Aldi Sugespa - D1A200233 - Konversi (No 2)
Aldi Sugespa - D1A200233 - Konversi (No 2)
MAKALAH
Disusun oleh :
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
BANDUNG 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan
atau tanpa bahan penambahan bahan pewangi, dan zat obat. Sirup merupakan
sediaan yang menyenangkan untuk pemberian suatu bentuk cairan dari suatu obat
yang rasanya tidak enak, sirup efektif dalam pemberian obat untuk anak-anak,
karena rasanya yang enak biasanya menghilangkan keengganan pada anak-anak
untuk meminum obat (Ansel, 1989). Sirup juga mempunyai nilai lebih antara lain
dapat digunakan oleh hampir semua usia, cepat diabsorpsi, sehingga cepat
menimbulkan efek. Setiap obat yang dapat larut dalam air dan stabil dalam larutan
berair dapat dibuat menjadi sediaan sirup (Ansel, 1989). Dalam pembuatan
2
makalah ini kan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan sediaan
sirup dilhat dari berbagi sudut.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stabilitas Obat
4
ditetapkan.
4. Stabilitas farmakologi, efek terapi tidak berubah selama usia guna sediaan.
1. Stabilitas Fisika
Stabilitas fisika adalah mengevaluasi perubahan sifat fisika dari suatu
produk yang tergantung waktu (periode penyimpanan). contoh dari perubahan
fisika antara lain : migrasi (perubahan) warna, perubahan rasa, perubahan bau,
perubahan tekstur atau penampilan. Evaluasi dari uji stabilitas fisika meliputi :
pemeriksaan organoleptik, homogenitas, ph dan bobot jenis.
Kriteria stabilitas fisika:
a. Penampilan fisika meliputi; warna, bau, rasa, tekstur, bentuk sediaan
b. Keseragaman bobot
c. Keseragaman kandungan
d. Suhu
e. Disolusi
f. Kekentalan
g. Bobot jenis
h. Visikositas
Sifat fisik meliputi hubungan tertentu antara molekul dengan bentuk energi
yang telah ditentukan dengan baik atau pengukuran perbandingan standar luar
lainnya. Dengan menghubungkan sifat fisik tertentu dengan sifat kimia dari
molekul-molekul yang hubungannya sangat dekat, kesimpulannya adalah :
a. Menggambarkan susunan ruang dari molekul obat.
b. Memberikan keterangan untuk sifat kimia atau fisik relatif dari sebuah molekul.
c. Memberikan metode untuk analisis kualitatif dan kuantitatif untuk suatu zat
farmasi tertentu.
5
Ketidakstabilan Fisika
Berikut ini akan diuraikan jenis ketidakstabilan yang paling penting, tanpa
memperdulikan kesempurnaan prosesnya.
2. Stabilitas Farmakologi
Aktivitas senyawa bioaktif disebabkan oleh interaksi antara molekul obat
dengan bagian molekul dari obyek biologis yaitu resptor spesifik. Untuk dapat
berinteraksi dengan reseptor spesifik dan menimbulkan aktivitas spesifik, senyawa
bioaktif harus mempunyai stuktur sterik dan distribusi muatan yang spesifi pula.
Dasar dari aktivitas bioogis adalah proses-proses kimia yang kompleks mulai dari
saat obat diberikan sampai terjadinya respons biologis.
6
Fasa-fasa yang mempengaruhi aktivitas obat
a. Fasa farmasetik
Pada fasa I selain sifat molekul obat, seperti kestabilan terhadap asam
lambung dan larutan dalam air, formulasi farmasetis dan bentuk sediaan yang
digunakan juga penting untuk aktivitas obat.
b. Fasa Farmakokinetik
Meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorpsi
molekul obat yang mengahasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif
dalam cairan darah (Ph = 7,4) yang akan didistribusikan ke jaringan atau organ
tubuh. Fasa III adalah fasa yang melibatkan proses distribusi, metabolisme dan
ekresi obat, yang menentukan kadar senyawa aktif pada kompartemen tempat
reseptor berbeda. Fasa I, II dan III menentukan kadar obat aktif yang dapat
mencapai jaringan target.
c. Fasa Farmakodinmik
Meliputi proses fasa IV dan fasa V. Fasa IV adalah tahap interaksi
molekul senyawa aktif dengan tempat aksi spesifik atau reseptor pada jaringan
target, yang dipengaruhi oleh ikatan kimia yang terlibat. Fasa V adalah induksi
rangsangan, dengan melalui proses biokimia, menyebabkan terjadinya respons
biologis.
3. Stabilitas Kimia
Stabilitas kimia suatu obat adalah lamanya waktu suatu obat untuk
mempertahanakan integritas kimia dan potensinya seperti yang tercantum pada
7
etiket dalam batas waktu yang ditentukan. Pengumpulan dan pengolahan data
merupakan langkah menentukan baik buruknya sediaan yang dihasilkan,
meskipun tidak menutup kemungkinan adanya parameter lain yang harus
diperhatikan. Data yang harus dikumpulkan untuk jenis sediaan yang berbeda
tidak sama, begitu juga untuk jenis sediaan sama tetapi cara pemberiannya lain.
Jadi sangat bervariasi tergantung pada jenis sediaan, cara pemberian, stabilitas zat
aktif dan lain-lain.
Data yang paling dibutuhkan adalah data sifat, kimia, kimiafisik, dan
kerja farmakologi zat aktif (data primer), didukung sifat zat pembantu (data
sekunder). Secara reaksi kimia zat aktif dapat terurai karena beberapa faktor
diantaranya ialah, oksigen (oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), cahaya
(fotolisis), karbondioksida (turunnya pH larutan), sesepora ion logam sebagai
katalisator reaksi oksidasi. Jadi jelasnya faktor luar juga mempengaruhi
ketidakstabilan kimia seperti, suhu, kelembaban udara dan cahaya.
b.Dekomposisi fotokimia
Paparan pada UV dapat menyebabkan oksidasi (foto oksidasi) dan fotolisis
pada ikatan kovalen. Nipedipin, nitroprusin, ribovlavin, dan fenotiazin sangat
tidak stabil terhadap foto oksidasi.
c. Kekuatan Ion
Efek dari jumlah elektrolit yang terlarut terhadap kecepatan hidrolisis
dipengaruhi oleh kekuatan ion pada interaksi inter ionik. Secara umum konstanta
kecepatan hidrolisis berbanding tebalik dengan kekeuatan ion dan sebaliknya
dengan muatan ion, sebagai contoh obat-obat kation yang diformulasikan dengan
bahan tambahan anion.
d. Perubahan Nilai pH
Degradasi dari banyak senyawa obat dalam larutan dapat dipercepat atau
diperlambat secara ekponensial oleh nilai pH yg naik atau turun dari rentang pH
nya. Nilai pH yang di luar rentang dan paparan terhadap temperatur yang tinggi
adalah faktor yang mudah mengkibatkan efek klinik dari obat secara signifikan,
akibat dari reaksi hidrolisis dan oksidasi. Larutan obat atau suspensi obat dapat
stabil dalam beberapa hari, beberapa minggu, atau bertahun-tahun pada formulasi
aslinya, tetapi ketika dicampurkan dengan larutan lain yg dapat mempengaruhi
nilai pH nya, senyawa aktif dapat terdegradasi dalam hitungan menit.
Sistem pH dapar yang biasanya terdegradasi dari asam atau basa lemah
dan garamnya biasanya ditambahkan ke dalam sediaan cair ditambahkan untuk
mempertahankan pHnya pada rentang dimana terjadinya degradasi obat minimum.
Pengaruh pH pada kestabilan fisik sistem dua fase contohnya emulsi juga penting,
sebagai contoh kestabilan emulsi intravena lemak dirusak oleh pH asam.
e. Interionik
Kelarutan dari muatan ion yg berlawanan tergantung pada jumlah muatan
ionnya dan ukuran molekulnya. Secara umum ion2 polivalen dengan muatan
berlawanan bersifat inkompatibel. Jadi inkompatibilitasnya lebih mudah terjadi.
9
f. Dekomposisi fotokimia
Paparan pada UV dapat menyebabkan oksidasi (foto oksidasi) dan fotolisis
pada ikatan kovalen. Nipedipin, nitroprusin, ribovlavin, dan fenotiazin sangat
tidak stabil terhadap foto oksidasi.
g. Kekuatan Ion
Efek dari jumlah elektrolit yang terlarut terhadap kecepatan hidrolisis
dipengaruhi oleh kekuatan ion pada interaksi inter ionik. Secara umum konstanta
kecepatan hidrolisis berbanding tebalik dengan kekeuatan ion dan sebaliknya
dengan muatan ion, sebagai contoh obat-obat kation yang diformulasikan dengan
bahan tambahan anion.
h. Perubahan Nilai pH
Degradasi dari banyak senyawa obat dalam larutan dapat dipercepat atau
diperlambat secara ekponensial oleh nilai pH yg naik atau turun dari rentang pH
nya. Nilai pH yang di luar rentang dan paparan terhadap temperatur yang tinggi
adalah faktor yang mudah mengkibatkan efek klinik dari obat secara signifikan,
akibat dari reaksi hidrolisis dan oksidasi. Larutan obat atau suspensi obat dapat
stabil dalam beberapa hari, beberapa minggu, atau bertahun-tahun pada formulasi
aslinya, tetapi ketika dicampurkan dengan larutan lain yg dapat mempengaruhi
nilai pH nya, senyawa aktif dapat terdegradasi dalam hitungan menit.
Sistem pH dapar yang biasanya terdegradasi dari asam atau basa lemah
dan garamnya biasanya ditambahkan ke dalam sediaan cair ditambahkan untuk
mempertahankan pHnya pada rentang dimana terjadinya degradasi obat minimum.
Pengaruh pH pada kestabilan fisik sistem dua fase contohnya emulsi juga penting,
sebagai contoh kestabilan emulsi intravena lemak dirusak oleh pH asam.
i. Interionik
Kelarutan dari muatan ion yg berlawanan tergantung
pada jumlah muatan ionnya dan ukuran molekulnya. Secara umum ion2 polivalen
dengan muatan berlawanan bersifat inkompatibel. Jadi inkompatibilitasnya lebih
mudah terjadi dengan penambahan sejumlah besar ion dengan muatan yang
berlawanan.
10
pH dan senyawa kimia tertentu (contohnya dextrose dan tembaga dalam kasus
hidrolisa ampisilin).
j. Epimerisasi
Senyawa tetrasiklin paling umum mengalami epimerisasi. Reaksi terjadi
dengan cepat ketika obat dilarutkan dan terpapar dg pH lebih dari 3,
mengakibatkan terjadinya perubahan sterik pd gugus dimetilamin. Bentuk epimer
dari tetrasiklin seperti epitetrasiklin tidak memiliki aktifitas anti bakteri.
k. Dekarboksilasi
Beberapa asam senyawa asam karboksilat terlarut seperti para-amini
salisilic acid dapat kehilangan CO2 dari gugus karboksil ketika dipanaskan. Produk
urainya memiliki potensi farmakologi yang rendah. Beta-keto dekarboksilasi dpt
terjadi pada beberapa antibiotik yg memiliki gugus karbonil pada beta karbon dari
asam karboksilat atau anion karboksilat. Dekarboksilasi akan terjadi pada
beberapa antibiotik : Carbenicillin sodium, Carbenicillin free acid, Ticarcillin
sodium, Ticarcillin free acid.
l. Dehidrasi
Dehidrasi yg dikatalisis oleh asam pd gol tetrasiklin menghasilkan
senyawa epianhidrotetrasiklin, senyawa yg tdk memiliki efek anti bakteri dan
memiliki efek toksisitas
m. Oksidasi
Struktur molekular yang dapat mudah teroksidasi adalah gugus hidroksil
yang terikat langsung pada cincin aromatik (contoh pd katekolamin dan morfin),
gugus dien terkonjugasi (vit A dan asam lemak tak jenuh), cicin heterosiklik
aromatik, gugus turunan nitroso dan nitrit dan aldehid (flavoring). Produk hasil
oksidasi biasanya memiliki efek terapetik lebih rendah. Identifikasi secara visual
bisa terlihat pada perubahan warna contohnya pada kasus efineprin. Oksidasi
dapat dikatalisa oleh pH ion logam contohnya tembaga dan besi, paparan terhadap
oksigen, UV.
11
n.Kestabilan bentuk padat
Reaksi pada kondisi padat relatif bersifat lambat, kecepatan degradasinya
dikarakterisasi sesuai dengan kecepatan kinetik orde 1 atau sesuai dengan kurva
signoid. Sehingga obat-obat berbentuk padat dengan titik leleh yang rendah tidak
boleh dikombinasikan dengan bahan kimia lain yang dapat membentuk campuran
uetectic.
Pada kondisi kelembaban yang tinggi, kecepatan dekomposisinya berubah
sesuai dengan kecepatan kinetik orde nol, karena kecepatan dekomposisinya
diatur secara relatif oleh fraksi kecil dari obat yang muncul pada larutan jenuh
yang letaknya pada permukaan atau atau di dalamnya.
o. Temperatur
Secara umum kecepatan reaksi kimia meningkat secara eksponensial setiap
kenaikan 10 derajat suhu. Faktor nyata yg mengakibatkan kenaikan kecepatan
reaksi kimia ini adalah karena aktifasi energi. Waktu simpan obat pd suhu ruang
biasanya akan berkurang ¼ atau 1/25 dari waktu simpan di dalam refrigrator.
Temperatur dingin juga dapat mengakibatkan ketidakstabilan. Sebagai contoh
refrigerator dapat mengkibatkan kenaikan viskositas pada sediaan cair dan
menyebabkan supersaturasi pada kasus lain, dingin atau beku dapat merubah
ukuran droplet pd emulsi, dapat mendenaturasi protein atau pada kasus tertentu
dapat menyebabkan kelarutan beberapa polimerik obat dapat berkurang.
4. Stabilitas Mikrobiologi
Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan di mana tetap
sediaan bebas dari mikroorganisme atau memenuhi syarat batas miroorganisme
hingga batas waktu tertentu.5 Terdapat berbagai macam zat aktif obat, zat
tambahan serta berbagai bentuk sediaan dan cara pemberian obat. Tiap zat, cara
pemberian dan bentuk sediaan memiliki karakteristik fisika-kimia tersendiri dan
umumnya rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme dan/atau memang sudah
mengandung mikroorganisme yang dapat mempengaruhi mutu sediaan karena
12
berpotensi menyebabkan penyakit, efek yang tidak diharapkan pada terapi atau
penggunaan obat dan kosmetik.
Oleh karena itu farmakope telah mengatur ketentuan mengenai
kandungan mikroorganisme pada sediaan obat maupun kosmetik dalam rangka
memberikan hasil akhir berupa obat dan kosmetika yang efektif dan aman untuk
digunakan atau dikonsumsi manusia. Stabilitas mikrobiologi diperlukan oleh
suatu sediaan farmasi untuk menjaga atau mempertahankan jumlah dan menekan
pertumbuhan mikroorgansme yang terdapat dalam sediaan tersebut hingga jangka
waktu tertentu yang diinginkan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Mikrobiologi
Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan dapat dipengaruhi oleh beberap
factor, antara lain:
Sifat fisika kimia zat aktif maupun zat tambahan dapat mempengaruhi
stabilitas mikrobiologi sediaan. Zat yang bersifat higroskopik atau hidrofilik
rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme. Hal ini berhubungan dengan adanya
air yang merupakan media pertumbuhan bagi mikroorganisme.
13
5. Stabilitas Toksikologi
Stabilitas toksikologi adalah ukuran yang menujukkan ketahanan suatu
senyawa/bahan akan adanya pengaruh kimia, fisika, mikrobiologi dan
farmakologi yang tidak menyebabkan peningkatan toksisitas secara signifikan.
Efek toksik dapat dibedakan, menjadi :
a. Efek toksik akut, mempunyai korelasi langsung dengan absorpsi zat toksik
b. Efek toksik kronis, zat toksik dalam jumlah kecil diabsorpsi sepanjang jangka
waktu lama, terakumulasi, mencapai konsentrasi toksik akhirnya timbul
keracunan.
Toksisitas jangka panjang, efek toksik baru muncul setelah periode waktu
laten yang lama sebagai contoh kerja karsinogenik dan mutagenik. Penggolongan
toksikologi dengan cara lain berdasarkan jenis zat dan keadaan yang
mengakibatkan kerja toksik, yaitu : kerja / efek tidak diinginkan, keracunan akut
pada dosis berlebih, pengujian terhadap toksisitas dan toleransi pada fase
praklinik.
Zat kimia disebut xenobiotik (xeno = asing), dimana setiap zat kimia baru
harus diteliti sifat-sifat toksiknya sebelum diperbolehkan penggunaannya secara
luas. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan toksisitas adalah :
a. Dosis
Dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun. Untuk setiap zat
kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali
atau dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian.
14
meningkatkan stabilitas obat, meningkatkan kelarutan obat, efek terapetik.
Kriteria pemilihan dapar, yaitu :
i) dapar mempunyai kapasitas yang memadai dalam kisaran pH yang dinginkan
(untuk mempertahankan stabilitas obat maka daparnya kecil)
ii) dapar harus aman secara biologis
iii) dapar tidak mempunyai efek merusak stabilitas produk
iv) memperbaiki rasa dan warna yang dapat diterima
b) Pengawet
Kemungkinan kontaminasi selama pembuatan, penyimpanan dan
penggunaan. Sumber kontaminan; berasal dari manusia, bahan obat, bahan
tambahan, lingkungan, alat-alat dan bahan pengemas. Faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas pengawet:
i) Koefisien distribusi liphoid-air yang dipilih pengawet yang larut
ii) Harga pH karena pengawet yang dapat menimbulkan aktivitas adalah
pengawet yang tidak terdisosiasi atau terdapat dalam bentuk molekul yang
dapat menembus membran
iii) Konsentrasi, ada yang menghambat pertumbuhan dan juga mematikan sel
iv) Suhu, dengan kenaikan suhu berarti terjadi kenaikan aktivitas pengawet
Syarat memilih bahan pengawet, yaitu perlu dipilih bahan yang dapat
tersatukan secara fisiologis, tidak toksik, alergi dan sensibilisasi, yang
kesemuanya tergantunng dosis, dapat tercampur dengan bahan aktif dan bahan
tambahan termasuk wadah dan tutup, tidak berbau dan tidak berasa, efektif
sebagai bakteriostatik atau bakterisid, fungiostatik atau fungisid serta cukup larut
dalam pembawa hingga mencapai konsentarsi yang memadai.
c) Antioksidan
Terjadinya oksidasi karena dipengaruhi oleh:
i) Harga pH semakin tinggi harga pH semakin rendah potensial redoks
sehingga oksidasinya semakin lancar
ii) Cahaya sebab cahaya mengandung energi oton yang dapat meningkatkan
atau mempercepat proses oksidasi, maka molekul-molekul obat semakin
reaktif
iii) O2 atau kandungan O2 akan meningkatkan proses oksidasi
Ion logam berat berfungsi sebagai katalisator proses oksidasi
15
Pertimbangan-pertimbangan dalam memilih antioksidan antara lain adalah
harus efektif pada konsentrasi yang menurun, tidak toksik, tidak merangsang, dan
tidak menimbulkan OTT, larut dalam pembawa dan dapat bercampur dengan
bahan lainnya.
c. Faktor luar
1) cara pembuatan
2) bahan pengemas
Terbagi atas 2, yaitu bahan pengemas primer yaitu bahan pengemas yang
langsung bersentuhan atau kontak dengan sediaan (wadahnya), dan bahan
pengemas sekunder, yaitu bahan pengemas yang tidak bersentuhan langsung
dengan sediaan. Syarat dalam pemilihan bahan pengemas antara lain adalah :
i) melindungi preparat dari keadaan lingkungan
ii) tidak boleh bereaksi dengan produk
iii) tidak boleh memberikan rasa atau bau paa produk
iv) tidak toksik
v) disetujui oleh lembaga kesehatan dunia
vi) harus memenuhi tuntunan tahan banting yang sesuai
vii) mudah mengeluarkan isi
viii) menarik
i) Semua zat di ekspose 30 hari pada kondisi udara suhu 500c dan100 %RH.
ii) Jika pada periode pengujian ini tidah terdeteksi adanya degradasi lanjutkan
denga suhu di naikkan sampai 700C selama 3-7 hari lagi. Uji hasil degradasi
menggunakan TLC, sedangkan zat tidak terurai dengan analisa
semikuantitafif.
i) Untuk produk yang dipasarkan secara global diuji menurut kondisi zona
iklim IV
ii) Real time dengan kondisi sedekat mungkin dengan keadaan sistem distribusi
( minimal 12 bulan )
iii) Uji dipercepat 40oC+-200c/17%RH+-5%/6 bulan atau 3 bulan pada 45o-
50oCdan RH75 %
iv) Zona iklim 2 uji dipercepat 40oC+-20C/75%RH+-5%/3bulan atau
disarankan 6 bulan jika barang aktif kurang stabil atau untuk produk di
mana jumlah data tersedia terbatas. Alternatif tidak lebih dari 150 C diatas
suhu penyimpanan jangka panjang dan kondisi lembab yang relevan.
17
v) Uji stabilitas sediaan cair disarankan pada suhu yang lebih rendah misalnya
> 0 -10 sampai - 200C siklus freeze-thaw dan kondisi pendinginan 2-8 C.
Ekspose terhadap cahaya juga memungkinkan.
vi) Pengujian dilakukan pada 3 batch kecuali jika barang aktif digunakan sangat
stabil.batch harus representative mewakili proses manufaktur dan dibuat
dengan skalapilot atau skala produksi penuh
vii) Bacth produksi harus pula diuji setiap bacth selang tahun untuk skala yang
stabil ; unuk produk yang frofil stabilitasnya sudah diketahui satu batch
setiap 3-5 tahun kecuali perubahan besar dari produk misalnya formula atau
proses / metode manufaktur.
viii) Bacth untuk uji stabilitas harus terinci, nomor bacth, tanggal manufaktur,
ukuran bacth, kemasan dan sebagainya.
18
v) Gagal memenuhi spesifikasi penampilan dan sifat-sifat fisika seperti warna,
pengerasan,dsb
vi) Q1B (PHOTOSTABILITY TESTING)
vii) Pengujian bahan berkhasiat
viii) Pengujian produk formulasi di luar kemasan langsung
ix) Pengujian sediaan jadi dalam kemasan langsung jika ada gejala fotostabilitas
x) Pengujian sediaan jadi dalam kemasan yang akan dipanaskan.
Pengujian pada uji stabilitas sediaan menurut ICH
i) Bahan aktif : 2 fase yaitu degradasi stess dan uji konfermasi
ii) Sediaan farmasi : produk diexpose penuh, produk dalam kemasan primer,
produk dalam kemasan di pasarkan.
B. SIRUP
1. Pengertian Sirup
Menurut Farmakope Indonesia IV, Sirup adalah sediaan cair berupa larutan
yang mengandung sakarosa. Kadar sakarosa (C12 H22 O11) tidak kurang dari
64% dan tidak lebih dari 66%. Sirup adalah larutan oral yang mengandung
sukrosa atau gula lain dalam kadar tinggi (Departemen Kesehatan, 1995). Secara
umum sirup merupakan larutan pekat dari gula yang ditambah obat atau zat
19
pewangi dan merupakan larutan jernih berasa manis. Sirup adalah sediaan cair kental
yang minimal mengandung 50% sakarosa.
Hal-hal yang harus diperhatikan jika konsentrasi obat digunakan melebihi kriteria
kelarutan agar dapat sediaan larutan yang homogen :
a PH, Sejumlah besar zat kemoterapi modern adalah asam lemah atau basa
lemah. Kelarutan zat-zat ini dapat dengan nyata dipengaruhi oleh PH
lingkungannya.
b Konsolvensi, elektrolit-elektrolit lemah dan moleukul-moleukul nonpolar
seringkali mempunyai kelarutan dalam air yang buruk. Kelarutannya
bbiasanya dapat ditingkatkan dengan penambahan suatu pelarut yang dapat
bercampur dengan air dimana dalam pelarut tersebut obat mempunyai
kelarutan yang baik.
c Solubilisasi, Merupakan tempatnya moleukul-moleukul zat terlarut yang larut
dsalam air secara spontanke dalam larutan air dari suatu sabun atau detergen,
dimana di bentuk suatu larutan yang stabil secara termodinamik.
d Kompleksasi, Senyawa- senyawa organik dalam larutan umumnya cenderung
bergabung satu sama lain sampai tingkat tertentu.
e Hidrotopi
f Modifikasi kimia obat. Banyak obat yang sukar larut dapat dimodifikasi
secara kimiawi menjadi turunan-turunan yang larut dalam air.
2. Komponen Sirup
a Pemanis
Pemanis berungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat dari
kalori yang dihasilkan dibagi menjadi pemanis berkalori tinggi dan pemanis berkalori
rendah. Adapun pemanis berkalori tinggi misalnya sorbitol, sakarin dan sukrosa
sdangkan yang berkalori rendah seperti laktosa.
20
b. Uji mudah tidaknya dituang
Uji mudah tidaknya dituang adalah salah satu parameter kualitas sirup.
Uji ini berkaitan erat dengan viskositas. Viskositas yang rendah menjadikan cairan
akan smakin mudah dituang dan sebaliknya. Sifat fiik ini digunakan untuk melihat
stabilitas sediaan cair selama penyimpanan.Besar kecilnya kadar suspending agent
berpengaruh terhadap kemudahan sirup untuk dituang. Kadar zat penstabil yang
terlalu besar dapat menyebabkan sirup kental dan sukar dituang.
21
f Pemanasan sebaiknya dihindari karena pemanasan akan menyebabkan
terjadinya gula invert.
g Gula invert tidak dikehendaki dalam sirup karena lebih encer sehingga mudah
berjamur dan berwarna tua ( terbentuk karamel ), tetapi mencegah terjadinya
oksidasi dari bahan obat.
h Pada sirup yang mengandung sakarosa 62 % atau lebih, sirup tidak dapat
ditumbuhi jamur, meskipun jamur tidak mati
I Bila kadar sakarosa turun karena inversi, maka jamur dapat tumbuh. Bila dalam
resep, sirup diencerkan dengan air dapat pula ditumbuhi jamur.
J Untuk mencegah sirup tidak menjadi busuk, dapat ditambahkan bahan
pengawet misalnya nipagin.
K Kadang-kadang gula invert dikehendaki adanya misalnya dalam pembuatan
sirupus Iodeti ferrosi.Hal ini disebabkan karena sirup merupakan media yang
mereduksi, mencegah bentuk ferro menjadi bentuk ferri. Gula invert disini
dipercepat pembuatannya dengan memanaskan larutan gula dengan asam sitrat.
L ila cairan hasil sarian mengandung zat yang mudah menguap maka sakarosa
dilarutkan dengan pemanasan lemah dan dalam botol yang tertutup, seperti pada
pembuatan Thymi sirupus dan Thymi compositus sirupus, aurantii corticis
sirupus. Untuk cinnamomi sirupus sakarosa dilarutkan tanpa pemanasan.
m Maksud menyerkai pada sirup adalah untuk memperoleh sirup yang jernih.
4. Penjernihan Sirup
a Menambahkan kocokan zat putih telur segar pada sirup . Didihkan sambil
diaduk, zat putih telur akan menggumpal karena panas.
b Menambahkan bubur kertas saring lalu didihkan dan saring kotoran sirup
akan melekat ke kertas saring.
22
5. Kestabilan Sirup dalam Penyimpan
1 Sirup yang sudah dingin disimpan dalam wadah yang kering. Tetapi pada
pendinginan ada kemungkinan terjadinya cemaran sehingga terjadi juga
penjamuran.
2 Mengisikan sirup panas-panas kedalam botol panas (karena sterilisasi) sampai
penuh sekali sehingga ketika disumbat dengan gabus terjadi sterilisasi
sebagian gabusnya, lalu sumbat gabus dicelup dalam lelehan parafin solidum
yang menyebabkan sirup terlindung dari pengotoran udara luar.
3 Sterilisasi sirup, disini harus diperhitungkan pemanasan 30 menit apakah tidak
berakibat terjadinya gula invert.
Maka untuk kestabilan sirup, FI III juga menuliskan tentang panambahan
metil paraben 0,25% atau pengawet lain yang cocok. Penyimpanan: Dalam wadah
tertutup rapat dan di tempat sejuk
6. Analisa Farmakologi
a Indikasi
Mengatasi nyeri ringan,demam, sakit kepala, mialgia, neulargia dan sakit gigi
b Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap parasetamol dan defesiensi glukosa-6-fasfat
dehidrigenase.
Tidak boleh digunakan pada penderita dengan gangguan fungsi hati.
c Efek samping
Sangat jarang dsan biasanya ringan.
Dosis besar dapat menyebabkan kerusakan hati.
d Mekanisme kerja
Mempengaruhi proses sintetsis prostaglandin (sebagi mediator nyeri) dan
menghambat sistem siklosigenase
e Interaksi obat
23
Parasetamol diduga cepat menaikan aktivitas koagulan dari kumarin
f Dosis pemberian
Dibawah 1 tahun : ½ - 1 sendok teh atau 60-120 mg tiap 4-6 jam
1-5 tahun : 1-2 sendok teh atau 120-150 mg tiap 4-6 jam
6-12 tahun : 2-4 sendok teh atau 250-500 mg tiap 4-6 jam
Diatas 12 tahun : ½ - 1 g tiap 4 jam, maksimum 4 g sehari
g Rute pemberian
Oral
h Fakmakokinetika
Parasetamol di absorpsi dengan cepat dan sempurna melalui saluran
pencernaan. Konsentrasi tertinggi dalam plasma di capai dalam waktu ½ jam
dam masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan
tubuh dalam plasma 25 % paracetamol. Obat ini di metabolisme di hati.
a Uji organoleptik
b Uji pH
c. Uji Viskositas
d Uji Hedonik
25
DAFTAR PUSTAKA
Moechtar, 1989. Farmasi fisik: Bagian Larutan dan Sistem Dispersi. Gadjah
Mada University Press: Jogjakarta.
Nairin, J.G. 2000. Solutions, Emultions, Suspensions, and Extracts. dalam
Remington: The Science and Practice of Pharmacy. Volume 1. Editor:
Alfonso Gennaro. London: Lippincott Williams & Wilkins. Halaman 730-
734.
Winarso, A., dkk. 2014. Stabilitas Fisik dan Mutu Hedonik Sirup dari Bahan
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Poltekkes Kemenkes Surakarta.
26
27
28
29
30
31
32
33