Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“Hukum Persaingan Usaha”

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis Islam

Dosen Pengampu: Syahril Ahmad, M.E.

KELOMPOK 5:

Nasrul Wathon 501200584

Mar‟atur Rahmah 501200595

Al Ghufron 501200605

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT, atas anugerah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “Hukum Persaingan Usaha”.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh dosen pengampu Mata Kuliah Hukum Bisnis Islam, dan juga untuk
lebih memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis.

Penulistelahberusahauntukdapatmenyusunmakalahinidenganbaik, namun penulis


menyadari bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, jika terdapat adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik penulisan, maupun dari isi.
Maka dari itu penulis sangat mengharapkan saran serta kritik untuk dapat menyempurnakan
makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama.

Jambi, 11 April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 3
A. Pengertian Hukum Persaingan Usaha .................................................................................. 3
B. Asas dan Tujuan UU No.5 Tahun 1999 ............................................................................... 4
C. Manfaat Hukum Persaingan Usaha ...................................................................................... 5
D. Perjanjian yang Dilarang dalam Persaingan Usaha ............................................................. 5
E. Kegiatan yang Dilarang dalam Hukum Persaingan Usaha ................................................ 10
F. Monopoli dan Larangan Persaingan Usaha dalam Hukum Islam ...................................... 12
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 16
B. Saran .................................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usaha atau bisnis merupakan kegiatan yang menjadi tombak dan tolak ukur
majunya suatu negara.Orang yang terlibat didalamnya berusaha sekuat mungkin untuk
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya demi mencapai kemajuan dan kesuksesan
dalam usaha yang dikembangkannya sendiri. Terkadang usaha yang dilakukan tidak
sesuai dengan hukum yang berlaku atau bahkan secara jelas bisa merugikan para
pengusaha lainnya yang berada dalam pasar yang sama.
Pada hakikatnya orang menjalankan usaha adalah untuk memperoleh keuntungan
dan penghasilan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup baik kebutuhan primer,
sekunder, maupun kebutuhan tersier.Atas dasar itulah mendorong banyak orang untuk
melakukan kegiatan usaha baik kegiatan usaha yang sejenis maupun kegiatan usaha yang
berbeda.Kegiatan usaha yang demikian yang sesungguhnya menimbulkan atau
melahirkan persaingan usaha antar pelaku usaha. Oleh karena itu, persaingan dalam dunia
usaha merupakan hal yang biasa terjadi, bahkan dapat dikatakan persaingan dalam dunia
usaha itu merupakanpersyaratan mutlak bagi terselenggaranya ekonomi pasar.Walaupun
diakui bahwa adakalanya persaingan usaha tersebut terselenggara secara sehat dan dapat
pula terselenggara secara tidak sehat.1
Persaingan usaha adalah salah satu faktor penting dalam menjalankan roda
perekonomian suatu negara. Persaingan usaha (persaingan) dapat mempengaruhi
kebijakan yang berkaitan dengan perdagangan, industri, iklim usaha yang kondusif,
kepastian dan kesempatan berusaha, efisiensi, kepentingan umum, kesejahteraan rakyat
dan lain sebagainya.Para ekonom mengatakan bahwa persaingan dalam mekanisme pasar
akan memacu pelaku usaha berinovasi untuk menghasilkan produk yang bervariatif
dengan harga bersaing dan akan dapat menguntungkan produsen maupun

1
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008), 9.

1
konsumen.2
Persaingan diharapkan menempatkan alokasi sumber daya yang sesuai dengan
peruntukannya dengan efisien serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Persaingan
ditentukan oleh kebijakan persaingan (competition policy). Undang-undang persaingan
usaha di berbagai negara umumnya berfokus pada kepentingan umum dan kesejahteraan
rakyat (consumer welfare). Kebutuhan akan adanya suatu kebijakan dan undang-undang
persaingan usaha menjadi faktor menentukan jalannya proses persaingan. Hukum
persaingan kerap menyatakan bahwa proses persaingan adalah fokus penting
dibandingkan dengan perlindungan terhadap pelaku usahanya.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan hukum persaingan usaha?
2. Bagaimana asas dan tujuan UU No.5 Tahun 1999?
3. Apa manfaat persaingan usaha?
4. Apa saja perjanjian yang dilarang dalam persaingan usaha?
5. Apa kegiatan yang dilarang dalam hukum persaingan usaha?
6. Bagaimana monopoli dan larangan persaingan usaha dalam hukum islam?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui hukum persaingan usaha
2. Untuk mengetahui asas dan tujuan UU No.5 Tahun 1999
3. Untuk mengetahui manfaat persaingan usaha
4. Untuk mengetahui perjanjian yang dilarang dalam persaingan usaha
5. Untuk mengetahui kegiatan yang dilarang dalam hukum persaingan usaha
6. Untuk mengetagui monopoli dan larangan persaingan usaha dalam hukum
islam

2
Andi Fahmi Lubis, dkk, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks Dan Konteks (Jakarta: Creative Media,
2009), 24.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Persaingan Usaha


Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum persaingan usaha adalah hukum
yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan persaingan usaha. Menurut
Christopher pass dan Bryan lowes, yang dimaksud dengan competition laws (hukum
persaingan usaha) adalah bagian dari perundang-undangan yang mengatur tentang
monopoli, penggabungan dan pengambilalihan, perjanjian perdagangan yang membatasi
dan praktik anti persaingan.3 Dengan kata lain Hukum persaingan usaha hukum yang
mengatur tentang interaksi perusahaan atau pelaku usaha di pasar, sementara tingkah laku
perusahaan ketika berinteraksi dilandasi atas motif-motif ekonomi.4
Hukum persaingan usaha diciptakan dalam rangka mendukung terbentuknya
sistem ekonomi pasar agar persaingan antar pelaku usaha dapat tetap hidup dan
berlangsung secara sehat, sehingga masyarakat (konsumen) dapat terlindungi dari ajang
eksploitasi bisnis. Persaingan usaha sebenarnya merupakan urusan antar pelaku usaha
dimana pemerintah tidak perlu ikut campur, namun untuk dapat terciptanya aturan main
dalam persaingan usaha maka pemerintah perlu campur tangan untuk melindungi
konsumen. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kolusi atau persekongkolan
antar pelaku bisnis yang akan menjadikan inefisiensi ekonomi sehingga akhirnya
masyarakatlah yang akan menanggung beban yaitu tersedianya dana dalam jumlah yang
lebih kecil dari yang seharusnya atau membeli barang atau jasa dengan harga yang lebih
mahal dan kualitas yang kurang memadai.5
Pada hakikatnya, keberadaan hukum persaingan usaha adalah mengupayakan
secara optimal terciptanya persaingan usaha yang sehat dan efektif pada suatu pasar
tertentu, yang mendorong agar pelaku usaha melakukan efisiensi agar mampu bersaing
dengan para pesaingnya. Keberadaan Undang-undang Persaingan Usaha yang berasaskan

3
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, 2.
4
Fahmi Lubis, dkk, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks Dan Konteks, 21.
5
“Wajib Ketahui, Hukum Persaingan Usaha,” Fakultas Hukum Terbaik di Medan Sumut, January 17, 2022,
accessed April 8, 2023, https://fahum.umsu.ac.id/wajib-ketahui-hukum-persaingan-usaha/.

3
demokrasi ekonomi juga harus memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku
usaha dan kepentingan masyarakat, sehingga undang-undang tersebut mempunyai
peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan iklim persaingan usaha
yang sehat di Indonesia.6

B. Asas dan Tujuan UU No.5 Tahun 1999


Asas dan tujuan akan memberi refleksi bagi bentuk pengaturan dan norma-norma
yang terkandung dalam aturan tersebut dan memberi arahan yang mempengaruhi
pelaksanaan dan cara-cara penegakan hukum yang akan dilakukan. Indonesia mempunyai
aturan hukum persaingan usaha sendiri yang telah diatur dalam dalam dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Tujuan dari pemberlakuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
adalah untuk menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mewujudkan iklim
persaingan usaha yang kondusif, mencegah praktik monopoli dan menciptakan efektifitas
serta efisiensi dalam kegiatan.7
Adapun asas dari UU No.5 Tahun 1999 terdapat pada pasal 2 yaitu:8 Pelaku usaha
di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan
umum.
Adapun tujuan dari UU No.5 Tahun 1999 terdapat pada pasal 3 adalah untuk:9
a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha
yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang
sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha
kecil;

6
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia (Prenada Media, 2014), 4.
7
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, 20.
8
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK
MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT (KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK
INDONESIA, n.d.).
9
Ibid.

4
c. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
d. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

C. Manfaat Hukum Persaingan Usaha


Hukum persaingan usaha hadir sebagai pedoman aturan hukum untuk dipatuhi
oleh pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Dalam hukum persaingan
usaha diatur secara terstruktur terkait hal-hal apa saja yang tidak dilarang dan dilarang
untuk dilakukan, serta adanya sanksi hukum untuk pelaku usaha yang melanggar
ketentuan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat
serta bebas dari monopoli pasar dan bertumpu hanya pada salah satu pelaku usaha atau
beberapa pelaku usaha.10
Hukum persaingan usaha terkait dengan obyek yang dilindungi dapat dikatakan
mempunyai manfaat sebagai berikut ini:
1. Mencegah penyalahgunaan kekuatan ekonomi dan melindungi konsumen dari
ekonomi biaya tinggi dimana konsumen dihindarkan dari pengeluaran (biaya)
yang tidak sesuai dengan kualitas produk yang diterima.
2. Melindungi negara dari inefisiensi kegiatan ekonomi yang dapat mengurangi
kesejahteraan nasional.
3. Melindungi proses persaingan usaha itu sendiri dalam arti melindungi sistem
mekanisme pasar yang wajar yang didasarkan kepada berlakunya hukum alamiah
penawaran dan permintaan agar tidak terganggu oleh suatu tindakan pelaku usaha
maupun kebijakan Pemerintah.
4. Meningkatkan kesejahteraan konsumen
5. Menciptakan keadilan dan kejujuran dalam berusaha

D. Perjanjian yang Dilarang dalam Persaingan Usaha


Adapun UU No.5 Tahun 1999 yang mengatur perjanjian yang dilarang dalam
persaingan usaha yaitu sebagai berikut:
1. Perjanjian oligopoli

10
Marina Ramadhani, Muhammad Alhada Fuadilah Habib, and Adelina Fitri, “Pelanggaran Hukum
Persaingan Usaha Dalam Mekanisme Wholesaler Penjualan Tiket Penerbangan Ibadah Umrah,” Ar Rehla: Journal of
Islamic Tourism, Halal Food, Islamic Traveling, and Creative Economy 1, no. 2 (2021): 199.

5
Pasal 4 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan
penguasaan produksi atau pemasaran barang atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Pasal 4 ayat (2)
menyatakan Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama
melakukan penguasaan produksi atau pemasaran barang/jasa sebagaimana dimaksud
ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu.11
Ketentuan Pasal 4 ayat (1) ayat (2) UULPM berarti bahwa pelaku usaha
dilarang mengadakan perjanjian secara bersama-sama untuk melakukan penguasaan
produksi/atau penguasaan produksi /atau pemasaran barang/atau jasa tertentu karena
perjanjian tersebut dapat menimbulkan praktek monopoli/atau persaingan usaha tidak
sehat yang dapat merugikan kepentingan umum.12
2. Perjanjian penetapan harga
Perjanjian Penetapan harga diatur dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 8
UULPM.13 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menetapkan harga atas mutu suatu barang atau jasa yang harus
dibayar oleh konsumen atau pelanggaran pada pasar bersangkutan yang sama.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. Suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b. Suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
Perjanjian penetapan harga adalah perjanjian di antara para penjual untuk
menaikkan atau menetapkan harga, guna membatasi persaingan antara perusahaan
meraih keuntungan yang lebih tinggi. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha pesaingnya membuat perjanjian untuk menetapkan harga di
bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak
sehat. Dengan mengamati pada satu sisi, penetapan harga di bawah biaya marginal
11
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK
MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.
12
Alum Simbolon, HUKUM PERSAINGAN USAHA EDISI KEDUA, 2018, 17.
13
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK
MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.

6
akan menguntungkan konsumen dalam jangka pendek, tetapi dipihak lain akan sangat
merugikan pesaing (produsen lain). Predatory pricing ini sebenarnya merupakan hasil
dari perang harga tidak sehat antara pelaku usaha dalam rangka merebut pasar. Pada
umumnya strategi tersebut menggunakan alasan bahwa harga yang ditawarkan adalah
dari hasil peningkatan efisiensi perusahaan.14
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
membuat persyaratan bahwa penerima barang atau jasa tidak akan menjual atau
memasok kembali barang atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah
daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.Dalam ketentuan ini pelaku usaha (supplier) dilarang
membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain (distributor) untuk menerapkan harga
vertical (resale price maintenance), dimana penerima barang atau jasa selaku
distributor, sebab hal itu dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat.15
3. Perjanjian pembagian wilayah
Perjanjian pembagian wilayah di atur dalam Pasal 9 UULPM yaitu Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan
untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang atau jasa
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan tidak
sehat. Perjanjian pembagian wilayah yang dilarang adalah jika isi perjanjian
pembagian wilayah yang dimaksud bertujuan membagi wilayah perjanjian itu dapat
menimbulkan praktek monopoli /atau persaingan usaha tidak sehat.16
4. Pemboikotan
Terdapat pada pasal 10 yaitu: 17
1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya,
yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama,
baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

14
Simbolon, HUKUM PERSAINGAN USAHA EDISI KEDUA, 20.
15
Ibid.
16
Ibid., 21.
17
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK
MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.

7
2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya,
untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain
sehingga perbuatan tersebut:
a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau
b. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang
dan atau jasa dari pasar bersangkutan.
5. Kartel
Perjanjian Kartel adalah Pengaturan produksi dan atau pemasaran suatu
barangdan atau jasa untuk mempengaruhi harga. Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999
menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha
pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan cara mengatur
produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau jasa, yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
6. Trust
Pasal 12 UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa perjanjian dua pelaku
usaha atau lebih untuk membentuk gabungan perusahaan dengan tetap
mempertahankan kelangsungan perusahaan masing-masing dengan tujuan untuk
mengontrol produksi dan atau pemasaran sehingga dapat mengakibatkan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
7. Oligopsoni
Pasal 13 Ayat (1) dan (2) UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa:18
1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan
pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam
pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai
pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha

18
Ibid.

8
menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.
8. Integrasi vertikal
Pasal 14 menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk
yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana
setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik
dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
9. Perjanjian tertutup
Perjanjian tertutup terdapat pada pasal 15 yang menyatakan bahwa:19
1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya
akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut
kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus
bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
3) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan
harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa
pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:
a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha
pemasok; atau
b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari
pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
10. Perjanjian denan pihak luar Negeri
Pasal 16 menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

19
Ibid.

9
E. Kegiatan yang Dilarang dalam Hukum Persaingan Usaha
Adapun kegiatan yang dilarang dalam persaingan usaha yang diatur UU No.5
Tahun 1999 yaitu sebagai berikut:20
1. Monopoli
Terdapat pada pasal Pasal 17 yang menyatakan bahwa:
1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
apabila:
a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan
usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50%
(lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
2. Monopsoni
Terdapat pada pasal 18 yang menyatakan bahwa:
1) Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli
tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima
puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
3. Penguasaan Pasar
Terdapat pada pasal 19 yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang
melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha

20
Ibid.

10
lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat berupa :
a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan
usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau
b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak
melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau
c. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan; atau
d. melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

Pasal 20 yang berbunyi: Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang


dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat
rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di
pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 21 menyatakan bahwa:Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan


dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari
komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.

4. Persekongkolan
Pasal 22 menyatakan bahwa: Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan
pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 23 menyatakan bahwa: Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan
pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang
diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 24 menyatakan bahwa: Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan
pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan

11
atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas,
maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.

F. Monopoli dan Larangan Persaingan Usaha dalam Hukum Islam


Dalam perspektif ekonomi Islam secara etimologi berasal dari kata alhukr yang
artinya yaitu berbuat aniaya dan sewenang-wenang. Sedangkan secara terminologis,
monopoli (ihtikar) adalah menahan atau menimbun (hoarding) barang dengan sengaja,
terutama pada saat terjadi kelangkaan barang dengan tujuan untuk menaikkan harga di
kemudian hari. Praktik ihtikar akan menyebabkan mekanisme pasar terganggu, di mana
produsen kemudian akan menjual dengan harga yang lebih tinggi dari harga normal.
Penjual akan mendapatkan untung besar (monopolistic rent), sedangkan konsumen akan
menderita kerugian. Jadi, akibat ihtikar, masyarakat luas akan dirugikan akibat ulah
sekelompok kecil yang tidak bertanggung jawab.21 Dalam hal ini yang dilarang berkaitan
dengan monopoli adalah ikhtikar, yaitu kegiatan menjual lebih sedikit barang dari yang
seharusnya sehingga harga menjadi naik untuk mendapatkan keuntungan di atas
keuntungan normal.Pelarangan ikhtikar bersumber dari Hadits Rasulullah SAW yang
menyatakan bahwa. “Tidaklah orang melakukan ikhtikar kecuali ia berdosa.” (HR
Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Dalam riwayat yang lain Rasulullah
SAW bersabda, “Barangsiapa memonopoli bahan makanan selama empat puluh hari,
maka sesungguhnya ia telah berlepas diri dari Allah dan Allah berlepas diri darinya.”
(HR Ahmad).
Larangan praktek monopoli danpersaingan usaha tidak sehat ketika dihubungkan
dengan hukum Islam, paling tidak secara substansial persamaannya dapat dilihat di dalam
larang melakukan penimbunan harta (ihtikar)dan tas‟ir(penetapan harga). Disamping itu
bentuk persaingan tidak sehat dalam tinjauan hukum Islam juga dapat dilihat dalam
larangan talaqqi rubban. 22
a. Ihtikar
Menurut Adiwarman A Karim,monopoli tidak identik dengan ihtikar
Dalam Islam siapapun boleh berbisnis tanpa peduli apakah diasatu-satunya

21
Dede Abdul Fatah, “MONOPOLI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM,” no. 2 (2012): 161.
22
Azhari Akmal Tarigan, “PERAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM
PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI DAN HUKUM ISLAM,” JURNAL MERCATORIA 9, no. 1 (April 14, 2016): 64.

12
penjual (monopoli) atau ada penjual lain. Menyimpan stock barang untuk
keperluan persediaan pun tidak dilarang dalam Islam.Jadi monopoli sah-sah
saja. Yang dilarang adalah ihtikar,yaitu mengambil keuntungandi atas
keuntungan normal dengan cara menjual lebih sediki barang untuk harga yang
lebih tinggi,atau istilah ekonominya disebut dengan monopoly‟s rent. Al-
Ghazali menyatakan penimbunan barang diharamkan apabila:
1. Barang yang ditimbun itu adalahkelebihan dari kebutuhannya berikut
tanggungan untuk persediaan setahun penuh. Sebab orang boleh
menimbun persediaan nafkah untuk dirinya dan keluarganya selama
setahun penuh seperti yang dilakukan oleh Rasulullah.
2. Orang yang menimbun itu sengaja menunggu saat harga barang yang
ditimbunnya itu memuncak (maximingprofit), sehingga ia dapat
menjualnya dengan harga tinggi.
3. Penimbunan dilakukan pada saat orang banyak sangat membutuhkannya,
seperti bahan makanan, pakaian dan kebutuhan pokok lainnya. Tetapi
kalau barang yang ditimbun tersebut bukan termasuk kebutuhan pokok
dan kurang diperlukan, maka hal ini tidak berdosa karena tidak
menimbulkan kemudharatan.
b. Tas‟ir
Bentuk praktek monopoli dan persaingan tidak sehat juga terjadi
dalam persoalan penetapan harga. Secara bahasa tas„ir adalah (mengukur
harga). Sedang secara istilah adalah bahwa seorang penguasa atau
wakilnya atau siapa saja dari kalangan pejabat pemerintahan,
memberlakukan suatu putusan kepada kaum Muslimin agar mereka
menjual barang-barang dengan harga tersebut, dimana mereka dilarang
untuk menaikkan atau mengurangi harganya dari harga yang dipatok, demi
kemaslahatan umum.23
Para Fuqaha terbelah menjadi dua pendapat. Pertama, al-tas‟ir
hukumnya haram dan ini merupakan pendapat jumhur. Sayyid Sabiq

23
Ahmad Zaini, “Ihtikar Dan Tas’ir Dalam Kajian Hukum Bisnis Syariah,” TAWAZUN : Journal of Sharia
Economic Law 1, no. 2 (September 30, 2018): 194.

13
mengutarakan, bahwa pembatasan (penetapan) harga dapat mengakibatkan
tersembunyinya barang-barang, hal mana membuat barang menjadi mahal.
Meningginya harga berarti menyusahkan orang-orang miskin, dikarenakan
daya beli mereka yang menurun. Sementara orang kaya dapat membeli barang
dari pasar gelap yang penuh dengan tipu daya. Hal ini semua menyebabkan
tidak terwujudnya kemaslahatan pada masyarakat.
Kedua, at-tas‟ir diperbolehkan, akan tetapi pembolehan ini tidak secara
mutlak. Menurut Hanafiyah, diperbolehkan tas‟ir apabila terjadi kenaikan
harga- harga barang, yang mana kenaikannya melewati batas kewajaran.
Alasannya, karena tas„ir merupakan kemaslahatan bagi masyarakat dan
dengan pematokan harga akan menstabilkan harga, dengan demikian
harganya tidak melonjaktinggi.24
c. Talaqqi rubban
Talaqqi Rukban juga disebut sebagai Talaqqi as-Silai', suatu
peristilahan dalam fiqh muamalah yang menggambarkan proses pembelian
komoditi/barang dengan caramencegat orang desa (kafilah), yang membawa
barang dagangannya (hasilpertanian, seperti: beras, jagung, dan gula)
sebelum sampai di pasar agar iadapat membeli barang di bawah harga yang
berlaku di pasar. Praktik ini dapat mendatangkan kerugian bagi orang
desa yang belum mengetahui/buta dengan harga yang berlaku di pasar. Praktik
transaksi ini secara konkrit adalah seorang penjual datang kepasar dan
pembeli menghadangnya sebelum penjual sampai ke pasar. Kemudian
pembeli tersebut membeli barang dagangannya dengan harga dibawah
standar pasar karena penjual tidak tahu harga standar yang berlaku dipasar.
Talaqqi rukban adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
pedagang yang tidak menginformasikan harga yang sesungguhnya yang
terjadi di pasar. Transaksi ini dilarang karena mengandung dua hal : pertama,
rekayasa penawaran yaitu mencegah masuknya barang ke pasar (entry
barrier), kedua, mencegah penjual dari luar kota untuk mengetahui harga
pasar yang berlaku.

24
Ibid., 195.

14
Adanya pelarangan ini dikarenakan adanya unsur ketidakadilan
atastindakan yang dilakukan oleh pedagang yang tidak menginformasikan
harga yang sesungguhnya terjadi di pasar. Mencari barang dengan harga
lebihmurah tidaklah dilarang, namun apabila transaksi jual-beli antara dua
pihakdimana yang satu memiliki informasi yang lengkap sementara pihak lain
tidaktahu berapa harga di pasar yang sesungguhnya, ini sangatlah tidak
adil danmerugikan salah satu pihak.25

25
Husni Pasarela, “TALAQQI RUKBHAN PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM,” Dar el-Ilmi : jurnal studi
keagamaan, pendidikan dan humaniora 8, no. 2 (October 20, 2021): 16.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum persaingan usaha diciptakan dalam rangka mendukung terbentuknya
sistem ekonomi pasar agar persaingan antar pelaku usaha dapat tetap hidup dan
berlangsung secara sehat, sehingga masyarakat (konsumen) dapat terlindungi dari ajang
eksploitasi bisnis. Persaingan usaha sebenarnya merupakan urusan antar pelaku usaha
dimana pemerintah tidak perlu ikut campur, namun untuk dapat terciptanya aturan main
dalam persaingan usaha maka pemerintah perlu campur tangan untuk melindungi
konsumen.
Asas dan tujuan akan memberi refleksi bagi bentuk pengaturan dan norma-norma
yang terkandung dalam aturan tersebut dan memberi arahan yang mempengaruhi
pelaksanaan dan cara-cara penegakan hukum yang akan dilakukan. Indonesia mempunyai
aturan hukum persaingan usaha sendiri yang telah diatur dalam dalam dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Tujuan dari pemberlakuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
adalah untuk menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mewujudkan iklim
persaingan usaha yang kondusif, mencegah praktik monopoli dan menciptakan efektifitas
serta efisiensi dalam kegiatan
Adapun perjanjian yang dilarang dalam persaingan usaha yaitu: oligopoly,
penetapan harga, pembagian wilayah, trust, kartel, pemboikotan, dll. Adapun kegiatan
yang dilarang dalam persaingan usaha yaitu: monopoli, monopsony, persekongkolan,dan
penguasaan pasar. Larangan praktek monopoli danpersaingan usaha tidak sehat ketika
dihubungkan dengan hukum Islam, paling tidak secara substansial persamaannya dapat
dilihat di dalam larang melakukan penimbunan harta (ihtikar) dan tas‟ir(penetapan
harga). Disamping itu bentuk persaingan tidak sehat dalam tinjauan hukum Islam juga
dapat dilihat dalam larangan talaqqi rubban.

16
B. Saran
Dalam makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang
terdapat dalam isi makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dari
pembaca agar makalah ini bisa sempurna dengan arahan dan bimbingan dari pembaca.
Dan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi kita semua dan apa yang
diperoleh bermanfaat bagi kita semua.

17
DAFTAR PUSTAKA
Fahmi Lubis, dkk, Andi. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks Dan Konteks. Jakarta: Creative
Media, 2009.

Fatah, Dede Abdul. “MONOPOLI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM,” no. 2 (2012).

Hermansyah,. Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada


Media Group, 2008.

Nugroho, Susanti Adi. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Prenada Media, 2014.

Pasarela, Husni. “TALAQQI RUKBHAN PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM.” Dar el-Ilmi :


jurnal studi keagamaan, pendidikan dan humaniora 8, no. 2 (October 20, 2021): 1–18.

Ramadhani, Marina, Muhammad Alhada Fuadilah Habib, and Adelina Fitri. “Pelanggaran
Hukum Persaingan Usaha Dalam Mekanisme Wholesaler Penjualan Tiket Penerbangan
Ibadah Umrah.” Ar Rehla: Journal of Islamic Tourism, Halal Food, Islamic Traveling,
and Creative Economy 1, no. 2 (2021): 171–187.

Simbolon, Alum. HUKUM PERSAINGAN USAHA EDISI KEDUA, 2018.

Tarigan, Azhari Akmal. “PERAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK


SEHAT DALAM PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI DAN HUKUM ISLAM.”
JURNAL MERCATORIA 9, no. 1 (April 14, 2016): 54–63.

Zaini, Ahmad. “Ihtikar Dan Tas‟ir Dalam Kajian Hukum Bisnis Syariah.” TAWAZUN : Journal
of Sharia Economic Law 1, no. 2 (September 30, 2018): 187–198.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG


LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA, n.d.

“Wajib Ketahui, Hukum Persaingan Usaha.” Fakultas Hukum Terbaik di Medan Sumut, January
17, 2022. Accessed April 8, 2023. https://fahum.umsu.ac.id/wajib-ketahui-hukum-
persaingan-usaha/.

18

Anda mungkin juga menyukai