Anda di halaman 1dari 18

ASPEK HUKUM DALAM UPAYA PENINGKATAN

MUTU PELAYANAN DI FKRTL (RUMAH SAKIT)

Tugas Kuliah Manajemen Asuransi dan Hukum Kesehatan

Dr. dr. Bayu Wahyudi, Sp.OG.,MPHM.,Mkes.,MM.

Oleh:

Raudatul Jannah

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS ADHIRA JASA RESWARA SANJAYA
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat, taufik
dan hidayah Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai “aspek hukum dalam
upaya peningkatan mutu Pelayanan di FKRTL ( rumah sakit )”
Penyusunan Makalah ini dimaksudkan sebagai syarat untuk tugas dalam mata kuliah
Manajemen Asuransi dan Hukum Kesehatan pada Program Magister Manajemen Fakultas
Pasca Sarjana Konsentrasi Manajemen Rumah Sakit Universitas Adhirajasa Reswara Sanjaya
Bandung.
Penulis menyadari, bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karenanya
koreksi dan saran masukan yang konstruktif sangat penulis harapkan. Penulis juga berharap,
usulan penelitian ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Bandung, 03 Juli 2021


Penulis,

Raudatul Jannah
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Sesuai dengan falsafah dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 mengakui
hak asasi warga atas kesehatan. Hal ini juga tertulis dalam pasal 28H dan pasal 34
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang
sesuai amanat pada perubahan UUD 1945 Pasal l34 ayat 2, yaitu menyebutkan bahwa
negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan
dimasukkannya Sistem Jaminan Sosial dalam perubahan UUD 1945, kemudian
terbitnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) menjadi suatu bukti yang kuat bahwa pemerintah dan pemangku
kepentingan terkait memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan
sosial bagi seluruh rakyatnya. Melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai
salah satu bentuk perlindungan sosial, pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Pada tahun 2004 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 ini
mengamanatkan bahwa program jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk
termasuk program Jaminan Kesehatan melalui suatu badan penyelenggara jaminan
sosial.
Badan penyelenggara jaminan sosial telah diatur dengan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang
terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Untuk program Jaminan
Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, implementasinya telah
dimulai sejak 1 Januari 2014. Program tersebut selanjutnya disebut sebagai program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Program Jaminan Kesehatan Nasional merupakan program Pemerintah yang
bertujuan untuk memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi
setiap rakyat Indonesia agar penduduk indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan
sejahtera. Manfaat program ini diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan
perseorangan yang komprehensif, mencakup pelayanan peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan
(rehabilitatif) termasuk obat dan bahan medis dengan menggunakan teknik layanan
terkendali mutu dan biaya (managed care).1
Peserta BPJS harus mengikuti sistem rujukan yang ada. Sakit apapun, kecuali
dalam keadaan darurat, harus berobat ke fasilitas kesehatan primer, tidak boleh
langsung ke rumah sakit atau dokter spesialis. Jika ini dilanggar peserta harus
membayar sendiri. Khusus mengenai keadaan gawat darurat ini diperlukan kesamaan
pandang antara BPJS dengan FKTP dan FKTL. 3

1.2 Tujuan
 memberikan perlindungan kesehatan dalam bentuk manfaat pemeliharaan
kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan
kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Hukum Jaminan Kesehatan Nasional

Dasar hukum Jaminan Kesehatan, termaktub dalam Undang-Undang Tahun 1945

Pasal 28 H yaitu:

1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan.

2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk

memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan

dan keadilan.

3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan

dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.

Atas dasar itu, maka diterbitkan Undang-Undang No. 40/2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang salah satu programnya adalah JKN, yang

pelaksanaannya diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Kesehatan.1

Terbitnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN) mengamanatkan bahwa setiap orang atau warga negara

berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang

layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia

yang sejahtera, adil dan makmur. Program jaminan sosial menurut Undang-Undang

tersebut meliputi: jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,
jaminan pensiun dan jaminan kematian. Selanjutnya, dasar hukum adanya Jaminan

Kesehatan juga tertuang dalam

Undang-Undang Tahun 1945 Pasal 34 yaitu:

1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan

martabat kemanusiaan.

3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan

fasilitas pelayanan umum yang layak.

2.2. Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan

Pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan peorangan terdiri dari 3 tingkatan yaitu

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar

yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.

b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan

spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang

menggunakan pengetahuan teknologi kesehatan spesialistik.

c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub

spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub

spesialis yan menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub

spesialistik
Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, FKTP dan FKTL wajib melakukan sistem

rujukan dengan mengacu pada peraturan undangan yang tepat. Apabila ada peserta

yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan maka

tidak dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Bagi peserta BPJS Kesehatan,

pelayanan rujukan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

A. Rujukan horizontal

adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkat

perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan

pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan atau ketenagaan yang sifatnya

sementara atau menetap

B. Rujukan vertikal

adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda

tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat

pelayanan yang lebih tinggi. Rujukan vertikal dari tingkat pelayanan yang lebih

rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi dilakukan oleh:

a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;


b. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan

kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan / atau

ketenagaan.

Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkat pelayanan

yang lebih rendah dilakukan kecuali:

a. permasalahan kesehatan pasien dapat melindungi tingkatan pelayanan

kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kewenangan dan

kewenangannya;

b. kewenangan dan kewenangan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam

situasi pasien tersebut;

c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat mendukung oleh

tingkat pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan alasan alasan, inefisiensi

dan pelayanan jangka panjang; dan / atau perujuk tidak dapat memberikan

pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan

sarana, prasarana, peralatan dan / atau ketenagaan.

Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai

kebutuhan medis, yaitu

a. Pengawasan dari pelayanan di FKTP

b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien

Dapat dirujuk ke FKRTL

c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat

diberikan atas rujukan dari faskes primer.

d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya Dapat

diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.


Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan peserta BPJS

Kesehatan dalam kondisi:

a. Terjadi gawat darurat. Kondisi kegawatdaruratan mengikuti

ketentuan yang berlaku

b. Bencana, kriteria bencana yang diambil oleh Pemerintah Pusat dan

atau Pemerintah Daerah

c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang

sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat

dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan

d. pertimbangan geografis; dan

e. pertimbangan jumlah fasilitas

C.

Rujukan parsial

adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain

dalam rangka menegakkan diagnosis atau mempersembahkan terapi, yang

merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut. 

Rujukan parsial dapat berupa:


a. pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau

tindakan

b. pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang

Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien

dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

Dari berbagai survei diketahui sejak berlangsungnya pemberlakuan pelayanan

melalui BPJS didapati adanya kasus-kasus rujukan yang terlalu besar diperkirakan

sekitar 80% kasus di rujuk ke Fasilitas Pelayanan Tingkat Lanjut / FKTL, dan

sekitar 20% lainnya kasus dapat membangun di Fasilitas Pelayanan Tingkat

Pertama / FKTP. Harus di upayakan agar 80% dari kata kata harus di FKTP, dan

hanya 20% kasus yang merujuk ke FKTL. 

Hal ini dapat terlaksana dengan baik bersama di FKTP juga di laksanakan

upaya - upaya pola hidup sehat sehingga orang tidak sakit yaitu Upaya Kesehatan

Masyarakat berupa upaya promotif dan preventif harus dilaksanakan, tentunya juga

dengan pembiayaan dari pihak Pemerintah. Bila di review permasalahan dalam dua

tahun penyelenggaraan JKN ini maka masalah yang dapat dilihat sebagai berikut:

a. sosialisasi yang perlu di tingkatkan lagi

b. sistem BPJS yang belum siap benar

c. masih perlu ditingkatkan kualitas pelayanan medik dan penunjang

lainnya

d. layanan rujukan yang belum sesuai harapan

e. infrastruktur layanan yang belum sesuai harapan

f. tarif INA CBG yang masih belum sesuai dengan pembiayaan

Untuk menjamin berjalannya sistem rujukan berjenjang BPJS maka perlu

dilakukan langkah-langkah yaitu :


- sosialisasi yang terus-menerus

- proses pertemuan lintas sector secara proaktif

- monitoring dan evaluasi yang juga terus menerus harus dilakukan antar

seluruh stakeholders, guna menanamkan kesadaran masyarakat tentang

sistem rujukan berjenjang.

Masyarakat menilai sistem rujukan terkesan berbelit-belit ini dipicu oleh

keengganan masyarakat untuk antre di layanan primer seperti Puskesmas.

Pembenahan sarana dan prasarana yang memadai di setiap tingkat pelayanan

kesehatan sesuai kebutuhan.

Monitoring dan evaluasi pelaksanaan sistem rujukan perlu dilakukan secara

terus-menerus oleh pemerintah dan organisasi profesi sebagai organ Pembina, agar

menjamin setiap masyarakat mendapatkan layanan kesehatan yang sesuai dengan

haknya.

2.3 Peran Dokter Dalam Sistem Rujukan

Dalam sistem rujukan berjenjang adalah memahami secara jelas mengenai

sistem rujukan karena dokter adalah petugas garda depan yang selalu menjadi

tempat bertanya kepada pasien atau masyarakat yang membutuhkan dan dokter

harus selalu meningkatkan kompetensi agar dapat memberikan pelayanan

kesehatan secara profesional yang dibutuhkan pasien.

Peran dokter disini sangat penting sebagai gatekeeper untuk memberikan

edukasi terhadap pasien agar memahami kebutuhan rujukan yang benar. Namun

perilaku pasien yang tidak mentaati masih ditemukan, mereka bersikeras meminta

dirujuk dan mengancam akan keluar dari puskesmas. Pada kondisi tertentu dokter

akan memberikan rujukan karena kesulitan dalam mengambil keputusan

menghadapi pasien.4
Kompetensi petugas kesehatan/dokter perlu disiapkan dan ditingkatkan

sehingga mampu menangani kasus sesuai tingkat layanannya. Kebijakan sistem

rujukan yang ditetapkan harus lebih komprehensif mencakup jejaring yang

melibatkan swasta, dan membuka seluas-luasnya kesempatan bagi klinik yang mau

bergabung dengan BPJS sehingga tidak terjadi antrean di Puskesmas.

Program IDI meliputi:

A. Upaya Penataan sistem, sebagai peran IDI dalam Tanggung Jawab Moral

terhadap sistem yang di kembangkan agar tercipta kualitas pelayanan yang

dapat dipertanggung jawabkan dari sisi Profesi Medis.

B. Sebagai Pelaksana Garda Terdepan Pelayanan Kedokteran IDI perlu dilibatkan

oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam pertemuan-pertemuan

lintas sektoral baik di tingkat pusat maupun daerah propinsi/kabupaten kota,

monitoring/evaluasi program pelaksanaan pelayanan kesehatan di era JKN ini

oleh IDI Wilayah dan Cabang dan membuat laporan tentang permasalahan yang

terjadi dan upaya penyelesaiannya.

C. Sinkronisasi kebijakan agar kualitas pelayanan yang lebih baik dengan system

rujukan yang lebih tertata

UPAYA PENATAAN SISTEM

1. Man / Manusia

setiap dokter baik di FKTP maupun di FKTL harus lebih meningkatkan

kemampuan profesionalismenya dalam hal ini :

- Attitude

- Knowledge

- Skill
Baik terhadap keilmuan nya maupun terhadap sikap dan perilaku dalam

menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pelaksanaan pembinaan profesionalisme

tersebut akan dilaksanakan berupa seminar ataupun symposium dimana setiap ada

kegiatan tersebut harus ada presentasi yang bersifat pembinaan etik dan

profesionalisme dokter di semua lini.

Yang terlibat dalam elemen ini adalah Institusi Pendidikan, Perhimpunan, dan

Asosiasi FASKES/PERSI, RS, BPJS. Harapannya adalah dalam penyusunan regulasi

juga tercantum adanya kewajiban Institusi2 tersebut berperan dalam pembinaan etik

dan profesionalisme

2. Money / Uang :

Dokter sebagai pelaksanan garda terdepan dari pelaksanaan pelayanan

kesehatan sebagai manusia biasa tentunya juga harus memperhatikan kehidupannya

beserta keluarganya, demikianpun untuk meningkatkan kemampuannya atau

kompetensinya, semuanya ini memerlukan finasial yang tentunya harus diperhatikan

juga. Oleh karena upaya penyusunan remunerasi bagi dokter merupakan hal yang

tidak bisa di tunda, harus seiring dengan upaya peningkatan kualitas dan keselamatan

pasien dalam pelayanan kesehatan.

Upaya pembenahan system pentarifan INA CBG’s. Yang terlibat pada elemen

ini adalah Organisasi Profesi/ Perhimpunan, Pemerintah/KemKes, Manajemen FasKes

(pemerintah, swasta). Harapannya adalah adanya sistem remunerasi yang baku yang

dapat di pakai oleh faskes dalam menghargai para dokter yang berprofesi di faskesnya

baik pemerintah maupun swasta.

3. Machine/ alat kesehatan / logistic farmasi:

Setiap dokter dalam melaksanakan profesinya memerlukan alat bantu dalam

upaya menegakkan diagnosis. Alat bantu ini berupa alat kesehatan / laboratorium
/radiologi/ alkes lainnya harus dilengkapi agar mutu dan keselamatan pasien dapat

dipertanggung jawabkan dalam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

4. Material / kelengkapan sarana-prasarana dan penentuan unggulan

FKRTL (sistem kelas, regionalisasi)

Yang terlibat pada elemen ini adalah: pemilik faskes: Pemerintah / swasta,

PERSI. Senantiasa koordinasi dengan lintas sektor baik tingkat pusat maupun daerah

Harapannya sarana dan prasarana dapat dilengkapi agar para dokter dapat bekerja

dengan aman dan tenteram, tidak diiringi dengan kecemasan oleh karena sarana dan

prasarana yang kurang memadai.

5. Methode/management :

Pemahaman terhadap tatakelola klinik FKTP – FKRTL. membuat jejaring

pelayanan kesehatan dengan rs sekitar swasta maupun pemerintah. perlu verikator

tenaga medis, penyusunan clinical pathway. Senatiasa ikut terlibat dalam pertemuan-

pertemuan untuk penyusunan regulasi. Yang terlibat pada elemen ini adalah

Organisasi Profesi, Institusi Pendidikan/FK, BPJS, FASKES, PERSI.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pelaksanaan sistem rujukan kesehatan pada era Jaminan Kesehatan

Nasional merupakan upaya yang dilakukan dalam penguatan pelayanan primer

untuk penyelenggaran kendali mutu dan biaya. Tingginya angka rujukan di

Puskesmas menujukkan bahwa implementasi sistem rujukan belum berjalan

dengan baik. Hasil studi literatur menunjukkan bahwa ketersediaan sumber

daya manusia baik segi kuantitas dan kualitas masih kurang, belum adanya

standar operasional prosedur, ketidaklengkapan sarana dan prasarana

kesehatan, jenis indikasi medis yang diderita pasien, ketersediaan obat-obatan

yang belum mencukupi dan perilaku pasien dapat memicu meningkatnya

angka rujukan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) terutama

puskesmas.

Implementasi sistem rujukan kesehatan harus dilaksanakan secara

seimbang dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, infrastuktur dan

regulasi yang baik. Sehingga FKTP dapat berperan secara optimal dalam

perannya sebagai gatekeeper. Selain itu peningkatan pemahaman dan

pengetahuan masyarakat harus diperbaiki terkait dengan pelayanan di FKTP.

Masyarakat perlu diyakinkan dengan kualitas layanan yang memuaskan

sehingga mereka tidak perlu meminta untuk dirujuk agar mendapatkan

pelayanan yang dibutuhkan. Pemerintah sebagai pemegang kebijakan harus

mampu mengetahui kondisi di lapangan dengan mengkaji kebijakan


sebelumnya agar dapat selalu beradaptasi terhadap perkembangan ilmu

kesehatan.

Sistem rujukan diselenggarakan dengan tujuan memberikan pelayanan

kesehatan secara bermutu sehingga tujuan pelayanan di era JKN dapat

tercapai.

Dengan disusunnya program penataan Sistem Pelayanan Rujukan

Kesehatan di Era JKN. Harapannya adalah tercapainya pola pelayanan rujukan

yang sesuai kebutuhan pasien yang profesional, bermutu dan mengedepankan

keselamatan pasien.

Keberhasilan suatu sistem sangat tergantung oleh adanya alur proses

rujukan yang tertata serta adanya komunikasi yang kontinu dan konsisten antar

unit yang merujuk dan yang di tuju. Dalam hal system rujukan kesehatan di

era JKN yang perlu penataan adalah adanya kesamaan pandang atau

sinkronisasi kepahaman tentang tujuan rujukan, kualitas rujukan dan hubungan

mekanisme yang berlangsung intra organisasi (FKTP) dengan kerangka kerja

interorganisasi (FKTP), berupa adanya “care pathway“ antara FKTP

3.2 Saran

Adanya monitoring dan evaluasi serta peran proaktif Organisasi Profesi

dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien dalam

pelayanan rujukan kesehatan di era JKN secara terus menerus

berkesinabungan secara “real time“ dari waktu ke waktu.


DAFTAR PUSTAKA

1. Kesehatan B. Integrasi Jamkesda Dalam Optimalisasi Program JKN. III. Vol. III.

Jakarta: BPJS Kesehatan; 2014. 45 p.

2. Ikatan Dokter Indonesia. Penataan sistem pelayanan kesehatan rujukan. 2016;10–3.

3. BPJS Kesehatan. Integrasi Jamkesda dalam Optimalisasi Program JKN. Info BPJS

Kesehat. 2014;3–11.

4. Ramadhani SN. Studi Literatur: Analisis Faktor Penyebab Tingginya Angka Rujukan

di Puskesmas Pada Era JKN. Media Gizi Kesmas. 2020;

Anda mungkin juga menyukai