Anda di halaman 1dari 8

KRISTALOGRAFI

Batuan adalah kumpulan satu atau lebih mineral, yang


dimaksud dengan mineral adalah bahan anorganik,
terbentuk secara alamiah, seragam dengan komposisi
kimia yang tetap pada batas volumenya dan
mempunyai kristal kerakteristik yang tercermin dalam
bentuk fisiknya.

Jadi, untuk mengamati proses Geologi dan sebagai


unit terkecil dalam Geologi adalah dengan mempelajari
kristal.

Kristalografi adalah suatu ilmu pengetahuan kristal


yang dikembangkan untuk mempelajari perkembangan
dan pertumbuhan kristal, termasuk bentuk, struktur
dalam dan sifat-sifat fisiknya

Dahulu, Kristalografi merupakan bagian dari Mineralogi. Tetapi karena bentuk-bentuk kristal cukup rumit dan
bentuk tersebut merefleksikan susunan unsur-unsur penyusunnya dan bersifat tetap untuk tiap mineral yang
dibentuknya., maka pada akhir abad XIX, Kristalografi dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan tersendiri.

PENGERTIAN KRISTAL
Kata “kristal” berasal dari bahasa Yunani “crystallon” yang berarti tetesan yang dingin atau beku. Menurut
pengertian kompilasi yang diambil untuk menyeragamkan pendapat para ahli, maka kristal adalah bahan padat
homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan
bidang-bidangnya memenuhi hukum geometri; Jumlah dan kedudukan bidang kristalnya selalu tertentu dan
teratur. Kristal-kristal tersebut selalu dibatasi oleh beberapa bidang datar yang jumlah dan kedudukannya
tertentu. Keteraturannya tercermin dalam permukaan kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata yang
mengikuti pola-pola tertentu.

Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang muka kristal. Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling
berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu kristal. Bidang muka itu baik letak maupun arahnya ditentukan
oleh perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu kristal berupa garis bayangan
yang lurus yang menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai satuan panjang yang
disebut sebagai parameter.

Bila ditinjau dan telaah lebih dalam mengenai pengertian kristal, mengandung pengertian sebagai berikut :

1. Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya :


• tidak termasuk didalamnya cair dan gas
• tidak dapat diuraikan kesenyawa lain yang lebih sederhana oleh proses fisika
• terbentuknya oleh proses alam

2. Mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya mengikuti hukum geometri :
• jumlah bidang suatu kristal selalu tetap
• macam atau model bentuk dari suatu bidang kristal selalu tetap
• sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang tetap.

Apabila unsur penyusunnya tersusun secara tidak teratur dan tidak mengikuti hukum-hukum diatas, atau susunan
kimianya teratur tetapi tidak dibentuk oleh proses alam (dibentuk secara laboratorium), maka zat atau bahan
tersebut bukan disebut sebagai kristal.

1
PROSES PEMBENTUKAN KRISTAL
Pada kristal ada beberapa proses atau tahapan dalam pembentukan kristal. Proses yang dialami oleh suatu
kristal akan mempengaruhi sifat-sifat dari kristal tersebut. Proses ini juga bergantung pada bahan dasar serta
kondisi lingkungan tempat dimana kristal tersebut terbentuk.

Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada pembentukan kristal :

• Fase cair ke padat : kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada skala luas dibawah kondisi
alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau lelehan dasar pembentuk kristal akan membeku atau
memadat dan membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan.

• Fase gas ke padat (sublimasi) : kristal dibentuk langsung dari uap tanpa melalui fase cair. Bentuk
kristal biasanya berukuran kecil dan kadang-kadang berbentuk rangka (skeletal form). Pada fase ini,
kristal yang terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang memadat karena perubahan lingkungan.
Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil dari aktifitas vulkanis atau dari gunung api dan membeku
karena perubahan temperature.

• Fase padat ke padat : proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan
temperatur (deformasi). Perubahan yang terjadi pada struktur kristalnya, sedangkan susunan unsur
kimia tetap (rekristalisasi). Fase ini hanya mengubah kristal yang sudah terbentuk sebelumnya karena
terkena tekanan dan temperatur yang berubah secara signifikan. Sehingga kristal tersebut akan berubah
bentuk dan unsur-unsur fisiknya. Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak berubah karena tidak
adanya faktor lain yang terlibat kecuali tekanan dan temperatur.

SISTEM KRISTALOGRAFI (Lihat Halaman 4)


Dalam mempelajari dan mengenal bentuk kristal secara mendetail, perlu diadakan pengelompokkan yang
sistematis. Pengelompokkan itu didasarkan pada perbandingan panjang, letak (posisi) dan jumlah serta nilai
sumbu tegaknya.

Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat simetrinya (bidang simetri dan sumbu simetri) dibagi menjadi
tujuh sistem, yaitu : Isometrik, Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin dan Triklin.

Dari tujuh sistem kristal dapat dikelompokkan menjadi 32 kelas kristal. Pengelompokkan ini berdasarkan pada
jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh kristal tersebut. Sistem Isometrik terdiri dari lima kelas, sistem Tetragonal
mempunyai tujuh kelas, sistem Orthorhombik memiliki tiga kelas, Hexagonal tujuh kelas dan Trigonal lima kelas.
Selanjutnya Monoklin mempunyai tiga kelas dan Triklin dua kelas.

SUMBU, SUDUT DAN BIDANG SIMETRI


Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal, dan bila kristal diputar dengan poros
sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh akan didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama. Sumbu
simetri dibedakan menjadi tiga, yaitu : gire, giroide, dan sumbu inversi putar.

Sudut simetri adalah sudut antar sumbu-sumbu yang berada dalam sebuah kristal. Sudut-sudut ini berpangkal
(dimulai) pada titik persilangan sumbu-sumbu utama pada kristal yang akan sangat berpengaruh pada bentuk
dari kristal itu sendiri.

Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal menjadi dua bagian yang sama, dimana
bagian yang satu merupakan pencerminan (refleksi) dari bagian yang lainnya. Bidang simetri ini dapat dibagi
menjadi dua, yaitu bidang simetri aksial dan bidang simetri menengah. Bidang simetri aksial bila bidang
tersebut membagi kristal melalui dua sumbu utama (sumbu kristal).

2
PROYEKSI ORTHOGONAL
Proyeksi orthogonal adalah salah satu metode proyeksi yang digunakan untuk mempermudah penggambaran.
Proyeksi orthogonal ini dapat diaplikasikan hampir pada semua penggambaran yang berdasarkan hukum-hukum
geometri. Contohnya pada bidang penggambaran teknik, arsitektur, dan juga kristalografi. Pada proyeksi
orthogonal, cara penggambaran adalah dengan menggambarkan atau membuat persilangan sumbu, yaitu
dengan menggambar sumbu a, b, c dan seterusnya dengan menggunakan sudut-sudut persilangan atau
perpotongan tertentu. Dan pada akhirnya akan membentuk gambar tiga dimensi dari garis-garis sumbu tersebut
dan membentuk bidang-bidang muka kristal.

APLIKASI KRISTALOGRAFI PADA BIDANG GEOLOGI


Pada bidang Geologi, mempelajari kristalografi sangatlah penting. Karena untuk mempelajari ilmu Geologi, kita
tentunya juga harus mengetahui komposisi dasar dari Bumi ini, yaitu batuan. Dan batuan sendiri terbentuk dari
susunan mineral-mineral yang tebentuk oleh proses alam. Dan pada bagian sebelumnya telah dijelaskan tentang
pengertian mineral yang dibentuk kristal-kristal.

Dengan mempelajari kristalografi, kita juga dapat mengetahui berbagai macam bahan-bahan dasar pembentuk
Bumi ini, dari yang ada di sekitar kita hingga jauh di dasar Bumi. Ilmu kristalografi juga dapat digunakan untuk
mempelajari sifat-sifat berbagai macam mineral yang paling dicari oleh manusia. Dengan alasan untuk digunakan
sebagai perhiasan karena nilai estetikanya maupun nilai guna dari mineral itu sendiri. Jadi, pada dasarnya,
kristalografi digunakan sebagai dasar untuk mempelajari ilmu Geologi itu sendiri. Dengan alasan utama kristal
adalah sebagai pembentuk Bumi yang akan dipelajari.

PENGERTIAN DAN KAITAN DENGAN ILMU LAIN


Kristalografi adalah ilmu yang mempelajari kristal. Dalam perkembangannya, tentu saja Kristalografi tidak dapat
berdiri sendiri tanpa dukungan ilmu lain. Selain didukung ilmu lain, Kristalografi juga mendukung ilmu lain. Secara
ringkas kristalografi mendukung mineralogi deskriptif, Kimia kristal, dan taksonomi mineralogi. Dimana ketiganya
itu merupakan pendukung mineralogi. Mineralogi selanjutnya menjadi pendukung utama petrologi. Mineralogi
sendiri didukung oleh Kimia anorganik, Termokimia, dan Geokimia.

MENGAPA PENTING MEMPELAJARI KRISTALOGRAFI?


Sebagai ilmu yang paling dasar untuk mempelajari mineral, tentulah kita bertanya-tanya, 'seberapa pentingkah
mempelajari ilmu ini?'. Berikut ada beberapa alasan mengenai pentingnya belajar kristalografi:

1. Hampir semua mineral di alam berbentuk kristalin.


Kristalin disini artinya mineral itu mempunyai susunan atom yang padat dan teratur. Hal ini telah dibuktikan
dengan "Scanning Electron Microscope" dan secara mineralogi.

2. Sifat-sifat optis mineral ditentukan oleh sistem kristalnya


Penjabaran lebih lanjut mengenai ini ada di mineral optik dan petrografi.

3. Sifat-sifat difraksi mineral tergantung pada struktur kristal dan jarak antar kisi-kisi kristal
Dibuktikan oleh Difraksi Sinar X (X-Ray Diffraction)

3
SISTEM KRISTAL
1. Sistem Isometrik

Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal kubus atau kubik.
Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan
panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang
artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus
satu sama lain (90˚).

Gambar 1 Sistem Isometrik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik memiliki perbandingan
sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis
dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan).
Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚
terhadap sumbu bˉ.

Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :

➢ Tetaoidal
➢ Gyroida
➢ Diploida
➢ Hextetrahedral
➢ Hexoctahedral

Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite, galena, halite,
Fluorite(Pellant, chris: 1992)

2. Sistem Tetragonal

Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling
tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih
panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.

Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang artinya
panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak
lurus satu sama lain (90˚).

4
Gambar 2 Sistem Tetragonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Tetragonal memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b
ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:

➢ Piramid
➢ Bipiramid
➢ Bisfenoid
➢ Trapezohedral
➢ Ditetragonal Piramid
➢ Skalenohedral
➢ Ditetragonal Bipiramid

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite, pyrolusite, Leucite,
scapolite (Pellant, Chris: 1992)

3. Sistem Hexagonal

Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu
a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki
panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih
panjang).

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c ,
yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan
sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α
dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Gambar 3 Sistem Hexagonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal memiliki perbandingan
sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis
dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan
sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai
20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.

Sistem ini dibagi menjadi 7:

➢ Hexagonal Piramid
➢ Hexagonal Bipramid
➢ Dihexagonal Piramid
➢ Dihexagonal Bipiramid
➢ Trigonal Bipiramid
➢ Ditrigonal Bipiramid

5
➢ Hexagonal Trapezohedral

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz, corundum, hematite, calcite,
dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)

4. Sistem Trigonal

Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu Rhombohedral, selain itu
beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal. Demikian pula cara
penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar,
yang terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang
melewati satu titik sudutnya.

Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya
panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan
juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling
tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Gambar 4 Sistem Trigonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Trigonal memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b
ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.

Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:

➢ Trigonal piramid
➢ Trigonal Trapezohedral
➢ Ditrigonal Piramid
➢ Ditrigonal Skalenohedral
➢ Rombohedral

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah tourmaline dan cinabar (Mondadori,
Arlondo. 1977)

6
5. Sistem Orthorhombik

Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang saling tegak lurus satu
dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c ,
yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan
juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak
lurus (90˚).

Gambar 5 Sistem Orthorhombik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Orthorhombik memiliki


perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang
pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:

➢ Bisfenoid
➢ Piramid
➢ Bipiramid

Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite, chrysoberyl, aragonite
danwitherite (Pellant, chris. 1992)

6. Sistem Monoklin

Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a
tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap
sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling
panjang dan sumbu b paling pendek.

Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang
artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga
memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus
(90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).

Gambar 6 Sistem Monoklin

7
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Monoklin memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang
pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:

➢ Sfenoid
➢ Doma
➢ Prisma

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite, malachite, colemanite, gypsum,
dan epidot (Pellant, chris. 1992)

7. Sistem Triklin

Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian
juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang
artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga
memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling
tegak lurus satu dengan yang lainnya.

Gambar 7 Sistem Triklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki perbandingan sumbu a : b
: c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya
pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.

Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:

➢ Pedial
➢ Pinakoidal

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite, labradorite,
kaolinite,microcline dan anortoclase (Pellant, chris. 1992)

source:
Mondadori, Arlondo. 1977. Simons & Schuster’s Guide to Rocks and Minerals. Milan : Simons & Schuster’s Inc.
Pellant, Chris. 1992. Rocks and Minerals. London: Dorling Kindersley
Wijayanto, Andika. 2009. Kristalografi.
anakgeotoba.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai