Yanti Haryanti-Fst
Yanti Haryanti-Fst
SKRIPSI
YANTI HARYANTI
JAKARTA
2020 M/ 1441 H
DIRECT LEACHING TORIUM DAN UNSUR TANAH JARANG
Skripsi
Oleh:
YANTI HARYANTI
NIM. 11150960000079
JAKARTA
2020 M/ 1441 H
DIRECT LEACHING TORIUM DAN UNSUR TANAH JARANG
Skripsi
Oleh:
YANTI HARYANTI
NIM. 11150960000079
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kimia
Skripsi yang berjudul “Direct Leaching Torium Dan Unsur Tanah Jarang Dari
Terak Peleburan Timah Dengan Asam Sulfat” telah diuji dan dinyatakan lulus
pada Sidang Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu 05 Agustus 2020. Skripsi telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S1)
Menyetujui,
Penguji I, Penguji II,
Mengetahui,
Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud Dr. La Ode Sumarlin, M.Si
NIP. 19690404 200501 2 005 NIP. 19750918 200801 1 007
ABSTRAK
YANTI HARYANTI. Direct Leaching Torium dan Unsur Tanah Jarang dari
Terak Peleburan Timah dengan Asam Sulfat. Dibimbing oleh HENDRAWATI
dan KURNIA TRINOPIAWAN
Terak timah merupakan hasil samping dari proses peleburan timah yang masih
mengandung unsur radioaktif torium, unsur tanah jarang. Terak timah perlu
dilakukan upaya pengambilan unsur-unsur tersebut untuk meningkatkan nilai
tambah terak timah. Penelitian ini bertujuan untuk memisahkan unsur radioaktif
torium dan unsur tanah jarang pada terak timah. Metode yang dilakukan adalah
direct leaching dengan menggunakan beberapa parameter diantaranya yaitu
perbandingan volume air dan asam sulfat, temperatur, ukuran butiran, rasio solid
liquid (g/mL), kecepatan pengadukan dan waktu leaching. Analisis kadar unsur
radioaktif dan unsur tanah jarang dilakukan secara spektrofotometri UV-Vis serta
ICP-OES. Hasil penelitian menunjukkan bahwa recovery torium dan unsur tanah
jarang mencapai optimum pada perbandingan volume air dan asam sulfat (3,5:1)
didapatkan unsur tanah jarang dan torium masing-masing sebesar 10,58 dan
7,09%, pada temperatur 60 0C didapatkan unsur tanah jarang dan torium masing-
masing sebesar 19,28 dan 7,68%, ukuran butiran yang lolos pada saringan 230
mesh dan tertahan pada 325 mesh didapatkan unsur tanah jarang dan torium
masing-masing sebesar 41,42 dan 9,52%, rasio solid liquid 10/100 (g/mL)
didapatkan unsur tanah jarang dan torium masing-masing sebesar 33,60 dan
19,43%, kecepatan pengadukan 200rpm didapatkan unsur tanah jarang dan torium
masing-masing sebesar 36,05 dan 25,36% dan waktu leaching selama 3,5 jam
didapatkan unsur tanah jarang dan torium masing-masing sebesar 54,71 dan
16,18%.
Kata kunci : Direct leaching, recovery, terak timah, unsur tanah jarang.
ABSTRACT
YANTI HARYANTI. Direct Leaching Torium and Rare Earth Elements from
Tin Smelting Slag with Sulfuric Acid. Guided by HENDRAWATI and
KURNIA TRINOPIAWAN
Tin slag is a byproduct of the tin smelting process which still contains thorium
radioactive elements, rare earth elements. Tin slag needs to be done to take these
elements to increase the added value of tin slag. This study aims to separate the
thorium radioactive elements and rare earth elements in tin slag. The method used
is direct leaching using several parameters including the ratio of water and
sulfuric acid, temperature, grain size, ratio solid liquid, stirring speed and leaching
time. Analysis of levels of radioactive elements and rare earth elements is carried
out by UV-Vis spectrophotometry and ICP-OES. The results showed that the
recovery of thorium and rare earth elements reached an optimum in the ratio of
water volume and sulfuric acid (3.5: 1) it was obtained that the rare earth elements
and thorium were 10.58 and 7.09% respectively, at a temperature of 60 0C rare
earth elements and thorium are 19.28 and 7.68% respectively, the grain size that
passes through the 230 mesh sieve and is retained at 325 mesh results in rare earth
elements and thorium respectively 41.42 and 9.52%, The solid liquid ratio of
10/100 (g / mL) obtained rare earth elements and thorium of 33.60 and 19.43%
respectively, the stirring speed of 200rpm obtained rare earth elements and
thorium respectively 36.05 and 25.36 %, and the leaching time for 3.5 hours it
was found that the rare earth elements and thorium were 54.71 and 16.18%
respectively.
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Skripsi ini berjudul; Direct Leaching Torium dan Unsur Tanah Jarang dari
terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari bantuan dan peranan banyak pihak. Pada
3. Dr. Sri Yadial Chalid, M.Si selaku dosen penguji I yang telah memberikan
4. Nurmaya Arofah, M.Eng selaku dosen penguji II yang telah memberikan kritik
dan saran.
5. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia, Fakultas Sains
6. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains dan
i
7. Ibu Yati Rayati dan Bapak Yayan Rukmana yang telah mendukung penuh baik
8. Dosen Program Studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
9. Novita Sari Fatihah dan Anggi Novrianisti sesama teman mahasiswa Kimia
dan arahan maka skripsi tersebut tidak dapat diselesaikan. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis dan umumnya bagi kemajuan ilmu dan teknologi.
Yanti Haryanti
ii
DAFTAR ISI
iii
4.3 Pengaruh Ukuran Butiran pada Leaching Terak Timah II dengan Asam
Sulfat. ............................................................................................................. 38
4.4 Pengaruh Rasio Solid Liquid (S/L) pada Leaching Terak Timah II dengan
Asam Sulfat ................................................................................................... 40
4.5 Pengaruh Kecepatan Pengadukan pada Leaching Terak Timah II dengan
Asam Sulfat ................................................................................................... 42
4.6 Pengaruh Variasi Waktu pada Leaching Terak Timah II dengan Asam
Sulfat………………… .................................................................................. 44
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 48
5.1. Simpulan ………………………………………………………………….. 48
5.2. Saran …………………………………………………………………..…… 48
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 49
LAMPIRAN …………………………………………………………………… 57
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
Tabel 3. Hasil analisis kadar unsur torium dan unsur tanah jarang pada filtrat
hasil direct leaching terak timah II variasi konsentrasi asam sulfat ..30
Tabel 4. Hasil analisis kadar unsur torium dan unsur tanah jarang pada filtrat
hasil direct leaching terak timah II variasi temperatur ………….… 33
Tabel 5. Hasil analisis kadar unsur torium dan unsur tanah jarang pada filtrat
hasil direct leaching terak timah II variasi ukuran butiran …...…… 36
Tabel 6. Hasil analisis kadar unsur torium dan unsur tanah jarang pada filtrat
hasil direct leaching terak timah II variasi raso solid liquid …….… 38
Tabel 7. Hasil analisis kadar unsur torium dan unsur tanah jarang pada filtrat
hasil direct leaching terak timah II variasi kecepatan pengadukan .. 40
Tabel 8. Hasil analisis kadar unsur torium dan unsur tanah jarang pada filtrat
hasil direct leaching terak timah II variasi waktu ………………… 43
Tabel 9. Hasil analisis unsur tanah jarang pada umpan terak timah …..….… 59
Tabel 10. Hasil analisis torium pada umpan terak timah ………………..…… 59
Tabel 11. Hasil analisis unsur tanah jarang pada filtrat leaching terak timah
variasi konsentrasi perbandingan air:asam sulfat menggunakan ICP-
OES….……………………………………………………………... 60
Tabel 12. Hasil analisis torium pada filtrat leaching terak timah variasi
perbandingan air:asam sulfat menggunakan Spektrofotmeter UV-Vis
Tabel 13. Hasil analisis unsur tanah jarang pada filtrat leaching terak timah
variasi temperatur menggunakan ICP-OES ….…………...……….. 61
Tabel 14. Hasil analisis torium pada filtrat leaching terak timah variasi
temperatur menggunakan Spektrofotometer UV-Vis …………....... 61
Tabel 15. Hasil analisis unsur tanah jarang pada filtrat leaching terak timah
variasi ukuran partikel (mesh) menggunakan ICP-OES …………... 62
Tabel 16. Hasil analisis unsur tanah jarang pada filtrat leaching terak timah
variasi ukuran partikel (mesh) menggunakan Spektrofotmeter UV-Vis
vi
Tabel 17. Hasil analisis unsur tanah jarang pada filtrat leaching terak timah
variasi rasio solid liquid (g/mL) menggunakan ICP-OES…………63
Tabel 18. Hasil analisis torium pada filtrat leaching terak timah variasi rasio
solid liquid (g/mL) menggunakan Spektrofotmeter UV-Vis ……… 63
Tabel 19. Hasil analisis unsur tanah jarang pada filtrat leaching terak timah
variasi kecepatan pengadukan (rpm) menggunakan ICP-OES …… 64
Tabel 20. Hasil analisis torium pada filtrat leaching terak timah variasi
kecepatan pengadukan (rpm) menggunakan Spektrofotmeter UV-
Vis………………………………………………………………..… 64
Tabel 21. Hasil analisis unsur tanah jarang pada filtrat leaching terak timah
variasi waktu menggunakan ICP-OES………………………...…… 65
Tabel 22. Hasil analisis unsur tanah jarang pada filtrat leaching terak timah
variasi waktu menggunakan ICP-OES ……………..……………… 65
vii
BAB I
PENDAHULUAN
China di dunia (Salim et al., 2016). Bijih timah mengalami proses peleburan dan
menghasilkan hasil samping berupa terak timah yang mengandung beberapa unsur
seperti torium, uranium dan unsur tanah jarang yang memiliki nilai ekonomi
Bijih timah berupa mineral kasiterit (SnO2) dengan mineral ikutan seperti
ilmenit (FeTiO3), senotim (YPO4), monasit (Ce, La, Y, Th)PO3, rutil (TiO2) dan
zircon (ZrSiO4). Mineral ikutan dalam bijih timah tersebut mengandung unsur
tereduksi pada proses peleburan. Terak timah akan terpisah dari lelehan logam
dan membentuk suatu fasa. Terak timah akan mengeras menyerupai batu dan
mengandung timah (Sn), silikon (Si), serta unsur radioaktif torium. Terak timah
Proses peleburan bijih timah menghasilkan logam timah dan terak timah.
Terak timah yang dihasilkan terdiri dari terak timah 1 dan terak timah II. Terak
timah 1 merupakan hasil samping dari proses peleburan bijih timah tahap pertama
sedangkan terak timah II hasil samping dari proses peleburan bijih timah tahap
kedua. Menurut Butler (1978) terak timah dari proses peleburan timah
menghasilkan terak 1 dengan kadar timah 20-40 dan terak timah II dengan kadar
1
timah di bawah 1 % (w/w) . Terak timah II dengan kadar di bawah 1 % masih
dapat dimanfaatkan kembali karena masih memiliki unsur radioaktif dan unsur
tanah jarang.
ٌ ع ِز
يز ٌّ ّللاَ قَ ِو
َ ي ِ سلَهه ِب ْالغَ ْي
َ ب ۚ ِإ َن َم ْن يَ ْن ه
ص هرهه َو هر ه
Artinya: “Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan
berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan
supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama) Nya dan rasul-rasul-Nya
padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha
Perkasa”.
Firman Allah di atas menyatakan bahwa besi adalah salah satu unsur
logam yang dijelaskan dalam Alquran dengan berbagai manfaat bagi manusia.
Unsur logam selain besi adalah unsur tanah jarang dan unsur radioaktif torium
Menurut Isyuniarto et al., (1999) manfaat unsur tanah jarang dan torium
untuk industri nuklir yang mempunyai penampang serapan netron yang besar,
untuk industri metalurgi dan unsur torium untuk industri bahan bakar nuklir.
Penelitian Anggraeni (2016) recovery pemisahan unsur radioaktif dan unsur tanah
jarang pada terak timah II dengan asam sulfat setelah dilakukan fusi dengan alkali
2
didapatkan hasil sebesar 27.01, 61.67, dan 0 % masing-masing untuk uranium,
torium dan unsur tanah jarang. Penelitian Trinopiawan et al., (2016) proses
leaching terak timah II dengan asam klorida setelah proses fusi alkali
temperatur 400C, ukuran butiran 325 mesh, rasio solid liquid 15/100 g/mL, dan
dengan asam sulfat. Asam sulfat tersebut merupakan asam paling efisien
digunakan dibandingkan dengan jenis asam yang lain. Menurut Luo et al.,(2010)
asam sulfat 10% (v/v) cukup korosif unuk mengubah struktur lizardit dan mampu
mendekomposisi silika.
dilakukan tanpa melalui metode fusi alkali dengan NaOH. Metode Direct
digunakan yaitu perbandingan volume air dan asam sulfat, temperatur, ukuran
partikel (mesh), rasio solid liquid (g/mL), kecepatan pengadukan dan waktu
Oes.
asam sulfat), temperatur, ukuran partikel, rasio solid liquid (g/mL), kecepatan
pengadukan dan waktu leaching pada filtrat hasil direct leaching dengan kadar
tertinggi pada unsur torium dan unsur tanah jarang dari terak timah II?
3
1.3 Hipotesis
temperatur, ukuran partikel, rasio solid liquid (g/mL), kecepatan pengadukan dan
waktu leaching dapat diperoleh dari kadar tertinggi pada unsur torium dan unsur
tanah jarang.
pengadukan dan waktu pelndian dari filtrat hasil direct leaching dengan kadar
tertinggi pada unsur tanah jarang dan torium dari terak timah II.
Metode Direct Leaching ini diharapkan dapat digunakan peneliti lain dalam
memisahkan unsur tanah jarang dan unsur radioaktif torium dari terak timah II
dengan asam sulfat sehingga mampu meningkatkan nilai ekonomi terak tersebut.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
terdapat pada wilayah Indonesia dan China. Kawasan sumber timah terdapat pada
meliputi Congo, Rwanda, Burundi, Nigeria dan Mesir, Amerika Selatan (Peru,
Indonesia dan China menguasai lebih dari 65% produksi timah dunia tiap
Belitung (PT Timah, 2011). Produksi timah di Provinsi Bangka Belitung sekitar
90% dari total produksi 90.000 ton di Indonesia (Haryadi et al., 2010).
5
Menurut Kementerian ESDM (2013) bahwa Indonesia memiliki cadangan
timah sebesar 900.000 ton. Timah tersebut hanya cukup 10 hingga 12 tahun ke
depan jika setiap tahunnya ditambang sekitar 60.000 hingga 90.000 ton.
PT. Timah Tbk merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
2008).
Ada tiga tahapan proses dalam pengolahan bijih timah menjadi logam
timah. Tahapan pertama yaitu tahap konsentrasi, dimana bijih timah dengan kadar
timah 20-30 dari mineral lainnya dipisahkan serta meningkatkan kadar timah
selanjutnya yaitu proses peleburan, yang teridiri dari 2 tahap peleburan. Tahap
timah kasar dan terak 1 atau slag. Slag tersebut nantinya akan mengikat mineral
pengotor lain dari unsur Fe yang terdapat pada konsentrat. Tahap peleburan
6
kedua, slag kembali direduksi sehingga menghasilkan senyawa SnFe atau hard
head sebagai bahan baku untuk peleburan tahap pertama. Proses peleburan
menghasilkan crude tin dengan kadar Sn yang tinggi dan pengotor yang rendah.
Tahapan terakhir adalah pemurnian atau refining, crude tin dari hasil peleburan
akan dimurnikan melalui kettle refining, eutectic refining dan electrolytic refining.
Hasil samping dari peleburan bijih timah menjadi logam timah adalah terak
timah. Terak timah dari proses peleburan timah menghasilkan terak 1 dengan
kadar timah 20-40% dan terak timah II dengan kadar timah di bawah 1% (Butler,
1978). Terak timah merupakan senyawa oksida yang berfungsi sebagai penyerap
pengotor dalam lelehan logam, seperti SiO2, TiO2, Al2O3, Nb2O5, Ta2O5, FeO, dan
SnO (Zulhan, 2012). Hasil peleburan bijih timah menghasilkan terak tipe SiO2-
mineral oksida dengan kandungan timah yang tinggi sekitar 78% (Salim et al.,
2016). Logam timah hasil peleburan bijih timah masih terdapat unsur tanah jarang
semu). Struktur ini menunjukkan adanya ikatan antar unsur-unsur dalam terak.
7
Ti Ta, Y, Ti Si Sn-Al-Ca Sn Si
Y Y Sn Mn Mn
Manfaat dari mengolah terak timah yaitu dapat meningkatkan nilai tambah
alam sangat melimpah yaitu sekitar 6,6-7,4 juta ton yang tersebar diseluruh dunia.
Torium yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar nuklir dapat mengurangi limbah
Torium dapat ditemukan pada batuan, tanah dan kerak bumi. Torium yang
terkandung dalam tanah rata-rata sekitar 12 ppm sedangkan pada kerak bumi
jumLahnya tiga kali lebih banyak dibanding timah dan beberapa ratus kali lebih
sekitar 2,5%, zircon (ZrSiO2) sekitar 0,4%, xenotime (YPO4) dan alanit
Torium mempunyai konduktivitas panas yang sangat tinggi dan sangat stabil
lebih tinggi dibanding uranium dioksida hanya sekitar 2865oC. Torium diharapkan
mempunyai kinerja yang lebih baik dibanding uranium. Torium bersifat inert dan
8
tidak dapat mengoksidasi sehingga dalam hal penyimpanan bahan bakar akan jauh
lebih mudah. Mekanisme reaksi Th232 menjadi bahan fisil adalah sebagai berikut.
Torium merupakan bahan non fisil tetapi Th232 akan menyerap neutron lebih
dapat digunakan untuk membuat senjata nuklir. Tampang serap netron termal dari
torium232 sekitar (7,4 barns) lebih besar dibanding uranium, sehingga konversi
torium menjadi U233 lebih tinggi dibanding konversi U238 menjadi Pu239 (IAEA,
2005)
Bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang bersifat fisil
direaksikan dengan neutron akan menghasilkan energi panas dalam jumlah besar.
Panas tersebut akan dimanfaatkan untuk memutar turbin dan menghasilkan energi
meningkatnya jumLah industri dan penduduk dari tahun ke tahun yang terus
Indonesia mencapai 174 TWh pada tahun 2012. Data tersebut meningkat sekitar
10,1% setiap periodenya, sehingga dapat diprediksi pada tahun 2025 mendatang
akan mencapai sekitar 520 TWh hingga 2.200 TWh pada tahun 2050 (Nugraha,
2016).
Bahan bakar torium tidak bersifat fisil, akan tetapi semua fisi berasal dari
sama dengan U235 yaitu sekitar + 168 sampai + 200 MeV (Schneider et al., 2012).
Material fisil dari komponen penggeraknya selain uranium 233 yaitu Plutonium
9
239. Material tersebut dapat mempertahankan reaksi rantai nuklir. Torium alam
(Th232) dapat menjadi fisil U233 yang dapat menghasilkan reaksi berantai reaktor
nuklir juga, sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar nuklir (Ariani et al.,
(Ragheb, 2011) :
.......................... (2)
…………... (3)
…………... (4)
…… (5)
Torium yang berada di alam seringkali berikatan dengan uranium dan unsur
tanah jarang. Torium dapat dipisahkan dari unsur tanah jarang dengan cara
JumLah torium yang bereaksi sebagai bahan bakar nuklir mencapai 90%
dari total beratnya. Torium lebih efektif digunakan dibandingkan dengan uranium
yang hanya berekasi sekitar 3-5%, sehingga torium mampu mengurangi limbah
radioaktif. Pengolahan torium sama seperti pengolahan unsur tanah jarang yaitu
mengolah unsur tanah jarang dan torium yang disebabkan oleh sifat kimia nya
yang mudah dilarutkan dalam asam maupun basa dan dapat dipresipitasi secara
10
232
Th, 1.405 x 1013y 228
Th, 1.913y
α, 4.013 228
Ac, 6.15h
α, 5.423
228
Ra 234
Ra, 3.66d
α, 5.685
220
Rn, 55.6s
212
Po, 0.299s
α, 6.288
216
Po, 0,145s
208
212
Bi, Pb
α, 6.779
212
Pb, 208
Ti, 3.053m
Peluruhan torium diawali unsur 232Th (inti induk) dan diakhiri 208Pb.
torium yang cukup berbahaya adalah gas thoron (220Rn) (Nugraheni et al., 2012).
11
219
Radon memiliki 3 macam isotop diantaranya Rn disebut Actinon karena
220
berasal dari deret peluruhan Actinium dan memiliki waktu paruh 4 detik. Rn
yang disebut dengan Thoron berasal dari deret peluruhan Torium (Th232) memiliki
waktu paruh sekitar 55,6 detik. 222Rn disebut dengan radon yang berasal dari deret
peluruhan Uranium (U238) dan memiliki waktu paruh sekitar 3,824 hari (Roth,
2004).
Paparan radiasi yang diterima oleh tubuh manusia scara eksternal dan
internal sekitar 2,5 mSv/tahun. Paparan ekternal berasal dari dalam tanah sekitar
20% dan paparan internal berasal dari gas radon dan gas toron sekitar 20%. Gas
radon sangat bersifat toksik karena dapat memancarkan sinar radiasi alfa yang
berbahaya untuk tubuh manusia. Radiasi tersebut jika masuk ke dalam tubuh akan
berinteraksi dengan air serta meghasilkan ion radikal bebas dan peroksida sebagai
lemak, enzim, DNA dan kromosom akan terserang oleh ion radikal bebas dan
peroksida. Dampak dari serangan tersebut berefek pada somatik dan genetik
Unsur tanah jarang merupakan unsur yang bernilai ekonomi tinggi, karena
sehingga sulit untuk dipisahkan antara logam satu dengan logam lainnya
12
Unsur Tanah Jarang (LTJ) merupakan golongan lantanida yang terdiri dari
(Nd), prometium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolium (Gd), terbium
(Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), talium (Tm), erbium (Er), thulium (Tm),
ytterbium (Yb) dan lutesium (Lu). Unsur-unsur tersebut memiliki sifat kimia yang
mirip seperti pada kulit terluarnya yang memiliki 4f orbital elektron dan memiliki
elektron terluar yang sama yaitu 6s, dengan jumLah elektron 4f dan 5d yang
Unsur tanah jarang memiliki nomor atom 57 sampai 71. Unsur yttrium
kimia dan fisika yang mirip sehingga digolongkan sebagai unsur tanah jarang..
tingkat valensi dan kenaikan jumLah elektron yang tidak disertai dengan
tersebut. Pemanfaatan unsur tanah jarang yang sederhana yaitu untuk lampu,
pelapis gelas, untuk teknologi tinggi seperti fosfor, laser, magnet, baterai, dan
1974).
Mineral yang umum sebagai unsur tanah jarang terdiri dari bastnaesit,
13
1. Bastnaesit (CeFCO3) merupakan sumber tanah jarang yang dapat
dan batuan leleh yang juga merupakan senyawa ytrium phospat yang
torium.
Aplikasi unsur tanah jarang diantaranya seperti unsur lantanum (La) sebagai
pelacak mikroskopis elektron, baterai laptop, lensa kamera, dan aki mobil. Unsur
Cerium (Ce) sebagai warna tv, neon, dan pencahyaaan busur karbon. Unsur
tukang las. Unsur Neodymium (Nd) sebagai magnet laser, kaca spion mobil.
14
control rods, IR absorber. Unsur Dysprosium (Dy) berfungsi sebagai thermal
diabsorpsi oleh sampel. Sinar ultraviolet maupun cahaya tampak memiliki energi
untuk mempromosikan elektron terluar ke tingkat lebih tinggi. Alat instrument ini
digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks pada larutan sampel
(Dachriyanus, 2004).
Elektron yang tereksitasi dari keadaan dasar ke tingkat energi yang lebih
dan absorbansi sesuai dengan jenis elektron dalam molekul yang akan dianalisis.
Elektron yang mudah tereksitasi maka semakin besar panjang gelombang yang
fungsi yang mengandung pasangan elektron bebas berikatan kovalen tunggal yang
terikat pada kromofor yang mengintensifkan absorbsi sinar UV-Vis, baik pada
monokromatik pada suatu media (larutan), sebagian cahaya akan diserap, sebagian
15
cahaya akan dipantulkan dan sebagian cahaya akan dipancarkan.
dihasilkan spektrum dari suatu larutan yang akan dianalisis pada panjang
cahaya ditransmisikan sebanding dengan tebal dan kepekaan media larutan yang
digunakan.
Dimana A = absorbansi
16
Keterangan : Io = intensitas sinar sebelum melalui sampel
I = intensitas sinar setelah melalui sampel
tersebut diabsorpsi oleh sampel. Nilai ekstinsi molar (ε) sangat penting dalam
atau transisi elektron yang dilarang. Nilai tersebut akan dapat diperkirakan
sumber cahaya yaitu sumber cahaya tunggal (single beam) dan sumber ganda
gelombang tunggal dan pengukuran sinar ultra violet dan sinar tampak. Panjang
gelombang rendah sekitar 190 – 210 nm dan panjang gelombang tinggi sekitar
17
Gambar 7. Skema Alat Spektrofotometer UV-Vis (single-beam)
(Suhartati, 2017).
sedangkan sinar Visibel atau sinar tampak sebagai lampu wolfarm. Monokromator
digunakan sebagai lensa prisma dan filter optik. Sel sampel berupa kuvet yang
18
Sumber cahaya ganda (double beam) ini sangat praktis dan mudah
digunakan serta mengahsilkan hasil yang optimal. Larutan sampel yang akan
berbentuk V. Sinar pertama melewati larutan blanko dan sinar kedua serentak
ketelitian dan sensitifitas yang tinggi. Analisis dapat dilakukan dengan mudah,
cepat serta tidak memerlukan persiapan pada contoh karena keselektifan yang
tinggi dan limit deteksi yang rendah sampai rentang ppb. Penggunaan teknik
tersebut hanya untuk analisa logam berat yang memiliki nilai ekonomis tinggi
serta konsentrasi yang rendah seperti penentuan lantanida dan aktinida (Taufiq
api bersuhu tinggi yang dapat meminimalkan adanya gangguan kimia dan
medan magnet dan induksi medan listrik sebagai sumber energi untuk
19
mengeksitasi elektron dari atom yang terdapat pada sampel. Elektron yang
tereksitasi dari tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi akan kembali ke
keadaan dasar dengan melepaskan energi yang berupa sinar. Sinar yang
spektrum garis yang spesifik untuk masing-masing atom atau ion yang berada
saluran pusat plasma. Eksitasi dalam plasma memberikan energy tambahan untuk
ditentukan oleh struktur tingkat energy terkuantitasi untuk atom atau ion. Panjang
sampel. JumLah foton berbanding lurus dengan konsentrasi unsur dalam sampel.
2.6 Pelindian
untuk digunakan dalam hal pemisahan unsur logam dari bijihnya. Pelindian
memiliki beberapa faktor operasi seperti konsentrasi asam, suhu, rasio solid dan
Faktor-faktor dalam proses pelindian sebagai berikut (Da Silva et al., 2012):
20
a. Ukuran partikel yang semakin kecil maka areal terbesar antara padatan
terhadap cairan memungkinkan terjadi kontak secara cepat dan semakin besar
ukuran partikel maka waktu yang diperlukan oleh cairan yang akan mendifusi
Unsur-unsur dalam terak seperti unsur tanah jarang dapat dilindi dengan
berbagai asam kuat seperti asam klorida, asam sulfat dan asam nitrat (Gupta et al.,
2005).
21
BAB III
METODE PENELITIAN
Pengolahan Bahan Galian Nuklir, Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN-
BATAN) di kawasan nuklir Jl. Lebak Bulus Raya No. 9 Pasar Jumat, Jakarta
Selatan.
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan adalah ayakan 80, 120, 140, 150, 230 mesh, lemari
asam, statif, motor pengaduk, hot plate, waterbath, gelas piala, termometer,
sentrifuge, cawan petri, botol vial, labu ukur, pipet volume, pipet gondok, oven,
Perkin Elmer.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah terak timah II hasil peleburan timah dari
Merck, larutan kompleks II Merck, larutan buffer pH 8.35 Merck, larutan 2-(5-
thorin Merck, HCl pH 0.8 Merck, larutan campuran HNO3 Merck dan HClO4
22
3.3 Diagram Alir
Terak Timah
- Dilakukan penggerusan
- Diayak dengan 5 variasi ukuran saringan (80 ; 120 ;
150 ; 230 ; 325 ) mesh
- Dihomogenisasi masing-masing ukuran partikel
- Ditimbang sebanyak 20 gram pada masing-masing
ukuran partikel
Analisis
Bahan Dasar Torium dan UTJ dengan alat
atau Umpan UV-Vis dan ICP-Oes
Evaluasi Data
23
3.4 Prosedur Kerja
alat gerus yaitu ball mill. Terak timah yang sudah halus kemudian dilakukan
pengayakan dengan 5 variasi ukuran saringan yaitu terak lolos ayakan pada
ukuran saringan 80 mesh dan tertampung pada 120 mesh (-80+120), terak lolos
ayakan pada ukurn saringan 120 mesh dan tertampung pada 150 mesh (-
120+150), terak lolos ayakan pada ukuran saringan 150 mesh dan tertampung
pada 230 mesh (-150+230), terak lolos ayakan pada ukuran saringan 230 mesh
dan tertampung pada 325 mesh (-230+325), terak lolos ayakan pada ukuran
saringan -325 mesh dan semua terak tersebut dihomogenkan. Terak timah yang
sudah homogen merupakan umpan dan bahan dasar leaching yang digunakan
pada percobaan. Umpan dan bahan dasar leaching tersebut ditimbang sebanyak 20
Leaching dengan asam sulfat akan dilakukan secara direct leching dengan
Perbandingan volume (H2O;H2SO4) mL 1:2,5 ; 1:2 ; 1:1,5 ; 1;1 ; 1:0,5 ; 2,5:1 ; 3:1 ; 3,5:1 ; 4:1
24
Proses leaching dilakukan dengan berbagai variasi leaching agar dapat
diketahui kondisi optimum yang memberikan hasil recovery terbesar dalam proses
leaching. Recovery torium dan unsur tanah jarang terlarut dihitung menggunakan
larutan asam sulfat dengan variasi perbandingan volume air dan asam sulfat yaitu
1:2,5 ; 1:2 ; 1:1,5 ; 1;1 ; 1:0,5 ; 2,5:1 ; 3:1 ; 3,5:1 ; 4:1 (mL). Percobaan ini
dilakukan dalam gelas kimia 500 mL dilengkapi dengan motor pengaduk digital
dengan impeller jenis 4-blade radial turbinel dan hot plate. Percobaaan dilakukan
pada kondisi parameter lain secara tetap seperti pada suhu kamar, rasio solid
parameter selanjutnya.
b. Variasi Temperatur
dalam kondisi parameter yang sama yaitu menggunakan gelas kimia 400 mL
dilengkapi dengan motor pengaduk digital dengan impeller jenis 4-blade radial
turbine dan waterbath, konsentrasi optimum, ukuran saringan 80 mesh, rasio solid
25
liquid 20gram/100mL, kecepatan pengadukan 100 rpm dan waktu percobaan
selanjutnya.
sama yaitu menggunakan gelas kimia 400 mL dilengkapi dengan motor pengaduk
impeller jenis 4-blade radial turbine digital dan waterbath, konsentrasi optimum,
suhu optimum, rasio solid liquid 20/100 g/mL, kecepatan pengadukan 100 rpm
dan waktu percobaan selama 30 menit. Filtrat yang dihasilkan kemudian dianalisis
optimum pada konsentrasi asam sulfat, kondisi optimum suhu, kondisi optimum
ukuran butiran, kecepatan pengadukan 100 rpm dan waktu selama 30 menit. Rasio
solid liquid (g/mL) ini dilakukan dalam percobaan 5/100, 10/100, 15/100, 20/100,
kemudian ditentukan kondisi rasio solid liquid (g/mL) optimum untuk digunakan
26
e. Variasi Kecepatan Pengadukan
kondisi optimum konsentrasi, suhu, ukuran butiran, rasio solid liquid maka akan
dilanjutkan ketahap variasi kecepatan pengadukan yang meliputi 150 ; 200 ; 250 ;
300 rpm. Filtrat yang dihasilkan pada percobaan ini kemudian dianalisis
f. Variasi Waktu
Variasi waktu yang digunakan yaitu 30 ; 60 ; 90 ;120 ; 150 ; 180 ; 210, 240
ukuran butiran, rasio solid liquid, dan kecepatan pengadukan. Sampel filtrat dari
optimumnya.
ukur 50 mL. Setelah itu ditambahkan 15 mL HCl pH 0,8 dan dikocok. Lalu
gelombang 545. Standar torium dibuat dari larutan torium nitrat dengan
27
konsentrasi 5 sampai 100 ppm. Larutan blank terdiri dari 5 mL thorin dan
yaitu HNO3 dan HClO4 dengan perbandingan (1:6) lalu dipanaskan sampai
berbentuk pasta. Sampel yang telah kering ditambahkan lagi H2SO4 1:1 sebanyak
15 mL lalu dipanaskan lagi sampai kering dan dilarutkan kembali dengan HCl 1:1
dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL lalu ditepatkan sampai batas tera
b. Leaching Residu untuk Analisis UTJ dan Torium pada Umpan Terak
Timah (Sumiarti dan Alwi 2018a)
Sampel residu ditimbang sebanyak 1 gram yang sudah digerus halus dan
yaitu HNO3 dan HClO4 dengan perbandingan (1:6) dipanaskan selama + 2 jam
dipanaskan lagi sampai kering kemudian dilarutkan dengan HCl (1:1) dan
dipindahkan ke labu ukur 50 mL lalu ditepatkan sampai tanda garis dengan HCl
(1:1).
Kurva kalibrasi standar dibagi menjadi dua yaitu mayor dan minor.
Pembuatan larutan standar mayor yaitu dengan cara dipipet deret standar unsur
Ce, Pr, Nd, Sm, Gd, La,Y, Dy dengan kadar 0.5 ; 2 ; 5 ; 10 ; 20 ; 50 ppm ke dalam
kadar standar kalibrasi 0,5 ppm–50 ppm. Larutan standar diukur pada masing-
28
masing panjang gelombang yang sudah diatur pada metoda penetapan unsur LTJ
29
BAB IV
timah (slag II) yang masih mengandung unsur torium dan unsur tanah jarang.
Penelitian ini bertujuan untuk memisahkan unsur tersebut melalui proses leaching
dengan pelarut asam yaitu dengan asam sulfat. Menurut Anggraeni (2016)
pemisahan unsur radioaktif dan unsur tanah jarang pada terak timah dengan asam
sulfat setelah dilakukan proses fusi alkali mampu melarutkan unsur torium lebih
tinggi.
Pemisahan unsur radioaktif torium dan unsur tanah jarang pada terak timah
30
Hasil analisis kadar umpan terak timah II pada Tabel 2 di atas ternyata
masih mengandung unsur tanah jarang dan torium yang cukup tinggi. Kandungan
unsur tanah jarang terbanyak diperoleh pada ukuran partikel lolos ayakan 230
mesh dan tertahan pada 325 mesh (-230+325) rata-rata sebesar 0,4 gram
lolos ayakan 80 mesh dan tertahan pada 120 mesh (-80+120) rata-rata sebesar 0,1
gram.
Kandungan unsur torium dan unsur tanah jarang masih dapat dipisahkan
dengan proses leaching. Proses leaching merupakan proses ekstraksi padat cair
menggunakan suatu pelarut asam, asam yang digunakan adalah asam sulfat karena
lebih efisien dibandingkan dengan asam lain dan mampu dilakukan secara direct
leaching tanpa adanya proses dekomposisi pada terak timah II. Menurut (Luo et
al., 2010) asam sulfat mampu memecah silika yang terkandung pada terak timah
II. Unsur tanah jarang yang diamati pada penelitian ini adalah unsur Ce, Dy, La,
Nd, Pr, Sm, dan Y secara total dimana unsur tersebut terkandung dalam terak
timah II.
sulfat yaitu 1:2,5 ; 1:2 ; 1:1,5 ; 1;1 ; 1:0,5 ; 2,5:1 ; 3:1 ; 3,5:1 ; 4:1 (mL) dilakukan
dalam gelas kimia 500 mL. Variabel tetap pada percobaan ini adalah temperatur
kamar, ukuran partikel lolos ayakan 80 mesh dan tertahan pada 120 mesh (-
80+120), rasio solid liquid 10/100 g/mL, kecepatan pengadukan 100 rpm dan
31
spektofotometer UV-Vis sedangkan unsur tanah jarang dianalisis menggunakan
Berikut ini merupakan hasil leaching pada variasi konsentrasi asam sulfat
Tabel 3. Hasil analisis kadar unsur torium dan unsur tanah jarang pada filtrate
hasil direct leaching terak timah II variasi konsentrasi asam sulfat.
Perbandingan Hasil Perhitungan
H2O : H2SO4
Torium (mg) UTJ (mg)
(mL)
1;2,5 2,93 3,58
1;2 3,49 4,21
1;1,5 7,56 5,50
1;1 3,89 3,05
1;0,5 7,50 11,47
2,5;1 8,33 19,22
3;1 9,25 23,93
3,5;1 6,26 39,48
4;1 4,15 44,62
dan UTJ yang didapat semakin tinggi. Recovery pada masing-masing unsur
tersebut disimpulkan dalam bentuk recovery yang dapat dilihat pada Gambar 9 di
bawah ini.
32
Gambar 9 di atas menjelaskan perbandingan konsentrasi (H2O : H2SO4)
pada nilai (1:2,5) sampai nilai (3:1). Recovery torium pada nilai tersebut sebesar
3,32% sampai 10,48% sedangkan recovery unsur tanah jarang sebesar 0,96%
sampai 6,41%. Recovery torium dan unsur tanah jarang pada nilai tersebut
mengalami kenaikan hal ini membuktikan bahwa tingkat konsentrasi larutan jika
semakin rendah akan meningkatkan recovery torium dan unsur tanah jarang.
penurunan sedangkan unsur tanah jarang mengalami kenaikan, hal ini disebabkan
karena kondisi keasaman pada larutan sulfat yang semakin rendah sehingga
menyebabkan torium tidak larut dan unsur tanah jarang tidak mengendap.
Menurut Anggraini et al., (2012) bahwa torium akan larut dalam kondisi
keasaman yang tinggi sedangkan unsur tanah jarang pada kondisi keasaman yang
tinggi akan mengendap. Nilai optimum yang dipilih dilihat dari recovery terbesar
yang terdapat pada unsur torium sebesar 7,09% dan unsur tanah jarang sebesar
10,58%.
Persamaan reaksi unsur tanah jarang dan torium pada leaching terak timah
Torium yang direaksikan dengan asam sulfat akan terlarut sebagai ion Th4+
pada proses pelarutan akan meningkatkan jumLah produk. Konsentrasi ion SO42-
33
dalam suatu larutan akan meningkat seiring dengan penambahan asam sulfat.
Tingkat konsentrasi semakin rendah maka semakin tinggi unsur yang berada di
dalam filtrat dan semakin rendah unsur yang berada di dalam endapan
kesempurnaan suatu reaksi, sehingga jumLah asam sulfat yang ditambahkan akan
tanah jarang dan unsur radioaktif disebabkan oleh konsentrasi asam sulfat yang
semakin banyak sehingga reaktan yang tersedia juga semakin banyak. Tumbukan
semakin banyak pula unsur radioaktif dan unsur tanah jarang yang berikatan
34
4.2. Temperatur pada Leaching Terak Timah II dengan Asam Sulfat
Percobaan leaching dilakukan dalam gelas kimia 500 mL, jumLah terak
timah dengan larutan asam sulfat adalah 20g/100mL. Kondisi tetap lainnya yaitu
ukuran saringan -80+120 mesh, suhu kamar, kecepatan pengadukan 100 rpm,
waktu selama 30 menit dan konsentrasi asam sulfat yang digunakan pada
perbandingan (3,5:1).
Berikut merupakan data recovery unsur torium dan unsur tanah jarang hasil
leaching pada variasi temperatur yang disajikan pada Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Hasil analisis kadar unsur torium dan unsur tanah jarang pada filtrat
hasil direct leaching terak timah II variasi temperatur.
tersebut dilakukan agar dapat diketahui kondisi optimum pada variasi berbagai
temperatur yang memberikan hasil recovery terbesar dalam proses leaching. Data
unsur torium dan unsur tanah jarang pada Tabel 4 dapat disimpulkan dalam
35
Gambar 10. Recovery unsur tanah jarang dan torium pada berbagai variasi
temperatur.
terbesar dalam proses leaching. Recovery pada unsur tanah jarang mengalami
kenaikan dari suhu ambien sebesar 11,28% hingga suhu 800C sebesar 23,05%
sedangkan Recovery unsur torium pada suhu kamar sebesar 7,09% dan
kecepatan reaksi (k), sehingga produk yang didapatkan juga semakin tinggi.
Menurut Nuri et al., (2002) dalam reaksi endotermis semakin tinggi temperatur
yang digunakan maka recovery semakin besar karena reaksi tersebut memerlukan
energi.
36
(kal/mol), R merupakan tetapan gas ideal (1,987 kal/mol.K), dan T adalah
konstanta kecepatan reaksi (k) pada suhu tinggi juga disebabkan oleh
yang sangat besar. Temperatur juga dapat mempengaruhi energi potensial suatu
zat, jika suatu zat energi potensialnya kecil maka akan sukar menghasilkan
tumbukan yang diakibatkan zat tersebut tidak mampu melampaui energi aktivasi
(Haryono, 2017).
Penurunan hasil recovery analisis unsur torium pada suhu 70-90 0C yang
sebesar 6,36 - 2,58% dan unsur tanah jarang pada temperatur 900C sebesar 3,77%
disebabkan karena semakin tinggi suhu yang digunakan pada proses leaching
terak timah II, pelarut yang digunakan mengalami penguapan. Penguapan tersebut
semakin sedikit serta mempengaruhi hasil recovery unsur torium dan unsur tanah
37
4.3 Ukuran Butiran pada Leaching Terak Timah II dengan Asam Sulfat
dengan jumLah terak timah dengan asam sulfat adalah 20g/100mL. Kondisi tetap
partikel lolos ayakan 80 mesh dan tertahan pada 120 mesh (-80+120), kecepatan
Berikut merupakan data recovery unsur torium dan unsur tanah jarang hasil
leaching pada variasi ukuran butiran yang disajikan pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Hasil analisis kadar unsur torium dan unsur tanah jarang pada
filtrat hasil direct leaching terak timah II variasi ukuran butiran.
pada ukuran butiran partikel yang memberikan hasil recovery terbesar dalam
proses leaching. Data unsur torium dan unsur tanah jarang pada Tabel 5 di atas
dapat disimpulkan dalam bentuk recovery yang dapat dilihat pada Gambar 11 di
bawah ini.
38
Gambar 11. Recovery unsur tanah jarang dan torium pada berbagai
variasi ukuran butiran.
Recovery torium dan unsur tanah jarang variasi ukuran butiran yang lolos
ayakan pada saringan 80 mesh dan tertahan pada 120 mesh (-80+120) hingga
ukuran butiran yang lolos ayakan pada saringan 230 mesh dan tertahan pada 325
80+120) mesh hingga (-230+325) mesh sebesar 3,19 - 9,52% sedangkan recovery
unsur tanah sebesar 20,34 - 41,42%. Menurut Prassanti (2013) semakin halus
ukuran butiran maka recovery yang dihasilkan akan semakin besar, hal ini
partikel semakin banyak sehingga reaksi pun berlangsung lebih cepat dan
sempurna.
Recovery ukuran butiran partikel yang tertahan pada saringan 325 mesh
mengalami penurunan, hal ini dapat disebabkan oleh ukuran partikel yang
menurunkan luas permukaan kontak antara terak timah dan larutan asam sulfat.
Menurut Behera et a.(2017) ukuran partikel yang semakin halus memiliki celah
39
yang lebih sedikit untuk berdifusi dalam proses leaching. Menurut Prassanti
(2013) ukuran butiran partikel yang tertahan pada 325 mesh mengalami
Nilai optimum pada variasi ukuran butiran partikel dilihat dari kedua grafik
unsur tersebut. Nilai optimum pada variasi ukuran butiran partikel dilihat dari
hasil recovery tertinggi yang terdapat pada ukuran saringan (-230+325) mesh
dengan recovery torium sebesar 52% dan unsur tanah jarang sebesar 41,42%.
4.4 Rasio Solid Liquid (g/mL) pada Leaching Terak Timah II dengan Asam
Sulfat
Percobaan leaching dengan variasi rasio solid liquid (g/mL) yang digunakan
yaitu 5/100, 10/100, 15/100, 20/100, 25/100, 30/100, 40/100 50/100. Variabel
tetap yaitu konsentrasi air:asam sulfat (3,5:1), ukuran saringan (-230+325) mesh,
suhu 60 0C, kecepatan pengadukan 100 rpm dan waktu selama 30 menit. Berikut
merupakan data recovery unsur torium dan unsur tanah jarang hasil leaching pada
variasi rasio solid liquid yang disajikan pada Tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6. Hasil analisis kadar unsur torium dan unsur tanah jarang pada
filtrat hasil direct leaching terak timah II variasi raso solid liquid.
40
Proses leaching dilakukan dengan variasi berbagai rasio solid liquid (g/mL),
variasi tersebut dilakukan agar dapat diketahui kondisi optimum pada rasio solid
liquid (g/mL) yang memberikan hasil recovery terbesar dalam proses leaching.
Data unsur torium dan unsur tanah jarang pada Tabel 6 di atas dapat disimpulkan
dalam bentuk recovery yang dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah ini.
Gambar 12. Recovery unsur tanah jarang dan torium pada berbagai variasi
rasio solid liquid.
Recovery torium dan persen ektraksi unsur tanah jarang pada variasi rasio
solid liquid (g/mL) mulai dari 5/100 - 50/100 mengalami penurunan. Recovery
pada rasio 5/100 - 50/100 yaitu sebesar 28,47 - 1,69% torium sedangkan unsur
tanah jarang sebesar 33,99 - 8,28%. Penurunan tersebut disebabkan karena kontak
kontak antara agen pereaksi dan zat terlarut kurang optimal yang menyebabkan
ion pereaksi menurun dan proses transport ion LTJ3+ keruah larutan ikut
melambat.
41
Recovery pada rasio solid/liquid yang lebih rendah mengalami peningkatan,
hal ini terjadi karena kontak antara asam sulfat dan sampel terak timah II dapat
berjalan dengan sempurna. Hasil optimum yang diperoleh pada variasi rasio solid
liquid yaitu 10/100 (gr/mL) didapatkan recovery sebesar 33,60% unsur tanah
perbandingan volume air dan asam sulfat (3,5:1), suhu 60 0C, ukuran butiran
partikel pada -230+325 mesh, rasio solid liquid 10/100 g/mL dan waktu selama 30
menit. Proses leaching dilakukan agar dapat diketahui kondisi optimum pada
proses leaching.
Berikut merupakan data recovery unsur torium dan unsur tanah jarang hasil
bawah ini.
Tabel 7. Hasil analisis kadar unsur torium dan unsur tanah jarang pada
filtrat hasil direct leaching terak timah II variasi kecepatan
pengadukan.
42
Proses leaching dilakukan dengan variasi berbagai kecepatan pengadukan
(rpm), variasi tersebut dilakukan agar dapat diketahui kondisi optimum pada
leaching. Data unsur torium dan unsur tanah jarang pada Tabel 7 di atas dapat
disimpulkan dalam bentuk recovery yang dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah
ini.
Gambar 13. Recovery unsur tanah jarang dan torium pada berbagai variasi
kecepatan pengadukan (rpm).
Recovery torium dan persen ektraksi unsur tanah jarang pada variasi
pengadukan 150 - 200 rpm mengalami kenaikan recovery yaitu sebesar 22,69 -
25,36% torium dan sebesar 31,92 - 36,05% unsur tanah jarang. Recovery pada
dan 28,26% unsur tanah jarang dan pada kecepatan pengadukan 300 rpm recovery
torium mengalami kenaikan sebesar 18,27% sedangkan unsur tanah jarang hanya
43
Hasil recovery pada variasi kecepatan pengadukan (rpm) mengalami
dibandingkan dengan kecepatan pengadukan 150 rpm, hal ini disebabkan oleh
tumbukan antar reaktan semakin banyak dan cepat sehingga ketebalan lapisan
sudah mulai menipis. Menurut Purwani et al (2000) ketebalan suatu lapisan antar
Hal serupa dengan kecepatan pengadukan 300 rpm recovery yang dihasilkan
jauh lebih besar dibandingkan dengan kecepatan pengadukan pada 250 rpm.
Menurut Sajima (2018) pengadukan yang sangat cepat akan menaikkan turbulensi
fluida sehingga menurunkan ketebalan lapisan film sebagai batas antara pereaksi
rpm. Recovery tertinggi untuk unsur torium dan unsur tanah jarang masing-
4.6 Variasi Waktu pada Leaching Terak Timah II dengan Asam Sulfat
Percobaan leaching terak timah dengan variasi waktu (jam) dilakukan pada
kondisi tetap diantaranya konsentrasi asam sulfat (3,5:1), suhu 60 0C, ukuran
butiran partikel lolos ayakan pada saringan 230 mesh dan tertahan pada 325 mesh
(-230+325), rasio solid liquid 10/100 g/mL, dan kecepatan pengadukan 200 rpm.
44
Percobaan tersebut dilakukan agar dapat diketahui kondisi optimum pada waktu
dengan kecepatan reaksi. Semakin cepat waktu reaksi (nilainya kecil) maka harga
kecepatan reaksi akan semakin besar (semakin cepat) (Anggraini et al., 2012).
oleh waktu leaching. Waktu yang cukup lama mampu mengikat ion Th4+ dengan
ion sulfat (SO42-), sehingga recovery yang dihasilkan akan semakin besar.
Berikut merupakan data recovery unsur torium dan unsur tanah jarang hasil
leaching pada variasi waktu yang disajikan pada Tabel 8 di bawah ini.
Tabel 8. Hasil analisis kadar unsur torium dan unsur tanah jarang pada
filtrat hasil direct leaching terak timah II variasi waktu leaching.
dilakukan agar dapat diketahui kondisi optimum pada variasi waktu yang
memberikan hasil recovery terbesar dalam proses leaching. Data unsur torium dan
unsur tanah jarang pada Tabel 8 di atas dapat disimpulkan dalam bentuk recovery
45
Gambar 14. Recovery unsur tanah jarang dan torium pada berbagai variasi
waktu (jam)
Recovery torium dan recovery unsur tanah jarang pada variasi waktu 1 jam
pada proses leaching dengan waktu 1-3 jam sebesar 14,87 - 17,14%, sedangkan
kenaikan recovery unsur tanah jarang pada waktu 1-3,5 jam sebesar 28,31 -
54,71%.
semakin lama pula proses leaching yang terjadi sehingga kontak antara terak
timah dan pelarut semakin lama dan proses leaching semakin sempurna. Menurut
Prassanti (2013) waktu leaching yang cukup lama mengakibatkan reaksi antara
terak timah dengan asam sulfat terjadi lebih sempurna sehingga menghasilkan
bahan dan pelarut dapat menentukan kesempurnaan reaksi, semakin lama waktu
46
akan memungkinkan seluruh ion torium untuk saling kontak dan berikatan dengan
ion sulfat.
Rentang waktu 3,5 jam pada unsur tanah jarang mengalami kenaikan karena
pada waktu tersebut unsur tanah jarang masih dapat larut sedangkan di waktu 4
mengalami penurunan lebih awal dibandingkan dengan unsur tanah jarang yaitu
lama, sehingga filtrat yang dihasilkan sedikit dan mengurangi hasil recovery pada
torium mapun unsur tanah jarang. Menurut Hafni et al., (2002) penurunan
kesempatan pada pelarut untuk menguap semakin besar dan adanya pengadukan
Hasil leaching terak timah II dengan variasi waktu (jam) diperoleh kondisi
optimum yaitu pada waktu 3,5 jam dengan recovery terbesar torium sebesar
16,18% dan unsur tanah jarang sebesar 54,71%. Kondisi optimum dari berbagai
torium sebesar 16,18% dan unsur tanah jarang sebesar 54,71%. Unsur tanah
jarang terekstrak lebih tinggi karena unsur tersebut lebih banyak di dalam filtrat
47
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
asam sulfat) terdapat pada nilai (3,5:1) untuk unsur torium dan unsur tanah jarang
pada suhu 60 0C untuk unsur torium dan unsur tanah jarang masing-masing
sebesar 7,68 dan 19,28 %. Kondisi optimum ukuran terak timah terdapat pada
lolos saringan 230 mesh dan tertahan pada ukuran saringan 325 mesh (-230+325)
untuk unsur torium dan unsur tanah jarang masing-masing sebesar 9,52 dan
41,42%. Kondisi optimum rasio solid liquid terdapat pada rasio 10/100 (g/mL)
untuk unsur torium dan unsur tanah jarang masing-masing sebesar 19,43 dan
33,60%. Kondisi optimum kecepatan pengadukan terdapat pada 200 rpm untuk
unsur torium dan unsur tanah jarang masing-masing sebesar 25,36 dan 36,05%.
Kondisi optimum waktu leaching terdapat pada 3,5 jam. Recovery terbesar pada
kondisi optimum tersebut didapatkan unsur torium dan unsur tanah jarang masing-
5.2 Saran
Proses secara direct leaching dengan asam sulfat ternyata sangat efektif
untuk digunakan karena hasil recovery yang didapatkan lebih dari 50%. Saran
untuk selanjutnya agar dapat menggunakan metode direct leaching dengan asam
48
DAFTAR PUSTAKA
49
Pintar Nuklir.
Boss CB, Fredeen KJ. 2004. Concepts, Instrumentation and techniques in ICP-
OES. USA : PerkinElmer.
Burke T. 1982. Characterization of Commercial Thorium Oxide Powders. Bettis
Atomic Power Laboratory, Pennsylvani.
Butler BCM. 1978. Tin-rich garnet, pyroxene, and spinel from a slag.
Mineralogical M. 42(324):487–492. doi:10.1180/minmag.1978.042.324.11.
Cotton F, Wilkinson G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : UI Press.
Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spektroskopi.
Sumatera Barat: Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (LPTIK).
Dewita E. 2012. Analisis Potensi Thorium Sebagai Bahan Bakar Nuklir Alternatif
PLTN. PPEN BATAN. 232(5):45–56.
Febriana E, Tristiyan A, Mayangsari W, Prasetyo AB. 2018. Kinetika dan
Mekanisme Pelindian Nikel dari Bijih Limonit : Pengaruh Waktu dan
Temperatur. Metalurgi.2(8):61–68.
Gaballah I, Allain E. 1994. Recycling of strategic metals from industrial slag by a
hydro-and pyrometallurgical process. Mineral Pro. 10(6):75–85.
Haryadi H, Miswanto A, Mandalawanto Y, Daranin EA. 2010. Analisis
Perkembangan Pengusahaan Mineral dan Batubara. Puslitbang Teknologi
Mineral dan Batubara. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Haryono. 2017. Analisa Kinetika Reaksi Pebentukan Kerak CaCO3-CaSO4 dalam
Pipa Beraliran Laminar pada Suhu 30oC dan 40oC menggunakan Persamaan
Arrhenius.TM.17(2): 40–51.
Humphries M. 2013. Rare earth elements: The Global Supply Chain. Minerals
Policies .Congressional Research Service.
Hou X, Jones BT. 2000. Inductively Coupled Plasma-Optical Emission
Spectroscopy. USA: Wake Forest University Winston Salem.
IAEA. 2005. Thorium fuel cycle: Potential benefits and challenges. Austria: the
IAEA.
Iqbal M, Said N, Anggraini M, Mubarok MZ, Widana KS. 2017. Studi Ekstraksi
Bijih Thorit dengan Metode Digesti Asam dan Pemisahan Thorium dari
Logam Tanah Jarang dengan Metode Oksidasi-Presipitasi Selektif.
Eksplorium. 38(2): 109–120.
Isyuniarto, Muhadi A, Tri H. 1999. Optimasi Pelindian Pasir Monasit dengan
Metode Basa. Prosiding Perlemuan Dan Presentasi Ilmiah. 132:132–136.
Jordens A, Cheng YP, Waters KE. 2012. A review of the beneficiation of rare
50
earth element bearing minerals. Minerals Engineering. 41(12):97–114.
doi:10.1016/j.mineng.2012.10.017.
Kementerian ESDM. 2013. Kajian Supply Demand Mineral. Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral. Jakarta : ESDM.
King AH, Eggert RG, Gschneidner KA. 2016. The Rare Earths as Critical
Materials. Handbook on the Physics and Chemistry of Rare Earths (1st ed.).
United State : The Ames Laboratory.
Kleppe T. 1974. Minerals Yearbook. U.S : Government Printing Office.
LN Hafni, R Faizal, W Sugeng, S Budi, Mukhlis, Sumarni. 2002. Pelarutan (U,
Th, RE) Hidroksida Hasil Dekomposisi Basa Monasit Bangka dengan
Menggunakan Asam Nitrat in Seminar IPTEK Nuklir Dan Pengelolaan
Sumber Daya Tambang; 2 Mei 2002; Jakarta, Indonesia. ISBN 979-8769-11-
2. 144–150.
Luetzelschwab JW, Googins SW. 1984. Radioactivity released from burning gas
lantern mantles. Health Physics. 46(4):873–881. doi:10.1097/00004032-
198404000-00013.
Luo W, Feng Q, Ou L, Zhang G, Chen Y. 2010. Kinetics of saprolitic laterite
leaching by sulphuric acid at atmospheric pressure. Minerals Engineering,
23(6):458–462. doi:10.1016/j.mineng.2009.10.006.
Maryono, Suratman, Handayani, S Subiantoro, Amiruddin D, Sulistiani L. 2010.
Ekstraksi unsur tanah jarang dari mineral ikutan bijih timah dan terak
peleburan timah. Laporan internal hasil penellitian, Puslitbang Teknologi
Mineral dan Batubara.
Morrs, Lester R, Edelstein, Norman M, Fuger, Jean. 2006. The Chemistry of
Actinide and Elemen Transactinide. Springer Science.
Nugraha S. 2016. Indonesia Energy Outlook. Jakarta : Sekretariat Jenderal
Dewan Energi Nasional.
Nugraheni A, Dwijananti P. 2012. Penentuan Aktivitas Unsur Radioaktif Thorium
Yang Terkandung Dalam Prototipe Sumber Radiasi Kaos Lampu Petromaks.
Jurnal MIPA. 35(4):31-37.
Nuri HL, Prayitno, Jumi Abdul, Pancoko M. 2014. Kebutuhan Desain Awal pada
Pilot Plant Pengolahan Monasit menjadi Thorium Oksida (ThO2).
Eksplorium. 35(2):131-141.
Prassanti R. 2013. Digesti Monasit Bangka Dengan Asam Sulfat. Eksplorium.
33(1):41–54.
PT Timah. 2011. Go Offshore, Go Deeper. Bangka Belitung : PT Timah (persero)
Tbk.
Purwani MV, Biyantoro D, Hadi T. 2000. Ekstraksi Konsentrat La dan Nd Hasil
51
Olah Pasir Monasit Memakai D2EHPA Pertemuan Ilmiah Dasar Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Nuklir; 25-26 Juli 2000; Yogyakarta, Indonesia.
ISSN 02163128: P3TM-BATAN. 148–153.
Ragheb M. 2011. Thorium Fission and Fission-Fusion Fuel Cycle. USA : Talbot
Laboratory.
Ritcey G. 2006. Solvent Exctraction Principles and Applications to Process
Metallurgy. Metallurgy. 452-522.
Roth JR. 2004. Ionizing radiation sources and bilogical effects. New York:
United Nations.
Sajima S. 2018. Pelindian Natrium Zirkonat Menggunakan Asam Klorida Secara
Catu. Eksplorium. 39(1):67. doi:10.17146/eksplorium.2018.39.1.4369.
Saleh N, Rodliyah I, Rochani S. 2015. Eliminasi Senyawa Silika dari Terak
Peleburan Timah Menggunakan Asam Fluoro-Silikat. 11(4):107–117.
Salim Z, Munadi E. 2016. Info Komoditi Timah. Jakarta: AMP Press.
Schneider M, Froggatt A, Hazemann J. 2012. World Nuclear Industry Status
Report 2012. Paris, London : A Mycle Schneider Consulting.
Suhartati T. 2017. Dasar-Dasar Spektrofotometri UV-Vis dan Spektrometri Massa
untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandar Lampung: AURA
(Anugrah Utama Raharja).
Sulistiyono E, F.Firdiyono, Suharyanto A. 2014. Dissolution Process of Sulphate
Acid And Hidrochloride Acid in Reduction Tin Slag. Majalah Metalurgi.
29(3):1-8.
Sumarni, Prassanti R, Trinopiawan K, Sumiarti, Nuri HL. 2011. Penentuan
Kondisi Pelarutan Residu dari Hasil Pelarutan Parsial Monasit Bangka.
Eksplorium. 32(2):115–124.
Sumiarti, Alwi G. 2018a. Standar Operasional Prosedur Penetapan Thorium
dengan Metode Spektrofotometer. Jakarta: Pusat Teknologi Bahan Galian
Nuklir BATAN.
Sumiarti, Alwi G. 2018b. Standar Operasional Prosedur Penetapan Unsur LTJ
dengan Metode ICP-OES. Jakarta: Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir
BATAN.
Suprapto SJ. 2008. Potensi, Prospek Dan Pengusaha Timah Putih Di Indonesia.
Sumber Daya Geologi. 3(2): 2–13.
Taufiq A, Hutagaol RP. 2010. Metode Alternatif Analisis Sulfur dalam Solar
dengan Alat ICP-OES Optima 5300 Perkin Elmer. Kimia Analis. 1(1): 25-31.
Teir S, Revitzer H, Eloneva S, Fogelholm CJ, Zevenhoven R. 2007. Dissolution
of natural serpentinite in mineral and organic acids. International Journal of
52
Mineral Processing. 83(1–2):36–46. doi: 10.1016/j.minpro.2007.04.001.
Trinopiawan K, Mubarok MZ, Mellawati J, Ani BY. 2016. Pelindian Logam
Tanah Jarang dari Terak Timah dengan Asam Klorida setelah Proses Fusi
Alkali. Eksplorium. 37(1): 41–50.
Trinopiawan K, Sumiarti. 2012. Pemisahan Thorium dari Uranium pada Monasit
dengan Metode Pengendapan. Ekplorium. 33(1):55–62.
Yanlinastuti, Fatimah S. 2016. Pengaruh Konsentrasi Pelarut untuk Menentukan
Paduan U-Zr dengan Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-
Vis.PTBBN. 17:22–33.
Zanonato PL, Bernardo PDi, Zhang Z, Gong Y, Tian G, Gibson J, Rao L. 2016.
Hydrolysis of Thorium (IV) at Variable Temperature. Italy: Dipartimento di
Scienze Chimiche.
Zulhan Z. 2012. Pyrometallurgy.Lecture Handout : Metallurgical Engineering.
Bandung.
53
LAMPIRAN I
PEMBUATAN REAGEN
Diambil aquades sebanyak 1 liter dan disimpan pada gelas kimia besar
kemudian dipasangkan alat pengukur pH lalu ditetesi sedikit demi sedikit larutan
M = 14,4 N
N1 x V1 = N2 x V2
V1 = 500 / 14,4
V1 = 34,7 mL
Jadi volume yang dibutuhkan atau diambil dari asam nitrat 65 % adalah 34,7 mL.
gelas piala ukuran 500 mL yang sebelumnya telah diisi aquadest. Diaduk
hingga homogen.
54
3. Dipindahkan segera ke dalam botol reagen gelap (coklat) dan diberi label.
3. Asam Askorbat 5%
55
LAMPIRAN 2
PERHITUNGAN RECOVERY
Massa terlarut (mg) = Konsentrasi dalam larutan (ppm) x Volume larutan (L)
= 29,31 mg
%Ekstraksi =
= 3,32%
Tabel 9. Hasil analisis unsur tanah jarang pada umpan terak timah
Unsur Umpan Ukuran Partikel (mesh)
56
1. Percobaan Penentuan Kondisi Terbaik Leaching dengan Variasi Konentrasi
Asam Sulfat
Variabel tetap:
• Temperatur : Ambien
• Ukuran butiran : 80 mesh
• Rasio S/L : 20/100 gr/mL
• Kecepatan pengadukan : 100 rpm
• Waktu : 30 menit
• Berat umpan : 20 gr
• Volume sampel : 100 mL
Tabel 11. Hasil analisis unsur tanah jarang pada filtrat leaching terak timah
variasi konsentrasi perbandingan air:asam sulfat menggunakan ICP-
OES
Total 40,688 47,93 64,013 35,532 131,867 246,531 323,421 519,5 587,12
Tabel 12. Hasil analisis torium pada filtrat leaching terak timah variasi
konsentrasi perbandingan air:asam sulfat menggunakan
Spektrofotmeter UV-Vis
Torium 33,309 39,665 87,933 44,76 91,585 106,887 125,106 82,474 54,703
57
2. Percobaan Penentuan Kondisi Terbaik Leaching dengan Variasi Temperatur
Variabel tetap:
Tabel 13. Hasil analisis unsur tanah jarang pada filtrat leaching terak timah
variasi temperatur menggunakan ICP-OES
Tabel 14. Hasil analisis torium pada filtrat leaching terak timah variasi temperatur
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
58
3. Percobaan Penentuan Kondisi Terbaik Leaching dengan Variasi Ukuran
Partikel (mesh)
Variabel tetap:
Tabel 15. Hasil analisis unsur tanah jarang pada filtrat leaching terak timah
variasi ukuran partikel (mesh) menggunakan ICP-OES
Tabel 16. Hasil analisis unsur tanah jarang pada filtrat leaching terak timah
variasi ukuran partikel (mesh) menggunakan Spektrofotmeter UV-Vis
59
4. Percobaan Penentuan Kondisi Terbaik Leaching dengan Variasi Rasio Solid /
Liquid (S/L) (gr/mL)
Variabel tetap:
Tabel 17. Hasil analisis unsur tanah jarang pada filtrat leaching terak timah
variasi rasio solid liquid (g/mL) menggunakan ICP-OES
(ppm) 5 10 15 20 25 30 40 50
Tabel 18. Hasil analisis torium pada filtrat leaching terak timah variasi rasio
solid liquid (g/mL) menggunakan Spektrofotmeter UV-Vis
(ppm) 5 10 15 20 25 30 40 50
60
5. Percobaan Penentuan Kondisi Terbaik Leaching dengan Variasi Kecepatan
Pengadukan
Variabel tetap:
Tabel 19. Hasil analisis unsur tanah jarang pada filtrat leaching terak timah
variasi kecepatan pengadukan (rpm) menggunakan ICP-OES
Tabel 20. Hasil analisis torium pada filtrat leaching terak timah variasi kecepatan
pengadukan (rpm) menggunakan Spektrofotmeter UV-Vis
61
6. Percobaan Penentuan Kondisi Terbaik Leaching dengan Variasi Waktu
Variabel tetap:
Tabel 21. Hasil analisis unsur tanah jarang pada filtrat leaching terak timah
variasi waktu menggunakan ICP-OES
Tabel 22. Hasil analisis unsur tanah jarang pada filtrat leaching terak timah
variasi waktu menggunakan ICP-OES
62
LAMPIRAN 3
63
Lampiran 3.4. Filtrat hasil leaching variasi konsentrasi
64
Lampiran 3.7. Filtrat hasil leaching variasi rasio solid/liquid (g/mL)
65
Lampiran 3.10. Pembuatan larutan torium
66
Lampiran 3.13. Alat Spektrofotometer ICP-OES
67