus teroid, alcohol.

Tekanan portal Infeksi mukosa lam- Pecahnya PD Obstruksi aliran O2 mukosa terham-
bung darah lewat hati bat

Pembuluh darah
Erosi dan ulserasi Perdarahan Pembentukan kolat- Asam lambung
pecah
eral

Kerusakan vaskuler Distensi PD Inflamasi mukosa


pada mukosa lam- Masuk saluran cerna
abdomen lambung
bung

Varises

PD ruptur
HEMATEMESIS
MELENA

Anoreksia Mual-muntah MK: ansietas perdarahan

Tekanan kapiler
MK: ketidakseim- Syok hipov-
bangan nutrisi ku- olemik
rang dari kebutuhan Protein plasma hilang
tubuh
MK: gangguan ke- Edema
seimbangan cairan
dan elektrolit
Spasme dinding perut Penekanan PD

Perfusi jaringan
MK:nyeri akut
MK: Ketidakefek-
tifan perfusi
jaringan gastroin-
testinal
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologic dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah
esophagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double kontrast pada lambung dan
duodenum. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada
daerah 1/3 distal distal esophagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada atau
tidaknya varises.
b. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendokop, maka pemeriksaan secara en-
doskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan
sumber perdarahan. keuntungan lain dari dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat
dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan infuse untuk pe-
meriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang
berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sendiri
mungkin setelah hematemesis berhenti.
c. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit
hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran
makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang
sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja. Pemeriksaan laboratorium seperti
kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, kadar ureum kreatinin dan uji
fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan
penderita (Davey, 2005).

7. Penatalaksanaan Medik
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang
diteliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran
makan bagian atas meliputi :
a. Pengawasan dan pengobatan umum.
1) Tirah baring.
2) Diet makanan lunak
3) Pemeriksaan Hb, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah
4) Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan yang luas (hematemesis melena)
5) Infus cairan lagsung dipasang untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
6) Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
CVP monitor.
7) Pemeriksaan kadar Hb dan Ht perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan perdara-
han.
8) Tranfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang dan memperta-
hankan kadar Hb 50-70% harga normal.
9) Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4x10mg/hari, karbosokrom
(adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis berguna untuk menang-
gulangi perdarahan.
10) Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak dis-
erap oleh usus, sebagai timdakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini da-
pat menimbulkan ensefalopati hepatic.
11) Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lam-
bung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pembe-
rian air  pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga
diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian
perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali
memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan
bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat
segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
12)  Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus
akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menu-
runkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat
berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga da-
pat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian
obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu
pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya
penyakit jantung koroner/iskemik.
13) Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang
dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB
tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pec-
ahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti
laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
14) Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan diper-
mukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak
memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini
sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus.
15) Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan
dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tin-
dakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi es-
ofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu per-
darahan berhenti dan fungsi hari membaik
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
1. PENGKAJIAN EMERGENCY dan KRITIS
a. Primary Survey
1) Airway
a) Sesak napas, hipoksia, retraksi interkosta, napas cuping hidung, kelemahan.
b) Sumbatan atau penumpukan secret.
c) Gurgling, snoring, crowing, wheezing, krekels, stridor.
d) Diaporesis

2) Brething
a) Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat.
b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
c) Ronki, krekels.
d) Ekspansi dada tidak maksimal/penuh.
e) Penggunaan obat bantu nafas.
f) Tampak sianosis / pucat
g) Tidak mampu melakukan aktivitas mandiri

3) Circulation
Hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia (hipovolemia, hipok-
semia), kelemahan/nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat/perlahan (va-
sokontriksi), warna kulit: Pucat, sianosis, (tergantung pada jumlah kehilangan
darah, kelembaban kulit/membrane mukosa: berkeringat (menunjukkan status
syok, nyeri akut, respon psikologik).
a) Nadi lemah/tidak teratur.
b) Takikardi dan bradikardi bisa terjadi
c) TD meningkat/menurun.
d) Edema.
e) Gelisah.
f) Akral dingin.
g) Gangguan sistem termoregulasi (hipertermia dan Hipotermia)
h) Kulit pucat atau sianosis.
i) Output urine menurun / meningkat

4) Disability
a) Penurunan kesadaran.
b) Penurunan refleks.
c) Tonus otot menurun
d) kekuatan otot menurun karena kelemahan.
e) Kelemahan
f) Iritabilitas,
g) Turgor kulit tidak elastis

5) Exposure
Nyeri kronis pada abdomen, perdarahan peses, nyeri saat mau BAB dan BAK,
distensi abdomen, perkusi hipertimpani, hiperperistalitik usus, mual muntah, hasil
foto rontegen abdomen infeksi saluran cerna.

b. Secondary Survey
1) TTV
a) Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat dari tidur
sampai duduk/berdiri.
b) Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
c) RR lebih dari 20 x/menit.
d) Suhu hipotermi/hipertermia.
2) Pemeriksaan fisik
a) Pemakaian otot pernafasan tambahan.
b) Nyeri abdomen, hiperperistalitik usus, produksi, Anoreksia, mual, muntah
(muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan
dengan luka duodenal), masalah menelan; cegukan, nyeri ulu hati, sendawa
bau asam, mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan, contoh makanan
pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus sebelumnya, penurunan berat
badan.
Tanda : Muntah: Warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa
bekuan darah, membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor
kulit buruk (perdarahan kronis), berat jenis urin meningkat. urin menurun,
pekat,
c) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih, krekels,
mengi, whwzing, ), sputum.
d) Odem ekstremitas, kelemahan, diaporesis
3) Pemeriksaan selanjutnya
a) Keluhan nyeri abdomen.
b) Obat-obat anti biotic, analgeti.
c) Makan-makanan tinggi natrium.
d) Penyakit penyerta DM, Hipertensi, hepatitis, gastroenteritis.
e) Riwayat alergi.

c. Tirtiery Survey
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Patologi Klinis : Darah lengkap, hemostasis (waktu perdarahan, pem-
bekuan, protrombin), elektrolit (Na,K Cl), Fungsi hati (SGPT/SGOT, al-
bumin, globulin)
b) Patologi Anatomi : Pertimbangkan dilakukan biopsi lambung
c) CPKMB, LDH, AST
d) Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi).
e) Sel darah putih (10.000-20.000).
f) GDA (hipoksia).
g) Radiologi : Endoskopi SCBA, USG hati
2. Diagnose Keperawatan Emergency dan Kritis
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan cairan tubuh
secara aktif) ditandai dengan perubahan pada status mental, penurunan tekanan darah,
tekanan nadi, volume nadi, turgor kulit, haluaran urine, pengisian vena, dan berat
badan tiba – tiba, membrane mukosa kering, kulit kering, peningkatan hematokrit,
suhu tubuh, frekuensi nadi, dan konsentrasi urine, haus, dan kelemahan.
b. Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal dan/atau ginjal berhubungan dengan
hipovolemik karena perdarahan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (rasa panas/terbakar pada
mukosa lambung dan rongga mulut atau spasme otot dinding perut).
d. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan keti-
dakmampuan mencerna makanan akibat perdarahan pada saluran pencernaan
e. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi tentang
penyakitnya.
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Huda Nurarif.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Medi Action

Davey, Patrick (2005). At a Glance Medicine (36-37). Jakarta: Erlangga.

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah rd ed.). Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media. Aescu-
lapius.

Purwadianto & Sampurna (2000). Kedaruratan Medik Pedoman Pelaksanaan Praktis (105-
110). Jakarta: Binarupa Aksara.

Primanileda (2009). Askep Hematemesis Melena. Diambil pada 13 Juli 2010 dar http://pri-
manileda.blogspot.com/2009/01/asuhan keperawatan-gratis-free.html.

Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC

Sylvia, A Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan. Edisi 6.


Jakarta : EGC
http://library.upnvj.ac.id/pdf/2d3keperawatan/206301026/bab1.pdf

Anda mungkin juga menyukai