Anda di halaman 1dari 98

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN KOMPETENSI DENGAN

PENGETAHUAN TENAGA KESEHATAN MENGENAI


PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KASUS
DBD DI PUSKESMAS LAMUNTI
KABUPATEN KAPUAS

Oleh:
AULIA FATIMAH
NPM. 2114201210157

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN, 2022
HUBUNGAN LAMA KERJA DAN KOMPETENSI DENGAN
PENGETAHUAN TENAGA KESEHATAN MENGENAI
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KASUS
DBD DI PUSKESMAS LAMUNTI
KABUPATEN KAPUAS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan


Pada Program Studi S.1 Keperawatan

Oleh:
AULIA FATIMAH
NPM. 2114201210157

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2022

ii
iii
iv
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini oleh:
Nama : Aulia Fatimah
NPM : 2114201210157
Judul Skripsi : Hubungan Lama Kerja dan Kompetensi dengan Pengetahuan
Tenaga Kesehatan Mengenai Pencegahan Dan Pengendalian
Kasus DBD di Puskesmas Lamunti Kabupaten Kapuas

Telah melaksanakan ujian skripsi pada tanggal 18 Mei 2022, dan dinyatakan
berhasil mempertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi
S.1 Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.
DEWAN PENGUJI:
Penguji 1:

Diah Retno Wulan, Ns.,M.Kep


NIK: 01 17031989111 005 014

Penguji 2:

Izma Daud, Ns.,M.Kep


NIK: 01 16071984048 003 010

Penguji 3:

Rohni Taufika Sari, Ns., M.Kep


NIK. 01 30071983 040 007 008

Mengesahkan di : Banjarmasin
Tanggal : Mei 2022
Mengetahui,
Dekan Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Ketua Program Studi S.1 Keperawatan

Solikin, Ns., M.Kep., Sp.Kep.MB Izma Daud, Ns., M.Kep


NIK. 01 29071979 018 002 002 NIK. 01 16071984 048 003 010

v
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Aulia Fatimah


NPM : 2114201210157
Program Studi : S.1 Keperawatan
Jenis Karya : Skripsi

Sebagai civitas akedemika Universitas Muhammadiyah Banjarmasin Fakultas


Keperawatan dan Ilmu Kesehatan yang turut serta mendukung pengembangan
ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Hak
Bebas Royalti atas karya ilmiah saya yang berjudul :

“Hubungan Lama Kerja dan Kompetensi dengan Pengetahuan Tenaga Kesehatan


Mengenai Pencegahan dan Pengendalian Kasus DBD di Puskesmas Lamunti
Kabupaten Kapuas’

Dengan adanya Hak Bebas Royalti ini maka, Universitas Muhammadiyah


Banjarmasin Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan mempunyai kebebasan
secara penuh untuk menyimpan, melakukan editing, mengalihkan ke
format/media yang berbeda, melakukan kelolaan berupa database, serta
melakukan publikasi tugas akhir saya ini dengan pertimbangan dengan tetap
mencantumkan nama penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta dengan
segala perangkat yang ada (bila diperlukan)
Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Banjarmasin
Pada tanggal : 11 Mei 2022

(Aulia Fatimah)

vii
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MMUHAMMADIYAH BANJARMASIN

SKRIPSI, 21 APRIL 2022

Nama Mahasiswa : AULIA FATIMAH


NPM : 2114201210157

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN KOMPETENSI DENGAN PENGETAHUAN


TENAGA KESEHATAN MENGENAI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
KASUS DBD DI PUSKESMAS LAMUNTI KABUPATEN KAPUAS

ABSTRAK
Latar Belakang : Di Indonesia angka kematian penderita hypovolemic shock akibat
Demam Berdarah dengan ranjatan (dengue shock syndrome) yang disertai dengan
perdarahan yaitu berkisar 56 sampai 66 jiwa ditahun 2014. Dampak yang
ditimbulkan pada kasus syok hipovolemik yang dapat mengakibatkan pada
kematian. Hal yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yaitu meningkatkan
pengetahuan dalam menangani pencegahan dan pengendalian DBD. selain itu,
masa kerja berbanding lurus dengan keterampilan yang dimiliki tenaga kesehatan,
semakin lama seorang bekerja akan semakin trampil dan berpengalaman
menghadapi masalah dalam pekerjaannya.
Tujuan : Penelitian ini untuk mengetahui hubungan lama kerja dan kompetensi
dengan pengetahuan tenaga kesehatan mengenai pencegahan dan pengendalian
kasus DBD di Puskesmas Lamunti Kabupaten Kapuas.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan dianalisis menggunakan uji
korelasi Sperman rank. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 49 orang tenaga
kesehatan. Variabel independen lama kerja dan kompetensi sedangkan variabel
dependen adalah pengetahuan tenaga kesehatan . Teknik pengambilan sampel
menggunakan total sampling.
Kesimpulan : hasil analisis yaitu terdapat hubungan yang kuat antara lama kerja
dan kompetensi dengan pengetahuan tenaga kesehatan mengenai pencegahan dan
pengendalian kasus DBD di Puskesmas Lamunti Kabupaten Kapuas dengan nilai
kemaknaan statistiknya yaitu nila p value < α atau 0,000 < 0,005.

Kata Kunci : Lama Kerja, Kompetensi, Pengetahuan, BDB


Daftar Rujukan : 16 (2013-2022)

viii
KATA PENGANTAR

Segala puji hanyalah milik Allah SWT, atas segala limpahan kasih sayangNya
Shalawat serta salam mudah-mudahan senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW. Alhamdulillahirobil’alamin Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT,
atas anugerah dan petunjuk yang diberikan. Karena izin Allah penulis dapat menyusun
Skrpsi ini dengan judul “Hubungan Lama Kerja dan Kompetensi dengan Pengetahuan
Tenaga Kesehatan Mengenai Pencegahan dan Pengendalian Kasus DBD di Puskesmas
Lamunti Kabupaten Kapuas ”.
Bersamaan ini perkenankan lah saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
dengan hati yang tulus kepada:
1. Bapak Solikin, Ns., M.Kep., Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
2. Ibu Diah Retno Wulan, Ns.,M.kep selaku pembimbing utama dan penguji 1,
yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan masukan sehingga penulis
dapat melaksanakan seminar proposal ini.
3. Ibu Izma Daud, Ns., M.Kep selaku ketua program studi S1 Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin sekaligus selaku pembimbing 2 yang
telah memberikan waktunya disela-sela kesibukan, bimbingan, arahan serta
saran yang telah diberikan kepada penulis.
4. Seluruh dosen pengajar S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin yang selama ini telah
banyak memberikan ilmu yang bermanfaat bagi kelancaran penyusunan laporan.
5. Kedua orang tua, suami dan anak serta keluarga yang tak henti-henti nya
memberikan motivasi, materi dan menghantarkan doa sehingga dapat
terselesaikan tugas skripsi ini.
6. Kepada Kepala UPT Puskesmas Lamunti beserta teman-teman puskesmas yang
telah memotivasi dan mendukung serta memberikan kesempatan untuk saya
dapat melanjutkan pendidikan sehingga dapat menyelesaikan tugas skripsi ini.
7. Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa saya sebutkan satu
per satu.

ix
Semoga Allah subhanahuwata’alla selalu melindungi, memberikan keberkahan
serta rahmat-Nya kepada mereka yang telah memberikan sumbangsih yang
tulus kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam peyusunan proposal
skripsi ini masih banyak kekurangan dikarenakan penulis masih dalam tahap
pembelajaran, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi menyempurnaka skripsi ini. Semoga ide pemikiran yang tertuang dalam
proposal skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Aamiin ya Rabbal
alamin.
Wassallamu’alaikum warrahmatullahi wabarrakatuh.
Banjarmasin, 5 Februari 2022

Penulis

x
DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI. .............................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI......................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS............................................................. iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................... v
ABSTRAK.................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................... vii
DAFTAR ISI .............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xi

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................ 6
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 6
1.3 Tujuan....................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................... 6
1.5 Penelitian Terkait ..................................................................... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Tenaga Kesehatan ....................................................... 9
2.2 Konsep Lama Kerja .................................................................. 12
2.3 Konsep Kompetensi ................................................................. 14
2.4 Konsep pengetahuan ................................................................ 18
2.5 Konsep DBD ............................................................................ 19
2.6 Kerangka Teori Penelitian ........................................................ 35
2.7 Kerangka Konsep Penelitian .................................................... 35
2.8 Hipotesis Penelitian .................................................................. 35

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN...................................................... 37


3.1 Desain Penelitian ...................................................................... 37
3.2 Definisi Operasional ................................................................. 37
3.3 Populasi, sampel, dan Sampling ............................................... 39
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 39
3.5 Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 40
3.6 Teknik Pengambilan Data ........................................................ 42
3.7 Teknik Analisa Data ................................................................. 43
3.8 Teknik Pengolahan Data .......................................................... 45
3.9 Uji validitas Dan Reliabilitas ................................................... 46
3.10Etika Penelitian ........................................................................ 48

xi
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 37
4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ........................................ 37
4.2 Hasil Penelitian ........................................................................ 37
4.3 Pembahasan .............................................................................. 39
4.4 Keterbatasan Penelitian ............................................................ 39
4.5 Implikasi Hasil Penelitian danlam Keperawatan ..................... 40

BAB 5 PENUTUP....................................................................................... 37
5.1 Kesimpulan............................................................................... 37
5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 49


LAMPIRAN-LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional ......................................................... 37
Tabel 3.2 Tabel waktu Penelitian ................................................................ 39
Tabel 3.3 Tabel Kisi-Kisi Kuesioner Penelitian ......................................... 41

DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian....................................................... 35
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian .................................................. 35

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Bimbingan Skripsi


Lampiran 2 Surat Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 3 Balasan Surat Ijin Pendahuluan
Lampiran 4 Surat Ijin Uji Validitas
Lampiran 5 Balasan Surat Ijin Uji Validitas
Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 7 Balasan Surat Ijin Penelitian
Lampiran 8 Sertifikat Komisi Etik Penelitian
Lampiran 9 Waktu Penelitian
Lampiran 10 Informed Consen (Persetujuan Menjadi Responden)
Lampiran 11 Instrumen Kuesioner Lama Kerja Dan Kompetensi
Lampiran 12 Instrumen Kuesioner Pengetahuan Tenaga Kesehatan Mengenai
Pencegahan Dan Pengendalian DBD
Lampiran 13 Lembar Konsultasi
Lampiran 14 SPSS

xiv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
kesehatan di masyarakat yang cendrung meningkat serta semakin luas
penyebarannya sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk terutama yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan
suptropis (Lia Fentia, 2021). Demam Berdarah Dengue (DBD) atau yang
dikenal dengan Dengue Hemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti.
Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak menimbulkan kematian di daerah
tropis dan sub tropis serta ancaman bagi kesehatan dunia karena lebih dari 100
negara terjangkit DBD. Nyamuk Aedes Aegypti biasanya mencari mangsa pada
pagi hari pukul 08.00-10.00 dan sore hari pukul 15.00 - 17.00 (Marni, 2016).

Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menyebar dengan cepat di semua


wilayah di dunia dalam beberapa tahun terakhir. Menurut World Health
Organisation (WHO) pada tahun 2019, sekitar 390 juta orang di dunia terinfeksi
virus dengue per tahun. Sebanyak 3,9 miliar penduduk di 128 negara berisiko
terinfeksi virus dengue dengan 70% risiko paling banyak ditemukan di Asia.
Filipina menempati peringkat pertama dengan kasus DBD tertinggi yaitu 52%.
Peringkat kedua yaitu negara Thailand sebesar 30% dan Indonesia menempati
urutan ketiga dengan kasus DBD sebesar 29% (WHO, 2019).

Jumlah kasus DBD di Indonesia tahun 2019 sebanyak 138.127 kasus, IR


(Incidence Rate) sebanyak 51,53/ 100.000 penduduk, CFR (Case Fatality Rate)
sebesar 0,67 dan sebanyak 919 orang diantaranya meninggal dunia. Jumlah
kasus DBD di Indonesia tahun 2019 mengalami kenaikan yang signifikan jika
dibandingkan pada tahun 2018 sebanyak 65.602 kasus, IR sebanyak 27,73/
100.000 penduduk, CFR sebesar 0,70 dan sebanyak 462 orang diantaranya
meninggal dunia (Lia Fentia, 2021).Demam Berdarah Dengue (DBD) memiliki

1
2

gejala yang sama dengan demam dengue dengan gejala lain seperti sakit/nyeri
pada ulu hati terus menerus, pendarahan pada hidung, mulut, gusi atau memar
pada kulit. Penyakit DBD dapat menyerang segala usia, umumnya penyakit
DBD terjadi pada anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun (Kemenkes RI,
2017). Penyakit DBD ditandai dengan 4 ciri utama yaitu pembesaran limfa,
terjadinya shock (kejang) pada penderita, adanya pendarahan dan demam
dengan suhu yang berubah–ubah karena virus dengue mengalami masa inkubasi
di dalam tubuh. Penderita DBD yang mengalami shock (kejang) akibat adanya
kebocoran plasma darah dapat mengalami kematian apabila tidak ditangani
secara tepat dan cepat (Widyatama, 2018). Berdasarkan teori John Gordon,
kejadian satu penyakit terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara faktor
lingkungan (environment), faktor perilaku manusia (host) dan faktor penyakit
(agent) (Lia Fentia, 2021).

Di Indonesia sendiri, angka kematian penderita hypovolemic shock akibat


Demam Berdarah dengan ranjatan (dengue shock syndrome) yang disertai
dengan perdarahan yaitu berkisar 56 sampai 66 jiwa ditahun 2014. Dampak
yang ditimbulkan pada kasus syok hipovolemik adalah, syok yang ringan lebih
berpeluang untuk pulih. Sedangkan syok hipovolemik yang berat cenderung
menjurus pada kematian, terutama jika dialami oleh orang-orang lanjut usia.
Syok hipovolemik juga dapat mengakibatkan kerusakan pada organ (misalnya
ginjal atau otak). Apabila syok hipovolemik berkepanjangan tanpa penanganan
yang baik maka mekanisme kompensasi akan gagal mempertahankan curah
jantung dan isi sekuncup yang adekuat sehingga menimbulkan gangguan
sirkulasi/perfusi jaringan, hipotensi, dan kegagalan organ. Pada keadaan ini
kondisi pasien sangat buruk dan tingkat mortalitas sangat tinggi. Apabila syok
hipovolemik tidak ditangani segera akan menimbulkan kerusakan permanen
dan bahkan kematian. Perlu pemahaman yang baik mengenai syok dan
penanganannya guna menghindari kerusakan organ lebih lanjut (Danusantoso,
2014). Selain ditunjang dari pendidikan formal dapat juga dipengaruhi oleh
3

pendidikan nonformal seperti pelatihan-pelatihan atau pengalaman bekerjanya


lebih banyak.

Menurut Lestari, Faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat


pendidikan, informasi, pengalaman, budaya dan sosial ekonomi. Berdasarkan
WHO hubungan pengetahuan perawat dengan tatalaksana Syok Hipovolemik
awal pasien di Instalasi gawat darurat salah satu kondisi yang memerlukan
tindakan segera. Pasien syok sangat memerlukan pemantauan ketat terhadap
tanda-tanda klinis serta status hemodinamik dan status intravaskuler. Sebagai
perawat, harus mengenal dan mempunyai kemampuan atau kecakapan untuk
menanganikondisi ini (M. Agung, 2021).

Syok hipovolemik merupakan kondisi medis dimana terjadi kehilangan cairan


dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh
volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak
adekuat (Nugroho, 2016). Pasien dengan kondisi syok diperlukan pemantauan
yang ketat terhadap tanda-tanda klinis, keadaan hemodinamik dan status
intravaskularnya. Sebagian besar penderita syok meninggal setelah beberapa
jam akibat perdarahan karena tidak mendapat penanganan yang tepat dan
adekuat. Perdarahan yang tidak ditangani secara cepat dan tepat dapat
menyebabkan kematian di atas menunjukkan hasil analisa hubungan
pengetahuan dan sikap perawat dalam penanganan pertama kondisi syok pasien
DBD Di Rumah Sakit Swasta Bandung. Penanganan pertama kondisi syok
pasien DBD, hal ini merupakan cara seseorang untuk mengungkapkan apa yang
diketahui dalam bentuk informasi yang akan mempengaruhi seseorang untuk
melaksanakan suatu tindakan dari suatu objek dengan benar, dengan
pengetahuan perawat yang tinggi akan menjadi modal bagi keberhasilan dalam
meningkatkan mutu pelayanan. Pengetahuan yang baik memiliki hubungan
yang erat terhadap pembentukan pola pikir seseorang dalam melakukan
penanganan pertama pasien DBD dengan kondisi syok (Novikasari, 2016).
Selain Pengetahuan, Kurniadi (2016) menjelaskan bahwa masa kerja
4

berbanding lurus dengan keterampilan yang dimiliki perawat, dimana masa


kerja adalah lamanya perawat bekerja dimulai saat perawat resmi diangkat,
menyebutkan kepuasan kerja relative tinggi pada waktu permulaan bekerja,
menurun secara berangsur –angsur selama 5-8 tahun, dan selanjutnya kepuasan
akan meningkat dan mencapi puncaknya setelah bekerja 20 tahun. Menurutnya
semakin lama seorang bekerja akan semakin trampil dan berpengalaman
menghadapi masalah dalam pekerjaannya. Menurut Robbins dan Judge (2013),
menyatakan bahwa masa kerja dan kepuasan menunjukan hubungan yang
positif. Adapun teori sejalan dengan penelitian ini adalah Pelatihan termasuk
simulasi, merupakan hal yang sangat penting karena dari sini didapat
kemampuan yang tinggi dan dari semua personel di berbagi bidang yang akan
terlibat dalam penanggulangan. Dalam hal ini penanggulangan gawat darurat
dan bencana dari sisi medik dan dari sisi kesehatan pada umumnya. Pelatihan
akan menghasilkan orang-orang yang andal dalam memberikan pertolongan
(Abdullah, 2021).

Cara yang dapat dilakukan saat ini dengan menghindari atau mencegah
gigitan nyamuk penular DBD. Oleh karena itu upaya pengendalian DBD yang
penting pada saat ini adalah melalui upaya pengendalian nyamuk penular
dan upaya membatasi kematian karena DBD. Atas dasar itu maka upaya
pengendalian DBD memerlukan kerjasama dengan program dan sektor terkait
serta peran serta masyarakat (Pencegahan dan pengendalian DBD, 2017).
Pengetahuan berperan penting terhadap upaya pencegahan DBD yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan. Semakin baik pengetahuan responden maka
pencegahan DBD yang dilakukan juga akan semakin baik dan begitupun
sebaliknya. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Green dalam Notoatmodjo
(2010) yang menyatakan bahwa seseorang yang berpengetahuan tinggi akan
lebih cenderung untuk berperilaku baik dalam bidang kesehatan, termasuk
5

dalam melakukan upaya pencegahan DBD, dan begitu pula sebaliknya (Maria,
2020).

Pada bulan Januari 2022 Peneliti melakukan Studi Pendahuluan di Puskesmas


Lamunti, hasil wawancara kepada Karu IGD Puskesmas Lamunti Kecamatan
Mantangai Kabupaten Kapuas didapatkan data bahwa selama 3 tahun terakhir
kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas ada 11 kasus DBD, 7 dintaranya
dilakukan rujukan ke Rumah Sakit dan 4 sisanya dilakukan penanganan di
Puskesmas. Selain itu tenaga kesehatan di Puskesmas masih ada yang belum
pernah mengikuti Pelatihan/kompetensi penanganan atau penatalaksanaan
kegawatdaruratan demam berdarah. Dari Jumlah perawat, Bidan, Dokter, dan
petugas kesehatan lainnya di Puskesmas Lamunti berjumlah 49 orang. dari
jumlah 49 orang tersebut peneliti mengambil sampel 30 orang, 9 diantaranya
sudah bekerja di atas 10 tahun sedangkan 21 orang bekerja di bawah 10 tahun
serta 12 diantara mereka ada memiliki sertifikat pelatihan penanganan
kegawatdaruratan.

Selain mewawancara Karu IGD, peneliti juga mewawancarai 20 orang petugas


kesehatan yang bertugas di Puskesmas Lamunti, data yang ditemukan bahwa
ada 9 orang Tenaga kesehatan yang lama kerjanya di bawah 10 tahun dan 11
orang Tenaga kesehatan lama kerjanya di atas 10 tahun. Dari 20 orang Tenaga
kesehatan semua memiliki sertifikat BTCLS, dari 20 orang Tenaga kesehatan
yang diwawancarai 6 Tenaga kesehatan tidak memiliki pelatihan pengendalian/
pencegahan vektor demam berdarah. Selain itu, peneliti menanyakan
pengetahuan perawat mengenai pencegahan dan pengendalian DBD
(pengertian, penyebab, gejala, cara penularan, pemberantasan sarang nyamuk)
kepada 20 Tenaga kesehatan, 17 diantaranya memahami pencegahan dan
pengendalian DBD tersebut dengan baik dan benar sedangkan 3 diantaranya
masih keliru menjelaskan pencegahan dan pengendalian dan pencegahan DBD.
Dari uraian latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Lama Kerja Dan Kompetensi Dengan
6

Pengetahuan Tenaga kesehatan Mengenai Pencegahan dan Pengendalian Kasus DBD


di Puskesmas Lamunti Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara lama kerja dan kompetensi dengan pengetahuan
tenaga kesehatan mengenai pencegahan dan pengendalian kasus DBD di Puskesmas
Lamunti Kabupaten Kapuas?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis hubungan lama kerja dan kompetensi dengan pengetahuan
tenaga kesehatan mengenai pencegahan dan pengendalian kasus DBD di
Puskesmas Lamunti Kabupaten Kapuas
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi lama kerja tenaga kesehatan di Puskesmas Lamunti
Kabupaten Kapuas
1.3.2.2 Mengidentifikasi kompetensi tenaga kesehatan di Puskesmas
Lamunti Kabupaten Kapuas
1.3.2.3 Mengidentifikasi pengetahuan tenaga kesehatan mengenai
pencegahan dan pengendalian kasus DBD di Puskesmas Lamunti
Kabupaten Kapuas
1.3.2.4 Menganalisis hubungan antara lama kerja dan kompetensi dengan
pengetahuan tenaga kesehatan mengenai pencegahan dan
pengendalian kasus DBD di Puskesmas Lamunti Kabupaten Kapuas

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Puskesmas Lamunti Kabupaten Kapuas
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi pihak
Puskesmas Lamunti Kabupaten Kapuas terkait lama kerja dan
kompetensi terhadap pengetahuan tenaga kesehatan dalam pencegahan
dan pengendalian DBD.
1.4.2 Bagi Petugas Kesehatan
7

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai ilmu dan pengetahuan


mengenai pencegahan dan pengendalian kasus DBD dalam bidang
kegawatdaruratan
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data awal
penelitian selanjutnya dan mengembangkan ilmu pengetahuan tentang
pencegahan dan pengendalian kasus DBD.
1.4.4 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber rujukan agar dapat
diadakan kegiatan rutin seperti Workshop Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit DBD bagi semua tenaga kesehatan khususnya
yang bekerja di puskesmas agar tidak hanya pemegang program saja
yang mendapatkan ilmu dan pengetahuan dalam tatalaksana
pencegahan dan pengendalian kasus DBD

1.5 Penelitian Terkait


1.5.1 Abdulah LahaBagngatubun. 2021. Faktor Yang Mempengaruhi
Kesiapsiagaan Perawat Dalam Menghadapi Wabah DBD Di
Kecamatan Dulah Selatan Kota Tual. Penelitian ini menggunakan
metode Analitik observasional, Populasi dalam penelitian ini adalah
semua perawat pada Kecamatan Dulah Selatan berjumlah 60 orang.
Metode pengambilan sampel adalah purposive sampling dan jumlah
sampel adalah 59 perawat.. Hasil penelitian menunjukan pengaruh
umur (0,007), jenis kelamin (0,639), pendidikan (0,654), masa kerja
(0,001), pelatihan (0,000), respon epidemik (0,001) terhadap
kesiapsiagaan perawat. Kesimpulan adalah Ada pengaruh antara umur,
masa kerja, pelatihan tanggap bencana, respon epidemik wabah DBD
dan fasilitas penanganan wabah dengan kesiapsiagaan perawat dalam
menghadapi wabah DBD. Persamaan Variabel Independen masa kerja
dan pelatihan/kompetensi dalam menghadapi DBD Responden Tenaga
kesehatan. Perbedaan Variabel dependen jurnal Kesiapsiagaan perawat
8

menghadapi wabah DBD sedangkan peneliti menggunakan variabel


dependennya pengetahuan Metode jurnal analitik observasional
sedangkan peneliti menggunakan analitik survey dan tempat tempat
penelitian.
1.5.2 Maria A.L. Dawe. 2020. Pengetahuan dan Sikap Masyarakat serta
Peran Petugas Kesehatan Terkait Pencegahan Demam Berdarah
Dengue (DBD). Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectinal Study, sampel penelitian ini berjumlah 99
responden dan diambil dengan teknik simple random sampling. Hasil
penelitian menunjukan ada hubungan antara pengetahuan dan
pencegahan DBD dan ada hubungan atara peran petugas kesehatan
dengan pencegahan DBD. Persamaan dengan penelitian yaitu masalah
yang diiangkat mengenai DBD, adanya membahas pengetahuan dan
tenaga kesehatan. Perbedaannya yaitu responden yang digunakan
dalam jurnal adalah masyarakat umum.
1.5.3 Melian Anita. 2021. Pengaruh Pelatihan Kader Jumantik terhadap
Pengetahuan dan Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue.
Penelitian analitik dengan pendekatan eksperimen, Teknik
pengambilan sampel berupa total sampling. pelatihan kader akan
memberikan peningkatan pengetahuan para kader jumantik yang
selanjutnya berdampak terhadap penurunan angka kejadian DBD dalam
sebuah wilayah. Uji statistik analitik T-Test dependentdan Wilcoxon
alternative testjuga dilakukan untuk melihat signifikansi kenaikan
pengetahuan kader sebelum dan sesudah pelatihan. Dua puluh satu
responden memenuhi kriteria inklusi dengan hasil berupa terdapat
peningkatan pengetahuan tentang PSN yang signifikan antara sebelum
dilakukan pelatihan dan setelah dilakukan pelatihan (p <0,05; 31,25 vs
57,25) serta penurunan kasus DBD (p < 0,05) bila dibandingkan periode
sebelumnya.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Tenaga Kesehatan


2.1.1 Pengertian Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga
kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar
masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai
salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UU RI, No. 36 tn 2014 tentang Nakes).

2.1.2 Kualifikasi dan Pengelompokan Nakes


Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas Tenaga Kesehatan dan Asisten
Tenaga Kesehatan. Tenaga kesehatan yang dimaksud harus memiliki
kualifikasi minimum Diploma Tiga, Kecuali Tenaga medis. Tenaga
Kesehatan dikelompokkan ke dalam pengelompokan berikut, yaitu:
2.1.2.1 tenaga medis (atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan
dokter gigi spesialis)
2.1.2.2 tenaga psikologi klinis (psikologi klinis)
2.1.2.3 tenaga keperawatan (Perawat)
2.1.2.4 tenaga kebidanan (Bidan)

9
10

2.1.2.5 tenaga kefarmasian (apoteker dan tenaga teknis


kefarmasian)
2.1.2.6 tenaga kesehatan masyarakat (epidemiolog kesehatan, tenaga
promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan
kerja, tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga
biostatistik dan kependudukan, serta tenaga kesehatan
reproduksi dan keluarga)
2.1.2.7 tenaga kesehatan lingkungan (atas tenaga sanitasi
lingkungan, entomolog kesehatan, dan mikrobiolog
kesehatan.)
2.1.2.8 tenaga gizi (nutrisionis dan dietisien)
2.1.2.9 tenaga keterapian fisik (atas fisioterapis, okupasi terapis,
terapis wicara, dan akupunktur)
2.1.2.10 tenaga keteknisian medis (perekam medis dan informasi
kesehatan, teknik kardiovaskuler, teknisi pelayanan darah,
refraksionis optisien/optometris, teknisi gigi, penata anestesi,
terapis gigi dan mulut, dan audiologis)
2.1.2.11 tenaga teknik biomedika (radiografer, elektromedis, ahli
teknologi laboratorium medik, fisikawan medik,
radioterapis, dan ortotik prostetik)
2.1.2.12 tenaga kesehatan tradisional (tenaga kesehatan tradisional
ramuan dan tenaga kesehatan tradisional keterampilan)
2.1.2.13 Tenaga kesehatan Lain.

2.1.3 Hak dan Kewajiban Nakes


2.1.3.1 Hak
a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan
tugas sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan
Profesi, dan Standar Prosedur Operasional;
b. memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari
Penerima Pelayanan Kesehatan atau keluarganya
11

c. menerima imbalan jasa;


d. memperoleh pelindungan atas keselamatan dan kesehatan
kerja, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai agama;
e. mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan
profesinya;
f. menolak keinginan Penerima Pelayanan Kesehatan atau
pihak lain yang bertentangan dengan Standar Profesi, kode
etik, standar pelayanan, Standar Prosedur Operasional, atau
ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan
g. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
2.1.3.2 Kewajiban
a. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar
Profesi, Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur
Operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan
Penerima Pelayanan Kesehatan
b. memperoleh persetujuan dari Penerima Pelayanan
Kesehatan atau keluarganya atas tindakan yang akan
diberikan;
c. menjaga kerahasiaan kesehatan Penerima Pelayanan
Kesehatan;
d. membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokumen
tentang pemeriksaan, asuhan, dan tindakan yang dilakukan;
dan
e. merujuk Penerima Pelayanan Kesehatan ke Tenaga
Kesehatan lain yang mempunyai Kompetensi dan
kewenangan yang sesuai
f. Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik pada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan wajib memberikan pertolongan
pertama kepada Penerima Pelayanan Kesehatan dalam
12

keadaan gawat darurat dan/atau pada bencana untuk


penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan dan
g. dilarang menolak Penerima Pelayanan Kesehatan dan/atau
dilarang meminta uang muka terlebih dahulu.
2.1.4 Tanggungjawab Tenaga Kesehatan
2.1.4.1 Mengabdikan diri sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki;
2.1.4.2 Meningkatkan kompetensi;
2.1.4.3 Bersikap dan berperilaku sesuai dengan etika profesi;
2.1.4.4 Mendahulukan kepentingan masyarakat daripada kepentingan
pribadi atau kelompok;
2.1.4.5 Melakukan kendali mutu pelayanan dan kendali biaya dalam
menyelenggarakan upaya kesehatan.
2.1.5 Kewenangan Tenaga Kesehatan
2.1.5.1 Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik harus dilakukan
sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada kompetensi
yang dimilikinya.
2.1.5.2 Jenis tenaga kesehatan tertentu yang memiliki lebih dari satu
jenjang pendidikan memiliki kewenangan profesi sesuai dengan
lingkup dan tingkat kompetensi.

2.2 Konsep Lama Kerja


2.2.1 Definisi Lama Kerja
Lama kerja adalah lama seorang perawat yang bekerja dirumah sakit
dari mulai awal bekerja sampai saat selesai seorang perawat berhenti
bekerja. Semakin lama masa kerja seseorang dalam bekerja maka
semakin banyak pengetahuan dan pengelaman yang dimilikinya, hal ini
dapat membantu dalam meningkatkan keterampilan seorang perawat.
Lama bekerja seseorang dapat diketahui dari mulai awal perawat
bekerja sampai saat berhenti atau masa sekarang saat masih bekerja di
rumah sakit (Nurniningsih, 2012).
13

Masa kerja adalah jangka waktu yang telah dilalui seseorang sejak
menekuni pekerjaan. Masa kerja dapat menggambarkan
pengalamannya dalam menguasai bidang tugasnya. Pada umumnya,
petugas dengan pengalaman kerja yang banyak tidak memerlukan
bimbingan dibandingkan dengan petugas yang pengalamannya sedikit.
Menurut Robbins lama kerja turut menentukan kinerja seseorang dalam
menjalankan tugas. Semakin lama masa kerja seseorang maka akan
menghasilkan produktifitas yang tinggi. Semakin lama seseorang
bekerja semakin terampil dan semakin cepat dia menyelesaikan suatu
tugas. Asumsi peneliti dalam menjalani pekerjaan maka semakin
banyak pengalaman seseorang, sehingga dengan bertambahnya
pengalaman akan meningkatkan produktivitas seseorang, dan akan
memperlihatkan perilaku yang lebih baik dalam bekerja (Sarah
Mapanawang, 2017).

Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu
bekerja di suatu tempat. Masa kerja merupakan kondisi hubungan kerja
yang dihitung semenjak pekerja memiliki hubungan dengan pengusaha
dari pertama kali bekerja sampai dengan pekerja berhenti bekerja atau
diberhentikan. Masa kerja baru maupun lama dapat menjadi pemicu
terjadinya kepatuhan terhadap peraturan pekerjaan. Masa kerja sangat
mempengaruhi pekerja karena menimbulkan rutinitas dalam bekerja.
Pekerja yang telah bekerja lebih dari 5 tahun memberi pengaruh yang
baik dalam pekerjaandan pekerja yang baru bekerja kurang dari atau
sama dengan 5 tahun dapat memberi pengaruh yang kurang baik dalam
pekerjaan.

2.2.2 Klasifikasi Lama Kerja


Dalam penelitian Meistvin (2020) klasifikasi Lama dapat
dikategorikan menjadi 3 yaitu:
2.2.2.1 Lama bekerja kategori baru : < 5 tahun.
14

2.2.2.2 Lama bekerja kategori sedang : 5 – 10 tahun.


2.2.2.3 Lama bekerja kategori lama : > 10 tahun

2.3 Konsep Kompetensi


2.3.1 Definisi Kompetensi
Secara konseptual menurut peneliti, Kompetensi adalah suatu
kemampuan yang dimiliki oleh karyawan yang dijadikan sebagai suatu
pedoman dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan SOP (Standard
Operating Procedure). Menurut Wibowo (2016) Kompetensi adalah
suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan
yang dilandasi atas keterampilan dan pengalaman serta didukung oleh
sikap kerja yang dituntut oleh pekerja. Menurut Edison dkk (2016)
Kompetensi adalah kemampuan individu untuk melaksanakan suatu
pekerjaan dengan benar dan memiliki keuanggulan yang didasarkan
pada hal-hal yang menyangkut pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Menurut McClelland dalam Rivai (2013) Kompetensi adalah
karakteristik dasar personal yang menjadi faktor penentu sukses
tidaknya seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

Dari beberapa pendapat para ahli, peneliti dapat menyimpulkan


bahwa kompetensi adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh
karyawan yang dilandasi atas keterampilan dan pengalaman yang
dijadikan sebagai suatu pedoman dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan SPO (Standard Procedure Operating).

Dalam penelitian Etlidawati (2021), menyebutkan bahwa kompetensi


dapat dilihat dari 3 faktor yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Sehingga kompetensi perpaduan antara pengetahuan nilai,
keterampilan, sikap yang diterapkan pada kebiasaan berfikir dan
bertindak. Adapun pengkategorian yang digunakan dalam kompetensi
dalam penelitian Etlidawati ada 2 yaitu baik dan kurang baik.
15

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi


Menurut Zwell dalam Wibowo (2016), Faktor-faktor yang
mempengaruhi kompetensi adalah sebagai berikut:
2.3.2.1 Kepercayaan dan Nilai
Kepercayaan dan nilai dalam faktor yang mempengaruhi
kompetensi itu tercermin dari sikap dan perilaku seseorang.
Sikap dan perilaku tersebut sudah melekat pada diri seseorang.
Seseorang yang tidak kreatif dan tidak inovatif dalam pekerjaan
cenderung seseorang tersebut tidak dapat bersikap untuk
menemukan sesuatu yang baru dan menantang bagi dirinya.
2.3.2.2 Keahlian atau Keterampilan
Dalam aspek keahlian atau keterampilan dalam kompetensi
memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan.
Keahlian atau keterampilan seseorang menjadi faktor penentu
suksesya kompetensi yang dimiliki seseorang. Untuk keahlian
atau keterampilan seseorang dapat dilakukan dengan cara
dilatih, dipraktikkan serta dikembangkan dalam bidang yang
sesuai. Pengembangan keahlian atau keterampilan yang
berhubungan dengan kompetensi dapat meningkatkan
kecakapan seseorang dalam perusahaan.
2.3.2.3 Pengalaman
Adapun poengalaman seseorang yang dapat mempengaruhi
faktor kompetensi. Dimana seseorang yang mengalami banyak
pengalaman dalam suatu bidang pekerjaan dapat meningkatkan
kompetensi dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki
pengalaman. Dengan adanya pengalaman seseorang dapat
menemukan sesuatu hal yang baru dalam bidangnya yang perlu
dipelajari, dikembangkan untuk meningkatkan kompetensi
seseorang berdasarkan pengalaman yang diperoleh.
16

2.3.2.4 Karakteristik Personal


Karakteristik personal yang diartikan sebagai karakteristik
kepribadian seseorang. Karakteristik kepribadian seseorang
dapat berpengaruh terhadap kompetensi. Setiap orang
mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Dari kepribadian
seseorang tersebut dapat dilihat dari kegiatan sehari-hari.
Apakah seseorang tersebut memiliki sifat yang pemarah atau
penyabar, rajin atau pemalas. Dengan karakteristik personal
yang dimiliki seseorang dapat meingkatkan maupun
menghambat terbentuknya kompetensi seseorang tergantung
sifat seseorang. Kepribadian seseorang dapat berubah meskipun
dapat diubah, tetapi cenderung tidak mudah.
2.3.2.5 Motivasi
Motivasi seseorang terhadap suatu pekerjaan akan berpengaruh
terhadap hasil yang dicapai. Dengan memberikan dorongan,
apresiasi terhadap karyawan dapat memberikan pengaruh yang
positif terhadap kompetensi. Jadi, dengan adanya motivasi
karyawan dapat meningkatkan kompetensi seseorang dalam
suatu bidang, karena motivasi tersebut memberikan manfaat
yang positif terhadap kompetensi.
2.3.2.6 Isu-isu Emosional
Isu-isu emosional yang mempengaruhi kompetensi. Dalam
artian isu-isu tersebut adalah suatu hambatan emosional yang
dapat membatasi terbentuknya kompetensi seseoran antara lain
ketakutan karyawan dalam melaksanakan tugasnya, perasaan
malu atau kurangnya percaya diri terhadap suatu hal, selalu
berfikir negative terhadap seseorang. Demikian hambatan
emosional dapat dicegah denan cara menciptakan lingkungan
kerja yang positif, memilih teman bicara atau rekan kerja yang
sesuai sehingga kompetensi individu dapat terbentuk serta
mengembangkan kompetensinya sesuai dengan kemampuan.
17

2.3.2.7 Kapasitas Intelektual


Artinya seseorang akan berpengaruh terhadap penguasaan
kompetensi. Kompetensi seseorang tergantung pada tingkat
kemampuan berfikir yang berbeda-beda. Perbedaan tingkat
kemampuan berfikir seseorang dalam kompetensi akan
berpengaruh pada pengambilan keputusan dalam perusahaan
dan mengatasi berbagai konflik yang terjadi. Dapat disimpulkan
bahwa kapasitas intelektual tersebut mengacu pada bagaimana
seseorang dapat mengelola tingkat kemampuan berfikirnya
dalam mengembangkan kompetensi individu di dalam
perusahaan.
2.3.3 Indikator Kompetensi
Menurut Wibowo (2016), adapun indicator kompetensi adalah sebagai
berikut :
2.3.3.1 Keterampilan (Skill)
Merupakan kemampuan yang menunjukkan system atau urutan
perilaku yang secara fungsional berhubungan dengan
pencapaian tujuan kinerja. Dalam hal ini keterampilan juga
dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam
melaksanakan tugas tertentu dalam sebuah bidang yang sesuai
dengan standart kerja dan target dalam perusahaan.
2.3.3.2 Pengetahuan
Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam
bidang tertentu. Karyawan harus mengetahui dan memahami
ilmu-ilmu pengetahuan atau informasi dibidang masing-masing.
2.3.3.3 Konsep diri (sikap)
Sikap yang dimiliki seorang karyawan harus profesionalisime
dalam menyelesaikan tugasnya dengan rasa percaya diri
dan yakin akan pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan dengan
baik sesuai yang telah ditetapkan oleh Instansi
18

2.3.3.4 Sifat (Trait)


Karakteristik yang relative konstan pada tingkah laku seseorang.
Setiap karyawan mempunyai watak (sifat) yang berbeda beda
dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya.
2.3.3.5 Motif
Motif adalah sesuatu yags secara konsisten dipikirkan atau
diinginkan oleh seseorang yang menyebabkan suatu tindakan.
Motif mendorong, mengarahkan, dan memilih perilaku menuju
tindakan atau tujuan tertentu.
2.4 Konsep Pengetahuan
2.4.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil mengetahui setelah melakukan
pengindraan terhadap sesuatu, dari pengalaman dan penelitian terbukti
bahwa perilaku yang berdasar dari pengetahuan akan lebih kuat dari
pada perilaku yang tanpa didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,
2014).
2.4.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2014) tingkat pengetahuan dikelompokan
menjadi 6 tingkat, antara lain:
2.4.2.1 Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan
tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu
yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. oleh sebab itu “tahu” ini
adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,
menyatakan dan sebagainya.
19

2.4.2.2 Memahami (Comprehention)


Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan
dimana dapat menginterprestasikan secara benar. Orang yang
telah paham terhadap obyek atau materi terus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya terhadap suatu obyek yang
dipelajari.
2.4.2.3 Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil
(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
2.4.2.4 Analisis (Analisys)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi
atau suatu obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih
di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya
satu sama lain
2.4.2.5 Sintesis (Syntesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan
untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian
didalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi yang ada
2.4.2.6 Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini barkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada.
20

2.5 Konsep DBD (Demam Berdarah)


2.5.1 Definisi DBD
Demam berdarah dengue atau DBD (dengue hemorrhagic fever
disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan ditesis hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan plasma yang
ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang
ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif & Kusuma 2015).

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang


menyerang anak dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan
manifestasi berupa demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi.
Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus) yang
akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti atau oleh Aedes
Aebopictus (Wijayaningsih 2017).

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan


nyamuk Aedes aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang
menjadi penyebab kematian utama di banyak negara tropis. Penyakit
DHF bersifat endemis, sering menyerang masyarakat dalam bentuk
wabah dan disertai dengan angka kematian yang cukup tinggi,
khususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun (Harmawan
2018).

2.5.2 Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe
terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody
21

terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody yang


terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe
virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Nurarif
& Kusuma 2015).

2.5.3 Anatomi dan Fisiologi


Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai
fungsi transportasi oksigen, karbohidrat dan metabolit, mengatur
keseimbangan asam dan basa, mengatur suhu tubuh dengan cara
konduksi atau hantaran, membawa panas tubuh dari pusat produksi
panas (hepar dan otot) untuk didistribusikan ke seluruh tubuh,
pengaturan hormon dengan membawa dan menghantarkan dari kelenjar
ke sasaran (Syaifuddin, 2016).

Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang warnanya


merah. Warna merah ini keadaannya tidak tetap, bergantung pada
banyaknya oksigen dan karbon dioksida di dalamnya. Darah berada
dalam tubuh karena adanya kerja pompa jantung. Selama darah berada
dalam pembuluh, darah akan tetap encer. Tetapi bila berada di luar
pembuluh darah akan membeku. Fungsi darah (Syaifuddin, 2016) :
2.5.3.1 Sebagai sistem transpor dari tubuh, yaitu menghantarkan bahan
kimia, oksigen, dan nutrien ke seluruh tubuh.
2.5.3.2 Mengangkut sisa metabolit ke organ pembuangan.
2.5.3.3 Menghantarkan hormon-hormon ke organ sasaran.
2.5.3.4 Mengangkut enzim, zat bufer, elektrolit ke seluruh tubuh.
2.5.3.5 Mengatur keseimbangan suhu. Pada orang dewasa dan anak-
anak sel darah merah, sel darah putih, dan sel pembeku darah
dibentuk dalam sumsum tulang. Sumsum seluler yang aktif
22

dinamakan sumsum merah dan sumsum yang tidak aktif


dinamakan sumsum kuning. Sumsum tulang merupakan salah
satu organ yang terbesar dalam tubuh, ukuran dan beratnya
hampir sama dengan hati.

Darah terdiri dari dua komponen yaitu komponen padat yang terdiri dari
sel darah (sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau leukosit,
dan sel pembeku darah atau trombosit) dan komponen cair yaitu plasma
darah, Sel-sel darah ada 3 macam yaitu:
2.5.3.1 Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan sel darah yang telah berdeferensi jauh dan
mempunyai fungsi khusus untuk transport oksigen. Oleh karena
di dalamnya mengandung hemoglobin yang berfungsi mengikat
oksigen, eritrosit membawa oksigen dari paru ke jaringan dan
karbon dioksida dibawa dari jaringan ke paru untuk dikeluarkan
melalui jalan pernapasan. Sel darah merah : Kekurangan
eritrosit, Hb, dan Fe akan mengakibatkan anemia.
2.5.3.2 Leukosit (sel darah putih)
Sel darah putih : Berfungsi mempertahankan tubuh dari
serangan penyakit dengan cara memakan atau fagositosis
penyakit tersebut. Itulah sebabnya leukosit disebut juga fagosit.
Sel darah putih yang mengandung inti, banyaknya antara 6.000-
9.000/mm³.
2.5.3.3 Trombosit (sel pembeku darah)
Keping darah berwujud cakram protoplasmanya kecil yang
dalam peredaran darah tidak berwarna, jumlahnya dapat
bevariasi antara 200.000-300.000 keping/mm³. Trombosit
dibuat di sumsum tulang, paru, dan limpa dengan ukuran kira-
kira 2-4 mikron. Fungsinya memegang peranan penting dalam
proses pembekuan darah dan hemostasis atau menghentikan
aliran darah. Bila terjadi kerusakan dinding pembuluh darah,
23

trombosit akan berkumpul di situ dan menutup lubang bocoran


dengan cara saling melekat, berkelompok, dan menggumpal
atau hemostasis. Selanjutnya terjadi proses bekuan darah.
Struktur sel dalam darah adalah :
a. Membran sel (selaput sel)
Membran struktur elastik yang sangat tipis, tebalnya hanya
7,5-10nm. Hampir seluruhnya terdiri dari keping-keping
halus gabungan protein lemak yang merupakan lewatnya
berbagai zat yang keluar masuk sel. Membran ini bertugas
untuk mengatur hidup sel dan menerima segala untuk
rangsangan yang datang.
b. Plasma
Terdiri dari beberapa komponen yaitu :
1) Air membentuk 90 % volume plasma
2) Protein plasma, berfungsi untuk menjaga volume dan
tekanan darah serta melawan bibit penyakit
(immunoglobulin).
3) Garam dan mineral plasma dan gas terdiri atas O2 dan
CO2 berfungsi untuk menjaga tekanan osmotik dan pH
darah sehingga fungsi normal jaringan tubuh.
4) Zat-zat makanan sebagai makanan sel.
5) Zat-zat lain seperti hormon, vitamin, dan enzim yang
berfungsi untuk membantu metabolisme.
6) Antibodi dan antitoksin melindungi badan dari infeksi
bakteri

2.5.4 Klasifikasi
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif &
Kusuma 2015) :
24

2.5.4.1 Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-
satunya manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif,
trombositopenia, himokonsentrasi
2.5.4.2 Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan
spontan pada kulit atau perdarahan di tempat lain
2.5.4.3 Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai
oleh nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg
atau kurang) atau hipotensi disertai dengan sianosis disekitar
mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
2.5.4.4 Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah
tidak teratur

2.5.5 Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan
menimbulkan viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh
pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan
zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya: peningkatan
suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding
pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma
dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia.
Trombositopenia dapat terjadi akibat dari penurunan produksi
trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani 2018).

Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan


baik kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini
mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan
mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan
perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan
masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama
tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita
25

mengalami demam,sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh


tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan
dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening,
pembesaran hati atau hepatomegali (Murwani 2018).

Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah


kompleks virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem
komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding
kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran
plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta
seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau
syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >20%
menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian
cairan intravena (Murwani 2018).

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan


dengan ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu
rongga peritonium, pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan
intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan kebocoran
plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di
kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru
dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup,
penderita akan mengalami kekurangan cairan yang akan
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia
26

jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi


dengan baik (Murwani 2018).

2.5.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif
& Kusuma 2015) :
2.5.6.1 Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
a. Nyeri kepala
b. Nyeri retro-orbita
c. Myalgia atau arthralgia
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending
positif
f. Leukopenia
g. Pemeriksaan serologi dengue positif
2.5.6.2 Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila
semua hal dibawah ini dipenuhi yaitu
a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya
bersifat bifastik.
b. Manifestasi perdarahan yang berupa
1) Uji tourniquet positif
2) Petekie, ekimosis, atau purpura
3) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi),
saluran cerna, tempat bekas suntikan
4) Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia <100.00/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan
27

1) Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku


sesuai umur dan jenis kelamin
2) Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian
cairan yang adekuat
e. Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites,
efusi pleura
2.5.6.3 Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan
sirkulasi yaitu:
a. Penurunan kesadaran, gelisah
b. Nadi cepat, lemah
c. Hipotensi
d. Tekanan darah turun < 20 mmHg
e. Perfusi perifer menurun
f. Kulit dingin lembab

2.5.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita
DHF antara lain adalah (Wijayaningsih 2017) :
2.5.7.1 Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai
hematokrit yang selalu dijumpai pada DHF merupakan
indikator terjadinya perembesan plasma.
a. Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua
atau hari ketiga
b. Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan
hemokonsentrasi.
c. Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia,
hipokloremia, SGPT, SGOT, ureum dan Ph darah mungkin
meningkat.
28

2.5.7.2 Uji Serologi


Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi
didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi
setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen
didasarkan pada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga
kategori, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Reaksi primer
merupakan reaksi tahap awal yang dapat berlanjut menjadi
reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan
berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan
dengan memberi label antibody atau antigen dengan flouresens,
radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder merupakan lanjutan
dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat dilihat secara
in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi
tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain
yang bermanifestasi dengan gejala klinik.
2.5.7.3 Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan
IgG berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat
menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus
dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).
2.5.7.4 Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk
virus dengue. Menggunakan metode plague reduction
neutralization tes (PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus
menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat terhadap sel di
sekitar yang tidak terkena infeksi.
2.5.7.5 Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji
Hemaglutination Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitive
dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi
adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
29

2.5.7.6 Rontgen Thorax


pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar
grade II) di dapatkan efusi pleura.

2.5.8 Penatalaksanaan
Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang
hilang sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan
peninggian permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma.
Selain itu, perlu juga diberikan obat penurun panas (Rampengan 2017).
Penatalaksanaan DHF yaitu :
2.5.8.1 Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun
fase, dan untuk diagnosis DHF pada derajat I dan II
menunjukkan bahwa anak mengalami DHF tanpa syok
sedangkan pada derajat III dan derajat IV maka anak
mengalami DHF disertai dengan syok. Tatalaksana untuk anak
yang dirawat di rumah sakit meliputi:
a. Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air
sirup, susu untuk mengganti cairan yang hilang akibat
kebocoran plasma, demam, muntah, dan diare.
b. Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal
atau ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya
perdarahan,
c. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
1) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau
asetat.
2) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan
hemoglobin) tiap 6 jam.
30

3) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis


membaik, turunkan jumlah cairan secara bertahap
sampai keadaan stabil.
4) Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24-
48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan
setelah pemberian cairan.
d. Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana
sesuai dengan tatalaksana syok terkompensasi.
2.5.8.2 Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok
Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2016), meliputi:
a. Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4
L/menit secara nasal.
b. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer
laktat/asetan secepatnya
c. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian
kristaloid 20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau
pertimbangkan pemberian koloid 10-20 ml/kg BB/jam
maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
d. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan
hemoglobin menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan
tersembunyi: berikan transfusi darah atau komponen.
e. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi
perifer mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah
cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB dalam 2-4 jam dan
secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis
laboratorium.
f. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan
setelah 36- 48 jam. Perlu diingat banyak kematian terjadi
karena pemberian cairan yang terlalu banyak dari pada
pemberian yang terlalu sedikit.
31

2.5.9 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam
berdarah dengue yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome
(DSS) atau sindrom syok dengue (SSD). Syok sering terjadi pada anak
berusia kurang dari 10 tahun. Syok ditandai dengan nadi yang lemah
dan cepat sampai tidak teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20
mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun dibawah 80 mmHg
atau sampai nol, terjadi penurunan kesadaran, sianosis di sekitar mulut
dan kulit ujung jari,4 hidung, telinga, dan kaki teraba dingin dan
lembab, pucat dan oliguria atau anuria (Pangaribuan, 2017).

2.5.10 Pengendalian Vektor DBD


2.5.10.1 Pengertian
Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko
penularan oleh vektor dengan cara meminimalkan habitat
perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan dan umur
vektor, mengurangi kontak antara vektor dengan manusia
serta memutus rantai penularan penyakit. Metode
pengendalian vektor DBD bersifat spesifik lokal, dengan
mempertimbangkan faktor–faktor lingkungan fisik
(cuaca/iklim, permukiman, tempat perkembangbiakan),
lingkungan sosial-budaya (pengetahuan, sikap dan perilaku)
dan aspek vektor (perilaku dan status kerentanan vektor).
Pengendalian vektor dapat dilakukan secara fisik, biologi,
kimia dan terpadu dari metode fisik, biologi dan kimia.
2.5.10.2 Pengendalian secara Fisik
Pengendalian fisik merupakan pilihan utama pengendalian
vektor DBD melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN) dengan cara menguras bak mandi/bak penampungan
air, menutup rapat-rapat tempat penampungan air dan
memanfaatkan kembali/mendaur ulang barang bekas yang
32

berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan jentik


nyamuk (3M). PSN 3M akan memberikan hasil yang baik
apabila dilakukan secara luas dan serentak, terus menerus
dan berkesinambungan. PSN 3M sebaiknya dilakukan
sekurang-kurangnya seminggu sekali sehingga terjadi
pemutusan rantai pertumbuhan nyamuk pra dewasa tidak
menjadi dewasa. Yang menjadi sasaran kegiatan PSN 3M
adalah semua tempat potensial perkembangbiakan nyamuk
Aedes, antara lain tempat penampungan air (TPA) untuk
keperluan sehari-hari, tempat penampungan air bukan untuk
keperluan sehari-hari (non-TPA) dan tempat penampungan
air alamiah. PSN 3M dilakukan dengan cara, antara lain :
a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan
air, seperti bak mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu
sekali (M1)
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti
gentong air/tempayan, dan lain-lain (M2)
c. Memanfaatkan atau mendaur ulangn barang-barang
bekas yang dapat menampung air hujan (M3).

PSN 3M diiringi dengan kegiatan Plus lainya, antara lain :

a. Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau


tempat-tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali.
b. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak
lancar/rusak
c. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon,
dan lain-lain (dengan tanah, dan lain-lain).
d. Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat
yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air
e. Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak
penampungan air
33

f. Memasang kawat kasa


g. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam
kamar
h. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang
memadai
i. Menggunakan kelambu
j. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
k. Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah.

Keberhasilan kegiatan PSN 3M antara lain dapat diukur


dengan angka bebas jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau
sama d dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat
dicegah atau dikurangi.

2.5.10.3 Pengendalian Secara Biologi


a. Pengendalian vektor biologi menggunakan agent biologi
antara lain: Predator/pemangsa jentik (hewan, serangga,
parasit) sebagai musuh alami stadium pra dewasa
nyamuk. Jenis predator yang digunakan adalah ikan
pemakan jentik (cupang, tampalo, gabus, guppy, dll),
sedangkan larva Capung (nympha), Toxorrhyncites,
Mesocyclops dapat juga berperan sebagai predator walau
bukan sebagai metode yang lazim untuk pengendalian
vektor DBD.
b. Insektisida biologi untuk pengendalian DBD, diantaranya:
Insect Growth Regulator (IGR) dan Bacillus
Thuringiensis Israelensis (BTI) ditujukan untuk
pengendalian stadium pra dewasa yang diaplikasikan
kedalam habitat perkembangbiakan vektor.
1) IGR mampu menghalangi pertumbuhan nyamuk di
masa pra dewasa dengan cara merintangi/
menghambat proses chitin synthesis selama masa
34

jentik berganti kulit atau mengacaukan proses


perubahan pupae dan nyamuk dewasa. IGRs memiliki
tingkat racun yang sangat rendah terhadap mamalia
(nilai LD50 untuk keracunan akut pada methoprene
adalah 34.600 mg/kg ).
2) BTI sebagai salah satu pembasmi jentik nyamuk/
larvasida yang ramah lingkungan. BTI terbukti aman
bagi manusia bila digunakan dalam air minum pada
dosis normal. Keunggulan BTI adalah
menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang
predator entomophagus dan spesies lain. Formula BTI
cenderung secara cepat mengendap di dasar wadah,
karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang kali

2.5.10.4 Pengendalian Secara Kimiawi


Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan
insektisida merupakan salah satu metode pengendalian yang
lebih populer di masyarakat dibanding dengan cara
pengendalian lain. Sasaran insektisida adalah stadium
dewasa dan pra-dewasa. Karena insektisida adalah racun
maka penggunaannya harus mempertimbangkan dampak
terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran termasuk
mamalia. Disamping itu penentuan jenis insektisida, dosis,
dan metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk
dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor. Aplikasi
insektisida yang berulang dalam jangka waktu lama di satuan
ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi.
Insektisida tidak dapat digunakan apabila nyamuk
resisten/kebal terhadap insektisida.
35

Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian DBD,


antara lain :
a. Sasaran dewasa (nyamuk) antara lain : Organophospat
(Malathion, methylpirimiphos), Pyrethroid (Cyperme-
thrine, Lamda- cyhalotrine, Cyflutrine, Permethrine, S-
Bioalethrine dan lain-lain). Yang ditujukan untuk
stadium dewasa yang diaplikasikan dengan cara
pengabutan panas/fogging dan pengabutan dingin/ULV
b. Sasaran pra dewasa (jentik)/ larvasida antara lain:
Organophospat (temephos), Piriproxifen dan lain-lain

2.6 Kerangka Teori Penelitian


Kerangka teori adalah batasan-batasan teori yang dijadikan atau digunakan
sebagai landasan berpikir untuk melaksanakan suatu penelitian atau untuk
mengkaji permasalahan. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini
diuraikan sebagai berikut:

Faktor yang mempengaruhi


Tingkat Pengetahuan tenaga Pengetahuan :
kesehatann 1. Lama Kerja
2. Kompetensi
Gambar 2. 1 Kerangka Teori Penelitian

2.7 Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep penelitian pada dasarnya merupakan hubungan
antara konsep yang ingin diamati melalui penelitian yang dilaksanakan
(Notoatmodjo, 2018). Berikut ini adalah bagan kerangka konsep penelitian
yang diteliti:
Variabel Independen Variabel Dependen

Lama Kerja dan Kompetensi Pengetahuan Tenaga


Kesehatan Mengenai
Pencegahan dan Pengendalian
Kasus DBD
Gambar 2. 2 Kerangka Konsep Penelitian
36

2.8 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pertanyaan penelitian, menyatakan adanya hubungan, pengaruh dan
perbedaan antara dua atau lebih variabel (Nursalam 2015). Hipotesis
penelitian ini adalah :
H1 : Terdapat Hubungan Antara Lama Kerja Dan Kompetensi Dengan
Pengetahuan Tenaga Kesehatan Mengenai Pencegahan dan
Pengendalian Kasus DBD Di Puskesmas Lamunti Kabupaten
Kapuas, Kalimantan Tengah
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan jenis
penelitian survei analitik. Desain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah cross sectional, dimana penilitan ini merupakan penelitian yang
mempelajari korelasi dengan cara meneliti suatu kejadian pada waktu yang
bersamaan (Notoatmojo, 2012).

3.2 Definisi Operasional


Definisi operasional merupakan petunjuk bagi peneliti untuk mengukur
variabel yang diteliti. Definisi operasional harus spesifik (tidak
berinterpretasi ganda) dan terukur (measurable dan observable)
(Notoatmojo, 2012).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Definisi Alat
Variabel Parameter Skala Hasil Ukur
Operasional Ukur

Variabel Independen

Lama Kerja
Lama Kerja :
1 = Baru,
Lama Kerja a. Berapa jika lama
adalah suatu Tahun kerja <5
kurun waktu bekerja di kuesio tahun
Lama Kerja atau lamanya Puskesmas ordinal
ner 2 = Sedang,
tenaga kerja
itu bekerja di jika lama
suatu tempat. kerja 5-10
tahun
3 = Lama,
jika lama

37
38

kerja >10
tahun
(Meistvin,
2020)

Kompetensi
1=Cukup
lengkap
Kompetensi jika
memiliki
adalah STR
rekognisi atau Tenaga
Kompetensi : Kesehata
pengakuan n
a. Workshop
yang Pengendalia
kuesio 2=Lengkap,
Kompetensi dibuktikan n dan ordinal Jika
pencegahan ner
dengan memiliki
DBD
STR dan
adanya b. Surat Tanda
Sertifikat
Registrasi
ijazah, STR, Pelatihan
(STR)
Pencegah
sertifikat an dan
workshop. Pengendal
ian DBD

(Etlidawati,
2021)

Variabel Pengetahuan 1. Pencegahan Kuesio Ordinal 1=Kurang


Pengetahua merupakan dan ner jika
n tenaga hasil pengendalian nilainya ≤
kesehatan mengetahui DBD 60%
mengenai setelah 2=Cukup jika
pencegahan melakukan nilainya
dan pengindraan 60% -
pengendali terhadap 75%
an an kasus sesuatu, dari
DBD pengalaman 3= Baik jika
dan penelitian nilainya
≥76% -
terbukti
100%
bahwa
39

perilaku yang (Arikuntoro,


berdasar dari 2013)
pengetahuan
akan lebih
kuat dari pada
perilaku yang
tanpa didasari
oleh
pengetahuan

3.3 Popupalsi, Sampel dan Sampling Penelitian


3.3.1 Populasi
Populasi adalah jumlah dari semua subyek atau individu yang akan
diteliti (Nursalam, 2015). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas Lamunti berjumlah 49
orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi terjangkau yang
dapat digunakan sebagai responden penelitian melalui cara
pengambilan sampel (Notoatmodjo, 2018). Adapun Teknik sampling
yang digunakan yaitu total sampling dari seluruh tenaga kesehatan
yang berjumlah 49 orang.
3.3.3 Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total
sampling, yaitu dengan teknik pengambilan sampel dengan jumlah
yang sama dengan populasi (Nursalam, 2015).
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian
3.4.1 Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Lamunti, Kalimantan Tengah
3.4.2 Waktu penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2022 sampai
dengan bulan April 2022.
40

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Data yang akan dikumpulkan pada suatu penelitian diperoleh melalui
metode-metode tertentu pada sumber-sumber tertentu dan dengan
menggunakan alat atau instrumen tertentu yaitu :
3.5.1 Data Primer
Data primer adalah data yang didapatkan secara langsung pada saat
pengumpulan data (Sugiyono, 2013). Data primer dalam penelitian
ini adalah data hasil kuesioner yang dilakukan bagikan oleh peneliti
melalui lembar kuesioner.
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapatkan tidak secara langsung
misalnya melalui orang lain atau melalui dokumen (Sugiyono,
2013). Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari laporan data
Puskesmas Lamunti, Kalimantan Tengah
3.5.3 Alat pengumpul data
Instrumen penelitian menurut Notodmodjo (2010) adalah alat-alat
yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Dalam penelitian ini
instrumen menggunakan:
3.5.3.1 Lembar Persetujuan Responden (Informed Consent)
Lembar persetujuan subjek berisi pernyataan persetujuan/
kesediaan untuk menjadi responden (Notoatmojo, 2012).
3.5.3.2 Kuesioner
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode angket atau kuesioner.
Kuesioner adalah teknik pengumpulan data berupa daftar
yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau
dikerjakan oleh responden. Instrumen yang digunakan
adalah pertanyaan yang dikembangkan sendiri melalui
studi literature yang berkaitan dengan variabel yang akan
diteliti yang terlebih dahulu akan dilakukan uji validitas dan
reliabilitas (Sugiyono, 2013).
41

Peneliti menggunakan kuesioner bersifat tertutup, hal ini


didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman responden
yang berbeda-beda, selain itu untuk menghindari informasi
yang lebih meluas. Peneliti menggunakan kuesioner
tertutup sehingga dengan demikian responden tinggal
memilih beberapa alternatif jawaban yang tersedia
Notoadmodjo (2012). Peneliti menggunakan kuesioner
dengan skala Guttman dengan jawaban YA atau TIDAK,
dengan skor tertinggi 1 dan terendah 0.
Tabel 3.3 Kisi-kisi kuesioner penelitian
Pertanyaan Positif Skor Pertanyaan Negatif Skor
Pengetahuan Tenaga Kesehatan mengenai Pencegahan dan
Pengendalian DBD
Ya : 1, 3, 6, 8, 13, 14, 16, 1 Ya : 0
18
Tidak : 0 Tidak : 2, 4, 5, 7, 9, 10, 1
11, 12, 15, 17, 19, 20

Rumus yang digunakan untuk mengukur persentase jawaban yang di


dapat dari kuesioner menurut Arikuntoro (2013) yaitu
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟
Persentase = × 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑜𝑎𝑙

Kategori hasil dalam skala pengukuran ini menggunakan skala ordinal


dengan kategori :
a. Kategori baik jika nilainya ≥76% - 100%
b. Kategori cukup baik jika nilainya 60% - 75%
c. Kategori kurang baik jika nilai ≤ 60%

3.6 Teknik Pengambilan Data


Teknik pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
42

3.6.1 Persiapan
Peneliti meminta surat ijin dari Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin terkait pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan di
puskesmas Lamunti, kemudian menyerahkan surat tersebut kepada
pihak terkait. Setelah mendapatkan ijin dari pihak puskesmas untuk
mengambil dan mengumpulkan data, kemudian peneliti melakukan
pelaksanaan penelitian.
3.6.2 Pelaksanaan
3.6.2.1 Peneliti menentukan sampel penelitian yaitu tenaga
kesehatan yang telah ditetapkan oleh peneliti dengan
menanyakan usia tenaga kesehatan, profesi kesehatanm
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian seperti
menjelaskan bagaimana penelitian dilakukan.
3.6.2.2 Selanjutnya jika tenaga kesehatan bersedia menjadi
responden penelitian, peneliti memberikan lembar informed
consent
3.6.2.3 Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner
kepada responden yang sebelumnya dilakukan pengecekan
kelengkapan kuesioner dan dibagikan secara langsung
kepada responden pada saat mereka berdinas di Puskesmas.
Adapun waktu yang diperlukan dalam pengisian kuisioner
setiap subyek adalah 20 menit, serta waktu yang dibutuhkan
untuk seluruh subyek pengumpulan data yakni 2 minggu
dengan pertimbangan peneliti akan berusaha mendapatkan
responden dalam 1 hari minimal 3 responden.
3.6.2.4 Kuesioner yang telah diisi oleh responden, kemudian
diperiksa kembali dan dilakukan analisis data.

3.7 Teknik Analisis Data


Analisis data dilakukan untuk mengolah data kedalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan diinterpretasikan serta untuk menguji secara statistik
43

kebenaran hipotesis yang telah ditetapkan, analisis dilakukan dengan


tahapan sebagai berikut:

3.7.1 Analisis Univariat


Analisis ini dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian
untuk mengetahui distribusi, frekuensi dan persentase dari tiap
variabel bebas dan variabel terikat. Analisis univariat bertujuan
untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap
variabel penelitian (Notoatmojo, 2012). Dalam penelitian ini
frekuensi distribusi berupa lama kerja, kompetensi, pengetahuan
tenaga kesehatan mengenai pencegahan dan pengendalian DBD.
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis Bivariat adalah tabel silang dua variabel yaitu variabel
independen dan variabel dependen. Analisis ini dilakukan untuk
melihat hubungan antara variabel independen dan dependen. Untuk
mengetahui hubungan antara dua variabel dalam penelitian ini
digunakan Uji korelasi Spearman Rank dengan nilai kemaknaan
(signifikan korelasi) p < α (0,05) dengan menggunakan program
komputer.
Ada tiga penafsiran hasil analisis korelasi Spearman rank, meliputi:
a) Melihat signifikansi hubungan dua variabel
b) Melihat kekuatan hubungan dua variabel
c) Melihat arah hubungan dua variabel.

Signifikan hubungan dua variabel, apabila hasil uji statistik


didapatkan nilai signifikan korelasi atau nilai p < α (0,05) atau nilai
rs hitung (koefisien korelasi) lebih besar dari nilai rs tabel Spearman
rho, maka H0 ditolak yang berarti Terdapat Hubungan Antara
Hubungan Lama Kerja Dan Kompetensi Dengan Pengetahuan Tenaga
kesehatan Mengenai Penanganan Kasus DBD Di Puskesmas Lamunti
Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Sebaliknya apabila hasil uji
44

statistik nilai p > α (0,05) atau nilai rs hitung lebih kecil dari nilai rs
tabel Spearman rho, maka H0 diterima yang berarti tidak Terdapat
Hubungan Antara Hubungan Lama Kerja Dan Kompetensi Dengan
Pengetahuan Tenaga kesehatan Mengenai Penanganan Kasus DBD Di
Puskesmas Lamunti Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah

Hubungan dua variabel dapat berpola positif ataupun negatif. Nilai


korelasi berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1atau
-1 berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat. Sebaliknya,
jika nilai mendekati 0 berarti hubungan dua variabel semakin lemah.
Nilai positif menunjukkan hubungan searah (X naik, maka Y naik)
sementara nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik (X naik,
maka Y turun).

Data yang digunakan dalam korelasi parsial biasanya memiliki skala


interval atau rasio. Berikut adalah pedoman untuk memberikan
interprestasi serta analisis bagi koefisien korelasi menurut
(Sugiyono, 2013):
Tabel 3.6 Kekuatan hubungan dua variabel
Intervensi Kuefisien Tingkat Hubungan
0,00-0,199 Sangat rendah
0,20-0,3999 Rendah
0,40-0,5999 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,000 Sangat Kuat

3.8 Teknik Pengolahan Data


Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan oleh peneliti, selanjutnya akan
diolah melalui urutan proses pengolahan data. Pengolahan data merupakan
rangkaian kegiatan setelah pengumpulan data (Notoatmojo, 2012).
Pengolahan data tersebut kemudian akan diolah menggunakan SPSS
45

(Statistical Product and Service Solutions) dengan tahap-tahap sebagai


berikut:
3.8.1 Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data
yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada
tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul (Ismael,
2011).
Penelitian ini meliputi proses :
3.8.1.1 Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisian
3.8.1.2 Mengecek kelengkapan data , apabila ada kurangan isi
maka perlu mengkonfirmasi kembali kepada responden
untuk mengisi kembali dengan lengkap
3.8.1.3 Dinyatakan lengkap apabila semua pertanyaan di
kuesioner diisi maka memasukan responden tersebut
3.8.2 Coding
Coding adalah memberikan kode numerik atau angka dalam
setiap variabel yang diteliti untuk mempermudah pengolahan
data (Ismael, 2011).
3.8.3 Entry data
Entry adalah proses memasukkan data yang telah dikumpulkan
ke dalam database komputer (Ismael, 2011). Dalam proses ini
perlu ketelitian dari orang yang menginput data, karena dapat
terjadi biasa meskipun hanya memasukkan data saja
3.8.4 Tabulating
Tabulating adalah proses penyusunan dan mengorganisir data
sehingga akan dapat dengan mudah untuk dilakukan
penjumlahan, disusun dan disajikan dalam bentuk tabel (Ismael,
2011).
3.8.5 Cleaning
Data yang telah dimasukkan dalam software spss di cek kembali
apakah sudah lengkap atau belum apabila lengkap maka data
46

tersebut dilakukan pengecekan apakah kode yang dimasukan


sesuai atau belum. Apabila sudah sesuai maka siap untuk di
analisis dengan menggunakan Sperman rank.

3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas


1.9.1 Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur
atau menguji instrumen yang dipilih, apakah memiliki tingkat
ketepatan untuk mengukur apa yang semestinya diukur (Indrawan,
2016). Kuesinoner akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas
kepada 30 orang Tenaga kesehatan di Puskesmas lain yang berada
di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Analisis validitas ini
dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor yang ada pada setiap
item dengan skor total. Rumus yang digunakan adalah rumus yang
dikemukakan oleh Pearson, yang lebih dikenal dengan sebutan
rumus korelasi product moment.

Untuk mengetahui validitas instrumen pada penelitian ini, maka


dilakukan uji validitas dengan cara melakukan korelasi antar
masing-masing variabel dengan skor totalnya. Pernyataan pada
instrumen dinyatakan valid jika skor variabel tersebut berkorelasi
secara signifikan dengan skor totalnya. Penelitian ini menggunakan
teknik korelasi pearson product moment dimana nilai korelasi pada
kuesioner ini dinyatakan valid jika diketahui r hitung > r tabel. Nilai
r tabel dengan 30 responden yaitu 0.361 (sugiyono, 2010) dikatakan
valid karena lebih besar dari 0.361.
Hasil uji valid yang dilakukan di Puskesmas Basarang sebanyak 30
responden tenaga kesehatan dengan hasil 0.361-0.834 sehingga
kuesioner dikatakan valid.
47

1.9.2 Uji Reliabilitas


Menurut (Nursalam, 2017) Reliabilitas adalah kesamaan hasil
pengukuran atau sebuah pengamatan yang di mana fakta atau
kenyataan hidup dapat diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu
yang berlainan. Reliabilitas bisa juga disebut sebagai suatu indeks
yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat
dipercaya atau dapat di andalkan.
Uji reliabilitas dilakukan apabalia semua pertanyaan telah
dinyatakan valid. Dilakukan dengan uji statistik Cronbach Alpa.
Reliabilitas kuesioner dapat diketahui dengan membandingkan
dengan r hasil dan nilai r tabel. Nilai r hasil adalah alpa pernyataan
reliabel bila nilai r alpa > nilai r tabel. Nilai reliabilitas yang baik
adalah > 0,6 (Arikunto, 2013). Jika kuesioner lebih besar dari 0,6
sehingga dikatakan reliabilitas.
Hasil kuesioner dari uji relibialitas didapatkan hasil 0.896 sehingga
kuesioner dikatakan reliabilitas.

3.10 Etika Penelitian


Etika penelitian surat kelayakan etik penelitian No.
048/UMB/KE/III/2022 yang dikeluarkan oleh Komisi Etik Penelitian
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin kesehatan. Adapun etika
penelitian menurut (KEPPKN, 2017) diantaranya sebagai berikut:
3.10.1 Prinsip menghormati harkat martabat manusia (respect for
persons).
Prinsip ini adalah prinsip sebagai bentuk penghormatan
terhadap harkat martabat manusia sebagai pribadi (personal)
yang memiliki kebebasan memilih dan sekaligus bertanggung
jawab secara pribadi terhadap keputusannya sendiri. prinsip ini
memiliki tujuan untuk menghormati otonomi, yang memiliki
syarat bahwa manusia yang mampu memahami pilihan
pribadinya untuk mengambil keputusan mandiri (self-
48

determination), dan melindungi manusia yang otonominya


terganggu atau kurang perlu diberikan perlindungan terhadap
kerugian atau penyalahgunaan (harm and abuse).
3.10.2 Prinsip Justice (keadilan)
Keadilan dan keterbukaan (respect for justice an
inclusiveness). Peneliti berusaha menjelaskan prosedur
penelitian dan memenuhi prinsip keadilan yakni menjamin
bahwa semua responden memperoleh perlakuan yang sama,
tanpa memandang jenis kelamin, usia, pendidikan, masa kerja,
agama, jabatan, dan lain sebagainya. Peneliti juga berusaha
adil dalam memberikan informasi terkait penelitian tanpa
memandang jenis kelamin, usia, pendidikan, masa kerja,
agama, jabatan, dan lain sebagainya.
3.10.3 Prinsip berbuat baik (beneficence) dan tidak merugikan (non-
maleficence)
Prinsip etik berbuat baik berkaitan dengan kewajiban
membantu orang lain dilakukan dengan mengupayakan
manfaat semaksimal mungkin dengan kerugian seminimal
mungkin. Subjek manusia diikutsertakan dalam penelitian
kesehatan dimaksudkan membantu tercapainya tujuan
penelitian kesehatan yang sesuai untuk diaplikasikan kepada
manusia.

Prinsip tidak merugikan adalah jika tidak dapat melakukan hal


yang bermanfaat, maka sebaiknya jangan merugikan orang
lain. Prinsip tidak merugikan bertujuan agar subjek penelitian
tidak diperlakukan sebagai sarana dan memberikan
perlindungan terhadap tindakan penyalahgunaan
49

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian


4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Lamunti Kecamatan Mantangai
Nama Puskesmas Tempat Penelitian ini dilakukan adalah UPT
Puskesmas Lamunti yang beralamat di jalan Lintas Kapuas
Mantangai Desa Lamunti Rt.04 Kecamatan Mantangai Kode Pos
73553, No. Telp. 0821- 2444-7787, Provinsi Kalimantan Tengah.
Puskesmas Lamunti melayani segala macam jenis pelayanan jasa
dibidang kesehatan dengan kegiatan pokok meliputi promotif,
prefentif, kuratif, dan rehabilitatif melalui UKM dan UKP.

Puskesmas Lamunti terdiri dari 13 desa definitif yang terletak di


Kecamatan Mantangai, di mana 9 desa merupakan bekas Unit
PemukimanTransmigrasi (UPT) dari Proyek Lahan Gambut Sejuta
Hektar, dan berubah menjadi desa definitif sejak tahun 2015. Desa-
desa yang termasuk wilayah kerja Puskesmas Lamunti adalah:

Tabel 4.1 Desa Wilayah Kerja Puskesmas Lamunti


No. Nama Desa Wilayah Kerja Puskesmas Lamunti
1. Desa Lamunti Permai
2. Desa Manyahi
3. Desa Warga Mulya
4. Desa Lamunti Baru
5. Desa Harapan Jaya
6. Desa Sekata Bangun
7. Desa Sari Makmur
8. Desa Suka Maju
9. Desa Manusup
10. Desa Manusup Hilir
11. Desa Sei Kapar
12. Desa Tarantang
13. Desa Lamunti
50

Secara geografis Puskesmas Lamunti berada pada posisi 02° 31’ 31,3”
– 02° 56’ 13” LS dan 114° 27’57,6” – 115° 28’ 44” BT dengan batas-
batas administratifsebagai berikut:

a. Sebelah Timur : Desa-desa wilayah kerja puskesmas dadahup

b. Sebelah Barat : Perkebunan sawit PT. Graha Inti Jaya Estate


(Hutan Lindung)

c. Sebelah Utara: Desa-desa wilayah kerja puskesmas Mantangai

d. Sebelah Selatan : desa-desa wilayah kerja puskesmas mandomai


(Hutan Lindung)

Secara topografi, desa-desa yang berada di wilayah kerja Puskesmas


Lamunti, terutama desa-desa bekas UPT, terletak di lahan gambut; karena
dahulunya merupakan bagian dari PLG Sejuta Hektar. Sedangkan desa-
desa lainnya adalah desa-desa yang dilewati oleh DAS Kapuas. Sebagian
besar wilayah Puskesmas Lamunti merupakan lahan pertanian dan
perkebunan serta hutan lindung. Umumnya wilayah-wilayah yang di
diami penduduk kebanyakan merupakan daerah dataran rendah, yaitu 25-
125 m dpl.

Kemudian, aksesibilitas Puskesmas Lamunti dari ibukota Kecamatan,


ibukotaKabupaten dan ibukota Provinsi adalah sebagai berikut:

a. Puskesmas Lamunti – Ibukota Kecamatan Mantangai (Mantangai): 15


Km.

b. Puskesmas Lamunti – Ibukota Kabupaten Kapuas (Kuala Kapuas): 72


Km

c. Puskesmas Lamunti – Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah (Palangka


Raya):252 Km
51

Gambar I-1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Lamunti

4.1.2 Visi dan Misi Puskesmas Lamunti


Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi serta harapan masyarakat, maka ditetapkanlah visi,
misi dan stategiUPT Puskesmas Lamunti, yaitu:
4.1.2.1 Visi
Kapuas Sehat Yang Mandiri
4.1.2.2 Misi
a. Meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat yang
mudah, murah, adil dan merata
b. Meningkatkan pembangunan fasilitas kesehatan dan
sarana pendukung lainnya serta penempatan tenaga
kesehatan
c. Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan,
pemerataan, mutu dan penggunaan oat serta pengawasan
obat dan makanan
52

d. Meningkatkan pelayanan kesehatan gratis bagi


masyarakat kurang mampu
e. Meningatkan pelayanan promosi kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat
f. Meningkatkan mutu manajemen kesehatan serta
informasi kesehatan
4.1.2.3 Strategi
Peningkatan kualitas dan pemerataan pelayanan kesehatan
a. Peningkatan PHBS (Germas)
b. Pencegahan dan pengendalian penyakit
c. Peningkatan ketersediaan sarana, prasarana dan alat
kesehatan
d. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan
e. Peningkatan kemandirian masyarakat dalam upaya
kesehatan promotif dan preventif
f. Melaksanakan yaya kelola UPT puskesmas Lamunti
yang baik, transparan, akuntabilitas dan responsibilitas

4.1.3 Ketenagaan Puskesmas Lamunti


Tabel 4.6 Sumber Daya Manusia di Puskesmas Lamunti
Jenis Tenaga Jumlah
Kepala Puskesmas 1
Dokter Umum 1
Dokter Gigi 0
Bidan 14
Perawat 26
Perawat Gigi 1
Gizi 1
Farmasi 2
Sanitarian 2
Analis 1
Pelaksana Adminitrasi 3
Rekam Medik 0
Cleaning Service 2
Kesehatan Masyarakat 2
Jumlah 56
53

4.1.4 Sarana dan Prasarana Puskesmas Lamunti


Sarana kesehatan yang diulas pada bagian ini terdiri dari fasilitas
pelayanan kesehatan, serta sarana kefarmasian dan alat kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, jenis fasilitas terdiri atas: (a) tempat
praktik mandiri tenaga kesehatan, (b) pusat kesehatanmasyarakat, (c)
klinik, (d) rumah sakit, (e) apotek, (f) unit transfusi darah, (g)
laboratorium kesehatan, (h) optikal, (i) fasilitas pelayanan
kedokteran untuk kepentingan hukum, dan (j) fasilitas pelayanan
kesehatan tradisional. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang dibahas
pada bagian ini terdiri dari FKTP/Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (Puskesmas, klinik pratama, praktik dokter/dokter gigi
perseorangan), dan FKTRL/Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan
Lanjut (rumah sakit umum dan rumah sakit khusus). Akan tetapi
pada profil Puskesmas Lamunti ini dikhususkan pada Puskesmas
Lamunti dan jaringannya.

4.2 Hasil Penelitian


Hasil dari penelitian mengenai hubungan antara hubungan lama kerja dan
kompetensi dengan pengetahuan tenaga kesehatan mengenai penanganan kasus
BDB di Puskesmas Lamunti Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.
4.3.1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari umur, jenis
kelamin dan pendidikan responden dalam hal ini tenaga kesehatan.

4.2.1.1 Karakteristik Umur


Karakteristik responden berdasarkan umur yang menjadi
responden saat pembagian kuesioner dapat dilihat pada
tabel 4.8 adalah sebagai berikut:
54

Tabel 4.8 Umur Tenaga Kesehatan (Nakes)


Umur Frekuensi Persentase
No.
Nakes (n) (%)
1. 20-30 tahun 25 51%
2. 31-40 tahun 12 24.5%
3. 41-50 11 22.5%
4. >50 1 2%
Total 49 100%

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa karakteristik umur


nakes yang menjadi responden pada saat melakukan
pengambilan sampel berdasarkan data tertinggi adalah
berumur 20-30 tahun yaitu sebanyak 25 responden atau
sebesar 51%, sedangkan data terendah adalah berumur >50
tahun yaitu sebanyak 1% responden atau sebesar 2%.

4.2.1.2 Karakteristik Jenis Kelamin


Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin nakes
yang menjadi responden saat pembagian kuesioner dapat
dilihat pada tabel 4.9 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9 Jenis Kelamin Tenaga Kesehatan (Nakes)

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase


No.
Nakes (n) (%)
1. Laki-laki 15 30.6%
2. Perempuan 34 69.4%
Total 49 100%

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa karakteristik jenis


kelamin Nakes yang menjadi responden pada saat melakukan
pengambilan sampel berdasarkan data tertinggi adalah dengan
jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 34 responden atau
sebesar 69.4%, sedangkan data terendah adalah dengan jenis
kelamin laki-laki yaitu sebanyak 15 responden sebesar 30.6%.
55

4.2.1.3 Karakteristik Pendidikan Tenaga Kesehatan


Karakteristik responden berdasarkan pendidikan tenaga
kesehatan (nakes) yang menjadi responden saat pembagian
kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.10 adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.10 Karakteristik Pendidikan Tenaga Kesehatan
Frekuensi Persentase
No. Pendidikan (Kelas)
(n) (%)
1. Dokter 1 2%
2. Perawat 25 51%
3. Bidan 14 28.7%
4. Kesehatan Masyarakat 5 10.3%
5. Analis 1 2%
6. Farmasi 1 2%
7. Kesehatan Lingkungan 1 2%
8. Gizi 1 2%
Total 49 100%

Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan bahwa karakteristik


pendidikan nakes yang menjadi responden pada saat
melakukan pengambilan sampel berdasarkan data tertinggi
adalah dengan jenis nakes perawat yaitu sebanyak 25
responden sebesar 51%, sedangkan data terendah adalah
dengan jenis nakes Dokter, Analis, Farmasi, Kesehatan
Lingkungan, dan Gizi yaitu masing-masing 1 responden
sebesar 2%.

4.2.2 Analisis Univariat


4.2.2.1 Lama Kerja Tenaga Kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian tentang lama kerja dan
kompetensi terhadap pengetahuan tenaga kesehatan dalam
pencegahan dan pengendalian DBD pada saat pengambilan
56

kuesioner kepada 49 orang responden Nakes dapat dilihat


pada tabel 4.11 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.11 Lama Kerja Tenaga Kesehatan (Nakes)


Frekuensi Persentase
No Lama Kerja Nakes
(n) (%)
1. Baru 13 26.5%
2. Sedang 20 40.8%
3. Lama 16 32.7%
Jumlah 49 100%

Hasil tabel 4.11 menunjukkan bahwa hasil kuesioner pada


tenaga kesehatan mengenai lama kerja terhadap pengetahuan
nakes dalam pencegahan dan pengendalian DBD pada saat
melakukan pengambilan sampel berdasarkan data tertinggi
adalah dengan kategori lama kerja sedang (5-10 tahun)
sebanyak 20 responden sebesar 40.8%. Sedangkan data
terendah adalah dengan kategori lama kerja baru (<5 tahun)
yaitu sebanyak 13 responden sebesar 26.5%.

4.2.2.2 Kepemilikan STR dan Sertifikat Pelatihan


Berdasarkan hasil penelitian lama kerja dan kompetensi
perawat dengan pengetahuan nakes dalam pencegahan dan
pengendalian BDB pada saat pengambilan kuesioner kepada
49 responden Nakes jumlah kepemlikan dan sertifikat
pelatihan nakes dapat dilihat pada tabel 4.12 adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.12 Kepemilikan STR dan Sertifikat Pelatihan
Frekuensi Persentase
No Kompetensi Nakes
(n) (%)
1. Cukup Lengkap 33 67.3%
2. Lengkap 16 32.7%
Jumlah 49 100%
57

Hasil tabel 4.12 menunjukkan bahwa hasil kuesioner pada


nakes mengenai kepemilikan STR dan Sertifikat Pelatihan
tenaga kesehatan pada saat melakukan pengambilan sampel
berdasarkan data tertinggi adalah dengan kategori kompetensi
cukup lengkap yaitu sebanyak 33 responden sebesar 67.3%.
Sedangkan data terendah adalah dengan kategori kompetensi
lengkap yaitu sebanyak 16 responden sebesar 32.7%.

4.2.2.3 Pengetahuan Tenaga Kesehatan Mengenai Pencegahan dan


Pengendalian DBD
Berdasarkan hasil penelitian lama kerja dan kompetensi
dengan pengetahuan nakes dalam pencegahan dan
pengendalian DBD pada saat pengambilan kuesioner kepada
49 orang responden nakes dapat dilihat pada tabel 4.13
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.13 Pengetahuan Tenaga kesehatan
Frekuensi Persentase
No Pengetahuan Nakes
(n) (%)
1. Kurang 19 38.7%
2. Cukup 6 12.3%
3. Baik 24 49%
Jumlah 49 100%

Hasil tabel 4.12 menunjukkan bahwa hasil kuesioner pada


Nakes mengenai pengetahuan Nakes pada saat melakukan
pengambilan sampel berdasarkan data tertinggi adalah
dengan kategori pengetahuan baik yaitu sebanyak 24
responden sebesar 49%, sedangkan data terendah adalah
dengan kategori pengetahuan cukup yaitu sebanyak 6
responden sebesar 12.3%.
58

4.2.3 Analisis Bivariat


Analisis bivariat telah dijabarkan hasil uji statistik antara variabel
bebas dan variabel terikat yaitu lama kerja dan kompetensi dengan
pengetahuan tenaga kesehatan mengenai pencegahan dan
pengendalian BDB. Hasil uji Spearman Rank ini kemudian
menentukan hipotesis yang diterima dan hipotesis ditolak.
Hubungan lama kerja dan kompetensi dengan pengetahuan tenaga
kesehatan mengenai pencegahan dan pengendalian BDB dapat
dilihat di tabel 4.13 sebagai berikut :

Tabel 4.13 Tabulasi Silang Hubungan Lama kerja dengan


pengetahuan tenaga kesehatan mengenai pencegahan dan
pengendalian BDB

Pengetahuan Tenaga Kesehatan


Lama Kerja Kurang Cukup Baik Jumlah
F % F % F % F %
Baru (<5 tahun) 9 69.2% 1 7.7% 3 23.1% 13 100%
Sedang (5-10 tahun) 10 50% 5 25% 5 25% 20 100%
Lama (>10 tahun) 0 0% 0 0% 16 100% 16 100%
19 38.8% 6 12.2% 24 49% 49 100%
Jumlah P=0,000<a(0,05)

Hasil Tabel 4.13 Menunjukkan bahwa dari 49 orang Nakes saat


pemberian kuesioner di dapatkan bahwa hasil analisis lama kerja nakes
dengan pengetahuan nakes yaitu paling banyak adalah kategori lama
kerja Lama (>10 tahun) dengan pengetahuan baik sebanyak 16
responden sebesar 100%. Selanjutnya kategori lama kerja Sedang (5-
10 tahun) dengan pengetahuan kurang sebanyak 10 responden sebesar
50%. Selanjutnya kategori lama kerja Baru (<5 tahun) dengan
pengetahuan kurang sebanyak 9 responden sebesar 69.2%. Selanjutnya
kategori lama kerja sedang (5-10 tahun) dengan pengetahuan cukup dan
baik masing-masing sebanyak 5 responden sebesar 25%. Selanjutnya
kategori lama kerja Baru (<5 tahun) dengan pengetahuan baik
sebanyak 3 responden sebesar 23.1%. Selanjutnya kategori lama kerja
59

Baru (<5 tahun) dengan pengetahuan Cukup sebanyak 1 responden


sebesar 7.7%. Selanjutnya kategori lama kerja Lama (>10 tahun)
dengan pengetahuan kurang dan cukup masing-masing sebanyak 0
responden sebesar 0%.

Hasil uji statistik Spearman rank menunjukan nilai yang sangat


signifikan yakni sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 sebagai taraf
yang telah ditentukan (p value < α) dan dapat dinyatakan Ha diterima
dan Ho ditolak yang secara uji statistik terdapat hubungan yang
signifikan antara Lama kerja dengan pengetahuan tenaga kesehatan
mengenai pencegahan dan pengendalian BDB.

Hubungan kedua variabel ini menunjukkan arah korelasi yang positif


dengan nilai Spearman's rho Correlation Coefficient yaitu r = 0,628.
Artinya nilai interprestasi koefisien korelasi menurut sugiyono adalah
hubungan yang kuat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin lama
kerja tenaga kesehatan maka akan semakin baik pula pengetahuan
tenaga kesehatan mengenai pencegahan dan pengendalian BDB.

Tabel 4.14 Tabulasi Silang Hubungan Kompetensi dengan


pengetahuan tenaga kesehatan mengenai pencegahan dan
pengendalian BDB

Pengetahuan Tenaga Kesehatan


Kompetensi Kurang Cukup Baik Jumlah
F % F % F % F %
Cukup
57.6%
Lengkap 19 5 15.1% 9 27.3% 33 100%
Lengkap 0 0% 1 6.3% 15 93.7% 16 100%
19 38,8% 6 12.2% 24 49% 49 100%
Jumlah P=0,000<a(0,05)

Hasil Tabel 4.13 Menunjukkan bahwa dari 49 orang Nakes saat pemberian
kuesioner di dapatkan bahwa hasil analisis kompetensi dengan pengetahuan
nakes yaitu paling banyak adalah kategori kompetensi cukup baik dengan
60

pengetahuan nakes kurang sebanyak 19 responden sebesar 57.6% .


Selanjutnya adalah kategori kompetensi baik dengan pengetahuan baik
sebanyak 15 responden sebesar 93.7% . Selanjutnya adalah kategori
kompetensi cukup baik dengan pengetahuan baik sebanyak 9 responden
sebesar 27.3% . Selanjutnya adalah kategori kompetensi cukup baik dengan
pengetahuan cukup sebanyak 5 responden sebesar 15.1% . Selanjutnya adalah
kategori kompetensi baik dengan pengetahuan cukup sebanyak 5 responden
sebesar 6.3% . Selanjutnya adalah kategori kompetensi baik dengan
pengetahuan kurang sebanyak 0 responden sebesar 0% .

Hasil uji statistik Spearman rank menunjukan nilai yang sangat signifikan
yakni sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 sebagai taraf yang telah
ditentukan (p value < α) dan dapat dinyatakan Ha diterima dan Ho ditolak
yang secara uji statistik terdapat hubungan yang signifikan antara lama kerja
dan kompetensi dengan pengetahuan tenaga kesehatan mengenai pencegahan
dan pengendalian BDB. Hubungan kedua variabel ini menunjukkan arah
korelasi yang positif dengan nilai Spearman's rho Correlation Coefficient
yaitu r = 0,628. Artinya nilai interprestasi koefisien korelasi menurut
sugiyono adalah hubungan yang kuat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin lama kerja dan semakin baik kompetensi nakes maka akan semakin
baik pula pengetahuan nakes mengenai pencegahan dan pengendalian BDB.

4.3 Pembahasan
4.3.1 Lama Kerja
Hasil penelitian didapatkan bahwa lama kerja tenaga kesehatan
adalah berdasarkan data tertinggi adalah dengan kategori sedang (5-
10 tahun) yaitu sebanyak 20 responden sebesar 40.8%. Sedangkan
data terendah adalah dengan kategori baru (<5 tahun) yaitu sebanyak
13 responden sebesar 26.5%.

Hasil ini didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Siti
Khotimah (2022) menyebutkan bahwa lama kerja menunjukkan
61

hubungan yang signifikan terhadap asuhan keperawatan yang aman


bagi pasien. Lama kerja ini merupakan waktu dimana perawat mulai
bekerja sebagai karyawan tetap rumah sakit hingga saat ini. Masa
kerja lama (senior) akan mendapatkan pengalaman yang lebih
banyak daripada yang memiliki masa kerja yang pendek. Semakin
lama perawat bekerja, semakin banyak kasus spesifik yang ditangani
sehingga semakin meningkatkan pengalaman (pemikiran dan
tindakan).

Menurut Eni (2020) pengalaman kerja seseorang yang berkaitan erat


dengan pengalaman yang didapat selama menjalankan tugasdimana
semakin banyak pengalaman maka seseorang akan cenderung
memiliki persepsi yang baik tentang pekerjaannya. Menurut
Harimansyah dalam penelitian yang dilakukan Putra menyatakan
bahwa orang yang berpengalaman selalu akan lebih pandai dari pada
mereka yang sama sekali tidak punya pengalaman. Lama kerja
seseorang mempengaruhi pengalaman kerja yang didapatnya (Putra,
2012).

Teori yang disebutkan oleh Robbin dan Judge dalam Eni (2020)
yang mengatakan lama kerja berbanding lurus dengan pengalaman
yang dimiliki. Sehingga dapat disimpulkan apabila seorang bekerja
dalam waktu yang lebih lama akan memiliki pengalaman yang lebih
luas dibandingkan seorang dengan masa kerja lebih singkat.

4.3.2 Kompetensi Tenaga Kesehatan


Seorang tenaga kesehatan sebelum melakukan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat sesuai dengan standar profesinya, maka
diwajibkan untuk melakukan registrasi kesehatan sebagaimana yang
di atur di dalam Permenkes Nomor 83 Tahun 2019
tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. Tenaga kesehatan yang sudah
62

melakukan registrasi akan mendapatkan Surat Tanda Registrasi


(STR) yang dikeluarkan oleh pemerintah. Berdasarkan
STR tersebut maka tenaga kesehatan dianggap layak dan mampu
untuk melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat ( ).

Menurut Cecep Tri Wibowo dalam bukunya mengatakan bahwa


hakikat dari hukum adalah perlindungan kepentingan manusia yang
salah satunya adalah mewujudkan kesehatan. Setiap warga negara
berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik yang
diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesinya.
Salah satu persyaratan bagi tenaga kesehatan untuk dapat
menjalankan pekerjaannya dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat sesuai dengan disiplin ilmunya adalah
bahwa tenaga kesehatan tersebut harus mempunyai Surat Tanda
Registrasi (STR).

Surat Tanda Registrasi adalah persyaratan normatif yang berkaitan


dengan kualifikasi dari tenaga kesehatan yang
bersangkutan. Dari penjelasan tersebut di atas dapat ditarik
pengertian bahwa hubungan hukum antara registrasi tenaga
kesehatan dengan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah,
bahwa hanya tenaga kesehatan yang telah mempunyai Surat Tanda
Registrasilah yang oleh peraturan perundangan yang berlaku
diijinkan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Hal ini disebabkan karena tenaga kesehatan yang telah
memiliki STR (Surat Tanda Registrasi) berarti tenaga kesehatan
tersebut telah melakukan registrasi, dan registrasi
hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah memenuhi
persyaratan yaitu memiliki ijazah atau tanda kelulusan dari
perguruan tinggi di bidang kesehatan yang terakreditasi sesuai
dengan standard kualifikasi profesinya dan juga sudah memiliki
63

sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh MKTI (Majelis Tenaga


Kesehatan Indonesia) sebagai lembaga yang menjamin mutu dari
tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat sesuai dengan kualifikasi profesinya masing-masing.

Hasil penelitian didapatkan bahwa kompetensi tenaga kesehatan


adalah berdasarkan data tertinggi adalah dengan kategori cukup
lengkap 30 responden sebesar 67.3% Sedangkan data terendah
adalah dengan kategori lengkap yaitu sebanyak 16 responden
sebesar 32.7%.

4.3.3 Pengetahuan Tenaga Kesehatan


Hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan tenaga kesehatan
adalah berdasarkan data tertinggi adalah dengan kategori baik 24
responden sebesar 49% Sedangkan data terendah adalah dengan
kategori cukup yaitu sebanyak 6 responden sebesar 12.3%.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fitria (2020) pendidikan dan


masa kerja seseorang individu sangat mempengaruhi pekerjaan yang
dilakukan. Dengan semakin tingginya Pendidikan akan
berbanding lurus dengan pengetahuannya, dan semakin lama
masa kerjanya berkaitan dengan pengalaman kerja dan semakin
menyadarkan akan pentingnya bekerja dengan baik, sesuai dengan
pengalamannya. Seorang Perawat berpendidikan tinggi dan
memiliki masa kerja yang cukup cendrung memiliki
pengetahuan yang baik. Pengalaman, akan membuka wawasan
dalam bertindak dan cenderung akan lebih berhati-hati dalam
melakukan sebuah tindakan. Semakin lama masa kerja seorang
perawat, akan memiliki pengalaman dan meluaskan wawasan dan
kinerjanya semakin baik. Masa kerja yang lama, akan mengasah
64

kemampuan, mengembangkan pengetahuan sehingga perbaikan


dalam bekerja terjadi.

4.3.4 Hubungan Lama Kerja dengan Pengetahuan Tenaga Kesehatan


dalam Pencegahan dan Pengendalian DBD
Hasil penelitan ini didapatkan dari 49 responden tenaga kesehatan
bahwa lama kerja dalam kategori lama dan pengetahuan tenaga
kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian DBD dalam
kategori baik. Setelah dilakukan uji statistik spearman rank dengan
nilai signifikan yakni 0,000 yang lebih kecil dari 0.05 sebagai taraf
yang telah ditentukan (p<a) dan dapat dinyatakan Ha diterima dan
Ho ditolak yang secara uji statistik terdapat hubungan yang
bermakna antara lama kerja dengan pengetahuan tenaga kesehatan
dalam pencegahan dan pengendalian DBD. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa lama kerja memiliki hubungan yang sangat
signifikan untuk mempengaruhi pengetahuan tenaga kesehatan.
semakin lama masa kerja maka akan semakin baik pula pengetahuan
tenaga kesehatan dengan nilai kemaknaan statistiknya yaitu nilai p
value < α atau 0,000 < 0,005.

Menurut pendapat Asad (1982) dalam Nursalam (2012), bahwa


faktor yang mempengaruhi pekerjaan seseorang adalah Extrovet ,
yaitu seseorang yang memiliki wawasan dan perhatian keluar dari
dirinya, hal ini terkait dengan lamanya orang tersebut bekerja
dengan pedoman atau cara kerja yang sama. Sunaryo (2004),
mengemukakan bahwa tingkat kematangan dalam berpikir
dan berperilaku dipengaruhi oleh pengalaman kehidupan sehari-
hari. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama masa kerja akan
semakin tinggi tingkat kematangan seseorang dalam berpikir
sehingga lebih meningkatkan pengetahuan yang dimiliki. Semakin
lama seseorang bekerja semakin banyak kasus yang ditanganinya
65

sehingga semakin meningkat pengalamannya, sebaliknya semakin


singkat orang bekerja maka semakin sedikit kasus yang
ditanganinya.

4.3.5 Hubungan Kompetensi dengan Pengetahuan Tenaga Kesehatan


dalam Pencegahan dan Pengendalian DBD
Hasil penelitan ini didapatkan dari 49 responden tenaga kesehatan
bahwa kompetensi dalam kategori cukup baik dan pengetahuan
tenaga kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian DBD dalam
kategori kurang. Setelah dilakukan uji statistik spearman rank
dengan nilai signifikan yakni 0,000 yang lebih kecil dari 0.05
sebagai taraf yang telah ditentukan (p<a) dan dapat dinyatakan Ha
diterima dan Ho ditolak yang secara uji statistik terdapat hubungan
yang bermakna antara kompetensi dengan pengetahuan tenaga
kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian DBD. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kompetensi memiliki hubungan yang
sangat signifikan untuk mempengaruhi pengetahuan tenaga
kesehatan. semakin baik kompetensi maka akan semakin baik pula
pengetahuan tenaga kesehatan dengan nilai kemaknaan statistiknya
yaitu nilai p value < α atau 0,000 < 0,005.

Menurut Notoadmojo, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi


akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan
seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah, pengetahuan
sangatlah penting untuk dikuasai karena tidak mungkin seseorang
dapat memberikan tindakan yang cepat, tepat dan akurat kalau tidak
menguasai ilmunya. Koentjoroningrat, mengatakan pendidikan
adalah kemahiran menyerap pengetahuan, pendidikan seseorang
berhubungan dengan sikap seseorang terhadap pengetahuan yang
diserapnya. Semakin tinggi tingkatpendidikan semakin mudah
untuk dapat menyerap pengetahuan.
66

Pendidikan merupakan unsur karateristik personal yang sering


dihubungkan dengan tindakan seseorang atau masyarakat. Semakin
tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah untuk
menyerap informasi dalam bidang kesehatan. Mudahnya
seseorang untuk menyerap informasi akan berpengaruh terhadap
pembentukan individu baru yang lebih baik.

Pada ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Permenkes Nomor 83 Tahun 2919


Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan disebutkan bahwa tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengeyahuan dan/ atau ketrampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Pasal
1 Ayat (4) juga menyebutkan bahwa Registrasi adalah pencatatan
resmi terhadap Tenaga Kesehatan yang telah memiliki Sertifikat
Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi
tertentu lain seta mempunyai pengakuan secara hukum untuk
menjalankan praktik. Sertifikat Profesi sebagaimana yang dimaksud
pada ketentuan Pasal 1 Ayat (4) adalah merupakan surat tanda
pengakuan untuk melakukan praktik profesi yang diperoleh lulusan
pendidikan profesi, sedangkan bagi seorang tenaga kesehatan
haruslah pula mempunyai Sertifikat Kompetensi apabila ingin
berpraktik. Sertifikat Kompetensi adalah merupakan surat tanda
pengakuan terhadap kompetensi tenaga kesehatan untuk dapat
menjalankan praktik di seluruh Indonesia setelah lulus uji
kompetensi.

Tenaga kesehatan dengan memiliki pengetahuan, keterampilan yang


profesional, keterampilan (kompetensi) khusus merupakan modal
utama untuk memberikan pelayanan kepada pasien. Hal
67

tersebut bisa didapatkan melalui pendidikan dan pelatihan.


Keterampilan tersebut harus selalu ditingkatkan, dikembangkan dan
dipelihara sehingga menjamin tenaga kesehatan dalam
melaksanakan peran dan fungsinya secara professional, sehingga
dapat menentukan output dari tindakan atau penanganan yang
diberikan kepada pasien, terutama terhadap pasien-pasien.

4.4 Keterbatasan Penelitian


Penelitian mengenai analisis hubungan lama kerja dan kompetensi dengan
pengetahuan nakes dalam pencegahan dan pengendalian DBD memiliki
keterbatasan dan kelemahan yaitu responden yang menjawab kuesioneer
hanya berjumlah 49 orang dan didominasi oleh perawat

4.5 Implikasi Hasil Penelitian Dalam Keperawatan


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat
signifikan antara lama kerja dan kompetensi dengan pengetahuan nakes
dalam pencegahan dan pengendalian DBD dengan nilai kemaknaan
statistiknya yaitu nilai p value < α atau 0,000 < 0,005. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa lama kerja dan kompetensi akan berdampak kepada
pengetahuan tenaga kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian DBD.
Semakin lama kerja dan baik kompetensi perawat maka juga akan
meningkatkan pengetahuan perawat dalam pengendalian dan pencegahan
DBD di Puskesmas Lamunti Kabupaten Kapuas.
68

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada responden di UPT
Puskesmas Lamunti dengan jumlah 49 responden dapat ditarik kesimpulan dari
penelitian ini adalah:
5.1.1 Tingkat lama kerja tenaga kesehatan dengan data tertinggi adalah
dengan kategori sedang (5-10 tahun) yaitu sebanyak 52 responden
sebesar 40.8%.
5.1.2 Tingkat kompetensi tenaga kesehatan dengan data tertinggi dengan
kategori cukup baik yaitu sebanyak 33 responden sebesar 67.3%.
5.1.3 Hasil analisis yaitu terdapat hubungan yang kuat antara lama kerja dan
kompetensi dengan pengetahuan tenaga kesehatan mengenai
pencegahan dan pengendalian BDB dengan nilai kemaknaan
statistiknya yaitu nilai p value < α atau 0,000 < 0,005.

5.2 Saran
Saran yang diberikan setelah menyelesaikan penelitian ini adalah:
5.2.1 Bagi Puskesmas Lamunti Kabupaten Kapuas
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi pihak
Puskesmas Lamunti Kabupaten Kapuas terkait lama kerja dan
kompetensi terhadap pengetahuan tenaga kesehatan dalam pencegahan
dan pengendalian DBD.
5.2.2 Bagi Petugas Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai ilmu dan pengetahuan
mengenai pencegahan dan pengendalian kasus DBD dalam bidang
kegawatdaruratan
69

5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data awal
penelitian selanjutnya dan mengembangkan ilmu pengetahuan tentang
pencegahan dan pengendalian kasus DBD.
5.2.4 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber rujukan agar dapat
diadakan kegiatan rutin seperti Workshop Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit DBD bagi semua tenaga kesehatan khususnya
yang bekerja di puskesmas agar tidak hanya pemegang program saja
yang mendapatkan ilmu dan pengetahuan dalam tatalaksana
pencegahan dan pengendalian kasus DBD.
70

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2021. Faktor yang Mempengaruhi Kesiapsiagaan Perawat Dalam


Menghaadapi Wabah DBD Di Kecamatan Dulah Selatan Kota Tual.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa & Penelitian Keperawwatan. Volume 1
Nomor 1.

Danusantoso dkk. 2014. Pengukuran indeks syok untuk deteksi dini syok
hipovolemik pada anak dengan takikardi: Telaah terhadap perubahan
indeks isi sekuncup. Jurnal Sari Pediatr

Etlidawati. 2021. Hubungan Kompetensi Perawat Dengan Mutu Pelayanan


Keperawatan Dip Puskesmas Kabupaten.

Kemenkes RI. 2017. Pedoman Pencegahan dan pengendalian DBD Di Indonesia.


Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Kurniadi. 2016. Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya Teori, Konsep dan


Aplikasi. Jakarta: Badan penerbit FKUI.

Lia Fentia. 2021. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Demam


Berdarah Dengue Di Wilayah Kerja Puskesmas Pagaran Tapah
Darussalam. Jurnal Kesehatan Maharatu. Volume 2 Nomor 2. ISSN :
2746 6566 (Online)

Marni, 2016. Asuhan keperawatan anak pada penyakit tropis. Semarang:


Erlangga.

M. Agung. 2021. Hubungan Pengetahuan Perawat Dengan Tatalaksana Syok


Hipovolemik Pasien Di Instalasi Gawat Darurat DI RS Dr. Sumantri
Pare-Pare. Jurnal STIKES Panak Kukang Makassar

Maria A.L. Dawe. 2020. Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Serta Peran Petugas
Kesehatan Terkait Pencegahan Demem Berdarah Dengue (DBD).
Journal Of Health and Behavioral Science. Volume 2 No. 2
71

Melian Anita. 2021. Pengaruh Pelatihan Kader Jumantik Terhadap Pengetahuan


dan Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue. Jurnal Kedokteran
Meditek. ISSN : 2686 0201 dan 2686 1437

Nugroho. 2016. Dinkes Sumatera Barat Kasus DBD

Novikasari, 2016. Hubungan Pengetahuan Orang Tua Tentang


Demam Berdarah Dengue Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
Pada Anak di Puskesmas Iring Mulyo Kota Metro. Jurnal Kesehatan
Holistik . Universitas Malahayati Bandar Lampung

Notoatmodjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:


Rineka Cipta

Robbins dan Judge. 2013. 2013). Organizational Behaviour 15th edition.


Edinburgh: Pearson Education Limited.

Widyatama. 2018. Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian


Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Kerja Puskesmas Pare. J
Kesehatan Lingkung.

WHO. 2019. Dengue and Severe Dengue.


Lampiran 3 Waktu Penelitian

No Bulan
. Jenis Kegiatan
Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Sosialisasi
Roadmap
penelitian
prodi
2. Penentuan
tema payung
penelitian
dosen dan
mahasiswa
3. Pengajuan
Topik
4. Penyusunan
Proposal
5. Seminar
Proposal
6. Revisi
Proposal dan
uji Validitas
7. Uji Etik
8. Pengumpulan
Data
9. Analisis dan
Penafsiran
10. Penyusunan
Laporan Hasil
Penelitian
11. Sidang Skripsi
12. Revisi
13. Pengumpulan
Skripsi
Lampiran 4 Informed Consent
INFORMED CONSENT
(Persetujuan Menjadi Responden)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Inisial :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :

menyatakan bahwa saya telah mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti
mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh Aulia Fatimah yang berjudul
“Hubungan Lama Kerja Dan Kompetensi Dengan Pengetahuan Tenaga Kesehatan
Mengenai Pencegahan Dan Pengendalian Kasus DBD Di Puskesmas Lamunti
Kabupaten Kapuas”. Adapun penjelasan peneliti mengenai:
1. Identitas Peneliti (nama, asal institusi, alamat, nomor handphone)
2. Judul Penelitian
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
4. Prosedur Pengambilan Data Penelitian
5. Hak Ikut/Tidak Ikut Berparisipasi
6. Jaminan Kerahasiaan terhadap identitas dan informasi yang diberikan
responden
7. Keuntungan dan Kerugian Ikut Berpartisipasi
Oleh karena itu, saya memutuskan *SETUJU / TIDAK SETUJU* (Coret salah
satu) secara sukarela untuk menjadi responden dengan penuh kesadaran serta tanpa
keterpaksaaan.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari pihak
manapun.
Lamunti, Maret 2022
Responden

(…………………)
Lampiran 5 Instrumen Lembar Observasi Lama Kerja dan Kompetensi

Lembar Observasi Lama Kerja dan Kompetensi


No. Responden

Petunjuk pengisian
1. Kuesioner ini merupakan kuesioner mengenai Lama Kerja dan Kompetensi
2. Berilah penilaian terhadap aspek yang dilihat berdasarkan pengalaman Anda,
dengan memberikan tanda “√” pada kolom yang tersedia.
3. Jika ingin mengganti jawaban yang telah diisi, maka berilah tanda “X” pada
jawaban awal, lalu berikan tanda “√” pada kolom yang tersedia sesuai dengan
alternatif jawaban yang dikehendaki.
4. Pilihan yang disediakan adalah : Pilih salah satu jawaban dengan memberikan
tanda cheklist (√) yang paling menggambarkan kondisi yang anda hadapi
5. Mohon agar dapat mengisi dengan apa adanya, karena identitas dan jawaban
Anda akan terjaga kerahasiaannya.
6. Terima kasih atas partisipasi Anda dalam penilaian ini

Kuesioner Lama Kerja dan Kompetensi

1. Umur : ....... tahun


2. Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan *coret yang tidak perlu
3. Jenis Tenaga Kesehatan

a. Dokter

b. Perawat

c. Bidan

d. Analis

e. Kesehatan Masyarakat

f. Dan lain-lain :
4. Masa Kerja : ....... tahun

a. Baru : < 5 tahun

b. Sedang : 5 - 10 tahun

c. Lama : > 10 tahun

5. Kegiatan Workshop Pencegahan dan pengendalian DBD

a. Ya

b. Tidak

6. Mempunyai Surat Tanda Registrasi

a. Ya

b. Tidak
Lampiran 6 Instrumen Kuesioner Pengetahuan Tenaga Kesehatan mengenai
Pencegahan dan Pengendalian DBD

Kuesioner Pengetahuan Tenaga Kesehatan mengenai Pencegahan dan


Pengendalian DBD
No. Responden

Petunjuk pengisian
1. Kuesioner ini merupakan kuesioner mengenai Pengetahuan
2. Berilah penilaian terhadap aspek yang dilihat berdasarkan pengalaman Anda,
dengan memberikan tanda “√” pada jawaban yang yakini benar.
3. Jika ingin mengganti jawaban yang telah diisi, maka berilah tanda “X” pada
jawaban awal, lalu berikan tanda “√” pada kolom yang tersedia sesuai dengan
alternatif jawaban yang dikehendaki.
4. Pilihan yang disediakan adalah : Pilih salah satu jawaban dengan memberikan
tanda cheklist (√) yang diketahui
5. Mohon agar dapat mengisi dengan apa adanya, karena identitas dan jawaban
Anda akan terjaga kerahasiaannya.
6. Terima kasih atas partisipasi Anda dalam penilaian ini

NO PERTANYAAN Pernyataan
ya tidak
1. Kewaspadaan dini ialah upaya pencegahan terjadinya kejadian luar biasa DBD
2. Penyelidikan Epidemiologi ialah upaya penyelidikan penularan penyakit
dengue yang meliputi kegiatan identifikasi dan pemeriksaan jentik dalam radius
sekurang-kurangnya 120 meter.
3 Bila hasil Penyelidikan epidimiologi positif (jentik (≥5%), dilakukan
penanggulangan fokus seperti larvasidasi selektif
4 Kegiatan pemutusan rantai penularan DBD yang dilaksanakan mencakup radius
minimal 250 meter dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk
5 Bila ditemukan penderita infeksi dengue tanpa sebab yang jelas, maka
dilakukan segera penyuluhan kepada masyarakat
6 Pada area radius minimal 200 m dilakukan tindakan : Intensifikasi PSN,
Larvasidasi, Penyuluhan, Fogging focus
7 Larvasidasi dilakukan secara general pada semua tempat penampungan air dan
tempat non TPA yang menjadi tempat perindukan jentik nyamuk Aedes
8 Salah satu kriteria penetapan KLB adalah Jumlah penderita baru dalam periode
waktu 1 bulan menunjukkan kenaikan 2x atau lebih dibandingkan dengan rata-
rata per bulan pada tahun sebelumnya
9 Penderita DBD derajat 3 dapat dirawat di puskesmas yang mempunyai fasilitas
perawatan dan laboratorium memadai
10 Penyemprotan insektisida dilaksanakan 1 siklus dengan interval satu minggu
11 Evaluasi pelaksanaan penanggulangan dilakukan dengan melakukan kunjungan
rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang direncanakan untuk pengabutan
12 Evaluasi hasil penanggulangan KLB ialah penilaian operasional untuk
mengetahui persentase pemberantasan vektor dari jumlah yang direncanakan
13 Sasaran larvasidasi yaitu TPA di rumah dan tempat umum
14 Tujuan penanggulangan KLB adalah membatasi penyebaran yang terjadi
15 Sebelum musim penularan adalah periode bulan yang berdasar analisis data
kasus rata-rata perbulan selama 5-7 tahun terakhir
16 Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas, dilakukan
pemeriksaan kulit (petekie)
17 Evaluasi pelaksanaan penanggulangan KLB untuk mengetahui dampak upaya
penanggulangan terhadap jumlah penderita dan kematian DBD
18 Pengabutan dengan insektisida Dilakukan oleh petugas
harian lepas yang terlatih
19 Hasil kegiatan pengendalian DBD dilaporkan oleh puskesmas kepada Dinkes
kabupaten/kota setiap 3 bulan dengan menggunakan formulir K-DBD
20 Pengendalian Sebelum Musim Penularan yaitu kegiatan penyuluhan kepada
masyarakat, Bulan Bakti Gerakan PSN 3Mplus
dan larvasidasi.
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN

LEMBAR KONSULTASI BIMBINGAN PROPOSAL/SKRIPSI


Nama Mahasiswa : Aulia Fatimah
Judul Proposal : Hubungan Lama Kerja Dan Kompetensi Dengan Pengetahuan
Tenaga Kesehatan Mengenai Pencegahan Dan Pengendalian
Kasus DBD Di Puskesmas Lamunti Kabupaten Kapuas
Dosen Pembimbing I : Diah Retno Wulan, Ns., M.Kep

No. Hari/Tanggal Materi Rekomendasi Pembimbing Paraf

1 Sabtu, 22 BAB 1 1. Gunakan istilah “tenaga kesehatan” tanpa


Januari 2022 singkatan dan konsistenkan secara keseluruhan.
2. Sesuaikan tahun pada cover.
3. Silahkan urutkan/cek kembali paragraph pada
latar belakang dengan acuan MSKS
4. Persingkat penjelasan mengenai DBD dan
fokuskan pada DBD belum tergambarkan pada
latar belakang (bisa dibahas berdasarkan acuan
dari kemenkes mengenai penanganan DBD
ditingkat puskesmas). Sebaiknya fokuskan
penjelasan pada benang merah dari hubungan
masa kerja dan kompetensi nakes dalam
penanganan kasus DBD
5. Uraikan pentingnya pengetahuan nakes tentang
penanganan DBD dan apa saja yang
mempengaruhinya, yang dimaksud disini
adalah masa kerja dan kompetensi nakes.
6. Terangkan bagaimana peneliti menggali
pengetahuan nakes mengenai penanganan DBD
pada saat studi pendahuluan.
7. Manfaat penelitian no. 1 sebaiknya diuraikan
secara general saja. Untuk hal-hal yang sifatnya
lebih specific dan aplikatif dapat di masukan di
saran setelah penelitian selesai.
8. Penelitian terkait sebaiknya dibuat dengan
numbering sesuai dengan contoh yang telah
diberikan.
9. Penelitian no 2 dan 3 pada penelitian terkait
tidak cukup relevan dengan penelitian yang
akan dilakukan. Sebaiknya cantumkan
penelitian terkait mengenai penanganan DBD di
lingkup puskesmas juga.
10. Cek penulisan, sesuaikan dengan kaidah
penulisan karya ilmiah. Perhatian komponen
kalimat. Setiap kalimat sebaiknya utuh
mengandung predikat, subjek,objek.
BAB 2 1. Cek lagi kerapian penulisan sesuai dengan
panduan dan kaidah-kaidah penulisan karya
ilmiah.
2. Gunakan referensi buku maksimal 10 tahun
terakhir, jurnal, 7 tahun terakhir, data 3 tahun
terakhir.
3. Validasi lagi pedoman dari kemenkes tentang
DBD yang harus dikuasai oleh nakes di tingkat
puskesmas. Apakah pencegahan dan
pengendalian atau penanganan?
BAB 3 1. Gunakan literature metodelogi penelitian yang
muthakhir
2. Cantumkan sumber literature yang
mendefinisikan dan menjadi acuan kategori
pada setiap variabel. Sebaiknya juga tercantum
pada bab 2.
3. Validasi lagi mengenai variable dependent;
apakah
penanganan atau pencegahan dan pengendalian
DBD?
4. Waktu penelitian sebaiknya dibuat dalam
bentuk jadwal dari awal penyusunan proposal
hingga seminar hasil sesuai dengan kalender
skripsi mahasiswa.
5. Lampirkan instrument penelitian yang akan
digunakan.
6. Lampirkan inform concern untuk responden.
7. Lampirkan surat ijin studi pendahulan.
8. Lampirkan lembar konsultasi dengan
pembimbing
9. Diskusikan bab 3 dengan pembimbing 2
2. Minggu, 1. Untuk pertanyaan terlalu mudah dan bias
29 Januari dijawab oleh orang awam biasa dengan benar
2022 coba buat pertanyaan dari buku pedoman bab 6
2. Konsultasi dengan P2 mengenai metodologi
dan kuesioner
3. Ganti literatur yang lebih tua dari tahun 2012
selebihnya masukan pas siding proposal
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN

LEMBAR KONSULTASI BIMBINGAN PROPOSAL/SKRIPSI


NAMA MAHASISWI : AULIA FATIMAH
NPM : 2114201210157
NAMA PEMBIMBING 2 : IZMA DAUD, Ns.,M.Kep

NO TANGGAL REKOMENDASI PEMBIMBING PARAF

1 11 Februari 1. Pada manfaat penelitian tambahkan manfaat


2022 untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas
2. Pada definisi operasional kolum parameter
kompetensi tambahkan workshop
pengendalian dan pencegahan penyakit DBD,
dan STR
3. Pada kolum hasil ukur tambahkan sumber
referensi pendapat ahli
4. Table waktu penelitian jadikan lampiran
5. Ganti lembar kuesioner lama kerja dan
kompetensi jadi lembar observasi
6. Perbaiki kuesioner penelitian dan lebih
dipersingkat agar tidak membosankan
7. Perbaiki sistem matika penulisan
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN

LEMBAR KONSULTASI BIMBINGAN PROPOSAL/SKRIPSI


NAMA MAHASISWI : AULIA FATIMAH
NPM : 2114201210157
NAMA PEMBIMBING 2 : DIAH RETNO WULAN, Ns.,M.Kep

NO TANGGAL REKOMENDASI PEMBIMBING PARAF

1 11 Februari 1. Perbaiki kuesioner penelitian


2022 2. Perbaiki sistem matika penulisan
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN

LEMBAR KONSULTASI BIMBINGAN SKRIPSI


NAMA MAHASISWI : AULIA FATIMAH
NPM : 2114201210157
NAMA PEMBIMBING 2 : DIAH RETNO WULAN, Ns.,M.Kep

NO TANGGAL REKOMENDASI PEMBIMBING PARAF

1 7 April 2022 1. Pada daftar pustaka lembar persetujuan


pembimbing proposal dan lembar pengesahan
proposal diganti dengan lembar persetujuan
dan pengesahan skripsi
2. Pada kerangka teori penelitian mohon diatur
lagi letak dan arah tanda panah, tanda panah
mengarah ke hasil karena sudah ada tenaga
kesehatan maka sudah termasuk perawat
3. Penelitian sudah dilakukan, jadi cek lagi
kalimat yang masih menggunakan kata
“akan” seharusnya tidak ada
4. Pada variable independent dipisah menjadi
- Lama kerja
- Kompetensi
5. Pada definisi operasional yang dimaksud
dengan kompetensi yaitu rekognisi atau
pengakuan yang dibuktikan dengan adanya
ijazah, STR, Sertifikat workshop
6. Jika item pendidikan menyulitkan dalam
pengkatagorian maka cukup dilihat dari STR
dan sertifikat pelatihan saja.
7. Kompetensi disini mengacu pada latar
belakang pendidikan, kepemilikan STR dan
kepemilikan sertifikat pelatihan pencegahan
DBD jadi bukan dikatagorikan cukup, dan
baik
8. Karakteristik jenis tenaga kesehatan ganti
dengan pendidikan nakes (sesuai judul)
9. Kompetensi tenaga kesehatan ganti dengan
kepemilikan STR dan sertifikat pelatihan
10. Pada pembahasan tambahkan jurnal
pendukung dan argument penulis
11. Pada saran dapat menjawab dari manfaat dan
bersifat aplikatif

Anda mungkin juga menyukai