Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan


perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak-anak
merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1
tahun) usia bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah
(5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berbeda antara anak satu
dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda. Proses perkembangan
anak antara lain ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola meniru dan perilaku sosial.
Masing-masing anak memilik karakteristik perkembangan yang berbeda.
Demikian juga halnya perkembangan kognitif juga mengalami perkembangan
yang tidak sama. Terdapat masa dimana perkembangan anak tersebut cepat ada
saat perkembangan tersebut lambat dikarenakan hal tertentu (Azis, 2005).
Autisme atau Autisme Spectrum Disorder (ASD) adalah kelainan syaraf
berat yang ditandai dengan kondisi berupa gangguan interaksi sosial, gangguan
komunikasi, dan gangguan perilaku stereotipik atau tingkah laku yang
mengulang-ulang. Autisme disebabkan oleh multifaktor antara lain faktor
immunologis, faktor genetik dan faktor lingkungan seperti terjadinya infeksi
virus. Gangguan komunikasi adalah salah satu akibat dari autisme, bahkan
beberapa kasus anak tidak memiliki bahasa sama sekali dan kalaupun ada bahasa
yang dimiliki hanya bersifat echolalia/membeo (Edi, 2008).
Ketua Yayasan Autisme Indonesia menyatakan adanya peningkatan
penyandang autis yang signifikan dari tahun ke tahun. Menurut data dari Centers
for Disease Control and Prevention Organized the Autism and Development
Disabilities Monitoring Network (2014) 1% penduduk dunia merupakan populasi
autis. Data lain menyebutkan bahwa dari 200 juta penduduk Indonesia, jumlah
anak penderita autis mencapai 150 – 200 ribu anak (Sari, 2009). Prevalensi anak
penyandang autis di Jawa Tengah pada tahun 2009 diperkirakan 1 anak
mengalami autisme per 500 kelahiran, sedangkan anak penyandang autisme di
Semarang diperkirakan 1 per 150 kelahiran (Priyatna, 2010).
Pengaturan makan adalah hal yang penting untuk diperhatikan bagi anak
penderita autisme. Makanan untuk anak penderita autisme secara umum hampir
sama dengan anak normal pada umumnya, yaitu memenuhi gizi seimbang dan
baik untuk dikonsumsi. Bahan makanan tertentu perlu diperhatikan konsumsinya
oleh anak penderita autisme. Penderita autisme tidak diperbolehkan
mengkonsumsi makanan yang mengandung gluten dan kasein, hal ini
dikarenakan akan menimbulkan keluhan seperti diare dan meningkatkan
hiperaktivitas. Hiperaktivitas yang terjadi bukan hanya berupa gerakan tetapi
juga peningkatan emosi seperti mudah marah, mengamuk dan mengalami
gangguan tidur (Suryana, 2004).
Anak penyandang autisme sering mengalami masalah gangguan
pencernaan. Gangguan pada saluran cerna akan mengakibatkan ketidakmampuan
organ pencernaan dalam mencerna beberapa zat makanan, yang kemudian dapat
menyebabkan alergi (Sjambali, 2003). Anak autis memiliki risiko kekurangan
gizi yang diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain terapi diet ketat, gangguan
perilaku makan, asupan makan yang terbatas, pengetahuan gizi orang tua, dan
pengaruh obat-obatan. Selain itu, hasil penelitian dari Arnold (2005)
mengemukakan bahwa terdapat peningkatan risiko defisiensi asam amino pada
anak dengan diet gluten dan kasein dibandingkan dengan anak autis tanpa diet
dan kelompok kontrol (anak dengan gangguan perkembangan tanpa gejala autis).
Adanya pemberian diet bebas gluten dan kasein, anak autis akan terbatas dalam
mengkonsumsi makanannya sehari-hari sehingga makanan yang dikonsumsi
tidak bervariasi dan zat gizi makro maupun mikro yang seharusnya tersedia juga
berkurang sehingga akan berdampak pada status gizi anak.
2

Menurut Cermak (2010) anak-anak dengan autisme sering digambarkan


sebagai picky eaters atau selektif dalam pemilihan makanan, menolak untuk
mencoba atau makan berbagai makanan yang baru. Perilaku pilih-pilih makanan
tidak jarang terjadi pada anak-anak dalam masa pertumbuhan baik normal atupun
anak autis, pickiness (pilih-pilih makanan) pada anak dengan gangguan autis
mungkin jenis makanannya lebih sedikit karena sudah terbiasa sejak anak usia
dini yang makanannya sudah dibatasi, hal ini menjadi masalah penting karena
dapat berhubungan dengan gizi yang tidak memadai sebagai akibat dari diet yang
dibatasi.
Anak autis memiliki akfitas yang lebih rendah dibandingkan dengan anak
pada umumnya. Total asupan yang diperoleh tidak semua dapat di rubah menjadi
energi, karena kemampuan fungsi organ yang berbeda (Septiono,2010). Anak
autis memiliki 2 tipe yaitu tipe Seeking Defensiveness (mencari) atau tipe
Behavior Defensiveness (menghindar). Anak dengan tipe mencari cenderung
memilik nafsu makan yang besar dan senang
mengunyah makanan sehingga memicu timbulnya obesitas pada anak
(Danuatmadja, 2004).
Anak penyandang autisme memiliki banyak keterbatasan dalam berperilaku
sehari-hari, hal ini menyebabkan pengasuhan pada anak penyandang autisme
memerlukan perhatian dan keterampilan khusus termasuk didalamnya adalah
pemberian makan pada anak penyandang autisme harus sangat diperhatikan.
Pemberian makan yang tepat pada anak penyandang autisme sangat
mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan serta status gizi anak tersebut.
Orang yang berperan penting dalam pemberian makan seorang anak adalah ibu.
Pengasuhan merupakan kebutuhan dasar dari setiap anak. Kebutuhan dasar ini
dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan. Kebutuhan dasar
tersebut meliputi kebutuhan akan gizi, kebutuhan pemberian tindakan perawatan
dalam mencegah terjadinya penyakit, kebutuhan akan perlindungan dan rasa
aman dan kebutuhan kesehatan jasmani dan rekreasi (Hidayat, 2008).
Pengaturan pemberian dan pengasuhan makan termasuk dalam kebutuhan
gizi. Pemberian pengasuhan makan bertujuan untuk mengarahkan kepada
pembiasaan dan cara makan yang lebih baik, atau sebagai sarana mempengaruhi
perilaku anak sehingga mereka dapat menerapkan pengetahuan gizi dalam
kehidupan sehari-hari (Santoso dan Ranti, 1995). Anak penyandang autisme
memilik keterbatasan yang dapat menyulitkan mereka untuk melindungi diri dari
berbagai penyakit yang mengancam. Cara keluarga dalam menerapkan pola
hidup sehat sangat menentukan tingkat morbiditas seorang anak, hal ini
menunjukkan bahwa
pengasuhan makan yang baik dan pola hidup sehat sangat menentukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak penyandang autisme.
Pengetahuan tentang pola makan dan pengaturan makan inilah yang akan
membentuk sikap orang tua dalam mengasuh anak penyandang autis. Salah satu
cara untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap dengan cara melakukan
pendidikan atau penyuluhan (Effendy, 2003). Media cetak adalah salah satu alat
penyampai informasi yang dapat digunakan sebagai media penyuluhan. Salah
satu contoh media cetak yang dapat digunakan sebagai media penyuluhan adalah
booklet (Maulana, 2009). Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan
pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku berisi tulisan dan gambar (Suiroka dan
Supariasa, 2012). Keunggulan booklet menurut Roza (2012), yaitu dapat
dipelajari setiap saat, karena di desain mirip dengan buku dan dapat memuat
informasi relatif lebih banyak dibandingkan dengan poster. Manfaat booklet
sebagai media komunikasi pendidikan kesehatan adalah menimbulkan minat
sasaran pendidikan, membantu di dalam mengatasi banyak hambatan, membantu
sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat, merangsang sasaran
pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain,
mempermudah penyampaian bahasa pendidikan, mempermudah penemuan
informasi oleh sasaran pendidikan, mendorong keinginan orang untuk
mengetahui lalu mendalami dan akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih
baik, membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.
Penelitian dengan menggunakan booklet telah dilakukan sebelumnya
didapatkan hasil bahwa booklet dapat meningkatkan pengetahuan tentang karies
gigi pada orangtua yang memiliki anak usia 5 - 9 tahun di desa
3

Makamhaji (Agustin, 2014). Sesuai dengan survei pendahuluan yang dilakukan di


beberapa lokasi antara lain Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa (BBRSBD)
Prof. Dr. Soeharso Kartasura dengan jumlah peserta didik autis sebanyak 18 siswa,
SDLB Colomadu Kartasura dengan jumlah peserta didik autis 12 siswa, Yayasan
Mutiara Center Surakarta dengan jumlah peserta terapi sebanyak 25, dan Pusat
Pelayanan Autis Surakarta dengan jumlah peserta terapi 36 orang. Penulis tertarik
untuk mengambil lokasi penelitian di Pusat Pelayanan Autis Mutiara Center dan
Pusat Pelayanan Autis Surakarta dikarenakan pada dua lokasi tersebut terdapat
jumlah sampel yang memadai untuk dilakukan penelitian. Lokasi tersebut dipilih
dengan alasan lokasi tersebut memiliki jumlah sampel yang sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi penelitian. Selain itu penelitian dengan media booklet yang
bertema makanan sehat untuk anak penyandang autis belum pernah dilakukan di
lokasi tersebut.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menganalisis perbedaan pengetahuan dan sikap ibu dengan anak penyandang
autis sebelum dan sesudah pemberian pendidikan gizi tentang makanan sehat
dengan media booklet di Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan pengetahuan ibu yang memiliki anak penyandang autis
sebelum dan sesudah diberikan pendidikan gizi tentang makanan sehat
dengan media booklet di Surakarta.
b. Mendiskripsikan sikap ibu yang memiliki anak penyandang autis sebelum
dan sesudah diberikan pendidikan gizi tentang makanan sehat dengan media
booklet di Surakarta
c. Menganalisis perbedaan pengetahuan dan sikap ibu yang memiliki anak
penyandang autis tentang makanan sehat sebelum dan setelah pendidikan
gizi dengan media booklet di Surakarta.

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Orang Tua Anak Penderita Autis


Setelah penelitian ini dilakukan dapat memberikan gambaran tentang makanan
sehat dan baik yang dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan
anak dengan kondisi autis.
2. Bagi instansi tempat pelayanan autis
Sebagai bahan informasi bagi instansi Pusat Pelayanan Autis Dan Yayasan
Mutiara Center dalam memberikan asuhan gizi dan meningkatkan
pengetahuan tentang asuhan gizi dan makanan sehat
untuk anak dengan kondisi autis dengan cara membentuk kerja sama dengan
instansi kesehatan yang dinilai mampu memberikan penyuluhan gizi.
3. Bagi Peneliti SelanjutnyaHasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai data dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut.
4

D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai efek


pendidikan gizi dengan media booklet tentang makanan sehat terhadap pengetahuan
dan sikap ibu yang memiliki anak autis di Surakarta.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Perkembangan

a. Pengertian

Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang


lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan
bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Perkembangan merupakan hasil
interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan neuromuskuler,
kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi. Kesemua fungsi tersebut
berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh.1
Perkembangan bersifat kualitatif yang pengukuranya lebih sulit
daripada pengukuran pertumbuhan. Perkembangan adalah bertambahnya
kemampuan dalam struktur dan fungsi organ tubuh menjadi lebih
kompleks dalam pola yang benar, sebagai hasil dari proses pematangan
sehingga organ tersebut dapat menjalankan fungsinya.2
b. Prinsip Perkembangan

Prinsip perkembangan diantaranya adalah perkembangan bergantung


pada aspek kematangan susunan saraf manusia yaitu semakin sempurna
kematangan saraf maka semakin sempurna pola perkembangan pada
anak. Yang kedua pada proses perkembangan
setiap anak adalah sama hanya saja kecepatannya yang berbeda.
Perkembangan juga memiliki pola yang khas.8
c. Pola Perkembangan
Pola perkembangan’merupakan proses terjadinya perkembangan yang
dapat mengalami percepatan dan perlambatan. Pola perkembangan
terdiri dari8:
1) Pola perkembangan dari umum ke khusus yaitu pola perkembangan
dimulai dari yang lebih umum ke khusus misalnya dari menggerakkan
tangan kemudian menggerakkan jari-jari.
2) Pola perkembangan berlangsung dalam tahapan perkembangan yaitu
pola perkembangan ini merupakan ciri khusus dalam setiap tahap
perkembangan. Tahapan ini dibagi menjadi sebagai berikut:
a) Masa prenatal, terjadi petumbuhan yang cepat pada jaringan
tubuh.
b) Masa neonatal, terjadi penyesuaian kehidupan diluar rahim
dalam aspek pertumbuhan.
c) Masa bayi, terjadi perkembangan sesuai dengan pengaruh
lingkungannya.
d) Masa anak, terjadi perkembangan yang cepat pada sikap, minat, dan
sifatnya sesuai pengaruh lingkungan.
e) Masa remaja, terjadi perubahan pertumbuhan dan perkembangan
yang ditandai dengan masa pubertas.
3) Pola perkembangan dipengaruhi oleh kematangan dan latihan
4) Pola perkembangan ini diperngaruhi oleh kematangan dengan adanya
rangsangan, latihan ataupun belajar untuk mencapai perkembangan
yang sempurna.
d. Ciri-ciri Perkembangan
Cici-ciri perkembangan yaitu perkembangan melibatkan pertumbuhan,
perkembangan memiliki pola yang tetap, perkembangan memiliki
tahapan yang berurutan, dan perkembangan dapat menentukan
pertumbuhan selanjutnya.9

e. Aspek Perkembangan
Aspek perkembangan terdiri dari7 :

1) Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan


6

dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap toddler


tubuh yang melibatkan otot-otot besar sepert duduk, berdiri, dan
sebagainya.
2) Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi
memerlukan koordinasi yang cermat sepert mengamat sesuatu,
menjimpit, menulis, dan sebagainya.
3) Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara,
berbicara, berkomunikasi, mengikut perintah dan sebagainya.
4) Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan
selesai bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi
dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya.
f. Tahap Perkembangan

Tahapan perkembangan anak memiliki ciri masing-masing pada setiap


anak dan pada setiap tahapannya atau yang sering disebut dengan
“Milestone”. Tahapan perkembangan anak terdiri dari3:
1) Masa prenatal atau masa intrauterin yang dibagi menjadi 3 periode
yaitu Masa mudigah atau zigot, dimulai sejak saat konsepsi sampai
umur kehamilan 2 minggu. Masa embrio, dimulai sejak umur
kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu. Masa janin atau fetus
sejak umur kehamilan 9 atau 12 minggu sampai akhir kehamilan.
Dibagi menjadi masa fetus dini (minggu ke-9 hingga trimester ke-2)
dan masa fetus lanjut (trimester ke-2 hingga akhir kehamilan).
2) Masa Bayi (infancy) umur 0 sampai 12 bulan yaitu masa ketika anak
sangat tergantung kepada orang tuanya. Banyak aktivitas seperti
perkembangan bahasa, pemikiran simbolis, koordinasi sensorimotor
dan pembelajaran sosial baru dimulai pada masa ini6. Masa ini dibagi
menjadi dua periode yaitu Masa neonatal adalah masa penyesuaian
pada lingkungan luar rahim ibu yang
dibagi menjadi dua masa yaitu masa neonatal dini (usia 0-7 hari) dan
masa neonatal lanjut (usia 8-28 hari). Masa pasca neonatal adalah
masa ini (29 hari-12 bulan) terjadi proses perkembangan yang
mengalami percepatan sehingga diperlukan perhatian lebih dalam
merawat seperti ASI eksklusif selama 6 bulan, diperkenalkan MPASI
(makan pendamping ASI), diberikan imunisasi sesuai jadwal,
pendekatan dengan orang tua berkaitan dengan psiko-sosial anak.
3) Masa Toddler yaitu masa pada usia 12-36 bulan. Masa toddler berada
dalam rentang dari masa kanak-kanak mulai berjalan sendiri sampai
mereka berjalan dan berlari dengan mudah, yaitu mendekati usia 12
sampai 36 bulan7. Pada masa ini seorang anak mulai belajar
menentukan arah perkembangan dirinya, suatu fase yang mendasari
derajat kesehatan, perkembangan emosional, derajat pendidikan,
kepercayan diri, kemampuan bersosialisasi, serta kemampuan diri
seorang anak dimasa mendatang. Kecepatan pertumbuhan mulai
menurun namun perkembangan motorik semakin cepat. Tiga tahun
pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan kemampuan
berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia
berjalan sangat cepat dan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
Hal ini merupakan periode yang sangat penting untuk mencapai
pertumbuhan dan perkembangan intelektual secara optimal7.
7

4) Masa Pra Sekolah yaitu masa usia 5-6 tahun perkembangan anak
lebih pada kemandirian dan sosialisasi. Pada usia ini perkembangan
motorik, bahasa, kreativitas, sosial, moral dan emosional mulai
terbentuk dan cenderung menetap sampai masa dewasa8.
5) Masa Sekolah yaitu masa pada usia 6-18/20 tahun dibagi menjadi
dua yaitu Masa pra remaja: usia 6-10 tahun dan masa remaja. Masa
remaja terdiri dari masa remaja dini dan masa remaja lanjut. Masa
remaja dini untuk wanita berusia 8-13 tahun dan pria 10-15 tahun,
sedangkan masa remaja lanjut untuk wanita berusia 13-18 tahun dan
pria 15- 20 tahun.
g. Gangguan Perkembangan

Gangguan Perkembangan terdiri dari4:

1) Gangguan bicara dan Bahasa

Kemampuan berbahasa merupakan indikator perkembangan anak


yang sensitf terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem
lainnya, sebab melibatkan kemampuan kognitf, motor, psikologis,
emosi dan lingkungan sekitar anak. Kurangnya stmulasi dapat
menyebabkan gangguan bicara dan berbahasa bahkan gangguan ini
dapat menetap.
2) Cerebral palsy

Merupakan kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak


rogresif, yang disebabkan oleh karena suatu erusakan/gangguan
pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang
tumbuh/belum selesai pertumbuhannya.
3) Sindrom Down

Gangguan yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang


berlebih. Perkembangannya lebih lambat dari anak yang normal.
Beberapa faktor seperti kelainan jantung kongenital, hipotonia yang
berat, masalah biologis atau lingkungan lainnya dapat menyebabkan
keter1ambatan perkembangan motorik.
4) Gangguan Autisme

Merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang


terjadi pada seluruh aspek perkembangan sehingga mempengaruhi
dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
5) Retardasi Mental

Merupakan kondisi ditandai oleh intelegensi yang rendah (IQ

< 70) yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar


dan beradaptasi dengan normal.
6) Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktvitas (GPPH)

Merupakan gangguan dimana anak mengalami kesulitan untuk


memusatkan perhatan disertai dengan hiperaktivitas.
h. Pengkajian Perkembangan

Perngkajian atau pengukuran perkembangan dapat dilakukan


dengan menggunakan banyak alat maupun kuesioner. Salah satu yang
direkomendasikan oleh Kementerian kesehatan RI adalah
8

Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP).7 KPSP berisi 9-10


pertanyaan tentang kemampuan perkembangan yang telah dicapai anak.
Alat bantu pemeriksaan berupa: pensil, kertas, bola sebesar bola tenis,
kerincingan, kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah, kismis,
kacang tanah, potongan biskuit kecil berukuran 0.5 - 1 cm.
Tujuannya untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada
penyimpangan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan atau orang yang
terlatih.
Jadwal skrining/pemeriksaan KPSP rutin adalah setiap 3 bulan pada
anak < 24 bulan dan setiap 6 bulan pada anak usia 24-72 tahun (umur 3,
6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66 dan 72
bulan).
Cara menggunakan KPSP adalah pada waktu pemeriksaan/skrining,
anak harus dibawa. Menentukan umur anak dengan menanyakan tanggal
bulan dan tahun anak lahir. Bila umur anak lebih 16 hari dibulatkan
menjadi 1 bulan. Setelah menentukan umur anak, pilih KPSP yang
sesuai dengan umur anak. KPSP terdiri ada 2 macam pertanyaan, yaitu
pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak dan perintah kepada
ibu atau petugas melaksanakan tugas yang tertulis pada KPSP.
Menjelaskan kepada orangtua agar tdak ragu-ragu atau takut menjawab,
oleh karena itu pastikan ibu/pengasuh anak mengerti apa yang
ditanyakan kepadanya. Menanyakan pertanyaan tersebut secara
berturutan, satu persatu. Setiap pertanyaan hanya ada 1 jawaban, Ya
atau Tidak. Catat jawaban tersebut pada formulir. Mengajukan
pertanyaan yang berikutnya setelah ibu/pengasuh anak
menjawab pertanyaan terdahulu. Meneliti kembali apakah
semua pertanyaan telah dijawab. Cara meninterpretasi hasil KPSP
adalah dengan menghitung jumlah jawaban Ya. Jawaban Ya adalah
apabila ibu/pengasuh menjawab: anak bisa atau pemah atau sering
atau kadang-kadang melakukannya. Sedangkan Jawaban
Tidak, bila ibu/pengasuh menjawab: anak belum pernah
melakukan atau tdak pemah atau ibu/pengasuh anak tdak tahu.
Jumlah jawaban 'Ya' = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai dengan
tahap perkembangannya (S). Jumlah jawaban 'Ya' = 7 atau 8,
perkembangan anak meragukan (M). Jumlah jawaban 'Ya' =
6 atau kurang,kemungkinan ada penyimpangan (P).
Untuk jawaban 'Tidak', perlu dirinci jumlah jawaban 'Tidak'
menurut jenis keterlambatan (gerak kasar, gerak
halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian)

2. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Balita

Faktor yang mempengaruhi perkembangan balita diantaranya adalah3:

a. Faktor Genetik

Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir


proses tumbuh kembang anak. Melalui intruksi genetik yang terkandung
di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan
kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan
kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap
rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang.
Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang
normal dan patologik, jenis kelamin, dan suku.
9

b. Faktor Lingkungan Prenatal

Faktor lingkungan pada waktu masih di dalam kandungan yang


berpengaruh antara lain:

1) Riwayat gizi ibu hamil

Gizi ibu hamil yang jelek sebelum terjadinya kehamilan

maupun pada waktu sedang hamil, lebih sering menyebabkan

bayi BBLR (berat badan lahir rendah) atau lahir mati dan jarang

menyebabkan cacat bawaan. Disamping itu dapat pula

menyebabkan hambatan pertumbuhan otak janin, anemia pada

bayi baru lahir, mudah terkena infeksi, abortus, dan sebagainya.

2) Mekanis

Trauma dan cairan air ketuban yang kurang dapat

menyebabkan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.

Demikian pula pada posisi janin pada uterus dapat

mengakibatkan talipes, dislokasi panggul, tortikolis congenital,

palsi fasialis, atau kranio tabes.


10

3) Toksin atau zat kimia

Masa organogenesis adalah masa yang sangat peka

terhadap zat-zat teratogen. Misalnya obat-obatan seperti

thalidomide, phenitoin, methadion, obat-obat anti kanker.

Demikian pula dengan ibu hamil yang perokok berat atau

peminum alcohol kronis dapat menyebabkan kelainan bawaan

pada bayi yang dilahirkannya.

4) Endokrin

Hormon-hormon yang mungkin berperan pada

pertumbuhan janin adalah somamotropin, hormon plasenta,

hormon tiroid, insulin dan peptide-peptida lain dengan aktivitas

mirip insulin. Cacat bawaan sering terjadi pada ibu diabetes yang

tidak mendapat pengobatan, umur ibu kurang dari 18 tahun/lebih

dari 35 tahun, defesiensi yodium pada waktu hamil.

5) Radiasi

Radiasi pada janin sebelum umur kehamilan 18 minggu

dapat menyebabkan kematian janin, kerusakan otak, mikrosefali,

atau cacat bawaan lainnya. Sedangkan efek radiasi pada orang

laki-laki dapat mengakibatkan cacat bawaan pada anaknya.

6) Infeksi

Infeksi intrauterin yang sering menyebabkan cacat bawaan

adalah TORCH (Toxoplasmosis. Rubella, Cytomegalovirus,

Herpes Simplex). Sedangkan infeksi lainnya yang juga dapat


11

menyebabkan penyakit pada janin adalah varisela, malaria, lues,

HIV, polio, campak, dan virus hepatitis.

7) Stress

Stress yang dialami ibu pada waktu hamil dapat

mempengaruhi tumbuh kembang janin, antara lain cacat bawaan,

kelainan kejiwaan dan lain-lain.

8) Imunitas

Rhesus atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan

abortus, hidrops fetalis, kern ikterus, atau lahir mati.

9) Anoksia embrio

Menurunnya oksigenjanin melalui gangguan pada plasenta

atau tali pusat, menyebabkan berat badan lahir rendah.

1) Faktor Psikososial

Faktor psikososial, meliputi:

a) Stimulasi

(1) Pengertian Stimulasi

Stimulasi adalah rangsangan yang datang dari lingkungan luar


anak yang penting untuk perkembangan anak yang termasuk
dalam tiga kebutuhan dasar anak yaitu asah. Jika anak
mendapatkan stimulasi terarah dan teratur akan lebih cepat
berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan
stimulasi.3
(2) Prinsip Dasar Stimulasi

Prinsip dasar stimulasi diantaranya adalah memberikan


stimulasi dengan cinta dan kasih sayang, sikap dan perilaku yang
baik, sesuai usia anak, dengan cara menyenangkan tanpa paksaan
dan hukuman, dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai
usia anak, menggunakan alat bantu peraga
yang aman dan sederhana, tidak membedakan jenis kelamin,
dan memberikan pujian7.
(3) Pengaruh stimulasi dalam Perkembangan Anak
Stimulasi membantu menstimulasi otak untuk menghasilkan
hormon-hormon perkembangan. Stimulasi dapat menggunakan
panca indera (penglihatan, pendengaran, perasa, peraba, dan
penciuman). Ketika anak lahir, otak anak mempunyai sel syaraf
yang berjumlah milyaran, namun jumlah itu banyak yang hilang
setelah dilahirkan. Ketika otak mendapatkan stimulus, maka otak
akan mempelajarinya yang menyebabkan sel syaraf membentuk
sebuah koneksi baru untuk menyimpan informasi.
12

Sel-sel yang terpakai untuk menyimpan informasi akan


mengembang, sedangkan yang jarang atau tidak terpakai akan
musnah. Stimulasi yang terus- menerus diberikan secara rutin akan
memperkuat hubungan antarsyaraf yang telah terbentuk sehingga
fungsi otak akan menjadi semakin baik. Stimulasi yang diberikan
sejak dini juga akan mempengaruhi perkembangan otak anak.
Stimulasi dini yang dimulai sejak usia kehamilan 6 bulan sampai
anak usia 2-
3 tahun akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam ukuran
serta fungsi kimiawi otak. 8
13

(4) Tingkat Stimulasi

Tingkat stimulasi dalam penelitian ini diukur menggunakan


kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan yang sesuai dengan
KPSP. Tujuannya untuk mengetahui stimulasi yang dilakukan
oleh ibu pada perkembangan anaknya. Cara menggunakan
kuesioner adalah dengan memberikan pertanyaan pada ibu dengan
kuesioner sesuai dengan umur anaknya. Menanyakan pertanyaan
secara berurutan, satu persatu. Setiap satu pertanyaan hanya ada q
jawaban, Ya atau Tidak.
Cara menginterpretasikan hasil KPSP adalah dengan
menghitung jumlah jawaban Ya. Jawaban Ya adalah apabila ibu
pernah atau sering atau kadang-kadang melakukannya. Sedangkan
jawaban Tidak aadalah apabila ibu belum atau tidak pernah
melakukannya. Jumlah jawaban 'Ya' = 9 atau 10, tingkat stimulasi
masuk dalam kategori ‘Baik’. Jumlah jawaban 'Ya' = 7 atau 8,
tingkat stimulasi masuk dalam kategori ‘Cukup’. Jumlah jawaban
'Ya' = 6 atau kurang, tingkat stimulasi masuk dalam kategori
‘Kurang’. Untuk jawaban 'Tidak', perlu dirinci jumlah jawaban
'Tidak' menurut jenis keterlambatan (gerak kasar, gerak halus,
bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian)

b) Cinta dan kasih sayang

Anak memerlukan kasih sayang dan perlakuan yang adil dari


orang tuanya yang merupakan hak anak. Kasih sayang yang
diberikan orang tua akan menjadikan anak tidak sombong dan
memberikan kasih sayang pada sesamanya. Sebaliknya jika diberikan
secara berlebihan maka akan menghambat perkembangan
kepribadian anak yang berakibat annak menjadi kurang mandiri,
sombong, dan boros.
c) Kualitas interaksi anak-orang tua

Interaksi timbal balik antara orang tua dan anak akan menimbulkan

keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka dengan kedua orang tuanya

sehingga komunikasi dua arah bisa berlangsung optimal.


4) Faktor Keluarga dan Adat Istiadat

Faktor keluarga dan adat istiadat, meliputi:

Pendapatan orang tua

Yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua

dapat menyediakan semua kebutuhhan anak baik primer ataau sekunder.


Pendidikan orang tua

Dengan pendidikan orang tua yang baik maka orang tua dapaat menerima

segela informasi dari luar terutama tentang cara


14

pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan, dan

pendidikannya
Jumlah saudara

Jumlah anak yang banyak pada keluaraga dengan social ekonomi cukup

akan mengkibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima

anak.
Agama

Pelajaran tentang agama harus ditanamkan sedini mungkin untuk anak-

anak agar mereka memahami agama dan berbuat kebaikan pada semua

orang.
Kebutuhan Dasar Perkembangan Anak

Kebutuhan fisik-biomedis (asuh)

Kebutuhan fisik-biomedis meliputi kebutuhan akan:


1) Nutrisi

Nutrisi merupakan kebutuhan utama dalam perkembangan anak


yang mempunyai pengaruh dalam perkembangan terutama pada tahun
awal kehidupan dimana anak sedang dalam masa perkembangan otak.
Menurut penelitian Gladys Gunawan dkk yang berjudul Hubungan
Status Gizi dengan Perkembangan Anak bahwa ada hubungan yang erat
antara status gizi anak dengan perkembangan motorik anak.

2) Perawatan kesehatan dasar


Perawatan dasar yang perlu dilakukan untuk anak yang paling
utama adalah imunisasi. Pemberian imunisasi pada anak untuk
mencegah penyakit seperti Hepatitis B, TBC, Difteri, Tetanus, pertusis,
Polio, Campak,dsb. Serta deteksi dini pada kesehatan anaksecara
menyeluruh.5
3) Sandang dan papan yang layak
Keadaan rumah yang layak sangat penting untuk anak terutama pada
kebersihan, pencahayaan, dan konstruksi bangunan. Begitu juga dengan
pakaian yang bersih, rapi dan sesuai dengan keadaan dan usia anak. 4
4) Sanitasi lingkungan
Kebersihan lingkungan sekitar anak sangat mempengaruhi kesehatan anak
terutama untuk mencegah terjadinya penyakit seperti diare dan cacingan. 4
5) Kesegaran jasmani
Berupa olah raga dan rekreasi yang penting untuk perkembangan anak. 5
b. Kebutuhan kasih sayang (asih)
Pada tahun tahun pertama anak hubungan yang erat antara orang tua dan
anak merupakan syarat untuk menjamin perkembangan fisik, mental,
sosial, dan psikososial. Kasih sayang dari orang tua akan menciptakan
bonding dan kepercayaan dasar bagi anak.
Kebutuhan kasih sayang terdiri dari4 kasih sayang orang tua, rasa aman,
harga diri, kebutuhan akan sukses, mandiri, dorongan, kebutuhan
mendapatkan kesempatan dan pengalaman, dan rasa memiliki.
15

c. Kebutuhan akan stimulasi (asah)


Kebutuhan akan stimulasi yang dimaksud adalah perangsangan yang
datang dari lingkungan luar anak berupa latihan dan bermain. Bermain
bagi anak tidak hanya mengisi waktu luang namun melalui bermain
anak dapat belajar untuk mrngkoordinaasikan otot-ototnya melibatkan
emosi, perasaan, dan pikiran anak. Stimulasi dapat mempengarhi
perkembangan akan seperti dalam penelitian menurut Sumiyati (2016)
tentang Hubungan Stimulasi Dengan Perkembangan Anak Usia 4-5
Tahun.12
16

BAB III

LANDASAN TEORI ANAK AUTIS

A. Anak Autis

1. Pengertian Anak Autis

Banyak sekali definisi yang beredar tentang apa autisme. Kata autism
berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu aut yang berarti diri
sendiri dan ism yang secara tidak langsung menyatakan orientasi atau arah atau
keadaan (state). Sehingga autism sendiri dapat didefinisikan sebagai kondisi
seseorang yang luar biasa asyik dengan dirinya sendiri.1 Pengertian ini
menunjuk pada bagaimana anak-anak autis gagal bertindak dengan minat pada
orang lain, tetapi kehilangan beberapa penonjolan perilaku mereka. Ini tidak
membantu orang lain untuk memahami seperti apa dunia mereka.
Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis
pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner
yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong seolah- olah sedang
melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik
perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi.2 Yuniar menambahkan
bahwa autisme adalah gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi
perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan
komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit
untuk mempunyai ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebagai
anggota masyarakat.3
Kartono berpendapat bahwa autisme adalah gejala menutup diri sendiri
secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar keasyikan
ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri.4 Dalam pengertian ini, anak autis
memiliki ciri yaitu anak yang sulit bersosialisasi dengan teman yang lain.
Kartono berpendapat bahwa autisme adalah cara berpikir yang dikendalikan
oleh kebutuhan personal atau diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan
penglihatan dan harapan sendiri dan menolak realitas. 5 Oleh karena itu menurut
Faisal Yatim, penyandang akan berbuat semaunya sendiri, baik cara berpikir
maupun berperilaku.6
Dari keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa autisme adalah
gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan
dunia luar, merupakan gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi
perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial
dan emosional dengan orang lain dan tidak tergantung dari ras, suku, strata-
ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun
jenis makanan.
Autisme adalah gangguan perkembangan kompleks yang gejalanya harus
sudah muncul sebelum anak berusia 3 tahun. Gangguan neurologi
pervasif ini terjadi pada aspek neurobiologis otak dan mempengaruhi proses
perkembangan anak. Akibat gangguan ini sang anak tidak dapat secara otomatis
belajar untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya,
sehingga ia seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Selain itu, autisme dapat
diartikan sebagai suatu kelainan otak yang berpengaruh pada perkembangan
seseorang. Orang-orang yang mengalami autisme mempunyai gangguan atau
masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Seorang
anak autisme mungkin akan terlihat sangat linglung, terkucil atau terasing,
mungkin mereka tidak ingin melakukan kontak mata dengan orang lain,
mungkin juga tidak berbicara atau bermain seperti yang anak lain lakukan atau
mungkin mereka mengulang-ulang gerakan dan tingkah laku tertentu secara
terus menerus dan berlebihan.
17

Dali Gulo menyebutkan autisme berarti preokupasi terhadap pikiran


dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada
pikiran subjektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan
sehari-hari.7 Oleh karena itu penderita autisme disebut orang yang hidup di
‘alamnya’ sendiri. Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang
kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi.
Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun. 8 Menurut Faisal Yatim
autisme bukanlah gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala)
dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa
dan kepedulian terhadap sekitar, sehingga
anak autisme hidup dalam dunianya sendiri. kemajuan perkembangan.9 Dengan
kata lain, pada anak autis terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan
(gangguan pervasif).
Autisme tidak termasuk ke dalam golongan suatu penyakit tetapi suatu
kumpulan gejala kelainan perilaku dan dalam suatu analisis microsociologica
tentang logika pemikiran mereka dan interaksi dengan yang lain, orang autis
memiliki kekurangan pada creative induction atau membuat penalaran induksi
yaitu penalaran yang bergerak dari premis- premis khusus (minor) menuju
kesimpulan umum, sementara deduksi, yaitu bergerak pada kesimpulan khusus
dari premis-premis (khusus) dan abduksi yaitu peletakan premis-premis umum
pada kesimpulan khusus, kuat.10
Autis pertama kali diperkenalkan dalam suatu makalah pada tahun 1943
oleh seorang psikiatris Amerika yang bernama Leo Kanner. Kanner
menemukan sebelas anak yang memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu tidak mampu
berkomunikasi dan berinteraksi dengan individu lain dan sangat tak acuh
terhadap lingkungan di luar dirinya, sehingga perilakunya seperti tampak hidup
di dunia sendiri.11 Pengertian ini menunjukan pada bagaimana anak autis gagal
bertindak dengan minat pada orang lain, tetapi kehilangan beberapa penonjolan
perilaku mereka. Ini tidak membantu orang lain untuk memahami seperti apa
dunia mereka. Anak autis merupakan pribadi individu yang harus diberi
pendidikan, baik itu ketrampilan maupun secara akademik. Permasalahan
dilapangan terkadang setiap orang tidak mengetahui kondisi anak autis tersebut.
Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang
berhubungan dengan komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi.
Gejalanya tampak pada sebelum usia 3 tahun. Bahkan apabila autis infantile
gejalanya sudah ada sejak bayi. Autis juga merupakan suatu konsekuensi dalam
kehidupan mental dari kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang
mempengaruhi banyak fungsi-fungsi persepsi (perceiving), intending, imajinasi
(imagining), dan perasaan (feeling). Autis juga dapat dinyatakan sebagai suatu
kegagalan dalam penalaran sistematis (systematic reasoning). Dalam suatu
analisis microsociological tentang logika pemikiran mereka dan interaksi
dengan yang lain, orang autis memiliki kekurangan pada creative induction atau
membuat penalaran induksi yaitu penalaran yang bergerak dari premis-premis
khusus (minor) menuju kesimpulan umum, sementara deduksi, yaitu bergerak
pada kesimpulan khusus dari premis-premis (khusus) dan abduksi yaitu
peletakan premis-premis umum pada kesimpulan khusus, kuat.12
Jadi anak autis merupakan anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak usia 3 tahun
mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta perilakunya. Jika ditinjau
dari segi pendidikan, anak autis adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan
kreteria DSM-IV sehingga anak tersebut memerlukan penanganan/ layanan
pendidikan secara khusus sejak dini.
Apabila ditinjau dari segi medis, anak autis adalah anak yang
mengalami gangguan/kelainan otak yang menyebabkan gangguan
perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan kreteria
DSM-IV sehingga anak tersebut memerlukan layanan/terapi secara klinis.
18

Jika ditinjau dari segi psikologi, anak autis adalah anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang berat bias diketahui sebelum usia 3 tahun, aspek
komunikasi sosial, perilaku, bahasa sehingga anak perlu adanya penanganan
secara psikologis. Sedangkan ditinjau dari segi sosial anak autis adalah anak
yang mengalami gangguan perkembangan berat dari beberapa aspek bahasa,
komunikasi, interaksi sosial sehingga anak ini memerlukan bimbingan
ketrampilan sosial agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya. Jadi anak
autis merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat
pervasif yaitu gangguan kognitif, bahasa, perilaku dan gangguan interaksi
sosial, sehingga ia mempunyai dunianya sendiri.
Menurut Hurlock lima tahun pertama merupakan peletak dasar bagi
perkembangan selanjutnya atau dengan kata lain, dasar pendidikan anak adalah
pada usia 0-5 tahun. Jika pada usia tersebut orang dewasa tidak melakukan apa-
apa terhadap anak, maka mereka akan mengalami kesulitan di masa mendatang.
Inilah alasan penting perlunya pemberian stimulasi sejak dini, termasuk
anak yang berperilaku hiperaktif. Anak yang
berperilaku hiperaktif apabila mendapatkan stimulasi yang terarah atau
penanganan khusus secara berkesinambungan akan dapat mengembangkan
aspek kognitif, sosial, emosional dan kemandiriannya.13
Aspek pengembangan sosial dan kemandirian dimaksudkan untuk
membina anak agar dapat mengendalikan emosinya secara wajar, yang
merupakan salah satu perilaku negatif yang harus dikembangkan bagi anak
hiperaktif, dengan harapan dapat berinteraksi dengan baik dengan sesamanya
maupun dengan orang dewasa.

2. Perilaku Anak Autis


a. Perilaku sosial
Perilaku sosial memungkinkan seorang individu untuk berhubungan
dan berinteraksi dalam setting sosial. Tinjauan tentang kesulitan (deficits)
sosial pada anak-anak autis baru-baru ini muncul. 14 Anak-anak autis yang
nonverbal telah diketahui bahwa mereka mengabaikan (ignore) orang lain,
memperlihatkan masalah umum dalam bergaul dengan orang lain secara
sosial. Ekspresi sosial mereka terbata pada ekspresi emosi-emosi yang
ekstrim, seperti menjerit, menangis, atau tertawa yang sedalam-dalamnya.
Anak-anak autis tidak menyukai perubahan sosial atau gangguan
dalam rutinitas sehari-hari dan lebih suka apabila dunia mereka tetap sama.
Apabila terjadi perubahan mereka akan lebih mudah marah, contoh
mereka akan marah apabila mengambil rute pulang dari sekolah yang
berbeda dari yang biasa dilewati, atau posisi furniture di dalam kelas
berubah dari semula.
Anak-anak autis sering memperlihatkan perilaku yang merangsang
dirinya sendiri (self stimulating) seperti mengepak- ngepakkan tangan (hand
flapping) mengayun-ayun tangan kedepan dan kebelakang, membuat suara-
suara yang tetap (ngoceh) atau menyakiti diri sendiri (self inflicting injuries)
seperti menggaruk-garuk, kadang sampai terluka, menusuk-nusuk. perilaku
yang merangsang dirinya sendiri (self stimulating) lebih sering terjadi pada
waktu yang berbeda dari kehidupan anak atau selama situasi sosial berbeda.
Perilaku ini lebih sering terjadi pada saat anak autis ditinggal sendiri atau
sedang sendirian daripada waktu dia sibuk dengan tugas-tugas yang harus
dikerjakannya dan berkurang setelah anak belajar berkomunikasi.15
b. Perilaku komunikasi
Bahasa termasuk pembentukan kata-kata, belajar aturan-aturan untuk
merangkai kata-kata menjadi kalimat dan mengetahui maksud atau suatu
alasan menggunakan bahasa. Bahasa merupakan sesuatu yang abstrak.
pemahaman bahasa memerlukan fungsi pendengaran yang baik dan persepsi
pendengaran yang baik pula. Bahasa pragmatis yang merupakan
pernerjemahan (interpreting) dan penggunaan bahasa dalam konteks sosial,
secara fisik (phsycal) dan konteks linguistic. Pragmatis dan komunikasi
berhubunga erat, untuk menjadi seorang komunikator
yang berhasil seorang anak harus memiliki pengetahuan tentang bahasa yang
dipergunakannya sama baiknya dengan pemahaman tentang manusia dan
dimensi dunia yang bukan manusia.

Komunikasi lebih dari pada kemampuan untuk bicara atau


kemampuan untuk merangkai kata-kata dalam urutan yang tepat.
19

Komunikasi adalah kemampuan untuk membiarkan orang lain mengetahui


apa yang diinginkan individu, menjelaskan tentang suatu kejadian kepada
orang lain, untuk menggambarkan tindakan dan untuk mengakui keberadaan
atau kehadiran orang lain. Komunikasi dapat dilakukan secara verbal dan
nonverbal. Komunikasi dapat dijalin melalui gerakan tubuh, melalui isyarat
atau dengan menunjukkan gambar atau kata-kata. Secara tidak langsung
komunikasi menyatakan suatu situasi sosial anatara dua individu atau lebih.17
Dalam komunikasi orang yang membawa pesan disebut pemrakarsa
(initiator) sedangkan orang yang mendengarkan pesan disebut penerima
pesan. Pesan bergantian antara pemrakarsa dan penerima pesan. Untuk
memenuhi kemampuan (competent) dalam ketrampilan pragmatis anak harus
mengetahui dan memahami kedua peran tersebut, sebagai pemrakarsa dan
sebagai penerima pesan. Banyak anak autis yang memiliki kesulitan dalam
pragmatis.18 Untuk peran pemrakarsa dalam berkomunikasi, anak autis
mengalami kesulitan dalam
memulai percakapan atau pembicaraan. Ketika berbicara, mereka cenderung
meminta orang dewasa untuk mengambil mainan, makanan, atau minuman,
mereka jarang menyampaikan tindakan yang komunikatif seperti menjawab
orang lain, mengomentari sesuatu, mengungkapkan perasaan atau
menggunakan etika sosial dalam pengucapan terima kasih atau meminta
maaf.
Anak-anak autis yang nonverbal sering menjadi penerima
informasi dan merespon pada orang tua dan guru mereka meminta
dengan perlakuan (deal) yang konsisten. Contoh orang dewasa yang
bertanya: kamu mau makan apa? Dan anak mungkin menjawab dengan
memperlihatkan gambar kue atau dengan menggambar kue atau bahkan
mungkin dengan kata-kata. Ini merupakan peningkatan komunikasi
karena anak mengakui orang dewasa sebagai teman dalam meningkatkan
komunikasi dan memahami permintaan guru yang ditujukkan kepadanya.
Dalam permintaan ini anak sebagai penerima dan penjawab pertanyaan.19
Ada beberapa perilaku yang diperlukan dan harus dimiliki seorang
anak autis yang nonverbal agar menjadi seorang komunikator yang
berhasil yaitu memahami sebab akibat keinginan berkomunikasi, dengan
siap dia berkomunikasi, ada sesuatu yang dikomunikasikan dan makna dari
dari komunikasi. Di dalam komunikasi apabila seorang anak tidak
memahami sebab, dia akan mengalami kesulitan dalam meminta
seseorang untuk melakukan sesuatu atau membantunya untuk mengambil
di tempat penyimpanan (rak) yang paling tinggi. Tanpa penalaran sebab
akibat anak tidak dapat meminta suatu tindakan atau benda dari orang lain.
Memiliki keinginan berkomunikasi dengan orang lain merupakan tugas yang
sulit untuk anak-anak autis nonverbal, selama ini satu diantara tantangan
mereka adalah ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain
dalam cara yang diharapkan. Mereka tidak mengakui atau memperlihatkan
ketertarikkan pada orang lain. Alasan utama dari pernyataan ini karena
miskinnya hubungan sebab akibat yang telah dibicarakan di atas. Jika
seorang anak tidak memahami bahwa seseorang dapat membantunya atau
anak tidak memahami bahwa tindakan akan mengakibatkannya mendapatkan
sesuatu.
Sering kali guru berperan sebagai pemrakarsa dalam meningkatkan
komunikasi dengan anak autis dan anak biasanya menjadi responden. Anak
harus belajar menunggu dengan sabar supaya guru menunjukkannya dan dia
akan menerima yang diinginkannya. Anak perlu kesempatan untuk meminta
benda dengan bebas atau mengawali percakapan. Jika anak autis tidak
memiliki sesuatu untuk dia bicarakan dia akan tetap tidak berkomunikasi
(noncomunicatif).20

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku anak


autis yang menghambat interaksinya dengan orang lain, dapat ditunjukkan
dengan perilaku yang nampak seperti mengabaikan orang lain (tidak
merespon ketika diajak berbicara), tidak dapat mengekspresikan
emosi secara tepat (tidak tertawa melihat yang lucu, tidak memperlihatkan
perasaan senang, takut atau sakit dalam mimik mukanya), terobsesi dengan
kesamaan (kaku), tidak mampu mengungkapkan keinginannya secara verbal
atau mengkompensasi- kannya dalam gerakan. Sulit untuk memulai
percakapan atau pembicaraan, jarang melakukan tindakan yang komunikatif,
20

jarang menggunakan kata-kata yang menunjukkan etika sosial, atau


mengungkapkan perasaan atau mengimentari sesuatu echoldia (membeo),
nada bicara monoton, salah menggunakan kata ganti orang.

3. Faktor Penyebab Anak Mengalami Gangguan Autis


Ada beberapa faktor utama penyebab terjadinya perilaku anak autis yaitu:
a. Faktor-faktor yang tejadi selama kehamilan, seperti:

1) Selama masa kehamilan sering mengalami perdarahan, hal ini juga


menjadi salah satu pemicu anak autis dikarenakan adanya gangguan pada
placental complications yang mengakibatkan gangguan transpor- tasi
oksigen dan nutrisi ke bayi dan berpengaruh pada otak janin.
2) Kelahiran bayi yang prematur dan berat bayi yang rendah juga merupakan
resiko terjadinya perilaku autis pada anak disebabkan suka mengonsumsi
obat-obatan.
3) Faktor ketidakseimbangan biokimia, faktor genetik dan gangguan
kekebalan tubuh.
4) Faktor akibat imunisasi pada masa balita yang tidak tepat
5) Sering mengalami infeksi saluran kencing, stress atau depresi

6) Faktor kurangnya gizi dan nutrisi, baik ketika masa kehamilan


maupun anak sudah balita.21
b. Faktor Genetik

Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autis disebabkan oleh faktor


genetik. Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autis adalah
tuberous sclerosis (17-58%) dan syndrome fragile X (20-30%). Disebut
fragile X karena secara sitogenik penyakit ini ditandai oleh adanya
kerapuhan (fragile) yang tampak seperti patahan diujung akhir lengan
panjang kromosom X 4. Syndrome fragile X merupakan penyakit yang
diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui kromosom X. Pola
penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan pewarisan X-
linked lainnya, karena tidak bisa digolongkan sebagai dominan atau resesif,
laki-laki dan perempuan dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat
(carier).22
c. Gangguan Pada sistem syaraf

Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki


kelainan hamper pada seluruh struktur otak. Tetapi kelainan yang paling
konsisten adalah pada otak kecil. Hampir semua peneliti melaporkan
berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel
purkinye diduga dapat merangsang pertumbuhan akson, glia dan myelin

21
Widodo Judarwanto, Deteksi Dini dan Skrening Autis,
www.Alergianak.com, diakses 9 November 2015 pukul 21.15
22
Kusrini, Bimbingan Keagamaan Autis di Lemabag Bina Anggrek
Yogyakarta, skripsi, Yogyakarta: Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2003, hlm. 10-13.
21

sehingga terjadi pertumbuhan otak yang abnormal atau sebaliknya


pertumbuhan akson yang abnormal dapat menimbulkan purkinye mati.23
Otak kecil berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik,
juga sebagai sirkuit yang mengatur perhatian dan penginderaan. Jika sirkuit
ini rusak atau terganggu maka akan menggangggu fungsi bagian lain dari
sistem saraf pusat, seperti misalnya sistem limbik yang mengatur emosi dan
perilaku. Kerja syaraf motorik dan fungsi dari sel-sel pada otak yang terlalu
lamban atau ketidakseimbangan kerja dari sel otak kiri dan kanan.
Hipothalamus adalah bagian otak tengah yang mengatur tentang fisik mental
dan emosi dan didalamnya terdapat aliran sinyal yang menghubungkan
antara hiphotelamus dengan bagian-bagian otak yang lain. Thalamus
berfungsi sebagai pusat pengolahan penting dan stasiun relay, dan banyak
menyampaikan masukan-masukan saraf dari dunia luar korteks Cerebral.
Neurotransmiter adalah zat kimia yang ada di dalam otak yang berfungsi
sebagai pembawa pesan antar sel syaraf.24
d. Ketidakseimbangan kimiawi

Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik


berhubungan makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadap
makan tertentu, seperti bahan-bahan yang mengandung susu, tepung
gandum, daging, gula, bahan pengawet, bahan pewarna, dan ragi. Untuk
memastikan pernyataan tersebut, dalam tahun 2000- 2001 telah

23
Kusrini, Bimbingan Keagamaan Autis di Lemabag Bina Anggrek
Yogyakarta, skripsi, Yogyakarta: Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2003, hlm. 13.
24
Kusrini, Bimbingan Keagamaan Autis di Lemabag Bina Anggrek
Yogyakarta, skripsi, Yogyakarta: Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2003, hlm. 10-13.
22

dilakukan pemeriksaan terhadap 120 orang anak yang memenuhi kriteria


ganggua autis menurut DSM IV. Rentang umur antara 1-10 tahun, dari 120
orang itu 97 adalah anak laki-laki dan 23 adalah anak perempuan.
Dari hasil percobaan diperoleh bahwa anak- anak ini mengalami
gangguan metabolisme yang kompleks, dan setelah dilakukan pemeriksaan
untuk alergi, ternyata dari 120 orang anak yang diperiksa 100 anak (83,33%)
menderita alergi susu sapi, gluten, dan makanan lain, 18 anak (15%) alergi
terhadap susu, dan makanan lain, 2 orang anak (1,66% alergi terhadap gluten
dan makanan lain.25 Penelitian lain menghubungkan autisme dengan
ketidakseim-bangan hormonal, peningkatan kadar dari bahan kimiawi
tertentu di otak, seperti opioid, yang menurunkan persepsi nyeri dan
motivasi.
e. Kemungkinan lain

Infeksi yang terjadi sebelum dan sesudah kelahiran dapat merusak


otak seperti virus rubella yang terjadi selama kehamilan dapat menyebabkan
kerusakan otak. Kemungkinan yang lain adalah faktor psikologis, karena
kesibukkan orang tuanya sehingga tidak memliki waktu untuk
berkomunikasi dengan anak, atau anak tidak pernah diajak bicara sejak kecil,
itu juga dapat menyebabkan anak menderita autisme.26
4. Gejala-gejala yang Muncul Pada Anak Autis

Gejala yang sering muncul pada anak autis adalah munculnya


perilaku hiperaktif dan agresif atau menyakiti diri, tapi ada pula yang pasif.

25
A. Supratika, Mengenai Perilaku Abnormal, Yogyakarta: Kanisius, 1995,
hlm. 35.
26
Abdul Haris, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik, Bandung:
Alfabeta, 2006, hlm. 44
23

Mereka cenderung sangat sulit mengendalikan emosinya dan sering


tempertantrum (menangis dan mengamuk). Kadang-kadang mereka menangis,
tertawa atau marah-marah tanpa sebab yang jelas. Di samping gejala itu anak
autis juga cenderung tidak memperdulikan lingkungan, dan orang-orang yang
ada di lingkungannya. Seolah-olah menolak berkomunikasi dan berinteraksi,
serta seakan-akan hidup dalam dunianya sendiri. Secara khusus gejala yang
tampak dari perilaku hiperaktif adalah:
a. Tidak ada perhatian. Ketidakmampuan memusatkan perhatian/ketidak-
mampuan berkonsentrasi pada beberapa hal seperti membaca, menyimak
pelajaran dan sering tidak mendengarkan perkataan orang lain.
b. Destruktif. Perilakunya bersifat destruktif atau merusak. Ketika menyusun
lego misalnya, anak aktif akan menyelesaikannya dengan baik sampai lego
tersusun rapi. Sebaliknya anak hiperaktif bukan menyelesaikannya malah
menghancurkan mainan lego yang sudah tersusun rapi. Terhadap barang-
barang yang ada di rumah, seperti vas atau pajangan lain, kecenderungan
anak untuk menghancurkannya juga sangat besar. Oleh karena itu, anak
hiperaktif sebaiknya dijauhkan dari barang-barang yang mudah dipegang
dan mudah rusak.
c. Menentang. Anak dengan gangguan hiperaktivitas umumnya memiliki sikap
penentang, pembangkang atau tidak mau mengikuti peraturan. Misalnya,
penderita akan marah jika dilarang berlari ke sana kemari, coret-coret atau
naik-turun tak mau berhenti. Dan penolakannya juga bisa dalam bentuk
cuek.
24

d. Impulsif. Sulit untuk menunggu giliran dalam permainan, sulit mengatur


pekerjaannya, bertindak tanpa dipikir, misalnya mengejar bola yang lari ke
jalan raya, menabrak pot bunga pada waktu berlari di ruangan, atau berbicara
tanpa dipikirkan terlebih dahulu akibatnya.
e. Tanpa tujuan. Semua aktivitas dilakukan tanpa tujuan jelas. Kalau anak
aktif, ketika naik ke atas kursi punya tujuan, misalnya ingin mengambil
mainan atau bermain peran sebagai Superman. Anak hiperaktif
melakukannya tanpa tujuan. Dia hanya naik dan turun kursi saja.
f. Hiperaktif. Mempunyai terlalu banyak energi, misalnya berbicara terus
menerus, tidak mampu duduk diam, selalu bergerak, dan sulit tidur.
g. Tidak sabar dan usil. Yang bersangkutan juga tidak memiliki sifat sabar.

Ketika bermain dia tidak mau menunggu giliran. Tak hanya itu, anak
hiperaktif pun seringkali mengusili temannya tanpa alasan yang jelas.
Misalnya, tiba-tiba memukul, mendorong, menimpuk, dan sebagainya
meskipun tidak ada pemicu yang harus membuat anak melakukan hal seperti
itu.27
5. Problem-Problem yang biasa dialami oleh Anak Hiperaktif

a. Problem di sekolah

Anak tidak mampu mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru


dengan baik. Konsentrasi yang mudah terganggu membuat anak tidak dapat
menyerap materi pelajaran secara keseluruhan. Rentang perhatian yang
pendek membuat anak ingin cepat selesai bila mengerjakan tugas-
tugas sekolah. Kecenderungan berbicara yang tinggi akan mengganggu anak
dan teman yang diajak berbicara sehingga guru akan menyangka bahwa anak
tidak memperhatikan pelajaran. Banyak dijumpai bahwa anak hiperaktif
banyak mengalami kesulitan membaca, menulis, bahasa, dan matematika.
Khusus untuk menulis, anak hiperaktif memiliki ketrampilan motorik halus
yang secara umum tidak sebaik anak biasa.28
b. Problem di rumah
Dibandingkan dengan anak yang lain, anak hiperaktif biasanya lebih
mudah cemas dan kecil hati. Selain itu, ia mudah mengalami gangguan
psikosomatik seperti sakit kepala dan sakit perut. Hal ini berkaitan dengan
rendahnya toleransi terhadap frustasi, sehingga bila mengalami kekecewaan,
ia gampang emosional. Selain itu anak hiperaktif cenderung keras kepala
dan mudah marah bila keinginannya tidak segera dipenuhi.
Hambatan-hambatan tersebut membuat anak menjadi kurang mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Anak dipandang nakal dan tidak
jarang mengalami penolakan baik dari keluarga maupun teman- temannya.
Karena sering dibuat jengkel, orang tua sering memperlakukan anak secara
kurang hangat. Orang tua kemudian banyak mengontrol anak, penuh
pengawasan, banyak mengkritik, bahkan memberi hukuman. Reaksi
anakpun menolak dan berontak.
c. Akibatnya
terjadi ketegangan antara orang tua dengan anak. Baik anak maupun orang tua
menjadi stres, dan situasi rumahpun menjadi kurang nyaman. Akibatnya anak
menjadi lebih mudah frustrasi. Kegagalan bersosialisasi di mana-mana
menumbuhkan konsep diri yang negatif. Anak akan merasa bahwa dirinya buruk,
selalu gagal, tidak mampu, dan ditolak.
d. Problem berbicara
Anak hiperaktif biasanya suka berbicara. Dia banyak berbicara, namun
sesungguhnya kurang efisien dalam berkomunikasi. Gangguan pemusatan perhatian
membuat dia sulit melakukan komunikasi yang timbal balik. Anak hiperaktif
cenderung sibuk dengan diri sendiri dan kurang mampu merespon lawan bicara
secara tepat.29

e. Problem fisik
Secara umum anak hiperaktif memiliki tingkat kesehatan fisik yang tidak sebaik anak
lain. Beberapa gangguan seperti asma, alergi, dan infeksi tenggorokan sering
dijumpai. Pada saat tidur biasanya juga tidak setenang anak-anak lain. Banyak anak
hiperaktif yang sulit tidur dan sering terbangun pada malam hari. Selain itu,
tingginya tingkat aktivitas fisik anak juga beresiko tinggi untuk mengalami
kecelakaan seperti terjatuh, terkilir, dan sebagainya.
25

6. Beberapa Terapi Untuk Anak Autis.


Perilaku kesulitan dalam konsentrasi dan hiperaktif pada anak autis
pada dasarnya adalah dampak dari kerusakan pada bagian anak tersebut.
Dari dua jenis perilaku tersebut akan berdampak negatif baik bagi diri anak
maupun lingkungannya. Untuk itu perlu perlakukan khusus atau terapi agar
kondisi tidak semakin buruk.
Jenis-jenis terapi untuk anak autis yang dapat dilakukan antara lain

(a) terapi musik, (b) terapi Biomedik, (c) terapi okupasi, (d) terapi integritas
sensori, (e) terapi bermain, (f) terapi perilaku, (g) terapi fisik,
(h) terapi wicara, (i) terapi perkembangan, (j) terapi fisual, (k) terapi
medikamentosa, dan (l) terapi melalui makanan 31
Dari dua belas terapi tersebut terapi musik lebih banyak diterapkan untuk
terapi bagi anak autis, karena musik memiliki kelebihan dibanding dengan
jenis terapi yang lain. Ada sepuluh keunggulan terapi musik untuk terapi
anak autis, yaitu ; (a) Musik dapat memancing dan mempertahankan
konsentrasi, serta sangat efektif untuk merangsang bagian-baian otak. (b)
Musik dapat diadaptasikan dengan mudah dan dapat mencerminkan
kemampuan sseorang. (c) Musik berbicara dalam konteks waktu dan dalam
cara yang mudah dipahami. (d) Memberikan konteks yang bermakna dan
menyenangkan untuk pengulangan. (e) Musik merupakan sarana pengingat
yang efektif. (f) Musik memberikan konteks sosial, membentuk setting
tersetruktur guna komunikasi verbal maupun non verbal. (g) Musik
membuka jalan pada memori dan emosi.
(h). Musik dapat meningkatkan hubungan sosial, penyesuaian diri, lebih
mandiri, dan peduli pada orang lain. (i) Musik dapat mengakomodasi dan
membangun gaya komunikasi. (j) Musik dapat membangun identifikasi dan
ekspresi emosi yang sesuai.

BAB IV
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai