Proposal
Proposal
TUGAS AKHIR
Diajukan guna melengkapi syarat dalam dalam mencapai gelar Sarjana Teknik
OLEH :
ROY EDI KALMA PIMA NAINGGOLAN
NPM: 193210182
2.1 Scale
Scale adalah endapan yang berbentuk kristal atau kerak keras yang merupakan hasil
pengendapan mineral anorganik yang berasal dari air formasi yang dihasilkan bersama
minyak dan gas. Pembentukan scale biasanya terjadi pada bidang-bidang yang bersentuhan
secara langsung dengan air formasi selama proses produksi, seperti pada matrik dan rekahan
formasi, lubang sumur, rangkaian pompa dalam sumur (downhole pump), pipa produksi, pipa
selubung, pipa alir, serta peralatan produksi di permukaan (surface facilities)
(Halimatuddahliana, 2003). Dalam kondisi yang parah scale dapat menciptakan penyempitan
yang signifikan bahkan menyumbat pada pipa produksi maupun pada tubing (Eltaib &
Rabah, 2012).
Adanya endapan scale dapat menghambat aliran fluida baik dalam formasi, lubang
sumur maupun pada pipa pipa di permukaan. Pada matriks formasi, endapan scale akan
menyumbat aliran dan menurunkan permeabilitas batuan. Sedangkan pada pipa, hambatan
aliran terjadi karena adanya penyempitan volume aliran fluida serta penambahan kekasaran
permukaan pipa bagian dalam (Crabtree et al., 1999).
Mekanisme pembentukan scale berawal dari fluida yang mengalir dan memiliki kontak
dengan permukaan pipa yang tidak rata. Air formasi yang membawa ion-ion pembentuk
scale menjadi penyebab timbulnya scale. Ion-ion yang terdapat didalam air formasi akan
saling tarik menarik dan membentuk inti kristal yang berukuran kecil, dan beberapa ion-ion
membentuk inti kristal dipermukaan pipa dikarenakan adanya permukaan yang kasar
sehingga menghambat lajunya alir ion tersebut. Lama kelamaan inti kristal akan menarik ion-
ion yang lain dan membentuk butiran yang lebih besar, sehingga akan mengendap di
permukaan dan pada akhirnya endapan tersebut akan terus menebal dan mengeras (Hamid et
al., 2016).
Di bawah ini merupakan skema pembentukan scale.
Padatan Mineral
Air
Tersuspensi Dapat Larut
Pelarut
Parameter yang
mengendalikan :
waktu, suhu, tekanan,
pH, kondisi
lingkungan, ukuran
Lewat Jenuh partikel dan
kecepatan
pengadukan
Pengendapan
dan Pemadatan Pertumbuhan
Kristal
Kerak
Gambar 2.1 Skema Umum Pembentukan Scale (Salimin & Gunandjar, 2007)
2.2 Jenis - Jenis Scale
Ada beberapa jenis scale yang umum terdapat di lapangan minyak dan gas menurut
(Sari, 2011) :
Tabel 2.1 Endapan Scale yang umum terdapat dilapangan Minyak
2.3.4 Pengaruh pH
Dengan terdapatnya sejumlah CO 2didalam air akan memberikan pengaruh pH air dan
daya larut dari kalsium karbonat. Dengan rendahnya pH akan semakin kecil kemungkinan
terdapatnya scale kalsium karbonat, dan kebalikannya jika semakin tinggi pH maka semakin
banyak scale kalsium karbonat yang akan terbentuk (Kardiman et al., 2017).
2.4 Penanggulangan Scale
Pencegahan terhadap masalah scale dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu
tindakan preventif yang berupa pencegahan terhadap pembentukan scale maupun upaya
untuk mengatasi setelah scale terbentuk yang menjadi gangguan terhadap proses produksi
yaitu berkurangnya jumlah produksi fluida. Pencegahan terbentuknya scale adalah usaha
preventif yang dilakukan sebelum terbentuknya endapan scale. Pada kenyataannya proses
pembentukan scale sama sekali tidak dapat dicegah, sehingga upaya yang dilakukan semata-
mata hanyalah meminimalisasi pembentukan dan terutama pengendapan scale, sehingga
permasalahan yang terjadi sebagai akibat dari pengendapan tersebut dapat dicegah.
Salah satu cara untuk mencegah terjadinya scale yaitu dengan cara menjaga kation-
kation pembentuk scale agar tetap berada pada larutannya. Adapun caranya yaitu biopolymer
sebagai addititive yang juga digunakan untuk mencegah atau menghambat pembentukan
scale (Sugiarto, 2016). Scale mungkin terjadi di downhole atau di fasilitas permukaan.
Formasi scale dapat menyebabkan terjadinya pengurangan produksi, merusak peralatan
produksi yang akan menimbulkan besarnya biaya pemeliharaan. Oleh sebab itu, pentingnya
mengetahui cara menanggulanginya dengan menggunakan biopolymer.
2.4.1 Biopolymer
Polimer alami atau disebut juga sebagai biopolymer adalah material polimer yang
berasal dari alam. Polimer berasal dari bahasa Yunani poly dan mer yang mana kata poly
berarti banyak dan kata mer yang berarti bagian, maka polimer berarti banyak bagian.
Sehingga, Biopolymer merupakan polimer alami yang berasal dari mahkluk hidup yang
komponen utama penyusunnya adalah polisakarida (Rudin & Choi, 2013). Polisakarida yang
merupakan sumber polimer alami terdiri dari karbon, oksigen dan hidrogen yang
diaplikasikan untuk membuat polimer (Baumberger & Ronsin, 2009). Polisakarida terbagi
menjadi beberapa jenis seperti pati, selulosa, hemiselulosa, lignin, dan kitin (Rudin & Choi,
2013).
Polisakarida (juga sering disebut karbohidrat, pati, gula, selulosa, amilum) tersusun dari
monomer glukosa dengan rumus Cn( H 2O)n-1 atau (C6H10O5)n dengan n adalah jumlah unit
monomer. Selulosa adalah polimer alami yang paling melimpah dan sumber karbon organik
terbesar di bumi (Rudin, A: Choi, 2013). Selulosa terdiri dari 3000 atau lebih glukosa,
memiliki rantai polimer yang lurus dan tidak bercabang, karena itu selulosa sangat kaku.
Selulosa juga merupakan polimer hidrofilik yang memiiki unit berulang D-anhiddro-glukosa
(C 6 H 11 O5 ) yang bergabung dengan ikatan β-1,4-glikosida pada posisi C1 dan C4 (John &
Anandjiwala, 2008). Maka dari itu, untuk mencoba alternative penanggulangan scale yang
terdapat pada sumur produksi dengan penggunaan biopolymer atau polimer alami yaitu
menggunakan polisakarida berupa selulosa dengan berbahan dasar kulit singkong.
2.4.2 Biopolymer Alternatif dari Kulit Singkong Berupa NaCMC
Peringkat kedua penghasil singkong terbesar adalah indonesia (Muslim, 2017).
Produksi singkong di Indonesia mencapai lebih dari 20.8 juta ton setiap tahunnya. kulit
singkong yang terkandung di singkong mencapai 16% dari berat singkong tersebut, maka
setiap tahun ada sekitar 3,3 juta ton kulit singkong yang tidak digunakan dan menjadi limbah
(Rose, 2019).
Rumus molekul selulosa ialah 2(C6H10O5)n, derajat polimerisasinya yaitu n. Kandungan
yang dapat dijadikan sebagai biopolimer ialah selulosa (Araújo et al., 2016). Kulit dari
singkong menyimpan 57% selulosa, 22% lignin, serta memiliki panjang serat antara 0,5- 0,05
cm (Ningrum, 2019). Kulit singkong di Indonesia adalah limbah industri yang jumlahnya
sangat melimpah. Dari jumlah limbah ini sebagian besar kulit singkong hanya di manfaatkan
sebagai pakan ternak oleh masyarakat sehingga peneliti berharap dengan adanya penelitian
ini limbah kulit singkong bisa di manfaatkan menjadi biopolimer yang dapat di aplikasikan
pada industri migas.
Tabel 2.2. Komposisi zat penyusun kulit singkong
Komposisi Persentase
(%)
Abu 6,3
Air 9,8
Lignin 22
Selulosa 57
Sumber:(Santoso et al., 2012), (Ningrum, 2019)
Dari penelitian terdahulu, sudah ada yang melakukan sintetis dan karaterisasi NaCMC
dari kandungan selulosa misalnya kulit durin, ampas sagu, ampas tebu maupun bahan alam
lain. Tetapi fungsi dari NaCMC yang sudah di teliti tidak sebagai chemical polymer untuk
mengatasi produksi air berlebih, hanya berfungsi sebagai pembuatan agent pengental
makanan, bidang farmasi dan kosmetik. Selain itu, biopolimer yang digunakan untuk
mengatasi produksi air berlebih sejauh ini masih menggunakan polimer sintetis. Sehingga,
penelitian ini dapat dijadikan penelitian awal mengenai adanya potensi biopolimer sebagai
penghambat produksi air. Turunan selulosa yang banyak diproduksi secara komersial dan
lebih banyak daripada turunan selulosa yang lain yaitu Na-CMC (Parid et al., 2018). Na-
CMC termasuk dalam molekul anionik yang dapat mencegah terjadinya pengendapan protein
pada titik isoelektrik dan meningkatkan viskositas, memiliki sifat tidak berbau, tidak
berwarna, dan tidak beracun, memiliki pH dengan rentang 6,5 sampai 8. Tahapan dalam
proses pembuatan NaCMC dalam penelitian ini terdiri dari proses hidrolisis, delignifikasi,
bleaching, alkalisasi dan karboksimetilasi. Proses alkalisasi merupakan proses yang
dilakukan untuk mengaktifkan gugus OH pada molekul selulosa, adanya proses ini
menyebabkan struktur kristal selulosa mengembang dan memudahkan reagen
karboksimetilasi berdifusi, setelah dilakukannya proses alkalisasi lalu dilanjutkan dengan
proses karboksimetilasi (Nisa & Putri, 2014). Proses karboksimetilasi merupakan proses yang
dilakukan untuk melihat pengaruh dari asam monokloroasetat yang akan mempengaruhi
substitusi unit anhidroglukosa pada selulosa (Dimawarnita & Panji, 2018). Proses
karboksimetilasi dilakukan menggunakan reagen natrium monokloroasetat dimana Kulit
Singkong 12 pada proses ini gugus OH selulosa akan digantikan dengan ClCH2COONa
(Silsia et al., 2018).
Gambar 2.3 Struktur kimia selulosa dan NaCMC (Nugraheni et al., 2018), (Devi et al., 2016)
BAB III
METODE PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
Halimatuddahliana. (2003). Pencegahan Korosi dan Scale pada Proses Produksi Minyak
Bumi. Medan: Universitas Sumatra Utara
Crabtree, Mike., David Eslinger., Phil Flatcher Matt Miller., Ashley Johnson., George King.
(1999). Fighting Scale-Removal and Prevention. Houston: Schlumberger
Hamid, S., O. De Jesus., C. Jacinto., dkk. (2015). A Practical Method of Predicting Calcium
Carbonate Scale Formation in Well Competion. SPE Production and Operation, 1-11
Ningrum, P. T. A. (2019). Kulit Singkong (Manihot Utilissima) Sebagai Alternatif Bahan
Pembuatan Kertas Tisu.
Gao, C. (2016). Application of a novel biopolymer to enhance oil recovery. Journal of
Petroleum Exploration and Production Technology, 6(4), 749– 753.
Indexed, S., State, O., Ojo, T., State, O., State, O., Epe, I., State, L., State, O., & State, O.
(2018). Production Of A Novel Bio-Polymer For Enhanced Oil Recovery And
Modelling The Polymer Viscosity Using Artificial Neural Network ( ANN ). 9(12),
563–574.
Setiawan, I., Lindawati, N. Y., Amalia, B., & Singkong, K. (2017). Optimasi Sintesis
Natrium Karboksimetil Selulosa Dari Kulit Singkong ( Manihot utilissima ) dan
Pengembangannya Sebagai Bahan Gelling Agent Optimazion Of Sodium Carboksimetil
Selulosa From Skin Of Cassava ( Manihot utilissima ) And Development As. 01(02).
Sari, R. P. (2011). Studi Penanggulangan Problem Scale Dari Near- Wellbore Hingga
Flowline Di Lapangan Minyak Limau.
Syahri, M., Bambang Sugiarto. (2008). Scale Treatment pada Pipa Distribusi Crude Oil
Secara Kimiawi, Prosiding Seminar Nasional Teknoin Bidang Teknik Kimia dan
Tekstil, B-33 – B-37.
Kardiman., Eri Widianto., A.P. Bayuseno., Stefanus Muryono. (2017). Analisis Pertumbuhan
Fasa Kerak Kalsium Karbonat ( ) Akibat Penambahan Asam Tertrat ( ) sebagai Aditif.
Barometer Jurna Ilmu dan Aplikasi Teknik. Volume 2 No.1
Suharso., Buhani. (2015). Penanggulangan Kerak (2nd Ed.). Yogyakarta: Graha Ilmu
Sugiarto, S. (2016). Pembentukan Kerak Pada Pipa yang dipengaruhi Ion Mineral. Matec
Web Conference.
Rudin, A. & Choi, P., 2013. Biopolymers. In: The Elements of Polymer Science &
Engineering (Third Edition). s.l.:Academic Press, pp. 521-535
Baumberger, T. & Ronsin, O., 2009. From thermally activated to viscosity controlled fracture
of biopolymer hydrogels. The Journal of Chemical Physics, Volume 130, p. 061102.
John, M. J. & Anandjiwala, R. D., 2008. Recent developments in chemical modification and
characterization of natural fiberreinforced composites. Polymer Composites, 29(2), p.
187–207
Muslim, A. (2017). Prospek Ekonomi Ubi Kayu di Indonesia. Universitas Al Azhar
Indonesia.
Santoso, S. P., Sanjaya, N., & Ayucitra, A. (2012). Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai
Bahan Baku Pembuatan Natrium Karboksimetil Selulosa. 11(3), 124-131.