38511-Article Text-186790-3-10-20230118
38511-Article Text-186790-3-10-20230118
ABSTRAK
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan mikroorganisme yang secara biologis
mempengaruhi enzim tanaman dan nutrien tanaman. Teknik pengembangan produksi
FMA perlu ditingkatkan dengan penambahan fortifikasi nutrien untuk menghasilkan
produk FMA berkualitas. Penelitian bertujuan kultur FMA dengan nutrien pupuk
lengkap dan sistem fertigasi berbeda pada tanaman sorgum bicolor. Penelitian
menggunakan rancangan acak kelompok faktorial 2 x 3 dengan faktor A: sistem
fertigasi (datar dan bertingkat) dan faktor B: level nutrien pupuk (1000ppm, 2000ppm,
3000ppm). Hasil penelitian menunjukkan sistem fertigasi datar berbeda nyata (p<0,05)
pada tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan biomassa segar. Namun, pada
sistem fertigasi bertingkat tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan biomassa
segar tidak berbeda nyata. Interaksi pada sistem fertigasi dan fortifikasi nutrien tidak
terjadi pada penelitian ini. Umur malai sorgum dimulai pada umur 75 hasil setelah
tanam (HST). Hubungan antara persen infeksi dengan jumlah spora menunjukkan
tingkat korelasi yang rendah dengan nilai R2= 0,032. Dapat disimpulkan bahwa sistem
fertigasi terbaik yaitu sistem fertigasi datar pada semua fortifikasi nutrien, dengan rata
-rata hasil terbaik pada fortifikasi nutrien 2000 ppm.
Kata kunci: FMA, fortifikasi nutrien, sistem fertigasi
Fitria et al. 2022, 20(2): 51-57 JINTP
PENDAHULUAN
Fungi Mikoriza arbuskula (FMA) merupakan mikoriza inang dari tanah dan lingkungan sekitar karena
yang paling melimpah dan mampu berasosiasi pada berdampak interaktif pada pertumbuhan dan sporulasi
berbagai macam inang dan habitat, serta memiliki sifat jamur koloni. Spesies inang dapat beralih dari yang
interaksi mutualistik membedakannya dari asosiasi kompatibel menjadi tidak kompatibel dengan perubahan
jamur tanaman lainnya (Sharma et al. 2017). Fungi hanya pada satu variabel lingkungan (misalnya tingkat
mikoriza arbuskula (FMA) adalah asosiasi simbiosis fosfor, kandungan air tanah, pH, salinitas, suhu,
antara akar tanaman dan fungi yang berperan utama intensitas dan kualitas cahaya) (Fortin et al. 2002).
untuk meningkatkan serapan hara dan air oleh tanaman Pemanfaatan FMA terkendala dalam perbanyakan kultur
inang (Karti et al. 2012). Efek menguntungkan yang FMA berkualitas sebagai sumber starter yang masih
paling umum dari mikoriza adalah peningkatan tergantung dengan tanaman inang dalam produksinya
penyerapan nutrien immobile, terutama P, dari tanah (Prihantoro et al. 2016).
(Bolan, 1991). Asosiasi fungi mikoriza arbuskular (FMA) Fertigasi dapat digunakan secara efektif untuk
adalah sarana di mana beberapa tanaman memperoleh mengendalikan kehilangan pupuk dan risiko
pasokan fosfor yang cukup dari tanah rizosfer. Hubungan pencemaran pada lingkungan. Beberapa keuntungan
simbiosis FMA sangat penting untuk tanaman yang fertigasi meliputi fleksibilitas dan pengelolaan,
tumbuh di lingkungan yang kekurangan fosfor karena efektivitas biaya, potensi peningkatan keseragaman
meningkatkan pertumbuhan tanaman dan tingkat fosfor distribusi pupuk dan efisiensi aplikasi, kerugian yang
lebih rendah, dan kemungkinan untuk membagi aplikasi
pada tanaman (Igiehon & Babalola, 2017). Fungi
nutrisi selama musim tanaman. Serapan pupuk pada
mikoriza arbuskula (FMA) adalah pupuk organik yang
tanaman memainkan peran kunci dalam siklus pupuk
secara biologis dapat mempengaruhi enzim tanaman dan tanah (Ebrahimian et al., 2014). Fortifikasi FMA dengan
nutrien tanaman (Pankaj et al. 2019) serta secara nutrisi lengkap dapat menjadi salah satu cara yang
signifikan meningkatkan daya tahan tanaman terhadap memungkinkan untuk meningkatkan kandungan dan
kondisi abiotik dan biotik (Latef et al. 2016). Peran FMA hasil inokulum FMA. Kemajuan teknologi
sebagai pupuk hayati berpotensi memperkuat adaptasi pengembangan FMA dibutuhkan untuk mendukung
tanaman terhadap perubahan lingkungan perbaikan lahan marginal. Penelitian ini bertujuan
(Panneerselvam et al. 2017). melihat respon pertumbuhan Sorghum bicolor sebagai
Penggunaan FMA sebagai biofertilizer sangat tanaman inang fungi mikoriza arbuskular.
berpengaruh dalam pengembangan pertanian
berkelanjutan. Omirou et al. (2016) menyatakan bahwa METODE
kolonisasi akar tanaman mampu meningkat akibat
penambahan fungi mikoriza arbuskula dalam tanah dan Materi dan Tempat Penelitian
mempengaruhi interaksi dengan mikoorganisme tanah Bahan yang digunakan starter fungi mikoriza dari
untuk pertanian keberlanjutan. Potensi FMA sebagai laboratorium bioteknologi Fakultas Peternakan IPB,
zeolit sebanyak 1200kg dan tanaman inang yaitu Sorgum
ketersediaan inokulum komersial dan dipromosikan
bicolor var. Kawali pada box kontainer industri ukuran
sebagai pupuk hayati dengan kandungan formulasi FMA
63,1 cm x 41,4 cm x 30,7 cm yang telah dilubangi bagian
(Faye et al. 2013). Teknik budidaya dan produk inokulum bawahnya. Lubang tanam berjumlah 24 pada masing –
FMA telah dikembangkan dalam beberapa dekade masing bak dan berisi 2 tanaman sorgum. Sistem
terakhir. Beberapa cara untuk produksi FMA skala besar perbanyakan dengan menggunakan sistem fertigasi
seperti teknik produksi berbasis tanah dan substrat serta (fertilizer irigasi) 2 tipe, yaitu fertigasi bertingkat dan
teknik kultur bebas substrat (hidroponik dan fertigasi datar. Penambahan dosis pupuk nutrisi lengkap
aeroponik), metode budidaya in vitro (Ijdo et al. 2011) masing – masing 1000ppm, 2000ppm, dan 3000ppm.
dan teknik perbanyakan drip irigasi mampu Rancangan Penelitian
meningkatkan produksi biomasa dan produksi spora Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok
dengan interaksi antara nutrisi dengan tanaman inang P. faktorial dengan 2 faktor yaitu sistem fertigasi dan dosis
Javanica (Aryanto dkk, 2018). pupuk nutrien lengkap, yaitu : FD1 (sistem f. datar + 1000
Faktor penentu selain teknik produksi adalah ppm), FD2 (sistem f. datar + 2000 ppm), FD3 (sistem f.
tanaman inang. Tanaman inang untuk produksi FMA datar + 3000 ppm), FB1 (sistem f. bertingkat + 1000
harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan rendah, ppm), FB2 (sistem f. bertingkat + 2000 ppm), FB3 (sistem
tumbuh dengan cepat dan menghasilkan akar yang baik, f. bertingkat + 3000 ppm) dengan 4 kelompok dan total
dan tidak patogen terhadap inokulum FMA. Pemilihan 24 perlakuan.
tanaman inang dalam perbanyakan jamur arbuskular Prosedur Penelitian
dalam kultur pot merupakan keputusan penting. Sifat Persiapan pertama adalah mencuci zeolit sebanyak 1.2
obligat dari simbiosis mencegah pemisahan variabel ton (1200 kg) yang ditempatkan pada masing masing
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalintp 52
JINTP Fitria et al. 2022, 20(2): 51-57
kontainer industri berukuran 631 x 414 x 307 mm. pada isolasi spora; 1) sampel zeolit diambil sebanyak
Kontainer sebelumnya dilubangi menggunakan solder 100 g dari seluruh total zeolit; 2) sampel dituangkan ke
pada bagian bawah. Unit fertigasi disusun berdasarkan penyaringan bertingkat dari atas ke bawah dengan
rancangan penelitian. Tahap penanaman yaitu kontainer ukuran 250, 125, dan 45 µm kemudian dicuci dengan air
tersebut diisi zeolit sebanyak 55 kg + 3,5 kg inokulum mengalir; 3) suspensi zeolit yang tersaring dalam
FMA dan lapisan paling atas dibuat 24 lubang tanam yang saringan berukuran 125 dan 45 µm dimasukkan pada
berisi 5 benih Sorgum. Pemeliharaan berupa penyiraman tabung lalu ditambahkan dengan larutan sukrosa 60%
dan pemupukan menggunakan teknik fertigasi. sebanyak 1/3 bagiannya; 4) dilakukan sentrifugasi
Penyiraman menggunakan air sumur selama 5-7 menggunakan kecepatan 2.300 rpm selama kurang lebih
menit/penyiraman dengan pompa air otomatis di dua (2) 3 menit; 5) cairan yang agak bening di bagian tengah
model fertigasi yaitu fertigasi datar dan fertigasi tabung (mengapung) merupakan peralihan antara
bertingkat. Penambahan unsur hara menggunakan larutan glukosa dengan air, disedot dengan
larutan nutrisi AB Mix sebanyak 3 perlakuan yaitu menggunakan pipet untuk dicuci dan disaring
1000ppm, 2000ppm, dan 3000ppm dalam 1 menggunakan saringan 45 µm; 6) kemudian diletakkan
kali/minggu. Tahap akhir adalah pemanenan yang dalam cawan petri dan diamati di bawah mikroskop
sebelumnya telah dilakukan pengambilan data untuk dihitung jumlah spora. Mikroskop yang digunakan
pertumbuhan mingguan dilakukan selama ±14 minggu adalah mikroskop disecting.
atau sampai masa vegetatif akhir dan selanjutnya
Analisis statistik
dilakukan stressing (tanpa penyiraman) ± selama tiga (3)
Data dianalisis ragam (Analysis of Variance). Apabila
minggu.
faktor A berbeda nyata (p<0,05) akan dilanjutkan
Peubah yang Diukur dengan Uji T dan jika faktor B berbeda nyata (p<0,05)
Peubah yang diamati pada penelitian: 1) Tinggi tanaman akan di uji kontras polinomial, serta jika terjadi interaksi
(cm) diukur dari pangkal batang sampai ke ujung daun antara faktor A dan B akan di uji Duncan 5%. Analisis
yang paling muda dengan menggunakan penggaris, data menggunakan software IBM SPSS 22.
pengukuran dilakukan seminggu sekali sampai akhir
penelitian (Salem et al., 2016); 2) Jumlah daun HASIL DAN PEMBAHASAN
didapatkan dengan cara menghitung seluruh daun yang
telah membuka penuh dan masih berwarna hijau, tidak Pertumbuhan Tanaman Sorghum bicolor
termasuk daun yang masih muda dan yang telah Intensitas cahaya pada pertumbuhan tanaman sorgum
mengalami senescense. (Suminarti, 2019); 3) Diameter menunjukkan bahwa cahaya tinggi terdapat pada pagi
batang (mm) diukur pada umur 11-13 minggu setelah dan siang hari namun untuk sore hari intensitas cahaya
tanam (MST) menggunakan jangka sorong dengan bertahap menurun (Gambar 1). Cahaya matahari
tingkat ketelitian 0,1 mm pada batang bagian bawah maksimal rumah kaca terlihat pada keadaan siang hari
yang paling besar; 4) Berat segar tanaman (g) tanaman dengan intesitas cahaya yang tinggi sehingga tanaman
yang sudah selesai di-stressing dipotong sampai sorgum dapat tumbuh dengan baik. Intensitas cahaya
dipangkal batang dan ditimbang menggunakan mempengaruhi proses fotosintesis tanaman sehingga
timbangan analitik; 5) suhu dan kelembaban diukur tanaman dapat tumbuh optimal. Menurut Friadi &
Junadhi (2019) intensitas cahaya matahari dibutuhkan
dengan termometer; 6) intesitas cahaya diukur
untuk berlangsungnya penyatuan CO2 dan air untuk
menggunakan Lux meter; 7) Pengukuran tingkat infeksi
membentuk karbohidrat. Lü et al. (2018) menambahkan
mikoriza pada penelitian ini menggunakan metode Slide bahwa 3%-20% fotosintesis tanaman dapat digunakan
±. Proses pengukuran ini terdapat dalam Giovannetti & untuk simbiosis mikoriza dan pertumbuhan inang
Mosse (1980) pada Yassir et al. (2007) yakni potongan didorong oleh nutrien yang didapatkan FMA. Oleh karena
akar dengan panjang 1 cm sebanyak 10 buah diambil itu, adanya peningkatan dan penghambatan
secara acak dan disusun pada kaca preparat. Potongan pertumbuhan tanaman yang diberi mikoriza disebabkan
akar pada kaca preparat kemudian diamati pada setiap oleh kompetisi antara tanaman inang dan FMA untuk
bidang pandang. Bidang pandang yang menunjukkan sumber karbon (Buwalda & Goh 1982). Hasil penelitian
tanda kolonisasi diberi tanda (+) sedangkan yang tidak Kaur et al. (2020) menunjukkan bahwa efek FMA
terdapat tanda kolonisasi diberi tanda (-), derajat terlihat jelas pada tahap awal melalui pertumbuhan, dan
kolonisasi dihitung dengan rumus: pertahanan tanaman. Tanaman sorgum umumnya
jumlah bidang pandang (+) mudah diinfeksi oleh FMA dan dapat dipilih sebagai
Derajat Kolonisasi = x 100%; tanaman inang yang optimal untuk budidaya perangkap
jumlah bidang pandang keseluruhan
dan perbanyakan FMA. Selain itu, sorgum memiliki
8) Isolasi spora FMA berdasarkan contoh tanah kemampuan beradaptasi pada kisaran ekologi yang luas,
dilakukan menggunakan metode tuang saring basah dapat tumbuh pada kondisi yang sangat panas atau hujan
(Pacioni 1992) dan dilanjutkan menggunakan (curah hujan tinggi), kemampuan beradaptasi yang
sentrifugasi (Brundrett et al. 1996). Langkah-langkah
53 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalintp
Fitria et al. 2022, 20(2): 51-57 JINTP
tanaman yang termodulasi dikarenakan berbagai faktor
2.500 seperti media tanam, nutrien pupuk dan interaksi
tanaman dengan mikoriza. Masalah yang berhubungan
2.000 dengan interaksi tanaman dan mikoriza didalam media
tanam serta mikroorganimes yang berpartisipasi.
1.500 Bahkan respon FMA pertumbuhan tanaman mungkin
terkait dengan perubahan mutualisme, komensalisme,
Gy
1.000 Pagi dan parasitisme (Lü et al. 2018). Laju pertumbuhan pada
Siang Tabel 1 yakni tinggi, jumlah daun dan diameter tanaman
500 Sore dipengaruhi secara langsung oleh mikoriza dan nutrien
yang diberikan pada tanaman. Menurut Guno et al.
00 (2021) jumlah daun semakin banyak dan tinggi tanaman
FD1 FD2 FD3 FB1 FB2 FB3 semakin bertambah secara tidak langsung akan
Perlakuan membantu penyerapan cahaya matahari untuk proses
fotosintesis. Variasi jumlah daun antar perlakuan dapat
Gambar 1 Intensitas Cahaya terjadi mungkin dipengaruhi oleh jumlah mikoriza pada
sangat baik yang memungkinkan tanaman sorgum tetap media tanam (Husein et al. 2022).
tumbuh dengan baik pada kondisi rumah kaca dan atau Jamur Mikoriza arbuskula memiliki kemampuan
kondisi ekstrem (Muryati et al. 2016). untuk meningkatkan kemampuan tanaman dalam
Laju pertumbuhan tanaman Sorghum bicolor (Tabel menyerap nutrien dan menghasilkan hormon
1) secara umum menunjukkan hasil terbaik pada pertumbuhan seperti auksin dan giberelin. (Pozo et al.
perlakuan sistem fertigasi datar (p<0,05) dengan tinggi 2015). Hormon auksin dan giberelin berfungsi untuk
8,69 ± 0,76 cm, jumlah daun 0,40 ± 0,05 helai, dan merangsang perkembangan akar yang mendukung
diameter tanaman 6,04 ± 0,50 mm. Pada diameter peningkatan penyerapan unsur hara yang merangsang
tanaman dengan perlakuan dosis larutan nutrien yang pertumbuhan primer melalui pembesaran dan
berbeda menghasilkan perbedaan yang nyata (p<0,05). pembelahan sel sehingga pada akhirnya meningkatkan
Dosis nutrien lengkap menunjukkan hasil terendah (5,17 tinggi tanaman maupun jumlah daun. Tinggi tanaman,
± 0,70 mm) pada 1000 ppm namun, tidak berbeda nyata jumlah daun dan diameter tanaman berpengaruh nyata
pada dosis pupuk 2000 ppm (5,73 ± 0,47 mm) dan terhadap produksi biomassa (Husein et al. 2022).
3000ppm (6,18 ± 0,79 mm). Laju pertumbuhan tanaman Pertumbuhan vegetatif tanaman berhubungan
Sorgum diduga memiliki perbedaan penyerapan cahaya dengan penyerapan maksimal dan simbiosis mutualisme
matahari dalam melakukan fotosintesis antara kedua antara tanaman inang dan mikoriza di rumah kaca. Pada
sistem fertigasi. Model sistem fertigasi datar lebih mudah Gambar 2 terlihat umur malai sorgum dapat menjadi
memasok cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis indikator bahwa produksi FMA akan mencapai tahap
dibandingkan dengan sistem fertigasi bertingkat sehinga stressing. Stressing yang merupakan proses penting
laju pertumbuhan tanaman inang maksimal. untuk mendapatkan produksi spora tinggi. Pertumbuhan
Hubungan antara inang dan dosis pupuk awal malai bunga dimulai dari level fortifiksi nutrien
mempengaruhi ketersediaan nutrien akar tanaman. 3000 ppm yaitu 75 hari pada fertigasi datar namun untuk
Tanaman dapat mengidentifikasi FMA yang bermanfaat fertigasi bertingkat mengalami keterlambatan yang tidak
baginya dan memberikan prioritas produk fotosintesis siginifikan untuk umur malai bunga. Hutauruk et al.
untuk FMA tersebut. Namun, respon pertumbuhan (2012) menyatakan bahwa pemberian FMA dan pupuk
Tabel 1 Tinggi, jumlah daun, dan diameter tanaman Sorghum bicolor
Sistem Level Fortifikasi Nutrien
Peubah Rataan
Fertigasi 1000 ppm 2000 ppm 3000 ppm
D 8,38 ± 0,57 9,09 ± 1,00 8,59 ± 0,64 8,69 ± 0,76a
Tinggi (cm)
B 5,71 ± 1,83 6,60 ± 2,19 7,04 ± 2,80 6,45 ± 2,16b
Rataan 7,05 ± 1,89 7,84 ± 2,06 7,82 ± 2,05 7,57 ± 1,95
D 0,39 ± 0,38 0,44 ± 0,04 0,38 ± 0,04 0,40 ± 0,05a
Jumlah Daun
B 0,27 ± 0,08 0,30 ± 0,14 0,33 ± 0,19 0,30 ± 0,14b
Rataan 0,33 ± 0,09 0,37 ± 0,12 0,35 ± 0,13 0,35 ± 0,11
D 5,70 ± 0,37 5,87 ± 0,22 6,55 ± 0,44 6,04 ± 0,50a
Diameter (mm)
B 4,65 ± 0,53 5,58 ± 0,64 5,82 ± 0,95 5,35 ± 0,84b
Rataan 5,17 ± 0,70b 5,73 ± 0,47a 6,18 ± 0,79a 5,69 ± 0,76
D= Fertigasi datar; B= Fertigasi bertingkat; Level fortifikasi nutrisi 1000 ppm, 2000 ppm, dan 3000 ppm. Superskrip berbeda pada kolom atau
baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05)
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalintp 54
JINTP Fitria et al. 2022, 20(2): 51-57
88
86
84
82
Hari ke-
80
78 Fertigasi Datar
76 Fertigasi Bertingkat
74
72
70
1000 2000 3000
Gambar 2 Konsentrasi nutrien (ppm)
Gambar 3 Regresi jumlah spora dan persentase infeksi
fosfat tidak berpengaruh pada umur malai sorgum pada akar FMA pada sistem fertigasi dan fortifikasi
rata-rata 69 hari muncul malai. Intensitas kolonisasi akar nutrisi berbeda
mikoriza meningkat seiring dengan pertambahan umur
tanaman. Menurut Napitupulu et al. (2013) penyerapan Produksi Tanaman Sorghum Bicolor
unsur hara dari FMA dapat membantu pertumbuhan Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa bobot biomassa segar
vegetatif tanaman sehingga memiliki pertumbuhan yang dan biomassa individu paling baik pada perlakuan model
lebih baik. Nutrien untuk penyediaan hara sistem fertigasi datar. Namun tidak ditemukan adanya
mempengaruhi pertumbuhan tanaman dari fase interaksi antara dua (2) faktor perlakuan yang diberikan.
vegetatif sampai generatif. Ijdo et al. (2011) Rataan bobot biomassa segar 421,89 ± 64,21 g dan bobot
menambahkan bahwa kandungan nutrien substrat serta biomassa individu 22,12 ± 6,13 g. Bobot segar tanaman
penambahan makronutrien dan mikro nutrien dapat sorgum merupakan bobot segar setelah di-stressing,
mempengaruhi jamur AM secara langsung tetapi juga bobot segar tanaman dipengaruhi oleh kadar air dan
secara tidak langsung oleh respon tanaman terhadap kandungan hara sel jaringan tanaman. Faktor-faktor
ketersediaan nutrien, misalnya dengan perubahan seperti ketersediaan air, kandungan nutrien, dan
pertumbuhan akar atau fotosintesis. Sebelum memasuki karakteristik tanah mempengaruhi perkembangan spora
fase generatif yaitu pada umur 60 hari setelah tanam mikoriza, yang berdampak pada rendahnya biomassa.
(HST), tanaman berproduksi lebih banyak daripada yang Kepadatan spora yang meningkat dapat menyebabkan
digunakan. Hasil asimilasi yang berlebihan disimpan tingginya biomassa tanaman pada tanah rizosfer yang
pada bagian vegetatif sebagai senyawa cadangan yang digunakan sebagai media perangkap (Husein et al.
ditranslokasikan pada area akar, batang dan daun 2022).
sebagai cadangan makanan (Marles et al. 2018). Faktor yang mempengaruhi produktivitas sorgum
Lopes et al. (2021) menyatakan FMA mampu tergolong tinggi, dan sistem perakarannya ekstensif, hal
membentuk asosiasi mutualistik dengan tumbuhan menjadikan sorgum sangat efisien dalam pemanfaatan
tingkat tinggi termasuk, filum monofiletik air sehingga produktivitas biomasnya lebih tinggi
Glomeromycota, sehingga membentuk struktur dibandingkan dengan jagung atau tebu yang sama-sama
arbuskular dalam sel-sel korteks akar untuk tanaman (Hoeman S, 2007).
memfasilitasi pertukaran nutrisi antara FMA dan Data suhu dan kelembaban udara di rumah kaca
tanaman inang. Menurut White & Charvat (1999) dapat berpengaruh pada pertumbuhan dan kondisi
tanaman inang dan FMA harus memiliki akses ke air yang tanaman sorgum. Data menunjukkan suhu berkisar
cukup agar dapat menghindari kelebihan air dan 25oC-35°C dan kelembaban udara 40%-70%. Friadi &
kekurangan oksigen karena dalam sistem hidroponik Junadhi (2019) menyatakan suhu dan kelembaban udara
berbasis substrat, efek samping air dapat diimbangi merupakan faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan
dengan aerasi media yang memadai. tanaman dalam greenhouse, sinar matahari yang
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalintp 56
JINTP Fitria et al. 2022, 20(2): 51-57
terhadap pemberian fungi mikoriza arbuskula (Fma) dan kompos Prihantoro I, AFR, & Karti PDMH. 2016. Efektifitas Perbanyakan Kultur
kascing. Jurnal Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, 1(3) : Tunggal Cendawan Mikoriza Arbuskula (Gigaspora margarita,
497 - 510 Acaulospora tuberculata) Pada Inang Pueraria javanica. Pastura 7
Omirou M, Fasoula DA, & Ioannides IM. 2016. Bradyrhizobium (1) : 1-3
inoculation alters indigenous AMF community assemblages and Rini MV, & Rozalinda V. 2020. Pengaruh tanaman inang dan media
interacts positively with AMF inoculum to improve cowpea tanam pada produksi fungi mikoriza arbuskular. Jurnal
performance. Applied Soil Ecology, 108 : 381-389. Agrotropika, 15(1) : 37-41
https://doi.org/10.1016/j.apsoil.2016.09.018 Salem A P, Hastuti PB & Rusmarini UK. 2016. Pengaruh perbedaan jenis
Pacioni, G. 1992. Wet Sieving and Decanting Techniques for Extraction of tanah (regosol dan latosol) dan aplikasi pupuk organik terhadap
Spores of VA Mycorrhizal Fungi. Methods in Microbiology. Tokyo (JP) bibit kelapa sawit. Jurnal Agromast, 1(2) : 1-11
:Academic Press Ltd page 317-322. Sharma S, Sharma S, Aggarwal, A, Sharma V, Singh, M J, & Kaushik S.
Pankaj U, Singh G, & Verma R K. 2019. Microbial approaches in 2017. Mass Multiplication of Arbuscular Mycorrhizal Fungi.
management and restoration of marginal lands. New and Future Mycorrhizal Fungi. Page 154-173
Developments in Microbial Biotechnology and Bioengineering (pp. Suminarti NE. (2019). Dampak pemupukan N dan zeolite pada
295-305). pertumbuhan serta hasil tanaman sorghum (Sorghum bicolour L.)
Pozo MJ, López-Ráez JA, Azcón-Aguilar C & Garrido JMG. 2015. Var. SUPER 1. Jurnal Agro, 6(1), 1-14
Phytohormones as integrators of environmental signals in the https://doi.org/10.15575/3932
regulation of mycorrhizal symbiose. New Phytologist. 205 White JA & Charvat I. 1999. The mycorrhizal status of an emergent
(4):1431–1436. https://doi.org/10.1111/nph.13252 aquatic, Lythrum salicaria L., at different levels of phosphorus
Panneerselvam P, Kumar U, Sugitha TCK, Parameswaran C, Sahoo S, availability. Mycorrhiza, 9(4): 191-197.
Binodh AK & Anandan A. 2017. Arbuscular mycorrhizal fungi Yassir I & Budi SW. 2007. Potensi dan Status Cendawan Mikoriza
(AMF) for sustainable rice production. In Advances in Soil Arbuskula (CMA) pada Lahan Kritis di Samboja, Kalimantan Timur.
Microbiology: Recent Trends and Future Prospects (pp. 99-126)., Info Hutan 4(2) : 139-151.
Singapore (SG) : Springer
57 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalintp