Anda di halaman 1dari 10

Makalah

Pandita dan Pinandita

Disusun Oleh :

Ni Putu Risa Dewi NIM : 2215081020

Win NIM :221

Aprilia NIM : 221

Kadek Subudi NIM : 2217051074

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA


SINGARAJA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena atas berkat-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ”PANDITA DAN PINANDITA” ini
dengan baik dan tepat waktu, guna memenuhi tugas Mata KuliahAgama Hindu. Kami ucapkan
terimakasi kepada dosen pengampu mata kuliah yang tealah memberikan tugas ini kepada kami
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami mengenai materi pandita dan
pinandita dan kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat berguna bagi kami pada khususnya
pihak lain yang berkepentingan pada umumnya serta makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca mengenaimateri pandita dan pinandita.Kami menyadari bahwa
makalah yang kami buat ini jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasanya pengalaman dan
pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka
kami memerlukan kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya

Singaraja 28 april 2023

Penulis

Kelompok 7
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB 1PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................................1
1.4 Manfaat.............................................................................................................................2
BAB 2PEMBAHASAN............................................................................................................3
2.1 Pengertian Pandita dan Pinandita.....................................................................................3
2.2 Syarat Menjadi pandita pinandita ....................................................................................3
2.3 Tugas dan Kewajiban pandita dan pinandita ...................................................................4
2.4 Jenis ketu menurut tingkatan sulinggih............................................................................5
2.5 Filosofi tongkad/tungked bagi orang suci........................................................................6
2.6 Eksistensi Keberadaan Panandita Dan Pandita Dalam Pelayanan Umat Hindu..............6
BAB 3PENUTUP....................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mengamalkan ajaran dalam kehidupan didunia ini didukung oleh beberapa unsur seperti
kitab suci, hari suci keagamaan, orang – orang suci dan tempat suci. Semua unsur/komponen
tersebut saling berkaitan dalam membina kehidupan beragama. Pendalaman dan penghayatan
agama tidak hanya dapat dilakukan dengan mempelajari ajarannya saja, atau melaksanakan
ibadahnya saja ditempat – tempat suci, namun diperlukan orang – orang suci, orang – orang
bijaksana untuk menuntun, membimbing, agar tidak terlalu jauh menyimpang dari hakikat
ajaran agama Hindu.Peraturan dalam agama hindu menegaskan bahwa yang mempunyai
kewenangan untuk memimpin suatu Yajna Adalah orang suci / orang bijaksana, yang dalam
hidupnya telah melakukan peenyucian lahir dan batin melalui suatu upacara padiksan dan
pawintenan. Orang yang telah melakukan upacara padiksan dan pawintenan itu dissebut
pandita dan pinandita.
Orang – orang suci agama hindu (Pandita - Pinandita) sangat besar perannya dalam
kehidupan beragama, dijelaskan dalam pembahasannya meliputi pengertian orang suci dalam
agama hindu (Pandita - Pinandita), sasana dan wewenang orang suci dalam agama hindu
(Pandita - Pinandita), dan sekulas riwayat singkat orang – orang suci dalam agama hindu di
Indonesia.
Orang – orang suci dalam agama hindu sangat besar dan penting perannya dalam
kehidupan beragama, membinana umat dan sebagainya. Sejarah agama hindupun telah
membuktikan bagaimana peranan para orang – orang suci hindu pada zaman dulu didalam
menyebarkan agama hindu, didalam membina kehidupan keagamaan di tengah – tengah
masyarakat, dan meneruskan ajaran – ajaran tersebut pada masa berikutnya. Agama hindu
yang mendassarkan ajarannya pada pustaka suci Veda, dalam sejarahnya mulai berkembang
dilembah sungai Sindu, India. Dilembah sungai inilah salah satu contoh peranan orang –
orang Suci Hindu, yakni Rsi Bhagawan Wyasa menerima wahyu dan Ida Sanghyang Widhi
Wasa yang kemudian mengabadikan ajaran tersebut dalam bentuk pustaka suci.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Pandita dan Pinandita?
2. Bagaimana syarat menjad pandita dan pinandita?
3. Apa saja Tugas dan wewenang pandita dan pinandita?
4. Apa saja Jenis-jenis Ketu?
5. Apa Filosopi dari tungked/tongkat bagi sulinggih?
1.3 Tujuan
1. Agar mengetahui apa itu pandita dan pinandita
2. Agar mengetahui syarat menjadi pandita dan pinandita
3. Agar mengetahui Tugas dan wewenang pandita dan pinandita
4. Agar mengetahui Jenis-jenis Ketu
5. Agar mengetahui Filosopi dari tungked/tongkat
1.4 Manfaat
Agar pembaca mengetahui materi mengenai pandita dan pinandita serta dapat menambah
wawasan pembaca dan penulis
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pandita dan Pinandita

Pandita adalah golongan orang suci yang telah dwijati yaitu orang suci yang melakukan
penyucian diri tahap lanjut atau madiksa. Orang yang telah melaksanakan proses madiksa
disebut orang yang lahir dua kali. Kelahiran yang pertama dari kandungan ibu, sedangkan
kelahiran kedua dari kaki seorang guru rohani (Dang Acarya) atau Nabe. Setelah melakukan
proses madiksa, orang suci tersebut diberi gelar Sulinggih atau Pandita. Kata Pandita berasal dari
bahasa Sansekerta yaitu Pandit yang artinya terpelajar, pintar, dan bijaksana. Orang suci yang
tergolong Dwi Jati adalah orang yang bijaksana. Orang suci yang termasuk kelompok ini, antara
lain Pandita, Pedanda, Bujangga, Maharsi, Bhagavan, Empu, Dukuh, dan sebagainya. (Susila dan
Duwijo. 2014: 13-14) Pandita pada jaman itihasa dan Purana biasanya tidak terlepas dari
kehidupan Raja. Pandita pada umumnya bertugas sebagai pesasehat raja (Purohito). Bahkan
dikatakan bahwa Raja tanpa Pandita lemah, Pandita tanpa Raja akan musnah. Dikatakan juga
bahwa salah satu syarat yajna yang sattwika adalah harus menghadirkan Sulinggih yang
disesuaikan dengan besar kecilnya Yajña. Kalau Yajñanya besar, maka sebaiknya menghadirkan
seorang Sulinggih Dwijati atau Pandita. Tetapi kalau Yajñanya kecil, cukup dipuput oleh seorang
Pemangku atau Pinandita saja

Dalam Bhagawadgita Bab IV. 19 dikatakan bahwa yang seibut dengan pandita adalah orang atau
manusia yang tidak memiliki keterikatan terhadap benda keduniawian.

“Yasya sarve samarambhah, kamasamkalpavarjitah, jnanagnidagdhakarmanam, tam ahuh


panditham budhah”. Yang memiliki arti :

“Ia yang segala perbuatannya tidak terikat oleh angan-angan akan hasilnya dan ia yang
kepercayaannya dinyalakan oleh api pengetahuan, diberi gelar Pandita oleh orang-orang yang
bijaksana”.

Pinandita adalah pemangku Ekajati. Ekajati berasal dari bahasa sanskerta Eka berarti sati
dan jati berasal dari kata ja yang berarti Lahir. Jadi Ekajati berarti lahir sekali yakni lahir hanya
dari ibu kandungnya sendiri, (Suhardana.2006: 4). Orang suci yang tergolong dalam eka jati
adalah pemangku atau disebut juga Pinandita. Sejak tahun 1968, PHDI telah menetapkan bahwa
Pinandita bertugas sebagai pembantu yang mewakili Pendeta (Pandita).

Seseorang dikatakan sebagai pemangku jika telah melakukan penyucian berupa upacara
pawintenan. Pawintenan bagi pemangku dapat dilakukan berulangkali. Berbeda dengan Pandita
yang hanya boleh di diksa satu kali. Pemangku masih diperbolehkan bercukur, berpakaian
sebagaimana layaknya anggota masyarakat biasa, masih mempunyai tugas dan kewajiban dalam
hubungan kemasyarakatan sebagai seorang walaka. Namanya masih tetap, hanya panggilannya
sering ditambah. Contoh Mangku atau Jero Mangku diukuti Nama Orangnya.

Pemangku tidak diperbolehkan menggunakan alat pemujaan seperti Pandita atau Sulinggih, dan
mempergunakan mudra. Dalam kehidupan masyarakat, pemangku memiliki peranan penting
seperti ngantep upakara skala kecil. Pemangku atau Pinandita dalam kegiatan upacara berfungsi
sebagai perantara umat yang kerja dengan Ida Sang Hyang Widhi atau Leluhur. Seorang
pemangku harus menjadi panutan dan memberi contoh baik terhadap masyarakat. Jadi Secara
etimologi pemangku berasal dari bahasa Sanskerta yakni Pangku yang disama artikan dengan
Nampa, menyangga atau memikul beban atau memikul tanggung jawab. Jadi Pemangku adalah
orang yang memikul beban atau tanggung jawab sebagai pelayan atau perantara antara orang
yang punya kerja dengan Tuhan atau Leluhur. Pemangku juga dapat diartikan sebagai orang
yang menerima tugas pekerjaan untuk memikul beban atau tanggung jawab sebagai pelayan
Sang Hyang Widhi Wasa sekaligus pelayan masyaraka.Ada beberapa tingkatan dalam
pawintenan yaitu :
1. Pewintenan Saraswati (Mulai mempelajari Agama)
2. Pawintenan Sari (Mulai mempelajari kitab suci Veda atau cakepan lontar)
3. Pawintenan Gede (Mnjadi pemangku atau jro mangku yang lazim disebut Pinandita)

2.2 Syarat menjadi Pandita dan Pinandita


Syarat menjadi Pandita Untuk menjadi seorang Pandita, seorang pinandita (sulinggih)
harus memiliki syarat-syarat, sebagai berikut :
1. selalu dalam keadaan bersih dan sehat lahir dan batin
2. mampu melepaskan diri dari keterikatan duniawi
3. tenang dan bijaksana
4. mampu membaca kitab suci Veda
5. selalu berpedoman pada kitab suci Veda
6. paham dan mengerti tentang catur Veda
7. teguh dalam melaksanakan dharma
8. teguh melaksanakan tapa bratha.

b. Syarat menjadi Pinandita Setiap umat Hindu memiliki hak yang sama untuk menjadi
seorang sulinggih. Seseorang dapat diangkat menjadi seorang Pinandita apabila telah memenuhi
syarat-syarat berikut ini :
1. Laki-laki yang sudah menikah atau tidak menikah seumur hidupnya (sukla brahmacari).
2. Wanita yang sudah menikah atau tidak menikah seumur hidupnya (sukla brahmacari).
3. Pasangan suami istri yang sah.
4. Usia minimal 40 tahun.
5. Paham bahasa Kawi, Sanskerta, Indonesia, menguasai secara mendalam isi dari Kitab Suci
Veda, dan memiliki pengetahuan umum yang luas.
6. Sehat lahir batin
7.Berbudi pekerti yang luhur.
8. Tidak tersangkut pidana.
9. Mendapat persetujuan dari gurunya (Pandita).
10.Tidak terikat dengan pekerjaan diluar kegiatan keagamaan.
2.3 Tugas dan Kewajiban Pandita Dan Pinandita
a. Tugas dan Kewajiban Pandita Sulinggih/Pandita Sulinggih adalah orang suci yang disucikan
melalui proses Mediksa atau Dwi Jati. Tugas Sulinggih/Pandita:
• melakukan Surya Sevana, yaitu pemujaan kepada Sang Hyang Widhi setiap pagi (saat
matahari terbit)
• memimpin upacara Yadnya
• ngeloka Pala Sraya, yaitu membina dan menuntut umat di bidang agama.
Kewajiban Sulinggih/Pandita:
• melakukan upacara penyucian diri secara terus menerus
• berpakaian sesuai dengan aturan/Sasana Pandita
• melakukanTirta Yatra, yaitu berkunjung ke tempat-tempat suci untuk melaksanakan
persembahyangan; • berpikir, berkata, dan berbuat suci
• mampu mengendalikan diri, selalu sabar, berpikir bijaksana
• melayani umat yang memerlukan tuntunan;• menerima punia dariumat
• memberi teladan dan contoh kepada umat.
b. Tugas dan Kewajiban Pinandita Pinandita/Pemangku Pinandita adalah orang yang disucikan
melalui proses upacara Eka Jati/pawinten tingkat pertama. Tugas Pinandita/Pemangku :
•memimpin upacara tertentu sebatas upacara kecil (seperti Odalan Alit, Caru Panca Sata),
upacara bayi baru lahir (seperti otonan, upacara penguburan mayat)
•melayani umat yang ingin sembahyang di tempatnya bertugas
•memimpin upacara persembahyangan di pura tempatnya bertugas.
•Kewajiban Pemangku: •berpakaian serba putih
•melakukan penyucian lahir batin secara terus menerus
2.4 Jenis ketu menurut Tingkatannya

Siwa Karana /Budha Paksa Pakarana adalah  syarat mutlak yang harus dimiliki Sulinggih 
dalam melakukan tugasnya memimpin dan mengantarkan umat Hindu didalam melaksanakan
upacara. Dalam perangkat pemujaan , terdiri dari : rarapan, wanci kembang ura, wanci bhija,
wanci samsam, wanci ghanda, pamandyangan, sesirat, pengasepan, pedamaran, patarana atau
lungka-lungka, saab/kereb/tudung, genta (genta padma), bajra, canting, penastan. Juga pada saat
seorang Pandita sedang muput sebuah upacara, memakai atribut dan busana kepanditaan seperti :
wastra, kampuh, kawaca, pepetet/petet, santog, sinjang, slimpet/sampet/paragi, kekasang, astha
bharana/guduita, gondola, karna bharana, kanta bharana, rudrakacatan aksamala, gelangkana,
angustha bharana, dan sebuah #amakuta atau yang lebih dikenal dengan nama Bhawa atau
KETU.Ada 3 warna Ketu Sesuai dengan tingkatan sulinggih yaitu :

1.Ketu Merah (digunakan untuk sulinngih sane wawu embas)

2.Ketu Hitam (Digunakan untuk Nabe)

3.Ketu Putih (Digunakan untuk Sri Nabe atau Sinuhun)

2.5 Filosopi Tongkat/Tungked


2.6 Eksistensi Keberadaan Pinandita Dan Pandita Dalam Pelayanan Umat Hindu

Keberadaan Pinandita/Wasi dan Pandita/Sulinggih, sangat mulya dalam agama Hindu


karena merupakan Rokhaniawan Hindu. Rokhaniawan artinya orang rokhani atau jiwanya telah
disucikan. Karena itu sebagai rokhaniawan, seyogyanya mendalami tingkatan kerokhaniaan,
sehingga yang bersangkutan bisa menempatkan diri dan melaksanakan swadharmanya sesuai
dengan tingkat kesuciannya, dan sering disebut sebagai Gopala Umat. Puja pengastuti kita
panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kita
berbagai kebahagiaan tiada hentinya. Sehingga kita dapat melaksanakan swadharma. Mari kita
pertanggung jawabkan tugas dan fungsi kita ini sebagai Yadnya Yasa dan Kerti kepada Ida Sang
Hyang Widhi. Berdasarkan tingkat penyuciannya tingkat Ekajati, seperti Wasi, Pemangku,
Dalang dan sebagainya. Sedangkan tingkatan yang lebih tinggi disebut Dwi Jati atau disebut
Pandita. Dirinya hanya diabdikan untuk Tuhan, setiap saat memuja Tuhan dan menyebut nama
suci Tuhan. Pada masa inilah jika orang benar-benar terbiasa dengan menyebut dan mengingat
nama suci Tuhan (Santiawan, 2021)

Dengan kemajuan di berbagai segi kehidupan, akan membawa berbagai dampak dalam
perkembangan psikologi manusia, baik dari segi jasmani maupun rohani akan mengalami
perubahan prilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan. Melihat paradigma seperti
ini, tidak cukup dengan mengela napas tetapi kita harus melakukan karma/perbuatan nyata dalam
menanggulangi penomena ini. Peran Lembaga, Pemegang Kebijakan, Para Tokoh, Para Wasi
dan Masyarakat ikut ambil bagian sesuai dengan peran dan tugasnya masing-masing. Pinandita
atau Wasi merupakan Rokhaniawan Hindu, Rokhaniawan artinya orang rokhani atau jiwanya
telah disucikan. Karena itu sebagai rokhaniawan, seorang Pinandita atau Wasi seyogyanya
mendalami pengertian rokhaniawan, sehingga yang bersangkutan bisa menempatkan diri dan
melaksanakan tugas pekerjaannya sesuai dengan tingkat kesuciannya. Berdasarkan tingkat
penyuciannya, rokhaniawan Hindu dapat dibedakan menjadi dua golongan: 1). Rokhaniawan
yang termasuk dalam golongan atau tingkatan Dwijati seperti Pedanda, Pandita, Sri Bhagawan,
Empu, Rsi dan pada umumnya dinamakan Sulinggih. 2). Rokhaniawan yang termasuk golongan
atau tingkat Ekajati seperti Pinandita, Balian, Mangku/Wasi , Dalang dan lain-lain
(Sukardana,1:2015). Pinandita/Wasi merupakan Gopala umat karena, membimbing, menuntun,
mengarahkan serta memimpin upacara keagamaan. Wasi/Pinandita mempunyai kedudukan yang
amat suci dan berat dari segi laksana dan sesana, akan merupakan suritoladan bagi umat dan
masyarakat luas. Orang besar dan bijaksanaan akan menjadi panutan bagi orang yang mencari
kesucian dan kedamian, identik dengan pohon cendana ditengah hutan akan menjadi tempat
berlindung dan mencari keharuman bagi berbagai kehidupan, dan selalu menebarkan rasa aman,
damai dan harum bagi seisi hutam. Senada dengan Niti Castra Sarga IV.23 menyatakan sebagai
berikut:

”Wreeksaa candana tulya sang sujana,


Sarpa mamileeting i sor manga sraya.
Ring paang waanara,
Munggu hing sikara paksi,
Kusumanikang bhreengga mangrubung.
Yan pinrang winadung sugandha
Pamaleesnika meeleet ing irung ni raantara
Mangkaa tingkahi sang mahaamuni
Maropahita satata citta nirmala”

Artinya:

Orang yang baik hatinya sama dengan pohon cendana


Ular mencari perlindungan padanya dengan melingkari kakinya
Cabang-cabangnya ditempati kera
Puncaknya didatangi burung
Dan bunganya dikerubungi kumbang
Jika kayunya diparang maka sebagai balasan
Ia memberi bahu yang sedap buat hirung,
Terus-menerus tiada hentinya
Begitu pula prilaku orang keramat
Ia selalu beriktiar guna keselamatan orang lain
Dengan hati yang selalu bersih.

Demikian juga seharusnya yang terjadi dalam seorang Pinandita/Wasi bisa mengayomi,
selalu menebar nilai-nilai kebajikan, untuk dijadikan panutan oleh seluruh umat Hindu. Dan
justru memberikan aura harum, sehingga umat akan berbondong-bendong datang ketempat Para
Pinandita untuk mendapatkan pencerahan rohani, untuk mengisi kekosongan rohani secara utuh
sesuai dengan ajaran Weda. Dengan keberadaan dan kedudukannya yang begitu mulya maka
sudah swajarnya beliau yang menjalankan tugas mulya tersebut dengan kehormatan rohaninya.

Sebagai orang yang disucikan oleh umat, apa lagi sebagai Pinandita, Wasi, Pemangku
dan sebagainya hendaknya didalam berpikir, berbica dan bertindak yang baik dan benar, selalu
berpedoman pada ajaran kesucian. Seperti Sastra Weda diatas menyatakan hendaknya mampu
melenyapkan berbagai awidhya, memberikan panutan , tuntunan serta kesejugkan dalam
berbagai hal. Lebih- lebih dalam bidang kesucian, masalah agama dan keagamaan yang baik dan
benar. Benar dalam arti sesuai dengan kitab suci Weda, Sastra, Budaya, Seni, Adat Istiadat,
Tradisi dan menyesuaikan Desa Kala Patra dan kearifan lokal. Karena Hindu jati dirinya adalah
Kebhinekaan sesuai dengan kutipan Lontar Suta Soma ” Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma
Mangrwa”. Kebenaran itu tunggal adanaya. Yang berbeda-beda adalah seni dan budaya
setempat, sebagai kemasan ke-Nusantaraan, memberikan warna-warni yang penuh dengan
estetika keberagaman.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai