Anda di halaman 1dari 30


 Home
 Best Seller
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
 Pelajaran
o
o
o
o
o
o
o
o
o





 Updates
o
o
o
 Pendidikan
o
o
o
 Promo

o
Type here to search...
 Home
 Best Seller
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
 Pelajaran
o
o
o
o
o
o
o
o
o





 Updates
o
o
o
 Pendidikan
o
o
o
 Promo

o
Type here to search...
Home » Sosial Budaya » Makna Filosofis dan Keunikan Rumah Adat Sulawesi Selatan
Sosial Budaya

Makna Filosofis dan Keunikan Rumah Adat


Sulawesi Selatan
Written by Laeli Nur Azizah
Rumah Adat Sulawesi Selatan – Sebagai salah satu provinsi yang telah lama dihuni, Sulawesi
Selatan memiliki budaya yang amat kaya. Salah satunya adalah rumah adat. Rumah adat dari
beberapa suku ini menandakan warisan nenek moyang yang masih terus terjaga sampai sekarang.
Sulawesi Selatan memiliki lima jenis rumah adat yang unik-unik.
Kekayaan budaya yang dibangun oleh para pendahulu mereka sejak ribuan tahun lalu ini sangat
penting untuk diketahui. Rata-rata rumah adat di sana memiliki konsep rumah panggung dengan
tinggi sekitar 3 meter.

Daftar Isi

 Jenis-jenis Rumah Adat Sulawesi Selatan dan Karakteristiknya


o 1. Rumah Adat Tongkonan dari Suku Toraja
o 2. Rumah Adat Balla dari Makassar
o 3. Rumah Adat Saoraja dari Suku Bugis
o 4. Rumah Adat Suku Luwuk
o 5. Rumah Adat Boyang dari Suku Mandar
o 1. Makna Filosofis Rumah Tongkonan
 a. Bagian atas atau Rattiang Banua
 b. Kale Banua
 c. Suluk Banua
o 2. Makna Filosofis Rumah Balla
o 3. Makna filosofis rumah Bugis
o 5. Makna filosofis suku Mandar
 Rekomendasi Buku & Artikel Terkait
o
 Buku Terkait
 Materi Terkait Rumah Adat

Jenis-jenis Rumah Adat Sulawesi Selatan dan Karakteristiknya


Untuk mengetahui lebih banyak tentang rumah adat Sulawesi Selatan, berikut adalah ulasannya.

1. Rumah Adat Tongkonan dari Suku Toraja

Istilah Tongkonan berasal dari suku Toraja yaitu “tongkon” yang artinya duduk. Rumah adat ini
merupakan rumah adat dari suku Toraja, yang menetap di pegunungan bagian utara Sulsel.

Bentuk rumahnya menyerupai perahu kerajaan China. Bentuk tersebut sekaligus menjadi
pengingat, bahwa nenek moyang suku Toraja dulu datang ke Sulawesi Selatan memakai perahu.
Rumah adat ini, selain dipakai sebagai rumah juga digunakan untuk melaksanakan upacara-
upacara adat.

Rumah adat Tongkonan dibangun memakai kayu yang didirikan di atas tumpukan kayu. Jenis
kayu yang dipakai adalah kayu Uru, salah satu yang paling mudah ditemukan di Sulawesi. Selain
itu, pembangunan juga dilakukan tanpa unsur logam, bahkan paku juga sangat jarang dipakai
untuk membangun Tongkonan.
Lalu sama seperti rumah adat lainnya, ada ornamen atau hiasan yang menjadi ciri khas
Tongkonan. Warna merah, hitam, dan kuning adalah warna dominan yang dipakai ora Toraja
untuk mempercantik Tongkonan.

Dalam masyarakat, rumah adat suku Toraja juga dikenal sebagai pusat pemerintahan. Istilah
yang dipakai adalah Toma’ Parenta. Rumah ini termasuk salah satu rumah yang megah, sehingga
dulu hanya orang-orang bangsawan saja yang bisa membuat rumah Tongkonan.

Karena berkonsep rumah panggung, maka bagian bawah biasa dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai tempat memelihara hewan ternak. Ciri khas terakhir yang tak kalah unik yaitu adanya
patung kepala kerbau di bagian atas rumah dengan warna yang berbeda-beda.

Ternyata, kepala kerbau yang ada di rumah Tongkonan juga menjadi penanda status sosial
pemilik rumah. Semakin banyak kepala kerbau yang dipasang, semakin tinggi pula status sosial
orang tersebut di masyarakat. Kemudian, karena suku Toraja masih memiliki kepercayaan pada
leluhur mereka, proses pembangunan rumah pun tidak sembarangan.

Mereka harus mengikuti pakem-pakem atau syarat yang telah ditetapkan oleh para nenek
moyangnya. Seperti rumah harus menghadap ke utara, sebagai awal kehidupan. Lalu bagian
belakang menghadap ke selatan sebagai akhir dari kehidupan.

2. Rumah Adat Balla dari Makassar


Rumah adat kedua adalah yang berasal dari Makassar, yaitu rumah adat Balla. Suku Makassar ini
menghuni Sulawesi Selatan bagian pesisir barat daya. Seperti rumah adat lainnya, Balla dulunya
juga menjadi rumah bagi para bangsawan.

Bangunan rumahnya juga memiliki konsep tradisional rumah panggung. Pembagian


arsitekturnya dibagi menjadi tiga, yaitu atap, inti rumah, dan kolong. Bahan material yang
dipakai adalah berbagai macam kayu, sementara atapnya memakai ijuk atau jerami.

Rumah Balla ditopang oleh 10 buah tiang penyangga. Rumah ini dikenal luas dan besar, dengan
ketinggian sekitar 3 meter, jadi ruangan dalamnya pun luas dan besar. Ruang teras Balla disebut
dengan dego-dego, lalu ruang tamu disebut paddaserang dallekang. Lalu ruang bagian tengah
akan dipakai sebagai ruang keluarga, dan kamar tidur berada di bagian paling belakang. Untuk
kamar tidur di belakang ini dikhususkan bagi anak perempuan.

Atap rumah Balla berbentuk pelana, yang ujungnya lancip menghadap ke bawah. Untuk bagian
atap, selain dari ijuk juga bisa dari bambu, rumbia, atau nipah. Lalu bagian pucuknya ada
segitiga yang disebut sebagai Timbaksela.
Segitiga yang tidak bersusun ini menandakan rumah orang biasa, sementara yang disusun
bertingkat menandakan pemiliknya adalah seorang bangsawan. Jika Timbaksela lebih dari tiga,
tandanya si pemilik rumah adalah bangsawan yang memiliki jabatan pemerintahan.
3. Rumah Adat Saoraja dari Suku Bugis
Berikutnya adalah rumah adat dari Suku Bugis, yaitu Saoraja. Rumah adat Suku Bugis lebih
banyak mendapat pengaruh Islam. Anda bisa melihatnya dari arah rumah yang selalu menghadap
kiblat. Dalam proses pembangunannya pun rumah Bugis tidak memakai paku, melainkan dengan
kayu atau besi.

Ada dua jenis rumah Saoraja, satu Saoraja untuk kalangan bangsawan, dan rumah Bola untuk
rakyat biasa. Meski begitu, namun keduanya memiliki unsur-unsur yang sama. Berikut adalah 3
unsur bagian pada rumah adat Saoraja:

– Kalle Bala, atau pembagian ruangan. Ada ruang tamu, kamar tidur, dan dapur.
– Rakkeang atau dalam bahasa Bugis berarti bagian yang dipakai untuk menyimpan benda-benda
pusaka. Selain itu, tempat ini juga dipakai menyimpan makanan.
– Passiringan atau Awasao, yaitu ruang yang hampir mirip dengan gudang, dipakai sebagai
tempat menyimpan peralatan tani, sekaligus sebagai kandang hewan ternak.

Rumah Bugis ini juga memakai konsep rumah panggung yang dibuat dari bahan berbagai jenis
kayu. Ciri khasnya ada pada atap yang berbentuk pelana dengan timpalaja yang jumlahnya
disesuaikan dengan status sosial pemilik rumah. Timpa Laja atau gevel ini adalah bidang segitiga
antara dinding dengan pertemuan atap.
4. Rumah Adat Suku Luwuk

Keempat yaitu rumah adat bagi Suku Luwuk. Suku asli dari Luwuk yaitu suku Saluan, suku
Banggai, dan suku Balantak. Meskipun suku Banggai telah berdiri, namun masih banyak yang
mendiami kota Luwuk.

Dahulu, rumah adat suku Luwuk adalah rumah yang dihuni oleh raja Luwuk. Bahan utama
pembuat rumah adalah 88 tiang kayu. Rumah ini memiliki bentuk segiempat dengan ukiran pada
pintu dan jendela yang dibuat sama. Adapun ornamen pahatan yang biasa ditemukan pada pintu,
jendela, maupun tangga disebut dengan Parengreng. Parengreng ini menjadi lambang kehidupan
yang tidak terputus.

5. Rumah Adat Boyang dari Suku Mandar


Rumah adat Sulawesi Selatan yang terakhir adalah rumah adat dari Suku Mandar, yaitu rumah
adat Boyang. Suku Mandar ini dikenal menempati sebagian Sulawesi Selatan dan Sulawesi
Barat.
Beberapa orang mengenal mereka melalui perayaan adatnya yaitu Sayyang Pattu’du atau kuda
menari dan Passandeq, tradisi mengarungi laut dengan cadik. Rumah adat suku Mandar ini juga
merupakan rumah panggung yang ditopang oleh tiang-tiang dari kayu.
Rumah Boyang sebenarnya hampir sama dengan rumah Bugis. Hanya saja, teras atau lego rumah
Boyang jauh lebih luas dan besar. Atapnya juga berbentuk unik, seperti ember yang miring ke
arah depan.

Hal unik lain dari rumah Boyang ini terletak pada peletakan tiang yang tidak ditancapkan ke
tanah, melainkan diletakkan di atas batu datar guna mencegah pelapukan. Rumah ini memiliki
dua tangga, satu di bagian depan dan satu lagi di belakang.

Sesuai ketentuan adat, tangga-tangga tersebut harus berjumlah ganjil, antara 7-13 anak tangga.
Lalu untuk dinding rumahnya menggunakan papan kayu yang diukir memakai ukiran khas
Mandar, Sulawesi Selatan.
Filosofi Rumah Adat Masing-masing Suku di Sulawesi Selatan

Setiap rumah adat, tentu memiliki filosofi yang membuatnya berbeda dengan rumah lainnya.
Berbagai hal mulai bahan yang dipakai sampai hitungan jumlah apapun, pasti memiliki makna
sendiri.

Begitu juga dengan rumah adat suku-suku yang ada di Sulawesi Selatan. Meski hampir
keseluruhan memiliki konsep rumah panggung, namun setiap rumah juga mempunyai aturan dan
makna masing-masing. Berikut adalah beberapa makna filosofi pada masing-masing rumah adat
di sana:

1. Makna Filosofis Rumah Tongkonan


Seperti yang sudah disebutkan di atas, tongkonan berasal dari kata tongkon yang berarti tempat
duduk atau menduduki. Nama ini diambil karena dulunya, Tongkonan menjadi tempat para
bangsawan Toraja berkumpul dan berdiskusi.

Lalu di bagian depan rumah, terdapat hiasan dengan 2 macam motif, yaitu pa’manuk londong
atau ayam jantan, dan pa’barre allo atau pancaran sinar matahari yang bulat. Kedua ukiran
tersebut selalu dipasang bersamaan di depan rumah.

Pa Manuk londong atau ayam jantan ini memiliki makna kebenaran atau katonganan dan
keadilan atau sanda salunna. Lalu ayam jantan juga dapat mengetahui perputaran matahari atau
untandai allo, termasuk mengukur siang dan malam atau ussuka’ bong.

Kedua, makna pa barre allo, menunjukkan energi dan kekuatan yang dibutuhkan untuk
membangun keadilan. Jadi, dengan adanya hiasan atau patung tersebut, diharapkan setiap
penghuni rumah dapat memiliki sikap sesuai dengan makna setiap patung. Di bawah motif ini
akan ada daun sirih yang dijadikan persembahan utama dalam acara adat.
Rumah adat Tongkonan terdiri dari 3 lapisan yang berbentuk segi empat. Bentuk segi empat ini
melambangkan empat kehidupan manusia yang terdiri dari kelahiran, kehidupan, pemujaan, dan
kematian.

Segi empat yang dipakai juga menjadi simbol arah mata angin, yaitu timur, barat, selatan, dan
utara. Rumah yang harus menghadap ke utara yang menggambarkan kehidupan juga menjadi ciri
khas sekaligus aturan adat setempat.
Adapun 3 bagian rumah adat Tongkonan di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Bagian atas atau Rattiang Banua


Bagian pertama ini dipakai sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda pusaka. Benda pusaka
yang disimpan tentu mempunyai kesakralan sekaligus menjadi harta berharga bagi Suku Toraja.
Lalu bagian atap. Tongkonan terbuat dari bambu yang disusun dan diikat memakai ijuk serta
rotan. Karena memakai ijuk dan rotan, atapnya sangat kuat dan dapat bertahan sampai ratusan
tahun.

b. Kale Banua
Bagian kedua atau bagian tengah adalah Kale Banua. Bagian ini kemudian juga dibagi lagi
menjadi tiga bagian. Di bagian utara, terdapat Tengalok yang fungsinya sebagai ruang tamu dan
ruang tidur untuk anak-anak.

Selain itu, kadang-kadang ruang ini juga digunakan untuk menaruh tempat sesaji. Lalu pada
bagian tengah, ada ruang Sall yang dipakai sebagai ruang pertemuan keluarga, dapur, tempat
makan, dan juga tempat disemayamkannya keluarga yang meninggal.

Bagi masyarakat, keberadaan jasad di ruangan ini dianggap biasa, bahkan menjadi tanda mereka
dekat dengan para leluhur. Lalu bagian terakhir adalah ruang khusus untuk kepala keluarga.

c. Suluk Banua
Terakhir adalah ruang bagian bawah rumah atau suluk banua. Tempat ini biasa dipakai untuk
hewan peliharaan dan menjadi tempat menyimpan alat-alat pertanian.

Kemudian, untuk ornamen atau hiasan yang dipakai oleh orang Toraja biasanya menggunakan 4
jenis warna, yaitu putih, hitam, kuning, dan merah. Keempat warna ini tentu saja dipilih bukan
tanpa alasan, namun karena memiliki makna masing-masing.

Untuk warna putih dipilih sebagai lambang kesucian dan warna tulang. Lalu warna kuning
menjadi lambang anugerah Sang Maha Kuasa, atau disebut Puang Matua oleh masyarakat
Toraja. Sementara itu warna merah melambangkan kehidupan, dan hitam sebagai lambang
kematian.
2. Makna Filosofis Rumah Balla
Balla Lampoa khas suku Makassar juga dibuat dengan konsep rumah panggung. Rumah Balla
Lampoa ini memiliki puncak atap berbentuk segitiga, biasa disebut dengan Timbaksela.
Timbaksela ini dianggap unik, sebab menjadi penanda bagi status sosial pemilik Balla.

Jika tidak bersusun, maka pemilik rumah adalah rakyat biasa. Namun apabila Timbaksela
tersusun 3 ke atas, artinya rumah Balla dimiliki oleh bangsawan. Jika lebih dari 3, misal 5,
berarti pemilik rumah adalah bangsawan yang memiliki jabatan di pemerintah setempat.

Rumah adat Balla memiliki dua macam tangga, yaitu sapana dan tukak. Perbedaannya terdapat
pada jumlah anak tangga dan bahan yang dipakai. Sapana menggunakan bambu dengan tiga anak
tangga lebih yang dianyam. Sementara tukak dibuat menggunakan kayu. Sapana ini digunakan
khusus bagi para bangsawan, dan tukak digunakan oleh rakyat biasa.

3. Makna filosofis rumah Bugis


Selanjutnya ada makna yang terkandung pada rumah adat Sulawesi Selatan dari suku Bugis,
yaitu sebagai berikut:

1. Bonting langit, yaitu bagian atap rumah yang diberi rongga. Inilah tanda perkawinan di atas
langit, yang dilakukan We Tenriabeng, saudara kembar dari Sawerigading, permaisuri Remmang
ri Langi atau biasa dikenal Hulontalangi (raja pertama dari Gorontalo).
2. Ale kawaq, yaitu bagian tengah rumah yang menggambarkan kondisi dari bumi pertiwi.
3. Buri liy, yaitu bagian kolong atau bawah rumah yang menjadi lambang dunia bawah tanah dan
laut. Tempat ini dijadikan sebagai tempat memelihara hewan ternak.
4. Makna filosofis rumah adat suku Luwuk

Karakteristik utama rumah Suku Luwuk ada pada bentuk dan ukuran pintunya yang sama. Jadi,
menurut sejarah, rumah adat Suku Luwuk berasal dari Raja Luwuk. Di mana tiang penyangga
berjumlah 88 dengan bahan dasar dari kayu.

Seperti rumah adat lainnya, ada penanda kelas sosial pada rumah adat Luwuk. Ornamen yang
disebut dengan pangreng memiliki makna filosofis sebagai hidup menjalar sulur atau hidup yang
tidak terputus-putus. Rumah ini memiliki tiga atau lima puncak, yang biasa disebut bubungan.
Bubungan inilah yang menjadi tanda kasta setiap pemilik rumah.

5. Makna filosofis suku Mandar


Terakhir adalah rumah adat suku Mandar, yaitu rumah Boyang. Rumah ini terdiri dari dua
macam, rumah Boyang Adaq da rumah Boyang Beasa. Boyang Adaq dikhususkan bagi rumah
adat para bangsawan, sementara rumah Boyang Beasa digunakan bagi masyarakat biasa.
Di rumah Boyang Adaq, akan dipasang berbagai ornamen atau hiasan tertentu yang menjadi
penanda status sosial kebangsawanan yang dimiliki keluarga. Rumah ini juga dibuat dengan
bubungan yang tinggi, di mana jika semakin tinggi menandakan semakin tingginya tingkat
kebangsawanan.

Itulah tadi beberapa rumah adat Sulawesi Selatan yang harus Anda ketahui sebagai upaya
melestarikan budaya. Selain itu, masih banyak hal tentang Sulawesi Selatan yang tak kalah
menarik.
Rekomendasi Buku & Artikel Terkait
Buku Terkait
 Buku Sosiologi
 Buku Ekonomi
 Buku Ensiklopedia
 Buku Desain Rumah
 Buku Desain Arsitektur
 Buku Ips

Materi Terkait Rumah Adat


 Rumah Adat Aceh
 Rumah Adat Bali
 Rumah Adat Sumatra Aceh
 Rumah Adat Tongkongan
 Rumah Adat Bangka Belitung
 Rumah Adat Betawi
 Rumah Adat Maluku
 Rumah Adat Melayu
 Rumah Adat Sumatra Utara
 Rumah Adat Sumatra Barat
 Rumah Adat Kalimantan Barat
 Rumah Adat Lampung
 Rumah Adat Sunda
 Rumah Adat Jawa Barat
 Rumah Adat Jawa Tengah
 Rumah Adat di Indonesia
 Rumah Adat Joglo
 Rumah Adat Joglo
 Rumah Adat Batak
 Rumah Adat Sulawesi Selatan
 Rumah Adat Papua

ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk
memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah,
universitas, korporat, sampai tempat ibadah."
 Custom log
Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
 Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
 Tersedia dalam platform Android dan IOS
 Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
 Laporan statistik lengkap
 Aplikasi aman, praktis, dan efisien

Tujuan Akuntansi: Pengertian,

Cabang, Siklus, Bidang, Prinsip, dan Proses


 
Muatan Listrik: Pengertian, Jenis,

Ciri-Ciri dan Rumusnya


You may also like
Sosial Budaya
6 Rumah Adat Sumatra Selatan dan Ragam Filosofi...

Sosial Budaya
Rumah Adat Suku Betawi: Sejarah, Fungsi, dan...

Sosial Budaya
Rumah Adat Joglo: Asal dan Filosofinya

Sosial Budaya
8 Jenis Pakaian Adat NTT (Nusa Tenggara Timur)

Sosial Budaya
10 Macam Tarian Khas Jawa Yang Kamu Harus Tahu

Sosial Budaya
Jenis Pakaian Adat Bengkulu dan Keunikannya
Kategori
 Administrasi31
 Agama7
 Agama Islam478
 Akuntansi74
 Bahasa Indonesia257
 Bahasa Inggris73
 Bahasa Jawa4
 Biografi38
 Biologi201
 Blog24
 Business117
 CPNS9
 Desain31
 Design / Branding10
 Ekonomi313
 Environment31
 Event15
 Fashion1
 Feature16
 Fisika114
 Food17
 Geografi135
 Hubungan Internasional28
 Hukum101
 IPA220
 Istilah28
 Kesehatan113
 Kesenian103
 Kewirausahaan18
 Kimia47
 Komunikasi30
 Kuliah57
 Lifestyle31
 Manajemen60
 Marketing68
 Matematika109
 Music53
 Opini6
 Otomotif10
 Pemerintahan18
 Pendidikan117
 Pendidikan Jasmani75
 Penelitian58
 Pertambangan1
 Pkn151
 Politik Ekonomi42
 Profesi41
 Psikologi106
 Relationship11
 Sains dan Teknologi68
 Sastra86
 SBMPTN2
 Sejarah199
 Sosial Budaya244
 Sosiologi130
 Statistik10
 Technology92
 Teori47
 Tips dan Trik76
 Tokoh63
 Uncategorized51
 UTBK2
Copyright © 2021
 Best Seller
 Novel
 Gramedia Literasi

Anda mungkin juga menyukai