Anda di halaman 1dari 150

Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak

Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah


Kabupaten Bogor

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ 1


DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................... 4
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................................ 5
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 5
1.2 Maksud dan Tujuan ..................................................................................................... 6
1.3 Sasaran .............................................................................................................................. 6
1.4 Ruang Lingkup ............................................................................................................... 7
1.5 Lokasi Kegiatan ............................................................................................................. 7
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS ....................................................................................................... 8
2.1 Permasalahan Sampah .............................................................................................. 8
2.2 Pengangkutan Sampah .............................................................................................. 9
2.2.1 Pola Pengangkutan Sampah............................................................................... 9
2.2.2 Peralatan atau Sarana Pengangkutan Sampah ...................................... 12
2.2.3 Rute Pengangkutan Sampah ....................................................................... 13
2.2.4 Operasional Pengangkutan Sampah ....................................................... 15
2.2.5 Aspek Pembiayaan Pengangkutan Sampah......................................... 15
2.3 Perencanaan dan Perhitungan Pengangkutan Sampah .......................... 16
2.4 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah ........................................................... 17
BAB 3 GAMBARAN UMUM ...................................................................................................... 19
3.1 Gambaran Umum ...................................................................................................... 19
3.2 Jumlah dan Persebaran Penduduk ................................................................... 21
3.3 Pertumbuhan Penduduk........................................................................................ 23
3.4 Sex Ratio (Rasio Jenis Kelamin) ......................................................................... 24
BAB 4 METODE PENELITIAN ................................................................................................ 25
4.1 Kerangka Pikir ............................................................................................................ 25
4.2 Pengumpulan Data Sekunder .............................................................................. 25
4.3 Penentuan Variabel dan Pengembangan Kuesioner ................................ 26
4.4 Faktor-faktor Konsumsi Energi .......................................................................... 27
4.5 Pengumpulan Data Primer Dengan Metode Survei .................................. 28
4.6 Analisis Data ................................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 29

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 1


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

LAMPIRAN ...................................................................................................................................... 30

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 2


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pola pengangkutan sampah dengan system container cara I ..... 10
Gambar 2.2 Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Cara II
.......................................................................................................................... 11
Gambar 2. 3 Pola pengangkutan sampah dengan system pengosongan
container cara II ............................................................................................... 12
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kabupaten Bogor ................................................... 20
Gambar 3.2 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bogor, 2017-2018 (Indikator
Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017) ........................................... 23
Gambar 3.3 Sex ratio Kabupaten Bogor Menurut Kecamatan Tahun 2017
(Indikator Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017) ......................... 24

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 3


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah (Bing et all.,2014). ..............218


Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin, Pertumbuhan
Penduduk 2018………………………………………………………………………………...21
Tabel 4.1 Jumlah kendaraan operasional pengelolaan sampah ........................... 26

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 4


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam sistem penyelenggaraan peningkatan sarana dan prasarana
kantor pemerintah daerah, pemeliharaan kendaraan dinas operasional
sangatlah penting dan dibutuhkan dalam mendukung kelancaran
penyelenggaraan tugas-tugas operasional kedinasan dalam lingkup pelayanan
masyarakat.
Dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup memiliki tupoksi diantaranya
memberikan pelayanan dalam bentuk pengangkutan sampah. Untuk
menunjang pelayanan pengangkutan sampah yang merata di seluruh wilayah
Kabupaten Bogor, Dinas Lingkungan Hidup membentuk Unit Pelaksana Teknis
(UPT) yang disebar di 7 wilayah kerja, yaitu :
1. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah I, meliputi : Kecamatan Cibinong,
Kecamatan Bojonggede, Kecamatan Gunung Putri, Kecamatan
Babakanmadang, Kecamatan Citeureup, Kecamatan Tajurhalang,
Kecamatan Sukaraja.
2. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah II, meliputi : Kecamatan Jonggol,
Kecamatan Cariu, Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Sukamakmur,
Kecamatan tanjungsari, Kecamatan Klapanunggal.
3. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah III, meliputi : Kecamatan Ciawi,
Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung, Kecamatan Caringin,
Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Cigombong.
4. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah IV, meliputi : Kecamatan Ciampea,
Kecamatan Ciomas, Kecamatan Dramaga, Kecamatan Tamansari,
Kecamatan Tenjolaya.
5. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah V, meliputi : Kecamatan Parung,
Kecamatan Kemang, Kecamatan Rancabungur, Kecamatan Ciseeng,
Kecamatan Gunung Sindur.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 5


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

6. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah VI, meliputi : Kecamatan


Leuwiliang, Kecamatan Leuwisadeng, Kecamatan Cibungbulang,
Kecamatan Pamijahan, Kecamatan Nanggung.
7. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah VII, meliputi : Kecamatan Jasinga,
Kecamatan Tenjo, Kecamatan Parung Panjang, Kecamatan Kecamatan
Rumpin, Kecamatan Sukajaya, Kecamatan Cigudeg.

Jika melihat dari jarak pelayanan pengangkutan sampah ke Tempat


Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Galuga yang berlokasi di Kecamatan
Cibungbulang, maka jarak masing-masing wilayah kerja bervariasi.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari pelaksanaan Belanja Jasa Konsultan Kajian Kebutuhan
Bahan Bakar adalah agar adanya dasar hitung penggunaan bahan bakar sesuai
dengan kebutuhan di lapangan.
Tujuan dilaksanakannya pekerjaan ini adalah tersedianya data
perhitungan kebutuhan penggunaan bahan bakar berdasarkan :
1. Jarak tempuh wilayah pelayanan ke TPAS Galuga
2. Jenis dan Usia Kendaraan

1.3 Sasaran
Sasaran penyusunan Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor ini mengacu kepada kondisi terkini
dilihat dari berbagai faktor yang memengaruhi jumlah penggunaan bahan
bakar minyak, yaitu berupa data primer dan sekunder, dimana data primer
didapat dari interview atau survey langsung di lapangan, data eksisting
penggunaan bahan bakar minyak di Dinas Lingkungan Hidup dan di setiap UPT
wilayah. Sedangkan data sekunder didapat dari literatur atau sumber terkait,
yang akan menjadi dasar pengolahan analisis serta pengkajian jumlah
penggunaan bahan bakar minyak kendaraan operasional angkut sampah.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 6


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

1.4 Ruang Lingkup


Lingkup pekerjaan meliputi :
1. Pengumpulan data primer dengan melakukan survei lapangan melalui
wawancara (in-depth intewiew) dan kuesioner kepada para pemangku
kepentingan.
2. Pengumpulan data sekunder dan literatur terkait.
3. Melakukan analisis data dan pengkajian.
4. Melakukan diskusi mendalam (FGD) yang melibatkan pihak-pihak yang
terlibat baik pihak eksekutif, legislatif maupun stakeholder terkait,
5. Penyusunan laporan.

Keluaran dari kegiatan ini adalah :


1. Laporan Pendahuluan
2. Laporan berisi tentang latar belakang kegiatan, ruang lingkup,
pendekatan dan metodologi dan strategi penyusunan dokumen kajian,
serta organisasi pelaksana, jadwal kegiatan Penyedia Jasa.
3. Laporan Akhir
4. Laporan berisi tentang hasil Summary Data dan Analisa Mendetail,
Kesimpulan dan Rekomendasi termasuk strategi konsep rancangan
dan semua hasil akhir sebagaimana lingkup kajian yang dilakukan.
5. Ringkasan Eksekutif
6. Ringkasan eksekutif ini berisikan tentang ringkasan informasi penting
tentang rencana kajian yang dilakukan.

1.5 Lokasi Kegiatan


Pelaksanaan Penyusunan Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor dilakukan di UPT Wilayah I sampai VII,
TPAS Galuga, dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 7


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

2.1 Permasalahan Sampah


Pengelolaan sampah memiliki tujuan yang sangat mendasar, yaitu
meningkatkan kesehatan lingkungan dan masyarakat, melindungi sumber
daya alam khususnya air, melindungi fasilitas sosial ekonomi, dan menunjang
pembangunan sektor strategis (Damanhuri, 2010). Kegiatan pengelolaan
sampah dapat membantu melestarikan sumber daya dan melindungi
lingkungan (Sandulescu, 2004). Strategi pengelolaan sampah yang tepat dapat
mengurangi beban terhadap lingkungan (Jurczak, 2003). Namun, pengelolaan
sampah merupakan hal yang diabaikan di negara-negara berpenghasilan
rendah (Murtaza, 2000).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008,
pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang terdiri dari pengurangan
sampah dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi pembatasan
timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan kembali
sampah. Sedangkan, kegiatan penanganan sampah meliputi
pewadahan/pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah.
Kegiatan penanganan sampah tersebut merupakan teknik operasional
pengelolaan sampah yang bersifat terpadu dan berkesinambungan.
1. Pewadahan/pemilahan yang dilakukan berupa pembagian klasifikasi
dan pemisahan sampah berdasarkan jenis, jumlah, dan/atau sifat
sampah.
2. Pengumpulan merupakan pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah menuju Tempat Penampungan Sementara (TPS) atau
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI) 19-2454-2002, pengumpulan memiliki 2
(dua) pola, yakni pola individual dan pola komunal.
3. Pengangkutan dilakukan dalam bentuk membawa sampah dari sumber
dan/atau dari TPS atau TPST menuju Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 8


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

4. Pengolahan merupakan kegiatan mengubah karakteristik, komposisi,


dan jumlah sampah.
5. Pemrosesan akhir merupakan bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sampah yang telah dilakukan sebelumnya ke
media lingkungan secara aman.

Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan mencemari lingkungan


dan menjadikan sumber penyakit yang pada akhirnya akan menghambat laju
gerak ekonomi masyarakat (Marleni, 2012). Aspek-aspek teknik operasional
dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu upaya yang dilakukan
dalam mengontrol pertumbuhan sampah, namun pelaksanaannya harus
disesuaikan dengan pertimbangan kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi,
estetika, dan lingkungan (Tchobanoglous et al., 1993).

2.2 Pengangkutan Sampah


Pengangkutan sampah merupakan salah satu sub system persampahan
yang bertujuan untuk membawa sampah dari lokasi pemindahan atau dari
sumber sampah secara langsung menuju TPA. Menurut Maryono (2007),
pengangkutan sampah dipengaruhi oleh aksesbilitas (waktu tempuh), pola
pengangkutan, moda pengangkutan, frekuensi pengangkutan, dan tingkat
pelayanan pengangkutan.

2.2.1 Pola Pengangkutan Sampah


Perencanaan pengelolaan sampah membutuhkan penilaian dari
interaksi kompleks antara pola pengangkutan sampah dan perkembangan
perkotaan (Siddiqui et al., 2013). Aktivitas manusia sehari-hari
mengakibatkan besarnya timbulan sampah, terutama di daerah perkotaan
(Tavares et al., 2009). Berdasarkan Permen PU Nomor 3 Tahun 2013,
pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu :
1. Hauled Container System (HCS)
Adalah sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya
dapat dipindah-pindah dan ikut dibawa ke tempat pembuangan akhir.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 9


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

HCS ini merupakan sistem wadah angkut untuk daerah komersial.


Hauled Container System dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Konvensional: wadah sampah yang telah terisi penuh akan
diangkut ke tempat pembongkaran, kemudian setelah
dikosongkan wadah sampah tersebut dikembalikan ke tempatnya
semula.
b. Stationary Container System (SCS): wadah sampah yang telah
terisi penuh akan diangkut dan tempatnya akan langsung diganti
oleh wadah kosong yang telah dibawa.
2. Stationary Container System (SCS)
Sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya tidak
dibawa berpindah-pindah (tetap). Wadah pengumpulan ini dapat
berupa wadah yang dapat diangkat atau yang tidak dapat diangkat. SCS
merupakan sistem wadah tinggal ditujukan untuk melayani daerah
pemukiman.

Berdasarkan SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik


Sampah Perkotaan, terdapat tiga cara pola pengangkutan sampah dengan
sistem kontainer angkat (Hauled Container System). Berikut beberapa cara
pengangkutan sampah :
1. Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara I dapat
dilihat pada Gambar 2.1, dengan proses :

Gambar 2.1 Pola pengangkutan sampah dengan system container cara I


(Sumber: SNI 19-2454-2002)
Keterangan sistem ini :
a. 1, 2, 3, …, 10 adalah rute alat angkut

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 10


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

b. Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk


mengangkut sampah ke TPA
c. Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula
d. Menuju ke kontainer isi berikutnya untuk diangkut ke TPA
e. Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula
f. Demikian seterusnya sampai rit terakhir.

2. Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara II dapat


dilihat pada Gambar 2.2, dengan proses :

Gambar 1.
Gambar 2.2 Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Cara II
Sumber: SNI 19-2454-2002

Keterangan sistem ini :


a. Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk
mengangkat sampah ke TPA
b. Dari TPA kendaraan tersebut dengan kontainer kosong menuju
lokasi kedua untuk menurunkan kontainer kosong dan membawa
kontainer isi untuk diangkut ke TPA
c. Demikian seterusnya sampai pada rit terakhir
d. Pada rit terakhir dengan kontainer kosong, dari TPA menuju ke
lokasi container pertama, kemudian truk kembali ke pool tanpa
kontainer.

Sistem ini diberlakukan pada kondisi tertentu (misalnya: pengambilan


ada jam tertentu, atau mengurangi kemacetan lalu lintas).

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 11


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara III


dapat dilihat pada Gambar 3. Dengan proses :

Gambar 2. 3 Pola pengangkutan sampah dengan system pengosongan container cara II


Sumber: SNI 19-2454-2002

Gambar 2.3 pola pengangkutan sampah dengan system pengosongan


container cara II.

Keterangan sistem ini:


a. Kendaraan dari pool dengan membawa kontainer kosong menuju
ke lokasi kontainer isi untuk mengganti/ mengambil dan langsung
membawanya ke TPA
b. Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA menuju
ke kontainer isi berikutnya
c. Demikian seterusnya sampai dengan rit terakhir.

2.2.2 Peralatan atau Sarana Pengangkutan Sampah


Permen PU Nomor 3 Tahun 2013 menyatakan bahwa persyaratan
peralatan dan perlengkapan untuk sarana pengangkutan sampah adalah
sebagai berikut:
1. Sampah harus tertutup selama pengangkutan, agar sampah tidak
berceceran di jalan.
2. Tinggi bak maksimum 1,6 meter.
3. Sebaiknya ada alat pengungkit.
4. Tidak bocor, agar lindi tidak berceceran selama
pengangkutan.
5. Disesuaikan dengan kondisi jalan yang dilalui.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 12


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

6. Disesuaikan dengan kemampuan dana dan teknik pemeliharaan

Pemilihan jenis peralatan atau sarana yang digunakan dalam proses


pengangkutan sampah antara dengan mempertimbangkan beberapa faktor
sebagai berikut:
1. Umur teknis peralatan (5 – 7) tahun.
2. Kondisi jalan daerah operasi.
3. Jarak tempuh.
4. Karakteristik sampah.
5. Tingkat persyaratan sanitasi yang dibutuhkan.
6. Daya dukung pemeliharaan

2.2.3 Rute Pengangkutan Sampah


Rute pengangkutan dibuat agar pekerja dan peralatan dapat digunakan
secara efektif. Rute pengangkutan sampah dibuat berdasarkan volume potensi
sampah yang terkumpul pada TPS dengan menyeimbangkan kapasitas
kendaraan (Thanh et al., 2009). Pengoptimalan rute kendaraan dapat
mengurangi biaya pengelolaan sampah karena berkurangnya jarak tempuh
kendaraan dan penggunaan bahan bakar (Tavares et al., 2009; Das dan
Bhattacharyya, 2015). Pedoman yg dapat digunakan dalam membuat rute
sangat tergantung dari beberapa faktor yaitu (Tchobanoglous et al., 1993) :
1. Peraturan lalu lintas yang ada;
2. Pekerja, ukuran, dan tipe alat angkut;
3. Jika memungkinkan, rute dibuat mulai dan berakhir di dekat jalan
utama, gunakan topografi dan kondisi fisik daerah sebagai batas rute;
4. Pada daerah berbukit, usahakan rute dimulai dari atas dan berakhir di
bawah;
5. Rute dibuat agar kontainer/TPS terakhir yang akan diangkut yang
terdekat ke TPA;
6. Timbulan sampah pada daerah sibuk/lalu lintas padat diangkut sepagi
mungkin;

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 13


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

7. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah terbanyak, diangkut lebih


dahulu;
8. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah sedikit, diusahakan
terangkut dalam hari yang sama.

Berdasarkan Permen PU Nomor 3 Tahun 2013, pada langkah awal


pembuatan rute maka ada beberapa langkah yang harus diikuti agar rute yang
direncanakan menjadi lebih efisien, yaitu :
1. Penyiapan peta yang menunujukkan lokasi-lokasi dengan jumlah
timbulan sampah.
2. Analisis data kemudian diplot ke peta daerah pemukiman,
perdagangan, industri dan untuk masing-masing area, diplot lokasi,
frekuensi pengumpulan dan jumlah kontainer.
3. Layout rute awal.
4. Evaluasi layout rute awal dan membuat rute lebih seimbang dengan
cara dicoba berulang kali.

Setelah langkah awal ini dilakukan maka langkah selanjutnya adalah


pembuatan rute dan sangat dipengaruhi oleh sistem pengangkutan yang
digunakan yaitu sistem HCS. Untuk sistem HCS langkah yang dilakukan adalah
:
a. Langkah 1: Pada tabel buat kolom sebagai berikut: frekuensi
pengumpulan, jumlah lokasi pengumpulan/UPT, jumlah
kontainer dan kolom untuk setiap hari pengumpulan. Kemudian
tandai lokasi yang memerlukan pengambilan beberapa kali dalam
seminggu (Senin - Jumat atau Senin, Selasa, Jumat). Pengangkutan
dimulai dari frekuensi 5 x seminggu. Distribusikan jumlah
kontainer yang memerlukan pengangkutan 1 x seminggu,
sehingga jumlah kontainer yang harus diangkut seimbang setiap
hari.
b. Langkah 2: Mulai dari Garasi, rute harus mengangkut semua
kontainer yang harus dilayani. Langkah selanjutnya, modifikasi

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 14


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

rute untuk mengangkut kontainer tambahan. Rute dimulai dari


UPT terdekat dan berakhir pada TPS terdekat dengan garasi.
c. Langkah 3: Setelah rute awal digunakan, hitung jarak rata- rata
antar kontainer. Jika rute tidak balance (>15%), rute harus
dirancang kembali. Beban kerja pekerja harus seimbang.

2.2.4 Operasional Pengangkutan Sampah


Indikator efisiensi dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk
pengangkutan sampah sedangkan indikator efektivitas diukur berdasarkan
populasi dan daerah yang dilayani (Jacobsen et al., 2013). Waktu
pengangkutan, rute, desain dan kapasitas kendaraan dan jenis sampah
memiliki pengaruh yang signifikan pada efisiensi sistem pengelolaan sampah
(Alagoz dan Kocasoy, 2008). Untuk mendapatkan sistem pengangkutan yang
efisien dan efektif maka operasional pengangkutan sampah sebaiknya
mengikuti prosedur sebagai berikut:
1. Menggunakan rute pengangkutan yang sependek mungkin dan dengan
hambatan yang sekecil mungkin.
2. Menggunakan kendaraan angkut dengan kapasitas/daya angkut yang
semaksimal mungkin.
3. Menggunakan kendaraan angkut yang hemat bahan bakar.
4. Dapat memanfaatkan waktu kerja semaksimal mungkin dengan
meningkatkan jumlah beban kerja semaksimal mungkin dengan
meningkatkan jumlah beban kerja/ritasi pengangkutan.

2.2.5 Aspek Pembiayaan Pengangkutan Sampah


Biaya utama dan beban lingkungan dari pengelolaan sampah langsung
muncul dari pengangkutan (Poldnurk, 2015). Masalah yang kompleks dalam
pengangkutan sampah adalah masalah optimasi untuk memperoleh biaya
yang lebih efektif (Das dan Bhattacharyya, 2015). Jumlah dan frekuensi
pengangkutan secara signifikan mempengaruhi tingkat biaya pengelolaan
sampah (Greco et al., 2015). Faktor yang mempengaruhi biaya pengangkutan
sampah berdasarkan jenis, ukuran dan efisiensi penggunaan kendaraan. Jenis

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 15


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

kendaraan penting terutama dalam hal konsumsi bahan bakar, ketersediaan


suku cadang dan biaya perawatan (Lohri et al., 2014). .Biaya pemindahan dan
pengangkutan sampah terdiri atas :
1. Biaya investasi : sarana yang dibutuhkan untuk pengangkutan seperti
truk sampah yang digunakan.
2. Biaya operasional : operasi dan pemeliharaan pengangkutan sampah.

Langkah perhitungan biaya pengangkutan adalah:


1. Tentukan terlebih dahulu berdasarkan harga HSPK setempat
2. Hitung kebutuhan alat angkut dan sarana lain penunjang
3. Hitung operasi dan pemeliharaan juga gaji tenaga kerja

2.3 Perencanaan dan Perhitungan Pengangkutan Sampah


Pada manajemen pengangkutan sampah, terdapat beberapa istilah
penting dan persamaan yang digunakan untuk menghitung pengangkutan
dengan sistem HCS, yaitu (Tchobanoglous et al., 1993) :
1. Pickup (PHCS): waktu yg diperlukan untuk menuju lokasi kontainer
berikutnya setelah meletakkan kontainer kosong di lokasi sebelumnya,
waktu untuk mengambil kontainer penuh dan waktu untuk
mengembalikan kontainer kosong (Rit).
2. Haul (h) : waktu yg diperlukan menuju lokasi yg akan diangkut
kontainernya
3. At-site (s) : waktu yg digunakan untuk menunggu di lokasi.
4. Off-route (W) : non produktif pada seluruh kegiatan operasional :
waktu untuk cheking pagi dan sore, hal tak terduga, perbaikan dan lain-
lain.

a. Menghitung PHCS
PHCS = Pc + Uc +dbc…………………………………………………………2.1
Dimana :
Pc = Meengambil kontainer penuh, j/trip
Uc = waktu utk meletakkan kontainer kosong, j/trip

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 16


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

dbc = waktu antara lokasi, jam/trip

b. Menghitung waktu per trip


THCS = PHCS+h+s ……………………………………………………………2.2
Dimana :
h = waktu yg diperlukan menuju lokasi yg akan diangkut
kontainernya
s = waktu yg digunakan untuk menunggu di lokasi
PHCS = pick up time

c. Menghitung jumlah trip per hari :


Nd = [H(1-W) – (t1+t2)] / THCS………………………………….2.3
Dimana :
Nd = jumlah trip, trip/hari
H = waktu kerja perhari, jam
t1 = dari garasi ke lokasi pertama t2
t2 = dari lokasi terakhir ke garasi
W = faktor off route (nonproduktif pada seluruh kegiatan
operasional).

2.4 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah


Optimasi pengangkutan sampah sudah dilakukan di berbagai wilayah
dunia, dengan berbagai tujuan dan metode. Tujuan optimasi pengangkutan
sampah adalah untuk mengurangi biaya operasional, mengefisiensikan waktu
dan jarak pengangkutan (Bing et al., 2014). Optimasi pengangkutan sampah
biasa dilakukan dengan pendekatan variable rute, kebutuhan bahan bakar dan
jumlah pekerja, penjadwalan pengangkutan dan jumlah kendaraan yang
digunakan. Hasil optimasi pengangkutan pada penelitian terdahulu dapat
dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah (Bing et al., 2014)

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 17


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Sumber: Bing et al., 2014

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 18


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 3 GAMBARAN UMUM

3.1 Gambaran Umum


Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 2.664 km². Secara geografis
terletak di antara 6’18'0"–6’47'10" Lintang Selatan dan 106’23'45"–
107’13'30" Bujur Timur, dengan tipe morfologi wilayah yang bervariasi,
dari dataran yang relative rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di
bagian selatan, dataran rendah sekitar 29,28% berada pada ketinggian 15 –
100 meter di atas permukaan laut (dpl), merupakan kategori ekologi hilir.
Dataran bergelombang sekitar 43,62% berada pada ketinggian 100 – 500
meter dpl, merupakan kategori ekologi tengah.
Sekitar 19,53% daerah pegunungan berada pada ketinggian 500 -
1.000 meter dpl, merupakan kategori ekologi hulu. Daerah penggunungan
tinggi sekitar 8,43% berada pada ketinggian 1.000 – 2.000 meter dpl,
merupakan kategori ekologi hulu dan 0,22% berada pada ketinggian 2.000 –
2.500 meter dpl, merupakan kategori hulu.
Batas-batas wilayah Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Kota
Tangerang Selatan, Kota Depok, Kabupaten/Kota Bekasi
2. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak
3. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten
Cianjur dan Kabupaten Purwakarta
4. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan
Kabupaten Cianjur
5. Bagian Tengah berbatasan dengan Kota Bogor.

Selain itu, kondisi morfologi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa


dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan dengan batuan penyusunnya
didominasi oleh hasil letusan gunung, yang terdiri dari andesit, tufa dan basalt.
Gabungan batu tersebut termasuk dalam sifat jenis batuan relatif lulus air
dimana kemampuannya meresapkan air hujan tergolong besar. Jenis

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 19


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

pelapukan batuan ini relative rawan terhadap gerakan tanah bila


mendapatkan siraman curah hujan yang tinggi. Selanjutnya, jenis tanah
penutup didominasi oleh material vulkanik lepas agak peka dan sangat peka
terhadap erosi, antara lain Latosol, Aluvial, Regosol, Podsolik dan Andosol.
Oleh karena itu, beberapa wilayah rawan terhadap tanah longsor. Secara
klimatalogi, wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat basah di
bagian Selatan dan iklim tropis basah di bagian Utara, dengan rata -rata curah
tahunan 2.500 – 5.00 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara dan sebagian
kecil wilayah timur curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun. Suhu rata-rata
di wilayah Kabupaten Bogor adalah 20º - 30ºC, dengan suhu rata-rata tahunan
sebesar 25º. Kelembaban udara 70% dan kecepatan angin cukup rendah,
dengan rata -rata 1,2 m/detik dengan evaporasi di daerah terbuka rata-rata
sebesar 146,2 mm/bulan.

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kabupaten Bogor

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 20


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

3.2 Jumlah dan Persebaran Penduduk


Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor tahun 2018 dibandingkan
tahun 2017 sebesar 2,20 persen. Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas
akan membawa ke arah kemajuan pembangunan, sebaliknya penduduk yang
tidak berkualitas akan menjadi beban dalam pembangunan.
Populasi Penduduk Kota Depok berdasarkan Sensus Penduduk tahun
2021 sebanyak 2.085.935 jiwa, yaitu penduduk laki-laki sebanyak 1.052.652
jiwa dan perempuan 1.033.283 jiwa dengan besarnya angka rasio jenis
kelamin sebesar 102 dan laju pertumbuhan rata-rata 6% pertahun. Kepadatan
Penduduk di 11 kecamatan bervariasi, dengan kepadatan tertinggi terletak di
kecamatan Cipayung yaitu sebesar 15.371 jiwa/km2 dan terendah di
Kecamatan Sawangan sebesar 7.060 jiwa/km2.
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin, Pertumbuhan Penduduk
2018.
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Laki-laki dan Pertumbuha
Wilayah Laki-laki Perempuan
Perempuan n Penduduk
Kecamatan
2.018 2.018 2.018
Nanggung 45.080 42.220 87.300 0,09
Leuwiliang 63.508 59.635 123.143 0,65
Leuwisadeng 38.965 35.953 74.918 0,31
Pamijahan 73.047 69.422 142.469 0,38
Cibungbulang 69.156 65.365 134.521 0,51
Ciampea 83.031 78.716 161.747 0,79
Tenjolaya 30.328 29.089 59.417 0,59
Dramaga 56.546 55.628 112.174 0,95
Ciomas 94.305 90.642 184.947 2,28
Tamansari 54.876 51.520 106.396 1,41
Cijeruk 46.481 42.515 88.996 1,14
Cigombong 53.868 51.714 105.582 1,82
Caringin 64.989 61.866 126.855 0,91
Ciawi 61.453 57.629 119.082 1,41
Cisarua 65.061 60.777 125.838 0,98
Megamendung 56.724 52.072 108.796 1,05
Sukaraja 107.104 102.562 209.666 1,98
Babakan
65.576 61.959 127.535 2,26
Madang

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 21


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Sukamakmur 41.177 38.744 79.921 0,47


Cariu 22.905 22.781 45.686 -0,51
Tanjungsari 26.298 25.581 51.879 0,07
Jonggol 74.593 72.365 146.958 1,85
Cileungsi 183.421 179.490 362.911 4,46
Kelapa Nunggal 64.039 60.829 124.868 3,01
Gunung Putri 235.316 241.096 476.412 5,01
Citeureup 120.013 115.503 235.516 1,74
Cibinong 223.770 217.627 441.397 3,37
Bojong Gede 179.357 172.655 352.012 4,60
Tajur Halang 64.750 62.121 126.871 2,92
Kemang 58.319 55.714 114.033 2,22
Ranca Bungur 28.187 26.452 54.639 0,70
Parung 75.871 71.560 147.431 2,97
Ciseeng 59.944 56.181 116.125 1,69
Gunung Sindur 69.515 66.356 135.871 3,06
Rumpin 73.440 68.070 141.510 0,74
Cigudeg 66.106 60.588 126.694 0,57
Sukajaya 30.065 27.816 57.881 0,10
Jasinga 49.847 46.852 96.699 0,09
Tenjo 37.170 35.037 72.207 0,71
Parung
69.077 64.927 134.004 2,06
Panjang
Kabupaten
2.983.278 2.857.629 5.840.907 2,20
Bogor
Sumber: Indikator Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2018

Tabel 3.1 menunjukkan bahwa di Kecamatan Gunung Putri memiliki


jumlah penduduk terbesar yaitu 476.412 jiwa dengan pertumbuhan sebesar
5,01% dari total penduduk Kabupaten Bogor. Kecamatan Cibinong menempati
urutan kedua dengan jumlah penduduk 441.397 jiwa dengan pertumbuhan
penduduk sebesar 3,37%. Jumlah penduduk terendah berada di Kecamatan
Cariu dengan jumlah penduduk 45.686 jiwa dengan pertumbuhan penduduk
sebesar 0,51% dari total penduduk Kabupaten Bogor. Kecamatan Tanjungsari
menempati urutan terendah kedua dengan jumlah penduduk 51.879 jiwa
dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,07%.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 22


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

3.3 Pertumbuhan Penduduk


Perubahan jumlah penduduk antar tahun menggambarkan angka
pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor tahun
2018 dibandingkan tahun 2017 sebesar 2,20 persen (Gambar 3.1).

Gambar 3.2 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bogor, 2017-2018 (Indikator Ekonomi


Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017)

Kecamatan Cibinong, sebagai ibukota Kabupaten Bogor, pertumbuhan


penduduk mencapai 3,37 persen. Pertumbuhan penduduk terbesar terdapat
di Kecamatan Gunung Putri, Bojonggede dan Cileungsi masing-masing sebesar
5,01 persen, 4,60 persen dan 4,46 persen. Keempat kecamatan tersebut
memiliki pertumbuhan penduduk lebih tinggi dibanding pertumbuhan
penduduk rata-rata Kabupaten Bogor (2,20%).
Secara keseluruhan ada 11 kecamatan dengan pertumbuhan penduduk
di atas pertumbuhan rata-rata kabupaten Bogor (2,28%) diantaranya
Kecamatan Gunung Putri (5,01%), Bojonggede (4,60%), Cileungsi (4,46%),
Cibinong (3,37%), Gunung Sindur (3,06%), Klapanunggal (3,01%), Parung
(2,97%), Tajur Halang (2,92%), Ciomas (2,28%), Babakan Madang (2,26%)
dan Kemang (2,22%). Dari gambar di atas juga memperlihatkan bahwa
Kecamatan Sukajaya, Jasinga, Nanggung, dan Tanjungsari memiliki

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 23


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

pertumbuhan yang relatif kecil, justru Kecamatan Cariu memperlihatkan


pertumbuhan negatif.

3.4 Sex Ratio (Rasio Jenis Kelamin)


Indikator Demografi selain jumlah dan pertumbuhan penduduk, hal
yang perlu diketahui adalah komposisi penduduk menurut jenis kelamin.
Kejadian demografis maupun karakteristiknya berbeda menurut umur dan
jenis kelamin baik untuk kelahiran, kematian maupun perpindahan penduduk.
Sex ratio Kabupaten Bogor pada tahun 2017 sebesar 104, artinya setiap 100
orang perempuan terdapat 104 orang laki-laki. Sebagian besar kecamatan di
Kabupaten Bogor memiliki sex ratio di atas 100, yang berarti berlaku umum
bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumlah penduduk
perempuan di daerah tersebut. Namun ada satu kecamatan yang nilai sex
ratio-nya kurang dari 100 yaitu sebesar 97,66 terjadi di Kecamatan Gunung
Putri (Gambar 3.3).

Gambar 3.3 Sex ratio Kabupaten Bogor Menurut Kecamatan Tahun 2017 (Indikator Ekonomi
Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017)

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 24


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Kerangka Pikir


Pola pikir pendekatan kajian ini dapat digambarkan sebagaimana
Gambar 1. Input dari kajian adalah jumlah kendaraan operasional di setiap
UPT pengelolaan sampah, dengan subyek dari penelitian adalah penggunan
kendaraan operasional tersebut. Obyek penelitian adalah UPT pengelolaan
sampah, TPAS Galuga (Tempat Pembuangan Akhir Sampah), prasarana dan
sarana serta metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dan evaluasi.
Adapun environmental input dari kajian ini adalah jumlah anggaran yang
digunakan untuk kendaraan operasional dan sebagai instrumental input
adalah peraturan perundang-undangan terkait. Sehingga akan diperoleh
output berupa konsep konsumsi penggunaan BBM dan sebagai outcome
adalah efisiensi penggunaan BBM pada kendaraan operasional pengelolaan
sampah.

4.2 Pengumpulan Data Sekunder


Data sekunder yang digunakan dalam kajian ini antara lain data
penggunaan BBM kendaraan oprasional di setiap UPT. Dan dalam analisis
lanjutan akan diperlukan data penggunaan BBM yang khususnya untuk
kendaraan operasional. Selain itu juga diperlukan data jumlah kendaraan roda
empat, roda tiga dan lainnya yang ada di DLH Kabupaten Bogor yang
digunakan sebagai acuan dalam pengambilan sampel untuk melakukan survei.
Jumlah kendaraan roda empat, roda tiga dan lainnya tersebut akan dibedakan
menjadi kendaraan berkapasitas isi silinder kecil dan kendaraaan yang
berkapasitas silinder besar. Berdasarkan sumber data dari Dinas Lingkungan
Hidup (DLH) Kabupaten Bogor terdapat sebanyak 300 unit kendaraan
operasional di dalam kegiatan pengelolaan sampah, yang terdapat pada Tabel
berikut :

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 25


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Tabel 4.1 Jumlah kendaraan operasional pengelolaan sampah

No. Jenis Kendaraan Operasional Jumlah (Unit)


1 Dump Truck 193
2 Dump Truck Tronton (Jawa Barat) 2
3 Compactor Besar (Kapasitas 12 m3) 14
4 Compactor Sedang (Kapasitas 6 m3) 7
5 Feeder 23
6 Armroll 12
7 Sweeper Dulevo 2
8 Sweeper Hino 7
9 Pick Up 13
10 Motor Roda Tiga 27
Total Kendaran Operasional (Unit) 300

Semua data sekunder tersebut akan diperlukan dalam mendukung


tahapan analisis pada data primer.

4.3 Penentuan Variabel dan Pengembangan Kuesioner


Penentuan variabel yang digunakan dalam kajian ini berdasarkan
jumlah data kendaraan operasional yang bersumber dari Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Bogor diantaranya yaitu :
1. Jenis kendaraan,
2. Jenis bahan bakar yang digunakan (Pertalite, Pertamax, Biosolar atau
Pertamina DEX),
3. Tahun produksi kendaraan,
4. Kapasitas isi silinder setiap kendaraaan,
5. Frekuensi perjalanan harian rata – rata,
6. Jarak tempuh setiap kendaraan,
7. Tingkat konsumsi BBM, rata – rata harian.

Berdasarkan variabel-variabel tersebut diharapkan dapat dihitung


jumlah konsumsi BBM per liter terhadap jarak tempuh dari setiap UPT

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 26


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Pengelolaan sampah ke TPAS Galuga (Tempat Pembuangan Akhir Sampah)


yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang dan pengaruh dari umur
kendaraan terhadap jumlah BBM yang dikonsumsi. Selain itu diharapkan
dapat diketahui apakah terdapat perbedaan antara kendaraan dengan
kapasitas isi silinder kecil dan kendaraaan dengan isi silinder yang besar yang
di dalam mengkonsumsi BBM.

4.4 Faktor-faktor Konsumsi Energi


Konsumsi energi kendaraan di jalan raya akan sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor utama yaitu karakteristik kendaraan, karakteristik jalan dan
aspek penggunaan kendaraan. Sedangkan faktor yang menentukan konsumsi
energi untuk kendaraan operasional adalah karakteristik kendaraan,
karakteristik right of way (R/W), dan aspek operasional.
1. Teknologi: type of propulsion, control dll
2. Design future: berat kendaraan, seating/standing ratio, dan various
amenities (AC)
3. Vehicles capacity and its utilization
4. Dynamic performance of vehicle, including acceleration rate, maximum
speed and method of braking
5. Type of motor control (resistor, chooper) and transmission (gears)

Sistem operasi kendaraan operasional meliputi:


1. Scheduling
2. Kondisi lalu lintas
3. Station spacing and stopping policy
4. Local, accelerated, express service
5. Operating regime

Sementara itu, secara sederhana dapat dikatakan bahwa semakin besar


cc kendaraan dan kapasitas tangki atau isi silinder maka konsumsi terhadap
energi akan semakin besar per satuan jarak tempuh. Sebagai contoh sepeda
motor 100 cc mampu mengkonsumsi energi 1:40 (satu liter BBM untuk jarak

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 27


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

tempuh rata-rata 40 km), sementara itu mobil 1000cc mengkonsumsi BBM


1:12 dan mobil 2000 cc mengkonsumsi 1:7. Serta kondisi lalu lintas akan
sangat berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan.

Faktor lain yang memengaruhi konsumsi BBM oleh kendaraan baik


roda dua maupun roda empat adalah kelengkapan kendaraan yang tersedia.
Mobil dengan AC tentu berbeda konsumsi BBM nya dengan mobil tanpa
menggunakan AC. Namun perilaku pengemudi juga sangat berpengaruh dalam
mengkonsumsi BBM. Berbagai faktor penentu dalam konsumsi BBM dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor eksternal (kondisi
lalu lintas, infrastruktur dll) dan faktor internal (karakteristik kendaraan).

4.5 Pengumpulan Data Primer Dengan Metode Survei


Tahapan pengumpulan data primer dilakukan dengan metode survey
pada setiap wilayah UPT Pengelolaan sampah yang dilakukan di setiap UPT
tersebut. Metode survei yang digunakan adalah melakukan wawancara
dengan responden wilayah UPT dan pengendara kendaraan Operasional.

4.6 Analisis Data


Data dianalisis dengan menggunakan hitungan yang didasarkan pada
jarak tempuh kendaraan setiap UPT – Pelayanan, Pelayanan ke TPAS dan rute
kembali dari TPAS Galuga ke wilayah UPT masing – masing kendaraan, rata-
rata jumlah konsumsi BBM berdasarkan jenis kendaraan, kapasitas mesin dan
usia kendaraan. Selain itu juga dilakukan analisis dari pergerakan kendaraan
yang biasa disebut dengan asal tujuan. Sehingga akan dapat diketahui berapa
besar jumlah bangkitan dan tarikan dari masing-masing lokasi yang disurvey
yang meliputi wilayah Kabupaten Bogor.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 28


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR PUSTAKA

Anggryawan, F., Mudjanarko, S. W., Wahyuni, A., & Wasono, S. B. (2020).


Analisis Kinerja Truk Pengangkut Sampah Kota Di Kecamatan
Benowo. ASTONJADRO: CEAESJ, 9(1), 38-45.

Apriyanti, D., Kresnawati, D. K., & Diniyah, W. F. (2019, February).


Pemanfaatan sistem informasi geografis untuk analisis rute truk
pengangkutan sampah di kota bogor. In Seminar Nasional
Geomatika (Vol. 3, pp. 357-366).

Aries Dwi H, R. Dhimas D. 2010. Pengolahan Sampah Kota Terseleksi Menjadi


Refused Derived Fuel Sebagai Bahan Bakar Padat Alternatif. Jurnal
Teknik Industri, Vol. 11, No. 2: 127–133.

Burhamtoro, B. (2016). Biaya Angkut Stationary Container System (SCS) pada


Pengangkutan Sampah. SENTIA 2016, 8(2).

Giarto, R. B., Purwantoro, A., & Nuswantoro, W. Pembuatan Program Aplikasi


Simulasi Kinerja Backhoe-Dump Truck Pada Pemindahan Tanah
Mekanis.

Idrus, Y., & Gazali, Z. (2019). Analisis Biaya Pengangkutan Sampah di


Kecamatan Mariso dan Panakkukang. Jurnal Teknik Sipil MACCA, 4(1),
22-27.

Pangesty, S., Budiharjo, A., & Rusmandani, P. (2021). Pengaruh Kecepatan


Kendaraan Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Minyak di Jalan Tol.
SIKLUs: Jurnal Teknik Sipil, 7(1), 1-8.

Standart Nasional Indonesia Nomor SNI-19-2454- \2002 tentang Tata Cara


Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, Badan Standar
Nasional (BSN).

Yunus, M. Y. (2022). Implementasi Sistem Pengelolaan Persampahan Berbasis


Sistem Informasi Geografis (SIG) Studi Kasus Kecamatan Watang
Sawitto Kabupaten Pinrang (Doctoral Dissertation, UNIVERSITAS
BOSOWA).

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 29


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

LAMPIRAN

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 30


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ 1


DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................... 4
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................................ 5
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 5
1.2 Maksud dan Tujuan ..................................................................................................... 6
1.3 Sasaran .............................................................................................................................. 6
1.4 Ruang Lingkup ............................................................................................................... 7
1.5 Lokasi Kegiatan ............................................................................................................. 7
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS ....................................................................................................... 8
2.1 Permasalahan Sampah .............................................................................................. 8
2.2 Pengangkutan Sampah .............................................................................................. 9
2.2.1 Pola Pengangkutan Sampah............................................................................... 9
2.2.2 Peralatan atau Sarana Pengangkutan Sampah ...................................... 12
2.2.3 Rute Pengangkutan Sampah ....................................................................... 13
2.2.4 Operasional Pengangkutan Sampah ....................................................... 15
2.2.5 Aspek Pembiayaan Pengangkutan Sampah......................................... 15
2.3 Perencanaan dan Perhitungan Pengangkutan Sampah .......................... 16
2.4 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah ........................................................... 17
BAB 3 GAMBARAN UMUM ...................................................................................................... 19
3.1 Gambaran Umum ...................................................................................................... 19
3.2 Jumlah dan Persebaran Penduduk ................................................................... 21
3.3 Pertumbuhan Penduduk........................................................................................ 23
3.4 Sex Ratio (Rasio Jenis Kelamin) ......................................................................... 24
BAB 4 METODE PENELITIAN ................................................................................................ 25
4.1 Kerangka Pikir ............................................................................................................ 25
4.2 Pengumpulan Data Sekunder .............................................................................. 25
4.3 Penentuan Variabel dan Pengembangan Kuesioner ................................ 26
4.4 Faktor-faktor Konsumsi Energi .......................................................................... 27
4.5 Pengumpulan Data Primer Dengan Metode Survei .................................. 28
4.6 Analisis Data ................................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 29

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 1


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

LAMPIRAN ...................................................................................................................................... 30

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 2


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pola pengangkutan sampah dengan system container cara I ..... 10
Gambar 2.2 Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Cara II
.......................................................................................................................... 11
Gambar 2. 3 Pola pengangkutan sampah dengan system pengosongan
container cara II ............................................................................................... 12
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kabupaten Bogor ................................................... 20
Gambar 3.2 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bogor, 2017-2018 (Indikator
Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017) ........................................... 23
Gambar 3.3 Sex ratio Kabupaten Bogor Menurut Kecamatan Tahun 2017
(Indikator Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017) ......................... 24

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 3


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah (Bing et all.,2014). ..............218


Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin, Pertumbuhan
Penduduk 2018………………………………………………………………………………...21
Tabel 4.1 Jumlah kendaraan operasional pengelolaan sampah ........................... 26

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 4


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam sistem penyelenggaraan peningkatan sarana dan prasarana
kantor pemerintah daerah, pemeliharaan kendaraan dinas operasional
sangatlah penting dan dibutuhkan dalam mendukung kelancaran
penyelenggaraan tugas-tugas operasional kedinasan dalam lingkup pelayanan
masyarakat.
Dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup memiliki tupoksi diantaranya
memberikan pelayanan dalam bentuk pengangkutan sampah. Untuk
menunjang pelayanan pengangkutan sampah yang merata di seluruh wilayah
Kabupaten Bogor, Dinas Lingkungan Hidup membentuk Unit Pelaksana Teknis
(UPT) yang disebar di 7 wilayah kerja, yaitu :
1. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah I, meliputi : Kecamatan Cibinong,
Kecamatan Bojonggede, Kecamatan Gunung Putri, Kecamatan
Babakanmadang, Kecamatan Citeureup, Kecamatan Tajurhalang,
Kecamatan Sukaraja.
2. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah II, meliputi : Kecamatan Jonggol,
Kecamatan Cariu, Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Sukamakmur,
Kecamatan tanjungsari, Kecamatan Klapanunggal.
3. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah III, meliputi : Kecamatan Ciawi,
Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung, Kecamatan Caringin,
Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Cigombong.
4. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah IV, meliputi : Kecamatan Ciampea,
Kecamatan Ciomas, Kecamatan Dramaga, Kecamatan Tamansari,
Kecamatan Tenjolaya.
5. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah V, meliputi : Kecamatan Parung,
Kecamatan Kemang, Kecamatan Rancabungur, Kecamatan Ciseeng,
Kecamatan Gunung Sindur.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 5


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

6. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah VI, meliputi : Kecamatan


Leuwiliang, Kecamatan Leuwisadeng, Kecamatan Cibungbulang,
Kecamatan Pamijahan, Kecamatan Nanggung.
7. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah VII, meliputi : Kecamatan Jasinga,
Kecamatan Tenjo, Kecamatan Parung Panjang, Kecamatan Kecamatan
Rumpin, Kecamatan Sukajaya, Kecamatan Cigudeg.

Jika melihat dari jarak pelayanan pengangkutan sampah ke Tempat


Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Galuga yang berlokasi di Kecamatan
Cibungbulang, maka jarak masing-masing wilayah kerja bervariasi.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari pelaksanaan Belanja Jasa Konsultan Kajian Kebutuhan
Bahan Bakar adalah agar adanya dasar hitung penggunaan bahan bakar sesuai
dengan kebutuhan di lapangan.
Tujuan dilaksanakannya pekerjaan ini adalah tersedianya data
perhitungan kebutuhan penggunaan bahan bakar berdasarkan :
1. Jarak tempuh wilayah pelayanan ke TPAS Galuga
2. Jenis dan Usia Kendaraan

1.3 Sasaran
Sasaran penyusunan Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor ini mengacu kepada kondisi terkini
dilihat dari berbagai faktor yang memengaruhi jumlah penggunaan bahan
bakar minyak, yaitu berupa data primer dan sekunder, dimana data primer
didapat dari interview atau survey langsung di lapangan, data eksisting
penggunaan bahan bakar minyak di Dinas Lingkungan Hidup dan di setiap UPT
wilayah. Sedangkan data sekunder didapat dari literatur atau sumber terkait,
yang akan menjadi dasar pengolahan analisis serta pengkajian jumlah
penggunaan bahan bakar minyak kendaraan operasional angkut sampah.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 6


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

1.4 Ruang Lingkup


Lingkup pekerjaan meliputi :
1. Pengumpulan data primer dengan melakukan survei lapangan melalui
wawancara (in-depth intewiew) dan kuesioner kepada para pemangku
kepentingan.
2. Pengumpulan data sekunder dan literatur terkait.
3. Melakukan analisis data dan pengkajian.
4. Melakukan diskusi mendalam (FGD) yang melibatkan pihak-pihak yang
terlibat baik pihak eksekutif, legislatif maupun stakeholder terkait,
5. Penyusunan laporan.

Keluaran dari kegiatan ini adalah :


1. Laporan Pendahuluan
2. Laporan berisi tentang latar belakang kegiatan, ruang lingkup,
pendekatan dan metodologi dan strategi penyusunan dokumen kajian,
serta organisasi pelaksana, jadwal kegiatan Penyedia Jasa.
3. Laporan Akhir
4. Laporan berisi tentang hasil Summary Data dan Analisa Mendetail,
Kesimpulan dan Rekomendasi termasuk strategi konsep rancangan
dan semua hasil akhir sebagaimana lingkup kajian yang dilakukan.
5. Ringkasan Eksekutif
6. Ringkasan eksekutif ini berisikan tentang ringkasan informasi penting
tentang rencana kajian yang dilakukan.

1.5 Lokasi Kegiatan


Pelaksanaan Penyusunan Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor dilakukan di UPT Wilayah I sampai VII,
TPAS Galuga, dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 7


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

2.1 Permasalahan Sampah


Pengelolaan sampah memiliki tujuan yang sangat mendasar, yaitu
meningkatkan kesehatan lingkungan dan masyarakat, melindungi sumber
daya alam khususnya air, melindungi fasilitas sosial ekonomi, dan menunjang
pembangunan sektor strategis (Damanhuri, 2010). Kegiatan pengelolaan
sampah dapat membantu melestarikan sumber daya dan melindungi
lingkungan (Sandulescu, 2004). Strategi pengelolaan sampah yang tepat dapat
mengurangi beban terhadap lingkungan (Jurczak, 2003). Namun, pengelolaan
sampah merupakan hal yang diabaikan di negara-negara berpenghasilan
rendah (Murtaza, 2000).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008,
pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang terdiri dari pengurangan
sampah dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi pembatasan
timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan kembali
sampah. Sedangkan, kegiatan penanganan sampah meliputi
pewadahan/pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah.
Kegiatan penanganan sampah tersebut merupakan teknik operasional
pengelolaan sampah yang bersifat terpadu dan berkesinambungan.
1. Pewadahan/pemilahan yang dilakukan berupa pembagian klasifikasi
dan pemisahan sampah berdasarkan jenis, jumlah, dan/atau sifat
sampah.
2. Pengumpulan merupakan pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah menuju Tempat Penampungan Sementara (TPS) atau
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI) 19-2454-2002, pengumpulan memiliki 2
(dua) pola, yakni pola individual dan pola komunal.
3. Pengangkutan dilakukan dalam bentuk membawa sampah dari sumber
dan/atau dari TPS atau TPST menuju Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 8


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

4. Pengolahan merupakan kegiatan mengubah karakteristik, komposisi,


dan jumlah sampah.
5. Pemrosesan akhir merupakan bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sampah yang telah dilakukan sebelumnya ke
media lingkungan secara aman.

Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan mencemari lingkungan


dan menjadikan sumber penyakit yang pada akhirnya akan menghambat laju
gerak ekonomi masyarakat (Marleni, 2012). Aspek-aspek teknik operasional
dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu upaya yang dilakukan
dalam mengontrol pertumbuhan sampah, namun pelaksanaannya harus
disesuaikan dengan pertimbangan kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi,
estetika, dan lingkungan (Tchobanoglous et al., 1993).

2.2 Pengangkutan Sampah


Pengangkutan sampah merupakan salah satu sub system persampahan
yang bertujuan untuk membawa sampah dari lokasi pemindahan atau dari
sumber sampah secara langsung menuju TPA. Menurut Maryono (2007),
pengangkutan sampah dipengaruhi oleh aksesbilitas (waktu tempuh), pola
pengangkutan, moda pengangkutan, frekuensi pengangkutan, dan tingkat
pelayanan pengangkutan.

2.2.1 Pola Pengangkutan Sampah


Perencanaan pengelolaan sampah membutuhkan penilaian dari
interaksi kompleks antara pola pengangkutan sampah dan perkembangan
perkotaan (Siddiqui et al., 2013). Aktivitas manusia sehari-hari
mengakibatkan besarnya timbulan sampah, terutama di daerah perkotaan
(Tavares et al., 2009). Berdasarkan Permen PU Nomor 3 Tahun 2013,
pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu :
1. Hauled Container System (HCS)
Adalah sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya
dapat dipindah-pindah dan ikut dibawa ke tempat pembuangan akhir.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 9


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

HCS ini merupakan sistem wadah angkut untuk daerah komersial.


Hauled Container System dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Konvensional: wadah sampah yang telah terisi penuh akan
diangkut ke tempat pembongkaran, kemudian setelah
dikosongkan wadah sampah tersebut dikembalikan ke tempatnya
semula.
b. Stationary Container System (SCS): wadah sampah yang telah
terisi penuh akan diangkut dan tempatnya akan langsung diganti
oleh wadah kosong yang telah dibawa.
2. Stationary Container System (SCS)
Sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya tidak
dibawa berpindah-pindah (tetap). Wadah pengumpulan ini dapat
berupa wadah yang dapat diangkat atau yang tidak dapat diangkat. SCS
merupakan sistem wadah tinggal ditujukan untuk melayani daerah
pemukiman.

Berdasarkan SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik


Sampah Perkotaan, terdapat tiga cara pola pengangkutan sampah dengan
sistem kontainer angkat (Hauled Container System). Berikut beberapa cara
pengangkutan sampah :
1. Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara I dapat
dilihat pada Gambar 2.1, dengan proses :

Gambar 2.1 Pola pengangkutan sampah dengan system container cara I


(Sumber: SNI 19-2454-2002)
Keterangan sistem ini :
a. 1, 2, 3, …, 10 adalah rute alat angkut

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 10


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

b. Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk


mengangkut sampah ke TPA
c. Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula
d. Menuju ke kontainer isi berikutnya untuk diangkut ke TPA
e. Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula
f. Demikian seterusnya sampai rit terakhir.

2. Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara II dapat


dilihat pada Gambar 2.2, dengan proses :

Gambar 1.
Gambar 2.2 Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Cara II
Sumber: SNI 19-2454-2002

Keterangan sistem ini :


a. Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk
mengangkat sampah ke TPA
b. Dari TPA kendaraan tersebut dengan kontainer kosong menuju
lokasi kedua untuk menurunkan kontainer kosong dan membawa
kontainer isi untuk diangkut ke TPA
c. Demikian seterusnya sampai pada rit terakhir
d. Pada rit terakhir dengan kontainer kosong, dari TPA menuju ke
lokasi container pertama, kemudian truk kembali ke pool tanpa
kontainer.

Sistem ini diberlakukan pada kondisi tertentu (misalnya: pengambilan


ada jam tertentu, atau mengurangi kemacetan lalu lintas).

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 11


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara III


dapat dilihat pada Gambar 3. Dengan proses :

Gambar 2. 3 Pola pengangkutan sampah dengan system pengosongan container cara II


Sumber: SNI 19-2454-2002

Gambar 2.3 pola pengangkutan sampah dengan system pengosongan


container cara II.

Keterangan sistem ini:


a. Kendaraan dari pool dengan membawa kontainer kosong menuju
ke lokasi kontainer isi untuk mengganti/ mengambil dan langsung
membawanya ke TPA
b. Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA menuju
ke kontainer isi berikutnya
c. Demikian seterusnya sampai dengan rit terakhir.

2.2.2 Peralatan atau Sarana Pengangkutan Sampah


Permen PU Nomor 3 Tahun 2013 menyatakan bahwa persyaratan
peralatan dan perlengkapan untuk sarana pengangkutan sampah adalah
sebagai berikut:
1. Sampah harus tertutup selama pengangkutan, agar sampah tidak
berceceran di jalan.
2. Tinggi bak maksimum 1,6 meter.
3. Sebaiknya ada alat pengungkit.
4. Tidak bocor, agar lindi tidak berceceran selama
pengangkutan.
5. Disesuaikan dengan kondisi jalan yang dilalui.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 12


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

6. Disesuaikan dengan kemampuan dana dan teknik pemeliharaan

Pemilihan jenis peralatan atau sarana yang digunakan dalam proses


pengangkutan sampah antara dengan mempertimbangkan beberapa faktor
sebagai berikut:
1. Umur teknis peralatan (5 – 7) tahun.
2. Kondisi jalan daerah operasi.
3. Jarak tempuh.
4. Karakteristik sampah.
5. Tingkat persyaratan sanitasi yang dibutuhkan.
6. Daya dukung pemeliharaan

2.2.3 Rute Pengangkutan Sampah


Rute pengangkutan dibuat agar pekerja dan peralatan dapat digunakan
secara efektif. Rute pengangkutan sampah dibuat berdasarkan volume potensi
sampah yang terkumpul pada TPS dengan menyeimbangkan kapasitas
kendaraan (Thanh et al., 2009). Pengoptimalan rute kendaraan dapat
mengurangi biaya pengelolaan sampah karena berkurangnya jarak tempuh
kendaraan dan penggunaan bahan bakar (Tavares et al., 2009; Das dan
Bhattacharyya, 2015). Pedoman yg dapat digunakan dalam membuat rute
sangat tergantung dari beberapa faktor yaitu (Tchobanoglous et al., 1993) :
1. Peraturan lalu lintas yang ada;
2. Pekerja, ukuran, dan tipe alat angkut;
3. Jika memungkinkan, rute dibuat mulai dan berakhir di dekat jalan
utama, gunakan topografi dan kondisi fisik daerah sebagai batas rute;
4. Pada daerah berbukit, usahakan rute dimulai dari atas dan berakhir di
bawah;
5. Rute dibuat agar kontainer/TPS terakhir yang akan diangkut yang
terdekat ke TPA;
6. Timbulan sampah pada daerah sibuk/lalu lintas padat diangkut sepagi
mungkin;

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 13


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

7. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah terbanyak, diangkut lebih


dahulu;
8. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah sedikit, diusahakan
terangkut dalam hari yang sama.

Berdasarkan Permen PU Nomor 3 Tahun 2013, pada langkah awal


pembuatan rute maka ada beberapa langkah yang harus diikuti agar rute yang
direncanakan menjadi lebih efisien, yaitu :
1. Penyiapan peta yang menunujukkan lokasi-lokasi dengan jumlah
timbulan sampah.
2. Analisis data kemudian diplot ke peta daerah pemukiman,
perdagangan, industri dan untuk masing-masing area, diplot lokasi,
frekuensi pengumpulan dan jumlah kontainer.
3. Layout rute awal.
4. Evaluasi layout rute awal dan membuat rute lebih seimbang dengan
cara dicoba berulang kali.

Setelah langkah awal ini dilakukan maka langkah selanjutnya adalah


pembuatan rute dan sangat dipengaruhi oleh sistem pengangkutan yang
digunakan yaitu sistem HCS. Untuk sistem HCS langkah yang dilakukan adalah
:
a. Langkah 1: Pada tabel buat kolom sebagai berikut: frekuensi
pengumpulan, jumlah lokasi pengumpulan/UPT, jumlah
kontainer dan kolom untuk setiap hari pengumpulan. Kemudian
tandai lokasi yang memerlukan pengambilan beberapa kali dalam
seminggu (Senin - Jumat atau Senin, Selasa, Jumat). Pengangkutan
dimulai dari frekuensi 5 x seminggu. Distribusikan jumlah
kontainer yang memerlukan pengangkutan 1 x seminggu,
sehingga jumlah kontainer yang harus diangkut seimbang setiap
hari.
b. Langkah 2: Mulai dari Garasi, rute harus mengangkut semua
kontainer yang harus dilayani. Langkah selanjutnya, modifikasi

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 14


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

rute untuk mengangkut kontainer tambahan. Rute dimulai dari


UPT terdekat dan berakhir pada TPS terdekat dengan garasi.
c. Langkah 3: Setelah rute awal digunakan, hitung jarak rata- rata
antar kontainer. Jika rute tidak balance (>15%), rute harus
dirancang kembali. Beban kerja pekerja harus seimbang.

2.2.4 Operasional Pengangkutan Sampah


Indikator efisiensi dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk
pengangkutan sampah sedangkan indikator efektivitas diukur berdasarkan
populasi dan daerah yang dilayani (Jacobsen et al., 2013). Waktu
pengangkutan, rute, desain dan kapasitas kendaraan dan jenis sampah
memiliki pengaruh yang signifikan pada efisiensi sistem pengelolaan sampah
(Alagoz dan Kocasoy, 2008). Untuk mendapatkan sistem pengangkutan yang
efisien dan efektif maka operasional pengangkutan sampah sebaiknya
mengikuti prosedur sebagai berikut:
1. Menggunakan rute pengangkutan yang sependek mungkin dan dengan
hambatan yang sekecil mungkin.
2. Menggunakan kendaraan angkut dengan kapasitas/daya angkut yang
semaksimal mungkin.
3. Menggunakan kendaraan angkut yang hemat bahan bakar.
4. Dapat memanfaatkan waktu kerja semaksimal mungkin dengan
meningkatkan jumlah beban kerja semaksimal mungkin dengan
meningkatkan jumlah beban kerja/ritasi pengangkutan.

2.2.5 Aspek Pembiayaan Pengangkutan Sampah


Biaya utama dan beban lingkungan dari pengelolaan sampah langsung
muncul dari pengangkutan (Poldnurk, 2015). Masalah yang kompleks dalam
pengangkutan sampah adalah masalah optimasi untuk memperoleh biaya
yang lebih efektif (Das dan Bhattacharyya, 2015). Jumlah dan frekuensi
pengangkutan secara signifikan mempengaruhi tingkat biaya pengelolaan
sampah (Greco et al., 2015). Faktor yang mempengaruhi biaya pengangkutan
sampah berdasarkan jenis, ukuran dan efisiensi penggunaan kendaraan. Jenis

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 15


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

kendaraan penting terutama dalam hal konsumsi bahan bakar, ketersediaan


suku cadang dan biaya perawatan (Lohri et al., 2014). .Biaya pemindahan dan
pengangkutan sampah terdiri atas :
1. Biaya investasi : sarana yang dibutuhkan untuk pengangkutan seperti
truk sampah yang digunakan.
2. Biaya operasional : operasi dan pemeliharaan pengangkutan sampah.

Langkah perhitungan biaya pengangkutan adalah:


1. Tentukan terlebih dahulu berdasarkan harga HSPK setempat
2. Hitung kebutuhan alat angkut dan sarana lain penunjang
3. Hitung operasi dan pemeliharaan juga gaji tenaga kerja

2.3 Perencanaan dan Perhitungan Pengangkutan Sampah


Pada manajemen pengangkutan sampah, terdapat beberapa istilah
penting dan persamaan yang digunakan untuk menghitung pengangkutan
dengan sistem HCS, yaitu (Tchobanoglous et al., 1993) :
1. Pickup (PHCS): waktu yg diperlukan untuk menuju lokasi kontainer
berikutnya setelah meletakkan kontainer kosong di lokasi sebelumnya,
waktu untuk mengambil kontainer penuh dan waktu untuk
mengembalikan kontainer kosong (Rit).
2. Haul (h) : waktu yg diperlukan menuju lokasi yg akan diangkut
kontainernya
3. At-site (s) : waktu yg digunakan untuk menunggu di lokasi.
4. Off-route (W) : non produktif pada seluruh kegiatan operasional :
waktu untuk cheking pagi dan sore, hal tak terduga, perbaikan dan lain-
lain.

a. Menghitung PHCS
PHCS = Pc + Uc +dbc…………………………………………………………2.1
Dimana :
Pc = Meengambil kontainer penuh, j/trip
Uc = waktu utk meletakkan kontainer kosong, j/trip

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 16


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

dbc = waktu antara lokasi, jam/trip

b. Menghitung waktu per trip


THCS = PHCS+h+s ……………………………………………………………2.2
Dimana :
h = waktu yg diperlukan menuju lokasi yg akan diangkut
kontainernya
s = waktu yg digunakan untuk menunggu di lokasi
PHCS = pick up time

c. Menghitung jumlah trip per hari :


Nd = [H(1-W) – (t1+t2)] / THCS………………………………….2.3
Dimana :
Nd = jumlah trip, trip/hari
H = waktu kerja perhari, jam
t1 = dari garasi ke lokasi pertama t2
t2 = dari lokasi terakhir ke garasi
W = faktor off route (nonproduktif pada seluruh kegiatan
operasional).

2.4 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah


Optimasi pengangkutan sampah sudah dilakukan di berbagai wilayah
dunia, dengan berbagai tujuan dan metode. Tujuan optimasi pengangkutan
sampah adalah untuk mengurangi biaya operasional, mengefisiensikan waktu
dan jarak pengangkutan (Bing et al., 2014). Optimasi pengangkutan sampah
biasa dilakukan dengan pendekatan variable rute, kebutuhan bahan bakar dan
jumlah pekerja, penjadwalan pengangkutan dan jumlah kendaraan yang
digunakan. Hasil optimasi pengangkutan pada penelitian terdahulu dapat
dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah (Bing et al., 2014)

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 17


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Sumber: Bing et al., 2014

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 18


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 3 GAMBARAN UMUM

3.1 Gambaran Umum


Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 2.664 km². Secara geografis
terletak di antara 6’18'0"–6’47'10" Lintang Selatan dan 106’23'45"–
107’13'30" Bujur Timur, dengan tipe morfologi wilayah yang bervariasi,
dari dataran yang relative rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di
bagian selatan, dataran rendah sekitar 29,28% berada pada ketinggian 15 –
100 meter di atas permukaan laut (dpl), merupakan kategori ekologi hilir.
Dataran bergelombang sekitar 43,62% berada pada ketinggian 100 – 500
meter dpl, merupakan kategori ekologi tengah.
Sekitar 19,53% daerah pegunungan berada pada ketinggian 500 -
1.000 meter dpl, merupakan kategori ekologi hulu. Daerah penggunungan
tinggi sekitar 8,43% berada pada ketinggian 1.000 – 2.000 meter dpl,
merupakan kategori ekologi hulu dan 0,22% berada pada ketinggian 2.000 –
2.500 meter dpl, merupakan kategori hulu.
Batas-batas wilayah Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Kota
Tangerang Selatan, Kota Depok, Kabupaten/Kota Bekasi
2. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak
3. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten
Cianjur dan Kabupaten Purwakarta
4. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan
Kabupaten Cianjur
5. Bagian Tengah berbatasan dengan Kota Bogor.

Selain itu, kondisi morfologi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa


dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan dengan batuan penyusunnya
didominasi oleh hasil letusan gunung, yang terdiri dari andesit, tufa dan basalt.
Gabungan batu tersebut termasuk dalam sifat jenis batuan relatif lulus air
dimana kemampuannya meresapkan air hujan tergolong besar. Jenis

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 19


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

pelapukan batuan ini relative rawan terhadap gerakan tanah bila


mendapatkan siraman curah hujan yang tinggi. Selanjutnya, jenis tanah
penutup didominasi oleh material vulkanik lepas agak peka dan sangat peka
terhadap erosi, antara lain Latosol, Aluvial, Regosol, Podsolik dan Andosol.
Oleh karena itu, beberapa wilayah rawan terhadap tanah longsor. Secara
klimatalogi, wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat basah di
bagian Selatan dan iklim tropis basah di bagian Utara, dengan rata -rata curah
tahunan 2.500 – 5.00 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara dan sebagian
kecil wilayah timur curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun. Suhu rata-rata
di wilayah Kabupaten Bogor adalah 20º - 30ºC, dengan suhu rata-rata tahunan
sebesar 25º. Kelembaban udara 70% dan kecepatan angin cukup rendah,
dengan rata -rata 1,2 m/detik dengan evaporasi di daerah terbuka rata-rata
sebesar 146,2 mm/bulan.

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kabupaten Bogor

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 20


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

3.2 Jumlah dan Persebaran Penduduk


Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor tahun 2018 dibandingkan
tahun 2017 sebesar 2,20 persen. Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas
akan membawa ke arah kemajuan pembangunan, sebaliknya penduduk yang
tidak berkualitas akan menjadi beban dalam pembangunan.
Populasi Penduduk Kota Depok berdasarkan Sensus Penduduk tahun
2021 sebanyak 2.085.935 jiwa, yaitu penduduk laki-laki sebanyak 1.052.652
jiwa dan perempuan 1.033.283 jiwa dengan besarnya angka rasio jenis
kelamin sebesar 102 dan laju pertumbuhan rata-rata 6% pertahun. Kepadatan
Penduduk di 11 kecamatan bervariasi, dengan kepadatan tertinggi terletak di
kecamatan Cipayung yaitu sebesar 15.371 jiwa/km2 dan terendah di
Kecamatan Sawangan sebesar 7.060 jiwa/km2.
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin, Pertumbuhan Penduduk
2018.
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Laki-laki dan Pertumbuha
Wilayah Laki-laki Perempuan
Perempuan n Penduduk
Kecamatan
2.018 2.018 2.018
Nanggung 45.080 42.220 87.300 0,09
Leuwiliang 63.508 59.635 123.143 0,65
Leuwisadeng 38.965 35.953 74.918 0,31
Pamijahan 73.047 69.422 142.469 0,38
Cibungbulang 69.156 65.365 134.521 0,51
Ciampea 83.031 78.716 161.747 0,79
Tenjolaya 30.328 29.089 59.417 0,59
Dramaga 56.546 55.628 112.174 0,95
Ciomas 94.305 90.642 184.947 2,28
Tamansari 54.876 51.520 106.396 1,41
Cijeruk 46.481 42.515 88.996 1,14
Cigombong 53.868 51.714 105.582 1,82
Caringin 64.989 61.866 126.855 0,91
Ciawi 61.453 57.629 119.082 1,41
Cisarua 65.061 60.777 125.838 0,98
Megamendung 56.724 52.072 108.796 1,05
Sukaraja 107.104 102.562 209.666 1,98
Babakan
65.576 61.959 127.535 2,26
Madang

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 21


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Sukamakmur 41.177 38.744 79.921 0,47


Cariu 22.905 22.781 45.686 -0,51
Tanjungsari 26.298 25.581 51.879 0,07
Jonggol 74.593 72.365 146.958 1,85
Cileungsi 183.421 179.490 362.911 4,46
Kelapa Nunggal 64.039 60.829 124.868 3,01
Gunung Putri 235.316 241.096 476.412 5,01
Citeureup 120.013 115.503 235.516 1,74
Cibinong 223.770 217.627 441.397 3,37
Bojong Gede 179.357 172.655 352.012 4,60
Tajur Halang 64.750 62.121 126.871 2,92
Kemang 58.319 55.714 114.033 2,22
Ranca Bungur 28.187 26.452 54.639 0,70
Parung 75.871 71.560 147.431 2,97
Ciseeng 59.944 56.181 116.125 1,69
Gunung Sindur 69.515 66.356 135.871 3,06
Rumpin 73.440 68.070 141.510 0,74
Cigudeg 66.106 60.588 126.694 0,57
Sukajaya 30.065 27.816 57.881 0,10
Jasinga 49.847 46.852 96.699 0,09
Tenjo 37.170 35.037 72.207 0,71
Parung
69.077 64.927 134.004 2,06
Panjang
Kabupaten
2.983.278 2.857.629 5.840.907 2,20
Bogor
Sumber: Indikator Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2018

Tabel 3.1 menunjukkan bahwa di Kecamatan Gunung Putri memiliki


jumlah penduduk terbesar yaitu 476.412 jiwa dengan pertumbuhan sebesar
5,01% dari total penduduk Kabupaten Bogor. Kecamatan Cibinong menempati
urutan kedua dengan jumlah penduduk 441.397 jiwa dengan pertumbuhan
penduduk sebesar 3,37%. Jumlah penduduk terendah berada di Kecamatan
Cariu dengan jumlah penduduk 45.686 jiwa dengan pertumbuhan penduduk
sebesar 0,51% dari total penduduk Kabupaten Bogor. Kecamatan Tanjungsari
menempati urutan terendah kedua dengan jumlah penduduk 51.879 jiwa
dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,07%.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 22


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

3.3 Pertumbuhan Penduduk


Perubahan jumlah penduduk antar tahun menggambarkan angka
pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor tahun
2018 dibandingkan tahun 2017 sebesar 2,20 persen (Gambar 3.1).

Gambar 3.2 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bogor, 2017-2018 (Indikator Ekonomi


Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017)

Kecamatan Cibinong, sebagai ibukota Kabupaten Bogor, pertumbuhan


penduduk mencapai 3,37 persen. Pertumbuhan penduduk terbesar terdapat
di Kecamatan Gunung Putri, Bojonggede dan Cileungsi masing-masing sebesar
5,01 persen, 4,60 persen dan 4,46 persen. Keempat kecamatan tersebut
memiliki pertumbuhan penduduk lebih tinggi dibanding pertumbuhan
penduduk rata-rata Kabupaten Bogor (2,20%).
Secara keseluruhan ada 11 kecamatan dengan pertumbuhan penduduk
di atas pertumbuhan rata-rata kabupaten Bogor (2,28%) diantaranya
Kecamatan Gunung Putri (5,01%), Bojonggede (4,60%), Cileungsi (4,46%),
Cibinong (3,37%), Gunung Sindur (3,06%), Klapanunggal (3,01%), Parung
(2,97%), Tajur Halang (2,92%), Ciomas (2,28%), Babakan Madang (2,26%)
dan Kemang (2,22%). Dari gambar di atas juga memperlihatkan bahwa
Kecamatan Sukajaya, Jasinga, Nanggung, dan Tanjungsari memiliki

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 23


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

pertumbuhan yang relatif kecil, justru Kecamatan Cariu memperlihatkan


pertumbuhan negatif.

3.4 Sex Ratio (Rasio Jenis Kelamin)


Indikator Demografi selain jumlah dan pertumbuhan penduduk, hal
yang perlu diketahui adalah komposisi penduduk menurut jenis kelamin.
Kejadian demografis maupun karakteristiknya berbeda menurut umur dan
jenis kelamin baik untuk kelahiran, kematian maupun perpindahan penduduk.
Sex ratio Kabupaten Bogor pada tahun 2017 sebesar 104, artinya setiap 100
orang perempuan terdapat 104 orang laki-laki. Sebagian besar kecamatan di
Kabupaten Bogor memiliki sex ratio di atas 100, yang berarti berlaku umum
bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumlah penduduk
perempuan di daerah tersebut. Namun ada satu kecamatan yang nilai sex
ratio-nya kurang dari 100 yaitu sebesar 97,66 terjadi di Kecamatan Gunung
Putri (Gambar 3.3).

Gambar 3.3 Sex ratio Kabupaten Bogor Menurut Kecamatan Tahun 2017 (Indikator Ekonomi
Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017)

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 24


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Kerangka Pikir


Pola pikir pendekatan kajian ini dapat digambarkan sebagaimana
Gambar 1. Input dari kajian adalah jumlah kendaraan operasional di setiap
UPT pengelolaan sampah, dengan subyek dari penelitian adalah penggunan
kendaraan operasional tersebut. Obyek penelitian adalah UPT pengelolaan
sampah, TPAS Galuga (Tempat Pembuangan Akhir Sampah), prasarana dan
sarana serta metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dan evaluasi.
Adapun environmental input dari kajian ini adalah jumlah anggaran yang
digunakan untuk kendaraan operasional dan sebagai instrumental input
adalah peraturan perundang-undangan terkait. Sehingga akan diperoleh
output berupa konsep konsumsi penggunaan BBM dan sebagai outcome
adalah efisiensi penggunaan BBM pada kendaraan operasional pengelolaan
sampah.

4.2 Pengumpulan Data Sekunder


Data sekunder yang digunakan dalam kajian ini antara lain data
penggunaan BBM kendaraan oprasional di setiap UPT. Dan dalam analisis
lanjutan akan diperlukan data penggunaan BBM yang khususnya untuk
kendaraan operasional. Selain itu juga diperlukan data jumlah kendaraan roda
empat, roda tiga dan lainnya yang ada di DLH Kabupaten Bogor yang
digunakan sebagai acuan dalam pengambilan sampel untuk melakukan survei.
Jumlah kendaraan roda empat, roda tiga dan lainnya tersebut akan dibedakan
menjadi kendaraan berkapasitas isi silinder kecil dan kendaraaan yang
berkapasitas silinder besar. Berdasarkan sumber data dari Dinas Lingkungan
Hidup (DLH) Kabupaten Bogor terdapat sebanyak 300 unit kendaraan
operasional di dalam kegiatan pengelolaan sampah, yang terdapat pada Tabel
berikut :

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 25


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Tabel 4.1 Jumlah kendaraan operasional pengelolaan sampah

No. Jenis Kendaraan Operasional Jumlah (Unit)


1 Dump Truck 193
2 Dump Truck Tronton (Jawa Barat) 2
3 Compactor Besar (Kapasitas 12 m3) 14
4 Compactor Sedang (Kapasitas 6 m3) 7
5 Feeder 23
6 Armroll 12
7 Sweeper Dulevo 2
8 Sweeper Hino 7
9 Pick Up 13
10 Motor Roda Tiga 27
Total Kendaran Operasional (Unit) 300

Semua data sekunder tersebut akan diperlukan dalam mendukung


tahapan analisis pada data primer.

4.3 Penentuan Variabel dan Pengembangan Kuesioner


Penentuan variabel yang digunakan dalam kajian ini berdasarkan
jumlah data kendaraan operasional yang bersumber dari Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Bogor diantaranya yaitu :
1. Jenis kendaraan,
2. Jenis bahan bakar yang digunakan (Pertalite, Pertamax, Biosolar atau
Pertamina DEX),
3. Tahun produksi kendaraan,
4. Kapasitas isi silinder setiap kendaraaan,
5. Frekuensi perjalanan harian rata – rata,
6. Jarak tempuh setiap kendaraan,
7. Tingkat konsumsi BBM, rata – rata harian.

Berdasarkan variabel-variabel tersebut diharapkan dapat dihitung


jumlah konsumsi BBM per liter terhadap jarak tempuh dari setiap UPT

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 26


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Pengelolaan sampah ke TPAS Galuga (Tempat Pembuangan Akhir Sampah)


yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang dan pengaruh dari umur
kendaraan terhadap jumlah BBM yang dikonsumsi. Selain itu diharapkan
dapat diketahui apakah terdapat perbedaan antara kendaraan dengan
kapasitas isi silinder kecil dan kendaraaan dengan isi silinder yang besar yang
di dalam mengkonsumsi BBM.

4.4 Faktor-faktor Konsumsi Energi


Konsumsi energi kendaraan di jalan raya akan sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor utama yaitu karakteristik kendaraan, karakteristik jalan dan
aspek penggunaan kendaraan. Sedangkan faktor yang menentukan konsumsi
energi untuk kendaraan operasional adalah karakteristik kendaraan,
karakteristik right of way (R/W), dan aspek operasional.
1. Teknologi: type of propulsion, control dll
2. Design future: berat kendaraan, seating/standing ratio, dan various
amenities (AC)
3. Vehicles capacity and its utilization
4. Dynamic performance of vehicle, including acceleration rate, maximum
speed and method of braking
5. Type of motor control (resistor, chooper) and transmission (gears)

Sistem operasi kendaraan operasional meliputi:


1. Scheduling
2. Kondisi lalu lintas
3. Station spacing and stopping policy
4. Local, accelerated, express service
5. Operating regime

Sementara itu, secara sederhana dapat dikatakan bahwa semakin besar


cc kendaraan dan kapasitas tangki atau isi silinder maka konsumsi terhadap
energi akan semakin besar per satuan jarak tempuh. Sebagai contoh sepeda
motor 100 cc mampu mengkonsumsi energi 1:40 (satu liter BBM untuk jarak

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 27


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

tempuh rata-rata 40 km), sementara itu mobil 1000cc mengkonsumsi BBM


1:12 dan mobil 2000 cc mengkonsumsi 1:7. Serta kondisi lalu lintas akan
sangat berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan.

Faktor lain yang memengaruhi konsumsi BBM oleh kendaraan baik


roda dua maupun roda empat adalah kelengkapan kendaraan yang tersedia.
Mobil dengan AC tentu berbeda konsumsi BBM nya dengan mobil tanpa
menggunakan AC. Namun perilaku pengemudi juga sangat berpengaruh dalam
mengkonsumsi BBM. Berbagai faktor penentu dalam konsumsi BBM dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor eksternal (kondisi
lalu lintas, infrastruktur dll) dan faktor internal (karakteristik kendaraan).

4.5 Pengumpulan Data Primer Dengan Metode Survei


Tahapan pengumpulan data primer dilakukan dengan metode survey
pada setiap wilayah UPT Pengelolaan sampah yang dilakukan di setiap UPT
tersebut. Metode survei yang digunakan adalah melakukan wawancara
dengan responden wilayah UPT dan pengendara kendaraan Operasional.

4.6 Analisis Data


Data dianalisis dengan menggunakan hitungan yang didasarkan pada
jarak tempuh kendaraan setiap UPT – Pelayanan, Pelayanan ke TPAS dan rute
kembali dari TPAS Galuga ke wilayah UPT masing – masing kendaraan, rata-
rata jumlah konsumsi BBM berdasarkan jenis kendaraan, kapasitas mesin dan
usia kendaraan. Selain itu juga dilakukan analisis dari pergerakan kendaraan
yang biasa disebut dengan asal tujuan. Sehingga akan dapat diketahui berapa
besar jumlah bangkitan dan tarikan dari masing-masing lokasi yang disurvey
yang meliputi wilayah Kabupaten Bogor.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 28


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR PUSTAKA

Anggryawan, F., Mudjanarko, S. W., Wahyuni, A., & Wasono, S. B. (2020).


Analisis Kinerja Truk Pengangkut Sampah Kota Di Kecamatan
Benowo. ASTONJADRO: CEAESJ, 9(1), 38-45.

Apriyanti, D., Kresnawati, D. K., & Diniyah, W. F. (2019, February).


Pemanfaatan sistem informasi geografis untuk analisis rute truk
pengangkutan sampah di kota bogor. In Seminar Nasional
Geomatika (Vol. 3, pp. 357-366).

Aries Dwi H, R. Dhimas D. 2010. Pengolahan Sampah Kota Terseleksi Menjadi


Refused Derived Fuel Sebagai Bahan Bakar Padat Alternatif. Jurnal
Teknik Industri, Vol. 11, No. 2: 127–133.

Burhamtoro, B. (2016). Biaya Angkut Stationary Container System (SCS) pada


Pengangkutan Sampah. SENTIA 2016, 8(2).

Giarto, R. B., Purwantoro, A., & Nuswantoro, W. Pembuatan Program Aplikasi


Simulasi Kinerja Backhoe-Dump Truck Pada Pemindahan Tanah
Mekanis.

Idrus, Y., & Gazali, Z. (2019). Analisis Biaya Pengangkutan Sampah di


Kecamatan Mariso dan Panakkukang. Jurnal Teknik Sipil MACCA, 4(1),
22-27.

Pangesty, S., Budiharjo, A., & Rusmandani, P. (2021). Pengaruh Kecepatan


Kendaraan Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Minyak di Jalan Tol.
SIKLUs: Jurnal Teknik Sipil, 7(1), 1-8.

Standart Nasional Indonesia Nomor SNI-19-2454- \2002 tentang Tata Cara


Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, Badan Standar
Nasional (BSN).

Yunus, M. Y. (2022). Implementasi Sistem Pengelolaan Persampahan Berbasis


Sistem Informasi Geografis (SIG) Studi Kasus Kecamatan Watang
Sawitto Kabupaten Pinrang (Doctoral Dissertation, UNIVERSITAS
BOSOWA).

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 29


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

LAMPIRAN

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 30


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ 1


DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................... 4
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................................ 5
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 5
1.2 Maksud dan Tujuan ..................................................................................................... 6
1.3 Sasaran .............................................................................................................................. 6
1.4 Ruang Lingkup ............................................................................................................... 7
1.5 Lokasi Kegiatan ............................................................................................................. 7
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS ....................................................................................................... 8
2.1 Permasalahan Sampah .............................................................................................. 8
2.2 Pengangkutan Sampah .............................................................................................. 9
2.2.1 Pola Pengangkutan Sampah............................................................................... 9
2.2.2 Peralatan atau Sarana Pengangkutan Sampah ...................................... 12
2.2.3 Rute Pengangkutan Sampah ....................................................................... 13
2.2.4 Operasional Pengangkutan Sampah ....................................................... 15
2.2.5 Aspek Pembiayaan Pengangkutan Sampah......................................... 15
2.3 Perencanaan dan Perhitungan Pengangkutan Sampah .......................... 16
2.4 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah ........................................................... 17
BAB 3 GAMBARAN UMUM ...................................................................................................... 19
3.1 Gambaran Umum ...................................................................................................... 19
3.2 Jumlah dan Persebaran Penduduk ................................................................... 21
3.3 Pertumbuhan Penduduk........................................................................................ 23
3.4 Sex Ratio (Rasio Jenis Kelamin) ......................................................................... 24
BAB 4 METODE PENELITIAN ................................................................................................ 25
4.1 Kerangka Pikir ............................................................................................................ 25
4.2 Pengumpulan Data Sekunder .............................................................................. 25
4.3 Penentuan Variabel dan Pengembangan Kuesioner ................................ 26
4.4 Faktor-faktor Konsumsi Energi .......................................................................... 27
4.5 Pengumpulan Data Primer Dengan Metode Survei .................................. 28
4.6 Analisis Data ................................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 29

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 1


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

LAMPIRAN ...................................................................................................................................... 30

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 2


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pola pengangkutan sampah dengan system container cara I ..... 10
Gambar 2.2 Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Cara II
.......................................................................................................................... 11
Gambar 2. 3 Pola pengangkutan sampah dengan system pengosongan
container cara II ............................................................................................... 12
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kabupaten Bogor ................................................... 20
Gambar 3.2 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bogor, 2017-2018 (Indikator
Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017) ........................................... 23
Gambar 3.3 Sex ratio Kabupaten Bogor Menurut Kecamatan Tahun 2017
(Indikator Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017) ......................... 24

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 3


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah (Bing et all.,2014). ..............218


Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin, Pertumbuhan
Penduduk 2018………………………………………………………………………………...21
Tabel 4.1 Jumlah kendaraan operasional pengelolaan sampah ........................... 26

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 4


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam sistem penyelenggaraan peningkatan sarana dan prasarana
kantor pemerintah daerah, pemeliharaan kendaraan dinas operasional
sangatlah penting dan dibutuhkan dalam mendukung kelancaran
penyelenggaraan tugas-tugas operasional kedinasan dalam lingkup pelayanan
masyarakat.
Dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup memiliki tupoksi diantaranya
memberikan pelayanan dalam bentuk pengangkutan sampah. Untuk
menunjang pelayanan pengangkutan sampah yang merata di seluruh wilayah
Kabupaten Bogor, Dinas Lingkungan Hidup membentuk Unit Pelaksana Teknis
(UPT) yang disebar di 7 wilayah kerja, yaitu :
1. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah I, meliputi : Kecamatan Cibinong,
Kecamatan Bojonggede, Kecamatan Gunung Putri, Kecamatan
Babakanmadang, Kecamatan Citeureup, Kecamatan Tajurhalang,
Kecamatan Sukaraja.
2. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah II, meliputi : Kecamatan Jonggol,
Kecamatan Cariu, Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Sukamakmur,
Kecamatan tanjungsari, Kecamatan Klapanunggal.
3. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah III, meliputi : Kecamatan Ciawi,
Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung, Kecamatan Caringin,
Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Cigombong.
4. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah IV, meliputi : Kecamatan Ciampea,
Kecamatan Ciomas, Kecamatan Dramaga, Kecamatan Tamansari,
Kecamatan Tenjolaya.
5. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah V, meliputi : Kecamatan Parung,
Kecamatan Kemang, Kecamatan Rancabungur, Kecamatan Ciseeng,
Kecamatan Gunung Sindur.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 5


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

6. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah VI, meliputi : Kecamatan


Leuwiliang, Kecamatan Leuwisadeng, Kecamatan Cibungbulang,
Kecamatan Pamijahan, Kecamatan Nanggung.
7. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah VII, meliputi : Kecamatan Jasinga,
Kecamatan Tenjo, Kecamatan Parung Panjang, Kecamatan Kecamatan
Rumpin, Kecamatan Sukajaya, Kecamatan Cigudeg.

Jika melihat dari jarak pelayanan pengangkutan sampah ke Tempat


Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Galuga yang berlokasi di Kecamatan
Cibungbulang, maka jarak masing-masing wilayah kerja bervariasi.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari pelaksanaan Belanja Jasa Konsultan Kajian Kebutuhan
Bahan Bakar adalah agar adanya dasar hitung penggunaan bahan bakar sesuai
dengan kebutuhan di lapangan.
Tujuan dilaksanakannya pekerjaan ini adalah tersedianya data
perhitungan kebutuhan penggunaan bahan bakar berdasarkan :
1. Jarak tempuh wilayah pelayanan ke TPAS Galuga
2. Jenis dan Usia Kendaraan

1.3 Sasaran
Sasaran penyusunan Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor ini mengacu kepada kondisi terkini
dilihat dari berbagai faktor yang memengaruhi jumlah penggunaan bahan
bakar minyak, yaitu berupa data primer dan sekunder, dimana data primer
didapat dari interview atau survey langsung di lapangan, data eksisting
penggunaan bahan bakar minyak di Dinas Lingkungan Hidup dan di setiap UPT
wilayah. Sedangkan data sekunder didapat dari literatur atau sumber terkait,
yang akan menjadi dasar pengolahan analisis serta pengkajian jumlah
penggunaan bahan bakar minyak kendaraan operasional angkut sampah.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 6


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

1.4 Ruang Lingkup


Lingkup pekerjaan meliputi :
1. Pengumpulan data primer dengan melakukan survei lapangan melalui
wawancara (in-depth intewiew) dan kuesioner kepada para pemangku
kepentingan.
2. Pengumpulan data sekunder dan literatur terkait.
3. Melakukan analisis data dan pengkajian.
4. Melakukan diskusi mendalam (FGD) yang melibatkan pihak-pihak yang
terlibat baik pihak eksekutif, legislatif maupun stakeholder terkait,
5. Penyusunan laporan.

Keluaran dari kegiatan ini adalah :


1. Laporan Pendahuluan
2. Laporan berisi tentang latar belakang kegiatan, ruang lingkup,
pendekatan dan metodologi dan strategi penyusunan dokumen kajian,
serta organisasi pelaksana, jadwal kegiatan Penyedia Jasa.
3. Laporan Akhir
4. Laporan berisi tentang hasil Summary Data dan Analisa Mendetail,
Kesimpulan dan Rekomendasi termasuk strategi konsep rancangan
dan semua hasil akhir sebagaimana lingkup kajian yang dilakukan.
5. Ringkasan Eksekutif
6. Ringkasan eksekutif ini berisikan tentang ringkasan informasi penting
tentang rencana kajian yang dilakukan.

1.5 Lokasi Kegiatan


Pelaksanaan Penyusunan Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor dilakukan di UPT Wilayah I sampai VII,
TPAS Galuga, dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 7


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

2.1 Permasalahan Sampah


Pengelolaan sampah memiliki tujuan yang sangat mendasar, yaitu
meningkatkan kesehatan lingkungan dan masyarakat, melindungi sumber
daya alam khususnya air, melindungi fasilitas sosial ekonomi, dan menunjang
pembangunan sektor strategis (Damanhuri, 2010). Kegiatan pengelolaan
sampah dapat membantu melestarikan sumber daya dan melindungi
lingkungan (Sandulescu, 2004). Strategi pengelolaan sampah yang tepat dapat
mengurangi beban terhadap lingkungan (Jurczak, 2003). Namun, pengelolaan
sampah merupakan hal yang diabaikan di negara-negara berpenghasilan
rendah (Murtaza, 2000).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008,
pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang terdiri dari pengurangan
sampah dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi pembatasan
timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan kembali
sampah. Sedangkan, kegiatan penanganan sampah meliputi
pewadahan/pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah.
Kegiatan penanganan sampah tersebut merupakan teknik operasional
pengelolaan sampah yang bersifat terpadu dan berkesinambungan.
1. Pewadahan/pemilahan yang dilakukan berupa pembagian klasifikasi
dan pemisahan sampah berdasarkan jenis, jumlah, dan/atau sifat
sampah.
2. Pengumpulan merupakan pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah menuju Tempat Penampungan Sementara (TPS) atau
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI) 19-2454-2002, pengumpulan memiliki 2
(dua) pola, yakni pola individual dan pola komunal.
3. Pengangkutan dilakukan dalam bentuk membawa sampah dari sumber
dan/atau dari TPS atau TPST menuju Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 8


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

4. Pengolahan merupakan kegiatan mengubah karakteristik, komposisi,


dan jumlah sampah.
5. Pemrosesan akhir merupakan bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sampah yang telah dilakukan sebelumnya ke
media lingkungan secara aman.

Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan mencemari lingkungan


dan menjadikan sumber penyakit yang pada akhirnya akan menghambat laju
gerak ekonomi masyarakat (Marleni, 2012). Aspek-aspek teknik operasional
dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu upaya yang dilakukan
dalam mengontrol pertumbuhan sampah, namun pelaksanaannya harus
disesuaikan dengan pertimbangan kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi,
estetika, dan lingkungan (Tchobanoglous et al., 1993).

2.2 Pengangkutan Sampah


Pengangkutan sampah merupakan salah satu sub system persampahan
yang bertujuan untuk membawa sampah dari lokasi pemindahan atau dari
sumber sampah secara langsung menuju TPA. Menurut Maryono (2007),
pengangkutan sampah dipengaruhi oleh aksesbilitas (waktu tempuh), pola
pengangkutan, moda pengangkutan, frekuensi pengangkutan, dan tingkat
pelayanan pengangkutan.

2.2.1 Pola Pengangkutan Sampah


Perencanaan pengelolaan sampah membutuhkan penilaian dari
interaksi kompleks antara pola pengangkutan sampah dan perkembangan
perkotaan (Siddiqui et al., 2013). Aktivitas manusia sehari-hari
mengakibatkan besarnya timbulan sampah, terutama di daerah perkotaan
(Tavares et al., 2009). Berdasarkan Permen PU Nomor 3 Tahun 2013,
pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu :
1. Hauled Container System (HCS)
Adalah sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya
dapat dipindah-pindah dan ikut dibawa ke tempat pembuangan akhir.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 9


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

HCS ini merupakan sistem wadah angkut untuk daerah komersial.


Hauled Container System dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Konvensional: wadah sampah yang telah terisi penuh akan
diangkut ke tempat pembongkaran, kemudian setelah
dikosongkan wadah sampah tersebut dikembalikan ke tempatnya
semula.
b. Stationary Container System (SCS): wadah sampah yang telah
terisi penuh akan diangkut dan tempatnya akan langsung diganti
oleh wadah kosong yang telah dibawa.
2. Stationary Container System (SCS)
Sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya tidak
dibawa berpindah-pindah (tetap). Wadah pengumpulan ini dapat
berupa wadah yang dapat diangkat atau yang tidak dapat diangkat. SCS
merupakan sistem wadah tinggal ditujukan untuk melayani daerah
pemukiman.

Berdasarkan SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik


Sampah Perkotaan, terdapat tiga cara pola pengangkutan sampah dengan
sistem kontainer angkat (Hauled Container System). Berikut beberapa cara
pengangkutan sampah :
1. Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara I dapat
dilihat pada Gambar 2.1, dengan proses :

Gambar 2.1 Pola pengangkutan sampah dengan system container cara I


(Sumber: SNI 19-2454-2002)
Keterangan sistem ini :
a. 1, 2, 3, …, 10 adalah rute alat angkut

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 10


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

b. Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk


mengangkut sampah ke TPA
c. Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula
d. Menuju ke kontainer isi berikutnya untuk diangkut ke TPA
e. Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula
f. Demikian seterusnya sampai rit terakhir.

2. Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara II dapat


dilihat pada Gambar 2.2, dengan proses :

Gambar 1.
Gambar 2.2 Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Cara II
Sumber: SNI 19-2454-2002

Keterangan sistem ini :


a. Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk
mengangkat sampah ke TPA
b. Dari TPA kendaraan tersebut dengan kontainer kosong menuju
lokasi kedua untuk menurunkan kontainer kosong dan membawa
kontainer isi untuk diangkut ke TPA
c. Demikian seterusnya sampai pada rit terakhir
d. Pada rit terakhir dengan kontainer kosong, dari TPA menuju ke
lokasi container pertama, kemudian truk kembali ke pool tanpa
kontainer.

Sistem ini diberlakukan pada kondisi tertentu (misalnya: pengambilan


ada jam tertentu, atau mengurangi kemacetan lalu lintas).

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 11


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara III


dapat dilihat pada Gambar 3. Dengan proses :

Gambar 2. 3 Pola pengangkutan sampah dengan system pengosongan container cara II


Sumber: SNI 19-2454-2002

Gambar 2.3 pola pengangkutan sampah dengan system pengosongan


container cara II.

Keterangan sistem ini:


a. Kendaraan dari pool dengan membawa kontainer kosong menuju
ke lokasi kontainer isi untuk mengganti/ mengambil dan langsung
membawanya ke TPA
b. Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA menuju
ke kontainer isi berikutnya
c. Demikian seterusnya sampai dengan rit terakhir.

2.2.2 Peralatan atau Sarana Pengangkutan Sampah


Permen PU Nomor 3 Tahun 2013 menyatakan bahwa persyaratan
peralatan dan perlengkapan untuk sarana pengangkutan sampah adalah
sebagai berikut:
1. Sampah harus tertutup selama pengangkutan, agar sampah tidak
berceceran di jalan.
2. Tinggi bak maksimum 1,6 meter.
3. Sebaiknya ada alat pengungkit.
4. Tidak bocor, agar lindi tidak berceceran selama
pengangkutan.
5. Disesuaikan dengan kondisi jalan yang dilalui.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 12


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

6. Disesuaikan dengan kemampuan dana dan teknik pemeliharaan

Pemilihan jenis peralatan atau sarana yang digunakan dalam proses


pengangkutan sampah antara dengan mempertimbangkan beberapa faktor
sebagai berikut:
1. Umur teknis peralatan (5 – 7) tahun.
2. Kondisi jalan daerah operasi.
3. Jarak tempuh.
4. Karakteristik sampah.
5. Tingkat persyaratan sanitasi yang dibutuhkan.
6. Daya dukung pemeliharaan

2.2.3 Rute Pengangkutan Sampah


Rute pengangkutan dibuat agar pekerja dan peralatan dapat digunakan
secara efektif. Rute pengangkutan sampah dibuat berdasarkan volume potensi
sampah yang terkumpul pada TPS dengan menyeimbangkan kapasitas
kendaraan (Thanh et al., 2009). Pengoptimalan rute kendaraan dapat
mengurangi biaya pengelolaan sampah karena berkurangnya jarak tempuh
kendaraan dan penggunaan bahan bakar (Tavares et al., 2009; Das dan
Bhattacharyya, 2015). Pedoman yg dapat digunakan dalam membuat rute
sangat tergantung dari beberapa faktor yaitu (Tchobanoglous et al., 1993) :
1. Peraturan lalu lintas yang ada;
2. Pekerja, ukuran, dan tipe alat angkut;
3. Jika memungkinkan, rute dibuat mulai dan berakhir di dekat jalan
utama, gunakan topografi dan kondisi fisik daerah sebagai batas rute;
4. Pada daerah berbukit, usahakan rute dimulai dari atas dan berakhir di
bawah;
5. Rute dibuat agar kontainer/TPS terakhir yang akan diangkut yang
terdekat ke TPA;
6. Timbulan sampah pada daerah sibuk/lalu lintas padat diangkut sepagi
mungkin;

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 13


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

7. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah terbanyak, diangkut lebih


dahulu;
8. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah sedikit, diusahakan
terangkut dalam hari yang sama.

Berdasarkan Permen PU Nomor 3 Tahun 2013, pada langkah awal


pembuatan rute maka ada beberapa langkah yang harus diikuti agar rute yang
direncanakan menjadi lebih efisien, yaitu :
1. Penyiapan peta yang menunujukkan lokasi-lokasi dengan jumlah
timbulan sampah.
2. Analisis data kemudian diplot ke peta daerah pemukiman,
perdagangan, industri dan untuk masing-masing area, diplot lokasi,
frekuensi pengumpulan dan jumlah kontainer.
3. Layout rute awal.
4. Evaluasi layout rute awal dan membuat rute lebih seimbang dengan
cara dicoba berulang kali.

Setelah langkah awal ini dilakukan maka langkah selanjutnya adalah


pembuatan rute dan sangat dipengaruhi oleh sistem pengangkutan yang
digunakan yaitu sistem HCS. Untuk sistem HCS langkah yang dilakukan adalah
:
a. Langkah 1: Pada tabel buat kolom sebagai berikut: frekuensi
pengumpulan, jumlah lokasi pengumpulan/UPT, jumlah
kontainer dan kolom untuk setiap hari pengumpulan. Kemudian
tandai lokasi yang memerlukan pengambilan beberapa kali dalam
seminggu (Senin - Jumat atau Senin, Selasa, Jumat). Pengangkutan
dimulai dari frekuensi 5 x seminggu. Distribusikan jumlah
kontainer yang memerlukan pengangkutan 1 x seminggu,
sehingga jumlah kontainer yang harus diangkut seimbang setiap
hari.
b. Langkah 2: Mulai dari Garasi, rute harus mengangkut semua
kontainer yang harus dilayani. Langkah selanjutnya, modifikasi

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 14


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

rute untuk mengangkut kontainer tambahan. Rute dimulai dari


UPT terdekat dan berakhir pada TPS terdekat dengan garasi.
c. Langkah 3: Setelah rute awal digunakan, hitung jarak rata- rata
antar kontainer. Jika rute tidak balance (>15%), rute harus
dirancang kembali. Beban kerja pekerja harus seimbang.

2.2.4 Operasional Pengangkutan Sampah


Indikator efisiensi dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk
pengangkutan sampah sedangkan indikator efektivitas diukur berdasarkan
populasi dan daerah yang dilayani (Jacobsen et al., 2013). Waktu
pengangkutan, rute, desain dan kapasitas kendaraan dan jenis sampah
memiliki pengaruh yang signifikan pada efisiensi sistem pengelolaan sampah
(Alagoz dan Kocasoy, 2008). Untuk mendapatkan sistem pengangkutan yang
efisien dan efektif maka operasional pengangkutan sampah sebaiknya
mengikuti prosedur sebagai berikut:
1. Menggunakan rute pengangkutan yang sependek mungkin dan dengan
hambatan yang sekecil mungkin.
2. Menggunakan kendaraan angkut dengan kapasitas/daya angkut yang
semaksimal mungkin.
3. Menggunakan kendaraan angkut yang hemat bahan bakar.
4. Dapat memanfaatkan waktu kerja semaksimal mungkin dengan
meningkatkan jumlah beban kerja semaksimal mungkin dengan
meningkatkan jumlah beban kerja/ritasi pengangkutan.

2.2.5 Aspek Pembiayaan Pengangkutan Sampah


Biaya utama dan beban lingkungan dari pengelolaan sampah langsung
muncul dari pengangkutan (Poldnurk, 2015). Masalah yang kompleks dalam
pengangkutan sampah adalah masalah optimasi untuk memperoleh biaya
yang lebih efektif (Das dan Bhattacharyya, 2015). Jumlah dan frekuensi
pengangkutan secara signifikan mempengaruhi tingkat biaya pengelolaan
sampah (Greco et al., 2015). Faktor yang mempengaruhi biaya pengangkutan
sampah berdasarkan jenis, ukuran dan efisiensi penggunaan kendaraan. Jenis

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 15


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

kendaraan penting terutama dalam hal konsumsi bahan bakar, ketersediaan


suku cadang dan biaya perawatan (Lohri et al., 2014). .Biaya pemindahan dan
pengangkutan sampah terdiri atas :
1. Biaya investasi : sarana yang dibutuhkan untuk pengangkutan seperti
truk sampah yang digunakan.
2. Biaya operasional : operasi dan pemeliharaan pengangkutan sampah.

Langkah perhitungan biaya pengangkutan adalah:


1. Tentukan terlebih dahulu berdasarkan harga HSPK setempat
2. Hitung kebutuhan alat angkut dan sarana lain penunjang
3. Hitung operasi dan pemeliharaan juga gaji tenaga kerja

2.3 Perencanaan dan Perhitungan Pengangkutan Sampah


Pada manajemen pengangkutan sampah, terdapat beberapa istilah
penting dan persamaan yang digunakan untuk menghitung pengangkutan
dengan sistem HCS, yaitu (Tchobanoglous et al., 1993) :
1. Pickup (PHCS): waktu yg diperlukan untuk menuju lokasi kontainer
berikutnya setelah meletakkan kontainer kosong di lokasi sebelumnya,
waktu untuk mengambil kontainer penuh dan waktu untuk
mengembalikan kontainer kosong (Rit).
2. Haul (h) : waktu yg diperlukan menuju lokasi yg akan diangkut
kontainernya
3. At-site (s) : waktu yg digunakan untuk menunggu di lokasi.
4. Off-route (W) : non produktif pada seluruh kegiatan operasional :
waktu untuk cheking pagi dan sore, hal tak terduga, perbaikan dan lain-
lain.

a. Menghitung PHCS
PHCS = Pc + Uc +dbc…………………………………………………………2.1
Dimana :
Pc = Meengambil kontainer penuh, j/trip
Uc = waktu utk meletakkan kontainer kosong, j/trip

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 16


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

dbc = waktu antara lokasi, jam/trip

b. Menghitung waktu per trip


THCS = PHCS+h+s ……………………………………………………………2.2
Dimana :
h = waktu yg diperlukan menuju lokasi yg akan diangkut
kontainernya
s = waktu yg digunakan untuk menunggu di lokasi
PHCS = pick up time

c. Menghitung jumlah trip per hari :


Nd = [H(1-W) – (t1+t2)] / THCS………………………………….2.3
Dimana :
Nd = jumlah trip, trip/hari
H = waktu kerja perhari, jam
t1 = dari garasi ke lokasi pertama t2
t2 = dari lokasi terakhir ke garasi
W = faktor off route (nonproduktif pada seluruh kegiatan
operasional).

2.4 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah


Optimasi pengangkutan sampah sudah dilakukan di berbagai wilayah
dunia, dengan berbagai tujuan dan metode. Tujuan optimasi pengangkutan
sampah adalah untuk mengurangi biaya operasional, mengefisiensikan waktu
dan jarak pengangkutan (Bing et al., 2014). Optimasi pengangkutan sampah
biasa dilakukan dengan pendekatan variable rute, kebutuhan bahan bakar dan
jumlah pekerja, penjadwalan pengangkutan dan jumlah kendaraan yang
digunakan. Hasil optimasi pengangkutan pada penelitian terdahulu dapat
dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah (Bing et al., 2014)

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 17


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Sumber: Bing et al., 2014

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 18


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 3 GAMBARAN UMUM

3.1 Gambaran Umum


Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 2.664 km². Secara geografis
terletak di antara 6’18'0"–6’47'10" Lintang Selatan dan 106’23'45"–
107’13'30" Bujur Timur, dengan tipe morfologi wilayah yang bervariasi,
dari dataran yang relative rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di
bagian selatan, dataran rendah sekitar 29,28% berada pada ketinggian 15 –
100 meter di atas permukaan laut (dpl), merupakan kategori ekologi hilir.
Dataran bergelombang sekitar 43,62% berada pada ketinggian 100 – 500
meter dpl, merupakan kategori ekologi tengah.
Sekitar 19,53% daerah pegunungan berada pada ketinggian 500 -
1.000 meter dpl, merupakan kategori ekologi hulu. Daerah penggunungan
tinggi sekitar 8,43% berada pada ketinggian 1.000 – 2.000 meter dpl,
merupakan kategori ekologi hulu dan 0,22% berada pada ketinggian 2.000 –
2.500 meter dpl, merupakan kategori hulu.
Batas-batas wilayah Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Kota
Tangerang Selatan, Kota Depok, Kabupaten/Kota Bekasi
2. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak
3. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten
Cianjur dan Kabupaten Purwakarta
4. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan
Kabupaten Cianjur
5. Bagian Tengah berbatasan dengan Kota Bogor.

Selain itu, kondisi morfologi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa


dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan dengan batuan penyusunnya
didominasi oleh hasil letusan gunung, yang terdiri dari andesit, tufa dan basalt.
Gabungan batu tersebut termasuk dalam sifat jenis batuan relatif lulus air
dimana kemampuannya meresapkan air hujan tergolong besar. Jenis

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 19


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

pelapukan batuan ini relative rawan terhadap gerakan tanah bila


mendapatkan siraman curah hujan yang tinggi. Selanjutnya, jenis tanah
penutup didominasi oleh material vulkanik lepas agak peka dan sangat peka
terhadap erosi, antara lain Latosol, Aluvial, Regosol, Podsolik dan Andosol.
Oleh karena itu, beberapa wilayah rawan terhadap tanah longsor. Secara
klimatalogi, wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat basah di
bagian Selatan dan iklim tropis basah di bagian Utara, dengan rata -rata curah
tahunan 2.500 – 5.00 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara dan sebagian
kecil wilayah timur curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun. Suhu rata-rata
di wilayah Kabupaten Bogor adalah 20º - 30ºC, dengan suhu rata-rata tahunan
sebesar 25º. Kelembaban udara 70% dan kecepatan angin cukup rendah,
dengan rata -rata 1,2 m/detik dengan evaporasi di daerah terbuka rata-rata
sebesar 146,2 mm/bulan.

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kabupaten Bogor

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 20


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

3.2 Jumlah dan Persebaran Penduduk


Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor tahun 2018 dibandingkan
tahun 2017 sebesar 2,20 persen. Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas
akan membawa ke arah kemajuan pembangunan, sebaliknya penduduk yang
tidak berkualitas akan menjadi beban dalam pembangunan.
Populasi Penduduk Kota Depok berdasarkan Sensus Penduduk tahun
2021 sebanyak 2.085.935 jiwa, yaitu penduduk laki-laki sebanyak 1.052.652
jiwa dan perempuan 1.033.283 jiwa dengan besarnya angka rasio jenis
kelamin sebesar 102 dan laju pertumbuhan rata-rata 6% pertahun. Kepadatan
Penduduk di 11 kecamatan bervariasi, dengan kepadatan tertinggi terletak di
kecamatan Cipayung yaitu sebesar 15.371 jiwa/km2 dan terendah di
Kecamatan Sawangan sebesar 7.060 jiwa/km2.
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin, Pertumbuhan Penduduk
2018.
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Laki-laki dan Pertumbuha
Wilayah Laki-laki Perempuan
Perempuan n Penduduk
Kecamatan
2.018 2.018 2.018
Nanggung 45.080 42.220 87.300 0,09
Leuwiliang 63.508 59.635 123.143 0,65
Leuwisadeng 38.965 35.953 74.918 0,31
Pamijahan 73.047 69.422 142.469 0,38
Cibungbulang 69.156 65.365 134.521 0,51
Ciampea 83.031 78.716 161.747 0,79
Tenjolaya 30.328 29.089 59.417 0,59
Dramaga 56.546 55.628 112.174 0,95
Ciomas 94.305 90.642 184.947 2,28
Tamansari 54.876 51.520 106.396 1,41
Cijeruk 46.481 42.515 88.996 1,14
Cigombong 53.868 51.714 105.582 1,82
Caringin 64.989 61.866 126.855 0,91
Ciawi 61.453 57.629 119.082 1,41
Cisarua 65.061 60.777 125.838 0,98
Megamendung 56.724 52.072 108.796 1,05
Sukaraja 107.104 102.562 209.666 1,98
Babakan
65.576 61.959 127.535 2,26
Madang

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 21


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Sukamakmur 41.177 38.744 79.921 0,47


Cariu 22.905 22.781 45.686 -0,51
Tanjungsari 26.298 25.581 51.879 0,07
Jonggol 74.593 72.365 146.958 1,85
Cileungsi 183.421 179.490 362.911 4,46
Kelapa Nunggal 64.039 60.829 124.868 3,01
Gunung Putri 235.316 241.096 476.412 5,01
Citeureup 120.013 115.503 235.516 1,74
Cibinong 223.770 217.627 441.397 3,37
Bojong Gede 179.357 172.655 352.012 4,60
Tajur Halang 64.750 62.121 126.871 2,92
Kemang 58.319 55.714 114.033 2,22
Ranca Bungur 28.187 26.452 54.639 0,70
Parung 75.871 71.560 147.431 2,97
Ciseeng 59.944 56.181 116.125 1,69
Gunung Sindur 69.515 66.356 135.871 3,06
Rumpin 73.440 68.070 141.510 0,74
Cigudeg 66.106 60.588 126.694 0,57
Sukajaya 30.065 27.816 57.881 0,10
Jasinga 49.847 46.852 96.699 0,09
Tenjo 37.170 35.037 72.207 0,71
Parung
69.077 64.927 134.004 2,06
Panjang
Kabupaten
2.983.278 2.857.629 5.840.907 2,20
Bogor
Sumber: Indikator Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2018

Tabel 3.1 menunjukkan bahwa di Kecamatan Gunung Putri memiliki


jumlah penduduk terbesar yaitu 476.412 jiwa dengan pertumbuhan sebesar
5,01% dari total penduduk Kabupaten Bogor. Kecamatan Cibinong menempati
urutan kedua dengan jumlah penduduk 441.397 jiwa dengan pertumbuhan
penduduk sebesar 3,37%. Jumlah penduduk terendah berada di Kecamatan
Cariu dengan jumlah penduduk 45.686 jiwa dengan pertumbuhan penduduk
sebesar 0,51% dari total penduduk Kabupaten Bogor. Kecamatan Tanjungsari
menempati urutan terendah kedua dengan jumlah penduduk 51.879 jiwa
dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,07%.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 22


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

3.3 Pertumbuhan Penduduk


Perubahan jumlah penduduk antar tahun menggambarkan angka
pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor tahun
2018 dibandingkan tahun 2017 sebesar 2,20 persen (Gambar 3.1).

Gambar 3.2 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bogor, 2017-2018 (Indikator Ekonomi


Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017)

Kecamatan Cibinong, sebagai ibukota Kabupaten Bogor, pertumbuhan


penduduk mencapai 3,37 persen. Pertumbuhan penduduk terbesar terdapat
di Kecamatan Gunung Putri, Bojonggede dan Cileungsi masing-masing sebesar
5,01 persen, 4,60 persen dan 4,46 persen. Keempat kecamatan tersebut
memiliki pertumbuhan penduduk lebih tinggi dibanding pertumbuhan
penduduk rata-rata Kabupaten Bogor (2,20%).
Secara keseluruhan ada 11 kecamatan dengan pertumbuhan penduduk
di atas pertumbuhan rata-rata kabupaten Bogor (2,28%) diantaranya
Kecamatan Gunung Putri (5,01%), Bojonggede (4,60%), Cileungsi (4,46%),
Cibinong (3,37%), Gunung Sindur (3,06%), Klapanunggal (3,01%), Parung
(2,97%), Tajur Halang (2,92%), Ciomas (2,28%), Babakan Madang (2,26%)
dan Kemang (2,22%). Dari gambar di atas juga memperlihatkan bahwa
Kecamatan Sukajaya, Jasinga, Nanggung, dan Tanjungsari memiliki

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 23


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

pertumbuhan yang relatif kecil, justru Kecamatan Cariu memperlihatkan


pertumbuhan negatif.

3.4 Sex Ratio (Rasio Jenis Kelamin)


Indikator Demografi selain jumlah dan pertumbuhan penduduk, hal
yang perlu diketahui adalah komposisi penduduk menurut jenis kelamin.
Kejadian demografis maupun karakteristiknya berbeda menurut umur dan
jenis kelamin baik untuk kelahiran, kematian maupun perpindahan penduduk.
Sex ratio Kabupaten Bogor pada tahun 2017 sebesar 104, artinya setiap 100
orang perempuan terdapat 104 orang laki-laki. Sebagian besar kecamatan di
Kabupaten Bogor memiliki sex ratio di atas 100, yang berarti berlaku umum
bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumlah penduduk
perempuan di daerah tersebut. Namun ada satu kecamatan yang nilai sex
ratio-nya kurang dari 100 yaitu sebesar 97,66 terjadi di Kecamatan Gunung
Putri (Gambar 3.3).

Gambar 3.3 Sex ratio Kabupaten Bogor Menurut Kecamatan Tahun 2017 (Indikator Ekonomi
Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017)

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 24


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Kerangka Pikir


Pola pikir pendekatan kajian ini dapat digambarkan sebagaimana
Gambar 1. Input dari kajian adalah jumlah kendaraan operasional di setiap
UPT pengelolaan sampah, dengan subyek dari penelitian adalah penggunan
kendaraan operasional tersebut. Obyek penelitian adalah UPT pengelolaan
sampah, TPAS Galuga (Tempat Pembuangan Akhir Sampah), prasarana dan
sarana serta metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dan evaluasi.
Adapun environmental input dari kajian ini adalah jumlah anggaran yang
digunakan untuk kendaraan operasional dan sebagai instrumental input
adalah peraturan perundang-undangan terkait. Sehingga akan diperoleh
output berupa konsep konsumsi penggunaan BBM dan sebagai outcome
adalah efisiensi penggunaan BBM pada kendaraan operasional pengelolaan
sampah.

4.2 Pengumpulan Data Sekunder


Data sekunder yang digunakan dalam kajian ini antara lain data
penggunaan BBM kendaraan oprasional di setiap UPT. Dan dalam analisis
lanjutan akan diperlukan data penggunaan BBM yang khususnya untuk
kendaraan operasional. Selain itu juga diperlukan data jumlah kendaraan roda
empat, roda tiga dan lainnya yang ada di DLH Kabupaten Bogor yang
digunakan sebagai acuan dalam pengambilan sampel untuk melakukan survei.
Jumlah kendaraan roda empat, roda tiga dan lainnya tersebut akan dibedakan
menjadi kendaraan berkapasitas isi silinder kecil dan kendaraaan yang
berkapasitas silinder besar. Berdasarkan sumber data dari Dinas Lingkungan
Hidup (DLH) Kabupaten Bogor terdapat sebanyak 300 unit kendaraan
operasional di dalam kegiatan pengelolaan sampah, yang terdapat pada Tabel
berikut :

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 25


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Tabel 4.1 Jumlah kendaraan operasional pengelolaan sampah

No. Jenis Kendaraan Operasional Jumlah (Unit)


1 Dump Truck 193
2 Dump Truck Tronton (Jawa Barat) 2
3 Compactor Besar (Kapasitas 12 m3) 14
4 Compactor Sedang (Kapasitas 6 m3) 7
5 Feeder 23
6 Armroll 12
7 Sweeper Dulevo 2
8 Sweeper Hino 7
9 Pick Up 13
10 Motor Roda Tiga 27
Total Kendaran Operasional (Unit) 300

Semua data sekunder tersebut akan diperlukan dalam mendukung


tahapan analisis pada data primer.

4.3 Penentuan Variabel dan Pengembangan Kuesioner


Penentuan variabel yang digunakan dalam kajian ini berdasarkan
jumlah data kendaraan operasional yang bersumber dari Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Bogor diantaranya yaitu :
1. Jenis kendaraan,
2. Jenis bahan bakar yang digunakan (Pertalite, Pertamax, Biosolar atau
Pertamina DEX),
3. Tahun produksi kendaraan,
4. Kapasitas isi silinder setiap kendaraaan,
5. Frekuensi perjalanan harian rata – rata,
6. Jarak tempuh setiap kendaraan,
7. Tingkat konsumsi BBM, rata – rata harian.

Berdasarkan variabel-variabel tersebut diharapkan dapat dihitung


jumlah konsumsi BBM per liter terhadap jarak tempuh dari setiap UPT

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 26


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Pengelolaan sampah ke TPAS Galuga (Tempat Pembuangan Akhir Sampah)


yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang dan pengaruh dari umur
kendaraan terhadap jumlah BBM yang dikonsumsi. Selain itu diharapkan
dapat diketahui apakah terdapat perbedaan antara kendaraan dengan
kapasitas isi silinder kecil dan kendaraaan dengan isi silinder yang besar yang
di dalam mengkonsumsi BBM.

4.4 Faktor-faktor Konsumsi Energi


Konsumsi energi kendaraan di jalan raya akan sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor utama yaitu karakteristik kendaraan, karakteristik jalan dan
aspek penggunaan kendaraan. Sedangkan faktor yang menentukan konsumsi
energi untuk kendaraan operasional adalah karakteristik kendaraan,
karakteristik right of way (R/W), dan aspek operasional.
1. Teknologi: type of propulsion, control dll
2. Design future: berat kendaraan, seating/standing ratio, dan various
amenities (AC)
3. Vehicles capacity and its utilization
4. Dynamic performance of vehicle, including acceleration rate, maximum
speed and method of braking
5. Type of motor control (resistor, chooper) and transmission (gears)

Sistem operasi kendaraan operasional meliputi:


1. Scheduling
2. Kondisi lalu lintas
3. Station spacing and stopping policy
4. Local, accelerated, express service
5. Operating regime

Sementara itu, secara sederhana dapat dikatakan bahwa semakin besar


cc kendaraan dan kapasitas tangki atau isi silinder maka konsumsi terhadap
energi akan semakin besar per satuan jarak tempuh. Sebagai contoh sepeda
motor 100 cc mampu mengkonsumsi energi 1:40 (satu liter BBM untuk jarak

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 27


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

tempuh rata-rata 40 km), sementara itu mobil 1000cc mengkonsumsi BBM


1:12 dan mobil 2000 cc mengkonsumsi 1:7. Serta kondisi lalu lintas akan
sangat berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan.

Faktor lain yang memengaruhi konsumsi BBM oleh kendaraan baik


roda dua maupun roda empat adalah kelengkapan kendaraan yang tersedia.
Mobil dengan AC tentu berbeda konsumsi BBM nya dengan mobil tanpa
menggunakan AC. Namun perilaku pengemudi juga sangat berpengaruh dalam
mengkonsumsi BBM. Berbagai faktor penentu dalam konsumsi BBM dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor eksternal (kondisi
lalu lintas, infrastruktur dll) dan faktor internal (karakteristik kendaraan).

4.5 Pengumpulan Data Primer Dengan Metode Survei


Tahapan pengumpulan data primer dilakukan dengan metode survey
pada setiap wilayah UPT Pengelolaan sampah yang dilakukan di setiap UPT
tersebut. Metode survei yang digunakan adalah melakukan wawancara
dengan responden wilayah UPT dan pengendara kendaraan Operasional.

4.6 Analisis Data


Data dianalisis dengan menggunakan hitungan yang didasarkan pada
jarak tempuh kendaraan setiap UPT – Pelayanan, Pelayanan ke TPAS dan rute
kembali dari TPAS Galuga ke wilayah UPT masing – masing kendaraan, rata-
rata jumlah konsumsi BBM berdasarkan jenis kendaraan, kapasitas mesin dan
usia kendaraan. Selain itu juga dilakukan analisis dari pergerakan kendaraan
yang biasa disebut dengan asal tujuan. Sehingga akan dapat diketahui berapa
besar jumlah bangkitan dan tarikan dari masing-masing lokasi yang disurvey
yang meliputi wilayah Kabupaten Bogor.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 28


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR PUSTAKA

Anggryawan, F., Mudjanarko, S. W., Wahyuni, A., & Wasono, S. B. (2020).


Analisis Kinerja Truk Pengangkut Sampah Kota Di Kecamatan
Benowo. ASTONJADRO: CEAESJ, 9(1), 38-45.

Apriyanti, D., Kresnawati, D. K., & Diniyah, W. F. (2019, February).


Pemanfaatan sistem informasi geografis untuk analisis rute truk
pengangkutan sampah di kota bogor. In Seminar Nasional
Geomatika (Vol. 3, pp. 357-366).

Aries Dwi H, R. Dhimas D. 2010. Pengolahan Sampah Kota Terseleksi Menjadi


Refused Derived Fuel Sebagai Bahan Bakar Padat Alternatif. Jurnal
Teknik Industri, Vol. 11, No. 2: 127–133.

Burhamtoro, B. (2016). Biaya Angkut Stationary Container System (SCS) pada


Pengangkutan Sampah. SENTIA 2016, 8(2).

Giarto, R. B., Purwantoro, A., & Nuswantoro, W. Pembuatan Program Aplikasi


Simulasi Kinerja Backhoe-Dump Truck Pada Pemindahan Tanah
Mekanis.

Idrus, Y., & Gazali, Z. (2019). Analisis Biaya Pengangkutan Sampah di


Kecamatan Mariso dan Panakkukang. Jurnal Teknik Sipil MACCA, 4(1),
22-27.

Pangesty, S., Budiharjo, A., & Rusmandani, P. (2021). Pengaruh Kecepatan


Kendaraan Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Minyak di Jalan Tol.
SIKLUs: Jurnal Teknik Sipil, 7(1), 1-8.

Standart Nasional Indonesia Nomor SNI-19-2454- \2002 tentang Tata Cara


Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, Badan Standar
Nasional (BSN).

Yunus, M. Y. (2022). Implementasi Sistem Pengelolaan Persampahan Berbasis


Sistem Informasi Geografis (SIG) Studi Kasus Kecamatan Watang
Sawitto Kabupaten Pinrang (Doctoral Dissertation, UNIVERSITAS
BOSOWA).

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 29


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

LAMPIRAN

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 30


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ 1


DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................... 4
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................................ 5
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 5
1.2 Maksud dan Tujuan ..................................................................................................... 6
1.3 Sasaran .............................................................................................................................. 6
1.4 Ruang Lingkup ............................................................................................................... 7
1.5 Lokasi Kegiatan ............................................................................................................. 7
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS ....................................................................................................... 8
2.1 Permasalahan Sampah .............................................................................................. 8
2.2 Pengangkutan Sampah .............................................................................................. 9
2.2.1 Pola Pengangkutan Sampah............................................................................... 9
2.2.2 Peralatan atau Sarana Pengangkutan Sampah ...................................... 12
2.2.3 Rute Pengangkutan Sampah ....................................................................... 13
2.2.4 Operasional Pengangkutan Sampah ....................................................... 15
2.2.5 Aspek Pembiayaan Pengangkutan Sampah......................................... 15
2.3 Perencanaan dan Perhitungan Pengangkutan Sampah .......................... 16
2.4 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah ........................................................... 17
BAB 3 GAMBARAN UMUM ...................................................................................................... 19
3.1 Gambaran Umum ...................................................................................................... 19
3.2 Jumlah dan Persebaran Penduduk ................................................................... 21
3.3 Pertumbuhan Penduduk........................................................................................ 23
3.4 Sex Ratio (Rasio Jenis Kelamin) ......................................................................... 24
BAB 4 METODE PENELITIAN ................................................................................................ 25
4.1 Kerangka Pikir ............................................................................................................ 25
4.2 Pengumpulan Data Sekunder .............................................................................. 25
4.3 Penentuan Variabel dan Pengembangan Kuesioner ................................ 26
4.4 Faktor-faktor Konsumsi Energi .......................................................................... 27
4.5 Pengumpulan Data Primer Dengan Metode Survei .................................. 28
4.6 Analisis Data ................................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 29

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 1


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

LAMPIRAN ...................................................................................................................................... 30

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 2


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pola pengangkutan sampah dengan system container cara I ..... 10
Gambar 2.2 Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Cara II
.......................................................................................................................... 11
Gambar 2. 3 Pola pengangkutan sampah dengan system pengosongan
container cara II ............................................................................................... 12
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kabupaten Bogor ................................................... 20
Gambar 3.2 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bogor, 2017-2018 (Indikator
Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017) ........................................... 23
Gambar 3.3 Sex ratio Kabupaten Bogor Menurut Kecamatan Tahun 2017
(Indikator Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017) ......................... 24

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 3


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah (Bing et all.,2014). ..............218


Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin, Pertumbuhan
Penduduk 2018………………………………………………………………………………...21
Tabel 4.1 Jumlah kendaraan operasional pengelolaan sampah ........................... 26

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 4


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam sistem penyelenggaraan peningkatan sarana dan prasarana
kantor pemerintah daerah, pemeliharaan kendaraan dinas operasional
sangatlah penting dan dibutuhkan dalam mendukung kelancaran
penyelenggaraan tugas-tugas operasional kedinasan dalam lingkup pelayanan
masyarakat.
Dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup memiliki tupoksi diantaranya
memberikan pelayanan dalam bentuk pengangkutan sampah. Untuk
menunjang pelayanan pengangkutan sampah yang merata di seluruh wilayah
Kabupaten Bogor, Dinas Lingkungan Hidup membentuk Unit Pelaksana Teknis
(UPT) yang disebar di 7 wilayah kerja, yaitu :
1. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah I, meliputi : Kecamatan Cibinong,
Kecamatan Bojonggede, Kecamatan Gunung Putri, Kecamatan
Babakanmadang, Kecamatan Citeureup, Kecamatan Tajurhalang,
Kecamatan Sukaraja.
2. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah II, meliputi : Kecamatan Jonggol,
Kecamatan Cariu, Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Sukamakmur,
Kecamatan tanjungsari, Kecamatan Klapanunggal.
3. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah III, meliputi : Kecamatan Ciawi,
Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung, Kecamatan Caringin,
Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Cigombong.
4. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah IV, meliputi : Kecamatan Ciampea,
Kecamatan Ciomas, Kecamatan Dramaga, Kecamatan Tamansari,
Kecamatan Tenjolaya.
5. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah V, meliputi : Kecamatan Parung,
Kecamatan Kemang, Kecamatan Rancabungur, Kecamatan Ciseeng,
Kecamatan Gunung Sindur.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 5


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

6. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah VI, meliputi : Kecamatan


Leuwiliang, Kecamatan Leuwisadeng, Kecamatan Cibungbulang,
Kecamatan Pamijahan, Kecamatan Nanggung.
7. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah VII, meliputi : Kecamatan Jasinga,
Kecamatan Tenjo, Kecamatan Parung Panjang, Kecamatan Kecamatan
Rumpin, Kecamatan Sukajaya, Kecamatan Cigudeg.

Jika melihat dari jarak pelayanan pengangkutan sampah ke Tempat


Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Galuga yang berlokasi di Kecamatan
Cibungbulang, maka jarak masing-masing wilayah kerja bervariasi.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari pelaksanaan Belanja Jasa Konsultan Kajian Kebutuhan
Bahan Bakar adalah agar adanya dasar hitung penggunaan bahan bakar sesuai
dengan kebutuhan di lapangan.
Tujuan dilaksanakannya pekerjaan ini adalah tersedianya data
perhitungan kebutuhan penggunaan bahan bakar berdasarkan :
1. Jarak tempuh wilayah pelayanan ke TPAS Galuga
2. Jenis dan Usia Kendaraan

1.3 Sasaran
Sasaran penyusunan Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor ini mengacu kepada kondisi terkini
dilihat dari berbagai faktor yang memengaruhi jumlah penggunaan bahan
bakar minyak, yaitu berupa data primer dan sekunder, dimana data primer
didapat dari interview atau survey langsung di lapangan, data eksisting
penggunaan bahan bakar minyak di Dinas Lingkungan Hidup dan di setiap UPT
wilayah. Sedangkan data sekunder didapat dari literatur atau sumber terkait,
yang akan menjadi dasar pengolahan analisis serta pengkajian jumlah
penggunaan bahan bakar minyak kendaraan operasional angkut sampah.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 6


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

1.4 Ruang Lingkup


Lingkup pekerjaan meliputi :
1. Pengumpulan data primer dengan melakukan survei lapangan melalui
wawancara (in-depth intewiew) dan kuesioner kepada para pemangku
kepentingan.
2. Pengumpulan data sekunder dan literatur terkait.
3. Melakukan analisis data dan pengkajian.
4. Melakukan diskusi mendalam (FGD) yang melibatkan pihak-pihak yang
terlibat baik pihak eksekutif, legislatif maupun stakeholder terkait,
5. Penyusunan laporan.

Keluaran dari kegiatan ini adalah :


1. Laporan Pendahuluan
2. Laporan berisi tentang latar belakang kegiatan, ruang lingkup,
pendekatan dan metodologi dan strategi penyusunan dokumen kajian,
serta organisasi pelaksana, jadwal kegiatan Penyedia Jasa.
3. Laporan Akhir
4. Laporan berisi tentang hasil Summary Data dan Analisa Mendetail,
Kesimpulan dan Rekomendasi termasuk strategi konsep rancangan
dan semua hasil akhir sebagaimana lingkup kajian yang dilakukan.
5. Ringkasan Eksekutif
6. Ringkasan eksekutif ini berisikan tentang ringkasan informasi penting
tentang rencana kajian yang dilakukan.

1.5 Lokasi Kegiatan


Pelaksanaan Penyusunan Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor dilakukan di UPT Wilayah I sampai VII,
TPAS Galuga, dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 7


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

2.1 Permasalahan Sampah


Pengelolaan sampah memiliki tujuan yang sangat mendasar, yaitu
meningkatkan kesehatan lingkungan dan masyarakat, melindungi sumber
daya alam khususnya air, melindungi fasilitas sosial ekonomi, dan menunjang
pembangunan sektor strategis (Damanhuri, 2010). Kegiatan pengelolaan
sampah dapat membantu melestarikan sumber daya dan melindungi
lingkungan (Sandulescu, 2004). Strategi pengelolaan sampah yang tepat dapat
mengurangi beban terhadap lingkungan (Jurczak, 2003). Namun, pengelolaan
sampah merupakan hal yang diabaikan di negara-negara berpenghasilan
rendah (Murtaza, 2000).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008,
pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang terdiri dari pengurangan
sampah dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi pembatasan
timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan kembali
sampah. Sedangkan, kegiatan penanganan sampah meliputi
pewadahan/pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah.
Kegiatan penanganan sampah tersebut merupakan teknik operasional
pengelolaan sampah yang bersifat terpadu dan berkesinambungan.
1. Pewadahan/pemilahan yang dilakukan berupa pembagian klasifikasi
dan pemisahan sampah berdasarkan jenis, jumlah, dan/atau sifat
sampah.
2. Pengumpulan merupakan pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah menuju Tempat Penampungan Sementara (TPS) atau
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI) 19-2454-2002, pengumpulan memiliki 2
(dua) pola, yakni pola individual dan pola komunal.
3. Pengangkutan dilakukan dalam bentuk membawa sampah dari sumber
dan/atau dari TPS atau TPST menuju Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 8


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

4. Pengolahan merupakan kegiatan mengubah karakteristik, komposisi,


dan jumlah sampah.
5. Pemrosesan akhir merupakan bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sampah yang telah dilakukan sebelumnya ke
media lingkungan secara aman.

Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan mencemari lingkungan


dan menjadikan sumber penyakit yang pada akhirnya akan menghambat laju
gerak ekonomi masyarakat (Marleni, 2012). Aspek-aspek teknik operasional
dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu upaya yang dilakukan
dalam mengontrol pertumbuhan sampah, namun pelaksanaannya harus
disesuaikan dengan pertimbangan kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi,
estetika, dan lingkungan (Tchobanoglous et al., 1993).

2.2 Pengangkutan Sampah


Pengangkutan sampah merupakan salah satu sub system persampahan
yang bertujuan untuk membawa sampah dari lokasi pemindahan atau dari
sumber sampah secara langsung menuju TPA. Menurut Maryono (2007),
pengangkutan sampah dipengaruhi oleh aksesbilitas (waktu tempuh), pola
pengangkutan, moda pengangkutan, frekuensi pengangkutan, dan tingkat
pelayanan pengangkutan.

2.2.1 Pola Pengangkutan Sampah


Perencanaan pengelolaan sampah membutuhkan penilaian dari
interaksi kompleks antara pola pengangkutan sampah dan perkembangan
perkotaan (Siddiqui et al., 2013). Aktivitas manusia sehari-hari
mengakibatkan besarnya timbulan sampah, terutama di daerah perkotaan
(Tavares et al., 2009). Berdasarkan Permen PU Nomor 3 Tahun 2013,
pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu :
1. Hauled Container System (HCS)
Adalah sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya
dapat dipindah-pindah dan ikut dibawa ke tempat pembuangan akhir.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 9


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

HCS ini merupakan sistem wadah angkut untuk daerah komersial.


Hauled Container System dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Konvensional: wadah sampah yang telah terisi penuh akan
diangkut ke tempat pembongkaran, kemudian setelah
dikosongkan wadah sampah tersebut dikembalikan ke tempatnya
semula.
b. Stationary Container System (SCS): wadah sampah yang telah
terisi penuh akan diangkut dan tempatnya akan langsung diganti
oleh wadah kosong yang telah dibawa.
2. Stationary Container System (SCS)
Sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya tidak
dibawa berpindah-pindah (tetap). Wadah pengumpulan ini dapat
berupa wadah yang dapat diangkat atau yang tidak dapat diangkat. SCS
merupakan sistem wadah tinggal ditujukan untuk melayani daerah
pemukiman.

Berdasarkan SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik


Sampah Perkotaan, terdapat tiga cara pola pengangkutan sampah dengan
sistem kontainer angkat (Hauled Container System). Berikut beberapa cara
pengangkutan sampah :
1. Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara I dapat
dilihat pada Gambar 2.1, dengan proses :

Gambar 2.1 Pola pengangkutan sampah dengan system container cara I


(Sumber: SNI 19-2454-2002)
Keterangan sistem ini :
a. 1, 2, 3, …, 10 adalah rute alat angkut

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 10


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

b. Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk


mengangkut sampah ke TPA
c. Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula
d. Menuju ke kontainer isi berikutnya untuk diangkut ke TPA
e. Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula
f. Demikian seterusnya sampai rit terakhir.

2. Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara II dapat


dilihat pada Gambar 2.2, dengan proses :

Gambar 1.
Gambar 2.2 Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Cara II
Sumber: SNI 19-2454-2002

Keterangan sistem ini :


a. Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk
mengangkat sampah ke TPA
b. Dari TPA kendaraan tersebut dengan kontainer kosong menuju
lokasi kedua untuk menurunkan kontainer kosong dan membawa
kontainer isi untuk diangkut ke TPA
c. Demikian seterusnya sampai pada rit terakhir
d. Pada rit terakhir dengan kontainer kosong, dari TPA menuju ke
lokasi container pertama, kemudian truk kembali ke pool tanpa
kontainer.

Sistem ini diberlakukan pada kondisi tertentu (misalnya: pengambilan


ada jam tertentu, atau mengurangi kemacetan lalu lintas).

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 11


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara III


dapat dilihat pada Gambar 3. Dengan proses :

Gambar 2. 3 Pola pengangkutan sampah dengan system pengosongan container cara II


Sumber: SNI 19-2454-2002

Gambar 2.3 pola pengangkutan sampah dengan system pengosongan


container cara II.

Keterangan sistem ini:


a. Kendaraan dari pool dengan membawa kontainer kosong menuju
ke lokasi kontainer isi untuk mengganti/ mengambil dan langsung
membawanya ke TPA
b. Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA menuju
ke kontainer isi berikutnya
c. Demikian seterusnya sampai dengan rit terakhir.

2.2.2 Peralatan atau Sarana Pengangkutan Sampah


Permen PU Nomor 3 Tahun 2013 menyatakan bahwa persyaratan
peralatan dan perlengkapan untuk sarana pengangkutan sampah adalah
sebagai berikut:
1. Sampah harus tertutup selama pengangkutan, agar sampah tidak
berceceran di jalan.
2. Tinggi bak maksimum 1,6 meter.
3. Sebaiknya ada alat pengungkit.
4. Tidak bocor, agar lindi tidak berceceran selama
pengangkutan.
5. Disesuaikan dengan kondisi jalan yang dilalui.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 12


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

6. Disesuaikan dengan kemampuan dana dan teknik pemeliharaan

Pemilihan jenis peralatan atau sarana yang digunakan dalam proses


pengangkutan sampah antara dengan mempertimbangkan beberapa faktor
sebagai berikut:
1. Umur teknis peralatan (5 – 7) tahun.
2. Kondisi jalan daerah operasi.
3. Jarak tempuh.
4. Karakteristik sampah.
5. Tingkat persyaratan sanitasi yang dibutuhkan.
6. Daya dukung pemeliharaan

2.2.3 Rute Pengangkutan Sampah


Rute pengangkutan dibuat agar pekerja dan peralatan dapat digunakan
secara efektif. Rute pengangkutan sampah dibuat berdasarkan volume potensi
sampah yang terkumpul pada TPS dengan menyeimbangkan kapasitas
kendaraan (Thanh et al., 2009). Pengoptimalan rute kendaraan dapat
mengurangi biaya pengelolaan sampah karena berkurangnya jarak tempuh
kendaraan dan penggunaan bahan bakar (Tavares et al., 2009; Das dan
Bhattacharyya, 2015). Pedoman yg dapat digunakan dalam membuat rute
sangat tergantung dari beberapa faktor yaitu (Tchobanoglous et al., 1993) :
1. Peraturan lalu lintas yang ada;
2. Pekerja, ukuran, dan tipe alat angkut;
3. Jika memungkinkan, rute dibuat mulai dan berakhir di dekat jalan
utama, gunakan topografi dan kondisi fisik daerah sebagai batas rute;
4. Pada daerah berbukit, usahakan rute dimulai dari atas dan berakhir di
bawah;
5. Rute dibuat agar kontainer/TPS terakhir yang akan diangkut yang
terdekat ke TPA;
6. Timbulan sampah pada daerah sibuk/lalu lintas padat diangkut sepagi
mungkin;

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 13


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

7. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah terbanyak, diangkut lebih


dahulu;
8. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah sedikit, diusahakan
terangkut dalam hari yang sama.

Berdasarkan Permen PU Nomor 3 Tahun 2013, pada langkah awal


pembuatan rute maka ada beberapa langkah yang harus diikuti agar rute yang
direncanakan menjadi lebih efisien, yaitu :
1. Penyiapan peta yang menunujukkan lokasi-lokasi dengan jumlah
timbulan sampah.
2. Analisis data kemudian diplot ke peta daerah pemukiman,
perdagangan, industri dan untuk masing-masing area, diplot lokasi,
frekuensi pengumpulan dan jumlah kontainer.
3. Layout rute awal.
4. Evaluasi layout rute awal dan membuat rute lebih seimbang dengan
cara dicoba berulang kali.

Setelah langkah awal ini dilakukan maka langkah selanjutnya adalah


pembuatan rute dan sangat dipengaruhi oleh sistem pengangkutan yang
digunakan yaitu sistem HCS. Untuk sistem HCS langkah yang dilakukan adalah
:
a. Langkah 1: Pada tabel buat kolom sebagai berikut: frekuensi
pengumpulan, jumlah lokasi pengumpulan/UPT, jumlah
kontainer dan kolom untuk setiap hari pengumpulan. Kemudian
tandai lokasi yang memerlukan pengambilan beberapa kali dalam
seminggu (Senin - Jumat atau Senin, Selasa, Jumat). Pengangkutan
dimulai dari frekuensi 5 x seminggu. Distribusikan jumlah
kontainer yang memerlukan pengangkutan 1 x seminggu,
sehingga jumlah kontainer yang harus diangkut seimbang setiap
hari.
b. Langkah 2: Mulai dari Garasi, rute harus mengangkut semua
kontainer yang harus dilayani. Langkah selanjutnya, modifikasi

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 14


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

rute untuk mengangkut kontainer tambahan. Rute dimulai dari


UPT terdekat dan berakhir pada TPS terdekat dengan garasi.
c. Langkah 3: Setelah rute awal digunakan, hitung jarak rata- rata
antar kontainer. Jika rute tidak balance (>15%), rute harus
dirancang kembali. Beban kerja pekerja harus seimbang.

2.2.4 Operasional Pengangkutan Sampah


Indikator efisiensi dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk
pengangkutan sampah sedangkan indikator efektivitas diukur berdasarkan
populasi dan daerah yang dilayani (Jacobsen et al., 2013). Waktu
pengangkutan, rute, desain dan kapasitas kendaraan dan jenis sampah
memiliki pengaruh yang signifikan pada efisiensi sistem pengelolaan sampah
(Alagoz dan Kocasoy, 2008). Untuk mendapatkan sistem pengangkutan yang
efisien dan efektif maka operasional pengangkutan sampah sebaiknya
mengikuti prosedur sebagai berikut:
1. Menggunakan rute pengangkutan yang sependek mungkin dan dengan
hambatan yang sekecil mungkin.
2. Menggunakan kendaraan angkut dengan kapasitas/daya angkut yang
semaksimal mungkin.
3. Menggunakan kendaraan angkut yang hemat bahan bakar.
4. Dapat memanfaatkan waktu kerja semaksimal mungkin dengan
meningkatkan jumlah beban kerja semaksimal mungkin dengan
meningkatkan jumlah beban kerja/ritasi pengangkutan.

2.2.5 Aspek Pembiayaan Pengangkutan Sampah


Biaya utama dan beban lingkungan dari pengelolaan sampah langsung
muncul dari pengangkutan (Poldnurk, 2015). Masalah yang kompleks dalam
pengangkutan sampah adalah masalah optimasi untuk memperoleh biaya
yang lebih efektif (Das dan Bhattacharyya, 2015). Jumlah dan frekuensi
pengangkutan secara signifikan mempengaruhi tingkat biaya pengelolaan
sampah (Greco et al., 2015). Faktor yang mempengaruhi biaya pengangkutan
sampah berdasarkan jenis, ukuran dan efisiensi penggunaan kendaraan. Jenis

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 15


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

kendaraan penting terutama dalam hal konsumsi bahan bakar, ketersediaan


suku cadang dan biaya perawatan (Lohri et al., 2014). .Biaya pemindahan dan
pengangkutan sampah terdiri atas :
1. Biaya investasi : sarana yang dibutuhkan untuk pengangkutan seperti
truk sampah yang digunakan.
2. Biaya operasional : operasi dan pemeliharaan pengangkutan sampah.

Langkah perhitungan biaya pengangkutan adalah:


1. Tentukan terlebih dahulu berdasarkan harga HSPK setempat
2. Hitung kebutuhan alat angkut dan sarana lain penunjang
3. Hitung operasi dan pemeliharaan juga gaji tenaga kerja

2.3 Perencanaan dan Perhitungan Pengangkutan Sampah


Pada manajemen pengangkutan sampah, terdapat beberapa istilah
penting dan persamaan yang digunakan untuk menghitung pengangkutan
dengan sistem HCS, yaitu (Tchobanoglous et al., 1993) :
1. Pickup (PHCS): waktu yg diperlukan untuk menuju lokasi kontainer
berikutnya setelah meletakkan kontainer kosong di lokasi sebelumnya,
waktu untuk mengambil kontainer penuh dan waktu untuk
mengembalikan kontainer kosong (Rit).
2. Haul (h) : waktu yg diperlukan menuju lokasi yg akan diangkut
kontainernya
3. At-site (s) : waktu yg digunakan untuk menunggu di lokasi.
4. Off-route (W) : non produktif pada seluruh kegiatan operasional :
waktu untuk cheking pagi dan sore, hal tak terduga, perbaikan dan lain-
lain.

a. Menghitung PHCS
PHCS = Pc + Uc +dbc…………………………………………………………2.1
Dimana :
Pc = Meengambil kontainer penuh, j/trip
Uc = waktu utk meletakkan kontainer kosong, j/trip

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 16


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

dbc = waktu antara lokasi, jam/trip

b. Menghitung waktu per trip


THCS = PHCS+h+s ……………………………………………………………2.2
Dimana :
h = waktu yg diperlukan menuju lokasi yg akan diangkut
kontainernya
s = waktu yg digunakan untuk menunggu di lokasi
PHCS = pick up time

c. Menghitung jumlah trip per hari :


Nd = [H(1-W) – (t1+t2)] / THCS………………………………….2.3
Dimana :
Nd = jumlah trip, trip/hari
H = waktu kerja perhari, jam
t1 = dari garasi ke lokasi pertama t2
t2 = dari lokasi terakhir ke garasi
W = faktor off route (nonproduktif pada seluruh kegiatan
operasional).

2.4 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah


Optimasi pengangkutan sampah sudah dilakukan di berbagai wilayah
dunia, dengan berbagai tujuan dan metode. Tujuan optimasi pengangkutan
sampah adalah untuk mengurangi biaya operasional, mengefisiensikan waktu
dan jarak pengangkutan (Bing et al., 2014). Optimasi pengangkutan sampah
biasa dilakukan dengan pendekatan variable rute, kebutuhan bahan bakar dan
jumlah pekerja, penjadwalan pengangkutan dan jumlah kendaraan yang
digunakan. Hasil optimasi pengangkutan pada penelitian terdahulu dapat
dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah (Bing et al., 2014)

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 17


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Sumber: Bing et al., 2014

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 18


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 3 GAMBARAN UMUM

3.1 Gambaran Umum


Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 2.664 km². Secara geografis
terletak di antara 6’18'0"–6’47'10" Lintang Selatan dan 106’23'45"–
107’13'30" Bujur Timur, dengan tipe morfologi wilayah yang bervariasi,
dari dataran yang relative rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di
bagian selatan, dataran rendah sekitar 29,28% berada pada ketinggian 15 –
100 meter di atas permukaan laut (dpl), merupakan kategori ekologi hilir.
Dataran bergelombang sekitar 43,62% berada pada ketinggian 100 – 500
meter dpl, merupakan kategori ekologi tengah.
Sekitar 19,53% daerah pegunungan berada pada ketinggian 500 -
1.000 meter dpl, merupakan kategori ekologi hulu. Daerah penggunungan
tinggi sekitar 8,43% berada pada ketinggian 1.000 – 2.000 meter dpl,
merupakan kategori ekologi hulu dan 0,22% berada pada ketinggian 2.000 –
2.500 meter dpl, merupakan kategori hulu.
Batas-batas wilayah Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Kota
Tangerang Selatan, Kota Depok, Kabupaten/Kota Bekasi
2. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak
3. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten
Cianjur dan Kabupaten Purwakarta
4. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan
Kabupaten Cianjur
5. Bagian Tengah berbatasan dengan Kota Bogor.

Selain itu, kondisi morfologi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa


dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan dengan batuan penyusunnya
didominasi oleh hasil letusan gunung, yang terdiri dari andesit, tufa dan basalt.
Gabungan batu tersebut termasuk dalam sifat jenis batuan relatif lulus air
dimana kemampuannya meresapkan air hujan tergolong besar. Jenis

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 19


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

pelapukan batuan ini relative rawan terhadap gerakan tanah bila


mendapatkan siraman curah hujan yang tinggi. Selanjutnya, jenis tanah
penutup didominasi oleh material vulkanik lepas agak peka dan sangat peka
terhadap erosi, antara lain Latosol, Aluvial, Regosol, Podsolik dan Andosol.
Oleh karena itu, beberapa wilayah rawan terhadap tanah longsor. Secara
klimatalogi, wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat basah di
bagian Selatan dan iklim tropis basah di bagian Utara, dengan rata -rata curah
tahunan 2.500 – 5.00 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara dan sebagian
kecil wilayah timur curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun. Suhu rata-rata
di wilayah Kabupaten Bogor adalah 20º - 30ºC, dengan suhu rata-rata tahunan
sebesar 25º. Kelembaban udara 70% dan kecepatan angin cukup rendah,
dengan rata -rata 1,2 m/detik dengan evaporasi di daerah terbuka rata-rata
sebesar 146,2 mm/bulan.

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kabupaten Bogor

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 20


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

3.2 Jumlah dan Persebaran Penduduk


Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor tahun 2018 dibandingkan
tahun 2017 sebesar 2,20 persen. Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas
akan membawa ke arah kemajuan pembangunan, sebaliknya penduduk yang
tidak berkualitas akan menjadi beban dalam pembangunan.
Populasi Penduduk Kota Depok berdasarkan Sensus Penduduk tahun
2021 sebanyak 2.085.935 jiwa, yaitu penduduk laki-laki sebanyak 1.052.652
jiwa dan perempuan 1.033.283 jiwa dengan besarnya angka rasio jenis
kelamin sebesar 102 dan laju pertumbuhan rata-rata 6% pertahun. Kepadatan
Penduduk di 11 kecamatan bervariasi, dengan kepadatan tertinggi terletak di
kecamatan Cipayung yaitu sebesar 15.371 jiwa/km2 dan terendah di
Kecamatan Sawangan sebesar 7.060 jiwa/km2.
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin, Pertumbuhan Penduduk
2018.
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Laki-laki dan Pertumbuha
Wilayah Laki-laki Perempuan
Perempuan n Penduduk
Kecamatan
2.018 2.018 2.018
Nanggung 45.080 42.220 87.300 0,09
Leuwiliang 63.508 59.635 123.143 0,65
Leuwisadeng 38.965 35.953 74.918 0,31
Pamijahan 73.047 69.422 142.469 0,38
Cibungbulang 69.156 65.365 134.521 0,51
Ciampea 83.031 78.716 161.747 0,79
Tenjolaya 30.328 29.089 59.417 0,59
Dramaga 56.546 55.628 112.174 0,95
Ciomas 94.305 90.642 184.947 2,28
Tamansari 54.876 51.520 106.396 1,41
Cijeruk 46.481 42.515 88.996 1,14
Cigombong 53.868 51.714 105.582 1,82
Caringin 64.989 61.866 126.855 0,91
Ciawi 61.453 57.629 119.082 1,41
Cisarua 65.061 60.777 125.838 0,98
Megamendung 56.724 52.072 108.796 1,05
Sukaraja 107.104 102.562 209.666 1,98
Babakan
65.576 61.959 127.535 2,26
Madang

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 21


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Sukamakmur 41.177 38.744 79.921 0,47


Cariu 22.905 22.781 45.686 -0,51
Tanjungsari 26.298 25.581 51.879 0,07
Jonggol 74.593 72.365 146.958 1,85
Cileungsi 183.421 179.490 362.911 4,46
Kelapa Nunggal 64.039 60.829 124.868 3,01
Gunung Putri 235.316 241.096 476.412 5,01
Citeureup 120.013 115.503 235.516 1,74
Cibinong 223.770 217.627 441.397 3,37
Bojong Gede 179.357 172.655 352.012 4,60
Tajur Halang 64.750 62.121 126.871 2,92
Kemang 58.319 55.714 114.033 2,22
Ranca Bungur 28.187 26.452 54.639 0,70
Parung 75.871 71.560 147.431 2,97
Ciseeng 59.944 56.181 116.125 1,69
Gunung Sindur 69.515 66.356 135.871 3,06
Rumpin 73.440 68.070 141.510 0,74
Cigudeg 66.106 60.588 126.694 0,57
Sukajaya 30.065 27.816 57.881 0,10
Jasinga 49.847 46.852 96.699 0,09
Tenjo 37.170 35.037 72.207 0,71
Parung
69.077 64.927 134.004 2,06
Panjang
Kabupaten
2.983.278 2.857.629 5.840.907 2,20
Bogor
Sumber: Indikator Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2018

Tabel 3.1 menunjukkan bahwa di Kecamatan Gunung Putri memiliki


jumlah penduduk terbesar yaitu 476.412 jiwa dengan pertumbuhan sebesar
5,01% dari total penduduk Kabupaten Bogor. Kecamatan Cibinong menempati
urutan kedua dengan jumlah penduduk 441.397 jiwa dengan pertumbuhan
penduduk sebesar 3,37%. Jumlah penduduk terendah berada di Kecamatan
Cariu dengan jumlah penduduk 45.686 jiwa dengan pertumbuhan penduduk
sebesar 0,51% dari total penduduk Kabupaten Bogor. Kecamatan Tanjungsari
menempati urutan terendah kedua dengan jumlah penduduk 51.879 jiwa
dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,07%.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 22


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

3.3 Pertumbuhan Penduduk


Perubahan jumlah penduduk antar tahun menggambarkan angka
pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor tahun
2018 dibandingkan tahun 2017 sebesar 2,20 persen (Gambar 3.1).

Gambar 3.2 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bogor, 2017-2018 (Indikator Ekonomi


Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017)

Kecamatan Cibinong, sebagai ibukota Kabupaten Bogor, pertumbuhan


penduduk mencapai 3,37 persen. Pertumbuhan penduduk terbesar terdapat
di Kecamatan Gunung Putri, Bojonggede dan Cileungsi masing-masing sebesar
5,01 persen, 4,60 persen dan 4,46 persen. Keempat kecamatan tersebut
memiliki pertumbuhan penduduk lebih tinggi dibanding pertumbuhan
penduduk rata-rata Kabupaten Bogor (2,20%).
Secara keseluruhan ada 11 kecamatan dengan pertumbuhan penduduk
di atas pertumbuhan rata-rata kabupaten Bogor (2,28%) diantaranya
Kecamatan Gunung Putri (5,01%), Bojonggede (4,60%), Cileungsi (4,46%),
Cibinong (3,37%), Gunung Sindur (3,06%), Klapanunggal (3,01%), Parung
(2,97%), Tajur Halang (2,92%), Ciomas (2,28%), Babakan Madang (2,26%)
dan Kemang (2,22%). Dari gambar di atas juga memperlihatkan bahwa
Kecamatan Sukajaya, Jasinga, Nanggung, dan Tanjungsari memiliki

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 23


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

pertumbuhan yang relatif kecil, justru Kecamatan Cariu memperlihatkan


pertumbuhan negatif.

3.4 Sex Ratio (Rasio Jenis Kelamin)


Indikator Demografi selain jumlah dan pertumbuhan penduduk, hal
yang perlu diketahui adalah komposisi penduduk menurut jenis kelamin.
Kejadian demografis maupun karakteristiknya berbeda menurut umur dan
jenis kelamin baik untuk kelahiran, kematian maupun perpindahan penduduk.
Sex ratio Kabupaten Bogor pada tahun 2017 sebesar 104, artinya setiap 100
orang perempuan terdapat 104 orang laki-laki. Sebagian besar kecamatan di
Kabupaten Bogor memiliki sex ratio di atas 100, yang berarti berlaku umum
bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumlah penduduk
perempuan di daerah tersebut. Namun ada satu kecamatan yang nilai sex
ratio-nya kurang dari 100 yaitu sebesar 97,66 terjadi di Kecamatan Gunung
Putri (Gambar 3.3).

Gambar 3.3 Sex ratio Kabupaten Bogor Menurut Kecamatan Tahun 2017 (Indikator Ekonomi
Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017)

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 24


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Kerangka Pikir


Pola pikir pendekatan kajian ini dapat digambarkan sebagaimana
Gambar 1. Input dari kajian adalah jumlah kendaraan operasional di setiap
UPT pengelolaan sampah, dengan subyek dari penelitian adalah penggunan
kendaraan operasional tersebut. Obyek penelitian adalah UPT pengelolaan
sampah, TPAS Galuga (Tempat Pembuangan Akhir Sampah), prasarana dan
sarana serta metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dan evaluasi.
Adapun environmental input dari kajian ini adalah jumlah anggaran yang
digunakan untuk kendaraan operasional dan sebagai instrumental input
adalah peraturan perundang-undangan terkait. Sehingga akan diperoleh
output berupa konsep konsumsi penggunaan BBM dan sebagai outcome
adalah efisiensi penggunaan BBM pada kendaraan operasional pengelolaan
sampah.

4.2 Pengumpulan Data Sekunder


Data sekunder yang digunakan dalam kajian ini antara lain data
penggunaan BBM kendaraan oprasional di setiap UPT. Dan dalam analisis
lanjutan akan diperlukan data penggunaan BBM yang khususnya untuk
kendaraan operasional. Selain itu juga diperlukan data jumlah kendaraan roda
empat, roda tiga dan lainnya yang ada di DLH Kabupaten Bogor yang
digunakan sebagai acuan dalam pengambilan sampel untuk melakukan survei.
Jumlah kendaraan roda empat, roda tiga dan lainnya tersebut akan dibedakan
menjadi kendaraan berkapasitas isi silinder kecil dan kendaraaan yang
berkapasitas silinder besar. Berdasarkan sumber data dari Dinas Lingkungan
Hidup (DLH) Kabupaten Bogor terdapat sebanyak 300 unit kendaraan
operasional di dalam kegiatan pengelolaan sampah, yang terdapat pada Tabel
berikut :

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 25


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Tabel 4.1 Jumlah kendaraan operasional pengelolaan sampah

No. Jenis Kendaraan Operasional Jumlah (Unit)


1 Dump Truck 193
2 Dump Truck Tronton (Jawa Barat) 2
3 Compactor Besar (Kapasitas 12 m3) 14
4 Compactor Sedang (Kapasitas 6 m3) 7
5 Feeder 23
6 Armroll 12
7 Sweeper Dulevo 2
8 Sweeper Hino 7
9 Pick Up 13
10 Motor Roda Tiga 27
Total Kendaran Operasional (Unit) 300

Semua data sekunder tersebut akan diperlukan dalam mendukung


tahapan analisis pada data primer.

4.3 Penentuan Variabel dan Pengembangan Kuesioner


Penentuan variabel yang digunakan dalam kajian ini berdasarkan
jumlah data kendaraan operasional yang bersumber dari Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Bogor diantaranya yaitu :
1. Jenis kendaraan,
2. Jenis bahan bakar yang digunakan (Pertalite, Pertamax, Biosolar atau
Pertamina DEX),
3. Tahun produksi kendaraan,
4. Kapasitas isi silinder setiap kendaraaan,
5. Frekuensi perjalanan harian rata – rata,
6. Jarak tempuh setiap kendaraan,
7. Tingkat konsumsi BBM, rata – rata harian.

Berdasarkan variabel-variabel tersebut diharapkan dapat dihitung


jumlah konsumsi BBM per liter terhadap jarak tempuh dari setiap UPT

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 26


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Pengelolaan sampah ke TPAS Galuga (Tempat Pembuangan Akhir Sampah)


yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang dan pengaruh dari umur
kendaraan terhadap jumlah BBM yang dikonsumsi. Selain itu diharapkan
dapat diketahui apakah terdapat perbedaan antara kendaraan dengan
kapasitas isi silinder kecil dan kendaraaan dengan isi silinder yang besar yang
di dalam mengkonsumsi BBM.

4.4 Faktor-faktor Konsumsi Energi


Konsumsi energi kendaraan di jalan raya akan sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor utama yaitu karakteristik kendaraan, karakteristik jalan dan
aspek penggunaan kendaraan. Sedangkan faktor yang menentukan konsumsi
energi untuk kendaraan operasional adalah karakteristik kendaraan,
karakteristik right of way (R/W), dan aspek operasional.
1. Teknologi: type of propulsion, control dll
2. Design future: berat kendaraan, seating/standing ratio, dan various
amenities (AC)
3. Vehicles capacity and its utilization
4. Dynamic performance of vehicle, including acceleration rate, maximum
speed and method of braking
5. Type of motor control (resistor, chooper) and transmission (gears)

Sistem operasi kendaraan operasional meliputi:


1. Scheduling
2. Kondisi lalu lintas
3. Station spacing and stopping policy
4. Local, accelerated, express service
5. Operating regime

Sementara itu, secara sederhana dapat dikatakan bahwa semakin besar


cc kendaraan dan kapasitas tangki atau isi silinder maka konsumsi terhadap
energi akan semakin besar per satuan jarak tempuh. Sebagai contoh sepeda
motor 100 cc mampu mengkonsumsi energi 1:40 (satu liter BBM untuk jarak

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 27


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

tempuh rata-rata 40 km), sementara itu mobil 1000cc mengkonsumsi BBM


1:12 dan mobil 2000 cc mengkonsumsi 1:7. Serta kondisi lalu lintas akan
sangat berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan.

Faktor lain yang memengaruhi konsumsi BBM oleh kendaraan baik


roda dua maupun roda empat adalah kelengkapan kendaraan yang tersedia.
Mobil dengan AC tentu berbeda konsumsi BBM nya dengan mobil tanpa
menggunakan AC. Namun perilaku pengemudi juga sangat berpengaruh dalam
mengkonsumsi BBM. Berbagai faktor penentu dalam konsumsi BBM dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor eksternal (kondisi
lalu lintas, infrastruktur dll) dan faktor internal (karakteristik kendaraan).

4.5 Pengumpulan Data Primer Dengan Metode Survei


Tahapan pengumpulan data primer dilakukan dengan metode survey
pada setiap wilayah UPT Pengelolaan sampah yang dilakukan di setiap UPT
tersebut. Metode survei yang digunakan adalah melakukan wawancara
dengan responden wilayah UPT dan pengendara kendaraan Operasional.

4.6 Analisis Data


Data dianalisis dengan menggunakan hitungan yang didasarkan pada
jarak tempuh kendaraan setiap UPT – Pelayanan, Pelayanan ke TPAS dan rute
kembali dari TPAS Galuga ke wilayah UPT masing – masing kendaraan, rata-
rata jumlah konsumsi BBM berdasarkan jenis kendaraan, kapasitas mesin dan
usia kendaraan. Selain itu juga dilakukan analisis dari pergerakan kendaraan
yang biasa disebut dengan asal tujuan. Sehingga akan dapat diketahui berapa
besar jumlah bangkitan dan tarikan dari masing-masing lokasi yang disurvey
yang meliputi wilayah Kabupaten Bogor.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 28


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR PUSTAKA

Anggryawan, F., Mudjanarko, S. W., Wahyuni, A., & Wasono, S. B. (2020).


Analisis Kinerja Truk Pengangkut Sampah Kota Di Kecamatan
Benowo. ASTONJADRO: CEAESJ, 9(1), 38-45.

Apriyanti, D., Kresnawati, D. K., & Diniyah, W. F. (2019, February).


Pemanfaatan sistem informasi geografis untuk analisis rute truk
pengangkutan sampah di kota bogor. In Seminar Nasional
Geomatika (Vol. 3, pp. 357-366).

Aries Dwi H, R. Dhimas D. 2010. Pengolahan Sampah Kota Terseleksi Menjadi


Refused Derived Fuel Sebagai Bahan Bakar Padat Alternatif. Jurnal
Teknik Industri, Vol. 11, No. 2: 127–133.

Burhamtoro, B. (2016). Biaya Angkut Stationary Container System (SCS) pada


Pengangkutan Sampah. SENTIA 2016, 8(2).

Giarto, R. B., Purwantoro, A., & Nuswantoro, W. Pembuatan Program Aplikasi


Simulasi Kinerja Backhoe-Dump Truck Pada Pemindahan Tanah
Mekanis.

Idrus, Y., & Gazali, Z. (2019). Analisis Biaya Pengangkutan Sampah di


Kecamatan Mariso dan Panakkukang. Jurnal Teknik Sipil MACCA, 4(1),
22-27.

Pangesty, S., Budiharjo, A., & Rusmandani, P. (2021). Pengaruh Kecepatan


Kendaraan Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Minyak di Jalan Tol.
SIKLUs: Jurnal Teknik Sipil, 7(1), 1-8.

Standart Nasional Indonesia Nomor SNI-19-2454- \2002 tentang Tata Cara


Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, Badan Standar
Nasional (BSN).

Yunus, M. Y. (2022). Implementasi Sistem Pengelolaan Persampahan Berbasis


Sistem Informasi Geografis (SIG) Studi Kasus Kecamatan Watang
Sawitto Kabupaten Pinrang (Doctoral Dissertation, UNIVERSITAS
BOSOWA).

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 29


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

LAMPIRAN

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 30


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ 1


DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................... 4
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................................ 5
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 5
1.2 Maksud dan Tujuan ..................................................................................................... 6
1.3 Sasaran .............................................................................................................................. 6
1.4 Ruang Lingkup ............................................................................................................... 7
1.5 Lokasi Kegiatan ............................................................................................................. 7
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS ....................................................................................................... 8
2.1 Permasalahan Sampah .............................................................................................. 8
2.2 Pengangkutan Sampah .............................................................................................. 9
2.2.1 Pola Pengangkutan Sampah............................................................................... 9
2.2.2 Peralatan atau Sarana Pengangkutan Sampah ...................................... 12
2.2.3 Rute Pengangkutan Sampah ....................................................................... 13
2.2.4 Operasional Pengangkutan Sampah ....................................................... 15
2.2.5 Aspek Pembiayaan Pengangkutan Sampah......................................... 15
2.3 Perencanaan dan Perhitungan Pengangkutan Sampah .......................... 16
2.4 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah ........................................................... 17
BAB 3 GAMBARAN UMUM ...................................................................................................... 19
3.1 Gambaran Umum ...................................................................................................... 19
3.2 Jumlah dan Persebaran Penduduk ................................................................... 21
3.3 Pertumbuhan Penduduk........................................................................................ 23
3.4 Sex Ratio (Rasio Jenis Kelamin) ......................................................................... 24
BAB 4 METODE PENELITIAN ................................................................................................ 25
4.1 Kerangka Pikir ............................................................................................................ 25
4.2 Pengumpulan Data Sekunder .............................................................................. 25
4.3 Penentuan Variabel dan Pengembangan Kuesioner ................................ 26
4.4 Faktor-faktor Konsumsi Energi .......................................................................... 27
4.5 Pengumpulan Data Primer Dengan Metode Survei .................................. 28
4.6 Analisis Data ................................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 29

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 1


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

LAMPIRAN ...................................................................................................................................... 30

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 2


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pola pengangkutan sampah dengan system container cara I ..... 10
Gambar 2.2 Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Cara II
.......................................................................................................................... 11
Gambar 2. 3 Pola pengangkutan sampah dengan system pengosongan
container cara II ............................................................................................... 12
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kabupaten Bogor ................................................... 20
Gambar 3.2 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bogor, 2017-2018 (Indikator
Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017) ........................................... 23
Gambar 3.3 Sex ratio Kabupaten Bogor Menurut Kecamatan Tahun 2017
(Indikator Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017) ......................... 24

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 3


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah (Bing et all.,2014). ..............218


Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin, Pertumbuhan
Penduduk 2018………………………………………………………………………………...21
Tabel 4.1 Jumlah kendaraan operasional pengelolaan sampah ........................... 26

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 4


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam sistem penyelenggaraan peningkatan sarana dan prasarana
kantor pemerintah daerah, pemeliharaan kendaraan dinas operasional
sangatlah penting dan dibutuhkan dalam mendukung kelancaran
penyelenggaraan tugas-tugas operasional kedinasan dalam lingkup pelayanan
masyarakat.
Dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup memiliki tupoksi diantaranya
memberikan pelayanan dalam bentuk pengangkutan sampah. Untuk
menunjang pelayanan pengangkutan sampah yang merata di seluruh wilayah
Kabupaten Bogor, Dinas Lingkungan Hidup membentuk Unit Pelaksana Teknis
(UPT) yang disebar di 7 wilayah kerja, yaitu :
1. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah I, meliputi : Kecamatan Cibinong,
Kecamatan Bojonggede, Kecamatan Gunung Putri, Kecamatan
Babakanmadang, Kecamatan Citeureup, Kecamatan Tajurhalang,
Kecamatan Sukaraja.
2. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah II, meliputi : Kecamatan Jonggol,
Kecamatan Cariu, Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Sukamakmur,
Kecamatan tanjungsari, Kecamatan Klapanunggal.
3. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah III, meliputi : Kecamatan Ciawi,
Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung, Kecamatan Caringin,
Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Cigombong.
4. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah IV, meliputi : Kecamatan Ciampea,
Kecamatan Ciomas, Kecamatan Dramaga, Kecamatan Tamansari,
Kecamatan Tenjolaya.
5. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah V, meliputi : Kecamatan Parung,
Kecamatan Kemang, Kecamatan Rancabungur, Kecamatan Ciseeng,
Kecamatan Gunung Sindur.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 5


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

6. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah VI, meliputi : Kecamatan


Leuwiliang, Kecamatan Leuwisadeng, Kecamatan Cibungbulang,
Kecamatan Pamijahan, Kecamatan Nanggung.
7. UPT Pengelolaan Sampah Wilayah VII, meliputi : Kecamatan Jasinga,
Kecamatan Tenjo, Kecamatan Parung Panjang, Kecamatan Kecamatan
Rumpin, Kecamatan Sukajaya, Kecamatan Cigudeg.

Jika melihat dari jarak pelayanan pengangkutan sampah ke Tempat


Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Galuga yang berlokasi di Kecamatan
Cibungbulang, maka jarak masing-masing wilayah kerja bervariasi.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari pelaksanaan Belanja Jasa Konsultan Kajian Kebutuhan
Bahan Bakar adalah agar adanya dasar hitung penggunaan bahan bakar sesuai
dengan kebutuhan di lapangan.
Tujuan dilaksanakannya pekerjaan ini adalah tersedianya data
perhitungan kebutuhan penggunaan bahan bakar berdasarkan :
1. Jarak tempuh wilayah pelayanan ke TPAS Galuga
2. Jenis dan Usia Kendaraan

1.3 Sasaran
Sasaran penyusunan Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor ini mengacu kepada kondisi terkini
dilihat dari berbagai faktor yang memengaruhi jumlah penggunaan bahan
bakar minyak, yaitu berupa data primer dan sekunder, dimana data primer
didapat dari interview atau survey langsung di lapangan, data eksisting
penggunaan bahan bakar minyak di Dinas Lingkungan Hidup dan di setiap UPT
wilayah. Sedangkan data sekunder didapat dari literatur atau sumber terkait,
yang akan menjadi dasar pengolahan analisis serta pengkajian jumlah
penggunaan bahan bakar minyak kendaraan operasional angkut sampah.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 6


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

1.4 Ruang Lingkup


Lingkup pekerjaan meliputi :
1. Pengumpulan data primer dengan melakukan survei lapangan melalui
wawancara (in-depth intewiew) dan kuesioner kepada para pemangku
kepentingan.
2. Pengumpulan data sekunder dan literatur terkait.
3. Melakukan analisis data dan pengkajian.
4. Melakukan diskusi mendalam (FGD) yang melibatkan pihak-pihak yang
terlibat baik pihak eksekutif, legislatif maupun stakeholder terkait,
5. Penyusunan laporan.

Keluaran dari kegiatan ini adalah :


1. Laporan Pendahuluan
2. Laporan berisi tentang latar belakang kegiatan, ruang lingkup,
pendekatan dan metodologi dan strategi penyusunan dokumen kajian,
serta organisasi pelaksana, jadwal kegiatan Penyedia Jasa.
3. Laporan Akhir
4. Laporan berisi tentang hasil Summary Data dan Analisa Mendetail,
Kesimpulan dan Rekomendasi termasuk strategi konsep rancangan
dan semua hasil akhir sebagaimana lingkup kajian yang dilakukan.
5. Ringkasan Eksekutif
6. Ringkasan eksekutif ini berisikan tentang ringkasan informasi penting
tentang rencana kajian yang dilakukan.

1.5 Lokasi Kegiatan


Pelaksanaan Penyusunan Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor dilakukan di UPT Wilayah I sampai VII,
TPAS Galuga, dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 7


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

2.1 Permasalahan Sampah


Pengelolaan sampah memiliki tujuan yang sangat mendasar, yaitu
meningkatkan kesehatan lingkungan dan masyarakat, melindungi sumber
daya alam khususnya air, melindungi fasilitas sosial ekonomi, dan menunjang
pembangunan sektor strategis (Damanhuri, 2010). Kegiatan pengelolaan
sampah dapat membantu melestarikan sumber daya dan melindungi
lingkungan (Sandulescu, 2004). Strategi pengelolaan sampah yang tepat dapat
mengurangi beban terhadap lingkungan (Jurczak, 2003). Namun, pengelolaan
sampah merupakan hal yang diabaikan di negara-negara berpenghasilan
rendah (Murtaza, 2000).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008,
pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang terdiri dari pengurangan
sampah dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi pembatasan
timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan kembali
sampah. Sedangkan, kegiatan penanganan sampah meliputi
pewadahan/pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah.
Kegiatan penanganan sampah tersebut merupakan teknik operasional
pengelolaan sampah yang bersifat terpadu dan berkesinambungan.
1. Pewadahan/pemilahan yang dilakukan berupa pembagian klasifikasi
dan pemisahan sampah berdasarkan jenis, jumlah, dan/atau sifat
sampah.
2. Pengumpulan merupakan pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah menuju Tempat Penampungan Sementara (TPS) atau
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI) 19-2454-2002, pengumpulan memiliki 2
(dua) pola, yakni pola individual dan pola komunal.
3. Pengangkutan dilakukan dalam bentuk membawa sampah dari sumber
dan/atau dari TPS atau TPST menuju Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 8


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

4. Pengolahan merupakan kegiatan mengubah karakteristik, komposisi,


dan jumlah sampah.
5. Pemrosesan akhir merupakan bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sampah yang telah dilakukan sebelumnya ke
media lingkungan secara aman.

Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan mencemari lingkungan


dan menjadikan sumber penyakit yang pada akhirnya akan menghambat laju
gerak ekonomi masyarakat (Marleni, 2012). Aspek-aspek teknik operasional
dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu upaya yang dilakukan
dalam mengontrol pertumbuhan sampah, namun pelaksanaannya harus
disesuaikan dengan pertimbangan kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi,
estetika, dan lingkungan (Tchobanoglous et al., 1993).

2.2 Pengangkutan Sampah


Pengangkutan sampah merupakan salah satu sub system persampahan
yang bertujuan untuk membawa sampah dari lokasi pemindahan atau dari
sumber sampah secara langsung menuju TPA. Menurut Maryono (2007),
pengangkutan sampah dipengaruhi oleh aksesbilitas (waktu tempuh), pola
pengangkutan, moda pengangkutan, frekuensi pengangkutan, dan tingkat
pelayanan pengangkutan.

2.2.1 Pola Pengangkutan Sampah


Perencanaan pengelolaan sampah membutuhkan penilaian dari
interaksi kompleks antara pola pengangkutan sampah dan perkembangan
perkotaan (Siddiqui et al., 2013). Aktivitas manusia sehari-hari
mengakibatkan besarnya timbulan sampah, terutama di daerah perkotaan
(Tavares et al., 2009). Berdasarkan Permen PU Nomor 3 Tahun 2013,
pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu :
1. Hauled Container System (HCS)
Adalah sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya
dapat dipindah-pindah dan ikut dibawa ke tempat pembuangan akhir.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 9


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

HCS ini merupakan sistem wadah angkut untuk daerah komersial.


Hauled Container System dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Konvensional: wadah sampah yang telah terisi penuh akan
diangkut ke tempat pembongkaran, kemudian setelah
dikosongkan wadah sampah tersebut dikembalikan ke tempatnya
semula.
b. Stationary Container System (SCS): wadah sampah yang telah
terisi penuh akan diangkut dan tempatnya akan langsung diganti
oleh wadah kosong yang telah dibawa.
2. Stationary Container System (SCS)
Sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya tidak
dibawa berpindah-pindah (tetap). Wadah pengumpulan ini dapat
berupa wadah yang dapat diangkat atau yang tidak dapat diangkat. SCS
merupakan sistem wadah tinggal ditujukan untuk melayani daerah
pemukiman.

Berdasarkan SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik


Sampah Perkotaan, terdapat tiga cara pola pengangkutan sampah dengan
sistem kontainer angkat (Hauled Container System). Berikut beberapa cara
pengangkutan sampah :
1. Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara I dapat
dilihat pada Gambar 2.1, dengan proses :

Gambar 2.1 Pola pengangkutan sampah dengan system container cara I


(Sumber: SNI 19-2454-2002)
Keterangan sistem ini :
a. 1, 2, 3, …, 10 adalah rute alat angkut

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 10


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

b. Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk


mengangkut sampah ke TPA
c. Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula
d. Menuju ke kontainer isi berikutnya untuk diangkut ke TPA
e. Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula
f. Demikian seterusnya sampai rit terakhir.

2. Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara II dapat


dilihat pada Gambar 2.2, dengan proses :

Gambar 1.
Gambar 2.2 Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Cara II
Sumber: SNI 19-2454-2002

Keterangan sistem ini :


a. Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk
mengangkat sampah ke TPA
b. Dari TPA kendaraan tersebut dengan kontainer kosong menuju
lokasi kedua untuk menurunkan kontainer kosong dan membawa
kontainer isi untuk diangkut ke TPA
c. Demikian seterusnya sampai pada rit terakhir
d. Pada rit terakhir dengan kontainer kosong, dari TPA menuju ke
lokasi container pertama, kemudian truk kembali ke pool tanpa
kontainer.

Sistem ini diberlakukan pada kondisi tertentu (misalnya: pengambilan


ada jam tertentu, atau mengurangi kemacetan lalu lintas).

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 11


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara III


dapat dilihat pada Gambar 3. Dengan proses :

Gambar 2. 3 Pola pengangkutan sampah dengan system pengosongan container cara II


Sumber: SNI 19-2454-2002

Gambar 2.3 pola pengangkutan sampah dengan system pengosongan


container cara II.

Keterangan sistem ini:


a. Kendaraan dari pool dengan membawa kontainer kosong menuju
ke lokasi kontainer isi untuk mengganti/ mengambil dan langsung
membawanya ke TPA
b. Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA menuju
ke kontainer isi berikutnya
c. Demikian seterusnya sampai dengan rit terakhir.

2.2.2 Peralatan atau Sarana Pengangkutan Sampah


Permen PU Nomor 3 Tahun 2013 menyatakan bahwa persyaratan
peralatan dan perlengkapan untuk sarana pengangkutan sampah adalah
sebagai berikut:
1. Sampah harus tertutup selama pengangkutan, agar sampah tidak
berceceran di jalan.
2. Tinggi bak maksimum 1,6 meter.
3. Sebaiknya ada alat pengungkit.
4. Tidak bocor, agar lindi tidak berceceran selama
pengangkutan.
5. Disesuaikan dengan kondisi jalan yang dilalui.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 12


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

6. Disesuaikan dengan kemampuan dana dan teknik pemeliharaan

Pemilihan jenis peralatan atau sarana yang digunakan dalam proses


pengangkutan sampah antara dengan mempertimbangkan beberapa faktor
sebagai berikut:
1. Umur teknis peralatan (5 – 7) tahun.
2. Kondisi jalan daerah operasi.
3. Jarak tempuh.
4. Karakteristik sampah.
5. Tingkat persyaratan sanitasi yang dibutuhkan.
6. Daya dukung pemeliharaan

2.2.3 Rute Pengangkutan Sampah


Rute pengangkutan dibuat agar pekerja dan peralatan dapat digunakan
secara efektif. Rute pengangkutan sampah dibuat berdasarkan volume potensi
sampah yang terkumpul pada TPS dengan menyeimbangkan kapasitas
kendaraan (Thanh et al., 2009). Pengoptimalan rute kendaraan dapat
mengurangi biaya pengelolaan sampah karena berkurangnya jarak tempuh
kendaraan dan penggunaan bahan bakar (Tavares et al., 2009; Das dan
Bhattacharyya, 2015). Pedoman yg dapat digunakan dalam membuat rute
sangat tergantung dari beberapa faktor yaitu (Tchobanoglous et al., 1993) :
1. Peraturan lalu lintas yang ada;
2. Pekerja, ukuran, dan tipe alat angkut;
3. Jika memungkinkan, rute dibuat mulai dan berakhir di dekat jalan
utama, gunakan topografi dan kondisi fisik daerah sebagai batas rute;
4. Pada daerah berbukit, usahakan rute dimulai dari atas dan berakhir di
bawah;
5. Rute dibuat agar kontainer/TPS terakhir yang akan diangkut yang
terdekat ke TPA;
6. Timbulan sampah pada daerah sibuk/lalu lintas padat diangkut sepagi
mungkin;

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 13


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

7. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah terbanyak, diangkut lebih


dahulu;
8. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah sedikit, diusahakan
terangkut dalam hari yang sama.

Berdasarkan Permen PU Nomor 3 Tahun 2013, pada langkah awal


pembuatan rute maka ada beberapa langkah yang harus diikuti agar rute yang
direncanakan menjadi lebih efisien, yaitu :
1. Penyiapan peta yang menunujukkan lokasi-lokasi dengan jumlah
timbulan sampah.
2. Analisis data kemudian diplot ke peta daerah pemukiman,
perdagangan, industri dan untuk masing-masing area, diplot lokasi,
frekuensi pengumpulan dan jumlah kontainer.
3. Layout rute awal.
4. Evaluasi layout rute awal dan membuat rute lebih seimbang dengan
cara dicoba berulang kali.

Setelah langkah awal ini dilakukan maka langkah selanjutnya adalah


pembuatan rute dan sangat dipengaruhi oleh sistem pengangkutan yang
digunakan yaitu sistem HCS. Untuk sistem HCS langkah yang dilakukan adalah
:
a. Langkah 1: Pada tabel buat kolom sebagai berikut: frekuensi
pengumpulan, jumlah lokasi pengumpulan/UPT, jumlah
kontainer dan kolom untuk setiap hari pengumpulan. Kemudian
tandai lokasi yang memerlukan pengambilan beberapa kali dalam
seminggu (Senin - Jumat atau Senin, Selasa, Jumat). Pengangkutan
dimulai dari frekuensi 5 x seminggu. Distribusikan jumlah
kontainer yang memerlukan pengangkutan 1 x seminggu,
sehingga jumlah kontainer yang harus diangkut seimbang setiap
hari.
b. Langkah 2: Mulai dari Garasi, rute harus mengangkut semua
kontainer yang harus dilayani. Langkah selanjutnya, modifikasi

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 14


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

rute untuk mengangkut kontainer tambahan. Rute dimulai dari


UPT terdekat dan berakhir pada TPS terdekat dengan garasi.
c. Langkah 3: Setelah rute awal digunakan, hitung jarak rata- rata
antar kontainer. Jika rute tidak balance (>15%), rute harus
dirancang kembali. Beban kerja pekerja harus seimbang.

2.2.4 Operasional Pengangkutan Sampah


Indikator efisiensi dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk
pengangkutan sampah sedangkan indikator efektivitas diukur berdasarkan
populasi dan daerah yang dilayani (Jacobsen et al., 2013). Waktu
pengangkutan, rute, desain dan kapasitas kendaraan dan jenis sampah
memiliki pengaruh yang signifikan pada efisiensi sistem pengelolaan sampah
(Alagoz dan Kocasoy, 2008). Untuk mendapatkan sistem pengangkutan yang
efisien dan efektif maka operasional pengangkutan sampah sebaiknya
mengikuti prosedur sebagai berikut:
1. Menggunakan rute pengangkutan yang sependek mungkin dan dengan
hambatan yang sekecil mungkin.
2. Menggunakan kendaraan angkut dengan kapasitas/daya angkut yang
semaksimal mungkin.
3. Menggunakan kendaraan angkut yang hemat bahan bakar.
4. Dapat memanfaatkan waktu kerja semaksimal mungkin dengan
meningkatkan jumlah beban kerja semaksimal mungkin dengan
meningkatkan jumlah beban kerja/ritasi pengangkutan.

2.2.5 Aspek Pembiayaan Pengangkutan Sampah


Biaya utama dan beban lingkungan dari pengelolaan sampah langsung
muncul dari pengangkutan (Poldnurk, 2015). Masalah yang kompleks dalam
pengangkutan sampah adalah masalah optimasi untuk memperoleh biaya
yang lebih efektif (Das dan Bhattacharyya, 2015). Jumlah dan frekuensi
pengangkutan secara signifikan mempengaruhi tingkat biaya pengelolaan
sampah (Greco et al., 2015). Faktor yang mempengaruhi biaya pengangkutan
sampah berdasarkan jenis, ukuran dan efisiensi penggunaan kendaraan. Jenis

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 15


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

kendaraan penting terutama dalam hal konsumsi bahan bakar, ketersediaan


suku cadang dan biaya perawatan (Lohri et al., 2014). .Biaya pemindahan dan
pengangkutan sampah terdiri atas :
1. Biaya investasi : sarana yang dibutuhkan untuk pengangkutan seperti
truk sampah yang digunakan.
2. Biaya operasional : operasi dan pemeliharaan pengangkutan sampah.

Langkah perhitungan biaya pengangkutan adalah:


1. Tentukan terlebih dahulu berdasarkan harga HSPK setempat
2. Hitung kebutuhan alat angkut dan sarana lain penunjang
3. Hitung operasi dan pemeliharaan juga gaji tenaga kerja

2.3 Perencanaan dan Perhitungan Pengangkutan Sampah


Pada manajemen pengangkutan sampah, terdapat beberapa istilah
penting dan persamaan yang digunakan untuk menghitung pengangkutan
dengan sistem HCS, yaitu (Tchobanoglous et al., 1993) :
1. Pickup (PHCS): waktu yg diperlukan untuk menuju lokasi kontainer
berikutnya setelah meletakkan kontainer kosong di lokasi sebelumnya,
waktu untuk mengambil kontainer penuh dan waktu untuk
mengembalikan kontainer kosong (Rit).
2. Haul (h) : waktu yg diperlukan menuju lokasi yg akan diangkut
kontainernya
3. At-site (s) : waktu yg digunakan untuk menunggu di lokasi.
4. Off-route (W) : non produktif pada seluruh kegiatan operasional :
waktu untuk cheking pagi dan sore, hal tak terduga, perbaikan dan lain-
lain.

a. Menghitung PHCS
PHCS = Pc + Uc +dbc…………………………………………………………2.1
Dimana :
Pc = Meengambil kontainer penuh, j/trip
Uc = waktu utk meletakkan kontainer kosong, j/trip

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 16


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

dbc = waktu antara lokasi, jam/trip

b. Menghitung waktu per trip


THCS = PHCS+h+s ……………………………………………………………2.2
Dimana :
h = waktu yg diperlukan menuju lokasi yg akan diangkut
kontainernya
s = waktu yg digunakan untuk menunggu di lokasi
PHCS = pick up time

c. Menghitung jumlah trip per hari :


Nd = [H(1-W) – (t1+t2)] / THCS………………………………….2.3
Dimana :
Nd = jumlah trip, trip/hari
H = waktu kerja perhari, jam
t1 = dari garasi ke lokasi pertama t2
t2 = dari lokasi terakhir ke garasi
W = faktor off route (nonproduktif pada seluruh kegiatan
operasional).

2.4 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah


Optimasi pengangkutan sampah sudah dilakukan di berbagai wilayah
dunia, dengan berbagai tujuan dan metode. Tujuan optimasi pengangkutan
sampah adalah untuk mengurangi biaya operasional, mengefisiensikan waktu
dan jarak pengangkutan (Bing et al., 2014). Optimasi pengangkutan sampah
biasa dilakukan dengan pendekatan variable rute, kebutuhan bahan bakar dan
jumlah pekerja, penjadwalan pengangkutan dan jumlah kendaraan yang
digunakan. Hasil optimasi pengangkutan pada penelitian terdahulu dapat
dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Hasil Optimasi Pengangkutan Sampah (Bing et al., 2014)

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 17


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Sumber: Bing et al., 2014

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 18


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 3 GAMBARAN UMUM

3.1 Gambaran Umum


Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 2.664 km². Secara geografis
terletak di antara 6’18'0"–6’47'10" Lintang Selatan dan 106’23'45"–
107’13'30" Bujur Timur, dengan tipe morfologi wilayah yang bervariasi,
dari dataran yang relative rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di
bagian selatan, dataran rendah sekitar 29,28% berada pada ketinggian 15 –
100 meter di atas permukaan laut (dpl), merupakan kategori ekologi hilir.
Dataran bergelombang sekitar 43,62% berada pada ketinggian 100 – 500
meter dpl, merupakan kategori ekologi tengah.
Sekitar 19,53% daerah pegunungan berada pada ketinggian 500 -
1.000 meter dpl, merupakan kategori ekologi hulu. Daerah penggunungan
tinggi sekitar 8,43% berada pada ketinggian 1.000 – 2.000 meter dpl,
merupakan kategori ekologi hulu dan 0,22% berada pada ketinggian 2.000 –
2.500 meter dpl, merupakan kategori hulu.
Batas-batas wilayah Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Kota
Tangerang Selatan, Kota Depok, Kabupaten/Kota Bekasi
2. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak
3. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten
Cianjur dan Kabupaten Purwakarta
4. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan
Kabupaten Cianjur
5. Bagian Tengah berbatasan dengan Kota Bogor.

Selain itu, kondisi morfologi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa


dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan dengan batuan penyusunnya
didominasi oleh hasil letusan gunung, yang terdiri dari andesit, tufa dan basalt.
Gabungan batu tersebut termasuk dalam sifat jenis batuan relatif lulus air
dimana kemampuannya meresapkan air hujan tergolong besar. Jenis

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 19


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

pelapukan batuan ini relative rawan terhadap gerakan tanah bila


mendapatkan siraman curah hujan yang tinggi. Selanjutnya, jenis tanah
penutup didominasi oleh material vulkanik lepas agak peka dan sangat peka
terhadap erosi, antara lain Latosol, Aluvial, Regosol, Podsolik dan Andosol.
Oleh karena itu, beberapa wilayah rawan terhadap tanah longsor. Secara
klimatalogi, wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat basah di
bagian Selatan dan iklim tropis basah di bagian Utara, dengan rata -rata curah
tahunan 2.500 – 5.00 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara dan sebagian
kecil wilayah timur curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun. Suhu rata-rata
di wilayah Kabupaten Bogor adalah 20º - 30ºC, dengan suhu rata-rata tahunan
sebesar 25º. Kelembaban udara 70% dan kecepatan angin cukup rendah,
dengan rata -rata 1,2 m/detik dengan evaporasi di daerah terbuka rata-rata
sebesar 146,2 mm/bulan.

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kabupaten Bogor

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 20


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

3.2 Jumlah dan Persebaran Penduduk


Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor tahun 2018 dibandingkan
tahun 2017 sebesar 2,20 persen. Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas
akan membawa ke arah kemajuan pembangunan, sebaliknya penduduk yang
tidak berkualitas akan menjadi beban dalam pembangunan.
Populasi Penduduk Kota Depok berdasarkan Sensus Penduduk tahun
2021 sebanyak 2.085.935 jiwa, yaitu penduduk laki-laki sebanyak 1.052.652
jiwa dan perempuan 1.033.283 jiwa dengan besarnya angka rasio jenis
kelamin sebesar 102 dan laju pertumbuhan rata-rata 6% pertahun. Kepadatan
Penduduk di 11 kecamatan bervariasi, dengan kepadatan tertinggi terletak di
kecamatan Cipayung yaitu sebesar 15.371 jiwa/km2 dan terendah di
Kecamatan Sawangan sebesar 7.060 jiwa/km2.
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin, Pertumbuhan Penduduk
2018.
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Laki-laki dan Pertumbuha
Wilayah Laki-laki Perempuan
Perempuan n Penduduk
Kecamatan
2.018 2.018 2.018
Nanggung 45.080 42.220 87.300 0,09
Leuwiliang 63.508 59.635 123.143 0,65
Leuwisadeng 38.965 35.953 74.918 0,31
Pamijahan 73.047 69.422 142.469 0,38
Cibungbulang 69.156 65.365 134.521 0,51
Ciampea 83.031 78.716 161.747 0,79
Tenjolaya 30.328 29.089 59.417 0,59
Dramaga 56.546 55.628 112.174 0,95
Ciomas 94.305 90.642 184.947 2,28
Tamansari 54.876 51.520 106.396 1,41
Cijeruk 46.481 42.515 88.996 1,14
Cigombong 53.868 51.714 105.582 1,82
Caringin 64.989 61.866 126.855 0,91
Ciawi 61.453 57.629 119.082 1,41
Cisarua 65.061 60.777 125.838 0,98
Megamendung 56.724 52.072 108.796 1,05
Sukaraja 107.104 102.562 209.666 1,98
Babakan
65.576 61.959 127.535 2,26
Madang

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 21


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Sukamakmur 41.177 38.744 79.921 0,47


Cariu 22.905 22.781 45.686 -0,51
Tanjungsari 26.298 25.581 51.879 0,07
Jonggol 74.593 72.365 146.958 1,85
Cileungsi 183.421 179.490 362.911 4,46
Kelapa Nunggal 64.039 60.829 124.868 3,01
Gunung Putri 235.316 241.096 476.412 5,01
Citeureup 120.013 115.503 235.516 1,74
Cibinong 223.770 217.627 441.397 3,37
Bojong Gede 179.357 172.655 352.012 4,60
Tajur Halang 64.750 62.121 126.871 2,92
Kemang 58.319 55.714 114.033 2,22
Ranca Bungur 28.187 26.452 54.639 0,70
Parung 75.871 71.560 147.431 2,97
Ciseeng 59.944 56.181 116.125 1,69
Gunung Sindur 69.515 66.356 135.871 3,06
Rumpin 73.440 68.070 141.510 0,74
Cigudeg 66.106 60.588 126.694 0,57
Sukajaya 30.065 27.816 57.881 0,10
Jasinga 49.847 46.852 96.699 0,09
Tenjo 37.170 35.037 72.207 0,71
Parung
69.077 64.927 134.004 2,06
Panjang
Kabupaten
2.983.278 2.857.629 5.840.907 2,20
Bogor
Sumber: Indikator Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2018

Tabel 3.1 menunjukkan bahwa di Kecamatan Gunung Putri memiliki


jumlah penduduk terbesar yaitu 476.412 jiwa dengan pertumbuhan sebesar
5,01% dari total penduduk Kabupaten Bogor. Kecamatan Cibinong menempati
urutan kedua dengan jumlah penduduk 441.397 jiwa dengan pertumbuhan
penduduk sebesar 3,37%. Jumlah penduduk terendah berada di Kecamatan
Cariu dengan jumlah penduduk 45.686 jiwa dengan pertumbuhan penduduk
sebesar 0,51% dari total penduduk Kabupaten Bogor. Kecamatan Tanjungsari
menempati urutan terendah kedua dengan jumlah penduduk 51.879 jiwa
dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,07%.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 22


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

3.3 Pertumbuhan Penduduk


Perubahan jumlah penduduk antar tahun menggambarkan angka
pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor tahun
2018 dibandingkan tahun 2017 sebesar 2,20 persen (Gambar 3.1).

Gambar 3.2 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bogor, 2017-2018 (Indikator Ekonomi


Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017)

Kecamatan Cibinong, sebagai ibukota Kabupaten Bogor, pertumbuhan


penduduk mencapai 3,37 persen. Pertumbuhan penduduk terbesar terdapat
di Kecamatan Gunung Putri, Bojonggede dan Cileungsi masing-masing sebesar
5,01 persen, 4,60 persen dan 4,46 persen. Keempat kecamatan tersebut
memiliki pertumbuhan penduduk lebih tinggi dibanding pertumbuhan
penduduk rata-rata Kabupaten Bogor (2,20%).
Secara keseluruhan ada 11 kecamatan dengan pertumbuhan penduduk
di atas pertumbuhan rata-rata kabupaten Bogor (2,28%) diantaranya
Kecamatan Gunung Putri (5,01%), Bojonggede (4,60%), Cileungsi (4,46%),
Cibinong (3,37%), Gunung Sindur (3,06%), Klapanunggal (3,01%), Parung
(2,97%), Tajur Halang (2,92%), Ciomas (2,28%), Babakan Madang (2,26%)
dan Kemang (2,22%). Dari gambar di atas juga memperlihatkan bahwa
Kecamatan Sukajaya, Jasinga, Nanggung, dan Tanjungsari memiliki

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 23


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

pertumbuhan yang relatif kecil, justru Kecamatan Cariu memperlihatkan


pertumbuhan negatif.

3.4 Sex Ratio (Rasio Jenis Kelamin)


Indikator Demografi selain jumlah dan pertumbuhan penduduk, hal
yang perlu diketahui adalah komposisi penduduk menurut jenis kelamin.
Kejadian demografis maupun karakteristiknya berbeda menurut umur dan
jenis kelamin baik untuk kelahiran, kematian maupun perpindahan penduduk.
Sex ratio Kabupaten Bogor pada tahun 2017 sebesar 104, artinya setiap 100
orang perempuan terdapat 104 orang laki-laki. Sebagian besar kecamatan di
Kabupaten Bogor memiliki sex ratio di atas 100, yang berarti berlaku umum
bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumlah penduduk
perempuan di daerah tersebut. Namun ada satu kecamatan yang nilai sex
ratio-nya kurang dari 100 yaitu sebesar 97,66 terjadi di Kecamatan Gunung
Putri (Gambar 3.3).

Gambar 3.3 Sex ratio Kabupaten Bogor Menurut Kecamatan Tahun 2017 (Indikator Ekonomi
Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2017)

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 24


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Kerangka Pikir


Pola pikir pendekatan kajian ini dapat digambarkan sebagaimana
Gambar 1. Input dari kajian adalah jumlah kendaraan operasional di setiap
UPT pengelolaan sampah, dengan subyek dari penelitian adalah penggunan
kendaraan operasional tersebut. Obyek penelitian adalah UPT pengelolaan
sampah, TPAS Galuga (Tempat Pembuangan Akhir Sampah), prasarana dan
sarana serta metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dan evaluasi.
Adapun environmental input dari kajian ini adalah jumlah anggaran yang
digunakan untuk kendaraan operasional dan sebagai instrumental input
adalah peraturan perundang-undangan terkait. Sehingga akan diperoleh
output berupa konsep konsumsi penggunaan BBM dan sebagai outcome
adalah efisiensi penggunaan BBM pada kendaraan operasional pengelolaan
sampah.

4.2 Pengumpulan Data Sekunder


Data sekunder yang digunakan dalam kajian ini antara lain data
penggunaan BBM kendaraan oprasional di setiap UPT. Dan dalam analisis
lanjutan akan diperlukan data penggunaan BBM yang khususnya untuk
kendaraan operasional. Selain itu juga diperlukan data jumlah kendaraan roda
empat, roda tiga dan lainnya yang ada di DLH Kabupaten Bogor yang
digunakan sebagai acuan dalam pengambilan sampel untuk melakukan survei.
Jumlah kendaraan roda empat, roda tiga dan lainnya tersebut akan dibedakan
menjadi kendaraan berkapasitas isi silinder kecil dan kendaraaan yang
berkapasitas silinder besar. Berdasarkan sumber data dari Dinas Lingkungan
Hidup (DLH) Kabupaten Bogor terdapat sebanyak 300 unit kendaraan
operasional di dalam kegiatan pengelolaan sampah, yang terdapat pada Tabel
berikut :

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 25


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Tabel 4.1 Jumlah kendaraan operasional pengelolaan sampah

No. Jenis Kendaraan Operasional Jumlah (Unit)


1 Dump Truck 193
2 Dump Truck Tronton (Jawa Barat) 2
3 Compactor Besar (Kapasitas 12 m3) 14
4 Compactor Sedang (Kapasitas 6 m3) 7
5 Feeder 23
6 Armroll 12
7 Sweeper Dulevo 2
8 Sweeper Hino 7
9 Pick Up 13
10 Motor Roda Tiga 27
Total Kendaran Operasional (Unit) 300

Semua data sekunder tersebut akan diperlukan dalam mendukung


tahapan analisis pada data primer.

4.3 Penentuan Variabel dan Pengembangan Kuesioner


Penentuan variabel yang digunakan dalam kajian ini berdasarkan
jumlah data kendaraan operasional yang bersumber dari Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Bogor diantaranya yaitu :
1. Jenis kendaraan,
2. Jenis bahan bakar yang digunakan (Pertalite, Pertamax, Biosolar atau
Pertamina DEX),
3. Tahun produksi kendaraan,
4. Kapasitas isi silinder setiap kendaraaan,
5. Frekuensi perjalanan harian rata – rata,
6. Jarak tempuh setiap kendaraan,
7. Tingkat konsumsi BBM, rata – rata harian.

Berdasarkan variabel-variabel tersebut diharapkan dapat dihitung


jumlah konsumsi BBM per liter terhadap jarak tempuh dari setiap UPT

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 26


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

Pengelolaan sampah ke TPAS Galuga (Tempat Pembuangan Akhir Sampah)


yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang dan pengaruh dari umur
kendaraan terhadap jumlah BBM yang dikonsumsi. Selain itu diharapkan
dapat diketahui apakah terdapat perbedaan antara kendaraan dengan
kapasitas isi silinder kecil dan kendaraaan dengan isi silinder yang besar yang
di dalam mengkonsumsi BBM.

4.4 Faktor-faktor Konsumsi Energi


Konsumsi energi kendaraan di jalan raya akan sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor utama yaitu karakteristik kendaraan, karakteristik jalan dan
aspek penggunaan kendaraan. Sedangkan faktor yang menentukan konsumsi
energi untuk kendaraan operasional adalah karakteristik kendaraan,
karakteristik right of way (R/W), dan aspek operasional.
1. Teknologi: type of propulsion, control dll
2. Design future: berat kendaraan, seating/standing ratio, dan various
amenities (AC)
3. Vehicles capacity and its utilization
4. Dynamic performance of vehicle, including acceleration rate, maximum
speed and method of braking
5. Type of motor control (resistor, chooper) and transmission (gears)

Sistem operasi kendaraan operasional meliputi:


1. Scheduling
2. Kondisi lalu lintas
3. Station spacing and stopping policy
4. Local, accelerated, express service
5. Operating regime

Sementara itu, secara sederhana dapat dikatakan bahwa semakin besar


cc kendaraan dan kapasitas tangki atau isi silinder maka konsumsi terhadap
energi akan semakin besar per satuan jarak tempuh. Sebagai contoh sepeda
motor 100 cc mampu mengkonsumsi energi 1:40 (satu liter BBM untuk jarak

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 27


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

tempuh rata-rata 40 km), sementara itu mobil 1000cc mengkonsumsi BBM


1:12 dan mobil 2000 cc mengkonsumsi 1:7. Serta kondisi lalu lintas akan
sangat berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan.

Faktor lain yang memengaruhi konsumsi BBM oleh kendaraan baik


roda dua maupun roda empat adalah kelengkapan kendaraan yang tersedia.
Mobil dengan AC tentu berbeda konsumsi BBM nya dengan mobil tanpa
menggunakan AC. Namun perilaku pengemudi juga sangat berpengaruh dalam
mengkonsumsi BBM. Berbagai faktor penentu dalam konsumsi BBM dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor eksternal (kondisi
lalu lintas, infrastruktur dll) dan faktor internal (karakteristik kendaraan).

4.5 Pengumpulan Data Primer Dengan Metode Survei


Tahapan pengumpulan data primer dilakukan dengan metode survey
pada setiap wilayah UPT Pengelolaan sampah yang dilakukan di setiap UPT
tersebut. Metode survei yang digunakan adalah melakukan wawancara
dengan responden wilayah UPT dan pengendara kendaraan Operasional.

4.6 Analisis Data


Data dianalisis dengan menggunakan hitungan yang didasarkan pada
jarak tempuh kendaraan setiap UPT – Pelayanan, Pelayanan ke TPAS dan rute
kembali dari TPAS Galuga ke wilayah UPT masing – masing kendaraan, rata-
rata jumlah konsumsi BBM berdasarkan jenis kendaraan, kapasitas mesin dan
usia kendaraan. Selain itu juga dilakukan analisis dari pergerakan kendaraan
yang biasa disebut dengan asal tujuan. Sehingga akan dapat diketahui berapa
besar jumlah bangkitan dan tarikan dari masing-masing lokasi yang disurvey
yang meliputi wilayah Kabupaten Bogor.

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 28


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

DAFTAR PUSTAKA

Anggryawan, F., Mudjanarko, S. W., Wahyuni, A., & Wasono, S. B. (2020).


Analisis Kinerja Truk Pengangkut Sampah Kota Di Kecamatan
Benowo. ASTONJADRO: CEAESJ, 9(1), 38-45.

Apriyanti, D., Kresnawati, D. K., & Diniyah, W. F. (2019, February).


Pemanfaatan sistem informasi geografis untuk analisis rute truk
pengangkutan sampah di kota bogor. In Seminar Nasional
Geomatika (Vol. 3, pp. 357-366).

Aries Dwi H, R. Dhimas D. 2010. Pengolahan Sampah Kota Terseleksi Menjadi


Refused Derived Fuel Sebagai Bahan Bakar Padat Alternatif. Jurnal
Teknik Industri, Vol. 11, No. 2: 127–133.

Burhamtoro, B. (2016). Biaya Angkut Stationary Container System (SCS) pada


Pengangkutan Sampah. SENTIA 2016, 8(2).

Giarto, R. B., Purwantoro, A., & Nuswantoro, W. Pembuatan Program Aplikasi


Simulasi Kinerja Backhoe-Dump Truck Pada Pemindahan Tanah
Mekanis.

Idrus, Y., & Gazali, Z. (2019). Analisis Biaya Pengangkutan Sampah di


Kecamatan Mariso dan Panakkukang. Jurnal Teknik Sipil MACCA, 4(1),
22-27.

Pangesty, S., Budiharjo, A., & Rusmandani, P. (2021). Pengaruh Kecepatan


Kendaraan Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Minyak di Jalan Tol.
SIKLUs: Jurnal Teknik Sipil, 7(1), 1-8.

Standart Nasional Indonesia Nomor SNI-19-2454- \2002 tentang Tata Cara


Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, Badan Standar
Nasional (BSN).

Yunus, M. Y. (2022). Implementasi Sistem Pengelolaan Persampahan Berbasis


Sistem Informasi Geografis (SIG) Studi Kasus Kecamatan Watang
Sawitto Kabupaten Pinrang (Doctoral Dissertation, UNIVERSITAS
BOSOWA).

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 29


Belanja Jasa Konsultan – Kajian Kebutuhan Bahan Bakar Minyak
Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor

LAMPIRAN

PT. NIRWANA CIPTA BENTALA | LAPORAN PENDAHULUAN 30

Anda mungkin juga menyukai