Hsuh
Hsuh
Home
Best Seller
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Pelajaran
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Updates
o
o
o
Pendidikan
o
o
o
Promo
o
Type here to search...
Home
Best Seller
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Pelajaran
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Updates
o
o
o
Pendidikan
o
o
o
Promo
o
Type here to search...
Home » Sosial Budaya » Makna Filosofis dan Keunikan Rumah Adat Sulawesi Selatan
Sosial Budaya
Daftar Isi
Istilah Tongkonan berasal dari suku Toraja yaitu “tongkon” yang artinya duduk. Rumah adat ini
merupakan rumah adat dari suku Toraja, yang menetap di pegunungan bagian utara Sulsel.
Bentuk rumahnya menyerupai perahu kerajaan China. Bentuk tersebut sekaligus menjadi
pengingat, bahwa nenek moyang suku Toraja dulu datang ke Sulawesi Selatan memakai perahu.
Rumah adat ini, selain dipakai sebagai rumah juga digunakan untuk melaksanakan upacara-
upacara adat.
Rumah adat Tongkonan dibangun memakai kayu yang didirikan di atas tumpukan kayu. Jenis
kayu yang dipakai adalah kayu Uru, salah satu yang paling mudah ditemukan di Sulawesi. Selain
itu, pembangunan juga dilakukan tanpa unsur logam, bahkan paku juga sangat jarang dipakai
untuk membangun Tongkonan.
Lalu sama seperti rumah adat lainnya, ada ornamen atau hiasan yang menjadi ciri khas
Tongkonan. Warna merah, hitam, dan kuning adalah warna dominan yang dipakai ora Toraja
untuk mempercantik Tongkonan.
Dalam masyarakat, rumah adat suku Toraja juga dikenal sebagai pusat pemerintahan. Istilah
yang dipakai adalah Toma’ Parenta. Rumah ini termasuk salah satu rumah yang megah, sehingga
dulu hanya orang-orang bangsawan saja yang bisa membuat rumah Tongkonan.
Karena berkonsep rumah panggung, maka bagian bawah biasa dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai tempat memelihara hewan ternak. Ciri khas terakhir yang tak kalah unik yaitu adanya
patung kepala kerbau di bagian atas rumah dengan warna yang berbeda-beda.
Ternyata, kepala kerbau yang ada di rumah Tongkonan juga menjadi penanda status sosial
pemilik rumah. Semakin banyak kepala kerbau yang dipasang, semakin tinggi pula status sosial
orang tersebut di masyarakat. Kemudian, karena suku Toraja masih memiliki kepercayaan pada
leluhur mereka, proses pembangunan rumah pun tidak sembarangan.
Mereka harus mengikuti pakem-pakem atau syarat yang telah ditetapkan oleh para nenek
moyangnya. Seperti rumah harus menghadap ke utara, sebagai awal kehidupan. Lalu bagian
belakang menghadap ke selatan sebagai akhir dari kehidupan.
Rumah Balla ditopang oleh 10 buah tiang penyangga. Rumah ini dikenal luas dan besar, dengan
ketinggian sekitar 3 meter, jadi ruangan dalamnya pun luas dan besar. Ruang teras Balla disebut
dengan dego-dego, lalu ruang tamu disebut paddaserang dallekang. Lalu ruang bagian tengah
akan dipakai sebagai ruang keluarga, dan kamar tidur berada di bagian paling belakang. Untuk
kamar tidur di belakang ini dikhususkan bagi anak perempuan.
Atap rumah Balla berbentuk pelana, yang ujungnya lancip menghadap ke bawah. Untuk bagian
atap, selain dari ijuk juga bisa dari bambu, rumbia, atau nipah. Lalu bagian pucuknya ada
segitiga yang disebut sebagai Timbaksela.
Segitiga yang tidak bersusun ini menandakan rumah orang biasa, sementara yang disusun
bertingkat menandakan pemiliknya adalah seorang bangsawan. Jika Timbaksela lebih dari tiga,
tandanya si pemilik rumah adalah bangsawan yang memiliki jabatan pemerintahan.
3. Rumah Adat Saoraja dari Suku Bugis
Berikutnya adalah rumah adat dari Suku Bugis, yaitu Saoraja. Rumah adat Suku Bugis lebih
banyak mendapat pengaruh Islam. Anda bisa melihatnya dari arah rumah yang selalu menghadap
kiblat. Dalam proses pembangunannya pun rumah Bugis tidak memakai paku, melainkan dengan
kayu atau besi.
Ada dua jenis rumah Saoraja, satu Saoraja untuk kalangan bangsawan, dan rumah Bola untuk
rakyat biasa. Meski begitu, namun keduanya memiliki unsur-unsur yang sama. Berikut adalah 3
unsur bagian pada rumah adat Saoraja:
– Kalle Bala, atau pembagian ruangan. Ada ruang tamu, kamar tidur, dan dapur.
– Rakkeang atau dalam bahasa Bugis berarti bagian yang dipakai untuk menyimpan benda-benda
pusaka. Selain itu, tempat ini juga dipakai menyimpan makanan.
– Passiringan atau Awasao, yaitu ruang yang hampir mirip dengan gudang, dipakai sebagai
tempat menyimpan peralatan tani, sekaligus sebagai kandang hewan ternak.
Rumah Bugis ini juga memakai konsep rumah panggung yang dibuat dari bahan berbagai jenis
kayu. Ciri khasnya ada pada atap yang berbentuk pelana dengan timpalaja yang jumlahnya
disesuaikan dengan status sosial pemilik rumah. Timpa Laja atau gevel ini adalah bidang segitiga
antara dinding dengan pertemuan atap.
4. Rumah Adat Suku Luwuk
Keempat yaitu rumah adat bagi Suku Luwuk. Suku asli dari Luwuk yaitu suku Saluan, suku
Banggai, dan suku Balantak. Meskipun suku Banggai telah berdiri, namun masih banyak yang
mendiami kota Luwuk.
Dahulu, rumah adat suku Luwuk adalah rumah yang dihuni oleh raja Luwuk. Bahan utama
pembuat rumah adalah 88 tiang kayu. Rumah ini memiliki bentuk segiempat dengan ukiran pada
pintu dan jendela yang dibuat sama. Adapun ornamen pahatan yang biasa ditemukan pada pintu,
jendela, maupun tangga disebut dengan Parengreng. Parengreng ini menjadi lambang kehidupan
yang tidak terputus.
Hal unik lain dari rumah Boyang ini terletak pada peletakan tiang yang tidak ditancapkan ke
tanah, melainkan diletakkan di atas batu datar guna mencegah pelapukan. Rumah ini memiliki
dua tangga, satu di bagian depan dan satu lagi di belakang.
Sesuai ketentuan adat, tangga-tangga tersebut harus berjumlah ganjil, antara 7-13 anak tangga.
Lalu untuk dinding rumahnya menggunakan papan kayu yang diukir memakai ukiran khas
Mandar, Sulawesi Selatan.
Filosofi Rumah Adat Masing-masing Suku di Sulawesi Selatan
Setiap rumah adat, tentu memiliki filosofi yang membuatnya berbeda dengan rumah lainnya.
Berbagai hal mulai bahan yang dipakai sampai hitungan jumlah apapun, pasti memiliki makna
sendiri.
Begitu juga dengan rumah adat suku-suku yang ada di Sulawesi Selatan. Meski hampir
keseluruhan memiliki konsep rumah panggung, namun setiap rumah juga mempunyai aturan dan
makna masing-masing. Berikut adalah beberapa makna filosofi pada masing-masing rumah adat
di sana:
Lalu di bagian depan rumah, terdapat hiasan dengan 2 macam motif, yaitu pa’manuk londong
atau ayam jantan, dan pa’barre allo atau pancaran sinar matahari yang bulat. Kedua ukiran
tersebut selalu dipasang bersamaan di depan rumah.
Pa Manuk londong atau ayam jantan ini memiliki makna kebenaran atau katonganan dan
keadilan atau sanda salunna. Lalu ayam jantan juga dapat mengetahui perputaran matahari atau
untandai allo, termasuk mengukur siang dan malam atau ussuka’ bong.
Kedua, makna pa barre allo, menunjukkan energi dan kekuatan yang dibutuhkan untuk
membangun keadilan. Jadi, dengan adanya hiasan atau patung tersebut, diharapkan setiap
penghuni rumah dapat memiliki sikap sesuai dengan makna setiap patung. Di bawah motif ini
akan ada daun sirih yang dijadikan persembahan utama dalam acara adat.
Rumah adat Tongkonan terdiri dari 3 lapisan yang berbentuk segi empat. Bentuk segi empat ini
melambangkan empat kehidupan manusia yang terdiri dari kelahiran, kehidupan, pemujaan, dan
kematian.
Segi empat yang dipakai juga menjadi simbol arah mata angin, yaitu timur, barat, selatan, dan
utara. Rumah yang harus menghadap ke utara yang menggambarkan kehidupan juga menjadi ciri
khas sekaligus aturan adat setempat.
Adapun 3 bagian rumah adat Tongkonan di antaranya adalah sebagai berikut:
b. Kale Banua
Bagian kedua atau bagian tengah adalah Kale Banua. Bagian ini kemudian juga dibagi lagi
menjadi tiga bagian. Di bagian utara, terdapat Tengalok yang fungsinya sebagai ruang tamu dan
ruang tidur untuk anak-anak.
Selain itu, kadang-kadang ruang ini juga digunakan untuk menaruh tempat sesaji. Lalu pada
bagian tengah, ada ruang Sall yang dipakai sebagai ruang pertemuan keluarga, dapur, tempat
makan, dan juga tempat disemayamkannya keluarga yang meninggal.
Bagi masyarakat, keberadaan jasad di ruangan ini dianggap biasa, bahkan menjadi tanda mereka
dekat dengan para leluhur. Lalu bagian terakhir adalah ruang khusus untuk kepala keluarga.
c. Suluk Banua
Terakhir adalah ruang bagian bawah rumah atau suluk banua. Tempat ini biasa dipakai untuk
hewan peliharaan dan menjadi tempat menyimpan alat-alat pertanian.
Kemudian, untuk ornamen atau hiasan yang dipakai oleh orang Toraja biasanya menggunakan 4
jenis warna, yaitu putih, hitam, kuning, dan merah. Keempat warna ini tentu saja dipilih bukan
tanpa alasan, namun karena memiliki makna masing-masing.
Untuk warna putih dipilih sebagai lambang kesucian dan warna tulang. Lalu warna kuning
menjadi lambang anugerah Sang Maha Kuasa, atau disebut Puang Matua oleh masyarakat
Toraja. Sementara itu warna merah melambangkan kehidupan, dan hitam sebagai lambang
kematian.
2. Makna Filosofis Rumah Balla
Balla Lampoa khas suku Makassar juga dibuat dengan konsep rumah panggung. Rumah Balla
Lampoa ini memiliki puncak atap berbentuk segitiga, biasa disebut dengan Timbaksela.
Timbaksela ini dianggap unik, sebab menjadi penanda bagi status sosial pemilik Balla.
Jika tidak bersusun, maka pemilik rumah adalah rakyat biasa. Namun apabila Timbaksela
tersusun 3 ke atas, artinya rumah Balla dimiliki oleh bangsawan. Jika lebih dari 3, misal 5,
berarti pemilik rumah adalah bangsawan yang memiliki jabatan di pemerintah setempat.
Rumah adat Balla memiliki dua macam tangga, yaitu sapana dan tukak. Perbedaannya terdapat
pada jumlah anak tangga dan bahan yang dipakai. Sapana menggunakan bambu dengan tiga anak
tangga lebih yang dianyam. Sementara tukak dibuat menggunakan kayu. Sapana ini digunakan
khusus bagi para bangsawan, dan tukak digunakan oleh rakyat biasa.
1. Bonting langit, yaitu bagian atap rumah yang diberi rongga. Inilah tanda perkawinan di atas
langit, yang dilakukan We Tenriabeng, saudara kembar dari Sawerigading, permaisuri Remmang
ri Langi atau biasa dikenal Hulontalangi (raja pertama dari Gorontalo).
2. Ale kawaq, yaitu bagian tengah rumah yang menggambarkan kondisi dari bumi pertiwi.
3. Buri liy, yaitu bagian kolong atau bawah rumah yang menjadi lambang dunia bawah tanah dan
laut. Tempat ini dijadikan sebagai tempat memelihara hewan ternak.
4. Makna filosofis rumah adat suku Luwuk
Karakteristik utama rumah Suku Luwuk ada pada bentuk dan ukuran pintunya yang sama. Jadi,
menurut sejarah, rumah adat Suku Luwuk berasal dari Raja Luwuk. Di mana tiang penyangga
berjumlah 88 dengan bahan dasar dari kayu.
Seperti rumah adat lainnya, ada penanda kelas sosial pada rumah adat Luwuk. Ornamen yang
disebut dengan pangreng memiliki makna filosofis sebagai hidup menjalar sulur atau hidup yang
tidak terputus-putus. Rumah ini memiliki tiga atau lima puncak, yang biasa disebut bubungan.
Bubungan inilah yang menjadi tanda kasta setiap pemilik rumah.
Itulah tadi beberapa rumah adat Sulawesi Selatan yang harus Anda ketahui sebagai upaya
melestarikan budaya. Selain itu, masih banyak hal tentang Sulawesi Selatan yang tak kalah
menarik.
Rekomendasi Buku & Artikel Terkait
Buku Terkait
Buku Sosiologi
Buku Ekonomi
Buku Ensiklopedia
Buku Desain Rumah
Buku Desain Arsitektur
Buku Ips
ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk
memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah,
universitas, korporat, sampai tempat ibadah."
Custom log
Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
Tersedia dalam platform Android dan IOS
Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
Laporan statistik lengkap
Aplikasi aman, praktis, dan efisien
Sosial Budaya
Rumah Adat Suku Betawi: Sejarah, Fungsi, dan...
Sosial Budaya
Rumah Adat Joglo: Asal dan Filosofinya
Sosial Budaya
8 Jenis Pakaian Adat NTT (Nusa Tenggara Timur)
Sosial Budaya
10 Macam Tarian Khas Jawa Yang Kamu Harus Tahu
Sosial Budaya
Jenis Pakaian Adat Bengkulu dan Keunikannya
Kategori
Administrasi31
Agama7
Agama Islam478
Akuntansi74
Bahasa Indonesia257
Bahasa Inggris73
Bahasa Jawa4
Biografi38
Biologi201
Blog24
Business117
CPNS9
Desain31
Design / Branding10
Ekonomi313
Environment31
Event15
Fashion1
Feature16
Fisika114
Food17
Geografi135
Hubungan Internasional28
Hukum101
IPA220
Istilah28
Kesehatan113
Kesenian103
Kewirausahaan18
Kimia47
Komunikasi30
Kuliah57
Lifestyle31
Manajemen60
Marketing68
Matematika109
Music53
Opini6
Otomotif10
Pemerintahan18
Pendidikan117
Pendidikan Jasmani75
Penelitian58
Pertambangan1
Pkn151
Politik Ekonomi42
Profesi41
Psikologi106
Relationship11
Sains dan Teknologi68
Sastra86
SBMPTN2
Sejarah199
Sosial Budaya244
Sosiologi130
Statistik10
Technology92
Teori47
Tips dan Trik76
Tokoh63
Uncategorized51
UTBK2
Copyright © 2021
Best Seller
Novel
Gramedia Literasi