Makalah Psikologi KLP 10
Makalah Psikologi KLP 10
HUMANISTIK
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 10
RAPIDAH AZIZA 2021143525
CINDY FATIKA TASYA 2021143532
RAHMAT SAPUTRA 2021143557
1
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Psikologi SD dengan judul: “Implikasi
Teori Belajar Psikologi Behavioristik, Kognitif, dan Humanistik
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan
prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumlah fakta dan penemuan
yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan,
maka bersamaan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Dalam masa
perkembangan psikologi pendidikan ini, muncullah secara beruntun beberapa aliran psikologi
pendidikan yaitu psikologi behavioristik, psikologi kognitif, dan psikologi humanistik. Dalam
setiap periode perkembangan aliran psikologi tersebut bermunculan teori-teori tentang belajar
yaitu teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif, dan teori belajar humanistik.
Untuk memahami lebih lanjut maka dalam makalah ini akan membahas mengenai
implikasi Teori Belajar Psikologi Behavioristik, Implikasi teori Belajar Psikologi Kognitif dan
Implikasi Teori Belajar Psikologi Humanistik.
2. Apa pengertian Teori Belajar Psikologi Kognitif dan Bagaimana Implikasi teori belajar
psikologi kognitif?
3. Apa pengertian teori belajar Psikologi Humanistik dan Bagaimana Implikasi teori belajar
Psikologi humanistik?
4
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa pengertian Teori Belajar Psikologi Behavioristik dan Bagaimana
Implikasi teori belajar psikologi behavioristik.
2. Untuk mengetahui apa pengertian Teori Belajar Psikologi Kognitif dan Bagaimana
Implikasi teori belajar psikologi kognitif.
3. Untuk mengetahui apa pengertian teori belajar Psikologi Humanistik dan Bagaimana
Implikasi teori belajar Psikologi humanistik.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau Input yang berupa stimulus dan
keluaran atau Output yang berupa respon. Dalam contoh di atas, stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa, misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-
cara tertentu, untuk membantu belajar siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Menurut teori behavioristik, apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap
tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati hanyalah stimulus dan respon. oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus)
dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk
melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila
penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat, begitu juga
bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responpun akan tetap dikuatkan.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan
praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini
6
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori ini hingga
sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada
penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti kelompok bermain, taman
kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, bahkan sampai perguruan tinggi,
pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau
hukuman masih sering dilakukan.
Implikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Gagasan-gagasan seperti yang telah dikemukakan oleh para
pencetus aliran behaviorisme seperti Thorndike tentang perlunya bantuan guru untuk
menciptakan perilakusiswa, perlunya keterampilan-keterampilan yang dilatihkan, dan disiplin
mental menjadi dasar bagi pengembangan aliran behaviorisme di sekolah. Di samping itu,
gagasan Guthrie tentang perlunya reinforcement dalam pembelajaran sampai saat ini diakui
menjadi sebuah hal yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Lebih dari itu, gagasan
Skinner tentang perlunya pengaturan pembelajaran oleh guru, respons aktif dari siswa, adanya
feedbacksetelah adanya respons dari pembelajar dan kebebasan siswa dalam mempelajari
materi sesuai dengan ritme pembelajar, menjadi dasar bagi pengembangan kurikulum di
Indonesia.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur,
maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan
ditetapkan terlebih dulu secara ketat.Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam
belajar, sehingga pembe-lajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakkan disiplin.
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai
kesalahan yang perlu dihukum dan keber-hasilan belajar atau kemampuan dikategorikan
sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan
dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang
berada di luar diri siswa (Degeng, 2006).
7
mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara
ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan
penekanan pada keterampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan
ruang gerak yang bebas bagi pembelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Sebab, sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja
mesin atau robot. Akibatnya, pembelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan
potensi yang ada pada diri mereka. Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan
telah terstruktur rapi dan teratur, maka pembelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan
pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dahulu secara ketat. Pembiasaan dan
disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan
dengan penegakkan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan
pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar
atau kemam-puan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demi-kian
juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pembelajar atau
peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar
harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pembelajar.
Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam
upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan, belajar
merupakan aktivitas pokok dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar
seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang baru atau perubahan tingkah laku, sikap, dan
keterampilan. Disadari atau tidak, setiap individu tentu pernah melakukan aktivitas belajar
karena aktivitas belajar tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang (Anidar, 2017). Peran
psikologi kognitif tidak terbantahkan dalam pengolahan informasi yang diberikan pada siswa
dalam keadaan bawah sadarnya. Dengan menggunakan psikologi pendidikan, guru harus
memastikan siswa terlibat dalam proses pembelajaran. Pembelajaran melalui psikologi kognitif
akan mendorong dan memotivasi siswa terutama saat guru mengajar di kelas (Nachiappan &
Rohani, 2011). Teori belajar kognitif lebih menekankan pada cara-cara seseorang
8
menggunakan pemikirannya untuk belajar, mengingat, dan menggunakan pengetahuan yang
telah diperoleh dan menyimpan pikirannya secara efektif. Pada proses psikologi kognitif,
informasi yang diterima berupa data yang mudah diingat dan dapat memberikan efek besar
pada manusia (Puspasari, 2016) Psikologi kognitif merupakan perilaku manusia dan tidak
ditentukan oleh stimulus yang berada di luar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada
dirinya sendiri. Faktor-faktor intern ini berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk
mengenal dunia luar dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap
stimulus. Berdasarkan pandangan tersebut, teori belajar psikologi kognitif memandang belajar
sebagai proses perfungsian kognisi, terutama unsur pikiran. Dengan kata lain, aktivitas belajar
pada diri manusia ditentukan pada proses internal dalam pikiran yakni proses pengolahan
informasi.
Jean Piaget adalah ahli psikolog developmental karena penelitiannya mengenai tahap-
tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar
individu. Menurut Jean Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-
kemampuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual tidak kuantitatif
tetapi bersifat kualitatif. Maksudnya daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda
usia akan berbeda pula secara kualitatif.
9
A. Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2
tahun. Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih
sederhana.
B. Tahap pre–operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7
tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda,
dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
C. Tahap concrete–operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini ditandai
dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah
tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
D. Tahap formal–operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia
11-15 tahun. Tanda-tanda pokok tahap yang terakhir ini adalah anak sudah mampu
berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir ”kemungkinan”.
Dalam pandangan Jean Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi
secara simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika
pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki
seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang telah dimiliki
seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang sesuai dengan informasi yang baru diterimanya.
Menurut David Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika didefinisikan dan
dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa berupa konsep atau informasi umum yang
mencakup semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel merupakan
salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa
sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. David Ausubel menggunakan
istilah “pengatur lanjut” (advance organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari
peserta didik agar belajar menjadi bermakna. Selanjutnya dikatakan bahwa “pengatur lanjut”
itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, dan sebagian lagi merupakan sesuatu yang sudah
diketahui peserta didik di pihak lain.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang
diterima atau yang dipelajari oleh siswa. David Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa
penemuan lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Ceramah lebih bermakna bagi peserta
didik, apalagi penyajiannya sistematis maka akan diperoleh hasil belajar yang baik pula.
10
a. Belajar dengan penemuan yang bermakna,
b. Belajar dengan ceramah yang bermakna,
c. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, dan
d. Menghafal berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan menghafal, peserta
didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang
telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika materi
yang dipelajari bermakna.
Teori belajar kognitif menurut Jerome Bruner, bahwa dalam proses belajar terdapat tiga
tahap, yaitu informasi, transformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa.
Jerome Bruner juga memandang belajar sebagai “instrumental conceptualisme” yang
mengandung makna adanya alam semesta sebagai realita, hanya dalam pikiran manusia. Oleh
karena itu, pikiran manusia dapat membangun gambaran mental yang sesuai dengan pikiran
umum pada konsep yang bersifat khusus. Semakin bertambah dewasa kemampuan kognitif
seseorang, maka semakin bebas seseorang memberikan respons terhadap stimulus yang
dihadapi.
Peranan guru menurut psikologi kognitif ialah dapat mengembangkan potensi kognitif
yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik
telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta didik
akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah
melalui proses belajar mengajar di kelas.
11
Teori kognitif yang juga sering dijadikan acuan adalah teori Gestalt. Peletak dasar teori
Gestalt adalah Merx Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem
solving. Menurut pandangan Gestalt semua kegiatan belajar menggunakan pemahaman
terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Intinya,
tingkat kejelasan dan keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih
meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada hukuman dan ganjaran.
Implikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran, di antaranya guru harus memahami
bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya. Kepekaan
orang tua, guru, serta masyarakat sekitar sangat membantu dalam mendeteksi hambatan belajar
anak, sehingga anak dapat memperoleh penanganan dari tenaga profesional sedini dan
seoptimal mungkin (Idris, 2009). Anak usia prasekolah dan awal sekolah dasar, belajar
menggunakan bendabenda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun
materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks. Guru
menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatikan perbedaan individual siswa untuk
mencapai keberhasilannya. Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi
perkembangan dan perwujudan diri individu dan masyarakat (Rusilowati, 2013).
Sebagai seorang pendidik kita harus menyadari bahwa pembelajaran adalah suatu
kegiatan penyampaian informasi kepada peserta didik. Informasi tersebut diolah oleh alat-alat
kognisi yang dimiliki oleh peserta didik. Oleh karena itu, pelaksanaan pembelajaran harus
memberi ruang yang bebas dan luas kepada siswanya untuk mengembangkan kualitas
intelektualnya. Pada dasarnya proses pembelajaran adalah suatu sistem, artinya keberhasilan
12
proses pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh salah satu faktor saja, tetapi lebih ditentukan
secara simultan dan komprehensif dari berbagai faktor yang ada. Pendekatan perilaku kognitif
merupakan salah satu bentuk konseling yang bertujuan membantu konseli agar dapat menjadi
lebih sehat, memperoleh pengalaman yang memuaskan, dan dapat memenuhi gaya hidup
tertentu, dengan cara memodifikasi pola pikir dan perilaku (Rahmi, 2015).
Keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran amat penting karena hanya
dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan serta
pengalaman dapat terjadi dengan baik. Selain itu, seorang guru juga harus mampu memahami
dan memperhatikan perbedaan individual anak. Karena hal ini merupakan faktor penentu
keberhasilan dalam pembelajaran.
Implikasi teori perkembangan kognitif Jean Piaget dalam proses pembelajaran adalah:
1. Bahasa dan cara berpikir peserta didik berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu,
guru mengajar menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir peserta didik.
2. Peserta didik akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan
baik. Guru harus membantu peserta didik agar dapat berinteraksi dengan lingkungan
sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari peserta didik hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar peserta didik belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, peserta didik hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.
13
2.3 Teori Belajar Psikologi Humanistik
1. Pengertian Teori Belajar Psikologi Humanistik
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya,
bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu
peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia
itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam
kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam
bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam
bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita
amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk
“memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar
lambat laun ia mampu mencapaiaktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang pengamatnya. (Uno, 2006: 13)
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si peserta didik untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri
14
sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada
dalam diri mereka.
Jadi, teori belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang
mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu
mengembangkan potensi dirinya.
Carl R. Rogers dalam Hadis (2006: 71) kurang menaruh perhatian kepada mekanisme
proses belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat
bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual
maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa
motifasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik.
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar
yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran
melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi
jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek
perasaan peserta didik.
Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme?. Orang
belajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari,
mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah
proses belajarnya berhasil.
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar peserta didik menurut pandangan
teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu
menciptakan iklim kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif terhadap belajar,
(2) membantu peserta didik untuk memperjela tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan
kepada peserta didik untuk belajar, (3) membantu peserta didik untuk memanfaatkan
dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan
berbagai sumber belajar kepada peserta didik, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat,
serta perasaan dari berbagai peserta didik sebagaimana adanya. (Hadis, 2006: 72)
2. Arthur Combs
15
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi
yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika
atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa
sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu
sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang
tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perilaku peserta
didik dengan mencoba memahami dunia persepsi peserta didik tersebut sehingga apabila
ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan peserta
didik yang ada.
Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa
banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa peserta didik mau belajar apabila
materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah
menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si
peserta didik untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (stundent center) yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat
negatif.
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah
berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator, yaitu:
16
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan
di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk
melaksanakan tujuan- tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan
pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling
luas dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan
mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima
baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk
menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota
kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti
peserta didik yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu
andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta didik.
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya
perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Dakir, 1993: 65).
17
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir peserta didik (penjelasan untuk mementapkan
kebutuhan segera dari peserta didik) (Zagoto, Maria M., Yarni, Nevi; Dakhi, O.
(2019)
7. Tersenyum pada peserta didik. (Syaodih, 2007: 152)
18
BAB lll
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses
yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil proses belajar
dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuannya, daya reaksinya
dan daya penerimaannya. Jadi belajar adalah suatu proses yang aktif, proses mereaksi terhadap
semua situasi yang ada pada siswa. Belajar merupakan suatu proses yang diarahkan pada suatu
tujuan,proses berbuat melalui situasi yang ada pada siswa.Secara pragmatis, teori belajar dapat
dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan
prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumlah fakta dan penemuan
yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan,
maka bersamaan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Dalam masa
perkembangan psikologi pendidikan ini, muncullah secara beruntun beberapa aliran psikologi
pendidikan yaitu psikologi behavioristik, psikologi kognitif, dan psikologi humanistik. Dalam
setiap periode perkembangan aliran psikologi tersebut bermunculan teori-teori tentang belajar
yaitu teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif, dan teori belajar humanistik.
3.2 SARAN
Kami selaku penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih sangat
banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sangat kami harapkan. Sebagai bahan evalusi untuk pembuatan makalah-makalah
yang selanjutnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
Familus, (2007). Teori Belajar Aliran Behavioristik Serta Implikasinya Dalam Pembelajaran.
Jurnal Ppkn&hukum. Vol.11 no.2 Oktober Tahun 2016
Ekawati Mona, (2019). Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi Kognitif Serta Implikasinya
Dalam Proses Belajar Dan Pembelajaran. Jurnal E-Tech. Vol 07 NO.IV Tahun 2019.
Yarni Nepi, (2019). Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi Humanistik Dan Implikasikanya
Dalam pembelajaran. Jurnal Review Pendidikan Dan Pengajaran. Vol 2 No.2 Tahun 2019.
20