Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS BIOPOLYMER BERBAHAN DASAR KULIT SINGKONG

TERHADAP SCALE PADA SUMUR Z

TUGAS AKHIR

Diajukan guna melengkapi syarat dalam dalam mencapai gelar Sarjana Teknik

OLEH :
ROY EDI KALMA PIMA NAINGGOLAN
NPM: 193210182

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN


UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan yang umum dihadapi di Industri migas pada saat produksi adalah masalah
scale. Scale adalah problema produksi dalam sistem air, karena perubahan tekanan, suhu dan
pH sehingga keseimbangan ion-ion melebihi kelarutannya dan membentuk endapan atau
padatan baik di reservoir, formasi produktif ataupun sepanjang pipa aliran produksi minyak
dan gas bumi, baik di bawah atau diatas permukaan. Demikian pula jika terjadi dua
pencampuran dari dua jenis air yang incompatible (berlainan sifat) sehingga batas kelarutan
senyawa yang ada dalam campuran air formasi tersebut terlampaui maka akan terbentuk
endapan (scale) (Pranondo & Agusandi, 2017).
Macam-macam scale yang terjadi tergantung pada komposisi air formasi (kandungan
ion dalam air formasi). Adanya scale atau padatan di dalam reservoir dapat menurunkan
permeabilitas batuan sehingga menurunkan produksi minyak. Jika scale menempel pada pipa
aliran akan menyebabkan kerusakan pipa dan menghambat laju produksi minyak dan gas
bumi. Penanggulangan scale meliputi pencegahan dan penghilangan scale apabila sudah
terlanjur terjadi. Adapun cara alternatif yang dapat dilakukan yaitu menggunakan
biopolymer.
Biopolymer merupakan polimer alami yang dapat dijumpai pada tumbuhan, hewan dan
mikroorganisme. Biopolymer terbentuk di dalam sel oleh proses metabolisme yang kompleks
seperti pati, dekstran, xanthan, citosan dan selulosa (Gao, 2016). Selain ramah lingkungan
dan mudah didapatkan biopolimer juga lebih unggul sebagai peningkat viskositas, dapat
bersifat sebagai thickening agent karena memiliki water-soluble yang tinggi, dan memiliki
ketahanan termal 2 yang baik (Indexed et al., 2018).
Singkong (Manihot Esculenta) merupakan tumbuhan dengan nilai karbohidrat tinggi.
Seluruh bagian dari tanaman singkong bisa dimanfaatkan dan limbah kulit singkong sejatinya
dapat dimanfaatkan. Namun pada saat ini kulit singkong sering dibuang begitu saja oleh
masyarakat. sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tahap awal terhadap
pemanfaatan kulit singkong sebagai bahan alternatif biopolimer, sehingga limbah kulit
singkong tidak menjadi sampah yang dapat merusak lingkungan (Setiawan et al., 2017).
Pada kulit singkong terdapat kandungan Selulosa sebesar 57% (Ningrum, 2019),
dimana kandungan selulosa pada kulit singkong dapat dijadikan sebagai biopolimer dimana
bahan ini diharapkan dapat larut di dalam air formasi, sehingga viscositas air formasi
meningkat dan mobilitas air menjadi berkurang, hal ini bertujuan untuk mencegah laju air
yang masuk mendahului pergerak minyak menuju zona produksi. Pada penelitian kali ini,
peneliti akan melakukan analisa yang terdapat di dalam biopolimer dari kulit singkong yang
paling efektif dalam menanggulangi permasalahan scale pada sumur produksi. Dalam
penelitian ini, akan diuji biopolimer kulit singkong untuk melihat efektifitas dengan
menggunakan Spektrofotometer FTIR (Fourier Transform Infra Red). Hal ini dilakukan
untuk melihat kandungan unsur yang terdapat di dalam biopolimer dari kulit singkong,
apakah memiliki ciri ataupun stuktur yang mirip dengan biopolimer komersil. Terdapat
beberapa zat aktif yang terkandung didalam kulit singkong antara lain senyawa selulosa,
gugus OH, gugus eter (C-O), ikatan rangkap dua (C=C), ikatan alifatik streching (C-H),
gugus karbonil (C=O) (Yusuf et al., 2014).

1.2 Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka tujuan pada penelitian ini
adalah :
1. Melakukan proses sintesis dari limbah kulit singkong sehingga dapat
menghasilkan biopolimer berupa NaCMC.
2. Menganalisis pengaruh biopolymer berbahan dasar kulit singkong terhadap scale
dalam sumur produksi.

1.3 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah:
1. Berkontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
2. Dapat mengetahui karakteristik biopolimer sehingga nantinya bisa dijadikan
sebagai bahan acuan dalam pengujian selanjutnya.
3. Memanfaatkan limbah kulit singkong sebagai bahan baku pembuatan biopolimer
serta membantu pemerintah dalam mengurangi masalah sampah.
4. Menjadikan publikasi ilmiah berupa paper atau jurnal Nasional maupun
Internasional sehingga bisa dijadikan sebagai referensi atau pedoman oleh
penelitian selanjutnya.

1.4 Batasan Masalah


Supaya penelitian ini lebih tepat dengan tujuannya, maka penelitian ini memiliki
batasan-batasan sebagai berikut:
1. Memanfaatkan kandungan selulosa pada limbah kulit singkong sebagai
pembuatan biopolymer.
2. Pengaruh biopolymer terhadap scale yang terbentuk di dalam sumur produksi
3. Data analisis dilakukan di laboratorium
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam pengembangan sumber daya alam termasuk di dalamnya kandungan minyak


dan gas bumi yang dapat digunakan sebagai sumber pemanfaatan kekayaan alam.
Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an: QS. Al-An’ām /6 : 165: Dan Dia lah yang
menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas
sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Al-Qur’ān menyatakan bahwa sumber daya alam yang ada dibumi ditujukan untuk
kemakmuran manusia, manusia yang menjadi khalifah untuk mengurusi dan
memanfaatkannya tanpa merusak tatanan yang telah ada.

2.1 Scale
Scale adalah endapan yang berbentuk kristal atau kerak keras yang merupakan hasil
pengendapan mineral anorganik yang berasal dari air formasi yang dihasilkan bersama
minyak dan gas. Pembentukan scale biasanya terjadi pada bidang-bidang yang bersentuhan
secara langsung dengan air formasi selama proses produksi, seperti pada matrik dan rekahan
formasi, lubang sumur, rangkaian pompa dalam sumur (downhole pump), pipa produksi, pipa
selubung, pipa alir, serta peralatan produksi di permukaan (surface facilities)
(Halimatuddahliana, 2003). Dalam kondisi yang parah scale dapat menciptakan penyempitan
yang signifikan bahkan menyumbat pada pipa produksi maupun pada tubing (Eltaib &
Rabah, 2012).
Adanya endapan scale dapat menghambat aliran fluida baik dalam formasi, lubang
sumur maupun pada pipa pipa di permukaan. Pada matriks formasi, endapan scale akan
menyumbat aliran dan menurunkan permeabilitas batuan. Sedangkan pada pipa, hambatan
aliran terjadi karena adanya penyempitan volume aliran fluida serta penambahan kekasaran
permukaan pipa bagian dalam (Crabtree et al., 1999).
Mekanisme pembentukan scale berawal dari fluida yang mengalir dan memiliki kontak
dengan permukaan pipa yang tidak rata. Air formasi yang membawa ion-ion pembentuk
scale menjadi penyebab timbulnya scale. Ion-ion yang terdapat didalam air formasi akan
saling tarik menarik dan membentuk inti kristal yang berukuran kecil, dan beberapa ion-ion
membentuk inti kristal dipermukaan pipa dikarenakan adanya permukaan yang kasar
sehingga menghambat lajunya alir ion tersebut. Lama kelamaan inti kristal akan menarik ion-
ion yang lain dan membentuk butiran yang lebih besar, sehingga akan mengendap di
permukaan dan pada akhirnya endapan tersebut akan terus menebal dan mengeras (Hamid et
al., 2016).
Di bawah ini merupakan skema pembentukan scale.

Padatan Mineral
Air
Tersuspensi Dapat Larut

Pelarut
Parameter yang
mengendalikan :
waktu, suhu, tekanan,
pH, kondisi
lingkungan, ukuran
Lewat Jenuh partikel dan
kecepatan
pengadukan
Pengendapan
dan Pemadatan Pertumbuhan
Kristal

Kerak

Gambar 2.1 Skema Umum Pembentukan Scale (Salimin & Gunandjar, 2007)
2.2 Jenis - Jenis Scale
Ada beberapa jenis scale yang umum terdapat di lapangan minyak dan gas menurut
(Sari, 2011) :
Tabel 2.1 Endapan Scale yang umum terdapat dilapangan Minyak

Jenis Scale Rumus Kimia Faktor yang Berpengaruh


Kalsium Karbonat (Kalsit) CaCO3  Penurunan Tekanan
(CO2)
 Perubahan Temperatur
 Kandungan Garam
Terlarut
 Perubahan Keasaman
(pH)
Kalsium Sulfat Gypsum CaSO4.2H2O  Perubahan Tekanan dan
Temperatur
Hemi-Hydrate 1  Kandungan Garam
Ca SO 4. H 2 O
2
Anhydrite Terlarut
CaSO4
Barium Sulfat BaSO4  Perubahan Tekanan dan
Stronium Sulfat SrSO4 Temperatur
 Kandungan Garam
Terlarut
Komponen Besi  Korosi
Besi Karbonat FeCo3  Kandungan Gas Terlarut
Sulfida Besi FeS  Derajat Keasaman (pH)
Ferrous Hydroxide Fe(OH)₂
Ferric Hydroxite Fe(OH )3
Oksida Besi Fe₂O₃
Sumber : Sari, (2011)
Scale terbentuk karena tercapainya keadaan larutan lewat jenuh. Dalam keadaan larutan
lewat jenuh beberapa molekul akan bergabung membentuk inti kristal. Inti Kristal ini akan
terlarut kembali menjadi ukurannya lebih kecil dari ukuran partikel kritis. Apabila ukuran inti
Kristal menjadi lebih besar dari inti kritis, maka akan mulailah pertumbuhan Kristal, dari
Kristal ukuran kecil menjadi ukuran yang lebih besar (penebalan lapisan scale). Kristal-
kristal yang terbentuk mempunyai muatan ion lebih rendah dan cenderung untuk
menggumpal sehingga terbentuklah scale (Suharso & Buhani, 2015).

2.3 Penyebab Terbentuknya Scale


2.3.1 Perubahan Tekanan
Dengan diproduksinya fluida formasi secara terus menerus tentu akan menyebabkan
turunnya tekanan formasi. Penurunan tekanan ini terjadi pada formasi ke dasar sumur, dari
dasar sumur ke permukaan dan dari well head ke tangki pengumpul. Dengan turunnya
tekanan ini akan menyebabkan terlepasnya CO 2 dari ion-ion bikarbonat (HCO₃). Adanya gas
CO 2 didalam CaCO 3air akan membentuk suatu asam yang disebut asam karbonat (H₂CO₃)
yang akan menurunkan kelarutan dari scale CaCO 3(Syahri & Sugiarto, 2008).

2.3.2 Perubahan Temperatur


Kebalikan dengan karakteristik kebanyakan mineral, kalsium karbonat akan menjadi
sedikit larut dengan bertambahnya temperature. Hal ini disebabkan karena semakin
bertambahnya temperatur akan terjadi penguapan, sehingga terjadi perubahan kelarutan
menjadi lebih rendah dan ini akan mengakibatkan terjadinya pembentukan scale. Oleh sebab
itu, scaling (pengendapan) tidak akan terjadi di permukaan tetapi dapat terjadi di dasar sumur
jika temperatur sumur cukup tinggi. Ini juga merupakan alasan bahwa scale kalsium karbonat
merupakan fungsi temperatur (Syahri & Sugiarto, 2008).

2.3.3 Bercampurnya Dua Jenis Air yang Berbeda


Apabila terjadi pencampuran dua jenis air formasi yang mana susunan kimianya
berbeda, maka kemungkinan besar akan terjadi reaksi kimia yang membentuk padatan atau
Kristal yang kemudian akan mengendap (Kardiman et al., 2017).

2.3.4 Pengaruh pH
Dengan terdapatnya sejumlah CO 2didalam air akan memberikan pengaruh pH air dan
daya larut dari kalsium karbonat. Dengan rendahnya pH akan semakin kecil kemungkinan
terdapatnya scale kalsium karbonat, dan kebalikannya jika semakin tinggi pH maka semakin
banyak scale kalsium karbonat yang akan terbentuk (Kardiman et al., 2017).
2.4 Penanggulangan Scale
Pencegahan terhadap masalah scale dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu
tindakan preventif yang berupa pencegahan terhadap pembentukan scale maupun upaya
untuk mengatasi setelah scale terbentuk yang menjadi gangguan terhadap proses produksi
yaitu berkurangnya jumlah produksi fluida. Pencegahan terbentuknya scale adalah usaha
preventif yang dilakukan sebelum terbentuknya endapan scale. Pada kenyataannya proses
pembentukan scale sama sekali tidak dapat dicegah, sehingga upaya yang dilakukan semata-
mata hanyalah meminimalisasi pembentukan dan terutama pengendapan scale, sehingga
permasalahan yang terjadi sebagai akibat dari pengendapan tersebut dapat dicegah.
Salah satu cara untuk mencegah terjadinya scale yaitu dengan cara menjaga kation-
kation pembentuk scale agar tetap berada pada larutannya. Adapun caranya yaitu biopolymer
sebagai addititive yang juga digunakan untuk mencegah atau menghambat pembentukan
scale (Sugiarto, 2016). Scale mungkin terjadi di downhole atau di fasilitas permukaan.
Formasi scale dapat menyebabkan terjadinya pengurangan produksi, merusak peralatan
produksi yang akan menimbulkan besarnya biaya pemeliharaan. Oleh sebab itu, pentingnya
mengetahui cara menanggulanginya dengan menggunakan biopolymer.

2.4.1 Biopolymer

Polimer alami atau disebut juga sebagai biopolymer adalah material polimer yang
berasal dari alam. Polimer berasal dari bahasa Yunani poly dan mer yang mana kata poly
berarti banyak dan kata mer yang berarti bagian, maka polimer berarti banyak bagian.
Sehingga, Biopolymer merupakan polimer alami yang berasal dari mahkluk hidup yang
komponen utama penyusunnya adalah polisakarida (Rudin & Choi, 2013). Polisakarida yang
merupakan sumber polimer alami terdiri dari karbon, oksigen dan hidrogen yang
diaplikasikan untuk membuat polimer (Baumberger & Ronsin, 2009). Polisakarida terbagi
menjadi beberapa jenis seperti pati, selulosa, hemiselulosa, lignin, dan kitin (Rudin & Choi,
2013).
Polisakarida (juga sering disebut karbohidrat, pati, gula, selulosa, amilum) tersusun dari
monomer glukosa dengan rumus Cn( H 2O)n-1 atau (C6H10O5)n dengan n adalah jumlah unit
monomer. Selulosa adalah polimer alami yang paling melimpah dan sumber karbon organik
terbesar di bumi (Rudin, A: Choi, 2013). Selulosa terdiri dari 3000 atau lebih glukosa,
memiliki rantai polimer yang lurus dan tidak bercabang, karena itu selulosa sangat kaku.
Selulosa juga merupakan polimer hidrofilik yang memiiki unit berulang D-anhiddro-glukosa
(C 6 H 11 O5 ) yang bergabung dengan ikatan β-1,4-glikosida pada posisi C1 dan C4 (John &
Anandjiwala, 2008). Maka dari itu, untuk mencoba alternative penanggulangan scale yang
terdapat pada sumur produksi dengan penggunaan biopolymer atau polimer alami yaitu
menggunakan polisakarida berupa selulosa dengan berbahan dasar kulit singkong.
2.4.2 Biopolymer Alternatif dari Kulit Singkong Berupa NaCMC
Peringkat kedua penghasil singkong terbesar adalah indonesia (Muslim, 2017).
Produksi singkong di Indonesia mencapai lebih dari 20.8 juta ton setiap tahunnya. kulit
singkong yang terkandung di singkong mencapai 16% dari berat singkong tersebut, maka
setiap tahun ada sekitar 3,3 juta ton kulit singkong yang tidak digunakan dan menjadi limbah
(Rose, 2019).
Rumus molekul selulosa ialah 2(C6H10O5)n, derajat polimerisasinya yaitu n. Kandungan
yang dapat dijadikan sebagai biopolimer ialah selulosa (Araújo et al., 2016). Kulit dari
singkong menyimpan 57% selulosa, 22% lignin, serta memiliki panjang serat antara 0,5- 0,05
cm (Ningrum, 2019). Kulit singkong di Indonesia adalah limbah industri yang jumlahnya
sangat melimpah. Dari jumlah limbah ini sebagian besar kulit singkong hanya di manfaatkan
sebagai pakan ternak oleh masyarakat sehingga peneliti berharap dengan adanya penelitian
ini limbah kulit singkong bisa di manfaatkan menjadi biopolimer yang dapat di aplikasikan
pada industri migas.
Tabel 2.2. Komposisi zat penyusun kulit singkong

Komposisi Persentase
(%)
Abu 6,3
Air 9,8
Lignin 22
Selulosa 57
Sumber:(Santoso et al., 2012), (Ningrum, 2019)

Gambar 2.2 Kulit Singkong

Dari penelitian terdahulu, sudah ada yang melakukan sintetis dan karaterisasi NaCMC
dari kandungan selulosa misalnya kulit durin, ampas sagu, ampas tebu maupun bahan alam
lain. Tetapi fungsi dari NaCMC yang sudah di teliti tidak sebagai chemical polymer untuk
mengatasi produksi air berlebih, hanya berfungsi sebagai pembuatan agent pengental
makanan, bidang farmasi dan kosmetik. Selain itu, biopolimer yang digunakan untuk
mengatasi produksi air berlebih sejauh ini masih menggunakan polimer sintetis. Sehingga,
penelitian ini dapat dijadikan penelitian awal mengenai adanya potensi biopolimer sebagai
penghambat produksi air. Turunan selulosa yang banyak diproduksi secara komersial dan
lebih banyak daripada turunan selulosa yang lain yaitu Na-CMC (Parid et al., 2018). Na-
CMC termasuk dalam molekul anionik yang dapat mencegah terjadinya pengendapan protein
pada titik isoelektrik dan meningkatkan viskositas, memiliki sifat tidak berbau, tidak
berwarna, dan tidak beracun, memiliki pH dengan rentang 6,5 sampai 8. Tahapan dalam
proses pembuatan NaCMC dalam penelitian ini terdiri dari proses hidrolisis, delignifikasi,
bleaching, alkalisasi dan karboksimetilasi. Proses alkalisasi merupakan proses yang
dilakukan untuk mengaktifkan gugus OH pada molekul selulosa, adanya proses ini
menyebabkan struktur kristal selulosa mengembang dan memudahkan reagen
karboksimetilasi berdifusi, setelah dilakukannya proses alkalisasi lalu dilanjutkan dengan
proses karboksimetilasi (Nisa & Putri, 2014). Proses karboksimetilasi merupakan proses yang
dilakukan untuk melihat pengaruh dari asam monokloroasetat yang akan mempengaruhi
substitusi unit anhidroglukosa pada selulosa (Dimawarnita & Panji, 2018). Proses
karboksimetilasi dilakukan menggunakan reagen natrium monokloroasetat dimana Kulit
Singkong 12 pada proses ini gugus OH selulosa akan digantikan dengan ClCH2COONa
(Silsia et al., 2018).

Gambar 2.3 Struktur kimia selulosa dan NaCMC (Nugraheni et al., 2018), (Devi et al., 2016)
BAB III
METODE PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA

Halimatuddahliana. (2003). Pencegahan Korosi dan Scale pada Proses Produksi Minyak
Bumi. Medan: Universitas Sumatra Utara
Crabtree, Mike., David Eslinger., Phil Flatcher Matt Miller., Ashley Johnson., George King.
(1999). Fighting Scale-Removal and Prevention. Houston: Schlumberger
Hamid, S., O. De Jesus., C. Jacinto., dkk. (2015). A Practical Method of Predicting Calcium
Carbonate Scale Formation in Well Competion. SPE Production and Operation, 1-11
Ningrum, P. T. A. (2019). Kulit Singkong (Manihot Utilissima) Sebagai Alternatif Bahan
Pembuatan Kertas Tisu.
Gao, C. (2016). Application of a novel biopolymer to enhance oil recovery. Journal of
Petroleum Exploration and Production Technology, 6(4), 749– 753.
Indexed, S., State, O., Ojo, T., State, O., State, O., Epe, I., State, L., State, O., & State, O.
(2018). Production Of A Novel Bio-Polymer For Enhanced Oil Recovery And
Modelling The Polymer Viscosity Using Artificial Neural Network ( ANN ). 9(12),
563–574.
Setiawan, I., Lindawati, N. Y., Amalia, B., & Singkong, K. (2017). Optimasi Sintesis
Natrium Karboksimetil Selulosa Dari Kulit Singkong ( Manihot utilissima ) dan
Pengembangannya Sebagai Bahan Gelling Agent Optimazion Of Sodium Carboksimetil
Selulosa From Skin Of Cassava ( Manihot utilissima ) And Development As. 01(02).
Sari, R. P. (2011). Studi Penanggulangan Problem Scale Dari Near- Wellbore Hingga
Flowline Di Lapangan Minyak Limau.
Syahri, M., Bambang Sugiarto. (2008). Scale Treatment pada Pipa Distribusi Crude Oil
Secara Kimiawi, Prosiding Seminar Nasional Teknoin Bidang Teknik Kimia dan
Tekstil, B-33 – B-37.
Kardiman., Eri Widianto., A.P. Bayuseno., Stefanus Muryono. (2017). Analisis Pertumbuhan
Fasa Kerak Kalsium Karbonat ( ) Akibat Penambahan Asam Tertrat ( ) sebagai Aditif.
Barometer Jurna Ilmu dan Aplikasi Teknik. Volume 2 No.1
Suharso., Buhani. (2015). Penanggulangan Kerak (2nd Ed.). Yogyakarta: Graha Ilmu
Sugiarto, S. (2016). Pembentukan Kerak Pada Pipa yang dipengaruhi Ion Mineral. Matec
Web Conference.
Rudin, A. & Choi, P., 2013. Biopolymers. In: The Elements of Polymer Science &
Engineering (Third Edition). s.l.:Academic Press, pp. 521-535
Baumberger, T. & Ronsin, O., 2009. From thermally activated to viscosity controlled fracture
of biopolymer hydrogels. The Journal of Chemical Physics, Volume 130, p. 061102.
John, M. J. & Anandjiwala, R. D., 2008. Recent developments in chemical modification and
characterization of natural fiberreinforced composites. Polymer Composites, 29(2), p.
187–207
Muslim, A. (2017). Prospek Ekonomi Ubi Kayu di Indonesia. Universitas Al Azhar
Indonesia.
Santoso, S. P., Sanjaya, N., & Ayucitra, A. (2012). Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai
Bahan Baku Pembuatan Natrium Karboksimetil Selulosa. 11(3), 124-131.

Anda mungkin juga menyukai