Aspek Perpajakan Dan Pemotongan PPH Pasal 21 - 26-Iapi
Aspek Perpajakan Dan Pemotongan PPH Pasal 21 - 26-Iapi
IAPI
2020
DASAR HUKUM
▪ Pasal 21, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh).
▪ Pasal 3, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Tenis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran Dan PelaporanPajak Penghasilan Pasal 21 Dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa Dan Kegiatan Orang Pribadi
▪ Pasal 3, Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang
Pribadi
▪ PP 9 tahun 2021
▪ UU HPP Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Pemotongan PPh Pasal 21
Pajak Penghasilan yang harus dipotong : Pajak Penghasilan yang harus dipotong :
▪ 5% x Rp60.000.000,00= Rp3.000.000,00 ▪ 5% x 120% x Rp60.000.000,00= Rp3.600.000,00
▪ 15% x Rp15.000.000,00= Rp2.250.000,00 (+) ▪ 15% x 120% x Rp15.000.000,00= Rp2.700.000,00 (+)
Jumlah Rp6.300.000,00
Jumlah Rp5.250.000,00
Pemotongan PPh Pasal 21
▪ Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib
melakukan pemotongan pajak sebagaimana tersebut
di atas adalah kantor perwakilan negara asing dan
organisasi-organisasi internasional. Jika pemberi
pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan
pajak sebagaimana tersebut di atas adalah kantor
perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi
internasional maka disebut dan termasuk dalam
kategori pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26.
Konsep PPh Pasal 21
▪ UNTUK MENGETAHUI KOMPONEN APA SAJA YANG
BISA MENAMBAH PENGHASILAN, PTKP SERTA TARIF
PPH PASAL 21, SILAKAN MELIHAT PADA BAGAN TARIF
PPH PASAL 21 PADA LAMPIRAN TERPISAH DARI SLIDE
INI.
Konsep PPh Pasal 26
▪ Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008,
PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang
dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib
pajak luar negeri dari Indonesia selain bentuk usaha
tetap (BUT) di Indonesia.
Konsep PPh Pasal 26
Hal yang menentukan seorang individu atau perusahaan dikategorikan sebagai
Wajib Pajak Luar Negeri adalah:
▪ seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang
tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan
perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang
mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
▪ seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang
tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan
perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui
menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.
Konsep PPh Pasal 26
• Semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran (gaji,
bunga, dividen, royalti dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar
Negeri, diwajibkan untuk memotong Pajak Penghasilan Pasal 26
atas transaksi tersebut.
• Berdasarkan PMK Nomor 9/PMK.03/2018 tentang SPT, pelaporan
SPT PPh pasal 26 wajib e-Filling sejak 1 April 2018.
• Tarif umum untuk PPh pasal 26 adalah 20%. Namun jika
mengikuti tax treaty/Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B),
maka tarif dapat berubah sesuai perjanjian masing-masing negara
Pemotongan PPh Pasal 26
▪ Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama
dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan,
disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh Badan Pemerintah, Subjek Pajak
Dalam Negeri, Penyelenggara Kegiatan, Bentuk Usaha
Tetap, atau Perwakilan Perusahaan Luar Negeri
lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia dipotong PPh Pasal 26
sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto
dan bersifat Final oleh pihak yang wajib
membayarkan:
Pemotongan PPh Pasal 26
1. dividen;
2. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang - diturunkan menjadi 10% (PP
9 tahun 2021, per 2 Feb 2021) atau sesuai dengan tarif berdasarkan P3B;
3. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
4. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
5. hadiah dan penghargaan;
6. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
7. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
8. keuntungan karena pembebasan utang yang diterima oleh WPLN
selain BUT
Pemotongan PPh Pasal 26
▪ Sedangkan penghasilan tersebut di bawah ini,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, kepada
Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap
di Indonesia dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20%
(dua puluh persen) dari jumlah neto dan bersifat
Final oleh pihak yang wajib membayarkan:
Pemotongan PPh Pasal 26
• penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta
di Indonesia (PMK No. 82/PMK.03/2009);
• premi asuransi yang dibayarkan kepada
perusahaan asuransi luar negeri (KMK No.
624/KMK.04/1994);
• penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham
(KMK No. 434/KMK.04/1999).
Pemotongan PPh Pasal 26
▪ Konsep Bentuk Usaha Tetap merupakan salah
satu konsep yang penting karena merupakan alat bagi
negara sumber untuk dapat memajaki Wajib Pajak Luar
Negeri atas laba usaha yang diperolehnya. Salah satu
perbedaan perlakuan perpajakan BUT dibandingkan
dengan wajib pajak dalam negeri antara adalah atas laba
bersih setelah pajak yang diterima atau diperoleh suatu
BUT dikenakan branch profit tax.
Pemotongan PPh Pasal 26
▪ Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak
Penghasilan Pasal 26, atas Laba Setelah Pajak yang
diperoleh BUT dikenakan tambahan Pajak Penghasilan
(PPh) atas laba setelah pajak (net income after tax) yang
diperoleh BUT sebesar 20% atau sesuai tarif yang berlaku
dalam Tax Treaty.
Pemotongan PPh Pasal 26
▪ Contoh Kasus
Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari bentuk usaha tetap
di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen).
3 Perusahaan Re-Asuransi 5% 1%
sonny.soebagyo
TARIF PPH PASAL 26 ATAS JENIS PENGHASILAN
PENJUALAN HARTA SELAIN SAHAM