24 Spo Pasien Rujukan Hiv
24 Spo Pasien Rujukan Hiv
drg.Yandri Saputra,M.Kes
Nip. 19740705 200903 1 005
PENGERTIAN Voluntary Counseling and Testing (VCT) adalah kegiatan
konseling yang bersifat sukarela dan rahasia antara konselor dari
Tim Pelayanan HIV-AIDS RSUD Pasaman Barat dengan orang
yang ingin mengetahui status HIV nya atau orang yang beresiko
tertular HIV.
TUJUAN Sebagai pedoman pelaksanaan pemeriksaan VCT di RSUD
Pasaman Barat
1. Sebagai acuan bagi petugas medis dan non medis di RSUD
Pasaman Barat dalam pelaksanaan VCT.
2. Sebagai acuan bagi orang yang akan menjalani tes HIV.
3. Tujuan Pelaksanaan VCT adalah:
a. Membantu terduga HIV dan atau ODHA untuk melakukan
perubahan perilaku kea rah perilaku lebih sehat dan aman
dengan:
Memberikan dukungan psikologis bagi pasien dan
keluarga
Mencegah penularan HIV dengan menyampaikan
informasi tentang cara penularan dan perilaku beresiko
Membantu mengenbangkan kehalian pribadi yang
diperlukan untuk mendukung perilaku hidup sehat
4. Memastikan pengobatan yang efektif dan sedini mungkin
termasuk alternatif pemecahan berbagai masalah.
KEBIJAKAN 1. Pelaksanaan pelayanan VCT adalah konselor dan Tim
Pelayanan HIV-AIDS.
2. Biaya pelaksanaan VCT adalah sesuai dengan ketentuan
RSUD Pasaman Barat tentang biaya klinik rawat jalan dan
pemeriksaan laboratorium.
PROSEDUR 1. Klien atau pasien yang akan menjalani VCT baik yang datang
sendiri atau diantar oleh petugas medis terlebih dahulu
mendaftar di tempat pendaftaran.
2. Klien atau pasien menjalani konseling.
3. Apabila setuju untuk dilakukan tes HIV, klien atau pasien
menandatangani Informed Consent yang disediakan.
4. Klien atau pasien menjalani tes di laboratorium.
5. Untuk pembukaan hasil tes anti HIV, klien atau pasien
menjalani konseling pasca tes.
6. Bagi klien atau pasien yang belum setuju untuk menjalani tes
pada saat itu, dianjurkan untuk kunjungan ulang pada waktu
yang disepakati.
UNIT TERKAIT 1. SMF Penyakit Dalam
2. SMF Anak
3. SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
4. SMF Paru
5. Laboratorium
6. Farmasi
7. Klinik Konseling dan Tes HIV
8. Rekam Medis
PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (PPIA)
No. Dokumen Revisi Halaman
1/1
drg.Yandri Saputra,M.Kes
Nip. 19740705 200903 1 005
PENGERTIAN Pencegahan Penularan HIV Dari Ibu Ke Anak (PPIA) adalah suatu
upaya yang diajukan untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke
anak yang dilakukan secara terintegrasi dan komprehensif dengan
program-program lainnya yang berkaitan dengan pengendalian
HIV-AIDS.
TUJUAN Pelayanan ini bertujuan untuk mengendalikan penularan HIV-
AIDS melalui upaya pencegahan penularan dari ibu ke anak,
meningkatkan kualitas hidup ibu dan anak yang terinfeksi HIV,
serta menurunkan tingkat kesakitan dan kematian akibat HIV-
AIDS.
PROSEDUR Dilaksanakan melalui kegiatan komprehensif yang meliputi 4
komponen/Prong meliputi:
1. Prong 1. Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan
usia reproduksi dengan konsep “ABCDE” yaitu : AIDS dan
Kesehatan reproduksi.
2. Prong 2. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada
ibu dengan HIV.
3. Prong 3. Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV
positif ke bayi yang dikandungnya.
4. Prong 4. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan
perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya.
UNIT TERKAIT 1. Penyakit Dalam
2. SMF Anak
3. SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
4. SMF Paru
5. Laboratorium
6. IGD
7. Farmasi
8. Klinik Konseling dan Tes HIV
9. Rekam Medis
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DENGAN KELAINAN
NEUROLOGIS
No. Dokumen Revisi Halaman
/2
-
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN SEPSIS
Respirasi
Oksigen arterial diperiksa dengan pulse oxymetri atau dengan
memeriksa gas darah. Oksigen diberikan melalui pipa nasal, atau
masker untuk mempertahankan saturasi oksigen arteri lebih dari
95%. Bila terjadi gagal nafas dilakukan intubasi dan ventilasi
mekanik.
Support hemodinamik
Penanganan inisial terhadap pasien sepsis yang mengalami
hipotensi harus mencakup pemberian cairan intravena yang
secara tipikal berupa 1 hingga 2 liter larutan normal saline
saelama 1 hingga 2 jam, curah urin harus dijaga diatas 3o ml/jam
dengan pemberian cairan yang kontineu; preparate diuretic seperti
furisemid dapat diberikan bila direkomendasikan.
Khusus ada syok septic, consensus direkomendasi
1. Cairan resusitasi segera diberikan dengan cairan yang ada
2. Cairan koloid lebih dianjurkan untuk resusitasi awal karena
mempunyai efek hemodinamik segera
3. Infuse cairan selanjutnya dapat memakai koloid dan atau
kristaloid
Bila keadaan tidak dapat diatasi dengan pemberian cairan saja,
maka perlu diberi obat vasopressor, golongan sympathomimetic
amine, Norepinephrin biasanya baru dipakai bila pemberian
dopamine dan dobutamin tak berhasil menaikan tekanan darah
sistematik.
2. Etiologi: Shigella
a. Tanda dan gejala
Demam tinggi, nyeri obdominal, diare berdarah
b. Penatalaksanaan dan terapi
Uji primer
- Kotromiksasol 960 mg 2 kali/hari selama 5 hari
- Amoksisilin 500 mg 3 kali/hari selama 10 hari
Jika resistensi
- Siprofloksasin 500 mg 2 kali/hari atau norfloksasin
400 mg selama 5 hari atau
- Asam nalidiksat 1 g 4 kali/hari selama 10
c. Catatan
Di Negara berkembang, resistensi shigella terhadap
kotrimolsasol mengalami peningkatan
Jika kontimoksasol digunakan sebagai terapi empiric
tidak efektif untuk pasien dengan bacillary dysentery.
fluoroquinolon merupakan pilihan, diikuti eritromisin jika
gejala diare berdarah.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN DIARE
3. Etiologi: Campylobacter
a. Tanda dan gejala
Demam, diare berdarah, nyeri abdominal, kehilangan berat
badan.
b. Uji laboratorium
Kultur reses
c. Temuan diagnostic
Ditemukan kuman campylobacter pada kultur feses
d. Penatalaksanaan dan terapi
Terapi primer
Eritromisin 500 mg 2 kali/hari selama 5 hari
Terapi lain
Fluorokuinolon, tetapi resistensinya pada Negara
berkembang dilaporkan antara 30-50%
4. Etiologi: Cryptosporidium
a. Tanda dan gejala:
Diare berat, volume banyak, encer/berair, nyeri abdominal,
suara bising usus meningkat, penurunan berat badan
b. Uji laboratorium dan uji diagnostic lain
Sampel feses dengan pengecatan AFB
c. Temuan diagnostic
Oosita ditemukan dalam sampel feses
Tidak ada kenaikan leukosit
d. Penatalaksanaan dan terapi
Rehidrasi (IV)
Paromomisin 500 mg 4 kali/hari selama 2-3 minggu,
dosis penjagaan paromomisin 500 mg 2 kali/hari selama
diperlukan
Codein fosfat 30-60 mg 3 kali/hari atau antidiare lain
seperti loperamid 2-4 mg 3 kali/hari atau 4 kali/hari,
maksimum 32 mg dalam 24 jam
Terapi ARV dapat melindungi ODHA dari infeksi akibat
cryptosporidium
e. Pencegahan
Cryptosporidia cepat menyebar dan dapat ditularkan
melalui air, makanan dan kontak antara binatang ke
manusia dan manusia ke manusia
Pada ODHA dengan CD4 < 200 sl/mm3 perlu perhatian
ekstra
Malaria
1. Etiologi: Plasmodium falciparum, P. Vivax
2. Tanda dan gejala
- Demam > 39 °C, disertai
- Kejang
- Koma
- Anamia parah
- Gagal nafas
- Hipoglikemia
3. Laboratorium
- Hapusan malaria
- Kadar haematokrit
- Glukosa darah
4. Penemuan diagnostik
- Hapusan malaria positif
5. Penatalaksanaan
I. Pengobatan serangan malaria akut (pengobatan radikal)
Klorokium: hari ke-1 dan ke-2 masing-masing dosis
tunggal, 600 mg (basa), hari ke-3, 300 mg, ditambah
primakuin dosis tunggal 15 mg/hari pada hari ke-1 s/d 3.
II. Malaria palsiparum yang kebal kloronuin.
a. Sulfadoksin-primetamin (Fansidar, Suldox) dosis
tunggal 3 tablet, ditambah primakuin dosis tunggal
45 mg pada hari ke-1
b. Kina sulfat : 3 kali 400 mg/hari selama 7 hari,
primakuin dosis tunggal 45 mg pada hari ke-1
Kemudian dapat diikuti : Doksisiklin 2 kali 100
mg/hari selama 7 hari atau Klindamisin 900 mg/hari
selama 5 hari.
III. Malaria vivuks ovale dan malariae
Klorokuin : hari ke-l dan ke-2 masing-masing dosis
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN DEMAM
6. Penanganan komplikast
- Panas:
Parasetamol: 15 mg/kg 4 kali, atau
Novalgin i.m. atau i.v. 2 kg/hari
- Kejang:
Diazepam 10 mg i.v. (polan-pelan)
- Anemia (Het <15% atau Hb < 5 g/dl)
Transfusi darah : 20 mg/ kgBB
- Hipoglikeria:
Infus: dekstrosa 40%, dilanjutkan Glucoce 10% 14-
21 tetes/menit
Monitor Glukosa darah selama terpasang infus tiap
3 jam
- Gagal napas :
Oksigen
Cek insufisiensi kardiak dan edema paru
- Koma:
Tempatkan pasien di dalam lateral dekubitus
Evaluasi secara teratur koma (2 kali/hari)
Pungsi lumbal
Regulasi Glukosa darah
Terapi kejang
- Gagal ginjal:
Pertimbangan untuk dialisis
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN KANDIDIASIS
No. Dokumen Revisi Halaman
/2
Penatalaksanaan
Tabel 1. Terapi kandidiasis mukokutan pada ODHA
Manifestasi Terapi Pilihan Terapi Alternatig
Klinis
Kandidiasis - Nistatin drop 4-5 - Itrakonazol
orofaring kumur 500.000 U suspense 200
sampai lesi hilang mg/hari saat
(10-14) hari) perut kosong
- Flukonazol oral 1 - Amfoterisin B I,v
kali 100 mg 0,3 mg/kgBB
selama 10-14 hari
Kandidiasis - Flukonazol oral - Amfoterisin B I,v
esofagus 200 mg/hari 0,3 mg/kgBB
sampai 800
mg/hari selama
14-21 hari
- Itrakonazol
suspensi 200
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN KANDIDIASIS
No. Dokumen Revisi Halaman
/2
mg/hari selama
14-21 hari
Kandidiasis Intravagina : - Flukonazol oral 1
vulvovagina - Kotrimazol krim kali 150 mg
1% 5 mg/hari tunggal
selama 3 hari, - Itrakonazol oral
atau tablet vagina 1-2 kali 200 mg
1 kali 100 mg selama 3 hari
selama 7-14 hai - Ketokonazol oral
atau 2 kali 100 mg 1 kali 200 mg
selama 3 hari selama 5-7 hari
- Mikonazol krim atau 2 kali 200
2% 5 mg/hari mg selama 3
selama 7 hari hari
- Tiokonazol krim
0,8% 5 mg/hari
selama 3 hari
Profilaksis
Tidak ada terapi profilaksis untuk kandidiasis yang dianjurkan
pada ODHA. Pada kasus berat atau rekurens, dapat
dipertimbangkan pemberian flukonazol oral 1 kali 100-200 mg
atau itrakonazol oral 1 kali 200 mg, terapi yang terbaik adalah
meningkatkan kekebalan tubuh dengan ARV.
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS INFEKSI HIV
Jenis Spesimen
1. Darah utuh/lengkap (whole Blood)
2. Serum
3. Plasma (dengan antikogulan)
4. Darah kapiler
Pengambilan Spesimen
1. Darah utuh diambil dengan Teknik flobotomi yang benar
dan secara aseptic (untuk sampel serum atau plasma)
2. Sampel plasma didapat dari darah utuh dimasukkan ke
dalam vacutainer yang berisi antikoagulan EDTA dan
dikocok bolak-balik kurang lebih 10 kali, kemudian tabung
dipusingkan disentrifus dengan kecepatan 3000rpm selama
5-15 menit. Plasma dipisahkan dan dimasukkan kedalam
tabung.
3. Sampel serum didapat dari darah utuh dimasukkan ke
dalam vacutainer tanpa antikoagulan dan ditunggu sampai
terjadi bekuan darah (±15-30 menti), kemudian tabung
dipusingkan disentrifus dengan kecepatan 3000rpm selama
5-15 menit. Serum dipisahkan dan dimasukkan ke dalam
tabung.
Pengiriman
a) Sebaiknya segera dikirim
b) Waktu pengiriman tidak boleh melampaui masa stabilistas
bahan
c) Tidak terkena sinar matahari secara langsung
d) Kemasana memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium
termasuk pemberian label yang bertuliskan “Bahan
Pemeriksaan Infeksius”
e) Di dalam kemasan suhu harus memenuhi syarat untuk
pengiriman dengan menggunakan ice box
Metode Pemeriksaan
1. ELISA
2. Rapid test (Immunochromatography, dotblot)
Reagensia
1. Reagensia yang dipakai harus sedah terdaftar pada
Departement Kesehatan Republik Indonesia dan megacu
pada buku, hasil evalusasi reganesia HIV di Indonesia
tahun 2006
2. Regansia yang digunakan harus memiliki sensitivitas >99%
dan spesifikasi >98%
3. Reagensia menggunakan 3 macam reagen untuk diagnosis
(strategi 3) (lihat lampiran) dengan persyaratan reagensia
sebagai berikut :
a. Sensitivitas reagen pertama >99%
b. Spensivitas reagen kedua >98%
c. Spesifisitas reagen kedua >98%
d. Preparasi antigen atau prinsip tes reagen 1,2 dan 3
tidak sama
4. Prosentase hasil kombinasi 2 reagensia pertama yang tidak
sama <5%
PEMANTAPAN 1. Pemeriksaan pekerjaan sesuai prosedur yang dianjurkan
MUTU oleh tiap prosedur reagensia
2. Pada tiap pemeriksaan diceritakan kontrol positif dan
kontrol negatif
3. Hindari penggunaan bahan yang lipemtik, hemolisis, dan
ikterik
4. Reagensia disimpan pada keadaan sesuai petunjuk
produsen
5. Hindari melakukan poolingan bahan-bahan pemeriksaan
6. Viladitas pemeriksaan harus diperiksa dahulu hasil
pemeriksaan dapat dibaca
7. Peralatan yang dipadaku harus dapat berfungsi dengan
baik dan terpantau secara teratur
8. Pipet yang digunakan harus telah terkalibrasi
LAMPIRAN Strategi III menggunakan tiga macam tes ( A1, A2, A3) dan
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS INFEKSI HIV
Diagnose berdasarkan
Terminology BIHA dipakai sebagai tanda pengenal dan kode bagi
semua petugas administrasi, medis, padamedis, pekarya, diberi
tanda stiker merah pada catatan medik, alat suntik, obat dan
sebagainya yang ada hubungannya dengan penderita. Tim BIHA
adalah tim yang ditunjuk kepala bagian Anak untuk membuat dan
merancang petunjuk pelaksanaan hal yang berhubungan dengan
BIHA.
Manajemen umum
Bayi yang dilahirkan ibu dengan HIV positif maka:
- Hormati kerahasiaan ibu dan keluarganya dan lakukan
konseling pada keluarga.
- Rawat bayi seperti bayi yang lain dan perhatian
PENGELOLAAN BAYI BARU LAHIR DARI IBU DENGAN HIV
Manajemen Khusus
Profilasis:
- Bila ibu sdah mendapat ARV (Antiretrovirus) atau
Zidovudine (AZT) 4 minggu sebelum melahirkan, maka
setelah lahir bayi diberi AZT 2 mg/kg berat badan per oral
tiap 6 jam selama 6 minggu, dimulai sejak bayi umur 12
jam. Hal ini dapat mengurani resiko terjadinya HIV dari 25%
menjadi 8%.
- Bla ibu sudah mendapat Nevirapine (NVP) dosis tunggan
selama proses persalinan dan bayi masih berumur kurang
dari 3 hari, segera beri bayi Nevirapine dalam suspense 2
mg.kg BB secara oral masa usia 48-72 jam sebaiknya pada
umur 12 jam. Dosis tuggal.
- Untuk mencegah PCP, berikan TMP 2,5 mg/kg BB 2x
sehari, pemberian 3x seminggu, diberikan sejak bayi umur
6 minggu sampai diagnosis HIV dapat disangkal (Polin),
karena peak onset PCP adalah pada umur 3-9 bulan (lihat
tatalaksana setelah bayi pulang pada umur 6 bulan).
- Jadwalkan pemeriksaan tindak lanjut dalam 3 minggu untuk
menilai masalah pemberian minum dan pertumbuhan bayi
(lihat pemeriksaan tindak lanjut).
Pemberian Minum:
Lakukan konseling pada ibu tentang pilihan pemeberian
minum kepada bayinya, hargai dan dukunglah apapun
pilihan ibu, ijinkan ibu untuk membuat pernyataan sendiri
tentang pilihan yang terbaik untuk bayinya.
Terangkan kepada ibu bahwa menyusui data beresiko
menularkan infeksi HIV. Meskipun demikian, pemerbian
susu formula dapat meningkatkan resiko kesakitan dan
kematian, khususnya bila pemberian susu formula tidak
diberikan secara aman akrena keterbatasan fasilitas air
untuk mempersiapkan atau karena tidak terjamin
ketersediaanya oleh keluarga.
Terangkan pada ibu tentang untung dan rugi pilihan cara
pemberian minum
Susu formula dapat diberikan bila mudah didapat, dapat
dijaga kebersihannya dan seleu dapat tersedia
ASI Ekslusif dapat segera dihentikan bila susu formula
sudah dapat disediakan. Hentikan ASI pada saat
memberikan susu formula
Semua bayi yang mendapat susu formula, perlu dilakukan
tindak lanjut dan beri dukungan kepada ibu cara
menyediaan susu formula dengan benar
PENGELOLAAN BAYI BARU LAHIR DARI IBU DENGAN HIV