Anda di halaman 1dari 52

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN

PEMERINTAH-SWASTA DALAM LAYANAN


PENGENDALIAN MALARIA
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii 3. Institusi Pembina 10


BAB I. PENDAHULUAN 1 4. Lintas sektor terkait 33
A. Latar belakang 1 B. Tatalaksana Kasus Malaria 15
B. Tujuan 2 1. Identifikasi Mitra 15
1. Umum 2 2. Peran Mitra 17
2. Khusus 2 3. Institusi Pembina 19
C. Sasaran 3 4.Organisasi Profesi 23
D. Ruang lingkup 3
E. Pengertian 3 BAB IV. LANGKAH-LANGKAH 27
PELAKSANAAN
A. Persiapan 27
BAB II.KEBIJAKAN DAN 4 1. Analisa Situasi 27
STRATEGI 2. Identifikasi Mitra 28
A. Kebijakan 4 3. Advokasi dan Sosialisasi 29
B. Strategi 4 4. Perjanjian Kerja Sama 29
5. Rencana Kegiatan 29
B. Pelaksanaan 30
C. Pencatatan dan Pelaporan 30
BAB III. JEJARING KEMITRAAN 5 1. Pencatatan 30
DALAM PENCEGAHAN DAN 2. Pelaporan 30
TATA LAKSANA KASUS E. Monitoring dan Evaluasi 31
MALARIA 1. Tujuan 32
A. Pencegahan 6 2. Indikator 32
1. Identifikasi Mitra 6 LAMPIRAN 34
2. Peran Mitra 8

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA iii
KATA PENGANTAR

P uji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya kita telah menyelesaikan buku Pedoman Jejaring
Kemitraan pemerintah swasta dalam layanan pengendalian Malaria. Malaria
masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi, yaitu bayi, anak
balita, dan ibu hamil. Selain itu, malaria secara langsung dapat menyebabkan
anemia dan menurunkan produktivitas kerja.

Annual Parasite lncidence (API) lndonesia mengalami penurunan yaitu 3.62%o


pada tahun 2000 menjadi 0,85% pada tahun 2015. Kabupaten/Kota dengan API
dibawah 1 per 1000 penduduk pada tahun 2015 mencapai 74,2 % . Ditargetkan
bahwa pada tahun 2030 lndonesia dapat mencapai eliminasi malaria.

Masih banyak perusahaan swasta khususnya didaerah endemis malaria yang


belum tercakup dalam tata laksana dan pencegahan ataupun pelaksanaan
pengendalian vektor malaria sebagai upaya pencegahan. Salah satu upaya untuk
mencapai eliminasi malaria adalah menjamin universal akses dalam pencegahan,
diagnosis dan pengobatan, sehingga diperlukan keterlibatan semua sektor terkait
termasuk swasta. Untuk itu perlu dilakukan ekspansi layanan malaria dalam
bentuk jejaring kemitraan antara pemerintah dan swasta, dengan kendali serta
dukungan pemerintah dan pemerintah daerah.

Pedoman Jejaring Kemitraan Pemerintah - Swasta dalam layanan pengendalian


Malaria ini sebagai panduan bagi tenaga kesehatan lintas program, lintas sektor,
pemerintah-swasta, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta di provinsi/kabupaten/kota dan
seluruh tenaga kesehatan di wilayah tersebut.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
tersusunnya buku pedoman ini. Semoga pedoman ini dapat bermanfaat menuju
eliminasi malaria tahun 2030.
Jakarta, Februari 2017
Direktur P2PTVZ,

drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid


NIP 196512131991012001

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA v
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT

P uji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan karunia-Nya
buku Pedoman Jejaring Kemitraan Pemerintah-Swasta dalam Layanan
Pengendalian Penyakit Malaria ini dapat disusun. Malaria masih merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat dilndonesia, sehingga lndonesia bertekad
untuk mengeliminasi malaria pada tahun 2030.

Malaria merupakan salah satu penyakit yang menjadi prioritas baik global maupun
Nasional sesuai dengan komitmen Global WHA 2007 dan komitmen regional Asia
Pasifik 2015. Hal ini tercantum dalam target SDGs 3.3 (Sustainable Development
Goals) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-
2019 serta Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Rl. Upaya pengendalian
malaria di lndonesia yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan
lndonesia No. 293/Menkes/SK/lV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi
Malaria di lndonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang terbebas dari
penularan malaria secara bertahap sampai tahun 2030.

Salah satu pilar untuk mencapai eliminasi malaria adalah menjamin universal
akses dalam pencegahan, diagnosis dan pengobatan, sehingga diperlukan
keterlibatan semua sektor terkait termasuk swasta. Untuk itu perlu dilakukan
ekspansi layanan malaria dalam bentuk jejaring kemitraan antara pemerintah dan
swasta, dengan kendali serta dukungan pemerintah dan pemerintah daerah.

Kami mengucapkan terima kasih atas kerjasama dan peran aktif semua pihak
terkait dan harapan kedepan agar dapat lebih meningkatkan komitmen kita untuk
melaksanakan berbagai upaya dalam Pengendalian Malaria menuju eliminasi.

Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam menyusun buku pedoman
ini, kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, Maret 2017


Direktur Jenderal P2P

dr. H.Mohamad Subuh, MPPM


NIP 196201191989021001
PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA
DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA vii
BAB I
PENDAHULUAN

A . Latar Belakang

Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi, yaitu bayi, anak
balita, dan ibu hamil. Selain itu, malaria secara langsung menyebabkan anemia
dan dapat menurunkan produktivitas kerja.

Upaya pengendalian malaria di Indonesia yang tertuang dalam Keputusan


Menteri Kesehatan Indonesia No.293/Menkes/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009
tentang Eliminasi Malaria di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai tahun 2030.
Komitmen eliminasi malaria ini sejalan dengan komitmen global yang dihasilkan
pada pertemuan World Health Assembly (WHA) ke 60 pada tahun 2007 di Geneva
tentang eliminasi malaria bagi setiap negara anggotanya dan kesepakatan
Regional Asia Pacific Malaria Elimination Network (APMEN) tahun 2014.
Komitmen eliminasi malaria ini didukung oleh Menteri Dalam Negeri melalui Surat
Edaran Mendagri No.443.41/465/SJ tahun 2010 tentang pelaksanaan program
eliminasi malaria di Indonesia. Komitmen pemerintah ditunjukkan salah satunya
dalam indikator RPJMN 2015-2019 yaitu jumlah Kabupaten/kota mencapai status
eliminasi dan di dalam Renstra Kemenkes 2015-2019 yaitu jumlah
Kabupaten/kota dengan API< 1 per 1000 penduduk.

Selama priode 2011-2016 kejadian malaria (API) diseluruh Indonesia cenderung


menurun yaitu 1,75 per 1000 penduduk (tahun 2011) menjadi 0,84 per 1000
penduduk (tahun 2016). Jumlah seluruh kasus malaria sebanyak 218.450 dan
83% kasus berasal dari Provinsi Papua, Papua Barat dan NTT yang merupakan
provinsi dengan API Malaria tertinggi pada tahun 2016. Dari total 258,9 juta
penduduk Indonesia pada tahun 2016 sejumlah 178,7 juta penduduk (69%)

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 1
tinggal di daerah bebas penularan malaria, sedangkan yang tinggal di daerah
risiko tinggi sebanyak 4,8 juta jiwa (2%).

Dari hasil Riskesdas 2010 didapatkan bahwa rumah tangga yang memanfaatkan
puskesmas untuk pemeriksaan malaria sebesar 63,3%, sisanya adalah ke
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya seperti dokter praktik mandiri, klinik swasta,
klinik organisasi kemasyarakatan, klinik perusahaan swasta dan lain-lain.
Sementara itu, masih banyak perusahaan swasta khususnya didaerah endemis
malaria yang belum tercakup dalam pembagian kelambu ataupun pelaksanaan
pengendalian vektor malaria sebagai upaya pencegahan.

Salah satu pilar untuk mencapai eliminasi malaria adalah menjamin universal
akses dalam pencegahan, diagnosis dan pengobatan, sehingga diperlukan
keterlibatan semua sektor terkait termasuk swasta. Dengan demikian perlu
dilakukan ekspansi layanan malaria dalam bentuk jejaring kemitraan antara
pemerintah dan swasta, dengan kendali dan dukungan pemerintah.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu disusun pedoman Jejaring


Kemitraan Pemerintah-Swasta dalam layanan pengendalian Malaria.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Meningkatnya upaya pencegahan dan tata laksana kasus malaria melalui
peningkatan akses pelayanan sehingga menjadi lebih efektif dan efisien.

2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya kualitas pencegahan, diagnosis, pengobatan dan
dukungan pasien malaria.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


2 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
b. Meningkatnya penemuan kasus dan mengurangi keterlambatan
diagnosis malaria.
c. Meningkatnya akses terhadap upaya pencegahan dan tata laksana kasus
malaria
d. Mengurangi biaya perawatan dan perlindungan bagi masyarakat miskin.
e. Tersedianya data kasus malaria
f. Meningkatnya kapasitas manajemen dalam pengendalian malaria.

C. Sasaran
1. Lintas Program/Sektor, Pemerintah-Swasta.
2. Organisasi Profesi, Organisasi Kemasyarakatan.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dan Swasta.

D. Ruang lingkup
Pedoman ini meliputi pembahasan tentang upaya pencegahan dan
tatalaksana kasus. Upaya pencegahan terdiri dari pengendalian vektor
termasuk manajemen lingkungan dan promosi kesehatan. Ruang lingkup
tatalaksana kasus meliputi diagnosis, pengobatan, rujukan dan pemantauan
pengobatan.

E. Pengertian
Jejaring Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS) adalah layanan pemerintah-
swasta yang merupakan pendekatan komprehensif pelibatan semua fasilitas
layanan kesehatan dalam melakukan layanan pencegahan malaria dan tata
laksana kasus malaria. KPS meliputi semua bentuk kolaborasi pemerintah-
swasta dan swasta-swasta dengan tujuan menjamin akses layanan malaria
yang bermutu dan berkesinambungan bagi masyarakat. KPS juga diterapkan
pada kolaborasi pemeriksaan laboratorium, apotek dan kolaborasi upaya
pengendalian malaria dengan penyakit tular vektor lainnya.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 3
BAB II
KEBIJAKAN DAN STRATEGI

A . Kebijakan

1. Pencegahan penularan malaria melalui manajemen vektor terpadu dan upaya


lain yang terbukti efektif, efisien dan aman.
2. Promosi program dilakukan dengan memanfaatkan kemitraan dan
memperkuat upaya kesehatan berbasis masyarakat.
3. Diagnosis malaria harus dilakukan dengan konfirmasi Laboratorium
mikroskop atau tes diagnosis cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT).
4. Pengobatan menggunakan terapi kombinasi berbasis Artemisinin
(Artemisinin-based Combination Therapy/ACT) sesudah konfirmasi
laboratorium.
5. Layanan tatalaksana kasus malaria dilaksanakan oleh seluruh fasilitas
Pelayanan Kesehatan termasuk swasta dan dilakukan secara terintegrasi ke
dalam sistem layanan kesehatan dasar dan layanan kesehatan rujukan.
6. Pengembangan dan peningkatan sistem informasi secara cepat.

B . Strategi

1. Melakukan komunikasi, advokasi dan sosialisasi kepada pemangku


kepentingan dan masyarakat.
2. Meningkatkan komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam mendukung
jejaring layanan tata laksana malaria termasuk regulasi dan pembiayaan.
3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam pencegahan dan
penatalaksanaan kasus malaria.
4. Menjamin dan meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana terkait
dengan pengendalian malaria.
5. Menggalang pembiayaan dari berbagai sumber.
6. Penguatan sistem informasi yang akurat, cepat dan mudah diakses.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


4 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
BAB III
JEJARING KEMITRAAN DALAM PENCEGAHAN
DAN TATA LAKSANA KASUS MALARIA

Program pengendalian malaria memerlukan peran sektor swasta sebagai mitra


dalam pengendalian malaria terutama upaya pencegahan dan tata laksana kasus
malaria. Kegiatan pencegahan malaria ditujukan terhadap upaya pengendalian
faktor risiko penularan seperti: vektor malaria, tempat perindukan vektor dan
pemberdayaan masyarakat. Cara pengendalian terhadap vektor dan lingkungan
tempat perindukan dapat dilakukan secara fisik (mekanis), kimiawi maupun
biologik. Pengendalian secara fisik (mekanis) adalah upaya mengurangi/
menghilangkan tempat perindukan vektor seperti: modifikasi dan manipulasi
lingkungan (pembersihan lumut, penanaman bakau, pengeringan, reklamasi
bekas galian tambang, penggunaan kelambu, pemasangan kawat kasa, dan lain-
lain). Pengendalian secara biologik antara lain menggunakan ikan pemakan larva,
sedangkan pengendalian secara kimiawi menggunakan insektisida atau
larvasida, serta kelambu anti nyamuk. Upaya pencegahan penularan malaria
terhadap masyarakat dapat dilakukan melalui penggunaan kelambu anti nyamuk,
serta penyuluhan terutama terhadap kelompok rentan (ibu hamil, balita),
masyarakat yang bepergian ke daerah endemis malaria.

Kegiatan tata laksana kasus malaria meliputi diagnosis, pengobatan, rujukan, dan
pemantauan pengobatan. Kegiatan pencegahan dan tata laksana kasus malaria
dilaksanakan secara terintegrasi dengan mitra terkait dalam jejaring layanan
pengendalian malaria.

Beberapa Provinsi sudah melaksanakan kegiatan tersebut seperti Provinsi


Papua Barat. Adanya edaran dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat
kepada seluruh apotek, untuk menerima ACT dari Instalasi farmasi Dinas
Kesehatan dan ACT diberikan secara cuma-cuma kepada pasien yang

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 5
menyerahkan hasil pemeriksaan malaria yang positif baik secara mikroskopis
atau menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT). Di Kabupaten Teluk Bintuni-
Provinsi Papua Barat, malaria control dengan CSR dari Perusahaan LNG
mengemas ulang ACT dengan pemberian warna yang berbeda pada kemasan
obat anti malaria berdasarkan skala berat badan sesuai dosis/jumlah tablet ACT,
serta pemberian warna yang berbeda pada timbangan badan berdasarkan skala
berat badan. Di Kabupaten Sikka-Provinsi NTT, terbentuk organisasi
kemasyarakatan terkait malaria termasuk pembentukan laskar jentik yang terdiri
dari murid-murid sekolah dasar yang membantu dalam penemuan jentik nyamuk
penyebab malaria dilingkungan sekolah dan lingkungan sekitar tempat tinggal. Di
kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah, dokter praktik mandiri sudah
berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya dalam pemberian
ACT pada pasien malaria. Setiap pasien yang diduga malaria yang datang
ketempat praktik dilakukan pemeriksaan darah menggunakan Rapid Diagnostic
Test (RDT), pasien yang dinyatakan positif malaria, akan diberikan pengobatan
dengan ACT. Pasien yang datang berobat hanya dikenakan biaya konsultasi
dokter dan pemeriksaan darah malaria, sedangkan ACT diperoleh secara gratis,
dan dokter praktik mandiri berkewajiban memberikan laporan bulanan termasuk
kasus malaria kepada Puskesmas di wilayah kerjanya.

Dalam pelaksanaan jejaring KPS perlu terlebih dahulu melakukan identifikasi


mitra potensial serta peran masing-masing mitra terkait dalam layanan upaya
pencegahan dan tatalaksana kasus malaria, sebagai berikut :

A . Pencegahan

1. Identifikasi mitra
a. Mitra yang berperan dalam menangani pencegahan malaria
1) Asosiasi Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia (ASPPHAMI).
2) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


6 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
3) Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).
4) Divisi Kesehatan dari Perusahaan pertambangan, perminyakan,
perkebunan, perikanan, kehutanan dan lain-lain.
5) Asosiasi pengusaha pertambangan, perminyakan, perkebunan,
perikanan, kehutanan, dan lain-lain.
6) Real Estate Indonesia (REI).
7) Organisasi Kemasyarakatan (Nasional dan Internasional).

b. Institusi Pembina upaya pencegahan malaria


1) Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan
Zoonotik (P2PTVZ), Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit (P2P), Kementerian Kesehatan RI.
2) Direktorat Penyehatan Lingkungan, Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI.
3) Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan (BPPSDMK), Kementerian Kesehatan RI.
4) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan RI/Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan
Reservoir Penyakit (BBPPVRP Salatiga).
5) Pusat Kesehatan TNI (Puskes TNI).
6) Pusat Kedokteran Kesehatan POLRI (Pusdokkes POLRI).
7) Balai/Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pencegahan dan
Pengendalian (B/BTKLPP).
8) Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).
9) Dinas Kesehatan Provinsi.
10) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
11) Perguruan Tinggi.

c. Organisasi profesi kesehatan yaitu:


1) Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI).

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 7
2) Perkumpulan Pemberantasan Penyakit Parasitik Indonesia (P4I).
3) Asosiasi Pengendalian Nyamuk Indonesia (APNI).
4) Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI).
5) Persatuan Entomologi Indonesia (PEI).
6) Persatuan Entomologi Kesehatan Indonesia (PEKI).

d. Lintas sektor terkait yaitu:


1) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
2) Kementerian Pertanian.
3) Kementerian Kelautan dan Perikanan.
4) Kementerian Pekerjaan Umum (PU).
5) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
6) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
7) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
8) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi.
9) Kementerian Pariwisata.
10) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

e. Peran serta masyarakat :


1) Kader
2) Tokoh masyarakat, dan lain-lain.

2. Peran mitra
Peran masing-masing mitra dalam jejaring layanan kemitraan pemerintah-
swasta (KPS), sebagai berikut :

a. Asosiasi Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia (ASPPHAMI)


1) Melakukan sosialisasi kepada anggotanya baik dipusat maupun di
cabang untuk menjaga kualitas produk dalam rangka pencegahan
malaria.
2) Mendorong anggotanya agar melakukan koordinasi dengan Dinas
Kesehatan setempat dalam rangka pencegahan malaria dengan
pengendalian vektor sesuai peraturan yang berlaku sesuai
permenkes 374 agar melapor dan mendapat izin dari Dinas
Kesehatan kabupaten/kota.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


8 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
b. Perhimpunan Hotel Dan Restoran Indonesia (PHRI)
1) Melakukan sosialisasi kepada anggotanya untuk melakukan upaya
pencegahan malaria melalui pengendalian vektor termasuk
manajemen lingkungan, kepada pengunjung maupun lingkungan
disekitarnya.
2) Mendorong anggotanya agar melakukan koordinasi dengan Dinas
Kesehatan setempat dalam rangka pencegahan malaria melalui
pengendalian vektor termasuk manajemen lingkungan.

c. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO)


1) Melakukan sosialisasi kepada anggotanya untuk melakukan upaya
pencegahan malaria terhadap karyawan dan masyarakat
disekitarnya melalui pengendalian vektor dan manajemen
lingkungan.
2) Mendorong anggotanya agar melakukan koordinasi dengan Dinas
Kesehatan setempat dalam rangka pencegahan malaria melalui
pengendalian vektor termasuk manajemen lingkungan.
3) Mendorong anggotanya agar dalam melakukan aktifitas atau
sesudahnya tidak menimbulkan tempat perindukan nyamuk malaria.

d. Asosiasi pengusaha pertambangan, perminyakan, perkebunan,


perikanan, kehutanan.
1) Melakukan sosialisasi kepada anggotanya untuk melakukanupaya
pencegahan malaria terhadap karyawan dan masyarakat
disekitarnya melalui pengendalian vektor dan manajemen
lingkungan.
2) Mendorong anggotanya agar melakukan koordinasi dengan Dinas
Kesehatan setempat dalam rangka pencegahan malaria melalui
pengendalian vektor termasuk manajemen lingkungan.
3) Mendorong anggotanya agar dalam melakukan aktifitas atau
sesudahnya tidak menimbulkan tempat perindukan nyamuk malaria.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 9
e. Real Estate Indonesia (REI)
1) Melakukan sosialisasi kepada anggotanya untuk melakukan upaya
pencegahan malaria terhadap karyawan dan masyarakat di
sekitarnya melalui pengendalian vektor dan manajemen lingkungan.
2) Mendorong anggotanya agar melakukan koordinasi dengan Dinas
Kesehatan setempat dalam rangka pencegahan malaria melalui
pengendalian vektor termasuk manajemen lingkungan.
3) Mendorong anggotanya agar dalam melakukan aktifitas atau
sesudahnya tidak menimbulkan tempat perindukan nyamuk malaria.

f. Organisasi Kemasyarakatan (Nasional dan Internasional)


1) Melakukan sosialisasi kepada masyarakat dalam upaya
pencegahan malaria.
2) Melakukan upaya pencegahan malaria bersama masyarakat.
3) Melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat.

3. Institusi Pembina
a. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan
Zoonotik (P2PTVZ), Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit (P2P), Kementerian Kesehatan RI.
1) Menyusun NSPK (Norma, standar, prosedur, kebijakan).
2) Melakukan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait
di tingkat Pusat.
3) Melakukan perencanaan, penyediaan dan pendistribusian logistik.
4) Melakukan bimbingan teknis dan monitoring evaluasi.

b. Direktorat Penyehatan Lingkungan, Ditjen Kesehatan Masyarakat,


Kementerian Kesehatan RI.
1) Menyusun NSPK (Norma, standar, prosedur, kebijakan) dalam hal
pencegahan malaria yang berkaitan dengan manajemen
lingkungan.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


10 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
2) Melakukan bimbingan teknis dan monitoring evaluasi.

c. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia


Kesehatan (BPPSDMK, Kementerian Kesehatan RI).
1) Menjamin kuantitas dan kualitas tenaga entomolog kesehatan.
2) Melakukan bimbingan teknis dan monitoring evaluasi.

d. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI


(Balitbangkes)/ Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Penyakit
Vektor dan Reservoir (BBPPVRP).
1) Melakukan kajian tentang efikasi insektisida dan resistensi vektor.
2) Sebagai laboratorium rujukan untuk mendukung surveilans vektor
berbasis laboratorium.
3) Melakukan pengembangan/inovasi teknologi baru untuk
pengendalian vektor malaria.

e. Pusat Kesehatan (Puskes) TNI, Direktorat Kesehatan Angkatan Darat


(DITKESAD), Direktorat Kesehatan Angkatan Udara (DITKESAU),
Direktorat Kesehatan Angkatan Laut (DITKESAL).
1) Melakukan upaya pencegahan malaria di lingkungan TNI.
2) Membuat perencanaan kebutuhan kelambu berinsektisida dan
menjamin ketersediaannya.
3) Melakukan bimbingan teknis dan monitoring evaluasi.

f. Pusat Kedokteran Kesehatan (PUSDOKKES) POLRI


1) Melakukan upaya pencegahan malaria di lingkungan POLRI.
2) Membuat perencanaan kebutuhan kelambu berinsektisida dan
menjamin ketersediaannya.
3) Melakukan bimbingan teknis dan monitoring evaluasi.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 11
g. Balai/Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pencegahan dan
Pengendalian (B/BTKLPP).
1) Melakukan monitoring efikasi Insektisida dan resistensi vektor.
2) Melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat.

h. Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).


1) Melakukan surveilans vektor malaria di wilayah kerjanya.
2) Melakukan pengendalian vektor di wilayah kerjanya.

i. Dinas Kesehatan Provinsi


1) Melakukan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait
di tingkat Provinsi dalam rangka pencegahan malaria.
2) Membuat MOU/perjanjian kerja sama atau surat keputusan kepala
Dinas Kesehatan dengan mitra dalam upaya pencegahan malaria.
3) Melakukan perencanaan, penyediaan dan pendistribusian logistik
pengendalian vektor dalam upaya pencegahan malaria seperti:
LLINs, Insektisida, Spray Can, Mist Blower, dan lain-lain.
4) Melakukan pengawasan, bimbingan teknis dan monitoring evaluasi.

j. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


1) Melakukan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait
di tingkat Kabupaten/Kota dalam rangka pencegahan malaria.
2) Membuat MOU/perjanjian kerja sama atau surat keputusan kepala
Dinas Kesehatan dengan mitra dalam upaya pencegahan malaria.
3) Melakukan perencanaan, penyediaan dan pendistribusian logistik
pengendalian vektor dalam upaya pencegahan malaria seperti:
LLINs, Insektisida, Spray Can, Mist Blower, dan lain-lain.
4) Melakukan pemetaan, intervensi dan pengawasan daerah-daerah
reseptif malaria.
5) Melakukan pengawasan, bimbingan teknis dan monitoring evaluasi.

k. Perguruan Tinggi
1) Melakukan kajian tentang upaya pencegahan malaria.
2) Melakukan pengembangan/inovasi teknologi baru untuk
pengendalian vektor malaria.
PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA
12 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
l. Organisasi Profesi
Organisasi profesi berperan dalam upaya pencegahan malaria sesuai
dengan bidang keahliannya masing-masing.

4. Lintas sektor terkait

a. Kementerian Dalam Negeri (KEMENDAGRI)


1) Menerbitkan surat edaran tentang tersedianya anggaran yang
menjamin terlaksananya upaya pengendalian malaria.
2) Menerbitkan regulasi kepada pemerintah daerah agar memasukkan
klausal pengendalian malaria saat memberikan izin usaha membuka
lahan (pertambangan, perkebunan, perikanan, dan lain-lain).

b. Kementerian Pertanian
Berkoordinasi dengan sektor kesehatan tentang upaya yang terkait
dengan pengendalian malaria di lokasi perkebunan baru (misalnya di
perkebunan sawit).

c. Kementerian Kelautan dan Perikanan


Berkoordinasi dengan sektor kesehatan tentang upaya yang terkait
dengan pengendalian malaria didaerah pesisir diantaranya: tambak
udang, ikan dan reboisasi bakau.

d. Kementerian Pekerjaan Umum (PU)


Menerbitkan surat edaran tentang upaya pengendalian malaria
khususnya di daerah endemis malaria dalam penyediaan air bersih.

e. Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM)


Menerbitkan surat edaran tentang upaya pengendalian malaria dilokasi
pertambangan (sebelum dan setelah operasional) antara lain pada saat
pembukaan berkaitan dengan perubahan lingkungan yang akan
menimbulkan tempat perindukan baru dan perlunya reklamasi setelah
selesainya kegiatan pertambangan.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 13
f. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
1) Menerbitkan surat edaran agar memasukkan upaya pengendalian
malaria dalam AMDAL.
2) Memasukkan upaya pengendalian vektor malaria ke dalam salah
satu komponen penilaian Adipura khususnya di daerah endemis
malaria.

g. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


Memasukkan kegiatan pengendalian vektor malaria dalam kegiatan
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)/Dokter Kecil.

h. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi


Berkoordinasi dengan sektor kesehatan tentang upaya pencegahan
malaria di wilayah pedesaan khususnya di daerah desa tertinggal.

I. Kementerian Pariwisata
Menginformasikan kepada wisatawan tentang upaya pencegahan
malaria.

j. Kementerian Tenaga Kerja danTransmigrasi


Berkoordinasi dengan sektor kesehatan tentang upaya pencegahan
malaria di khususnya di daerah transmigrasi

Gambar 1
Bagan jejaring kemitraan pemerintah-swasta dalam pencegahan malaria

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


14 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
B. Tata laksana kasus malaria

1. Identifikasi mitra

a. Mitra yang berperan dalam tata laksana kasus malaria (diagnosis,


pengobatan, rujukan dan pemantauan pengobatan) adalah:
1) Rumah Sakit TNI/POLRI/BUMN.
2) Rumah Sakit Swasta.
3) Klinik Swasta (termasuk poliklinik BUMN, Organisasi
kemasyarakatan).
4) Dokter Praktik Mandiri.
5) Laboratorium swasta.
6) Apotek swasta.

b. Institusi Pembina tatalaksana kasus malaria


1) Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan
Zoonotik (Dit. P2PTVZ), Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P), Kementerian Kesehatan RI.
2) Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan, Direktorat Jenderal
Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
3) Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer, Direktorat Jenderal
Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
4) Direktorat Mutu dan Akreditasi, Direktorat Jenderal Pelayanan
Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
5) Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan,
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian
Kesehatan RI.
6) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(BALITBANGKES), Kementerian Kesehatan RI.
7) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
8) Pusat Kesehatan (Puskes) TNI/Dinas Kesehatan Angkatan Pusat
Kesehatan Angkatan Darat (PUSKESAD), Direktorat Kesehatan
Angkatan Udara (DITKESAU), Direktorat Kesehatan Angkatan Laut
(DITKESAL).

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 15
9) Dinas Kesehatan Angkatan di Tingkat Provinsi (Kakes Dam/Kakes
Koopsau/Kakes Lantamal).
10) Pusat Kedokteran Kesehatan (Pusdokkes POLRI).
11) Kedokteran Kesehatan POLRI di Tingkat Provinsi (Biddokkes
POLDA).
12) Balai/Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pencegahan dan
Pengendalian (B/BTKLPP).
13) Balai Besar Laboratorium Kesehatan/Labkesda (B/BLK).
14) Dinas Kesehatan Provinsi.
15) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

c. Organisasi profesi kesehatan yaitu:


1) Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
2) Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI).
3) Perhimpunan Ahli Tropical Medicine Indonesia (PETRI).
4) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
5) Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI).
6) Perhimpunan Parasitologi klinik (PARKI).
7) Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik (PDSPATKLIN).
8) Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
9) Ikatan Apoteker Indonesia/Persatuan Ahli Farmasi Indonesia
(IAI/PAFI).
10) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
11) Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan Indonesia
(PATELKI).
12) Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI).
13) Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).
14) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI).

Fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak mampu melakukan pemantauan


pengobatan, dapat merujuk ke fasilitas yang mampu melakukan pemantauan
pengobatan sesuai standar. Misalnya klinik swasta/Dokter Praktik Mandiri
(DPM), dan lain-lain yang melakukan diagnosis dan pengobatan terhadap
pasien malaria, melakukan rujukan untuk pemantauan pengobatan
PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA
16 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai (mempunyai fasilitas
pemeriksaan laboratorium secara mikroskopis).

2. Peran mitra
Dalam pelaksanaan Kemitraan pemerintah-swasta untuk tata laksana kasus
malaria diperlukan peran masing-masing mitra agar dapat berjalan dengan
optimal. Peran masing-masing mitra adalah sebagai berikut:

Fasilitas Pelayanan Kesehatan

a. RUMAH SAKIT TNI/POLRI/BUMN


1. Menyusun prosedur dan alur pelayanan rawat jalan dan rawat inap.
2. Melakukan diagnosis, pengobatan, perawatan dan pemantauan
pengobatan.
3. Melaksanakan mekanisme rujukan ke rumah sakit rujukan yang
ditunjuk.
4. Melakukan pemantapan mutu laboratorium berkoordinasi dengan
laboratorium. rujukan yang ditunjuk (Labkesda, B/BLK, Malaria
Center).
5. Pencatatan dan pelaporan kasus dan logistik malaria.

b. Rumah Sakit Swasta


1. Menyusun prosedur dan alur pelayanandirawat jalan dan rawat inap.
2. Melakukan diagnosis, pengobatan, perawatan dan pemantauan
pengobatan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat
(terutama dalam mengakses obat anti malaria/OAM).
3. Melaksanakan mekanis merujukan kerumah sakit rujukan yang
ditunjuk.
4. Melakukan pemantapan mutu laboratorium berkoordinasi dengan
laboratorium rujukan yang ditunjuk (Labkesda, B/BLK, Malaria
Center).
5. Pencatatan dan pelaporan kasus dan logistik malaria.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 17
c. Klinik Swasta (termasuk poliklinik BUMN, Klinik Kesehatan Polres/Polsek,
Polkes AD/Balai Pengobatan Pangkalan AL, Klinik/Balai Pengobatan
Lanud, Organisasi kemasyarakatan)
1. Melakukan diagnosis dan pengobatan berkoordinasi dengan Dinas
Kesehatan atau Puskesmas setempat (terutama dalam mengakses
obat anti malaria/OAM). Pada tahap awal RDT akan disediakan
pemerintah pusat melalui Dinas Kesehatan setempat untuk Klinik
Swasta terutama bagi Kawasan Timur Indonesia, untuk
meningkatkan penemuan kasus dan pengobatan, sehingga kasus
malaria diharapkan dapat terus menurun.
2. Bagi klinik di lingkungan TNI/POLRI yang mempunyai fasilitas
laboratorium mikroskopis malaria, dapat melakukan pemantauan
pengobatan.
3. Melaksanakan mekanisme rujukan kerumah sakit rujukan yang
ditunjuk.
4. Melakukan pemantapan mutu laboratorium (jika ada) berkoordinasi
dengan laboratorium rujukan yang ditunjuk (Labkesda, B/BLK,
Malaria Center).
5. Pencatatan, pelaporan kasus dan logistik malaria.

d. Dokter Praktik Mandiri


1. Melakukan diagnosis dan pengobatan berkoordinasi dengan Dinas
Kesehatan atau Puskesmas setempat (terutama dalam mengakses
obat anti malaria/OAM) bagi yang mempunyai sarana diagnostik.
2. Melaksanakan mekanisme rujukan ke puskesmas atau rumah sakit
rujukan yang ditunjuk.
3. Bagi dokter praktek mandiri yang tidak mempunyai sarana
diagnostik, dapat merujuk pasien untuk pemeriksaan laboratorium
ke Laboratorium yang ditunjuk atau puskesmas.
4. Pencatatan dan pelaporan kasus dan logistik malaria ke puskesmas.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


18 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
e. Laboratorium swasta
1. Melakukan diagnosis.
2. Bagi analis di laboratorium swasta, memiliki Kompetensi Tingkat
Advance
3. Melakukan pemantapan mutu berkoordinasi dengan laboratorium
rujukan yang ditunjuk (Laboratorium Kesehatan Daerah, B/BLK,
Malaria Center).
4. Melakukan pencatatan hasil pemeriksaan dan pelaporan ke Dinas
Kesehatan Provinsi/kabupaten/Kota.

f. Apotek swasta
1. Melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat dalam
penyediaan OAM sesuai regulasi.
2. Melakukan pelayanan kefarmasian untuk malaria berdasarkan
konfirmasi hasil laboratorium.
3. Melakukan pencatatan dan pelaporan OAM.

3. Institusi Pembina

a. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan


Zoonotik (Dit. P2PTVZ), Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P), Kementerian Kesehatan RI.
Menyusun NSPK (Norma, standar, prosedur, kebijakan)
1. Melakukan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait
ditingkat Pusat
2. Melakukan perencanaan, penyediaan dan pendistribusian logistik.
3. Melakukan bimbingan teknis dan monitoring evaluasi

b. Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan, Direktorat Jenderal Pelayanan


Kesehatan (Ditjen Yankes), Kemenkes RI.
1. Menyusun NSPK (Norma, standar, prosedur, kebijakan) terkait tata
laksana malaria (PNPK, penunjukan rumah sakit rujukan).
2. Mengkoordinasikan rumah sakit-rumah sakit (pemerintah dan
swasta) dengan Dinas Kesehatan dalam tata laksana malaria.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 19
3. Melakukan bimbingan teknis dan monitoring evaluasi.

c. Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer, Direktorat Jenderal Pelayanan


Kesehatan (Ditjen Yankes), Kementerian Kesehatan RI.
1. Menyusun NSPK (Norma, standar, prosedur, kebijakan) terkait tata
laksana malaria di fasilitas layanan kesehatan primer (Puskesmas,
klinik swasta, dokter praktik mandiri) sesuai dengan regulasi yang
berlaku.
2. Mengkoordinasikan Fasilitas Layanan Kesehatan primer
(Puskesmas, klinik swasta, dokter praktik mandiri) terkait dengan tata
laksana malaria.
3. Melakukan bimbingan teknis dan monitoring evaluasi.

d. Direktorat Mutu dan Akreditasi, Direktorat Jenderal Pelayanan


Kesehatan, Kemenkes RI.
1. Menyusun NSPK (Norma, standar, prosedur, kebijakan) terkait
pemantapan mutu laboratorium malaria dan memasukkan
komponen malaria dalam akreditasi di fasilitas layanan kesehatan
(rumah sakit, Puskesmas dan laboratorium) baik pemerintah maupun
swasta.
2. Melakukan bimbingan teknis dan monitoring evaluasi.

e. Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan


1. Menyusun NSPK (Norma, Standar, Prosedur, Kebijakan) terkait
pengelolaan OAM
2. Melakukan koordinasi dalam pengelolaan OAM sampai ke tingkat
fasilitas layanan kesehatan
3. Menjamin ketersediaan OAM sampai ke tingkat fasilitas layanan
kesehatan.
4. Melakukan bimbingan teknis dan monitoring evaluasi .

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


20 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
f. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (BALITBANGKES)
Kemenkes RI.
1. Melakukan kajian tentang efikasi dan resistensi OAM.
2. Melakukan jaminan mutu alat diagnostik RDT.
3. Sebagai laboratorium rujukan untuk PCR.
4. Melakukan pengembangan/inovasi teknologi baru untuk diagnosis
dan pengobatan malaria.

g. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)


1. Melakukan pengawasan terhadap OAM yang beredar.
2. Melakukan jaminan mutu OAM (termasuk farmakovigilans).

h. Pusat Kesehatan (Puskes) TNI, Pusat Kesehatan Angkatan Darat


(PUSKESAD), Direktorat Kesehatan Angkatan Udara (DITKESAU),
Direktorat Kesehatan Angkatan Laut (DITKESAL).
1. Mengkoordinasikan fasilitas layanan kesehatan di lingkungan TNI
dalam tata laksana malaria.
2. Membuat perencanaan kebutuhan OAM dan menjamin ketersediaan
OAM serta alat diagnostik malaria di Rumah Sakit TNI.
3. Melakukan bimbingan teknis, pengawasan dan monitoring evaluasi.

i. Pusat Kedokteran Kesehatan (Pusdokkes) POLRI.


1. Mengkoordinasikan fasilitas layanan kesehatan di lingkungan POLRI
dari tingkat pusat hingga ke daerah dalam tata laksana malaria.
2. Membuat perencanaan kebutuhan OAM dan menjamin ketersediaan
OAM serta alat diagnostik malaria di Rumah Sakit POLRI.
3. Melakukan bimbingan teknis, pengawasan dan monitoring evaluasi.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 21
j. Balai/Besar Teknik Kesehatan Lingkungan PP (B/BTKLPP).
1. Melakukan kajian tentang efikasi dan resistensi OAM.
2. Sebagai laboratorium rujukan regional untuk pemeriksaan malaria.
3. Melakukan uji silang (crosscheck).

k. Balai/Besar Laboratorium Kesehatan (B/BLK).


1. Sebagai laboratorium rujukan Regional untuk pemeriksaan malaria.
2. Menyelenggarakan pemantapan mutu eksternal (PME) laboratorium
baik pemerintah maupun swasta.
3. Melakukan uji silang (cross check) terhadap laboratorium Provinsi.
4. Melakukan penilaian dan pembinaan terhadap laboratorium rujukan
tingkat provinsi.

l. Balai Laboratorium Kesehatan/Laboratorium Kesehatan Daerah (BLK/


LABKESDA)
1. Sebagai laboratorium rujukan Provinsi, Kabupaten/Kota untuk
pemeriksaan malaria.
2. Mengikuti Pemantapan Mutu Eksternal (PME) laboratorium.
3. Melakukan pembinaan terhadap laboratorium rujukan
Kabupaten/Kota, Laboratorium fasilitas layanan kesehatan
Pemerintah maupun swasta.
4. Melakukan uji silang (cross check) terhadap laboratorium
Kabupaten/Kota.

m. Dinas Kesehatan Provinsi


1. Melakukan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait
di tingkat Provinsi.
2. Membuat MOU/perjanjian kerjasama atau surat keputusan kepala
Dinas Kesehatan dengan fasilitas pelayanan kesehatan swasta
dalam tata laksana kasus malaria.
3. Melakukan perencanaan dan pendistribusian OAM.
4. Melakukan perencanaan, penyediaan dan pendistribusian bahan
dan alat laboratorium termasuk RDT.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


22 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
5. Melakukan pengawasan, bimbingan teknis dan monitoring evaluasi.

n. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


1. Melakukan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait
di tingkat Kabupaten/Kota.
2. Membuat MOU/perjanjian kerjasama atau surat keputusan kepala
Dinas Kesehatan dengan fasilitas pelayanan kesehatan swasta
dalam tata laksana kasus malaria di wilayah kerja Kabupaten/Kota.
3. Melakukan perencanaan dan pendistribusian OAM.
4. Melakukan perencanaan, penyediaan dan pendistribusian bahan
dan alat laboratorium termasuk RDT.
5. Melakukan pengawasan, bimbingan teknis dan monitoring evaluasi.

4. Organisasi Profesi

a. Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam


Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Ahli Tropical Medicine Indonesia
(PETRI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia (POGI).
1. Melakukan sosialisasi tentang tata laksana kasus malaria sesuai
pedoman nasional kepada seluruh anggotanya melalui seminar,
workshop dan pertemuan ilmiah lainnya.
2. Melakukan bimbingan dan supervisi bersama-sama dengan
Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat.

b. Perhimpunan Dokter Spesialis Parasitologi Klinik (PDS PARKI).


1. Melakukan sosialisasi tentang diagnosis kasus malaria sesuai
pedoman nasional kepada seluruh anggotanya melalui seminar,
workshop dan pertemuan ilmiah lainnya.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 23
2. Melakukan bimbingan dan supervisi bersama-sama dengan
Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat.

c. Ikatan Bidan Indonesia (IBI)


1. Melakukan sosialisasi tentang diagnosis kasus malaria standar
kepada seluruh anggotanya melalui seminar, workshop dan
pertemuan ilmiah lainnya.
2. Menyelenggarakan Pemantapan Mutu Eksternal (PME)
laboratorium swasta.
3. Melakukan bimbingan dan supervisi bersama-sama dengan
Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat.

d. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)


1. Melakukan sosialisasi kepada seluruh anggotanya tentang asuhan
keperawatan klien malaria.
2. Memasukkan asuhan keperawatan malaria ke dalam mata ajar
keperawatan medikal bedah.
3. Memasukkan komponen pelayanan perawatan klien malaria
termasuk penemuan kasus dan pemantauan pengobatan malaria
dalam Satuan Kredit Profesi (SKP) Perawat vokasional dan
profesional (ahli madya, nurse, spesialis dan doktoral).
4. Melakukan bimbingan dan supervisi bersama-sama dengan
Kementerian Kesehatan dan atau Dinas Kesehatan setempat.

e. Ikatan Apoteker Indonesia/Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (IAI/PAFI)


1. Melakukan sosialisasi tentang pelayanan kefarmasian OAM yaitu:
Pengkajian Resep, Dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO),
Konseling, Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan Monitoring Efek
Samping Obat (MESO) kepada seluruh anggotanya.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


24 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
2. Memasukkan komponen pelayanan kefarmasian malaria dalam
Satuan Kredit Profesi (SKP).
3. Melakukan verifikasi dan memberikan reward berupa Satuan Kredit
Profesi (SKP) atau bentuk lain kepada seluruh anggotanya.
4. Melakukan bimbingan dan supervisi bersama-sama dengan
Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat.

f. Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia (PATELKI)


1. Melakukan sosialisasi tentang diagnosis kasus malaria standar
kepada seluruh anggotanya melalui seminar, workshop dan
pertemuan ilmiah lainnya.
2. Melakukan verifikasi dan memberikan reward berupa Satuan Kredit
Profesi (SKP) atau bentuk lain kepada seluruh anggotanya.
3. Menyelenggarakan uji kompetensi pemeriksaan laboratorium
malaria untuk semua anggotanya.
4. Mengeluarkan sertifikat uji kompetensi mikroskopis malaria.
5. Melakukan bimbingan dan supervisi bersama-sama dengan
kementerian kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat.

g. Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)


1. Melakukan sosialisasi tentang kebijakan program dan tatalaksana
kasus malaria di rumah sakit.
2. Mendorong seluruh rumah sakit untuk berkoordinasi dengan Dinas
Kesehatan setempat terkait tatalaksana kasus malaria.

h. Assosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO)


1. Melakukan sosialisasi tentang kebijakan program dan tata laksana
kasus malaria.
2. Mendorong perusahaan-perusahaan anggota APINDO khususnya

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 25
yang berada di daerah endemis malaria untuk berkoordinasi dengan
Dinas Kesehatan setempat dalam tata laksana kasus malaria di
wilayah kerjanya.

i. Ikatan Laboratorium Klinik Indonesia (ILKI)


1. Melakukan sosialisasi tentang pemeriksaan laboratorium malaria.
2. Mendorong seluruh laboratorium untuk berkoordinasi dengan Dinas
Kesehatan dan Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda)
setempat terkait pemeriksaan laboratorium malaria.

Selanjutnya digambarkan bentuk jejaring layanan kemitraan pemerintah-


swasta (KPS) dalam upaya pencegahan dan tatalaksana kasus malaria.

Gambar 2
Bagan jejaring kemitraan pemerintah-swasta dalam tata laksana kasus malaria

JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM TATA LAKSANA KASUS MALARIA

Dinkes Kab/Kota

Keterangan :
Alur Berobat

Alur Pemeriksaan Laboratorium

Alur Permintaan Obat dan/atau Alur Pelaporan

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


26 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
BAB IV
LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN

Upaya pengendalian malaria tidak dapat dilakukan sendiri oleh sektor kesehatan
melainkan harus dilakukan secara kemitraan bersama sektor terkait termasuk
organisasi kemasyarakatan dengan memberdayakan masyarakat.

Langkah-langkah untuk membangun jejaring kemitraan sebagai berikut :

A. Persiapan

1. Analisa situasi
Analisa situasi meliputi hal-hal yang terkait dengan masalah program,
perilaku, dukungan politis, peran serta masyarakat dan dukungan mitra
terkait.

a. Identifikasi masalah
Langkah awal sebelum melakukan kegiatan adalah mengenal masalah
dengan benar, spesifik dan lengkap dengan cara mengidentifikasi
masalah dengan mengkaji kesenjangan atau gap antara target program
dan hasil yang dicapai pada periode tertentu. Tujuan tahap ini adalah
untuk mengenal dan merumuskan masalah yang dihadapi secara tepat,
lengkap dan benar.
Suatu pokok masalah dapat menjadi lebih jelas apabila dirumuskan
dengan baik menyangkut:
1) Apa masalahnya.
2) Siapa yang terlibat dalam masalah tersebut.
3) Siapa/apa yang menjadi penyebabnya.
4) Dimana masalah tersebut terjadi.
5) Kapan masalah tersebut terjadi.
6) Mengapa masalah tersebut terjadi.
7) Bagaimana besar masalah atau bagaimana penyimpangan terjadi.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 27
Dengan demikian output tahap pengenalan masalah adalah
diperolehnya rumusan masalah. Dengan rumusan masalah yang
baik dapat dicari penyebab masalah yang lebih tajam.

b. Perumusan prioritas masalah


Berdasarkan rumusan masalah, dilakukan analisis untuk mengetahui
faktor-faktor penyebab, kontribusi terhadap timbulnya kesenjangan dan
peluang-peluang untuk mengatasinya secara kemitraan. Mengenal dan
merumuskan masalah tidak dapat dilakukan dengan hanya
mengembangkan asumsi masalah tetapi dengan dirumuskan melalui
kajian epidemiologi dengan menggunakan data primer dan atau
sekunder. Hasil dari tahapan alisis masalah ini adalah diperolehnya
prioritas masalah yang dapat diselesaikan bersama dengan mitra terkait.

2. Identifikasi Mitra
Berdasarkan hasil identifikasi kemungkinan peluang untuk membangun
kemitraan pada malaria dilakukan identifikasi mitra potensial untuk bekerja
sama dalam jejaring KPS dalam layanan pengendalian Malaria. Kegiatan ini
dilaksanakan dengan cara mensosialisasikan kegiatan yang akan
dilaksanakan agar calon mitra memahami dan termotifasi untuk bekerjasama.
Kriteria untuk memilih mitra diantaranya adalah :
- Organisasinya jelas.
- Alamat kantor ada dan jelas.
- Manajemen kegiatan tersedia.
- Mempunyai wilayah dan tempat kerja.
- Mempunyai program kegiatan/program kerja.
- Lebih diutamakan apabila mempunyai pengalaman sebagai mitra dalam
pengendalian malaria atau program kesehatan lainnya dengan hasil yang
baik.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


28 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
3. Advokasi dan Sosialisasi
Advokasi merupakan langkah awal yang sangat diperlukan dalam kemitraan
pemerintah-swasta (KPS) karena kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh
dukungan dan komitmen baik berupa dukungan kebijakan, sarana, tenaga
bahkan dana dan fasilitas lainnya dari para mitra. Advokasi dilakukan pada
semua jenjang administrasi mulai dari tingkat Kelurahan/Desa, Kecamatan,
Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat.
Sosialisasi merupakan salah satu tahapan untuk menginformasikan kegiatan
yang akan dilaksanakan sehingga mitra dapat memahami manfaat yang
dihasilkan sesuai dengan peran yang akan dilaksanakannya. Berdasarkan
hasil sosialisasi dapat diketahui minat dari masing-masing mitra dan kegiatan
yang dapat dilaksanakan sesuai dengan bidang tugas instansi/organisasinya.

4. Menyusun perjanjian kerjasama


Perjanjian kerjasama KPS diatur dan disepakati oleh masing-masing mitra
dalam perjanjian kerja sama agar masing-masing mitra mengetahui dan
menyepakati tugas kewajiban dan tanggung jawabnya dalam pelaksanaan
program. Pembagian peran ini penting untuk dipahami dan disepakati
bersama sebagai dokumen yang resmi.

5. Penyusunan Rencana Kegiatan


Berdasarkan pengaturan peran dari masing-masing mitra serta tugas,
kewajiban dan tanggung jawabnya maka disusun rencana kegiatan yang
akan dilaksanakan. Rencana kegiatan ini harus dipahami dan disepakati
bersama untuk dilaksanakan oleh masing-masing mitra. Penjabaran rencana
kegiatan dalam bentuk yang lebih rinci (waktu, pelaksanaan, pelaksana,
lokasi, dan lain-lain) hendaknya ditulis dan ditempel pada tempat yang mudah
dilihat oleh para mitra.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 29
B . Pelaksanaan

Perencanaan yang sudah disepakati hendaknya dapat dilaksanakan oleh mitra


baik secara sendiri-sendiri maupun terpadu (jejaring) untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Sesama mitra hendaknya dapat melaksanakan kegiatan sesuai
aturan perundangan yang berlaku, dapat memenuhi hak dan kewajibannya sesuai
jadwal waktu yang disepakati bersama. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan
kegiatan perlu dipertimbangkan dukungan teknis (pelatihan, seminar, Job
Training, FGD dan lain-lain) bagi mitra yang memerlukan, dengan kerja sama
antar mitra.

C . Pencatatan dan Pelaporan

1. Pencatatan
a. Sumber Data
1) Data hasil pemeriksaan laboratorium (mikroskopis atau dengan RDT)
2) Data kasus positif malaria.
3) Data pasien yang mendapat pengobatan ACT
4) Data rujukan (hasil diagnosis dan pasien)
5) Data pemantauan pengobatan
6) Data upaya pencegahan (kelambu, pengendalian vektor lainnya).

b. Variabel
1) Jumlah kasus yang ditemukan oleh fasilitas layanan kesehatan.
2) Variabel perekaman data kasus: nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, waktu pemeriksaan, asal penularan.

c. Perekaman dan Pengolahan Data


1) Data penemuan penderita malaria di fasilitas layanan kesehatan.
2) Data penapisan ibu hamil.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


30 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
d. Analisis
1) Jumlah suspek yang diperiksa sediaan darahnya.
2) Jumlah kasus yang positif malaria
3) Jumlah pasien yang diobati dengan ACT

2. Pelaporan
1) Kasus malaria yang ditemukan di fasilitas layanan kesehatan, dilaporkan
ke Dinas Kesehatan kabupaten/kota.
2) Jumlah suspek yang diperiksa sediaan darahnya.
3) Jumlah kasus yang positif malaria
4) Jumlah pasien yang diobati dengan ACT
5) Jika ditemukan kasus positif malaria di fasilitas layanan kesehatan
mitra/swasta, segera dilaporkan ke puskesmas setempat.

C . Monitoring dan Evaluasi

Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai
keberhasilan pelaksanaan program. Pemantauan dilaksanakan secara berkala
dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam
pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan
perbaikan segera.

Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak-waktu (interval) lebih lama, biasanya setiap
6 bulan s/d 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana tujuan dan target
yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam mengukur keberhasilan
tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan
perencanaan program. Masing-masing tingkat pelaksana program (fasilitas
layanan kesehatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat) bertanggung jawab
melaksanakan pemantauan kegiatan pada wilayahnya masing-masing.

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 31
Seluruh kegiatan harus di monitor baik dari aspek masukan (input), proses,
maupun keluaran (output). Cara pemantauan dilakukan dengan melaksanakan
menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas
pelaksana maupun dengan masyarakat sasaran.

Dalam pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi, perlu memperhatikan


pelaksanaan jejaring KPS, antara lain tujuan, sumber data dan indikator, sebagai
berikut:

1. Tujuan

Tujuan monitoring jejaring KPS dalam layanan pengendalian malaria adalah


untuk: (1) memantau proses dan perkembangan implementasi Jaringan
Kemitraan Pemerintah-swasta (KPS) dengan mengacu pada indikator dan
target yang telah ditetapkan; (2) mengidentifikasi masalah dan kesenjangan
pada waktu implementasi KPS malaria; dan (3) mengatasi masalah yang
teridentifikasi dan mengantisipasi dampak dari permasalahan. Menganalisis
relevansi, efisiensi, efektivitas, dampak dan keberlanjutan jejaring KPS dalam
layanan pengendalian malaria untuk memberikan arah kebijakan jejaring KPS
menuju eliminasi.

Selain melakukan kajian evaluasi secara khusus (data primer), juga dengan
memanfaatkan berbagai sumber data sekunder untuk kepentingan evaluasi
jejaring KPS. Data sekunder yang digunakan untuk evaluasi dapat bersumber
dari laporan monitoring jejaring KPS malaria, pelaporan rutin fasilitas
pelayanan kesehatan yang terlibat dalam jejaring KPS (termasuk Rumah
Sakit pemerintah, TNI/POLRI, swasta, BUMN; B/BKPM; Klinik perusahaan &
BUMN).

2. Indikator

Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan program malaria di Jejaring KPS


digunakan beberapa indikator yaitu:

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


32 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
2015 2016 2017 2018 2019
1. Jumlah Kabupaten / Kota yang
menerapkan konsep
2. Jumlah kasus malaria yang
ditangani oleh jejaring KPS
3. Persentase fasilitas layanan
kesehatan (rumah sakit, DPM
klinik swasta dll) yang dapat
melaksanakan jejaring KPS
malaria
4. Persentase Instalasi Farmasi
yang menyediakan obat anti
malaria
5. Persentase laboratorium swasta
yang terlibat pemeriksaan
sediaan darah malaria
6. Jumlah penduduk yang
melakukan upaya pencegahan
(memakai kelambu, dll)

Lampiran :
Formulir pencatatan dan pelaporan Jejaring KPS

1. Pencatatan

Kartu Pasien Register Register Malaria di


Laboratorium Layanan Swasta

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 33
a. Kartu Pasien Malaria di Fasiitas Kesehatan Swasta

KARTU PASIEN MALARIA DI FASYANKES SWASTA

Tanggal : ..................................

1. Nama Faskes :
2. Kecamatan :
3. Kabupaten/Kota :
4. Provinsi :

a. IDENTITAS PASIEN
1. Nama :
2. NIK :
3. Umur :
4. Jenis Kelamin :
5. Hamil/tidak hamil :
6. Alamat lemgkap :

b. DIAGNOSIS MALARIA
1. Metode Pemeriksaan :
Mikroskop
RDT
2. Jenis Parasit :
Pf
Pv
Pm
Po
Pk
Mix
c. PENGOBATAN MALARIA
Jenis obat yang diberikan :
DHP
Primakuin tablet
Artesunat Inj
Artemeter Inj
Kina Tablet
Kina Inj

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


34 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
b. Register Malaria di Layanan Swasta (di daerah eliminasi dan pemeliharaan)
Nama Fasyankes :
Bulan :
Tahun :

Status Jenis
No NIK Nama Pasien Jenis Kelamin Jenis Parasit Pengobatan
Kehamilan Pemeriksaan
1 2 3 4 5 6 7 8

Keterangan :
1. Nomor
2. Nomor Induk Kependudukan
3. Nama Pasien (Jelas)
4. Jenis Kelamin, Pilihan : P (Perempuan) dan L (Laki-laki)
5. Status Kehamilan, Pilihan : H (Hamil) dan TH (Tidak Hamil)
6. Jenis Pemeriksaan, Pilihan : RDT atau Mikroskop

DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA


7. Jenis Parasit, Pilihan : Pf, Pv, Pm, Po, Pmix, Pk

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


8. Pengobatan: Pilihan : DHP, Primakuin, Artesunat Inj, Artemeter Inj, Kina Tablet, Kina Inj (boleh diisi lebih dari satu jenis obat)

Tempat, Tgl/Bulan/Tahun
Mengetahui,
Kepala Fasyankes Yang Membuat Laporan

Ttd Ttd

Nama Nama

35
LAPORAN BULANAN PENEMUAN DAN

Nama Fasyankes :
Tahun :

Metode Diagnosis Positif


No Bulan

Mik RDT 0 - 11 bln 1 - 4 bln 5 - 9 bln 10 - 14 bln 15 - 64 bln


L P L P L P L P L P
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 Januari
2 Februari
3 Maret
4 April
5 Mei
6 Juni
7 Juli
8 Agustus
9 September
10 Oktober
11 November
12 Desember
Total 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Mengetahui,
Kepala Fasyankes

Nama
Penjelasan pengisian
No
1. Nomor
2. Nama
3. Metode diagnostik menggunakan mikroskop
4. Metode diagnostik menggunakan RDT
5. Positif malaria jenis kelamin laki-laki usia 0 - 11 bulan
6. Positif malaria jenis kelamin perempuan usia 0 - 11 bulan
7. Positif malaria jenis kelamin laki-laki usia 1 - 4 tahun
8. Positif malaria jenis kelamin perempuan usia 1 - 4 tahun
9. Positif malaria jenis kelamin laki-laki usia 5 - 9 tahun
10. Positif malaria jenis kelamin perempuan usia 5 - 9 tahun
11. Positif malaria jenis kelamin laki-laki usia 10 - 14 tahun
12. Positif malaria jenis kelamin perempuan usia 10 - 14 tahun
13. Positif malaria jenis kelamin laki-laki usia 15 - 64 tahun

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


36 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
PENGOBATAN MALARIA DI FASYANKES SWASTA

Jenis Parasit Pengobatan

>64 thn Jumlah Ibu Hamil Pf Pv Pm Po Pk Mix ACT


L P L P Total Positif
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Tempat Tgl/Bulan/Tahun

Yang Membuat Laporan

Nama

14. Positif malaria jenis kelamin perempuan usia 15-64 tahun


15. Positif malaria jenis kelamin laki-laki usia >64 tahun
16. Positif malaria jenis kelamin perempuan usia >64 tahun
17. Total positif malaria jenis kelamin laki-laki
18. Total positif malaria jenis kelamin perempuan
19. Total keseluruhan positif malaria
20. Jumlah positif malaria pada ibu hamil
21. Positif malaria dengan jenis parasit Plasmodium Falciparum
22. Positif malaria dengan jenis parasit Plasmodium Vivax
23. Positif malaria dengan jenis parasit Plasmodium Malariae
24. Positif malaria dengan jenis parasit Plasmodium Ovale
25. Positif malaria dengan jenis parasit Plasmodium Knowlesi
26. Positif malaria dengan jenis parasit Plasmodium Mix
27. Jumlah pengobatan ACT yang diberikan

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 37
1. Pelaporan

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


38 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
TIM PENYUSUN

Pelindung :

Direktur Jenderal P2P


dr.H.M. Subuh, MPPM

Penasehat:

Direktur P2PTVZ
drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid

Penanggung Jawab

Kasubdit Malaria
dr. Elvieda Sariwati, M.Epid

Kontributor :

Aan Andanawaty, S.ST, M.Kes


Ali Izhar, SKM
Agus Ari Wibowo, SKM
dr. Aneke Theresia Kapoh
dr. Asep Purnama, Sp.PD
dr. Asri Badarudin
Atika Rizkia N, S.Farm, Apt
dr. Bangkit Hutajulu, MSc.PH
dr. Dedi Setiawan
Dedy Supriyanto, S,Si
Desrinah Harahap, M.Kep, Sp.Mat
Dewa Made Angga Wisnawa, MSc.PH
Dwi Ariyanti, Amd, Ak
Dyan Sulisyorini, S.Si, Apt
dr. Endah Kusumowardani, M.Epid
Entuy Kurniawan, S.Si, MKM
dr.Erni Juwita Nelwan, Sp.Pd
dr. Ferdinand J Laihad, MPHM
Dra. Herawati, M. Biomed
Hanifah Rogayah, SKM, MSc

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 39
TIM PENYUSUN

Kontributor :

dr. Iriani Samad, MSc


dr. Irma Sufriani
dr. Hj. Jemfy Naswil
dr. Kemas Abdurrohim, MARS, M.Kes, SpAK
dr. Marti Kusumaningsih, M.Kes
M.A. Mudin
drg. Made Rasmini, M.Kes
dr. Minerva Theodora, MKM
Mitra Kadarsih
M. Yusuf, SKM, Msi
Muchammad Abadi, S.Si, MPH, Apt
dr. Ni Sayu Dewi Budhiyani, SpPk, M.Kes
AKBP Ns. Agnes Ely K, Skep, M.kep
Nurasni, SKM
Rahmad Isa, S.Si, MKM
Refni Dumesty, SKM, MKM
Riskha Tiara Puspadewi, SKM
dr. Russel Supit, M.Kes
Letkol CKM dr. Setyo Widodo
Drs. Sabar Paulus, Msi
Drs. Saleh Rustandi, MM, Apt
Sri Budi Fajariyani, SKM
Sri Poerwaningsih, SKM, M.Kes
dr. Soroy Lardo, Sp.PD-Finasim
dr.Tina K Situmorang
Dra. Siwi Tjandrasari, Apt
Wahyudi, SKM
dr. Worowiyat, MKM
dr. Yarne
Yety Intarti, SKM, M.Kes
Yunus Harmoko Febrianto, S.Kep

Editor :
dr. Worowiyat, MKM

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


40 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
DAFTAR SINGKATAN

ACT : Artemisinin-based Combination Therapy


APINDO : Asosiasi Pengusaha Indonesia
ASPPHAMI : Asosiasi Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia
APNI : Asosiasi Pengendalian Nyamuk Indonesia
APMEN : Asia Pacific Malaria Elimination Network
BALITBANGKES : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan
B/BTKLPP : Balai/Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pencegahan
dan Pengendalian
B/BLK : Balai Besar Laboratorium Kesehatan/Labkesda
BPPSDMK : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia Kesehatan
BBPPVRP : Badan Besar Litbang Vektor dan Reservoir Penyakit
B/BTKLPP : Balai/Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pencegahan
dan Pengendalian
DHP : Dihydro Artemisinin Piperaquine
DITKESAU : Direktorat Kesehatan Angkatan Udara
DITKESAL : Direktorat Kesehatan Angkatan Laut
Dit. P2PTVZ : Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular
Vektor dan Zoonotik
Ditjen P2P : Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit
Fasyankes : Fasilitas Pelayanan Kesehatan
HAKLI : Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia
IDI : Ikatan Dokter Indonesia
IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia
IAKMI : Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
IAI/PAFI : Ikatan Apoteker Indonesia/Persatuan Ahli Farmasi
Indonesia
IBI : Ikatan Bidan Indonesia
ILKI : Ikatan Laboratorium Klinik Indonesia

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 41
DAFTAR SINGKATAN
KPS : Kemitraan Pemerintah-Swasta
KEMENDAGRI : Kementerian Dalam Negeri
KKP : Kantor Kesehatan Pelabuhan
LLINs : Long Lasting Insecticide Nets
MESO : Monitoring Efek Samping Obat
OAM : Obat Anti Malaria
PATELKI : Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia
PAPDI : Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia
PDSPATKLIN : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik
PDSPARKI : Perhimpunan Dokter Spesialis Parasitologi Klinik
PEI : Persatuan Entomologi Indonesia
PEKI : Persatuan Entomologi Kesehatan Indonesia
PETRI : Perhimpunan Ahli Tropical Medicine Indonesia
PERSI : Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
PUSDOKKES POLRI : Pusat Kedokteran Kesehatan POLRI
PHRI : Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia
PPM : Public Private Mix
PPNI : Persatuan Perawat Nasional Indonesia
PIO : Pelayanan Informasi Obat
PUSKESAD : Pusat Kesehatan Angkatan Darat
PTO : Pemantauan Terapi Obat
POGI : Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
P4I : Perkumpulan Pemberantasan Penyakit Parasitik
Indonesia
RDT : Rapid Diagnostic Test
REI : Real Estate Indonesia
SKP : Satuan Kredit Profesi
WHA : World Health Assembly

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


42 DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA
Referensi :

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun


2013 Tentang Pedoman Tata Laksana Malaria. Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit & Penyehayan Lingkungan, Direktorat PPBB
Kementerian kesehatan Tahun 2015.

2. Pedoman Pengendalian Vektor Malaria Ditjen Pengendalian &


Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2014.

3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


293/Menkes/SK/IV/2009 Tentang Eliminasi Malaria di Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan Direktorat PPBB
Tahun 2009.

4. Rencana Aksi Nasional Public-Private Mix Pengendalian Tuberculosis


Indonesia 2011-2014, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit &
Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI.

5. Pedoman Kemitraan Menuju Eliminasi Malaria di Indonesia, Direktorat


Jenderal Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan Direktorat
PPBB Tahun 2011

PEDOMAN JEJARING KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA


DALAM LAYANAN PENGENDALIAN MALARIA 43

Anda mungkin juga menyukai