Anda di halaman 1dari 9
REGIONALISME, NASIONALISME DAN KETAHANAN NASIONAL: SATU TINJAUAN DARI SEGI STRATEGI HANKAM Edi Sudrajat* Keadaan dunia dewasa ini ditandai dengan kemajuan dan perubahan yang amat cepat sehingga dalam membuat analisa perhitungan strategis mengandung ketidakpastian yang cukup besar. Era pasca Perang Dingin ternyata mencuatkan masalah-masalah keamanan nasional maupun regional di berbagai tempat di dunia melebihi pada saat perang dingin masih berlangsung. Masalah-masalah keamanan yang muncul itu disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain karena konflik kepentingan, masalah klaim teritorial, pertentangan suku dan golongan, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut pada waktu Perang Dingin dahulu teredam maupun sengaja diredam oleh kekuatan adikuasa pada waktu itu agar tidak mengganggu perimbangan geopolitik yang mereka pertahankan melalui berbagai cara. Kemunculan secara terbuka konflik regional maupun nasional saat itu dapat mengganggu perimbangan geo-politik, dan hal ini amatlah mengganggu kepentingan kekuatan adikuasa yang sudah dibangun. Sekarang ini hal seperti itu sudah tidak ada lagi, sehingga akibatnya pertentangan dan konflik pada tataran nasional maupun regional saling bermunculan, tanpa pola, dan oleh karena- nya sulit diramalkan. Fenomena Perubahan Sosial Pada kenyataannya, Amerika Serikat pun sekarang ini tidak la- gimempunyai kekuatan dan ke- *) Jenderal TNI (Pur) Edi Sudrajat, Menteri Pertahanan dan Keamanan RI, mantan KASAD, mantan Panglima ABRI mampuan untuk mengatur dan mendominasi dunia seperti da- hulu, dan dengan hilangnya Uni Soviet dari peta geopolitik dunia maka sesungguhnya dunia de- wasa ini berada dalam keadaan bebas dalam arti tanpa ada “pe- mimpin”. Suasana kebebasan dari cengkeraman kedua adi- 2 Jurnal Ketahanan Nasional, II (3), Desember 1997 kuasa, telah melahirkan berbagai fenomena baru yang mendorong, terjadinya perubahan. Bila dili- hat dari sudut pandang Asia Tenggara, maka secara strategis fenomena yang mendorong per- ubahan itu ada empat macam, yaitu: demokratisasi, globalisasi, radikalisme, dan ambisi negara- negara besar. Demokratisasi Demokratisasi terasakan se- bagai satu gelombang yang ber- awal dari runtuhnya Tembok Berlin, yang kemudian segera di- ikuti dengan perpindahan sistem politik di negara-negara Eropa Timur. Gelombang demokratisasi inisemakin memperoleh momen- tumnya karena didorong oleh negara-negara Barat terutama Amerika Serikat. Bagi negara-ne- gara berkembang hal itu dirasa- kan minimal sebagai intrusi ter- hadap masalah dalam negeri da- ri satu negara berdaulat, bahkan lebih jauh lagi dirasakan sebagai adanya upaya dari luar untuk menggoyang pemerintahan yang sah yang mereka anggap tidak demokratik. Walaupun nampak luarnya sebagai upaya politik, | namun secara strategi patut di- perkirakan berakar pada kepen- tingan ekonomi, yaitu sebagai upaya untuk memperoleh akses baik berupa pasar maupun be- rupa sumber daya. Untuk mendukung upaya itu, maka bendera yang dikibarkan lebih sering berupa hak azasi ma- nusia, dengan tujuan agar mem- peroleh kredibilitas sebagai tin- dakan moral. Kita dapat melihat bahwa di beberapa negara, isu hak azasi manusia telah berhasil menimbulkan destabilitas dalam negeri. Pada lain kesempatan isu HAM sangat mengemuka akhir- akhir ini. Akan tetapi ia hanya merupakan alat atau bendera dari gelombang atau kecende- rungan yang sebenarnya yaitu demokratisasi. Dalam kaitan dengan hal itu kita perlu bersepakat bahwa praktek demokrasi tidaklah monolitik tunggal, akan tetapi berupa satu spektrum yang bernuansa budaya. Pihak Barat berpendapat bahwa praktek demokrasi adalah tunggal sesuai yang mereka kerjakan, sehingga menempatkan banyak negara berkembang dalam kategori tidak demokratik dan oleh karenanya perlu dilakukan tin- dakan walaupun secara terse- lubung. Padahal apabila kita tilik secara seksama praktek demo- krasi di negara-negara Baratjuga berlain-lainan yang secara nyata diwarnai oleh budaya dan kebia- saan masing-masing masyarakat bangsanya. Apa pun juga dam- pak yang akan kita rasakan atau kita alami baik pada skala regi- onal Asia Tenggara ataupun se- cara nasional, maka sulit bagi kita untuk menamakannya se- Edi Sudrajat, Regionalisme, Nasionalisme, dan Ketahanan Nasional 3 bagai ancaman. Hal ini cen- derung untuk dikatakan sebagai “tantangan” yang dapat me- nimbulkan “resiko pembangun- an”. Globalisasi Fenomena kedua yang kita rasakan sebagai satu gelombang dahsyat yang mendorong peru- bahan mendasar adalah globa- lisasi. Di dalam tulisan ini tidak akan _ berpanjang-panjang menguraikan hal ini karena sudah menjadi pengetahuan kita bersama. Apa yang ingin digarisbawahi adalah bahwa dengan munculnya fenomena ini dunia seakan-akan menjadi satu tanpa batas negara, sehingga negara bukanlah dalam arti tapak geografi tertentu, namun telah berubah menjadi ke- pentingan. Karena itu negara di- ukur dari kepentingannya, se- dangkan cakupan kepentingan negara menentukan skala besar- nya pengaruh satu negara tanpa harus melihat besarnya tapak geografi yang dimiliki. Dalam era globalisasi ini negara-negara dengan tapak geografi kecil se- perti misalnya Swiss dan Singa- pura, dapat memproyeksikan pengaruh dan kepentingan seta- ra dengan negara-negara ke- kuatan medium, semata-mata disebabkan oleh kekuatan per- ekonomian dan teknologinya. Se- baliknya, juga dapat terjadi, ya- itu negara yang bertapak geo- grafi sebagai kekuatan medium ternyata hanya mampu mem- proyeksikan dirinya hanya dalam skala kekuatan kecil. Jikalau negara yang diwakili oleh proyeksi kepentingannya seakan-akan menjadi maya, ma- ka perusahaan-perusahaan mul- tinasional pun juga menjadi se- akan-akan maya. Unit-unit usa- ha dari satu perusahaan multi nasional pada umumnya tersebar di seluruh dunia, sehingga ke- pentingannya pun menjadi men- dunia. Sebagai akibatnya setiap pengusaha nasional ataupun re- gional tidak hanya mampu ber- saing dalam pasar internasional saja, akan tetapi juga harus mampu menghadapi persaingan. asing di dalam pasar domestik. Sebagai contoh dapat dilihat misalnya bagaimana "Ayam Su- harti" harus bersaing dengan "Kentucky Fried Chicken". Per- saingan ini cenderung kian ta- jam, dan dampaknya pun kian meluas. Dapat diperkirakan hal ini akan menimbulkan resiko pembangunan di bidang ketena- gakerjaan dan perdagangan. Ia tidak bisa disebut sebagai ancam- an, akan tetapi harus diklasifi- kasikan sebagai tantangan yang bentuknya bukan bersifat fisik. Dampak dari gelombang de- mokratisasi dan gelombang glo- balisasi bukanlah bersifat fisik, 4 Jurnal Ketahanan Nasional, II (3), Desember 1997 dan dapat berada di mana-ma- na. Sebagai akibatnya maka garis pertahanan sesuai dengan kon- sep klasik tidak mungkin dite- rapkan lagi untuk menghadapi masalah-masalah tersebut. Ka- rena itu cenderung dikatakan bahwa garis pertahanan sudah berubah menjadi maya, danoleh karena itu sistem penangkalan yang harus kita kembangkan adalah maya pula sifatnya. Sis- tem penangkalan yang maya ini kita sebut ketahanan nasional dan ketahanan regional. Radikalisme Fenomena ketiga yang perlu dicermati adalah munculnya gelombang radikalisme yang di- landasi oleh wawasan dan pen- dirian yang sangat sempit. Sudah tentu banyak sekalijenisnya dan banyak pula wahana yang digu- nakan untuk penyalurannya. Ia bisa muncul di bidang sosial- politik maupun sosial-budaya. Apa pun juga bentuk dan waha- na yang digunakan untuk ke- munculannya, gelombang radi- kalisme sebagai satu fenomena strategis mempunyai potensi untuk menyebabkan terjadinya destabilitas nasional maupun re- gional. Yang paling berbahaya tantangan dari jenis ini adalah apabila menggunakan wahana atau dalih agama sebagai penya- lur kemunculannya, karena wa- hana seperti ini memiliki potensi untuk memecah persatuan na- sional. Sungguhpun kemunculan radikalisme dapat dilihat secara fisik namun faktor pendorong kemunculannya selalu lebih halus dari penampilannya. Tidak jarang pula bahwa akar perma- salahannya adalah frustrasi yang disebabkan oleh ketiadaan kesempatan ataupun ketidak- berdayaan. Karena itu tidak jarang pula radikalisme mempu- nyai nuansa psikologis. Dengan menyadari akan akar dan nuan- sa permasalahannya, hal ini tidak dapat dikatakan sebagai ancaman, akan tetapi lebih beru- pa tantangan yang berpotensi untuk menimbulkan resiko pem- bangunan. Ambisi Negara-negara Besar Fenomena terakhir adalah ambisi negara-negara besar un- tuk mempertahankan pengaruh- nya di negara-negara berkem- bang dengan tujuan ekonomi. Dalam bentuknya yang paling ekstrim tujuan itu akan berupa sebagai dominasi ekonomi yang bisa membawa dampak lang- sung merosotnya bargaining power politik dari negara ber- kembang yang bersangkutan. Jika dilihat keadaan di Asia Teng- gara, maka dapat dirasakan ba- gaimana ambisi tersebut saling Edi Sudrajat, Regionalisme, Nasionalisme, dan Ketahanan Nasional 5 bat yang paling buruk adalah apabila ambisi tersebut disertai Orientasi Kebijaksanaan Na- sional di Kawasan Pasifik Hilangnya UniSoviet dari pe- ta geopolitik dunia seakan-akan menjadi pertanda adanya reori- entasi masyarakat dunia kepada kepentingan ekonomi, yang se- pati prioritas utama. Seluruh sumber daya dan kemampuan Tidak ada kebijaksanaan mau- pun strategi yang tidak diwarnai oleh kepentingan ekonomi. Eko- nomi kadang-kadang dikatakan seakan-akan menjadi komando, dan oleh karena itu permainan geopolitik telah berubah menjadi geoekonomi. Dikaitkan dengan kenyataan adanya proses globali- sasi, maka semakin sulit pula menggariskan kebijaksanaan nasional tanpa mempertimbang- kan kaitan atau konsekuensi, atau bahkan persyaratan inter- nasional yang ada. Dengan per- kataan lain, tiap kebijaksanaan dan strategi nasional semakin sarat dengan pertimbangan in- ternasional. Situasi yang demi- kian semakin diperkuat lagi de- ngan adanya kenyataan bahwa setiap pasar domestik sekarang ini telah teruntai menjadi satu ke- satuan pasar global, sehingga baik kepentingan maupun ken- dala saling kait-mengait. Dalam keadaan seperti itu, pencapaian sasaran tingkat per- tumbuhan ekonomi nasional tidak cukup hanya dijamin oleh stabilitas nasional saja, akan tetapi harus pula diperkuat atau ditopang oleh stabilitas ling- kungannya mulai dari lingkung- ansubregional, regional maupun global. Hal ini kiranya cukup da- pat diterima akal karena adanya kait-mengait seperti yang telah diuraikan tadi. Bagi Indonesia Jingkungan regional yang amat penting artinya adalah lingkung- an regional Pasifik, karena ka- wasan itu di masa depan akan menjadi ladang perekonomian yang amat penting bagi bangsa Kita. Karena itu, terciptanya ke- amanan dan perdamaian ka- wasan Pasifik menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kepentingan kita dalam menja- min stabilitas nasional serta ke- lancaran pembangunan nasi- onal. 6 Jurnal Ketahanan Nesional, II (3), Desember 1997 Jika kita simak kegiatan eko- nomi dan perdagangan lintas Pa- sifik, maka sekarang ini, volume kegiatan di sana sudah lebih dari separuh nilai perdagangan dunia dan cenderung akan terus meningkat, karenanya patut diduga bahwa kawasan Pasifik akan menjadi pusat gravitasi ma- samendatang. Dengan demikian pembentukan ARF atas prakarsa Asean sungguh merupakan satu langkah yang sangat strategis; dan oleh karenanya forum itu akan terus dikembangkan untuk dapat menampung kepentingan bersama dalam mewujudkan sta- bilitas kawasan dengan harapan pada ujungnya akan membuah- kan kemakmuran bersama. Kawasan Regional Asia Teng- gara Sungguhpun bagi Indonesia kawasan Pasifik identik dengan kepentingan strategis kita dima- sa mendatang, namun hal itu ha- rus diawali dari sub kawasan di mana Indonesia berada, yaitu subkawasan Asia Tenggara. Stabilitas subkawasan Asia Tenggara adalah sangat vital bagi stabilitas nasional kita, kare- na dari segi kedekatan geografis berbagai dampak negatif dapat dengan cepat merembet ke da- lam negara kita. Karena itu seca- ra strategis kita tempatkan pe- meliharaan stabilitas Asia Teng- gara ini pada prioritas tinggi yang hanya dapat dikalahkan oleh pe- meliharaan stabilitas dalam negeri. Selain dari itu, kawasan Asia Tenggara yang stabil meru- pakan wahana untuk menjang- kau kawasan yang lebih luas lagi. Apabila kita lihat berbagai subkawasan dunia lainnya, maka nampak bahwa prestasi pemeliharaan stabilitas di Asia Tenggara, khususnya dalam Asean, sungguh luar biasa. Secara bersama-sama perda- telah memungkinkan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang telah berlangsung selama lebih dari dua dekade tanpa ada hentinya. Hal itulah, yang antara lain telah menjadi landasan bagi pembentukan kre- dibilitas citra Asean di dunia internasional. Mengingat terpeli- haranya stabilitas dan pertum- buhan ekonomi adalah dua hal an pada hakikatnya merupakan satu jenis kemitraan di mana seti- ap partner di dalamnya memiliki peran dan tanggung jawab yang sama terhadap pemeliharaan merupakan manifestasi dari ke- pentingan bersama, ia juga menggambarkan bahwa pada Edi Sudrajat, Regionalisme, Nasionalisme, dan Ketahanan Nasional 7 kepentingan keamanan telah menjadi bahagian dari kepen- tingan kemakmuran. Itulah se- babnya mengapa geopolitik men- ekonomi sebagaimana telah di- uraikan secara panjang lebar tadi. Dengan demikian maka kerangka berfikir regional atau- pun regionalisme, menjadi satu kebutuhan, untuk menunjang kepentingan nasional terutama kepentingan pembangunan. Sistem Penangkalan Menyadari akan semakin “ha- lusnya” tantangan yang akan Kita hadapi dalam bentuk empat kekuatan perubahan, yaitu de- regional. Ketahanan nasional te- rus dibina agar semakin mantap dengan tujuan akan melahirkan stabilitas dalam negeri; sedang- kan ketahanan regional dihajat- kan sebagai sarana menciptakan stabilitas regional. Seperti halnya dengan masalah stabilitas, maka ketahanan nasional dan regional akan saling menunjang. Bahkan ketahanan nasional tiap-tiap negara anggota kawasan atau subkawasan merupakan kom- ponen utama sesama negara kawasan agar dapat saling mem- bantu meningkatkan ketahanan masing-masing negara. Dengan demikian, sesung- guhnya di dalam dunia yang se- akan-akan tanpa batas ini, na- menjadi satu rangkaian, yang secara subjektif diabdikan ke- pada kepentingan nasional, khu- susnya kepentingan pemba- ngunan. Jika dalam pembahasan tadi telah banyak kita tinjau ten- tang regionalisme dan ketahan- an nasional di dalam mengha- dapi berbagai imperatif perkem- bangan strategis global, maka marilah sekarang ditinjau secara khusus tentang nasionalisme. Nasionali Nasionalisme merupakan salah satu unsur dalam pembi- naan kebangsaan atau nation- building. Dalam proses pembi- 8 Jurnal Ketahanan Nasional, II (3), Desember 1997 naan kebangsaan semua anggota masyarakat bangsa dibentuk agar berwawasan kebangsaan serta berpola tata-laku secara khas yang mencerminkan buda- ya maupun ideologi. Proses pem- binaan kebangsaan memang unik bagi tiap bangsa. Bagi ma- syarakat bangsa yang plural akan tetapi homogen, seperti Amerika Serikat, konsep melting- pot dapat diterapkan. Namun bagi masyarakat kita yang plu- ral dan heterogen akan lebih me- ngedepankan wawasan kebang- saan yang unsur-unsurnya ada- lah rasa kebangsaan, faham ke- bangsaan dan semangat kebang- saan atau nasionalisme. Rasa kebangsaan merupakan perekat paling dasar dari setiap anggota masyarakat bangsa yang karena sejarah dan buda- yanya memiliki dorongan untuk menjadi satu dan bersatu tanpa pamrih di dalam satu wadah ne- gara bangsa (nation-state). Ung- kapan rasa kebangsaan yang amat tinggi telah dilambangkan dalam bentuk Sumpah Pemuda 1928, yang dalam pengikraran- nya kala itu benar-benar tidak ada pamrih terkecuali satu do- rongan kuat untuk bersatu dan menjadi satu serta merdeka. Ra- sa kebangsaan yang tebal sema- cam itu harus dibina secara kon- sisten dan berlanjut, agar tidak mengalami dekadensi. Apabila dikaitkan dengan jenis maupun maka sewajarnyalah kalau pem- binaannya perlu ditingkatkan. Berbagai pengaruh luar secara potensial dapat mencairkan ke- inginan menjadi satu untuk ber- satu, ataupun dapat pula secara potensial menimbulkan keingin- an untuk bersatu tetap kuat na- mun disertai dengan pamrih ter- tentu. Apabila rasa kebangsaan le- bih bernuansa emosional, maka faham kebangsaan lebih bernu- ansa intelektual. Dalam imple- mentasinya faham kebangsaan Indonesia disublimasikan dalam bentuk Wawasan Nusantara yang mengamanatkan kesatuan di berbagai bidang. Faham ke- bangsaan tidak boleh dikekang secara konservatif, akan tetapi harus diberikan aktualisasi sesuai perkembangan zaman. Misalnya saja, prinsip kesatuan ekonomi tidak berarti satu la- rangan untuk dikembangkannya segi tiga-segi tiga pertumbuhan, karena ini merupakan satu ke- butuhan dan sekaligus keharus- an dikaitkan dengan perlu ada- nya regionalisasi ekonomi. Na- mun demikian berbagai kebu- tuhan regionalisme maupun in- ternasionalisme tetap harus di- padukan dalam satu kesatuan kepentingan nasional. Dengan demikian prinsip kesatuan ke- pentingan nasional, termasuk di dalamnya kepentingan pemba- ngunan. Edi Sudrajat, Regionalisme, Nasionalisme, dan Ketahanan Nasional 9 Kesimpulan Pada akhirnya kepentingan nasional harus dikejar dan diwu- judkan dengan semangat ke- bangsaan atau nasionalisme. Se- mangat kebangsaan pun perlu diaktualkan mengingat adanya berbagai imperatif regional mau- pun global. Itulah sebabnya na- sionalisme tidak boleh lepas ken- dali dan berubah menjadi chau- venisme, akan tetapijustru harus memancarkan wataknya yang akomodatif. Semangat kebang- saan harus dibina agar tidak ha- nya mampu menumbuhkan ke- tahanan nasional saja, akan teta- piharus pula menjadi pendorong terbentuknya ketahanan regio- nal. Pada era sekarang maupun dalam milinium mendatang nasionalisme, regionalisme dan ketahanan nasional tidak lagi berdiri terpisah, melainkan telah menjadi satu untaian yang kita perlukan untuk melanjutkan per- juangan guna mewujudkan tu- juan dan sasaran pembangunan.

Anda mungkin juga menyukai