Publikasi 1 - Draft 2 - 030623 - RDTR Kota Salatiga - Review 2018
Publikasi 1 - Draft 2 - 030623 - RDTR Kota Salatiga - Review 2018
Kata kunci : Salatiga kota dengan penurunan kualitas Lingkungan Hidup, Manual Buku Panduan Urban
Desain Ecological Rest Area, Software Pendorong investasi dan Pengendali Bencana, Alat Pengukur
Emisi Karbon dan Kenyamanan Termal, Standar Kelayakan Mobil, motor, bus dan truk, Simulasi
penurunan emisi karbon dari penanaman Kayu jati dan sengon, Contra Flow, One Way, Gerbang Tol.
ABSTRAK
Salatiga yang dulunya merupakan peringkat 2 dan 3 untuk kategori Kota dengan Penataan Ruang
terbaik se- Indonesia mengalami penurunan kualitas Penataan Ruangnya hal ini dapat terlihat dari
menurunnya peringkat kota tidak lagi masuk kategori 5 besar kota dengan Penataan Ruang terbaik
(Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2014).
Hal ini dipicu oleh timbulnya permasalahan baru yaitu kemacetan dan pemanasan global, meskipun,
sudah ada pembangunan jalan tol dengan trase Ungaran – Salatiga – Boyolali dan Jalur Lingkar Luar
Salatiga dan munculnya industri besar di Kota Salatig. Patut disayangkan mengingat masih tingginya
potensi Salatiga untuk dikembangkan lebih lanjut dikarenakan masih luasnya potensi di sektor industri
dan perdagangan.
Walaupun penurunan kualitas Penataan Ruang ini dirasa belum mengkhawatirkan, tetapi sebagai
institusi Penataan Ruang, kita perlu merespon adanya penurunan kualitas Penataan Ruang di berbagai
kota di Indonesia. Salah satu upaya adalah mengusulkan dilakukan penyusunan manual Urban Desain
Kawasan Industri dengan Pilot Project di Kota Salatiga.
ISU STRATEGIS
• Di Tengah Ancaman PHK, Korsel Bangun Pabrik Sepatu di Salatiga PT Karet Murni Kencana
(KMK), melalui anak usahanya PT Selalu Cinta Indonesia (SCI), membangun pabrik sepatu
dengan total investasi senilai US$50 juta atau setara Rp740 miliar di Salatiga Jawa Tengah.
Muhammad Khamdi - Bisnis.com 02 Oktober 2015 | 19:09 WIB
• Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Salatiga Priyono
Soedharto mengatakan pabrik tersebut bakal memproduksi 1,2 juta pasang sepatu yang mulai
beroperasi pada 2016. Pabrik sepatu yang merupakan industri padat karya, kata dia, dapat
mengurangi angka pengangguran di Kota Salatiga. Pasalnya, pengoperasian pabrik
membutuhkan tenaga kerja sebanyaak 10.000 orang. “Kemarin (Kamis, 1 Oktober 2015)
baru groundbreaking.
• Tahun depan mulai beroperasi,” katanya kepada Bisnis, Jumat (2/10/2015). Dia memaparkan
pabrik sepatu dengan kepemilikan investor dari Korea Selatan ini akan memproduksi sepatu
merek terkenal seperti Eagle yang merupakan brand SCI, Nike serta Converse yang dipasarkan
di Jepang dan sejumlah negara di Asia lainnya.
• Priyono menyakini investor tertarik Salatiga karena secara geografis tidak jauh dari Ibu Kota
Jawa Tengah yakni Semarang dan berdekatan pula dengan Kota Solo.
• Selain itu, ujarnya, kebutuhan tenaga kerja di daerah cukup memadai dengan upah buruh
tidak terlalu mahal dibandingkan dengan DKI Jakarta dan sekitarnya.
• “Pihak investor juga berjanji akan mengajak temannya untuk berinvestasi di Salatiga, apabila
usahanya berkembang pesat,” terangnya.
• Wakil Wali Kota Salatiga Muh Haris menyambut baik dimulainya pembangunan pabrik sepatu
berorientasi ekspor tersebut. Dia mengarahkan para investor bisa masuk ke wilayah
Argomulya yang dirancang menjadi kawasan industri dengan harapan dapat menyerap tenaga
kerja lebih banyak.
• “Dalam pembangunan ke depan, kami berdoa tidak ada halangan,” terangnya. Kepala Badan
Penanaman Modal Daerah Provinsi Jateng Sujarwanto Dwiatmoko mengakui kepeminatan
investor asing membangun perusahaan di wilayah berpenduduk 33,5 juta jiwa cukup banyak.
Hal ini dipengaruhi beberapa faktor antara lain, ketersedian lahan, keuletan tenaga kerja dan
upah yang terbilang lebih murah.
• Data BPMD Jateng menyebutkan nilai investasi penanaman modal asing (PMA) hingga
triwulan II/2015 mencapai US$403 juta atau meningkat 57% daripada triwulan sama tahun
lalu diangka US$170 juta. Adapun, realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN)
pada triwulan II/2015 tercatat Rp2,8 triliun atau lebih rendah ketimbang triwulan sama tahun
sebelumnya diangka Rp4,3 triliun.
• “Kalau dilihat tahunan, investor asing yang masuk ke Jateng semakin bertumbuh. Tahun ini
kita diurutan keenam, sedangkan tahun sebelumnya urutan ke-sepuluh,” terangnya.
Sujarwanto mengakui mayoritas industri baru yang membenamkan modal di Jateng yakni
industri padat karya, termasuk industri tekstil dan industri sepatu. Mereka tertarik
berinvestasi di Jateng karena membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak.
• Data Bank Indonesia juga merilis terdapat pertumbuhan kegiatan usaha di Jateng pada
triwulan II/2015 dibandingkan triwulan sebelumnya, yang ditunjukkan dengan angka Saldo
Bersih Tertimbang (SBT) tercatat sebesar 36,80%, lebih tinggi dibandingkan dengan SBT
triwulan I/2015 sebesar 7,55% yang relatif setara dengan periode yang sama tahun
sebelumnya 35,9.
• Meskipun kegiatan usaha tumbuh meningkat, kapasitas produksi pada triwulan II/2015 relatif
stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)
Jateng Frans Kongi merespon investor baru yang melirik Jateng sebagai lahan produksi.
Dengan demikian, katanya, serapan tenaga kerja makin banyak.
• Dia mengakui dalam periode satu tahun ini sudah terdapat 1.300-an buruh yang di-PHK. Hal
ini karena imbas perlambatan ekonomi dalam negeri dan kenaikan biaya produksi sebagai
dampak naiknya harga bahan bakar minyak tahun lalu.
Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul "Di Tengah Ancaman PHK, Korsel Bangun
Pabrik Sepatu di Salatiga", Klik selengkapnya di
sini: https://ekonomi.bisnis.com/read/20151002/257/478458/di-tengah-ancaman-phk-
korsel-bangun-pabrik-sepatu-di-salatiga.
Author: Muhammad Khamdi
Editor : Yusuf Waluyo Jati
• Salatiga yang dulunya merupakan peringkat 2 dan 3 untuk kategori Kota dengan Penataan
Ruang terbaik se- Indonesia mengalami penurunan kualitas Penataan Ruangnya hal ini dapat
terlihat dari menurunnya peringkat kota tidak lagi masuk kategori 5 besar kota dengan
Penataan Ruang terbaik (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2014).
• Hal ini dipicu oleh timbulnya permasalahan baru yaitu kemacetan dan pemanasan global,
meskipun, sudah ada pembangunan jalan tol dengan trase Ungaran – Salatiga – Boyolali dan
Jalur Lingkar Luar Salatiga dan munculnya industri besar di Kota Salatig. Patut disayangkan
mengingat masih tingginya potensi Salatiga untuk dikembangkan lebih lanjut dikarenakan
masih luasnya potensi di sektor industri dan perdagangan.
• Walaupun penurunan kualitas Penataan Ruang ini dirasa belum mengkhawatirkan, tetapi
sebagai institusi Penataan Ruang, kita perlu merespon adanya penurunan kualitas Penataan
Ruang di berbagai kota di Indonesia. Salah satu upaya adalah mengusulkan dilakukan
penyusunan manual Urban Desain Kawasan Industri dengan Pilot Project di Kota Salatiga.
Manual Penyusunan Urban Desain mengusulkan Pilot Project yaitu Ecological Rest Area in Industrial
Estate in Salatiga City. Lokasi ini dipilih dikarenakan dengan adanya perubahan kondisi makroekonomi
kota Salatiga yang memperbolehkan adanya pengembangan pabrik sepatu Nike terbesar di dunia pada
Jalur Lingkar Luar Kota Salatiga yang menjadi driving factors perubahan peruntukan ruang di Salatiga.
Perancangan buku manual ini sebagai ujicoba Ecological Rest Area pertama di Indonesia dimana dalam
rangka optimalisasi kondisi makroekonomi yang diinginkan (peningkatan investasi dan penurunan
kejadian bencana) dengan meminimalisir penurunan kualitas lingkungan hidup dan kenyamanan
termal. Sebagaimana dalam prinsip Urban Desain kita ketahui bahwa arsitektur kota bertujuan untuk
mencapai kondisi termal yang optimal pada satu kawasan.
Banyak faktor penyebab turunnya kualitas Penataan Ruang, salah satunya adalah adanya perubahan
peruntukan kawasan. Perubahan ini perlu dilihat apakah ada peran pelaku pembangunan di dalamnya,
seperti adanya perubahan kewenangan institusi daerah atau kebutuhan pemerintah daerah dalam
pencapaian peningkatan Pendapatan Asli Daerah serta adanya Kebijakan Nasional (Program Strategis
Nasional), hal ini bisa menjadi salah satu pemicu perubahan peruntukan fungsi kawasan.
Buku manual ini idealnya dilengkapi dengan software / aplikasi pendorong investasi dan pengendali
bencana yang memuat 4 indikator tata ruang yaitu kenyamanan bermukim, keamanan bencana,
keleluasaan beraktifitas dan kelancaran bermobilitas (Febi, 2019) yang diharapkan dapat
mempermudah pelaku pembangunan dalam melakukan edukasi dan pelibatan masyarakat dalam
proses penataan ruang maupun pada fase pengendalian dampak pembangunan (penurunan emisi
karbon dan peningkatan kenyamanan termal).
Manual Perancangan Urban Desain ini dapat memuat ringkasan tahapan penyusunan Urban Desain
lengkap dengan penentuan kriteria lokasi, alternatif konsep pengembangan dan model rekomendasi
peningkatan kualitas Penataan Ruang sampai dengan SOP pelaksanaan pembangunannya yang juga
melibatkan peran masyarakat. Buku ini akan perlu dilengkapi atribut – atribut pengukuran 4 indikator
tata ruang (sumber data? ) antara lain alat pendeteksi emisi karbon dan kenyamanan termal serta
simulasi nilai indikator tata ruang untuk masing – masing kelurahan. Peran masyarakat dalam
melakukan investasi (industri, perdagangan kayu Jati dan Sengon, dan permukiman) dapat
disimulasikan dalam aplikasi tersebut untuk mengukur apakah kenyamanan termal meningkat atau
tidak. Alternatif pembiayaan pembangunan Ecological Rest Area in Industrial Estate, Pemerintah
Daerah dapat melibatkan dunia usaha seperti dengan menggandeng Perusahaan Multi Nasional.
Kota Salatiga diusulkan menjadi Pilot Project Manual Urban Desain yang menggunakan aplikasi /
Software ini untuk dapat menggambarkan kualitas Penataan Ruang kotanya. Implementasi dari
manual ini akan menggunakan salah satu model rekomendasi antara lain atribut pengurangan emisi
karbon, yaitu adanya monitoring kendaraan yang keluar – masuk kota Salatiga, dapat memicu Supply
Chain perdagangan otomotif dan adanya peningkatan perdagangan kayu Jati dan Sengon yang
merupakan 2 vegetasi yang layak tanam sebagi buffering dari polusi di kota tersebut. Pilot Project ini
diharapkan dapat menggandeng swasta seperti perusahaan Nike dalam hal pembiayaan Manual
Urban Desain ini dan untuk langkah kebijakan pengendaliannya adalah dapat melalui pemberlakuan
insentif dan disinsentif pada pajak kendaraan yang melintas di jalan tertentu dengan menggunakan
database yang terintegrasi di dalam dan di perbatasan kota Salatiga. Dengan adanya database ini
diharapkan dapat mengurangi emisi karbon dan meningkatkan kenyamanan termal Kota Salatiga.
Sedangkan pemberlakuan pajak lingkungan berupa pembelian atau pemberian bibit pohon jati dan
sengon yang merupakan 2 vegetasi yang layak tanam sebagi buffering dari polusi di kota tersebut
dapat diberlakukan pada kendaraan yang menambah atau mengurangi nilai emisi karbon sehingga
terwujud kenyamanan termal.
Pilot Project di Kota Salatiga ini diharapkan dapat menjadi percontohan bagi perancangan 28 Urban
Desain Kabupaten / Kota di Indonesia, berdasarkan nilai strategis nasional meliputi kemampuan
kawasan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah di sekitarnya serta mendorong
pemerataan perkembangan wilayah Kabupaten / Kota yang (PP No. 13 Tahun 2017 tentang Revisi
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional).
Gambar kondisi perubahan peruntukan kawasan pertanian lahan basah (sawah) dikarenakan
pembangunan jalan tol
Sumber : tribunnews.com
Sumber : www.google.com
Contra flow adalah rekayasa lalu lintas yang mengubah arah normal arus kendaraan pada suatu jalan
raya menjadi melawan arus. Sistem contra flow harus dipastikan pada bagian ujung penerapannya
untuk dibuat sumbatan sehingga pada bagian lajur yang terdampak sistem dapat mengurangi
kecepatan laju kendaraanya secara bertahap dan tidak membahayakan pengendara lainnya. Sistem
ini dapat diterapkan untuk berbagai keperluan seperti evakuasi darurat, pemeliharaan jalan, atau
pengatasan kemacetan (Dekalita, 2019).
Meurut keterangan dari Menteri perhubungan dengan wartawan dengan jurnalis okezone.com
menjelaskan bahwa contraflow ini diberlakukan pada tanggal 7-9 Juni 2019 dari gerbang tol Cikampek
sampai dengan gerbang tol Kali Kangkung. Kombinasi itu ialah contraflow di Jalan Tol Jakarta –
Cikampek arah Cikampek di titik awal kilometer 29 sampai kilometer 70 yang terintegrasi dengan one
way di kilometer 70 gerbang Tol Cikamppek Utara sampai kilometer 414cgerbang tol Kali Kangkung
(antara, 2019).
Penerapan sistem one way dan contra flow pada arus mudik Lebaran 2019 di Tol Trans Jawa, cukup
efektif, sebagaimana disampaikan oleh kakorlantas Polri Irjen Pol Refdi Andri pada wawancara dengan
jurnalis kompas.com pada 3 Juni 2019 bahwa kebijakan tersebut telah berhasil mengurai kemacetan
dan paling penting mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas.
Sehingga untuk memaksimalkan proses pencapaian tujuan penerapan kebijakan ini, dibutuhkan
adanya penambahan luas dan jumlah RTH berupa rest area di masing – masing ruas jalan tol di
sepanjang Tol Trans Jawa dari Jakarta – Cikampek sampai dengan gerbang tol Kali Kangkung (analisis
penulis, 2021).
Dinamika pertumbuhan wilayah perkotaan dan peningkatan kebutuhan lahan adalah suatu
rangkaian yang satu sama lain saling mempengarunhi. Menurut Zahnd, 1999 (dalam Hamzah, 2010)
kehidupan kota sudah lebih disamakan dengan ekologi kota yang melibatkan tiga pokok yang
hubungannya sangat erat yakni dinamika secara ekonomi, politis dan budaya kota. Sementara
perencanaan suatu kota tidak bisa lepas dari aspek tata ruangnya, dimana tata ruang adalah wujud
struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik yang direncanakan maupun tidak.
Penggunaan lahan pada suatu kota umumnya berbentuk tertentu dan pola perkembangannya
dapat diestimasikan. Keputusan-keputusan pembangunan kota biasanya berkembang bebas, tetapi
diupayakan sesuai dengan perencanaan penggunaan lahan. Motif ekonomi adalah motif utama dalam
pembentukan struktur penggunaan tanah suatu kota dengan timbulnya pusat-pusat bisnis yang
strategis.
Selain motif bisnis terdapat pula motif politik, bentuk fisik kota, seperti topografi, drainase.
Meskipun struktur kota tampak tidak beraturan, namun kalau dilihat secara seksama memiliki
keteraturan pola tertentu. Bangunan-bangunan fisik membentuk zona-zona intern kota. Teori-teori
struktur kota yang ada digunakan mengkaji bentukbentuk penggunaan lahan yang biasanya terdiri
dari penggunaan tanah untuk perumahan, bisnis, industri, pertanian dan jasa (Koestoer, 2001).
Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, terutama di daerah perkotaan, serta bertambah
banyaknya tuntutan kebutuhan masyarakat akan lahan, seringkali mengakibatkan timbulnya benturan
kepentingan atas penggunaan sebidang lahan bagi berbagai penggunaan tertentu. Acapkali pula
terjadi panggunaan lahan yang sebetulnya tidak sesuai dengan peruntukannya. Hal semacam ini, bila
tidak segera diatasi, pada suatu saat nanti akan dapat mengakibatkan terjadinya degradasi lahan.
(Khadiyanto, 2005). Secara teoritis, sejauh mana efisiensi alokasi sumber daya lahan dapat dicapai
melalui mekanisme pasar, akan tergantung apakah hak pemilikan (ownership) dapat mengontrol
himpunan karakteristik sumberdaya lahan. Himpunan karakteristik ini antara lain adalah :
eksternalitas, inkompatibilitas antar alternatif penggunaan, ongkos transaksi, economies of scale,
aspek pemerataan, dan keadilan.
Dalam prakteknya, pemerintah di sebagian besar negara di dunia memegang peran kunci dalam
alokasi lahan. Dengan sangat strategisnya fungsi dan peran lahan tanah dalam kehidupan masyarakat
(ekonomi, politik, sosial, dan kebudayaan) maka pemerintah mempunyai legitimasi kuat untuk
mengatur kepemilikan/penguasaan tanah. Peran pemerintah dalam alokasi lahan sumberdaya lahan
dapat berupa kebijakan yang tidak langsung seperti pajak, zonasi (zoning), maupun kebijakan langsung
seperti pembangunan waduk dan kepemilikan lahan seperti hutan, daerah lahan tambang, dan
sebagainya. Dengan demikian peranan pemerintah melalui system perencanaan wilayah (tata guna)
ditujukan untuk: (1) menyediakan sumberdaya lahan untuk kepentingan umum, (2) meningkatkan
keserasian antar jenis penggunaan lahan, dan (3) melindungi hak milik melalui pembatasan aktivitas-
aktivitas yang membahayakan.
Rumah dan perumahan seyogyanya dipandang sebagai bagian dari lingkungan permukiman dan
lingkungan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup. Perluasan areal untuk permukiman dan
perumahan mengakibatkan terjadinya perubahan lingkungan alam yang semua berfungsi sebagai area
penyerapan air menjadi lingkungan buatan yang menolak resapan air. Kontradiksi antara perlunya
perumahan dan permukiman dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan upaya
pelestarian lingkungan ibarat dua mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya
(Wiradisuria dalam Budihardjo, 2009).
Menurut Catanesse (1986), bahwa dalam perencanaan penggunaan lahan sangat dipengaruhi
oleh manusia, aktivitas, dan lokasi. Dimana hubungan antar ke tiganya sangat berkaitan, sehingga
dapat dianggap sebagai siklus perubahan penggunaan lahan.
Dari uraian kajian teori di atas maka dapat dipahami bahwa dengan berpedoman pada
pertumbuhan wilayah kota yang diinterpretasikan pada kota sebagai proses, hal ini menunjukkan
bahwa dinamika pertumbuhan wilayah perkotaan tidak bisa lepas dari 3 (tiga) unsur pokok yakni
dinamika ekonomi, dinamika politik dan dinamika budaya, yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Dinamika ekonomi dapat berupa;
a. Status tanah yang berhubungan dengan situasi topografi dan intervensi manusia,
b. Hirarki nilai yang berhubungan dengan nilai pakai dan nilai tukar,
c. Tingkat strutur yang berkaitan dengan global dan lokal.
2. Dinamika politik atau sistem pengelolaan, merupakan peran dari pihak yang terlibat dalam suatu
dimensi kehidupan perkotaan atau pewilayahan. Politik dalam hal ini juga dapat dirumuskan
dalamlingkup yang lebih sederhana dengan arti kebijakan. Suatu kebijakan menjadi hal yang sangat
dibutuhkan dalam proses pembangunan kota karena proses tersebut merupakan pelaksanaan
sejumlah keputusan oleh individu maupun kelompok demi kepentingan masyarakat banyak.
3. Dinamika budaya, adalah unsur budaya sebagai pembentuk ruang fisik kota lebih kepada sifat dan
karakter masyarakat baik di perdesaan maupun di perkotaan. Biasanya kehidupan yang saling
berinteraksi antar komunitas tertentu akan membentuk lingkungan permukiman dimana terdapat
berbagai etnis budaya yang berbaur.
Bab II Perencanaan tata ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa
bumi
2.1 Penetapan kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi
Proses awal dalam penataan ruang berbasis mitigasi kawasan letusan gunung berapi dan kawasan
rawan gempa bumi dilakukan dengan penetapan kawasan rawan letusan gunung berapi dan
kawasan rawan gempa bumi. Dengan menganalisis sifat, karakteristik, dan kondisi geologi suatu
kawasan akan diidentifikasi kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi.
Apabila dipandang cukup strategis dalam penanganannya maka kawasan rawan letusan gunung
berapi dan kawasan rawan gempa bumi ini dapat ditetapkan sebagai kawasan strategis
kabupaten/kota bila berada di dalam wilayah kabupaten/kota, dan/atau kawasan strategis provinsi
bila berada pada lintas wilayah kabupaten/kota. Penetapan kawasan strategis ini menjadi salah satu
muatan dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota/provinsi. Selanjutnya apabila dipandang
perlu, terhadap kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi di dalam
wilayah kabupaten/kota dapat disusun rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota
sebagai dasar operasional pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di
wilayahnya. Apabila kawasan tersebut berada pada lintas wilayah kabupaten/kota, dapat disusun
rencana tata ruang kawasan strategis provinsi.
Penetapan kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi didasarkan
pada hasil pengkajian terhadap daerah yang diindikasikan berpotensi bencana atau lokasi yang
diperkirakan akan terjadi bencana.
Pengkajian untuk menetapkan apakah suatu kawasan dinyatakan rawan terhadap letusan gunung
berapi dan kawasan rawan gempa bumi dilakukan sekurangkurangnya dengan menerapkan 3 (tiga)
disiplin ilmu atau bidang studi yang berbeda. Geologi, teknik sipil, dan vulkanologi adalah disiplin
ilmu yang paling sesuai untuk kepentingan ini. Ahli geologi mengkaji struktur tanah, jenis batuan,
dan tata air tanah (makro), ahli teknik sipil mengkaji kelerengan dan kemantapan tanah (mikro),
sedangkan ahli vulkanologi mengkaji jenis-jenis gunung berapi dan seberapa besar potensi letusan
serta gempa bumi. Kajian-kajian tersebut saling melengkapi dalam penetapan kawasan rawan
letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi.
Berdasarkan informasi geologi dan tingkat risiko letusan gunung berapi, tipologi kawasan rawan
letusan gunung berapi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tipe sebagai berikut:
a. Tipe A
1) Kawasan yang berpotensi terlanda banjir lahar dan tidak menutup kemungkinan dapat terkena
perluasan awan panas dan aliran lava. Selama letusan membesar, kawasan ini berpotensi tertimpa
material jatuhan berupa hujan abu lebat dan lontaran batu pijar.
2) Kawasan yang memiliki tingkat risiko rendah (berjarak cukup jauh dari sumber letusan, melanda
kawasan sepanjang aliran sungai yang dilaluinya, pada saat terjadi bencana letusan, masih
memungkinkan manusia untuk menyelamatkan diri, sehingga risiko terlanda bencana masih dapat
dihindari).
b. Tipe B
1) Kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lahar dan lava, lontaran atau guguran batu
pijar, hujan abu lebat, hujan lumpur (panas), aliran panas dan gas beracun.
2) Kawasan yang memiliki tingkat risiko sedang (berjarak cukup dekat dengan sumber letusan, risiko
manusia untuk menyelamatkan diri pada saat letusan cukup sulit, kemungkinan untuk terlanda
bencana sangat besar)
c. Tipe C
1) Kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lahar dan lava, lontaran atau guguran batu
(pijar), hujan abu lebat, hujan lumpur (panas), aliran panas dan gas beracun. Hanya diperuntukkan
bagi kawasan rawan letusan gunung berapi yang sangat giat atau sering meletus.
2) Kawasan yang memiliki risiko tinggi (sangat dekat dengan sumber letusan. Pada saat terjadi
aktivitas magmatis, kawasan ini akan dengan cepat terlanda bencana, makhluk hidup yang ada di
sekitarnya tidak mungkin untuk menyelamatkan diri).
Sumber data mengenai lokasi-lokasi gunung berapi dan berapa besar potensi letusannya dapat
diperoleh di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
2.1.4 Penentuan pola ruang
Pola ruang kawasan merupakan distribusi peruntukan ruang dalam suatu kawasan yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
a. Pendekatan dan prinsip dasar penentuan pola ruang Pendekatan penentuan pola ruang pada
kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi dilakukan melalui:
3) pendekatan tingkat risiko pada kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa
bumi; dan
4) rekomendasi penentuan pola ruang sesuai dengan tipe kawasan rawan bencana dan rekomendasi
tipologi jenis kegiatan yang diperbolehkan berdasarkan tingkat kerentanan.
Prinsip dasar penentuan pola ruang pada kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan
gempa bumi adalah:
1) Kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi yang mempunyai fungsi
lindung, kawasan tersebut mutlak dilindungi dan dipertahankan sebagai kawasan lindung.
2) Kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi yang tidak mempunyai
fungsi lindung dapat dibudidayakan dengan kriteria tertentu dan memberi peluang bagi masyarakat
untuk memanfaatkan kawasan tersebut untuk kegiatan budi daya.
b. Tipologi kegiatan yang diperbolehkan berdasarkan tingkat kerentanan Tipologi kegiatan yang
diperbolehkan berdasarkan tingkat kerentanan terdiri atas dua kawasan yaitu:
1) Kawasan Perkotaan:
a) permukiman
•konstruksi bangunan beton tidak bertulang dengan kepadatan bangunan tinggi (> 60 unit/Ha) dan
sedang (30 – 60 unit/Ha). • konstruksi bangunan beton bertulang dengan kepadatan bangunan
tinggi (> 60 unit/Ha).
• konstruksi bangunan beton bertulang dengan kepadatan bangunan sedang (30 – 60 unit/Ha) dan
rendah (< 30 unit/ semi permanen dengan kepadatan bangunan tinggi (> 60 unit/ Ha) dan sedang
(30 – 60 unit/Ha).
• konstruksi bangunan semi permanen dengan kepadatan bangunan rendah (< 30 unit/Ha).
• konstruksi tradisional dengan kepadatan sedang (30 – 60 unit/Ha) dan rendah (< 30 unit/Ha).
b) perdagangan dan perkantoran i. kerentanan tinggi (ktk) konstruksi bangunan tidak tahan gempa
dengan kepadatan bangunan tinggi (KDB > 70; KLB > 200).
iii. kerentanan rendah (krk): konstruksi bangunan tahan gempa dengan kepadatan bangunan sedang
(KDB = 50-70; KLB = 100-200).
c) industri
i. kerentanan tinggi (kti) konstruksi bangunan tidak tahan gempa dengan skala industri besar
• konstruksi bangunan tidak tahan gempa dengan skala industri sedang dan kecil.
iii. kerentanan rendah (kri): konstruksi bangunan tahan gempa dengan skala industri kecil.
2) Kawasan Perdesaan:
• konstruksi bangunan beton tak bertulang dengan pola permukiman mengelompok dan menyebar.
• konstruksi bangunan semi permanen dengan pola permukiman mengelompok dan menyebar.
i. kerentanan tinggi (ktpd): konstruksi bangunan beton bertulang dan beton tidak bertulang.
c) lahan usaha, tingkat kerentanan lahan usaha ditentukan oleh jenis lahan usaha pertanian yang
mempunyai karakteristik berbeda:
ii. Wisata/Atraksi Biotis yang meliputi: ekosistem hutan alam tropika pengunungan (Tropical
Mountain Forest) yang mempunyai struktur tajuk yang bernuansa vulkan; model suksesi alami dari
hutan alam tropika pegunungan yang dipengaruhi oleh adanya aktivitas gunung berapi. Selain itu
juga dapat berupa atraksi seperti: tracking, air terjun, dan lain-lain (wb)
iii. Wisata/Atraksi Abiotis, yaitu berbagai atraksi yang sangat berinteraksi dengan kawasan vulkan
tersebut, seperti petualangan dan kepencintaalaman atau wisata dengan “minat khusus” (wa)
iv. Wisata/Atraksi Sosio-Kultural, kondisi alam dan masyarakat yang percaya akan supranatural telah
membentuk budaya yang khas (ws)
v. Wisata/Atraksi Agro-Kultural, seperti agrowisata, hutan rakyat dan berbagai macam pola
agroforestry (wak)
c. Pola ruang kawasan rawan letusan gunung berapi Penentuan pola ruang kawasan rawan letusan
gunung berapi di daerah perkotaan dan perdesaan berdasarkan tingkat risiko bencana dijelaskan
seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut.
a. Pola ruang kawasan rawan gempa bumi Penentuan pola ruang kawasan rawan gempa bumi di daerah perkotaan dan perdesaan berdasarkan tingkat
risiko bencana dijelaskan seperti pada Tabel 3 dan Tabel 4
2.2 Struktur ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat di kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi yang secara hierarki memiliki hubungan fungsional.
Penataan ruang kawasan rawan retusan gunung berapi dan rawan gempa bumi lebih dititikberatkan kepada upaya memelihara dan meningkatkan kualitas
ruang melalui upaya peningkatan kelestarian dan keseimbangan lingkungan dengan lebih memperhatikan azas pembangunan berkelanjutan. Kegiatan-
kegiatan sosial ekonomi pada zona-zona dalam kawasan berpotensi bencana lebih bersifat lokal (zone wide), sehingga penataan ruangnya lebih
diprioritaskan pada pengembangan sistem internal kawasan/zona yang bersangkutan dengan tetap mempertahankan hubungan fungsional dengan sistem
wilayah kabupaten/kota dan/atau provinsi. Sistem internal kawasan/zona dalam hal ini adalah struktur ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada
tingkat internal kawasan/zona yang bersangkutan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dalam menentukan struktur ruang pada masing-masing zona
berpotensi bencana harus didasarkan kepada beberapa pertimbangan sebagai berikut:
a. Sistem internal kawasan/zona harus dipandang juga sebagai sub-sistem dari sistem wilayah kabupaten/kota dan/atau provinsi, sehingga struktur ruang
kawasan/zona berpotensi bencana mempunyai hubungan fungsional dengan struktur ruang wilayah kabupaten/kota dan/atau provinsi. Dengan demikian
dalam penentuannya harus mengacu rencana struktur ruang pada hirarki rencana tata ruang yang lebih tinggi.
b. Harus dijaga kesesuaiannya dengan fungsi kawasan yang ditetapkan dalam rencana tata ruangnya.
c. Melarang kegiatan pemanfaatan ruang yang berdampak tinggi pada fungsi lindung dan merelokasi kegiatan-kegiatan budi daya yang tidak memenuhi
persyaratan.
d. Memperhatikan kriteria tingkat kerawanan/tingkat risiko serta mengupayakan rekayasa untuk mengeliminir faktor-faktor penyebab tingginya
kerawanan/ risiko.
e. Mengacu pada beberapa peraturan dan pedoman terkait bidang penataan ruang serta peraturan dan pedoman yang terkait lingkungan dan sumber daya
alam.
g. Memperhatikan aspek aktifitas manusia yang telah ada sebelumnya (existing condition) dan dampak yang ditimbulkannya.
2.4 Penentuan struktur ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi
Pada dasarnya rencana struktur ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi adalah penentuan susunan pusat-pusat
hunian dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi pada kawasan rawan bencana berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan sebagaimana disebutkan di atas. Susunan pusat-pusat hunian dan sistem jaringan prasarana dan sarana pendukungnya pada
setiap kawasan akan berbeda tergantung dari variasi tingkat kerawanan/tingkat risikonya dan skala/tingkat pelayanannya. Karena itu dalam perencanaan
struktur ruangnya harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan, tingkat kerawanan, fungsi kawasan, dan tingkat pelayanan dari unsurunsur
pembentuk struktur tersebut. Beberapa ketentuan agar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan struktur ruangnya dapat dilihat pada Tabel 5
dan Tabel 6.
Bab III Pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi
Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
Pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana letusan gunung berapi dan kawasan gempa bumi dilakukan dengan:
a. mengacu pada fungsi ruang kawasan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang,
d. mengacu standar kualitas lingkungan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Program pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan gempa bumi merupakan jabaran indikasi program utama yang tercantum
dalam rencana tata ruang yang bersifat fisik maupun non fisik, dan mencakup tahapan jangka waktu pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung
berapi dan kawasan rawan gempa bumi. Dalam rangka pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa
bumi, dilakukan
(i) perumusan usulan program pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi;
(ii) perumusan perkiraan pendanaan dan sumbernya;
(iii) pelaksana program pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi, dan
(iv) tahapan waktu pelaksanaan program.
Bab IV Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi
Pengendalian pemanfaatan ruang yang dimaksud dalam pedoman ini adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang di kawasan rawan letusan gunung
berapi dan kawasan rawan gempa bumi agar sesuai dengan fungsi kawasannya dan sesuai rencana tata ruangnya melalui arahan-arahan peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan pengenaan disinsentif, serta pengenaan sanksi terhadap pelanggaran dalam peruntukan ruang dan kegiatan
pembangunan di kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi. Pada dasarnya pedoman pengendalian ini mengacu kepada
prinsip-prinsip pengendalian pemanfaatan ruang yang tertuang dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
1. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi dilakukan dengan mencermati konsistensi
kesesuaian antara pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang kawasan strategis atau rencana detail tata ruang.
2. Dalam peruntukan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi harus memperhitungkan tingkat risiko.
3. Tidak diizinkan atau dihentikan kegiatan yang mengganggu fungsi lindung kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi
dengan tingkat risiko tinggi terhadap kawasan demikian mutlak dilindungi dan dipertahankan fungsi lindungnya.
4. Kawasan yang tidak terganggu fungsi lindungnya dapat diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan dengan persyaratan yang ketat.
4.2 Acuan peraturan zonasi pada kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang unsurunsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona/blok peruntukan
sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Selanjutnya dijelaskan bahwa peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus, boleh dan tidak boleh dilaksanakan
pada zona pemanfaatan ruang yang dapat terdiri atas ketentuan tentang amplop ruang (KDH, KDB, KLB dan garis sempadan bangunan), penyediaan sarana
dan prasarana, serta ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Selain itu, peraturan
zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan peruntukan ruang dan ketentuan pengendaliannya disusun untuk setiap blok/zona
peruntukan yang penetapan zonanya di dalam rencana rinci tata ruang. Selanjutnya dijelaskan bahwa rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan
peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang
dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Berdasarkan kedua penjelasan tersebut di atas maka pedoman ini
tidak memuat peraturan zonasi, akan tetapi hanya memuat acuan bagi pemerintah daerah untuk menyusun peraturan zonasi dalam rangka pengendalian
pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi.
4.2.1 Acuan peraturan zonasi pada kawasan rawan letusan gunung berapi Arahan peraturan zonasi akan dijabarkan untuk masing-masing tipe kawasan
rawan letusan gunung berapi.
a. Tipe A
Secara umum penggunaan ruang pada kawasan rawan letusan gunung berapi tipologi A dapat diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan budi daya seperti
kegiatan kehutanan, industri, perdagangan dan perkantoran, permukiman, pariwisata di kawasan perkotaan. Kegiatan budi daya yang diperbolehkan untuk
kawasan perdesaan diantaranya adalah kegiatan permukiman, pertanian, perikanan, perkebunan, pertambangan rakyat, hutan produksi dan hutan rakyat
serta kegiatan perdagangan dan perkantoran. Pengembangan kegiatan budi daya tersebut dilakukan dengan syarat-syarat tingkat kerentanan rendah dan
sedang.
b. Tipe B
Penggunaan ruang pada kawasan rawan letusan gunung berapi tipologi B dapat diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan budi daya seperti pada tipologi A,
namun dengan syarat-syarat tingkat kerentanan sedang dan tinggi.
b. Tipe C
Penggunaan ruang pada kawasan rawan letusan gunung berapi tipologi C diarahkan dengan pendekatan konsep penyesuaian lingkungan, yaitu upaya
untuk menyesuaikan dengan kondisi alam, dengan lebih menekankan pada upaya rekayasa kondisi alam yang ada. Untuk kawasan rawan letusan gunung
berapi tipologi C ini penggunaan ruang diutamakan sebagai kawasan lindung, sehingga mutlak dilindungi. Namun pada kawasan rawan letusan gunung
berapi di kawasan perdesaan masih dapat dimanfaatkan sebagai kawasan budi daya terbatas, seperti kegiatan kehutanan dan pariwisata (kawasan puncak
gunung berapi).
4.2.2 Acuan peraturan zonasi pada kawasan rawan gempa bumi Arahan peraturan zonasi akan dijabarkan untuk masing-masing tipe kawasan rawan
gempa bumi.
a. Tipe A
Pada kawasan rawan gempa bumi tipe A untuk kawasan perkotaan dapat juga dikembangkan kegiatan perdagangan dan perkantoran, permukiman, hutan
kota, pariwisata, serta industri dengan tingkat kerentanan rendah. Begitu pula dengan kawasan rawan gempa bumi di perdesaan. Kegiatan pertanian,
perikanan, pertambangan rakyat, permukiman, perdagangan dan perkantoran, perkebunan, dan kehutanan dapat dilakukan syarat-syarat tingkat
kerentanan rendah
b. Tipe B
Kawasan rawan gempa bumi tipologi B dapat dikembangkan untuk kegiatan budi daya seperti pada kawasan rawan gempa bumi tipologi A namun harus
memenuhi syarat-syarat tingkat kerentanan sedang dan rendah.
c. Tipe C
Kawasan rawan gempa bumi tipologi C juga dapat dikembangkan untuk kegiatan budi daya seperti pada kawasan rawan gempa bumi tipologi A maupun B,
namun kegiatan pertambangan tidak boleh dilakukan pada kawasan tipologi C. Syarat-syarat tingkat kerentanan yang harus dipenuhi pada kawasan rawan
gempa bumi tipologi ini adalah tingkat kerentanan sedang dan tinggi.
c. Tipe D
Pada kawasan rawan gempa bumi tipologi D tidak diperbolehkan mengembangkan kegiatan budi daya mengingat tingkat kerawanan akibat gempa dapat
membahayakan. Namun kegiatan pariwisata (wisata sosiokultural dan agro-kultural) masih dapat dikembangkan secara terbatas dengan ketentuan
bangunan tahan gempa, (kerentanan sedang dan tinggi).
d. Tipe E
Kawasan rawan gempa bumi tipologi E tidak dapat dikembangkan untuk kegiatan budi daya mengingat tingkat bahaya yang diakibatkan sangat tinggi.
Kawasan ini mutlak harus dilindungi.
e. Tipe F
Seperti pada kawasan rawan gempa bumi tipologi E, kawasan rawan gempa bumi tipologi F juga tidak dapat dikembangkan untuk kegiatan budi daya
mengingat tingkat bahaya yang diakibatkan sangat tinggi. Untuk itu penggunaan ruang diutamakan sebagai kawasan lindung.
4.3 Perizinan pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi
Dalam pedoman ini yang dimaksud izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan penggunaan ruang atau pemanfaatan ruang di
kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum
pelaksanaan pemanfaatan ruang yang diatur oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah menurut kewenangannya sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Ketentuan-ketentuan dalam beberapa peraturan yang terkait dengan perizinan pemanfaatan ruang berlaku pula dalam perizinan pemanfaatan
ruang pada kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi selama peraturan tersebut masih berlaku (belum dicabut), namun
sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang harus ditambah dengan ketentuan bahwa izin-izin tersebut harus
sesuai dengan rencana tata ruangnya.
Izin-izin tersebut antara lain:
1. Izin Prinsip (Persetujuan Prinsip): Persetujuan yang diberikan kepada perusahaan untuk
melakukan beberapa persiapan untuk penyediaan tanah, penyusunan site plan, upaya
pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi, dan sebagainya.
8. Advice Planning.
11. Penerbitan Beschikking: Ketetapan yang dibuat pejabat administrasi negara, dalam kaitannya
dengan kebijakan pemanfaatan ruang tertentu.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan perizinan, perlu dilakukan hal-hal berikut ini:
1. Segera menyusun rencana tata ruang kawasan atau rencana detail tata ruang kabupaten/kota
serta peraturan zonasinya. Peraturan zonasi terdiri atas zonning map dan zonning text.
2. Pengupayakan pengawasan ketat terhadap aktivitas yang dilakukan di kawasan dengan tingkat
risiko sedang sampai tinggi (tipe B dan C untuk kawasan rawan letusan gunung berapi dan tipe C
sampai F untuk kawasan rawan gempa bumi).
4. Pemutakhiran data dan perhitungan kembali (review) terhadap analisis yang dilakukan, dengan
skala kawasan yang lebih detail atau setempat, yang ditunjang dengan pelaksanaan penyelidikan
lapangan secara periodik.
5. Menindak tegas semua pelanggaran yang terjadi, melalui perangkat insentif dan disinsentif serta
pengenaan sanksi.
4.4 Perangkat insentif dan disinsentif pada kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan
rawan gempa bumi
Perangkat insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan dengan tujuan untuk
memberikan rangsangan terhadap pelaksanaan kegiatan yang seiring sejalan dengan rencana tata
ruang atau seiring dengan tujuan pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan
kawasan rawan gempa bumi.
Apabila dengan pengaturan akan diberikan insentif dalam rangka pengembangan pemanfaatan
ruang, dapat berupa:
1. Kemudahan secara ekonomi melalui tata cara pemberian kompensasi atas opportunity cost yang
hilang akibat penetapan lahan masyarakat sebagai kawasan lindung melalui imbalan.
2. Kemudahan secara fisik melalui pembangunan serta pengadaan sarana dan prasarana seperti
jalan, listrik, air minum, telepon dan sebagainya untuk melayani pengembangan kawasan sesuai
dengan rencana tata ruang. Insentif dapat diberikan dari pemerintah kepada pemerintah daerah;
antar pemerintah daerah yang saling berhubungan berupa subsidi silang dari daerah yang
penyelenggaraan penataan ruangnya memberikan dampak kepada daerah yang dirugikan, atau
antara pemerintah dan swasta dalam hal pemerintah
memberikan prefensi kepada swasta sebagai imbalan dalam mendukung perwujudan rencana tata
ruang atau dari pemerintah kepada masyarakat atas partisipasinya menjaga kualitas ruang. Insentif
dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat. Pemberian insentif kepada
setiap orang yang melakukan aktivitas yang dapat mempertahankan dan/atau mendukung fungsi
lindung pada kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi. Insentif yang
diberikan dapat berupa pemberian penghargaan dan kemudahan dalam melaksanakan
aktivitasnya. Di samping pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta, dan/atau
pemerintah daerah, pemberian insentif juga dapat berupa: keringanan pajak, pemberian
kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham; pembangunan dan pengadaan
infrastruktur; dan pemudahan prosedur perizinan. Pemberian insentif dapat juga dilakukan dalam
penyelenggaraan kerjasama antar daerah. Daerah yang secara langsung mendapatkan manfaat dari
penyelenggaraan penataan ruang yang diselenggarakan oleh daerah lainnya dapat memberikan
kompensasi dan/atau bantuan kepada daerah lainnya tersebut. Perangkat disinsentif adalah
perangkat yang bertujuan membatasi pertumbuhan atau mencegah, mengurangi kegiatan yang
tidak sejalan dengan rencana tata ruang, dapat berupa:
1. Pengenaan pajak tinggi disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi
dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang.
3. Memperketat mekanisme perizinan dan diberikan secara berkala (periodik) yang dapat
diperpanjang setelah melalui mekanisme monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan budi daya
yang dilakukan.
Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan arahan pola ruang dalam pedoman ini dapat
dikenakan disinsentif yang berupa:
3. Memperketat mekanisme perizinan. Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat
dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang melalui penetapan nilai
jual objek pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP).
4.5 Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran penataan ruang kawasan rawan letusan gunung
berapi dan kawasan rawan gempa bumi
Sanksi adalah tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan fungsi kawasan yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang dan peraturan zonasi;
sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi (Pasal 39 Undang-Undang No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang). Dalam hal penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang,
pihak yang melakukan penyimpangan dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Pasal 57 Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang).
Tindakan penertiban pada kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi
dilakukan melalui pelaporan atau pengaduan masyarakat dan/atau pemeriksaan dan penyelidikan
terhadap semua pelanggaran yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang pada zona yang
bersangkutan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan yang telah ditetapkan dalam rencana tata
ruang dan peraturan zonasi, atau tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi
dalam bentuk pengenaan sanksi administrasi, sanksi perdata, dan sanksi pidana.
Pelanggaran administrasi misalnya penerbitan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
prosedur, pemberian izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukkan ruang
(misalnya izin pemanfaatan ruang pada kawasan lindung); penerbitan izin yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Pelanggaran perdata misalnya yang berkaitan dengan
kontrak, persewaan, jual beli tanah, ganti rugi dalam peralihan hak atas tanah, dan sebagainya.
Pelanggaran pidana misalnya yang berkaitan dengan pengrusakan,keselamatan dan keamanan,
ketidaktaatan melakukan kegiatan di kawasan lindung, dan sebagainya.
Bentuk-bentuk pelanggaran pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan
kawasan rawan gempa bumi dapat ditinjau dari tingkat ketaatan dalam melaksanakan prosedur
permohonan dan/atau penerbitan izin pemanfaatan ruang, serta tingkat ketaatan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin. Bentuk-bentuk pelanggaran pemanfaatan ruang
kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi dan alternatif sanksinya
disajikan pada Tabel 9.
Mekanisme penertiban pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan
rawan gempa bumi dilakukan dengan:
1. Penegakan prosedur perizinan sesuai dengan arahan dan penggunaan ruang pada kawasan
rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi.
3. Sosialisasi, penyuluhan.
4. Pembatasan, disinsentif.
5. Langkah-langkah penyidikan.
6. Pengenaan sanksi.
Apabila masih terjadi pelanggaran terhadap penggunaan ruang maka pelaku pelanggaran
dikenakan sanksi antara lain berupa:
6. Pencabutan izin apabila penggunaan ruang tidak sesuai rencana tata ruangnya.
8. Pembongkaran bangunan apabila setelah berturut-turut diberi peringatan tertulis masih tetap
melanggar.
1. Pelanggaran setelah ada rencana tata ruang, yakni kegiatan pembangunan dilaksanakan setelah
rencana tata ruang mempunyai dasar hukum dan diundang-undangkan.
2. Pelanggaran terjadi sebelum ada rencana tata ruang, yakni kegiatan pembangunan dilaksanakan
sebelum rencana tata ruang mempunyai dasar hukum.
1. Pengumpulan bukti Berkaitan dengan bentuk pelanggaran yang mungkin terjadi dalam
pemanfaatan ruang, maka dalam pengumpulan bukti-bukti pelanggaran tersebut dibutuhkan
informasi kunci mengenai:
a. Saat dimulainya kegiatan pemanfaatan ruang, apakah dilaksanakan sebelum atau setelah
rencana tata ruang ditetapkan dan diundangkan.
3. Pembuktian Pembuktian menempati posisi penting dalam pemeriksaan suatu kasus. Hakim
dalam menjatuhkan putusan/vonis, berpedoman pada hasil pembuktian ini.
4. Pengenaan sanksi Bentuk vonis yang akan dikenakan kepada pelanggar dapat berupa sanksi
administratif, sanksi perdata, atau sanksi pidana yang akan disesuaikan dengan bentuk
pelanggaran, motif pelanggaran, dan waktu terjadinya pelanggaran.
Bab V
Tata laksana dalam penataan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan
gempa bumi
Dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan
kawasan rawan gempa bumi, Pemerintah Daerah mengacu kepada Undang-Undang No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; serta
pedoman yang terkait dengan bidang penataan ruang.
Kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi dapat ditetapkan sebagai
kawasan strategis kabupaten/kota apabila kawasan tersebut berada di dalam wilayah
kabupaten/kota; serta dapat ditetapkan sebagai kawasan strategis provinsi apabila kawasan
tersebut berada pada lintas kabupaten/kota. Dengan demikian, pengendalian pemanfaatan ruang
kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi merupakan bagian integral
dari penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota dan/atau provinsi. Untuk kepentingan
pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan
gempa bumi, dapat ditetapkan institusi atau lembaga yang diberi tugas dan kewenangan
melaksanakan penataan ruang kawasan strategis. Di samping itu perlu segera disusun :
1. Rencana rinci tata ruang kawasan dan arahan peraturan zonasi, untuk pemerintah provinsi.
2. Rencana rinci tata ruang kawasan dan peraturan zonasi, untuk pemerintah kabupaten/kota.
Rencana rinci tata ruang kawasan dan peraturan zonasi tersebut sebagai dasar pemberian izin
pemanfaatan ruang
5.1 Kelembagaan
Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana, dilaksanakan dengan tujuan untuk
meminimalkan dampak bencana. Dalam rangka mendukung hal tersebut perlu dilakukan upaya
untuk memperkuat kelembagaan di masingmasing tingkat pemerintahan dalam lingkup kawasan,
baik di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota, serta mengoptimalkan peran masyarakat.
Terkait dengan pembentukan lembaga pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan
gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi, dapat ditinjau dari dua dasar pertimbangan:
2. Pertimbangan menghindari tumpang tindih atau kerancuan tugas dan kewenangan yakni dengan
pembentukan instansi/badan/lembaga baru berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang diberi tugas dan fungsi tersendiri yang belum pernah ada.
1. Aspek Bencana
Tugas dan kewenangan dalam pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung
berapi dan kawasan rawan gempa bumi dapat diintegrasikan dengan tugas dan kewenangan
lembaga dalam penanggulangan bencana sesuai Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (pra bencana, saat terjadinya bencana, pasca bencana).
Dalam hal ini lembaga yang ditunjuk mempunyai tugas melaksanakan pengendalian dan kegiatan
pemantauan serta evaluasi penanggulangan bencana.
Dalam pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan
gempa bumi, hak, kewajiban, dan peran masyarakat dilaksanakan sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata
Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. Masyarakat maupun kelompok yang
berkepentingan dengan pengendalian kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan
gempa bumi, termasuk dalam kelompok ini adalah masyarakat yang terkena dampak kegiatan
tersebut, LSM, tokoh dan pemuka masyarakat, serta masyarakat pemerhati lingkungan.
a. Menjaga, memelihara, dan meningkatkan kualitas ruang lebih ditekankan pada keikutsertaan
masyarakat untuk lebih mematuhi dan mentaati segala ketentuan normatif yang ditetapkan dalam
pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa
bumi, dan mendorong terwujudnya kualitas ruang yang lebih baik;
b. Tertib dalam keikutsertaannya pada proses pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan
letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi.
Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang diamanatkan bahwa
penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.
Peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan antara lain, mela
a. Menjaga, memelihara, dan meningkatkan kualitas ruang lebih ditekankan pada keikutsertaan
masyarakat untuk lebih mematuhi dan mentaati segala ketentuan normatif yang ditetapkan
dalam pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan
rawan gempa bumi, dan mendorong terwujudnya kualitas ruang yang lebih baik;
b. Tertib dalam keikutsertaannya pada proses pengendalian pemanfaatan ruang kawasan
rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi.
From the morphology conditions from each Island / Islands as showed on the table 6., it can see that all Island
/ Islands are most consist of land. In Java as the lowest land with 20.036 villages. While Sumatera is at the second
with 16.969 villages. Sulawesi with 7.676 is in the third. In other hand the forth and the fifth are Bali and Nusa
Tenggara as many as 3.129 and 2.745.
The use of land can be approached from the use of forest for agriculture and mining, while the rest of land which
are non forest land become industries and small and medium enterprises areas.
source : (46)
In general, the DDI of the agricultural sector in the period 2009–2018 increased. The decrease was only in 2013.
Nationally, the cumulative domestic direct investment in 2009-2018 is still dominated by the industrial sector at
616 T, followed by agriculture at 144 T, and mining at 107 T.
The DDI in agricultural sector is still dominated by Papua Island as much as 65.80%, Kalimantan Island as much
as 43.32%, then Bali and Nusa Tenggara as much as 26.74%. While the last four are Sumatra, Sulawesi, Java, and
Maluku respectively as much as 20.43%, 15.14%, 1.41% and 0.61%.
Based on the forest zones enactment policy, it can be seen that Papua Island has the largest forest area with 40
million hectares. This is followed by the island of Kalimantan with 36 million hectares. In the third place is
Sumatra with 22 million hectares. Sulawesi is in the fourth place with 13 million hectares. The last three are
Maluku, Java, and Bali and Nusa Tenggara respectively with 12 million hectares, 3 million hectares, and 2 million
hectares.
1. INTRODUCTION
A.BACKGROUND
Table 1.
The SDG’s goals are served as the datas upper,which Carbon Emission Reduction. By some
countries which are signed international agreement in Paris, they promising to push the
percentage of cabron emission in their country. For Indonesia government announced that
could be attained at 26 %.
From the tables, we can conclude than the carbon emission reduction are fluctuated. With the
range from -195, 72 % in 2015 at the bottom and 137, 41 % at the top in 2012. The most
increasing percentage contributed in 2012 with 110 %, while at the other shide the sharply
decreasing happener at 2015 by 55 %.
Because the fluctuation of those condition may be reoccurred, we try to find which factors
affecting this situation.
B.LITERATURES
The sources of carbon emission is divided by energy; industry, agriculture; waste, and
forest.(Ministry of Forest, 2021).
The minimum of percentages of green open spaces is 20 % in every sites while 10 % is the
minimum percentages of grey open spaces. ( Law 2007 about Spatial Planning).
Every part of Indonesia can not divided from the characteristic of urban and rural, but a holistic
univication by the share of funding and management to optimize the wealth, reduce subsidies,
and reach the SDG’s goals.
1. Datas
The period of observation are during 2010 – 2020, considering the datas availability.
The scope of research is 34 provinces in Indonesia
We are already collected data for several variables which are predicted to be the causes
of carbon emission. As follows :
a. The percentage of national carbon emission nationally;
b. The household consumption;
c. The government spending;
d. The human development index;
e. The value of export;
f. The value of import;
g. The total population;
h. The presentage of inflation;
i. The number of electricity tower;
j. The number of electricity network.
2. Hypothesis
Hypotehesis are can be explained as follows :
a. The percentage of national carbon emission nationally are affected by these
variables : The household consumption; The government spending; The
human development index; The value of export;The value of import;The total
population;The presentage of inflation;The number of electricity tower;The
number of electricity network.
b. The amount of those variables can be grouped by the means of each variables
by divided the amount of Indonesia and the number of provinces.
c. The proxys of those variables can explained as these : CARBON EMISSION
with ENVIRONMENT SUSTAINABILITY (THE NEED OF FOREST AND WET
LANDS); HOUSEHOLD COMSUPTION with LEVEL OF WEALTH ( the need of
space of recreations and public free open spaces); GOVERNMENT SPENDING
with GOVERNMENT SUBSIDIZES (The Need of public infrastructures
spaces); like roads, lakes,rivers,ports, an airports; IPM with EDUCATION
SPACES (kindergartens, schools, and university; EKSPOR with INDUSTRIAL
ESTATES; IMPOR with TRADE CENTRES; PENDUDUK with HOUSING
ESTATES; INFLATION with OFFICE BUILDINGS; TOWERS with GREEN
PUBLIC OPEN SPACES; GREY PRIVAT OPEN SPACES with NETWORKS.
d. So, those proxys of each variables as description of the needs and availability
of spaces.
D.METHODOLOGY
Methodology Consist of the step of analysis, the standar of taking the results
1. The Step of research concist of : grouping the datas gathered from National
Stathystical Board from difeerent file into one file each variable;
2. Clustering the region by my previous research related to existance of city flagship area
to enlarge the management as greater area;
3. Combine each variables into one sheet become 1 file;
4. Making identification by setted that according the predicted columns based on the level
of impact to carbon emission reduction reduction;
5. Highlist every cell by certain coloured in order to make sure the differentiaton by these
three groups : below mean, mean, upper mean;
6. The last step is give scores each each cell with this rule : 1 for below mean; 2 for
mean; and 3 for upper mean, and make results regarding the analysis before.
Table 2.
1 ACEH 2010 0 55438432.71 19572175.74 67.09 1 326,3 223,6 4494410 4.64 159.26 1579.77
1 ACEH 2011 247 59464214.13 22804177.33 67.45 1 406,3 345,7 4494410 3.32 159.26 1579.77
1 ACEH 2012 137,41 63571782.01 25153975.63 67.81 1 197,2 546,1 4494410 0.06 156.93 1755.06
1 ACEH 2013 102,41 68817214.34 29655933.43 68.30 930,4 483,5 4494410 6.39 128.54 1815.04
1 ACEH 2014 50,01 74185221.08 31463525.27 68.81 501,2 459,2 4494410 7.83 201.25 1965.55
1 ACEH 2015 -195,72 79851130.37 35180034.54 69.45 38,8 1213,1 4494410 1.27 232.10 2119.00
1 ACEH 2016 110,02 85639166.37 31802695.62 70.00 0,0 1059,2 4494410 3.13 232.10 2119.00
1 ACEH 2017 109,41 91768957.81 34058018.76 70.60 0,0 1106,4 4494410 4.86 224.27 2409.11
1 ACEH 2018 55,6 97053993.71 35423023.59 71.19 0,8 1656,7 4494410 1.93 221.13 2587.71
1 ACEH 2019 9,63 103294496.91 38121413.50 71.90 4,8 1593,1 4494410 1.93 239.55 2781.50
1 ACEH 2020 0 104428468.72 35299828.62 71.99 0,3 1569,7 4494410 1.93 239.55 2781.50
SUMATERA
1 UTARA 2010 0 178332312.83 25707619.69 67.09 7 429,0 3296,3 12982204 7.65 2450.67 7194.03
SUMATERA
1 UTARA 2011 247 198151435.05 29568520.01 67.34 10 057,7 4606,5 12982204 3.54 2450.67 7194.03
SUMATERA
1 UTARA 2012 137,41 222744922.75 33386620.71 67.74 8 871,9 4775,6 12982204 3.79 3501.67 7809.32
SUMATERA
1 UTARA 2013 102,41 251415642.84 37523215.11 68.36 7 982,3 4826,3 12982204 10.09 3625.32 7917.24
SUMATERA
1 UTARA 2014 50,01 281431384.00 40798560.90 68.87 7 808,1 4777,7 12982204 8.24 4116.45 8271.01
SUMATERA
1 UTARA 2015 -195,72 306071858.51 43960453.55 69.51 6 618,1 3771,1 12982204 3.32 4241.54 8703.67
SUMATERA
1 UTARA 2016 110,02 333511725.39 46072715.84 70.00 6 768,8 3669,9 12982204 6.60 4241.54 8703.67
SUMATERA
1 UTARA 2017 109,41 364057391.98 51838128.31 70.57 8 111,6 4392,7 12982204 3.18 4832.95 9671.48
SUMATERA
1 UTARA 2018 55,6 397422809.82 56298765.87 71.18 7 743,3 5206,3 12982204 1.00 5017.05 10445.02
SUMATERA
1 UTARA 2019 9,63 430766355.21 57417178.40 71.74 6 786,8 4256,6 12982204 1.00 5679.04 8324.86
SUMATERA
1 UTARA 2020 0 424494987.37 56258272.38 71.77 6 921,4 3786,1 12982204 1.00 5679.04 8324.86
SUMATERA
2 BARAT 2010 0 59421725.64 14298111.53 67.25 2 214,6 223,6 4846909 7.84 33.45 2403.10
SUMATERA
2 BARAT 2011 247 65668166.97 15856436.96 67.81 3 030,0 345,7 4846909 5.37 33.45 2403.10
SUMATERA
2 BARAT 2012 137,41 72191823.49 17675534.77 68.36 2 362,9 546,1 4846909 4.16 32.93 2649.08
SUMATERA
2 BARAT 2013 102,41 80265541.43 19683675.57 68.91 2 208,6 483,5 4846909 10.87 32.91 2712.85
SUMATERA
2 BARAT 2014 50,01 88282601.42 21622467.67 69.36 2 105,4 459,2 4846909 11.90 72.67 3005.26
SUMATERA
2 BARAT 2015 -195,72 96531830.74 24255718.84 69.98 1 753,1 1213,1 4846909 0.85 305.15 3063.28
SUMATERA
2 BARAT 2016 110,02 103844966.07 25511598.02 70.73 1 708,1 1059,2 4846909 5.02 305.15 3063.28
SUMATERA
2 BARAT 2017 109,41 112706034.50 26894124.14 71.24 2 045,5 1106,4 4846909 2.11 283.03 3415.29
SUMATERA
2 BARAT 2018 55,6 122631948.77 28994008.80 71.73 1 598,1 1656,7 4846909 2.55 59.84 3496.18
SUMATERA
2 BARAT 2019 9,63 133817325.72 31103493.49 72.39 1 337,7 1593,1 4846909 2.55 821.68 3445.08
SUMATERA
2 BARAT 2020 0 130886399.01 28852523.81 72.38 1 531,3 1569,7 4846909 2.55 821.68 3445.08
2 RIAU 2010 0 107024045.49 15917523.93 68.65 11 855,0 504,7 5538367 7.00 111.23 2361.15
2 RIAU 2011 247 128523814.32 18344814.53 68.90 16 594,6 1175,2 5538367 5.09 111.23 2361.15
2 RIAU 2012 137,41 149001458.78 19750383.10 69.15 15 552,0 1084,9 5538367 3.35 157.67 2723.81
2 RIAU 2013 102,41 171473394.95 21227801.18 69.91 14 197,8 1064,5 5538367 8.83 175.48 3597.44
2 RIAU 2014 50,01 197162815.61 20562897.64 70.33 14 021,3 778,1 5538367 8.53 172.62 3338.33
2 RIAU 2015 -195,72 222173095.96 23462836.56 70.84 11 416,4 492,5 5538367 2.71 173.80 3586.45
2 RIAU 2016 110,02 241264481.36 25547536.97 71.20 10 894,4 332,7 5538367 4.19 173.80 3586.45
2 RIAU 2017 109,41 259002304.12 26760715.29 71.79 12 979,7 391,2 5538367 4.07 353.76 4069.93
2 RIAU 2018 55,6 272940741.94 27733833.57 72.44 12 506,6 436,9 5538367 2.54 317.09 4377.21
2 RIAU 2019 9,63 287375389.50 31529677.36 73.00 8 961,7 502,4 5538367 2.54 373.22 4646.79
2 RIAU 2020 0 288576671.18 32802658.50 72.71 10 403,9 310,1 5538367 2.54 373.22 4646.79
2 KEP. RIAU 2010 0 41227435.61 6740477.81 71.13 8 328,1 118,2 1679163 6.17 301.47 2010.30
2 KEP. RIAU 2011 247 45818761.02 7599014.19 71.61 11 346,3 1728,4 1679163 3.32 301.47 2010.30
2 KEP. RIAU 2012 137,41 50422624.19 8661512.44 72.36 10 462,8 2730,5 1679163 3.92 371.43 2190.04
2 KEP. RIAU 2013 102,41 56772721.87 9780476.89 73.02 11 618,7 2417,3 1679163 10.09 381.21 2421.92
2 KEP. RIAU 2014 50,01 63725521.84 10962687.42 73.40 9 116,8 2296,2 1679163 7.49 736.48 2618.48
2 KEP. RIAU 2015 -195,72 73064167.14 12384396.32 73.75 7 549,8 6065,7 1679163 2.46 736.80 2694.79
2 KEP. RIAU 2016 110,02 82862014.41 13810271.14 73.99 7 411,7 5295,9 1679163 3.06 736.80 2694.79
2 KEP. RIAU 2017 109,41 92444110.41 14737145.11 74.45 7 232,2 5531,9 1679163 3.37 882.54 2823.17
2 KEP. RIAU 2018 55,6 99260506.76 14732688.97 74.84 7 883,9 8283,3 1679163 2.36 969.62 2990.44
2 KEP. RIAU 2019 9,63 106928431.18 15130646.71 75.48 8 323,7 7965,5 1679163 2.36 1005.94 3346.31
2 KEP. RIAU 2020 0 109034717.89 14952633.06 75.59 9 481,8 7848,5 1679163 2.36 1005.94 3346.31
3 JAMBI 2010 0 44927946.05 8024190.02 65.39 4 184,6 223,6 3092265 10.52 12.82 1054.17
3 JAMBI 2011 247 48838206.95 9417666.96 66.14 5 348,9 345,7 3092265 2.76 12.82 1054.17
3 JAMBI 2012 137,41 54317104.07 10881354.28 66.94 5 130,6 546,1 3092265 4.22 51.38 860.39
3 JAMBI 2013 102,41 59598782.59 12000226.23 67.76 4 646,9 483,5 3092265 8.74 50.06 955.66
3 JAMBI 2014 50,01 66802356.10 13000173.13 68.24 5 075,4 459,2 3092265 8.72 51.54 1037.45
3 JAMBI 2015 -195,72 71817541.17 14353139.19 68.89 4 086,9 1213,1 3092265 1.37 60.37 1083.79
3 JAMBI 2016 110,02 76982264.56 14663951.76 69.62 3 683,2 1059,2 3092265 4.54 60.37 1083.79
3 JAMBI 2017 109,41 83274310.36 15936632.29 69.99 4 650,0 1106,4 3092265 2.68 50.57 1176.09
3 JAMBI 2018 55,6 89324493.96 16968265.43 70.65 5 033,7 1656,7 3092265 3.02 43.13 1219.01
3 JAMBI 2019 9,63 96343529.88 18189861.51 71.26 4 331,0 1593,1 3092265 3.02 52.77 1932.00
3 JAMBI 2020 0 97657350.81 17840939.69 71.29 3 533,6 1569,7 3092265 3.02 52.77 1932.00
SUMATERA
3 SELATAN 2010 0 124895817.95 15769668.87 64.44 3 513,6 359,3 7450394 6.02 2380.92 2978.86
SUMATERA
3 SELATAN 2011 247 145350838.51 18500923.96 65.12 5057,4 552,2 7450394 3.78 2380.92 2978.86
SUMATERA
3 SELATAN 2012 137,41 164016852.81 20445006.34 65.79 4 371,7 506,4 7450394 2.72 2540.13 3863.12
SUMATERA
3 SELATAN 2013 102,41 188289444.92 22542613.64 66.16 3 915,6 551,3 7450394 7.04 2663.26 4162.09
SUMATERA
3 SELATAN 2014 50,01 208208393.62 24444772.49 66.75 3 083,8 740 7450394 8.38 3018.06 4477.49
SUMATERA
3 SELATAN 2015 -195,72 222487659.92 25889700.37 67.46 2 442,4 1435,5 7450394 3.05 3146.21 4783.02
SUMATERA
3 SELATAN 2016 110,02 240977338.86 26313943.52 68.24 1 978,6 977,7 7450394 3.68 3146.21 4783.02
SUMATERA
3 SELATAN 2017 109,41 257277121.62 29902575.60 68.86 3 307,4 398,7 7450394 2.85 4494.22 5239.35
SUMATERA
3 SELATAN 2018 55,6 277771062.14 32460274.02 69.39 3 734,1 718,7 7450394 2.78 4458.37 5501.26
SUMATERA
3 SELATAN 2019 9,63 296904975.01 36686874.55 70.02 3 611,9 503,3 7450394 2.78 4348.66 5258.23
SUMATERA
3 SELATAN 2020 0 296555351.56 32465000.46 70.01 3 050,2 936,9 7450394 2.78 4348.66 5258.23
3 BENGKULU 2010 0 17930119.30 5681452.76 65.35 4 184,6 223,6 1715518 9.08 23.24 493.95
3 BENGKULU 2011 247 20297687.14 6214001.11 65.96 5 348,9 345,7 1715518 3.96 23.24 493.95
3 BENGKULU 2012 137,41 23006942.59 6867336.72 66.61 5 130,6 546,1 1715518 4.61 24.04 566.95
3 BENGKULU 2013 102,41 26025111.97 7615202.55 67.50 4 646,9 483,5 1715518 9.94 24.04 641.52
3 BENGKULU 2014 50,01 29476477.89 8850671.55 68.06 5 075,4 459,2 1715518 10.85 43.54 729.64
3 BENGKULU 2015 -195,72 33165076.29 10231616.83 68.59 4 086,9 1213,1 1715518 3.25 25.89 785.43
3 BENGKULU 2016 110,02 36475574.53 11235134.10 69.33 3 683,2 1059,2 1715518 5.00 25.89 785.43
3 BENGKULU 2017 109,41 39301815.64 12028795.14 69.95 4 650,0 1106,4 1715518 3.56 47.20 852.84
3 BENGKULU 2018 55,6 42192931.74 13051200.00 70.64 5 033,7 1656,7 1715518 2.35 51.06 907.45
3 BENGKULU 2019 9,63 45570351.31 13880337.00 71.21 4 331,0 1593,1 1715518 2.35 66.61 955.47
3 BENGKULU 2020 0 46324562.29 14261866.07 71.40 3 533,6 1569,7 1715518 2.35 66.61 955.47
KEP. BANGKA
3 BELITUNG 2010 0 17984595.16 3480126.96 66.02 4 184,6 223,6 1223296 9.36 91.78 535.61
KEP. BANGKA
3 BELITUNG 2011 247 20157179.83 4035831.92 66.59 5 348,9 345,7 1223296 5.00 91.78 535.61
KEP. BANGKA
3 BELITUNG 2012 137,41 22650828.98 4592183.44 67.21 5 130,6 546,1 1223296 6.57 111.46 664.72
KEP. BANGKA
3 BELITUNG 2013 102,41 25833873.89 5249823.87 67.92 4 646,9 483,5 1223296 8.71 106.46 721.24
KEP. BANGKA
3 BELITUNG 2014 50,01 29332294.80 5768625.90 68.27 5 075,4 459,2 1223296 6.81 234.71 805.43
KEP. BANGKA
3 BELITUNG 2015 -195,72 32577016.35 6423805.18 69.05 4 086,9 1213,1 1223296 4.66 314.56 861.52
KEP. BANGKA
3 BELITUNG 2016 110,02 36367008.68 7250911.64 69.55 3 683,2 1059,2 1223296 7.78 314.56 861.52
KEP. BANGKA
3 BELITUNG 2017 109,41 40307286.64 7691271.99 69.99 4 650,0 1106,4 1223296 2.66 265.40 979.19
KEP. BANGKA
3 BELITUNG 2018 55,6 44168089.23 8065844.82 70.67 5 033,7 1656,7 1223296 3.45 285.92 1066.35
KEP. BANGKA
3 BELITUNG 2019 9,63 48174449.58 8702146.57 71.30 4 331,0 1593,1 1223296 3.45 285.92 1166.93
KEP. BANGKA
3 BELITUNG 2020 0 48463619.47 8636405.04 71.47 3 533,6 1569,7 1223296 3.45 285.92 1166.93
4 LAMPUNG 2010 0 89663683.33 12483702.35 63.71 2 467,4 866,7 7608405 9.95 4.30 2425.94
4 LAMPUNG 2011 247 102964888.38 14518137.08 64.20 3 222,6 1247,8 7608405 4.24 4.30 2425.94
4 LAMPUNG 2012 137,41 114543996.76 16587050.20 64.87 3 698,4 1716,2 7608405 4.30 124.79 2793.36
4 LAMPUNG 2013 102,41 125242183.96 18426476.90 65.73 3 892,3 1552,9 7608405 7.56 124.79 3182.21
4 LAMPUNG 2014 50,01 138464983.37 20697888.09 66.42 3 856,7 1393,1 7608405 8.36 121.21 3392.44
4 LAMPUNG 2015 -195,72 153233045.67 23972125.49 66.95 2 315,9 1474 7608405 4.65 121.12 3571.00
4 LAMPUNG 2016 110,02 166902925.33 25534195.80 67.65 1 873,6 1535,9 7608405 2.75 121.12 3571.00
4 LAMPUNG 2017 109,41 182403658.02 26627970.00 68.25 2 132,2 1489,9 7608405 3.14 124.38 3998.30
4 LAMPUNG 2018 55,6 200716577.65 27876520.81 69.02 1 714,2 1365,3 7608405 2.92 237.38 4257.15
4 LAMPUNG 2019 9,63 220341172.78 29201111.71 69.57 1 561,2 1087,4 7608405 2.92 237.38 4686.09
4 LAMPUNG 2020 0 220906122.30 29387687.52 69.69 1 555,9 911,7 7608405 2.92 237.38 4686.09
4 BANTEN 2010 0 167676809.85 12440201.36 67.54 938,0 7603,7 10632166 6.18 6773.53 7955.54
4 BANTEN 2011 247 181174857.92 14690532.87 68.22 1 106,5 10454,3 10632166 2.78 6773.53 7955.54
4 BANTEN 2012 137,41 201707891.24 16606262.30 68.92 719,9 10424,7 10632166 4.41 11323.54 8457.80
4 BANTEN 2013 102,41 219159467.84 18671954.43 69.47 928,4 10690,8 10632166 9.16 11703.54 9750.37
4 BANTEN 2014 50,01 234035090.85 19237577.65 69.89 895,8 10605,5 10632166 11.27 12873.34 8562.97
4 BANTEN 2015 -195,72 253382608.28 21118167.43 70.27 591,2 7585,6 10632166 4.67 12873.34 8575.10
4 BANTEN 2016 110,02 272806888.68 22897756.57 70.96 735,3 6555,5 10632166 3.26 12873.34 8575.10
4 BANTEN 2017 109,41 294423894.26 24616488.96 71.42 1 098,9 8135,2 10632166 5.17 7443.90 22557.53
4 BANTEN 2018 55,6 321788260.05 27576241.87 71.95 1 249,5 9326 10632166 3.78 8052.30 23736.30
4 BANTEN 2019 9,63 348229115.87 29744840.99 72.44 1 227,6 8098,4 10632166 3.78 7653.14 24646.11
4 BANTEN 2020 0 345666629.05 27343037.41 72.45 938,7 7350,4 10632166 3.78 7653.14 24646.11
5 DKI JAKARTA 2010 0 637740455.50 136946657.70 76.31 39519,8 67716,9 9607787 6.21 1093.00 35061.38
5 DKI JAKARTA 2011 247 713778798.44 159302046.31 76.98 46349 88308,7 9607787 3.97 1093.00 35061.38
5 DKI JAKARTA 2012 137,41 809845077.26 183259652.61 77.53 48018,2 96406,5 9607787 4.52 1448.49 38168.75
5 DKI JAKARTA 2013 102,41 939160695.69 211344789.27 78.08 47288,6 89522,4 9607787 8.00 1448.00 39937.28
5 DKI JAKARTA 2014 50,01 1065088137.67 222659398.25 78.39 48108 84279,6 9607787 8.95 1348.00 41269.03
5 DKI JAKARTA 2015 -195,72 1208347575.84 260416641.32 78.99 46355,3 70899,3 9607787 3.30 1359.54 41328.60
5 DKI JAKARTA 2016 110,02 1313385627.11 288981665.15 79.60 45993,2 71070,8 9607787 2.37 1359.54 41328.60
5 DKI JAKARTA 2017 109,41 1437261814.83 306859749.57 80.06 51,675,9 81310,5 9607787 3.72 6095.82 31643.13
5 DKI JAKARTA 2018 55,6 1571964454.61 354471421.51 80.47 54483,9 93573,4 9607787 3.27 4183.74 32779.19
5 DKI JAKARTA 2019 9,63 1719143962.44 360977058.91 80.76 54044,4 88077,8 9607787 3.27 3504.30 34107.88
5 DKI JAKARTA 2020 0 1726005834.07 413163767.16 80.77 53655,1 71751,4 9607787 3.27 3504.30 34107.88
5 JAWA BARAT 2010 0 609626574.67 54922081.00 66.15 941,5 3108,2 43053732 4.53 3217.80 34053.60
5 JAWA BARAT 2011 247 671158666.78 59786927.33 66.67 1012,5 5620,4 43053732 2.75 3217.80 34053.60
5 JAWA BARAT 2012 137,41 734272453.27 68994157.99 67.32 674,1 6168,2 43053732 4.02 4013.05 36655.28
5 JAWA BARAT 2013 102,41 812568323.76 73717544.96 68.25 442,7 5897,7 43053732 7.97 3998.74 39092.56
5 JAWA BARAT 2014 50,01 881109398.50 81202692.40 68.80 851,8 5766,6 43053732 7.76 4076.66 43096.46
5 JAWA BARAT 2015 -195,72 983765226.82 98292764.94 69.50 351 4905 43053732 3.93 4077.90 44071.43
5 JAWA BARAT 2016 110,02 1075522040.90 100672816.97 70.05 210,4 4714,9 43053732 2.93 4077.90 44071.43
5 JAWA BARAT 2017 109,41 1169367387.39 107939500.30 70.69 207,1 6570,4 43053732 3.46 7272.16 50791.20
5 JAWA BARAT 2018 55,6 1278278895.69 112935058.42 71.30 230,7 8050,9 43053732 3.76 9697.06 52878.86
5 JAWA BARAT 2019 9,63 1387762269.96 117448944.50 72.03 207,7 6444,3 43053732 3.76 10273.56 54480.28
5 JAWA BARAT 2020 0 1378904384.43 118688957.77 72.09 184,3 5043,2 43053732 3.76 10273.56 54480.28
JAWA
6 TENGAH 2010 0 389637550.12 49467504.64 66.08 3863,2 9618,8 32382657 7.11 6509.12 15315.89
JAWA
6 TENGAH 2011 247 429912439.03 55282980.32 66.64 4678,3 12998,1 32382657 2.87 6509.12 15315.89
JAWA
6 TENGAH 2012 137,41 474886733.82 61581493.37 67.21 4637,1 13972,4 32382657 4.85 5168.49 16600.42
JAWA
6 TENGAH 2013 102,41 520380304.38 69299782.96 68.02 5319,7 15735,8 32382657 8.19 5153.86 18205.08
JAWA
6 TENGAH 2014 50,01 570433401.17 75556448.86 68.78 5626,9 15767,9 32382657 8.53 5154.85 19631.46
JAWA
6 TENGAH 2015 -195,72 620264015.08 85225912.08 69.49 5369,8 10717 32382657 2.56 5155.26 20408.19
JAWA
6 TENGAH 2016 110,02 660988585.60 87589147.24 69.98 5384,6 8769,1 32382657 2.32 5155.26 20408.19
JAWA
6 TENGAH 2017 109,41 711586510.45 94261559.47 70.52 5982,3 10457,3 32382657 3.64 7096.65 21057.04
JAWA
6 TENGAH 2018 55,6 764808380.14 98717169.57 71.12 6579 14266,8 32382657 2.76 7150.68 23558.02
JAWA
6 TENGAH 2019 9,63 821948116.89 103209517.34 71.73 6743,6 12355,5 32382657 2.76 7162.82 24750.62
JAWA
6 TENGAH 2020 0 822095502.18 98359804.69 71.87 6455,7 8635,6 32382657 2.76 7162.82 24750.62
DI
6 YOGYAKARTA 2010 0 38442940.59 9847893.44 75.37 2446,8 3108,2 3457491 7.38 0.32 1869.77
DI
6 YOGYAKARTA 2011 247 44029582.93 11039649.77 75.93 3500,5 5620,4 3457491 3.88 0.32 1869.77
DI
6 YOGYAKARTA 2012 137,41 49403400.71 11982949.65 76.15 3954,2 6168,2 3457491 4.31 0.32 2043.75
DI
6 YOGYAKARTA 2013 102,41 57101887.22 13629833.88 76.44 3690 5897,7 3457491 7.32 0.32 2205.79
DI
6 YOGYAKARTA 2014 50,01 62875141.17 15347428.32 76.81 5299,8 5766,6 3457491 6.59 0.32 2369.60
DI
6 YOGYAKARTA 2015 -195,72 68730527.54 17214154.28 77.59 4776,6 4905 3457491 3.09 0.18 2484.16
DI
6 YOGYAKARTA 2016 110,02 74429795.62 18321761.49 78.38 6005,7 4714,9 3457491 2.29 0.18 2484.16
DI
6 YOGYAKARTA 2017 109,41 81335809.99 19508071.64 78.89 5003,4 6570,4 3457491 4.20 - 2724.49
DI
6 YOGYAKARTA 2018 55,6 86753196.83 21382113.04 79.53 4567,7 8050,9 3457491 2.66 - 2856.95
DI
6 YOGYAKARTA 2019 9,63 92436088.69 22434453.68 79.99 4522,8 6444,3 3457491 2.66 - 2856.95
DI
6 YOGYAKARTA 2020 0 92753541.94 22889206.61 79.97 3095,1 5043,2 3457491 2.66 - 2856.95
7 JAWA TIMUR 2010 0 629630362.60 59765151.65 65.36 14209,8 12 475,2 37476757 7.33 9620.62 24018.69
7 JAWA TIMUR 2011 247 703343083.11 70530906.42 66.06 16964,4 15 721,7 37476757 4.72 9620.62 24018.69
7 JAWA TIMUR 2012 137,41 781591548.57 86194972.19 66.74 13557,2 16 430,7 37476757 4.39 11595.42 26910.18
7 JAWA TIMUR 2013 102,41 866916172.60 93232474.47 67.55 12761,5 17 463,6 37476757 7.52 11547.76 28708.11
7 JAWA TIMUR 2014 50,01 949343437.70 96944244.35 68.14 14528,7 17 449,7 37476757 7.90 14668.05 30523.98
7 JAWA TIMUR 2015 -195,72 1019622140.96 104912333.83 68.95 13156,4 13 841,2 37476757 3.43 13504.40 30824.81
7 JAWA TIMUR 2016 110,02 1109014191.23 100536919.26 69.74 13994,1 13 593,1 37476757 3.22 13504.40 30824.81
7 JAWA TIMUR 2017 109,41 1193915047.01 109444001.07 70.27 15737,7 15 472,2 37476757 4.37 8199.50 34114.16
7 JAWA TIMUR 2018 55,6 1298390491.77 120991067.09 70.77 16985,6 17 652,6 37476757 3.03 9396.50 35817.90
7 JAWA TIMUR 2019 9,63 1396604489.98 131003936.27 71.50 16536,8 16 545,7 37476757 3.03 11072.58 37228.94
7 JAWA TIMUR 2020 0 1398516772.62 129886860.99 71.71 16618,7 14 546,3 37476757 3.03 11072.58 37228.94
7 BALI 2010 0 53059800.33 10949789.04 70.10 373,4 949,1 3890757 8.10 3.84 3223.94
7 BALI 2011 247 59713201.51 12772674.64 70.87 376,033 1 056,5 3890757 3.75 3.84 3223.94
7 BALI 2012 137,41 65812887.91 14643132.46 71.62 347,367 191,2 3890757 4.71 453.87 3546.60
7 BALI 2013 102,41 69651681.90 16611925.76 72.09 327,57 281,9 3890757 7.35 454.02 3914.32
7 BALI 2014 50,01 76468024.97 15985791.10 72.48 297,267 306,0 3890757 8.03 441.89 4335.03
7 BALI 2015 -195,72 85910954.33 17750679.10 73.27 745,13 140,8 3890757 2.70 1017.19 4594.18
7 BALI 2016 110,02 95497686.01 19977806.53 73.65 783,87 173,1 3890757 2.94 1017.19 4594.18
7 BALI 2017 109,41 102152931.82 22603583.30 74.30 646,2 136,0 3890757 3.31 911.39 5069.64
7 BALI 2018 55,6 111762439.69 24531443.84 74.77 457,1 314,1 3890757 3.40 786.84 5247.16
7 BALI 2019 9,63 121140031.51 26717603.75 75.38 407,03 261,1 3890757 3.40 1041.52 5706.73
7 BALI 2020 0 119957693.75 28068998.65 75.50 327,57 123,3 3890757 3.40 1041.52 5706.73
NUSA
TENGGARA
7 BARAT 2010 0 42502375.08 9183330.60 61.16 1995,5 318,2 4500212 11.07 146.00 837.17
NUSA
TENGGARA
7 BARAT 2011 247 47321574.78 10399526.98 62.14 1136,93 328,9 4500212 6.38 146.00 837.17
NUSA
TENGGARA
7 BARAT 2012 137,41 52815732.96 11160516.74 62.98 596,67 283,7 4500212 4.10 172.70 976.39
NUSA
TENGGARA
7 BARAT 2013 102,41 56643475.61 11658708.80 63.76 400,867 314,0 4500212 9.27 170.04 1133.33
NUSA
TENGGARA
7 BARAT 2014 50,01 62018051.91 15387606.46 64.31 307,97 1 158,7 4500212 7.18 445.39 1291.47
NUSA
TENGGARA
7 BARAT 2015 -195,72 66021500.37 16862329.01 65.19 491,13 145,3 4500212 3.25 393.80 1402.30
NUSA
TENGGARA
7 BARAT 2016 110,02 70678200.51 17766902.48 65.81 525,17 111,6 4500212 2.47 393.80 1402.30
NUSA
TENGGARA
7 BARAT 2017 109,41 74854229.77 19218414.15 66.58 366,7 81,7 4500212 3.59 418.49 1677.54
NUSA
TENGGARA
7 BARAT 2018 55,6 79113027.33 19757219.46 67.30 157,8 161,3 4500212 3.15 624.93 1776.81
NUSA
TENGGARA
7 BARAT 2019 9,63 83915658.79 20238840.55 68.14 64,83 180,7 4500212 3.15 795.75 1950.25
NUSA
TENGGARA
7 BARAT 2020 0 82051299.10 20758268.34 68.25 197,07 193,9 4500212 3.15 795.75 1950.25
NUSA
TENGGARA
7 TIMUR 2010 0 33894767.77 11979590.90 59.21 34,1 36,4 4683827 9.97 145.75 486.91
NUSA
TENGGARA
7 TIMUR 2011 247 38363267.80 13934970.82 60.24 26,33 34,1 4683827 4.32 145.75 486.91
NUSA
TENGGARA
7 TIMUR 2012 137,41 42639921.72 15958534.47 60.81 44,067 61,4 4683827 5.10 158.69 567.32
NUSA
TENGGARA
7 TIMUR 2013 102,41 47342068.61 17083005.23 61.68 20,867 161,1 4683827 8.84 160.54 639.57
NUSA
TENGGARA
7 TIMUR 2014 50,01 50692465.46 19486122.13 62.26 21,67 63,12 4683827 8.32 272.80 702.26
NUSA
TENGGARA
7 TIMUR 2015 -195,72 56851466.36 22091092.85 62.67 515,13 20,7 4683827 5.07 297.25 749.76
NUSA
TENGGARA
7 TIMUR 2016 110,02 61506312.16 23994706.03 63.13 558,27 63 4683827 2.31 297.25 749.76
NUSA
TENGGARA
7 TIMUR 2017 109,41 66707542.95 25754331.57 63.73 389,3 54,2 4683827 2.05 302.69 855.25
NUSA
TENGGARA
7 TIMUR 2018 55,6 71254439.23 29098507.51 64.39 167,6 171,1 4683827 3.23 331.21 927.41
NUSA
TENGGARA
7 TIMUR 2019 9,63 76891365.23 29845270.42 65.23 81,03 76,1 4683827 3.23 333.42 999.49
NUSA
TENGGARA
7 TIMUR 2020 0 74626626.07 27542846.60 65.19 212,87 58,5 4683827 3.23 333.42 999.49
KALIMANTAN
8 BARAT 2010 0 47904067.54 10912057.82 61.97 580,9 131,1 4395983 8.52 230.51 1434.72
KALIMANTAN
8 BARAT 2011 247 53680214.16 12278039.14 62.35 1260,8 207,6 4395983 4.91 230.51 1434.72
KALIMANTAN
8 BARAT 2012 137,41 59923683.53 12750236.72 63.41 964,1 470,2 4395983 6.62 239.55 1603.72
KALIMANTAN
8 BARAT 2013 102,41 67412498.73 14648322.59 64.30 893,5 404,5 4395983 9.48 243.03 1889.39
KALIMANTAN
8 BARAT 2014 50,01 74326099.85 17080086.16 64.89 596,5 428,7 4395983 9.38 508.09 1862.44
KALIMANTAN
8 BARAT 2015 -195,72 80934225.86 19309344.49 65.59 495,8 267,0 4395983 6.17 653.49 1989.63
KALIMANTAN
8 BARAT 2016 110,02 88906169.78 18998423.90 65.88 459 255,7 4395983 3.88 653.49 1989.63
KALIMANTAN
8 BARAT 2017 109,41 96802975.14 20593759.26 66.26 431,3 222,0 4395983 3.86 603.49 2252.06
KALIMANTAN
8 BARAT 2018 55,6 102938461.37 22306179.83 66.98 367,5 281,0 4395983 3.99 778.82 2373.12
KALIMANTAN
8 BARAT 2019 9,63 110748437.24 24867885.32 67.65 413,5 107,5 4395983 3.99 804.92 2572.69
KALIMANTAN
8 BARAT 2020 0 110572713.95 26104494.27 67.66 572,8 101,2 4395983 3.99 804.92 2572.69
KALIMANTAN
9 TENGAH 2010 0 25562603.09 8217457.86 65.96 3659,7 868,5 2212089 9.49 89.05 649.95
KALIMANTAN
9 TENGAH 2011 247 28486203.75 9411470.39 66.38 5715,5 1 238,5 2212089 5.28 89.05 649.95
KALIMANTAN
9 TENGAH 2012 137,41 31670844.20 10761622.42 66.66 5204,6 1 233,6 2212089 6.73 79.01 752.34
KALIMANTAN
9 TENGAH 2013 102,41 34618909.41 11907576.72 67.41 5654,7 1 328,8 2212089 6.45 76.00 854.78
KALIMANTAN
9 TENGAH 2014 50,01 38029999.71 13513158.06 67.77 4493,8 1 192,6 2212089 6.63 76.00 970.16
KALIMANTAN
9 TENGAH 2015 -195,72 42418617.95 15744457.12 68.53 8144,9 1 712,0 2212089 4.20 242.15 1048.64
KALIMANTAN
9 TENGAH 2016 110,02 47357348.11 16218632.57 69.13 7668,7 992,4 2212089 1.91 242.15 1048.64
KALIMANTAN
9 TENGAH 2017 109,41 52183860.42 17283856.20 69.79 10928,2 1 199,2 2212089 3.11 356.76 1134.95
KALIMANTAN
9 TENGAH 2018 55,6 56315879.35 18738116.92 70.42 11564,5 2 142,8 2212089 3.68 485.48 1223.79
KALIMANTAN
9 TENGAH 2019 9,63 61920206.68 19927038.58 70.91 10499,2 1 641,7 2212089 3.68 256.51 1358.77
KALIMANTAN
9 TENGAH 2020 0 64126131.26 21754735.17 71.05 8697,3 1 237,3 2212089 3.68 256.51 1358.77
KALIMANTAN
10 SELATAN 2010 0 40777814.72 10657862.63 65.20 6339,7 1 419,4 3626616 9.06 306.82 1467.13
KALIMANTAN
10 SELATAN 2011 247 44995001.57 11626595.46 65.89 9617 2 593,7 3626616 3.98 306.82 1467.13
KALIMANTAN
10 SELATAN 2012 137,41 48832898.72 13541402.39 66.68 9476,5 2 752,7 3626616 5.96 468.92 1688.44
KALIMANTAN
10 SELATAN 2013 102,41 52998241.86 14981234.14 67.17 8481,7 2 478,1 3626616 6.98 478.32 1880.66
KALIMANTAN
10 SELATAN 2014 50,01 58574581.04 16030654.93 67.63 7931,2 2 127,9 3626616 7.16 645.41 2092.23
KALIMANTAN
10 SELATAN 2015 -195,72 63942093.65 18230518.16 68.38 35644,4 1 071,1 3626616 5.03 1671.13 2187.64
KALIMANTAN
10 SELATAN 2016 110,02 69096597.17 19094318.98 69.05 3327,2 698,2 3626616 3.68 1671.13 2187.64
KALIMANTAN
10 SELATAN 2017 109,41 74554961.35 19758967.90 69.65 4373,3 1 141,9 3626616 3.82 1831.94 2391.87
KALIMANTAN
10 SELATAN 2018 55,6 80467494.75 21248561.97 70.17 5054,2 1 143,7 3626616 2.63 2790.84 2602.39
KALIMANTAN
10 SELATAN 2019 9,63 86960666.27 22162649.33 70.72 4693,4 1 042,4 3626616 2.63 3050.81 2819.16
KALIMANTAN
10 SELATAN 2020 0 87613070.43 21946711.15 70.91 3293,5 485,6 3626616 2.63 3050.81 2819.16
KALIMANTAN
10 TIMUR 2010 0 51059096.90 14013989.57 71.31 21823 5 863,5 3553143 7.00 381.28 2277.22
KALIMANTAN
10 TIMUR 2011 247 57527377.45 15108733.82 72.02 33030,8 6 828,2 3553143 6.23 381.28 2277.22
KALIMANTAN
10 TIMUR 2012 137,41 65493370.52 17342813.74 72.62 28747 7 801,2 3553143 4.81 424.88 2502.32
KALIMANTAN
10 TIMUR 2013 102,41 73396421.73 20281615.33 73.21 26109,5 8 765,9 3553143 10.37 518.50 2731.58
KALIMANTAN
10 TIMUR 2014 50,01 80180286.67 23523174.00 73.82 21475,2 7 791,3 3553143 6.74 977.56 2815.55
KALIMANTAN
10 TIMUR 2015 -195,72 86786223.85 25949715.17 74.17 12546 4 567,8 3553143 4.24 1053.03 3007.30
KALIMANTAN
10 TIMUR 2016 110,02 91536846.47 23578343.61 74.59 9175,5 3 125,5 3553143 2.83 1053.03 3007.30
KALIMANTAN
10 TIMUR 2017 109,41 96807319.69 21596788.97 75.12 11349,1 2 489,3 3553143 3.69 1437.95 3418.33
KALIMANTAN
10 TIMUR 2018 55,6 102584196.19 23760619.51 75.83 11576,2 3 418,7 3553143 3.32 1192.23 3637.27
KALIMANTAN
10 TIMUR 2019 9,63 109767656.05 26298927.52 76.61 9941,9 1 555,8 3553143 3.32 785.85 3952.88
KALIMANTAN
10 TIMUR 2020 0 111183751.56 26163828.57 76.24 8149,6 1 168,6 3553143 3.32 785.85 3952.88
KALIMANTAN
10 UTARA 2010 0 6848352.68 3327520.96 - 453,8 44,9 0 7.92 31.22 -
KALIMANTAN
10 UTARA 2011 247 7827140.83 3470878.56 - 392 68,4 0 6.43 31.22 -
KALIMANTAN
10 UTARA 2012 137,41 8909550.86 4000676.90 - 5204,6 70,0 0 5.99 31.22 -
KALIMANTAN
10 UTARA 2013 102,41 4000676.90 5123223.18 67.99 5654,7 93,7 0 10.35 31.22 180.73
KALIMANTAN
10 UTARA 2014 50,01 5123223.18 6586508.87 68.64 4493,8 33,0 0 11.91 84.82 199.37
KALIMANTAN
10 UTARA 2015 -195,72 12243723.32 6884835.73 68.76 8144,9 11,0 0 3.42 99.82 206.50
KALIMANTAN
10 UTARA 2016 110,02 13041725.87 6722185.09 69.20 7668,7 12,3 0 4.31 99.82 206.50
KALIMANTAN
10 UTARA 2017 109,41 13747600.94 6184828.23 69.84 10928,2 15,3 0 2.77 73.60 180.59
KALIMANTAN
10 UTARA 2018 55,6 14608034.44 6595911.72 70.56 11564,5 37,2 0 5.00 238.20 183.32
KALIMANTAN
10 UTARA 2019 9,63 16004279.42 7184812.63 71.15 10499,2 20,2 0 5.00 238.20 264.55
KALIMANTAN
10 UTARA 2020 0 15997555.15 7103647.47 70.63 8697,3 46,9 0 5.00 238.20 264.55
SULAWESI
11 UTARA 2010 0 25425197.31 8422590.91 67.83 373,6 70,8 2270596 6.28 202.06 986.62
SULAWESI
11 UTARA 2011 247 28031771.92 10077730.91 68.31 744 144,4 2270596 0.67 202.06 986.62
SULAWESI
11 UTARA 2012 137,41 30908682.00 11110270.30 69.04 941,8 122,6 2270596 6.04 458.32 1087.08
SULAWESI
11 UTARA 2013 102,41 32781303.72 12349804.59 69.49 665,4 106,5 2270596 8.12 345.19 1192.52
SULAWESI
11 UTARA 2014 50,01 36541276.27 14016073.31 69.96 833,2 117,7 2270596 9.67 350.45 1240.32
SULAWESI
11 UTARA 2015 -195,72 41806112.12 16267833.70 70.39 676,7 68,9 2270596 5.56 358.03 1302.58
SULAWESI
11 UTARA 2016 110,02 45568217.29 17219164.56 71.05 693,4 122,1 2270596 0.35 358.03 1302.58
SULAWESI
11 UTARA 2017 109,41 49364986.52 19033744.10 71.66 627,9 65,6 2270596 2.44 580.77 1544.87
SULAWESI
11 UTARA 2018 55,6 52740064.07 21146537.13 72.20 520,3 98,5 2270596 3.83 557.22 1676.89
SULAWESI
11 UTARA 2019 9,63 57744090.60 22182004.38 72.99 296,4 133,5 2270596 3.83 295.50 1787.87
SULAWESI
11 UTARA 2020 0 57272630.53 22416894.57 72.93 320,6 87,7 2270596 3.83 295.50 1787.87
11 GORONTALO 2010 0 9691201.35 3642768.28 62.65 212,1 19,4 1040164 7.43 33.20 236.52
11 GORONTALO 2011 247 10894675.25 4277192.00 63.48 584 89,9 1040164 4.08 33.20 236.52
11 GORONTALO 2012 137,41 12229032.64 4843216.78 64.16 805,9 165,7 1040164 5.31 31.44 293.13
11 GORONTALO 2013 102,41 13717787.55 5497584.18 64.70 925,4 279,5 1040164 5.84 31.44 328.40
11 GORONTALO 2014 50,01 15403967.17 6077544.61 65.17 306,3 282,4 1040164 6.14 64.73 366.08
11 GORONTALO 2015 -195,72 17483651.60 6809069.25 65.86 1469,5 510,7 1040164 4.30 31.49 398.82
11 GORONTALO 2016 110,02 19300321.72 7215175.33 66.29 2345,3 603,9 1040164 1.30 31.49 398.82
11 GORONTALO 2017 109,41 21233931.10 7804161.78 67.01 3938,8 824,1 1040164 4.34 56.83 460.13
11 GORONTALO 2018 55,6 23234274.80 8245792.68 67.71 6480,5 1 294,9 1040164 2.15 57.91 503.49
11 GORONTALO 2019 9,63 25432278.57 8725060.00 68.49 7554,5 1 590,2 1040164 2.15 57.41 543.84
11 GORONTALO 2020 0 25860313.11 8246397.97 68.68 9986,5 1 343,2 1040164 2.15 57.41 543.84
SULAWESI
11 TENGGARA 2010 0 25438020.25 7712647.84 65.99 461,9 19,4 2232586 3.87 91.30 441.08
SULAWESI
11 TENGGARA 2011 247 28223869.28 9683828.69 66.52 758,4 89,9 2232586 5.09 91.30 441.08
SULAWESI
11 TENGGARA 2012 137,41 32397970.95 10036522.54 67.07 594,2 165,7 2232586 5.25 125.24 528.42
SULAWESI
11 TENGGARA 2013 102,41 36489259.48 10897203.38 67.55 409,2 279,5 2232586 5.92 129.24 621.64
SULAWESI
11 TENGGARA 2014 50,01 40339623.11 11717190.11 68.07 278,3 282,4 2232586 7.40 233.07 670.71
SULAWESI
11 TENGGARA 2015 -195,72 44092255.44 13103283.67 68.75 128,9 510,7 2232586 1.64 127.47 703.59
SULAWESI
11 TENGGARA 2016 110,02 48316552.74 14220093.00 69.31 107,1 603,9 2232586 3.07 127.47 703.59
SULAWESI
11 TENGGARA 2017 109,41 53297732.04 15897054.71 69.86 141 824,1 2232586 2.96 296.59 850.70
SULAWESI
11 TENGGARA 2018 55,6 58267074.66 17403784.03 70.61 286,1 1 294,9 2232586 2.55 293.38 911.73
SULAWESI
11 TENGGARA 2019 9,63 63466417.86 18878976.19 71.20 319,1 1 590,2 2232586 2.55 148.92 986.89
SULAWESI
11 TENGGARA 2020 0 64390663.53 18887975.66 71.45 119,4 1 343,2 2232586 2.55 148.92 986.89
SULAWESI
12 TENGAH 2010 0 31595755.09 8009483.78 63.29 320,4 11,8 2635009 6.40 175.73 574.71
SULAWESI
12 TENGAH 2011 247 34943533.27 9169333.77 64.27 147 11,9 2635009 4.47 175.73 574.71
SULAWESI
12 TENGAH 2012 137,41 39208294.30 10425364.46 65.00 85,1 2,7 2635009 5.87 189.18 686.19
SULAWESI
12 TENGAH 2013 102,41 43987610.28 11783906.76 65.79 38,I,8 15,5 2635009 7.57 198.09 758.70
SULAWESI
12 TENGAH 2014 50,01 50558562.97 50558562.97 66.43 118,6 42,1 2635009 8.85 422.41 865.77
SULAWESI
12 TENGAH 2015 -195,72 55834296.84 15369757.18 66.76 340,2 28,4 2635009 4.17 421.12 948.78
SULAWESI
12 TENGAH 2016 110,02 60961078.61 16210691.37 67.47 364,4 9,4 2635009 1.49 421.12 948.78
SULAWESI
12 TENGAH 2017 109,41 66440683.51 17545237.69 68.11 404,7 3,1 2635009 4.33 490.62 1068.79
SULAWESI
12 TENGAH 2018 55,6 72976447.27 17936010.91 68.88 457,8 4,4 2635009 6.46 1718.47 1171.08
SULAWESI
12 TENGAH 2019 9,63 79421563.15 19792709.68 69.50 467,7 11,6 2635009 6.46 1746.21 1146.23
SULAWESI
12 TENGAH 2020 0 77624593.72 20086146.18 69.55 507,8 2,9 2635009 6.46 1746.21 1146.23
SULAWESI
12 SELATAN 2010 0 99661110.94 20578073.82 66.00 2312 955,6 8034776 6.82 625.96 3246.42
SULAWESI
12 SELATAN 2011 247 113547230.59 23491337.09 66.65 1898,6 1 364,5 8034776 2.87 625.96 3246.42
SULAWESI
12 SELATAN 2012 137,41 129687947.32 129687947.32 67.26 1516,6 1 180,8 8034776 4.57 1045.81 3639.63
SULAWESI
12 SELATAN 2013 102,41 146643073.88 28718940.13 67.92 1550,9 1 189,8 8034776 6.24 1084.85 4156.49
SULAWESI
12 SELATAN 2014 50,01 165652215.83 31774365.70 68.49 1736,1 813,6 8034776 8.51 968.92 4339.22
SULAWESI
12 SELATAN 2015 -195,72 185585543.03 36396615.59 69.15 568,4 612,1 8034776 5.18 1232.35 4479.46
SULAWESI
12 SELATAN 2016 110,02 204368749.91 37399191.96 69.76 513,6 665,4 8034776 3.18 1232.35 4479.46
SULAWESI
12 SELATAN 2017 109,41 225404554.58 39393172.37 70.34 265,1 8 328,6 8034776 4.48 1450.85 5172.50
SULAWESI
12 SELATAN 2018 55,6 251147504.70 44827507.85 70.90 395,8 1 013,3 8034776 3.48 2953.94 5472.48
SULAWESI
12 SELATAN 2019 9,63 274463638.68 49429293.61 71.66 828,2 977,6 8034776 3.48 2995.60 5945.56
SULAWESI
12 SELATAN 2020 0 278594012.06 48633679.90 71.93 818,6 747,6 8034776 3.48 2995.60 5945.56
SULAWESI
12 BARAT 2010 0 10453566.60 3192723.39 59.74 24 19,4 1158651 5.12 6.49 151.52
SULAWESI
12 BARAT 2011 247 11733846.66 3732160.42 60.63 2,7 89,9 1158651 4.91 6.49 151.52
SULAWESI
12 BARAT 2012 137,41 12726692.87 4267713.89 61.01 0 165,7 1158651 3.28 6.39 177.63
SULAWESI
12 BARAT 2013 102,41 14014432.23 4694733.05 61.53 0 279,5 1158651 5.91 12.39 207.59
SULAWESI
12 BARAT 2014 50,01 15261635.11 5153208.58 62.24 152 282,4 1158651 7.88 11.68 238.03
SULAWESI
12 BARAT 2015 -195,72 17219020.72 6026226.40 62.96 0 510,7 1158651 5.07 3.22 258.70
SULAWESI
12 BARAT 2016 110,02 18883977.76 6781949.00 63.60 0 603,9 1158651 2.23 3.22 258.70
SULAWESI
12 BARAT 2017 109,41 20388814.62 7342269.61 64.30 0,2 824,1 1158651 3.79 3.22 312.89
SULAWESI
12 BARAT 2018 55,6 22146397.19 7902508.45 65.10 0 1 294,9 1158651 1.80 63.22 345.28
SULAWESI
12 BARAT 2019 9,63 23261840.60 8087420.28 65.73 1,4 1 590,2 1158651 1.80 67.77 380.08
SULAWESI
12 BARAT 2020 0 24190133.25 7371770.45 66.11 2,1 1 343,2 1158651 1.80 67.77 380.08
13 MALUKU 2010 0 12502864.76 7126877.38 64.27 165,3 336,3 1533506 8.78 134.65 336.69
13 MALUKU 2011 247 13812754.73 9245920.57 64.75 195 361,2 1533506 2.85 134.65 336.69
13 MALUKU 2012 137,41 16230482.46 16230482.46 65.43 243,8 429,1 1533506 6.73 135.06 397.49
13 MALUKU 2013 102,41 18167297.01 10831192.56 66.09 209,4 357,9 1533506 8.81 147.61 469.96
13 MALUKU 2014 50,01 21226234.07 11825587.55 66.74 152,2 392,1 1533506 6.81 211.79 480.08
13 MALUKU 2015 -195,72 24048412.34 13775000.51 67.05 42,8 297,4 1533506 5.92 236.76 509.51
13 MALUKU 2016 110,02 26646284.39 14900712.08 67.60 121,1 307,1 1533506 3.28 236.76 509.51
13 MALUKU 2017 109,41 28656669.59 15638089.97 68.19 95,8 495,2 1533506 -0.05 263.37 463.05
13 MALUKU 2018 55,6 30096578.75 30096578.75 68.87 192,7 642,7 1533506 3.53 297.06 597.37
13 MALUKU 2019 9,63 32753525.98 16456585.84 69.45 245,2 515,8 1533506 3.53 363.43 519.13
13 MALUKU 2020 0 33008212.31 16738236.08 69.49 186,3 503,9 1533506 3.53 363.43 519.13
MALUKU
13 UTARA 2010 0 9638268.05 4215399.12 62.79 309,9 24,0 1038087 5.32 62.04 204.67
MALUKU
13 UTARA 2011 247 10566933.36 5184808.38 63.19 547,3 20,3 1038087 4.52 62.04 204.67
MALUKU
13 UTARA 2012 137,41 11546049.48 6022774.64 63.93 446 5,3 1038087 3.29 44.60 235.88
MALUKU
13 UTARA 2013 102,41 12748837.48 6903319.10 64.78 645 3,2 1038087 9.78 49.60 259.10
MALUKU
13 UTARA 2014 50,01 13957149.41 7965612.06 65.18 52,4 5,1 1038087 9.34 65.70 309.37
MALUKU
13 UTARA 2015 -195,72 15464567.77 8856577.32 65.91 40 40,8 1038087 4.52 73.81 329.44
MALUKU
13 UTARA 2016 110,02 16943243.12 9222776.71 66.63 36,1 102,9 1038087 1.91 73.81 329.44
MALUKU
13 UTARA 2017 109,41 18359622.74 9893536.19 67.20 101,1 100,9 1038087 1.97 124.38 237.12
MALUKU
13 UTARA 2018 55,6 19996617.07 19996617.07 67.76 194,5 156,5 1038087 4.12 88.36 401.48
MALUKU
13 UTARA 2019 9,63 21400016.62 12158565.81 68.70 245 355,2 1038087 4.12 120.27 537.52
MALUKU
13 UTARA 2020 0 21697152.93 11668834.91 68.49 286,7 404,6 1038087 4.12 120.27 537.52
PAPUA
13 BARAT 2010 0 10906686.08 6781745.40 59.60 1690,8 70,7 760422 4.68 55.67 305.08
PAPUA
13 BARAT 2011 247 11507209.97 7792314.61 59.90 3027,2 60,6 760422 3.64 55.67 305.08
PAPUA
13 BARAT 2012 137,41 12299650.83 9037898.58 60.30 3652 19,5 760422 4.88 58.67 346.65
PAPUA
13 BARAT 2013 102,41 13375761.35 10296201.40 60.91 3518,3 33,5 760422 4.63 66.64 383.99
PAPUA
13 BARAT 2014 50,01 14716998.61 11594723.56 61.28 3894 32,6 760422 5.70 102.80 430.63
PAPUA
13 BARAT 2015 -195,72 16573309.27 12982662.64 61.73 2768,1 71,6 760422 2.77 112.76 455.58
PAPUA
13 BARAT 2016 110,02 18549037.83 14383111.84 62.21 1852,3 105,4 760422 5.75 112.76 455.58
PAPUA
13 BARAT 2017 109,41 20483626.43 14893736.70 62.99 2050,6 107,8 760422 1.78 403.59 533.47
PAPUA
13 BARAT 2018 55,6 22513251.69 15413561.42 63.74 2986,6 193,5 760422 6.02 121.09 569.02
PAPUA
13 BARAT 2019 9,63 24598065.60 17256062.45 64.70 2537,6 399,8 760422 6.02 147.92 510.01
PAPUA
13 BARAT 2020 0 24681138.44 16704529.27 65.09 2040,7 421,7 760422 6.02 147.92 510.01
13 PAPUA 2010 0 39252306.16 18189543.25 54.45 5042 945,7 2833381 4.48 91.64 522.80
13 PAPUA 2011 247 44810410.89 20351449.70 55.01 3664,3 1 119,5 2833381 3.40 91.64 522.80
13 PAPUA 2012 137,41 50164829.26 22734799.38 55.55 2146,3 1 025,7 2833381 4.52 96.25 600.67
13 PAPUA 2013 102,41 57323963.55 26176235.14 56.25 2747,7 507,1 2833381 8.27 106.30 713.26
13 PAPUA 2014 50,01 65393761.18 30457008.67 56.75 1493,2 1 016,2 2833381 7.98 242.44 724.78
13 PAPUA 2015 -195,72 71699211.76 34069654.56 57.25 1940,7 693,8 2833381 2.79 271.14 763.32
13 PAPUA 2016 110,02 80062232.52 36238896.82 58.05 1988,9 716,9 2833381 4.13 271.14 763.32
13 PAPUA 2017 109,41 87903533.79 38810543.43 59.09 2489 362,0 2833381 2.41 128.19 868.01
13 PAPUA 2018 55,6 98110317.91 40859615.11 60.06 4003,1 398,4 2833381 6.70 550.02 916.96
13 PAPUA 2019 9,63 105361803.20 43898192.85 60.84 1384,4 486,4 2833381 6.70 580.64 1057.65
13 PAPUA 2020 0 101038245.83 44100358.32 60.44 2128,7 475,5 2833381 6.70 580.64 1057.65
14 34 PROVINSI 2010 0 3785774662.09 618177992.00 66.53 157779,1 135 663,3 237641326 6.96 35596.74 158694.89
14 34 PROVINSI 2011 247 4224618838.30 709501533.02 67.09 203496,6 177 435,6 237641326 3.79 35596.74 158694.89
14 34 PROVINSI 2012 137,41 4711673963.82 807504505.19 67.70 190020,3 191 689,5 237641326 4.30 44841.54 174341.92
14 34 PROVINSI 2013 102,41 5270286756.16 904046557.38 68.31 182,551,8 186 628,7 237641326 8.38 45476.31 188342.41
14 34 PROVINSI 2014 50,01 5830308768.94 980342235.59 68.90 175980 178 178,8 237641326 8.36 53015.70 199028.08
14 34 PROVINSI 2015 -195,72 6429999703.23 1113773453.19 69.55 150366,3 142 694,8 237641326 3.35 54624.17 204279.97
14 34 PROVINSI 2016 110,02 6988195176.70 1166886102.93 70.18 145134 135 652,8 237641326 3.02 54624.17 204279.97
14 34 PROVINSI 2017 109,41 7579779032.04 1248350823.73 70.81 168828,2 156 985,5 237641326 3.61 58647.49 226014.06
14 34 PROVINSI 2018 55,6 8235739335.27 1364688111.84 71.39 180012,7 188 711,3 237641326 3.13 63946.60 239012.04
14 34 PROVINSI 2019 9,63 8910892062.96 1438889391.65 71.92 167683 171 275,7 237641326 3.13 66607.83 247653.33
14 34 PROVINSI 2020 0 8905756851.84 1475387803.30 71.94 163191,8 141 568,8 237641326 3.13 66607.83 247653.33
2010- 66,53- >10, >5,
2020 -195,72 3785774662.09 618177992.00 71,94 >145<203 135-191 237641326 <0 158694.89
1. There are 6 cluster of region ( sub island / islands) categorized as developed areas, while the other 7 classified as developing areas, and none of them is poverty areas.
They are :
a. Developed Areas (inflations minimum once in 10 years more than 10 %): cluster 1 ( Aceh – Sumatera Utara); cluster 2 (Sumatera Barat - Riau – Kepulauan Riau); cluster 3 (Jambi – Sumatera Selatan
– Bengkulu – Kepulauan Bangka Belitung); cluster 4 ( Lampung – Banten); cluster 7 (Jawa Timur – Bali – Nusa Tenggara Barat – Nusa Tenggara Timur); dan cluster 10 ( Kalimantan Selatan – Kalimantan
Timur- Kalimantan Utara);
b. Developing Areas (inflations minimum once in 10 years less than 10 %): : Cluster 5 ( DKI Jarta – Jawa Barat); cluster 6 ( Jawa Tengah – DIY); cluster 8-9 (Kalimantan Barat – Kalimantan Tengah);
cluster 11 (Sulawesi Utara- Gorontalo- Sulawesi Tenggara); cluster 12 ( Sulawesi Tengah – Sulawesi Selatan – Sulawesi Barat); dan cluster 13 ( Maluku- Maluku Utara-Papua Barat-Papua);
c. Poverty areas (inflations minimum once in 10 years more than 5 %): none of 13 cclusters.
3. The attainment of carbon emission targets during 2010-2020 are assumed impacted of the spaces both public and privates
a. Carbon emission : <0 %,0,01-100 %, and > 100,01 %;
b. Household Consumption : 100.000.000-300.000.000;
c. Government Spending : 188.000.000-44.000.000;
d. IPM : 66 % - 72 %;
e. Expor : 4.000-6.000;
f. Impor : 4.000-6.000;
g. Penduduk : >7.000.000;
h. Inflation : <0, >5, >10;
i. Towers : 1.000-2.000;
j. Networks : 4.500 – 7.250.
4. The enlargement and reducing stock of spaces are proposed by the achievement of green shading (upper mean) or yellow shading (below in between bottom and too mean) and pink shading (below
mean).
a. Level of wealth in green zone at Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah,Jawa Timur; yellow zone at Aceh,Sumatera
Barat, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Lampung,Jawa Barat,Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur ; and pink zone
at Jambi, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung,DIY, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Utara,Sulawesi Utara, Gorontalo,Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat,
Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.
b. Govermenment Spending in green zone in Sumatera Utara, DKI Jakarta,Jawa Barat, Jawa Tengah,Jawa Timur, Sulawesi Selatan,
Maluku Utara, dan Papua ; yellow zones in Aceh,Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, DIY, Bali , Nusa Tenggara
Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah and pink zones Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Banten,
Kalimantan Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Papua Barat,;
5. The linkage between each variables as so the row of columns can be grouped as new policies for each provinces.
c. For Green zone : reduce the housing estates, education spaces, industrial and trade centres, and office complex, enlarge the
spaces for recreational, forest and wet lands, public infrastructures, green public free and rent areas; and grey private open
spaces;
d. For Yellow zone : maintain all area dan keep existance of the all function spaces;
e. For the pink zone : reverse back from the point a.
ANALISI PERTANAHAN
destaritaindah@gmail.com
A. ABSTRAK;
1. Daerah datar (10 % luas wilayah) meliputi Keluarahan Kalicacing, NOborejo, kalibening dan Blotongan;
2. Daerah miring (25 % luas wilayah) meliputi Kelurahan Tegalrejo, Mangunsari, Sidorejo Lor, Sidorejo Kidul, Tingkir Lor,Pulutan, Kecandran, Randuacir, Tingkir
Tengah, dan Cebongan;
3. Daerah Bergelombang ( 65 % luas wilayah ) meliputi Kelurahan Dukuh, Ledok, Kutowinangun Lor, Kutowinangun Kidul, Salatiga, Sidorejo Lor, Bugel,
Kumpulrejo dan Kauman Kidul.
Berdasarkan wawancara dengan perwakilan dari Kantor Pertanahan Kota Salatiga terkait isues strategis di wilayah tugasnya beliau adalah sebagai berikut:
1. Perubahan jalur pelayaran, penerbangan, dan lalu - lintas dengan sirkulasi tertutup, searah jarum jam per masing – masing pulau;
2. Pemertahanan jaringan toll laut di dalam Indonesia dengan rute : Banten ke Lampung; Jawa Barat ke Kalimantan Barat; Jawa Tengah ke Sulawesi Selatan;
Jawa Timur ke Merauke.
3. Diperbolehkan adanya perubahan urutan sector prioritas di masing – masing Kawasan Budidaya Strategis Nasional berdasarkan besaran FDI dan DDI, shift
share and nilai LQ, dan pendapatan daerah, kas RT/RW;
4. Diperbolehkan penambahan jumlah infrastruktur perhubungan dan penambahan moda transportasi dan perubahan luas area infrastruktur perhubungan
dengan mempertahankan luas ruang terbuka minimal 30 % per kabupaten / kota;
5. Perizinan pembangunan menyesuaikan kesesuaian ketetentuan pemanfaatan ruang yang ditentukan berdasarkan persetujuan masing – masing instansi
terkait yang diatur dalam bagian terkait Intensitas Pemanfaatan Ruang di masing – masing dokumen Rencana Detail Tata Ruang per kecamatan.
PENDAHULUAN;
Secara geografis, kota Salatiga terletak pada garis lintang 7 °17’09” - 7 °23’20 “ Lintang Selatan dan garis bujur 110 °27’56,81 “ Bujur Timur. Wilayah Kota
Salatiga dibatasi oleh wilayah Kabupaten Semarang. Berikut kecamatan dan desa di wilayah Kabupaten Semarang yang berbatasan langsung dengan Kota
Salatiga :
- Sebelah Utara : Kecamatan Pabelan ( Desa Pabelan, Pejaten),
Kecamatan Tuntang ( Desa Kesongo, Watu Agung)
- Sebelah Timur : Kecamatan Pabelam ( Desa Ujung – Ujung, Sukoharjo, Glawan)
Kecamatan Tengaran ( Desa Bener, Tegal Waton, dan Nyamat)
- Sebelah Selatan : Kecamatan Getasan ( Desa Sumogawe, Samirono, Jetak)
Kecamatan Tengaran ( Desa Patemon, Karang Duren)
- Sebelah Barat : Kecamatan Tuntang ( Desa Candirejo,Jombor, Sraten dan Gedangan)
Kecamatan Getasan ( Desa Polobogo)
Secara administrasi Kota Salatiga pada tahun 2016 terbagi menjadi 4 ( empat) kecamatan dan 23 (dua puluh tiga) kelurahan. Kecamatan Argomulyo terdiri
dari 6 kelurahan, Kecamatan Sidomukti terdiri dari 4 kelurahan, Kecamatan SIdorejo terdiri dari 6 kelurahan, dan Kecamatan Tingkir terdiri dari 7 kelurahan.
Luas wilayah Kota Salatiga berdasarkan hasil peetaan seluass 5.582, 72 Ha. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Argomulyo seluas 1.817 Ha ( 32,55 % ) dan
kecamatan dengan luas terkecil adalah Kecamatan Tingkir seluas 1.044,22 Ha (18,72 %). Berikut luas wilayah Kota Salatiga berdasarkan hasil pemetaan dirinci
per kecamatan dan kelurahan sebagai berikut :
Tabel
No 1.Kecamatan Luas
a. Kelurahan Hektar ( Ha) % wilayah
b.--- dst
1. Argomulyo 1.817,00 32,55
a. Cebongan 153,48 2,75
b. Kumpulrejo 564,50 10,11
c. Ledok 188,33 3,37
d. NOborejo 317,15 5,68
e. Randuacir 397,96 7,13
f. Tegalrejo 195,57 3,50
2. Sidomukti 1.123.91 20,13
a. Dukuh 365,44 6,55
b. Kalicacing 69,88 1,25
c. Kecandran 393, 82 7,05
d. Mangunsari 294,74 5,28
Sumber : Kegiatan Monitoring Perubahan Penggunaan Lahan Kota Salatiga Tahun 2019
Kota Salatiga berada [ada ketinggian antara 450 – 825 m di atas permukaam air laut. Secara morfologi, Kota Salatiga terletal di daerah cekungan Kaki Gunung
Merbabu dan di antara beberapa gunung kecil lainnya antara lain Gunung Gajah Mungkur, Telomoyo dan Payung Rong. Relief Kota Salatiga terdiri dari 3 bagian
yaitu :
4. Daerah datar (10 % luas wilayah) meliputi Keluarahan Kalicacing, NOborejo, kalibening dan Blotongan;
5. Daerah miring (25 % luas wilayah) meliputi Kelurahan Tegalrejo, Mangunsari, Sidorejo Lor, Sidorejo Kidul, Tingkir Lor,Pulutan, Kecandran, Randuacir, Tingkir
Tengah, dan Cebongan;
6. Daerah Bergelombang ( 65 % luas wilayah ) meliputi Kelurahan Dukuh, Ledok, Kutowinangun Lor, Kutowinangun Kidul, Salatiga, Sidorejo Lor, Bugel,
Kumpulrejo dan Kauman Kidul.
Kota Salatiga memiliki iklim tropis dengan hawa sejuk antara ± 23 ° C – 28 ° C. Pada tahun 2017,rata – rata curah hujan sebesar 23,13 mm/ hari. Jumlah curah
hujan sebeasr 1.920 mm dengan curah hujan tertinggi 635 mm pada bulan Januari. Jumlah hari hujan 83 hari dengan jumlah hari hujan terbanyak tercatat 15
hari pada bulan Januari.
Orbitrasi
Jarak antara ibukkota Kota Salatiga ke Ibukota Provinsi Jawa Tengah, Semarang sejauh ± 50 km. Adapun jarak antar kantor kecamatan di Kota Salatiga adalah
sebagai berikut.
Tabel
Jumlah penduduk Kota Salatiga tahun 2017 ( berdasarkan data BPS dalam Kecamatan dalam Angka Tahun 2018 ) sebanyak 188.928 jiwa terdiri dari penduduk
perempuan 96.502 jiwa ( 51.08 %) dan laki – laki 92.426 jiwa (48,92 %). Rasio jumlah laki – laki dan perempuan menunjukkan angka 95,78 % berarti bahwa
jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki – laki.
Jumlah penduduk paling banyak pada tahun 2017 adalah Kecamatan Sidorejo dengan jumlah penduduk 57.156 jiwa. Kelurahan dengan jumlah penduduk
terbanyak adalah Kelurahan Salatiga Kecamatan Sidorejo dengan jumlah penduduk 18.057 jiwa. Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil adalah
Kecamatan SIdomukti dengan jumlah penduduk 43.055 jiwa. Kelurahan dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kelurahan Kalibening dengan jumlah penduduk
1.957 jiwa. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel
Data kependudukan tahun 2017 menunjukkan jumlah penduduk belum produktif ( usia 0 -14 tahun) sebanyak 40.486 jiwa ( 21,43 %), jumlah penduduk produktif
( usia 15 – 64 tahun ) sebantyak 134. 455 jiwa (71,17 %) dan penduduk tidak produktif sebanyak 13. 987 jiwa ( 7,4 %). Tingginya prosentase penduduk produktif
menunjukkan jumlah Angkatan kerja cukup besar dan dapat mendukung kebutuhan tenaga kerja di Kota Salatiga dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Dari data jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dihitung angka ketergantungan dengan membandingkan antara jumlah penduduk produktif dengan
penduduk non produktif ( belum dan tidak produktif). Angka ketergantungan Kota Salatiga tahun 2017 sebeasr 40,,51 % yang artinya setiap 100 penduduk usia
produktif menanggung 40 hingga 41 penduduk usia non produktif.
Pertumbuhan penduduk Kota Salatiga menunjukkan pertumbuhan positif yang artinya terdapat penambahan jumlah penduduk baik karena pertumbuhan alami
maupun karena adanya migrasi penduduk.Pertumbuhan penduduk Kota Salatiga pada tahun 2016 -2017 sebesar 1,35 % per tahun Artinya laju pertumbuhan
Kota Salatiga berada pada kilsaran angka 1 % - 2 % setiap tahunnya, yang berarti laju pertumbuhannya sedang. Pertumbuhan untuk masing – masing
kelurahan dapat dilihat pada table berikut ini .
Tabel
Rata- rata
Pertumbuhan
No A. Kecamatan Pertumbuhan Penduduk Tahun (%)
Penduduk
(%)
1. Kelurahan 2014 – 2015 2015 - 2016 2016 - 2017
A Argomulyo 1,46 1,49 1,42 1,45
1 Noborejo 1,59 1,55 1,45 1,53
2 Cebongan 1,37 1,38 1,32 1,53
3 Randuacir 1,57 1,58 1,54 1,56
4 Ledok 1,37 1,41 1,33 1,37
5 Tegalrejo 1,50 1,55 1,49 1,51
6 Kumpulrejo 1,42 1,45 1,38 1,41
B Tingkir 1,32 1,35 1,28 1,32
1 Tingkir Tengah 1,54 1,60 1,51 1,55
2 Tingkir Lor 1,37 1,41 1,33 1,37
3 Kalibening 1,55 1,42 1,45 1,47
4 Sidorejo Kidul 1,62 1,70 1,58 1,64
5 Gendongan 1,10 1,14 1,01 1,08
6 Kutowinangun Kidul 1,21 1,23 1,16 1,20
7 Kutowinangun Lor 1,21 1,23 1,19 1,21
C SIdomukti 1,41 1,44 1,37 1,41
1 Kecandran 1,46 1,50 1,44 1,46
2 Dukuh 1,58 1,61 1,53 1,58
3 Mangunsari 1,37 1,41 1,33 1,37
4 Kalicacing 1,14 1,16 1,10 1,14
D Sidorejo 1,36 1,40 1,32 1,36
1 Pulutan 1,46 1,51 1,39 1,45
2 Blotongan 1,40 1,44 1,38 1,41
3 Sidorejo Lor 1,25 1,28 1,21 1,25
4 Salatiga 1,31 1,32 1,26 1,30
5 Bugel 1,57 1,64 1,52 1,58
6 Kauman Kidul 1,73 1,75 1,67 1,71
Jumlah 1,39 1,42 1,35 1,38
Angka kepadatan penduduk didapatkan dari perbandingan jumlah penduduk dengan luas wilayah administrasi yang didapatkan dari polygon peta administrasi.
Kepadan penduduk Kota Salatiga pada tahun 2017 mencapai 3.384 jiwa / m2. Angka tersebut menunjukkan bahwa setiap 1 km2 wilayah Kota Salatiga dihuni oleh
rata - rata 3.384 orang penduduk.
Wilayah Kota Salatiga yang paling padat meliputi Kelurahan Kalicacing dengan kepadatan penduduk sebesar 10.353 jiwa per km2. Kelurahan terpadat berikutnya
adalah Kelurahan Gendongan deng an kepadatan penduduk sebesar 9.450 jiwa / km2, Kelurahan Salatiga dengan kepadatan penduduk sebesar 8.816 jiwa / km2
dan Kelurahan Kutowinangun Kidul dengan kepadatan penduduk sebesar 8.613 jiwa / km 2. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada table berikut .
B. TINJAUAN PUSTAKA;
• Kebijakan ini merupakan pembaharuan dari 3- kebijakan perencanaan pembangunan sebelumnya, yaitu RKA-K/L, RPJMN, Renstra K-L, dan Renja K/L.
• Masih sejalan dengan teori Ruang : Teori Dalam Arsitektur, Teknik Survey dan Perilaku Manusia, Struktur dan Konstruksi, Studio Perencanaan Arsitektur;
Estetika Dasar, Mekanika Teknik, Teknologi Kayu, Beton, dan Baja, Metode Perencanaan Permukiman, Analisis Tapak, dan Arsitektur Lingkungan,
Compact City.
• Masih sejalan juga dengan penerapan Teori Analisis Kebijakan, Ekonomi Perencanaan Kota dan Daerah, Perencanaan Dalam Pembangunan Ekonomi
Indonesia, dan Aspek Hukum dalam Kebijakan Ekonomi, Makro Ekonomi, Mikro Ekonomi, dan Ekonometri Terapan.
• Masih ingat juga sih dengan pelajaran Geografi terkait lapisan tanah dan lapisan atmosfer; dan pelajaran Matematika integral dan dimensi tiga, dan
pelajaran Biologi bahwa waktu makan minimal dengan jeda masing – masing 2,5 jam dan diperbolehkan adanya persilangan varietas makhluk hidup.
UPDATING KEBIJAKAN :
• Monitoring dan evaluasi penyerapan dilakukan rutin per bulan untuk level eselon 2, dilakukan per 3 – bulan untuk level eselon 1, dan per hari untuk level
eselon 3, dan per 6 bulan untuk level Kementerian, dan per tahun untuk level Negara.
• Dimungkinkan adanya subsidi dan insentif fiscal dan moneter dengan data diterima setiap hari dan penetapan maksimal akhir bulan Desember setiap
setahun sebelumnya.
• Besarnya anggaran dan belanja per masing – masing Kementerian / Lembaga ditentukan berdasarkan penyerapan total di tahun sebelumnya.
• Namun masih dibuka kemungkinan perubahan usulan per tahun dengan pagu maksimal per 5 tahun.
• Apabila ada sisa anggaran menjadi tabungan Pemerintah Pusat.
APLIKASI TEORI:
• Bahwa Makro ekonomi intinya adalah inflasi, sedangkan Mikroekonomi intinya IHK. Jadi ada perubahan datanya per tahun.
• Bahwa insentif dan disinsentif fiscal dan moneter dimungkinkan berdasarkan jumlah kejadian dan jumlah korban kecelakaan lalu lintas (keselamatan
lalu lintas); sementara jumlah dan kejadian bencana alam ( keamanan bermukim dan bekerja)
C. ANALISIS;
Berdasarkan wawancara dengan perwakilan dari Kantor Pertanahan Kota Salatiga terkait isues strategis di wilayah tugasnya beliau adalah sebagai berikut:
Pelaksanaan identifikasi dan inventarisasi perubahan penggunaan lahan di Kota Salatiga di seluruh wilayah kota Salatiga yang meliputi 4 kecamatan yaitu Kecamata
Argomulyo, Tingkir, Sidomukti dan Sidorejo. Pelaksanaan kegiatan lapang di setiap kecamatan dilaksanakan selama 15 hari oleh 4 petugas Kantor Pertanahan
Kota Salatiga. Pemilihan jalur dan titik pengamatan dititikberatkan pada :
1. Bagian Selatan Kota Salatiga yang merupakan pengembangan Kawasan industri yaitu kecamatan Argomulyo ( Noborejo, Cebongan, Randuacir), dan beberapa
kelurahan lain yang merupakan lokasi pegembangan industri yaitu Kelurahan Kutowiningun Lor ( Kecamatan Tingkir), Kelurahan Kecandraan (
Kecamatan SIdomukti), Kelurahan Blotongann ( Kecamatan Sidorejo).
2. Lokasi pengembangan jalur lingkar Salatiga.
3. Lokasi pengembangan jaringan jalan tol Semarang – Solo yang melalui kota Salatiga yaitu di Kelurahan Bugel, Kauman Kidul,Kecamatan Sidorejo dan Kelurahan
Kutawinangun Lor, Kelurahan Tingkir Tengah, Kecamatan Tingkir.
4. Lokasi – lokasi Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka ijin lokasi dan Pertimbangan Teknis dalam Rangka Ijin Perubahan Penggunaan Tanah.
5. Wilayah kecamatan yang memiliki lahan pertanian ( pertanian tanah basah / kering) berdekatan dengan wilayah pengembangan kota.
6. Lokasi perngembangan pelayanan umum untuk Pendidikan tinggi di Kelurahan Pulutan dan Blotongan,Kecamatan Sidorejo.
Adapun hal – hal yang menjadi kedala dalam pelaksanaan kegiatan identifikasi dan inventarisasi perubahan penggunaan tanah ini adalah sebagai berikut:
1. Peta Dasar ( RBI) sebagai peta dasar administrasi kebijakan satu peta dam berbeda dengan batas administrasu yabg digunakan oleh daerah.
2. Terdapat peta dan data Pertimbangan Teknis Pertanahan yanh belum dalam format digital yang sama.
3. Keterbatasan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang memahami pekerjaan survei dan pemetaan khususnya di Seksi Penataan dan Pertanahan, dan
Kantor Pertanahan Kota Saklatiga pada umunnya.
4. Perbedaan skala antara antara data penggunaan tanah lama dengan kebutuhan klarifikasi penggunaan tanah baru sehingga diperlukan penyamaan formata
dan skala termasuk klarifikasi penggunaan tanahnya.
5. Banyaknya tumpeng tindih dan gap dalam pemetaan yang memerlukan koreksi cukup lama.
6. Perangkat komputerisasi yang ada belum memenuhi syarat pengolahan pemetaan dengan mengunakan software Autocad, Arcgis, sehingga perllu pengadaan
computer yang sesuai dengan programa kegiatan pertanahan pertanahanan.
7. Terdapat perbedaan penggunaan Citra pada Neraca Penata Gunaan Tanah tahun 2012dan Citra satelit yang digunakan untuk Monitoring Perubahan
Penggunaan Tanah tahun 2019. Sehingga terjadi pergeseran pada bidang SHP Neraca Penggunaan Tanah Tahun 2016 yang harus disesuaikan terlebih
dahulu.
PENGOLAHAN DATA
Peta penggunaan tanah Kota Salatiga tahun 2015 disusun dari data Peta Neraca Resolusi Tinggi tahun 2015. Klasifikasi pengguaan tanah tahun 2015
menggunakan klarifikasi penggunaan tanah sesuai dengan stadarisasi Basisdata Spasial Pengunaan Tanah Dari Direktorat Penggunssn Tanah, Direktorat
Jenderal Penataan Agraria Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional 2017 dengan skala peta 1 : 10.000.
Peta penggunaan tanah tahun 2015 menjadi acuan peta awal perubahan penggunaan tanah dari rentang waktu 2015. Hasil pengolahan mengunakan
klasifikasi pengolahan peta menunjukkan bahwa penggunaan tanah Kota Salatiga Tahun 2015 terdiri dari tanah terbangun seluas 1.992,50 Ha ( 36,69)
% dan non terbangun seluas3.590,22 Ha ( 64,32%). Penggunaan tanah terdiri atas pengujtanah berupa kampung perumahan, akomodasi dan rekreasi,
fasilitas kessehatan, fasilitas olaharaga, fasilitas pemerintahan, fasilitas Pendidikan, fasilitas pemerintahan fasilitas pelayanan umum lainnya,industri non
perrtanian, industri pertanian, instansi, Lembaga usaha, pasar, penggunaan canpuran, perbengkelan,perdagangan umum, pergudangan,perkantoran
sawsta, perumahan bertingkat dan prasarana transportasi. Adapun penggunaan non terbangun terdir dari penggunaan tanah berupa jalan, jalur hijau,
pemakaman, pertanian tanah basah, pertanian tanah basah kering, taman kota dan tanah kosong.
Penggunaan tanah tahun 2015 terluas berupa pertanian tanah kering seluas 2.727,11 Haa ( 48,85 %), kampung seluas 1.358, 24 Ha ( 24,33 %) dan
pertanian tanah basah seluas 700, 34 Ha (12,54 %). Berdasarkan penggunaan tanah tahun 2015, sudah terdapat indikasi perubahan penggunaan pada
penggunaan tanah kosong. Sebagian dari penggunaan tanah kosong adalah tanah kosong yang dipersiapkan untuk penggunaan fasilitas Pendidikan,
industri non pertaninan, pasar, perdagangan umum,dan perumahan.
Peta penggunaan tanah Kota Salatiga Tahun 2019 disusun dengan menggunakan data Peta penggunaan Tanah tahun 2015 yang dimutakhirkan dengan
data peta Pertimbangan Teknis Pertanahan Kota Salatiga dari tahun 2015 – 2019. Untuk mendapatkan peta penggunaan tanah terbaru juga dilakkukan
validasi untuk memastika juga perubahan – perubahan penggunaan tanah yang dilakukan tanpa melalui ijin perubahan penggunaan tanah. Validasi peta
penggunaan tanah tahun 2019 dilakukan dengan groundcheck ke seluruh wilayah kecamatan di Kota Salatiga yang terdiri dari 4 kecamatan yaitu
Kecamatan Argomulyo, Sidomukti, Sidoerjo dan Tingkir.
Hasil pengolahan peta menunjukkan bahwa penggunaan tanah Kota Salatiga Tahun 2019 terdiri dari tanah terbangun seluas 2.111 Ha (37,81 %) dan non
terbangun 3,471,722 Ha (62,19 %). Penggunaan tanah tahun2019 terluas berupa lahan pertanian tanah kering 2.38,31 Ha ( 47,36 %) dan pertanian tanah
abash seluas 6980, 39 Ha (12,19 %).
Mayoritas penggunaan lahan di Kota Salatiga berupa pertanian lahan kering seluas 2,272, 11 Ha (48,85 %) dan kampung seluas 1.358, 34 HA (24,42%).
Penggunaan tanah pertanian ( pertanian tanah basah dan kering ) sebsar 61,39 %. Kondisi ini membuktikan bahwa Kota Salatiga masih mempunyai ciri
agraris.
Penggunaan akomodasi dan rekreasi berupa hotel / restoran/ rumah makan, tempat wisata. Sebarannya banyak terdapat di Kecamatan Argomulyo,
khususnya di Kelurahan Cebongan, Kumpulrejo dan Ledok. Di kelurahan Cebongan terdapat tempat wisata keluarga Atlantic Dreamland berupa kolam
renang dan beberapa tempat / restoran / tempat makan yang berupa penunjang untuk pengembangan wisata. Di kelurahan Kumpulrejo terdapat
agrowisata Salib Putigh yang memadukan kegiatan perkebunan dan wisata. Sementara di kelurahan Ledok terdapat beberapa tempat penginapan andalan
di Kota Salatiga yaitu Hotel Laras Asri dan Kayu Arum Resort.
Penggunaan tanah beruopa kampung, perumahan dan fasilitas pendukung permukiman tersebar merata di setiap wilayah Kota Salatiga. Cukup banyak
pengembangan perumahan baru di wilayah – wilayah pengembangan untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal. Pusat kegiatan industri, baik industri
pertanian maupun non peprtanian, banyak terdapat di bagian selatan Kota Salatiga yaitu di Kecamatan Argomulyo yang meliputi Kelurahan Ledok,
Randuacir, Cebongan dan Noborejo.
Pembangunan jalan tol Semarang – Solo melalui beberapa kelurahan yaitu Kelurahan Bugel, Kauman Kidul ( Kecamatan Sidorejo) dan Kutowinangun
Lor, Tingkir Tengah ( Kecamatan Tingkir) seluas kurang lebih 10,50 Ha. Prasarana pendukung transportasi berupa terminal disediakan dii Kelurahan
Tingkir Tengah.
D. KESIMPULAN;
Perubahan Penggunaan Tanah Tahun 2015-2019
Perubahan penggunaan tanah di Kota Salatiga dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu : perkembangan dan pertumbuhan penduduk, kondisi fisik alam dan
kebijakan tata ruang. Berdasarkan data dari BPS dalam Buku Kecamatan dalam angka tahun 2018, jumlah penduduk Kota Salatiga selama rentang kurun
waktu 2014 – 2017 selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pertumbuhan penduduk Kota Salatiga dari tahun 2016 – 2017 sebesar 1,38 % per tahun
dan kecamatan yang mengalami pertumbvuhan paling tinggi adalah Kecamatan Argomulyo dengan laju pertumbuhan paling tinggi adalah Kecamatan
Argomulyo dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,42 % per tahun. Jumlah penduduk yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun, tentunya
membutuhkan ruang untuk beraktivitas baik untuk permukiman, maupun untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana serta perkembangan
perekonomian.
Kebijakan tata ruang Kota Salatiga yang tertuang di dalam Perda Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga
tahun 2010 – 2030,di dalamnya mencakup rencana pengembangan sistem transportasi jalan tol yang melintasi Kelurahan Bugel, Kauman Kidul,
Kutowinangun Lor dan Tingkir Tengah. Arah pengembangan industri diarahkan pada bagian Selatan Kota Salatiga. Beberapa hal tersebut menyebabkan
adanya perubahan penggunaan tanah, baik dari penggunaan tanah pertanian menjadi non pertanian atau dari penggunaan tanah non pertanian menhadi
penggunaan tanah non lainnya.
Perubahan penggunaan tanah di Kota Salatiga melilputi penambahan luas maupun pengurangan luas. Penggunaan lahan yang mengalami penambahan
luas antara antara lain penggunaan berupa akomodasi dan rekreasi, fasilitas Kesehatan, fasilitas olahraga, fasilitas Pendidikan, fasilitas
peribadatan,industri non pertanian, instalasi, jalan ( jalan tol), kampung, Lembaga usaha pasar, perdagangan umum, pertanian tanah kering, perumahan,
perumahan bertingkat, taman kota, dan tanah kosong. Sedangkan penggunaan yang mengalami penurunan luas antara lain penggunaan fasilitas
peribadatan,kampung, pertanian tanah basah, pertanian tanah kering dan penggunaan tanah kosong.
Perubahan penggunaan tanah pertaniuan menjadi non pertanian meliputi perubahan penggunaan lahan pertanian tanah basah dan tanah pertanian tanah
kering seluas 111,91 Haa. Penggunaan pertanian tanah kering mengalami alih fungsi menjadi penggunaan non pertanian seluas 88,80 Ha menjadi
penggunaan akomodasi dan rekreasi (0,40 Ha), fasilitas Kesehatan ( 0,20 Ha),fasilitas olahraga (0,700 Ha), fasilitas Pendidikan (4,78 Ha), fasilitas
peribadatan ( 0,81 Ha), industri non pertanian (42,78 Ha), instalasi berupa SBU (0,76 Ha), jalan tol (0,92 Ha), Kampung (17,94 Ha), perdagangan umum
( 1,41 Ha), perumahan (16,56 Ha), perumahan bertingkat (0,63 Ha) dan tanah kosong (4,06 Ha). Sementara pengunaan pertanian tanah basah mengalami
alih fungsi menjadi non pertanian seluas 19, 95 Ha beralih menjadi penggunaan akomodasi dan rekreasi ( 1,97 Ha), fasilitas Pendidikan (6,08 Ha),
fasilitas peribadatan (0,87 Ha), jalan tol ( 7,98 Ha),kampung (0,37 Ha), perdagangan umum ( 0,50 Ha), perumahan (1,41 Ha), dan tanah kosong (0,74
Ha).
Perubahan penggunaan tanah dari penggunaan tanah non pertanian menjadi non pertanian lainnya meliputi perubahan penggunaan tanah berupa fasilitas
peribadatan seluas 0,12 Ha, kampung seluas 2,84 Ha dan tanah kosong menjadi penggunaan tanah launnya seluas 26,20 Ha. Penggunaan fasilitas
peribadatan meliputi perubahan sebesar 0,12 Ha karena beralihfungsi menjadi jalan tol. Penggunaan tanah beruoa kampung mengalami perubahan
sebesar 2,84 Ha karena beralih fungsi menjadi penggunaan akomodasi dan rekreasi ( 0,18 Ha), jalan tol (1,48 Ha), pasar (0,09 Ha), perdagangan umum
(0,47 Ha), perumahan (0,58 Ha) dan tanah kosong (0,04 Ha). Adapun penggunaan tanah kosong yang beralihfungsi merupakan tanah yang dipruntukkan
menjadi fasilitas Pendidikan (0,52 Ha), industri non pertanian (6, 39 Ha), Lembaga usaha ( 0,18 Ha),Pasar (0,32 Ha), perdagangan umum (1,71 Ha),
perumahan (12,83 Ha) dan taman kota (1,08 Ha).
E. REKOMENDASI KEBIJAKAN;
1. Perluasan area JLS untuk Kawassan Industri;
2. Perluasan area Eks Terminal Lama Kota Salatiga untuk taman dan rest are
a;
3. Perubahan Interior Eks Gedung Pertemuan Daerah untuk Kantor Bank Mandiri
USULAN KEBIJAKAN
REKOMENDASI KEBIJAKANNYA
6. Perubahan jalur pelayaran, penerbangan, dan lalu - lintas dengan sirkulasi tertutup, searah jarum jam per masing – masing pulau;
7. Pemertahanan jaringan toll laut di dalam Indonesia dengan rute : Banten ke Lampung; Jawa Barat ke Kalimantan Barat; Jawa Tengah ke Sulawesi Selatan;
Jawa Timur ke Merauke.
8. Diperbolehkan adanya perubahan urutan sector prioritas di masing – masing Kawasan Budidaya Strategis Nasional berdasarkan besaran FDI dan DDI, shift
share and nilai LQ, dan pendapatan daerah, kas RT/RW;
9. Diperbolehkan penambahan jumlah infrastruktur perhubungan dan penambahan moda transportasi dan perubahan luas area infrastruktur perhubungan
dengan mempertahankan luas ruang terbuka minimal 30 % per kabupaten / kota;
10. Perizinan pembangunan menyesuaikan kesesuaian ketetentuan pemanfaatan ruang yang ditentukan berdasarkan persetujuan masing – masing instansi
terkait yang diatur dalam bagian terkait Intensitas Pemanfaatan Ruang di masing – masing dokumen Rencana Detail Tata Ruang per kecamatan;
11. Tarif angkutan umum bisa berubah- ubah tergantung biaya bensin dan perubahan gaji per kabupaten / kota sesuai kapasitas dan keterisian penumpang.
12. Untuk wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi disarankan untuk pindah ke wilayah lain mengikuti tempat tinggal orang tua/suami/istri/anak/tempat
kerja/tempat usaha/tempat wisata/tempat pension.
13. Untuk wilayah dengan kepadatan penduduk rendah disarankan untuk tidak pindah selama masih tinggal Bersama orang tua/suami/istri/anak/tempat
kerja/tempat usaha/tempat wisata/tempat pension.
14. Sehingga setiap data berlaku nasional dengan KTP/Passpor/KK/NPWP.
15. Besaran PBB berlaku per bidang tanah dengan nilai taksiran berdasarkan NJOP per tahun dengan denda apabila dibayarkan tidak pada tahun berjalan. Segala
renovasi sebelum bangunan lunas tidak diperbolehkan, apabila diharuskan harus seizin instansi terkait dengan besaran ditentukan berdasarkan PNBP.
16. Untuk Wilayah Kawasan Perbatasan merupakan clave area dengan detil bangunan rahasia tapi tidak diperbolehkan adanya intervensi sector dan dana selain
dari Kementerian Pertahanan, sehingga luas Kawasan pertahanan negara masih dimungkinkan adanya perubahan hingga 2004; begitu juga dengan usulan
WPS; dikarenakan berkurangnya anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga Kementerian Agraria dan Tata Ruang terkait covid.
17. Diperbolehkan pembukaan lahan baru dengan tetap memperhatikan keseimbangan luas Kawasan lindung dan budidaya dengan pemotongan Kawasan
lindung bukan pembakaran hutan.
18. Untuk setiap rumah tangga diharuskan melakukan aktivitas dengan mencari pendapatan dan melakukan belanja setiap hari.
19. Disarankan untuk menghemat anggaran untuk metode pembayaran online dengan pembelian bundling untuk produk industri dan penerbangan;
perkeretapian; dan metode pembayaran offline untuk produksi pertanian dan pangan, serta telekomunikasi.
20. Keamanan telekomunikasi untuk provider dengan layanan minimal 4 G dengan pemancar diperbolehkan naik pesawat ( berita online, 2013); sementara
keamanan telekomunikasi untuk provider dengan layanan maksimal 3 G dengan satelit diperbolehkan naik moda transportasi lainnya ( analisis, 2013);
21. Keamanan pengisian baterai perangkat seluler dengan pengisian tidak sampai 0 % dengan konsekuensi lama pengisian lebih cepat, sedangkan pengisian
baterai maksimal 0 % dengan konsekuensi lama pengisian lebih lambat, tergantung presentase baterai dan kapasitas distribusi listrik per masing – masing
HP dan jenis provider.
22. Kecepatan koneksi sambungan internet ditentukan berdasarkan kapasitas maksimal layanan dan tipe HP, disarankan menggunakan HP dengan bundling
provider dengan sistem ready stock, karena berlangganan paket internet dan bisa diupgrade pulsa sms dengan pembayaran offline/online dengan syarat
sesuai lokasi dan area tempat tinggal sesuai KTP;
23. Dimensi kapal ditentukan berdasarkan jenis muatan; jumlah maksimal dan dimensi muatan yang mempengaruhi ketinggian kapal; jarak pelayaran, luas badan
air, kecepatan kapal (Jenis mesin); waktu tempuh kapal; dan material kapal (mudah terbakar/ tidak); dan konsumsi bahan bakar; dan waktu pelayaran.
24. Masih ada updatean terkait keamanan dan keselamatan di jalan raya dipengaruhi oleh : lebar, tinggi, dan material trotoar, jarak dan waktu tempuh perjalanan,
iklim dan cuaca, lebar dan tutupan jalan ( beton/ conblock/ aspal), jumlah dan tipe jalur, searah / 2 arah, tipe, jarak, dan jumlah blok ( perempatan/ pertigaan).
25. Bangkrutnya pabrik infocuss karena harus market sharenya se-dunia karena kualitas terbaik, tapi margin keuntungannya Cuma 5 %, dengan operasional
pabrik maksimal 24 jam ( Kuliah Tamu di Jurusan Ekonomi, Perencanaan, dan Kebijakan Publik, GRIPS, 2017);
26. Diperbolehkan adanya pemindahan pabrik seperti kasus pemindahan pabrik dari China ke Jepang karena kualitas listrik di China buruk, masih dari sumber
yang sama : Kuliah Tamu di Jurusan Ekonomi, Perencanaan, dan Kebijakan Publik ( Economy, Planning, and Public Policy→ GRIPS (Graduate Studies
for Policy Studies, 2017);
27. Pabrik di Kawasan Industri di Koridor Jalan LIngkar Selatan ( JLS) Kota Salatiga disetujui dengan sistem sewaa sesuai dengan luas ruangan, jenis, harga,
dan jumlah komoditas yang dijual; biaya operasional ( tarif dan penggunaan listrik, gaji karyawan dan keuntungan, biaya bahan bakar dan pajak kendaraan,
pajak UMKM dan pajak industri, biaya administrasi bank, biaya logistic dari lokasi bahan baku ke lokasi produksi dan ke lokasi konsumsi) → Destarita, Ari
Wibowo,dan Riyanto : Mata Kuliah Ekonomi Perencanaan Daerah 2017;
28. Pemertahananan sistem one village one product dengan prinsip comparative advantage di setiap desa (Mata Kuliah Ekonomi dan Perencannaan Daerah :
Irma Damayanti dan Destarita, 2017);
29. Gempa di perumahan / rumah susun / apartemen / kost – kostan / rumah dinas bisa dicegah dengan penerapan dilatasi ( jarak bebas antar bangunan)
minimal 2 cm → Berry, 2009;
30. Untuk mengurangi rembesan air akibat air hujan ( limpasan air hujan) dengan penerapan tembok ganda untuk masing – masing bangunan, biopori di masing
– masing rumah, pelubangan jalan beton dengan jarak dan modul yang sesuai modul dan jarak bangunan dan jalan ( Agus Hatomo dan Sundowo: 2008-
2021);
31. Banjir di komplek perumahan bisa dicegah dengan serapan air ( baik gorong – gorong/selokan/rumput/material dari batuan/tanah/tanaman ( Green Q-miri
Estate: 2014-2021);
32. Kenapa industri tekstil dan pakaian jadi di Depok, Bandung, dan Pekalongan, begitu juga dengan industri penerbitan dan percetakan di Depok dan Jakarta
Pusat karena tingginya sewa Gudang di Bandung dan Depok, dan tingginya sewa kios di Jakarta Pusat; sehingga kita diperbolehkan menjadi marketing (
personal shoppers) untuk produk – produk ready stock atau membeli barang sesuai pesanan untuk produk pre-order karena mereka sistemnya pembayaran
tunai untuk barang ready stock atau pembayaran non tunai untuk barang pre – order; disesuaikan dengan tingkat harga, kalau membeli dalam partai besar
( diskon) atau membeli eceran diberikan harga pas untuk pembelian eceran sesuai proporsi tubuh dengan ukuran sama, model sama, dan warna sama (
Rike Rifyanti→ Pusat Grosir Tanah Abang dan Muhammad Yusuf → Batik Jumbo Surakarta : 2019-2021 & Daniyah -Corryna Yusi : 2018-2021);
33. Sepinya Mall Elektronik Mangga Dua, Poins Square, dan Ratu Plaza disebabkan menurunnya daya beli masyarakat, tinggi harga sewa lahan / kios/ toko di
Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, sehingga mereka menerapkan sistem cash back untuk pembeli yang melakukan pembelian online dan harga pas untuk
pembeli yang melakukan pembelian offline; tidak boleh ada penawaran untuk harga install ulang dan pembelian spare part dan aksesories ( Destarita dan
Anugerah : 2011-2021);
34. Solusi untuk kebakaran rumah di Hot Climate Countries dan Warm Humid Countries adalah penerapan green buildings, low carbon emission constructions,
dan stability of structures ( Jatmiko dan Destarita, 2004-2021)
RENCANA PENGGUNAAN LAHAN PER KELURAHAN BERDASARKAN KELOMPOK KAWASAN LINDUNG DAN BUDIDAYA
Tabel 1. Analisis Perhitungan Luas Ruangan per Tipologi Bangunan per Kecamatan di Kota Salatiga berdasarkan SNI Perencanaan Kawasan Permukiman di Perkotaan ( 2007)
Luas ( Jumlah Jumlah Penduduk kebutuhan sarana dan
kecamatan Ha) Penduduk Minimal prasarana
luas
lantai
minimal
stasiun telepon
telepon umum,
otomat dan bis
agen surat, taman
pos kantor pelayanan balai bak Balai pusat dan kuburan /
kantor kantor pemadam pos gangguan nikah sampah parkir Pengobatan perbelanjaan gedung gedung lapangan pemakaman
kecamatan polisi kebakaran pembantu telepon /KUA/BP4 besar umum posyandu warga masjid dan niaga serbaguna bioskop olahraga umum
1000 500 500 250 500 250 0 0 36 420 3600 36000 1500 1000 24000 0
Argomulyo 1.853,00 49295 120000 410,79 205,40 205,40 102,70 205,40 102,70 0,41 0,41 14,79 9,31 1478,85 14788,50 616,19 410,79 9859,00 0,41
Sidomukti 1146 44237 120000 368,64 184,32 184,32 92,16 184,32 92,16 0,37 0,37 13,27 648,48 1327,11 13271,10 552,96 368,64 8847,40 0,37
Tingkir 1055 45971 120000 383,09 191,55 191,55 95,77 191,55 95,77 0,38 0,38 13,79 731,98 1379,13 13791,30 574,64 383,09 9194,20 0,38
Sidorejo 1624 52819 120000 440,16 220,08 220,08 110,04 220,08 110,04 0,44 0,44 15,85 546,34 1584,57 15845,70 660,24 440,16 10563,80 0,44
Salatiga 1602,68 801,34 801,34 400,67 801,34 400,67 1,60 1,60 57,70 1936,10 5769,66 57696,60 2404,03 1602,68 38464,40 1,60
Sumber : analisis penulis, 2022
Tabel 2. Analisis Perhitungan Kebutuhan Lahan per kecamatan di Kota Salatiga sesuai dengan SNI Perencanaan Kawasana Permukiman di Perkotaan (2007)
Luas ( Jumlah Jumlah Penduduk kebutuhan sarana dan
kecamatan Ha) Penduduk Minimal prasarana
luas
lahan
minimal
stasiun telepon
telepon umum,
otomat dan bis
agen surat, taman
pos kantor pelayanan balai bak Balai pusat dan kuburan /
kantor kantor pemadam pos gangguan nikah sampah parkir Pengobatan perbelanjaan gedung gedung lapangan pemakaman
kecamatan polisi kebakaran pembantu telepon /KUA/BP4 besar umum posyandu warga masjid dan niaga serbaguna bioskop olahraga umum
2500 1000 1000 500 1000 750 80 2000 60 1000 5400 36000 3000 2000 24000 0
Argomulyo 1.853,00 49295 120000 1026,98 410,79 410,79 205,40 410,79 308,09 0,41 0,41 24,65 1064,00 2218,275 14788,50 1232,38 821,58 9859,00 0,41
Sidomukti 1146 44237 120000 921,60 368,64 368,64 184,32 368,64 276,48 0,37 0,37 22,12 1544,00 1990,665 13271,10 1105,93 737,28 8847,40 0,37
Tingkir 1055 45971 120000 957,73 383,09 383,09 191,55 383,09 287,32 0,38 0,38 22,99 1742,80 2068,695 13791,30 1149,28 766,18 9194,20 0,38
Sidorejo 1624 52819 120000 1100,40 440,16 440,16 220,08 440,16 330,12 0,44 0,44 26,41 1300,80 2376,855 15845,70 1320,48 880,32 10563,80 0,44
Salatiga 4006,71 1602,68 1602,68 801,34 1602,68 1202,01 1,60 1,60 96,16 5651,60 8654,49 57696,60 4808,05 3205,37 38464,40 1,60
Sumber : analisis penulis, 2022
Tabel 3
Analisis Kebutuhan Ruang Minimal per Kelurahan di Kota Salatiga berdasarkan SNI Perencanaan Kawasan Permukiman di Perkotaan (2007)
Luas
Penduduk Lantai
Luas Penduduk Pendukung Minimum
telepon
umum,
bis Puskesmas Balai
surat, Pembantu Masjid Pusat Serbaguna Taman
Pos Agen Loket Loket bak BKIA / dan Balai Lingkungan Pertokoan / Balai dan
Kantor Pos Pemadam Pelayanan Pembayaran pembayaran sampah Parkir Klinik Pengobatan ( + Pasar Karang Lapangan
kelurahan Kamtib Kebakaran Pos Air Bersih listrik kecil umum bersalin Apotik Lingkungan Kelurahan) Lingkungan Taruna Olahraga
500 62 72 36 21 21 0 0 1500 120 150 1800 13500 250
Kecamatan Sidorejo 1624
Kelurahan Blotongan 423,8 13070 30000 217,83 27,01 31,37 15,68 9,1 9,15 0,00 0,00 653,50 52,28 65,35 784,20 5881,50 108,92 0,00
Kelurahan Sidorejo Lor 271,6 14052 30000 234,20 29,04 33,72 16,86 9,84 9,84 0,00 0,00 702,60 56,21 70,26 843,12 6323,40 117,10 0,00
Kelurahan Salatiga 202 15059 30000 250,98 31,12 36,14 18,07 10,54 10,54 0,00 0,00 752,95 60,24 75,30 903,54 6776,55 125,49 0,00
Kelurahan Bugel 294,37 3351 30000 55,85 6,93 8,04 4,02 2,35 2,35 0,00 0,00 167,55 13,40 16,76 201,06 1507,95 250,00 0,00
Kelurahan Kauman Kidul 195,85 4157 30000 69,28 8,59 9,98 4,99 2,91 2,91 0,00 0,00 207,85 16,63 20,79 249,42 1870,65 34,64 0,00
Kelurahan Pulutan 237,1 14072 30000 234,53 29,08 33,77 16,89 9,85 9,85 0,00 0,00 703,60 56,29 70,36 844,32 6332,40 117,27 0,00
Kelurahan Blotongan 423,8 13070 30000 435,67 87,13 87,13 31,37 26,14 26,14 34,85333 217,8333 1307 130,7
Kelurahan Sidorejo Lor 271,6 14052 30000 468,40 93,68 93,68 33,72 28,104 0,4684 37,472 234,2 1405,2 140,52
Kelurahan Salatiga 202 15059 30000 501,97 100,39 100,39 36,14 30,118 0,501967 40,15733 250,9833 1505,9 150,59
Kelurahan Bugel 294,37 3351 30000 111,70 22,34 22,34 8,04 6,702 0,1117 8,936 55,85 335,1 33,51
Kelurahan Kauman Kidul 195,85 4157 30000 138,57 27,71 27,71 9,98 8,314 0,138567 11,08533 69,28333 415,7 41,57
Kelurahan Pulutan 237,1 14072 30000 469,07 93,81 93,81 33,77 28,144 0,469067 37,52533 234,5333 1407,2 140,72
Kelurahan Kutowinangun Lor 196,57 13242 30000 441,40 88,28 88,28 31,78 26,484 0,4414 35,312 220,7 1324,2 132,42
Kelurahan Kutowinangun Kidul 97,18 8409 30000 280,30 56,06 56,06 20,18 16,818 0,2803 22,424 140,15 840,9 84,09
Kelurahan Sidorejo Kidul 277,5 5009 30000 166,97 33,39 33,39 12,02 10,018 0,166967 13,35733 83,48333 500,9 50,09
Kelurahan Kalibening 99,6 2064 30000 68,80 13,76 13,76 4,95 4,128 0,0688 5,504 34,4 206,4 20,64
Kelurahan Tingkir Lor 177,3 5009 30000 166,97 33,39 33,39 12,02 10,018 0,166967 13,35733 83,48333 500,9 50,09
Kelurahan Tingkir Tengah 137,8 5340 30000 178,00 35,60 35,60 12,82 10,68 0,178 14,24 89 534 53,4
Kelurahan Gendongan 68,9 5603 30000 186,77 37,35 37,35 13,45 11,206 0,186767 14,94133 93,38333 560,3 56,03
Kelurahan Noborejo 332,2 6597 30000 219,90 43,98 43,98 15,83 13,194 0,2199 17,592 109,95 659,7 65,97
Kelurahan Ledok 187,33 11150 30000 371,67 74,33 74,33 26,76 22,3 0,371667 29,73333 185,8333 1115 111,5
Kelurahan Tegalrejo 188,43 12433 30000 414,43 82,89 82,89 29,84 24,866 0,414433 33,15467 207,2167 1243,3 124,33
Kelurahan Randuacir 377,6 6301 30000 210,03 42,01 42,01 15,12 12,602 0,210033 16,80267 105,0167 630,1 63,01
Kelurahan Cebongan 138,1 5123 30000 170,77 34,15 34,15 12,30 10,246 0,170767 13,66133 85,38333 512,3 51,23
Kelurahan Kumpulrejo 629,03 8168 30000 272,27 54,45 54,45 19,60 16,336 0,272267 21,78133 136,1333 816,8 81,68
Kelurahan Kecandran 399,2 6659 30000 221,97 44,39 44,39 15,98 13,318 0,221967 17,75733 110,9833 665,9 66,59
Kelurahan Dukuh 377,15 13856 30000 461,87 92,37 92,37 33,25 27,712 0,461867 36,94933 230,9333 1385,6 138,56
Kelurahan Mangunsari 290,77 17311 30000 577,03 115,41 115,41 41,55 34,622 0,577033 46,16267 288,5167 1731,1 173,11
Kelurahan Kalicacing 78,73 6197 30000 206,57 41,31 41,31 14,87 12,394 0,206567 16,52533 103,2833 619,7 61,97
Sumber: analisis penulis, 2022
Tabel 5
Persandingan Antara Kebutuhan Luas Lahan Minimum, Luas Lahan yang direncanakan, dan luas lahan eksisting
Nama Nama Kebutuhan Luas Luas Lahan yang luas lahan
Kecamatan Kelurahan Lahan Minimum direncanakan eksisting
WPS kewenangan kota menghubungkan kelurahan – kelurahan di dalam cakupan wilayah BWP I, II, III, dan IV.
1. BWP I : Kelurahan Blotongan, Sidorejo Lor, Bugel, Kauman Kidul, dan Pulutan di Kecamatan Sidorejo; dengan perincian
Sub BWP I.I. Kelurahan Blotongan
Sub BWP I.II Kelurahan Bugel
Sub BWP I.III Kelurahan Kauman Kidul
Sub BWP I.IV Kelurahan SIdorejo Lor
Sub BWP I.V Kelurahan Pulutan
2. BWP II : Kelurahan Sidorejo Kidul, Kalibening, Tingkir Lor, dan Tingkir Tengah di Kecamatan Tingkir;
Sub BWP II.I Kelurahan Sidorejo Kidul
Sub BWP II.II Kelurahan Kalibening
Sub BWP II.III Kelruahan Tingkir L;or
Sub BWP II.IV Kelurahan Tingkir Tengah
3. BWP III : Kelurahan Noborejo, Kelurahan Ledok, Tegalrejo, Randuacir, Cebongan, dan Kumpulrejo di Kecamatan Argomulyo;
Sub BWP III.I Kelurahan Tegalrejo
Sub BWP III.II Kelurahan Ledok
Sub BWP III.III Kelurahan Cebongan
Sub BWP III.IV Kelurahan Noborejo
Sub BWP III.V Kelurahan Randuacir
Sub BWP III.VIKelurahan Kumpulrejo
4. BWP IV : Kelurahan Kecandran, Dukuh, dan Mangunsari di Kecamatan Sidomukti.
Sub BWP IV.I Kelurahan Mangunsari
Sub BWP IV.II Kelurahan Dukuh
Sub BWP IV.III Kelurahan Kecandran
aglomerasi pemusatan kegiatan industri pada suatu lokasi yang dapat meningkatkan dan mendorong pertumbuhan industri-industri lainnya sehingga secara akumulatif akan meningkatkan kegiatan ekonomi dengan produk yang
mengarah spesifik
wisata kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik sasaran tertentu
Sub Luas Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
BWP/Blok Lahan Permukiman RTH Terbangun Rumah Permukiman RTH Terbangun Rumah Permukiman RTH Terbangun Rumah Permukiman RTH Terbangun Rumah P
300
1000 unit
Tunggal, 100 unit / Deret, unit / Tunggal, 50 unit Deret, Tunggal, 30 unit Deret, /
Tinggi 40% 60% Ha Tinggi 40% 60% Ha Sedang 40% 60% / Ha Sedang 40% 60% 500 unit / Ha Rendah 40% 60% / Ha Rendah 40% 60% Ha
Sub BWP I.I 423,78
Blok I.I-1 24,47
Blok I.I-2 9,87
Blok I.I-3 36
Blok I.I-4 10,3
Blok I.I-5 28,91
Blok I.I-6 37,41
Blok I.I-7 16,24
Blok I.I-8 32,29
Blok I.I-9 18,51
Blok I.I-10 33,81
Blok I.I-11 19,52
Blok I.I-12 6,23
Blok I.I-13 10,76
Blok I.I-14 15,03
Blok I.I-15 11,1
Blok I.I-16 113,33
Sub BWP
I.II 294,36
Blok I.II-1 27,8
Blok I.II-2 38,73
Blok I.II-3 6,21
Blok I.II-4 51,39
Blok I.II-5 33,49
Blok I.II-6 136,74
Sub BWP
I.III 195,8 0,14 0,056 0,084 4,2
Blok I.III-1 48,59
Blok I.III-2 34,59 0,07 0,028 0,042 2,1
Blok I.III-3 6,12 0,07 0,028 0,042 2,1
Blok I.III-4 15,34
Blok I.III-5 27,62
Blok I.III-6 57,51
Blok I.III-7 6,03
Sub BWP
I.IV 249,57 118,91 47,564 71,346 3567,3 6,54 6,3048 19,3752 7509,6
Blok I.IV-1 27,15 15,62 6,248 9,372 468,6
Blok I.IV-2 12,59 7,13 2,852 4,278 213,9
Blok I.IV-3 10,91 4,26 1,704 2,556 127,8
Blok I.IV-4 17,59 6,99 2,796 4,194 209,7
Blok I.IV-5 18,34 9,24 3,696 5,544 277,2 0,09 0,036 0,054 27
Blok I.IV-6 22,75 6,07 2,428 3,642 182,1 4,97 1,988 2,982 1491
Blok I.IV-7 56,12 29,19 11,676 17,514 875,7 0,1 0,04 0,06 30
Blok I.IV-8 22.06 8,39 3,356 5,034 251,7
Blok I.IV-9 13,98 0,31 0,124 0,186 9,3
Blok I.IV-10 13,79 6,57 2,628 3,942 197,1
Blok I.IV-11 16,91 9,12 3,648 5,472 273,6
Blok I.IV-12 15,3 7,99 3,196 4,794 239,7
Blok I.IV-13 14,91 4,33 1,732 2,598 129,9
Blok I.IV-14 9,23 3,7 1,48 2,22 111 1,38 0,552 0,828 414
Sub BWP
I.V 237,11
Blok I.V-1 31,79
Blok I.V-2 28,88
Blok I.V-3 23,36
Blok I.V-4 86,58
Blok I.V-5 66,5
Sub BWP
II.I 277,5 2,98 1,192 1,788 178,8
Blok II.I-1 44,07 0,46 0,184 0,276 27,6
Blok II.I-2 25,66
Blok II.I-3 22,33
Blok II.I-4 63,63
Blok II.I-5 24,37
Blok II.I-6 70,65
Blok II.I-7 23,94
Blok II.I-8 2,85 2,52 1,008 1,512 151,2
Sub BWP
II.II 99,61 0,44 0,176 0,264 13,2
Blok II.II-1 7,74
Blok II.II-2 21,53 0,44 0,176 0,264 13,2
Blok II.II-3 13,59
Blok II.II-4 56,75
Sub BWP
II.III 177,31 3,9 1,56 2,34 117 0,4 0,16 0,24 120
Blok II.III-1 6,98
Blok II.III-2 44 0,4 0,16 0,24 120
Blok II.III-3 41,76
Blok II.III-4 2,43
Blok II.III-5 9,98
Blok II.III-6 37,23
Blok II.III-7 19,37 3,9 1,56 2,34 117
Blok II.III-8 15,56
Sub BWP
II.IV 137,81 52,69 21,076 31,614 1580,7 5,54 0,2324 5,3076 2653,8
Blok II.IV-1 5,29 4,69 1,876 2,814 140,7
Blok II.IV-2 6,9 6,6 2,64 3,96 198
Blok II.IV-3 4,46 2,57 1,028 1,542 77,1
Blok II.IV-4 41,61 3,32 1,328 1,992 99,6
Blok II.IV-5 6,03 2,29 0,916 1,374 68,7
Blok II.IV-6 16,52 9,63 3,852 5,778 288,9 0,03 0,012 0,018 9
Blok II.IV-7 14,79 6,14 2,456 3,684 184,2
Blok II.IV-8 11,26 5,33 2,132 3,198 159,9
Blok II.V-9 14,78 12,12 4,848 7,272 363,6 0,01 0,0004 0,0096 4,8
Blok II.V-10 16,17 5,5 0,22 5,28 2640
Sub BWP
III.I 188,44 145,05 58,02 87,03 8703 0,07 0,028 0,042 2,1
Blok III.I-1 19,86 13,01 5,204 7,806 780,6
Blok III.I-2 5,73 5,52 2,208 3,312 331,2
Blok III.I-3 18,73 16,6 6,64 9,96 996
Blok III.I-4 26,44 24,73 9,892 14,838 1483,8 0,07 0,028 0,042 2,1
Blok III.I-5 40,58 37,05 14,82 22,23 2223
Blok III.I-6 19,73 18,36 7,344 11,016 1101,6
Blok III.I-7 20,88 17,75 7,1 10,65 1065
Blok III.I-8 18,66
Blok III.I-9 17,83 12,03 4,812 7,218 721,8
Sub BWP
III.II 187,33 142,47 56,988 85,482 8548,2 0,14 0,056 0,084 4,2
Blok III.II-1 30,3 15,79 6,316 9,474 947,4
Blok III.II-2 6,39 3,29 1,316 1,974 197,4
Blok III.II-3 26,25 23,86 9,544 14,316 1431,6 0,13 0,052 0,078 3,9
Blok III.II-4 12,26 1,65 0,66 0,99 99 0,01 0,004 0,006 0,3
Blok III.II-5 23,49 7,29 2,916 4,374 437,4
Blok III.II-6 13,91 7,66 3,064 4,596 459,6
Blok III.II-7 8,39 7,57 3,028 4,542 454,2
Blok III.II-8 12,57 11,64 4,656 6,984 698,4
Blok III.II-9 4,06 3,53 1,412 2,118 211,8
Blok III.II-10 7,59 6,86 2,744 4,116 411,6
Blok III.II-11 26,36 8,49 3,396 5,094 509,4
Blok III.II-12 13,76 43 17,2 25,8 2580
Blok III.II-13 2 1,84 0,736 1,104 110,4
Sub BWP
III.III 138,1 0,4 0,16 0,24 24 141,61 56,644 84,966 4248,3
Blok III.III-1 51,77 0,06 0,024 0,036 3,6 32,91 13,164 19,746 987,3
Blok III.III-2 8,5 5,92 2,368 3,552 177,6
Blok III.III-3 14,43 8,35 3,34 5,01 250,5
Blok III.III-4 33,98 0,14 0,056 0,084 8,4 12,63 5,052 7,578 378,9
Blok III.III-5 18,82 0,2 0,08 0,12 12 75,31 30,124 45,186 2259,3
Blok III.III-6 10,6 6,49 2,596 3,894 194,7
Sub BWP
III.IV 332,29 0,02 0,008 0,012 0,6
Blok III.IV-1 22,72
Blok III.IV-2 73,91
Blok III.IV.3 57,97 0,02 0,008 0,012 0,6
Blok III.IV-4 41,73
Blok III.IV-5 21,7
Blok III.IV-6 17,75
Blok III.IV-7 38,71
Blok III.IV-8 22,14
Blok III.IV-9 18,57
Blok III.IV-
10 17,09
Sub BWP
III.V 377,6 0,04 0,016 0,024 2,4
Blok III.V-1 21,6
Blok III.V-2 49,08
Blok III.V-3 85,74
Blok III.V-4 79,5 0,01 0,004 0,006 0,6
Blok III.V-5 66,52
Blok III.V-6 35,79
Blok III.V-7 16,21
Blok III.V-8 23,16 0,03 0,012 0,018 1,8
Sub BWP
III.VI 629,05
Blok III.VI-1 92,56
Blok III.VI-2 96,84
Blok III.VI-3 43,9
Blok III.VI-4 85,91
Blok III.VI-5 40,19
Blok III.VI-6 50,99
Blok III.VI-7 10,21
Blok III.VI-8 139,39
Blok III.VI-9 41,08
Blok III.VI-
10 27,98
Sub BWP
IV.I 290,79 0,04 0,016 0,024 2,4 149,33 59,732 89,598 3,63 1,452 2,178
Blok IV.I-1 17,68 10,51 4,204 6,306 315,3
Blok IV.I-2 13,53 11,77 4,708 7,062 353,1
Blok IV.I-3 17,97 9,84 3,936 5,904 295,2
Blok IV.I-4 17,84 1,97 0,788 1,182 59,1
Blok IV.I-5 7,39 5,24 2,096 3,144 157,2
Blok IV.I-6 57,89 0,04 0,016 0,024 2,4 30,86 12,344 18,516 925,8 0,08 0,032 0,048
Blok IV.I-7 15,04 11,01 4,404 6,606 330,3
Blok IV.I-8 44,19 22,71 9,084 13,626 681,3
Blok IV.I-9 25,21 8,51 3,404 5,106 255,3
Blok IV.I-10 8,8 1,54 0,616 0,924 46,2
Blok IV-I-11 7,2 1,99 0,796 1,194 59,7
Blok IV.I-12 2,43 1,83 0,732 1,098 54,9
Blok IV-I-13 20,63 15,75 6,3 9,45 472,5
Blok IV.I-14 34,99 15,8 6,32 9,48 474 3,55 1,42 2,13
Sub BWP
IV.II 375,15 0,52 0,208 0,312 15,6
Blok IV.II-1 78,04 0,52 0,208 0,312 15,6
Blok IV.II-2 41,53
Blok IV.II-3 37,33
Blok IV.II-4 78,52
Blok IV.II-5 26,68
Blok IV.II-6 50,93
Blok IV.II-7 18,4
Blok IV.II-8 29,74
Blok IV.II-9 13,98
Sub BWP
IV.III 399,22
Blok IV.III-1 41,64
Blok IV.III-2 35
Blok IV.III-3 40,13
Blok IV.III-4 65,63
Blok IV.III-5 94,28
Blok IV.III-6 122,54
PENGARUH USULAN PERUBAHAN TARIF TOL TRANS JAWA DI PROVINSI JAWA TENGAH DILIHAT DARI PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KOMODITAS PERTANIAN DI KOTA SEMARANG – KABUPATEN KARANGANYAR
NO SEKSI PANJANG STATUS
I II III IV V
`I II III IV V
Ungaran Banyumanik
`I II III IV V
Bawen Banyumanik
Salatiga Banyumanik
`I II III IV V
Boyolali Banyumanik
`I II III IV V
Colomadu Banyumanik
Sub BWP
PK.II 201,99 1,22 0,07 0,48 0 0,24 2,09 43,94
Blok PK.II-1 30,38 0,48 7,24
Blok PK.II-2 3,09 0,88
Blok PK.II-3 10,19 0,61 1,72 2,23
Blok PK.II-4 11,1 0,61 0,37 1,31
Blok PK.II-5 7,27 3,47
Blok PK.II-6 17,5 0,24 6,02
Blok PK.II-7 39,75 0,07 4,99
Blok PK.II-8 34,93 9,94
Blok PK.II-9 22,93 4,55
Blok PK.II-10 8,69 0,3
Blok PK.II-11 11,27 1,1
Blok PK.II-12 4,89 1,91
Sub BWP
PK.III 196,58 0,97 0,59 0 0 0 0,61 4,82
Blok PK.III-1 28,47
Blok PK.III-2 23,9
Blok PK.III-3 105,94
Blok PK.III-4 8,91 0,97 0,59 0,61 3,93
Blok PK.III-5 9,1 0,89
Blok PK.III-6 20,26
Sub BWP
PK.IV 89,07 1,11 0 0,12 0 0 2,15 16,26
Blok PK.IV-1 8.11 0,44 3,8
Blok PK.IV-2 9,24 0,12 1,69 2,92
Blok PK.IV-3 13,9 1,11 0,02 5,79
Blok PK.IV-4 3,81
Blok PK.IV-5 10,26
Blok PK.IV-6 15,87 1,34
Blok PK.IV-7 13,14 2,09
Blok PK.IV-8 22,85 0,32
Sub BWP
PK.V 68,9 0 0 0 0 0 0 0
Blok PK.V-1 17,9
Blok PK.V-2 11,7
Blok PK.V-3 18,21
Blok PK.V-4 11,32
Blok PK.V-5 9,77
Sub BWP
III.III 138,1 0 0 0,68 0 0 0 59,68
Blok III.III-1 51,77 0,33 11,15
Blok III.III-2 8,5 4,77
Blok III.III-3 14,43 1,17
Blok III.III-4 33,98 7,21
Blok III.III-5 18,82 0,35 34,05
Blok III.III-6 10,6 1,33
Sub BWP
III.IV 332,29 0 0 0 0 0 0 0,93
Blok III.IV-1 22,72
Blok III.IV-2 73,91 0,05
Blok III.IV.3 57,97 0,13
Blok III.IV-4 41,73
Blok III.IV-5 21,7 0,75
Blok III.IV-6 17,75
Blok III.IV-7 38,71
Blok III.IV-8 22,14
Blok III.IV-9 18,57
Blok III.IV-10 17,09
Sub BWP
III.VI 629,05 0 0 0 0 0 0 19,92
Blok III.VI-1 92,56 0,88
Blok III.VI-2 96,84 11,6
Blok III.VI-3 43,9
Blok III.VI-4 85,91
Blok III.VI-5 40,19 3,58
Blok III.VI-6 50,99 3,86
Blok III.VI-7 10,21
Blok III.VI-8 139,39
Blok III.VI-9 41,08
Blok III.VI-10 27,98
Sub BWP
IV.III 399,22 0 0 0 0 0 0 46,45
Blok IV.III-1 41,64 4,18
Blok IV.III-2 35 11,81
Blok IV.III-3 40,13 6,41
Blok IV.III-4 65,63 7,6
Blok IV.III-5 94,28 11,12
Blok IV.III-6 122,54 5,33
Sub BWP
PK.II 11,58 7,66 3,29 3,63 0,01 0
Blok PK.II-1 3,39 5,19 2,14 1,04
Blok PK.II-2 0,01
Blok PK.II-3 0,79
Blok PK.II-4
Blok PK.II-5 0,32
Blok PK.II-6 0,43
Blok PK.II-7
Blok PK.II-8 0,28
Blok PK.II-9 2,46 0,26
Blok PK.II-10
Blok PK.II-11 7,4 0,01 0,46 0,89
Blok PK.II-12 1,1
Sub BWP
PK.III 0 0 0 1,51 0,05 0
Blok PK.III-1 0,87
Blok PK.III-2 0,5 0,02
Blok PK.III-3 0,14 0,03
Blok PK.III-4
Blok PK.III-5
Blok PK.III-6
Sub BWP
PK.IV 0 0 0 1,26 0,09 0
Blok PK.IV-1 0,93 0,07
Blok PK.IV-2
Blok PK.IV-3
Blok PK.IV-4 0,01
Blok PK.IV-5 0,27
Blok PK.IV-6 0,02
Blok PK.IV-7 0,05
Blok PK.IV-8
Sub BWP
PK.V 0 0 0 0 0 0
Blok PK.V-1
Blok PK.V-2
Blok PK.V-3
Blok PK.V-4
Blok PK.V-5
Sub BWP
III.III 0 0 0,24 0,9 0,38 1,52
Blok III.III-1 0,13 0,01 0,01
Blok III.III-2 0,12 0,03
Blok III.III-3 0,21 0,03 1,51
Blok III.III-4 0,03
Blok III.III-5 0,12 0,56 0,28
Blok III.III-6
Sub BWP
III.IV 0 0 0 0,27 0,06 0
Blok III.IV-1
Blok III.IV-2 0,06
Blok III.IV.3
Blok III.IV-4
Blok III.IV-5
Blok III.IV-6
Blok III.IV-7
Blok III.IV-8
Blok III.IV-9
Blok III.IV-10 0,27
Sub BWP
III.VI 0 0 0,24 1,51 0,13 0
Blok III.VI-1 0,33
Blok III.VI-2 0,13
Blok III.VI-3
Blok III.VI-4
Blok III.VI-5 0,86 0,13
Blok III.VI-6 0,24
Blok III.VI-7
Blok III.VI-8
Blok III.VI-9 0,19
Blok III.VI-10
Sub BWP IV.I 1,37 2,37 3,47 1,56 0,69 0,28
Blok IV.I-1 0,1
Blok IV.I-2 0,03 0,28
Blok IV.I-3 0,07
Blok IV.I-4 0,91 1,4 3,37 0,18
Blok IV.I-5
Blok IV.I-6 0,3 0,29 0,3 0,21
Blok IV.I-7 0,01 0,48 0,06
Blok IV.I-8 0,15
Blok IV.I-9 0,67 0,02
Blok IV.I-10
Blok IV-I-11 0,33
Blok IV.I-12
Blok IV-I-13 0,16
Blok IV.I-14 0,25 0,17
Sub BWP
IV.III 0 0 0 0,38 0 0
Blok IV.III-1
Blok IV.III-2
Blok IV.III-3 0,27
Blok IV.III-4
Blok IV.III-5
Blok IV.III-6 0,11
Pelanggan
Listrik 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Rumah Tangga 42337 42337 42337 62406 64585 67167 69744 72563 75266 77804
Sosial 6989 6989 6989 1921 2041 2140 2196 2272 2339 2407
Bisnis 15360 15360 15360 3120 3687 4103 4403 4486 4569 4716
Industri 44069 44069 44069 72 76 80 82. 87 89 90
Pemerintah 4695 4695 4695 419 439 467 491 508 524 542
Multiguna 264 264 264 0 0 12 30 45 63 76
Salatiga 113.714 113.714 113.714 67938 70828 73969 76946 79961 82850 85635
Jumlah Pelanggan Listrik
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Rumah Tangga 167.204.077.143 187.962.150.719 41.712.904.338 9.221.942.884 9.221.942.884 36.849.729.725 38.601.235 83.518.028 91.502.950 9.062.843
Sosial 17.437.277.309 21.641.622.193 8.172.041.553 991.067.311 991.067.311 3.454.192.806 4.539.662 9.220.348 8.639.642 94.129.023
Bisnis 58.641.019.266 68.394.124.745 28.204.706.673 3.914.328.557 3.914.328.557 12.545.047.131 14.140.149 24.345.374 24.887.816 26.225.159
Industri 455.702.720.263 540.739.242.085 145.628.220.133 19.221.420.315 19.221.420.315 51.714.251.781 74.893.145 133.075.850 116.521.201 124.640.144
Pemerintah 28.955.516.354 34.177.469.923 14.777.160.965 1.976.061.822 1.976.061.822 5.953.424.493 5.751.513 8.162.870 8.286.660 8.341.519
Multiguna 10.851.312.541 14.783.604.263 7.118.613.806 22.688.705 22.688.705 - 190.197 285.773 215.685 319.759
Salatiga 738.791.922.876 868.698.213.928 245.613.647.470 35.347.509.594 35.347.509.594 110.516.645.936 138.115.901 258.608.243 250.053.954 262.718.447
Nilai Penjualan Listrik
1.000.000.000.000
800.000.000.000
600.000.000.000
400.000.000.000
200.000.000.000
-
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Nilai Penjualan Air Minum 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
1. Sosial/ Social 883 674910 883 674910 883 674910 860 641350 911 335440 911 335440
1.153.596 1.153.596 1.153.596 1.153.596
14 741 14 741 14 741 16 792
2. Rumah Tangga/Household 16 949 732020 16 792 021869
235820 235820 235820 021869 24.897.119 24.897.119 24.897.119 24.897.119
3. Instansi Pemerintah/ Government 1 063 828770 1 063 828770 1 063 828770 1 058 938015 482 034535 482 034535
1.685.087 1.685.087 1.685.087 1.685.087
4. Niaga/ commerce 2 321 709901 2 321 709910 2 321 709910 2 939 421180 3 230 272455 3 230 272455
4.194.292 4.194.292 4.194.292 4.194.292
5. Industri/ Industry 659 063970 659 063970 659 063970 442 975445 630 150150 630 150150
2.089.890 2.089.890 2.089.890 2.089.890
6. Khusus/ Private 125 326460 125 326460 125 326460 13 248240 1 808 134630 1 808 134630
350.554 350.554 350.554 350.554
Salatiga 0
Nilai Penjualan Air Minum 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
1. Sosial/ Social 883 674910 883 674910 883 674910 860 641350 911 335440 911 335440
1.153.596 1.153.596 1.153.596 1.153.596
14 741 14 741 14 741 16 792
2. Rumah Tangga/Household 16 949 732020 16 792 021869
235820 235820 235820 021869 24.897.119 24.897.119 24.897.119 24.897.119
3. Instansi Pemerintah/ Government 1 063 828770 1 063 828770 1 063 828770 1 058 938015 482 034535 482 034535
1.685.087 1.685.087 1.685.087 1.685.087
4. Niaga/ commerce 2 321 709901 2 321 709910 2 321 709910 2 939 421180 3 230 272455 3 230 272455
4.194.292 4.194.292 4.194.292 4.194.292
5. Industri/ Industry 659 063970 659 063970 659 063970 442 975445 630 150150 630 150150
2.089.890 2.089.890 2.089.890 2.089.890
6. Khusus/ Private 125 326460 125 326460 125 326460 13 248240 1 808 134630 1 808 134630
350.554 350.554 350.554 350.554
Salatiga 0
Salatiga
7. Susut/hilang dlm. Penyaluran/ lost in distribution
6. Khusus/ Private
5. Industri/ Industry
4. Niaga/ commerce
3. Instansi Pemerintah/ Government
Sub
BWP/Blok Terminal
Sub BWP
PK.II 0,28
Blok PK.II-1
Blok PK.II-2
Blok PK.II-3
Blok PK.II-4 0,28
Blok PK.II-5
Blok PK.II-6
Blok PK.II-7
Blok PK.II-8
Blok PK.II-9
Blok PK.II-10
Blok PK.II-11
Blok PK.II-12
Sub BWP
PK.III 0
Blok PK.III-1
Blok PK.III-2
Blok PK.III-3
Blok PK.III-4
Blok PK.III-5
Blok PK.III-6
Sub BWP
PK.IV 0
Blok PK.IV-1
Blok PK.IV-2
Blok PK.IV-3
Blok PK.IV-4
Blok PK.IV-5
Blok PK.IV-6
Blok PK.IV-7
Blok PK.IV-8
Sub BWP
PK.V 0
Blok PK.V-1
Blok PK.V-2
Blok PK.V-3
Blok PK.V-4
Blok PK.V-5
Sub BWP
III.III 1,11
Blok III.III-1 1,11
Blok III.III-2
Blok III.III-3
Blok III.III-4
Blok III.III-5
Blok III.III-6
Sub BWP
III.IV 0
Blok III.IV-1
Blok III.IV-2
Blok III.IV.3
Blok III.IV-4
Blok III.IV-5
Blok III.IV-6
Blok III.IV-7
Blok III.IV-8
Blok III.IV-9
Blok III.IV-10
Sub BWP
III.VI 1,8
Blok III.VI-1
Blok III.VI-2
Blok III.VI-3
Blok III.VI-4
Blok III.VI-5 1,8
Blok III.VI-6
Blok III.VI-7
Blok III.VI-8
Blok III.VI-9
Blok III.VI-10
Sub BWP
IV.III 0
Blok IV.III-1
Blok IV.III-2
Blok IV.III-3
Blok IV.III-4
Blok IV.III-5
Blok IV.III-6
Sub BWP
PK.II 0,17
Blok PK.II-1 0,07
Blok PK.II-2
Blok PK.II-3
Blok PK.II-4
Blok PK.II-5 0,08
Blok PK.II-6
Blok PK.II-7
Blok PK.II-8
Blok PK.II-9
Blok PK.II-10 0,02
Blok PK.II-11
Blok PK.II-12
Sub BWP
PK.III 0
Blok PK.III-1
Blok PK.III-2
Blok PK.III-3
Blok PK.III-4
Blok PK.III-5
Blok PK.III-6
Sub BWP
PK.IV 0
Blok PK.IV-1
Blok PK.IV-2
Blok PK.IV-3
Blok PK.IV-4
Blok PK.IV-5
Blok PK.IV-6 4,76
Blok PK.IV-7
Blok PK.IV-8
Sub BWP
PK.V 0
Blok PK.V-1
Blok PK.V-2
Blok PK.V-3
Blok PK.V-4
Blok PK.V-5
Sub BWP
III.III 0,57
Blok III.III-1
Blok III.III-2
Blok III.III-3 0,57
Blok III.III-4
Blok III.III-5
Blok III.III-6
Sub BWP
III.IV 0
Blok III.IV-1
Blok III.IV-2
Blok III.IV.3
Blok III.IV-4
Blok III.IV-5
Blok III.IV-6
Blok III.IV-7
Blok III.IV-8
Blok III.IV-9
Blok III.IV-10
Sub BWP
III.VI 0
Blok III.VI-1
Blok III.VI-2
Blok III.VI-3
Blok III.VI-4
Blok III.VI-5
Blok III.VI-6
Blok III.VI-7
Blok III.VI-8
Blok III.VI-9
Blok III.VI-10
Sub BWP
IV.III 0
Blok IV.III-1
Blok IV.III-2
Blok IV.III-3
Blok IV.III-4
Blok IV.III-5
Blok IV.III-6
lapangan
Sub BWP/Blok olahraga gedung olahraga
Sub BWP
PK.II 0 0,31
Blok PK.II-1 0,31
Blok PK.II-2
Blok PK.II-3
Blok PK.II-4
Blok PK.II-5
Blok PK.II-6
Blok PK.II-7
Blok PK.II-8
Blok PK.II-9
Blok PK.II-10
Blok PK.II-11
Blok PK.II-12
Sub BWP
PK.III 0 0
Blok PK.III-1
Blok PK.III-2
Blok PK.III-3
Blok PK.III-4
Blok PK.III-5
Blok PK.III-6
Sub BWP
PK.IV 0,13 0
Blok PK.IV-1
Blok PK.IV-2
Blok PK.IV-3
Blok PK.IV-4
Blok PK.IV-5
Blok PK.IV-6 0,13
Blok PK.IV-7
Blok PK.IV-8
Sub BWP
PK.V 0 0
Blok PK.V-1
Blok PK.V-2
Blok PK.V-3
Blok PK.V-4
Blok PK.V-5
Sub BWP
III.III 0 1,13
Blok III.III-1 0,05
Blok III.III-2
Blok III.III-3
Blok III.III-4 0,19
Blok III.III-5 0,89
Blok III.III-6
Sub BWP
III.IV 0 0
Blok III.IV-1
Blok III.IV-2
Blok III.IV.3
Blok III.IV-4
Blok III.IV-5
Blok III.IV-6
Blok III.IV-7
Blok III.IV-8
Blok III.IV-9
Blok III.IV-10
Sub BWP
III.VI 0 0
Blok III.VI-1
Blok III.VI-2
Blok III.VI-3
Blok III.VI-4
Blok III.VI-5
Blok III.VI-6
Blok III.VI-7
Blok III.VI-8
Blok III.VI-9
Blok III.VI-10
Sub BWP
IV.III 0 0
Blok IV.III-1
Blok IV.III-2
Blok IV.III-3
Blok IV.III-4
Blok IV.III-5
Blok IV.III-6
Sub BWP
PK.II 1,54 0,02
Blok PK.II-1 0,83
Blok PK.II-2
Blok PK.II-3
Blok PK.II-4 0,13
Blok PK.II-5 0,04
Blok PK.II-6 0,01 0,01
Blok PK.II-7 0,14
Blok PK.II-8 0,17 0,01
Blok PK.II-9 0,04
Blok PK.II-10 0,03
Blok PK.II-11
Blok PK.II-12 0,15
Sub BWP
PK.III 0,07 0,07
Blok PK.III-1
Blok PK.III-2
Blok PK.III-3
Blok PK.III-4 0,07
Blok PK.III-5
Blok PK.III-6 0,07
Sub BWP
PK.IV 0,45 0,25
Blok PK.IV-1 0,26 0,07
Blok PK.IV-2 0,07
Blok PK.IV-3 0,19
Blok PK.IV-4
Blok PK.IV-5
Blok PK.IV-6 0,06
Blok PK.IV-7 0,05
Blok PK.IV-8
Sub BWP
PK.V 0 0
Blok PK.V-1
Blok PK.V-2
Blok PK.V-3
Blok PK.V-4
Blok PK.V-5
Sub BWP
III.III 0,92 0,25
Blok III.III-1 0,15 0,03
Blok III.III-2 0,13 0,02
Blok III.III-3 0,1 0,01
Blok III.III-4 0,06 0,06
Blok III.III-5 0,48 0,13
Blok III.III-6
Sub BWP
III.IV 0,34 0,11
Blok III.IV-1 0,02
Blok III.IV-2 0,08 0,02
Blok III.IV.3 0,07
Blok III.IV-4 0,06
Blok III.IV-5 0,1
Blok III.IV-6 0,04
Blok III.IV-7 0,03
Blok III.IV-8 0,03
Blok III.IV-9
Blok III.IV-10
Sub BWP
III.VI 0,83 0
Blok III.VI-1 0,23
Blok III.VI-2 0,2
Blok III.VI-3 0,03
Blok III.VI-4 0,05
Blok III.VI-5 0,05
Blok III.VI-6 0,1
Blok III.VI-7 0,03
Blok III.VI-8 0,09
Blok III.VI-9 0,05
Blok III.VI-10
Sub BWP
IV.III 0,19 0
Blok IV.III-1 0,02
Blok IV.III-2 0,02
Blok IV.III-3
Blok IV.III-4 0,07
Blok IV.III-5 0,07
Blok IV.III-6 0,01
Sub
BWP/Blok RTNH
Sub BWP
PK.II
Blok PK.II-1
Blok PK.II-2
Blok PK.II-3
Blok PK.II-4
Blok PK.II-5
Blok PK.II-6
Blok PK.II-7
Blok PK.II-8
Blok PK.II-9
Blok PK.II-10
Blok PK.II-11
Blok PK.II-12
Sub BWP
PK.III
Blok PK.III-1
Blok PK.III-2
Blok PK.III-3
Blok PK.III-4
Blok PK.III-5
Blok PK.III-6
Sub BWP
PK.IV 0,09
Blok PK.IV-1
Blok PK.IV-2 0,09
Blok PK.IV-3
Blok PK.IV-4
Blok PK.IV-5
Blok PK.IV-6
Blok PK.IV-7
Blok PK.IV-8
Sub BWP
PK.V
Blok PK.V-1
Blok PK.V-2
Blok PK.V-3
Blok PK.V-4
Blok PK.V-5
Sub BWP
III.III
Blok III.III-1
Blok III.III-2
Blok III.III-3
Blok III.III-4
Blok III.III-5
Blok III.III-6
Sub BWP
III.IV
Blok III.IV-1
Blok III.IV-2
Blok III.IV.3
Blok III.IV-4
Blok III.IV-5
Blok III.IV-6
Blok III.IV-7
Blok III.IV-8
Blok III.IV-9
Blok III.IV-10
Sub BWP
III.VI
Blok III.VI-1
Blok III.VI-2
Blok III.VI-3
Blok III.VI-4
Blok III.VI-5
Blok III.VI-6
Blok III.VI-7
Blok III.VI-8
Blok III.VI-9
Blok III.VI-10
Sub BWP
IV.III 4,08
Blok IV.III-1 4,08
Blok IV.III-2
Blok IV.III-3
Blok IV.III-4
Blok IV.III-5
Blok IV.III-6
Sub Perkantoran Perkantoran
BWP/Blok Pemerintah Swasta
Sub BWP
PK.II 5,41 0
Blok PK.II-1 1,1
Blok PK.II-2 0,27
Blok PK.II-3 1,46
Blok PK.II-4 0,88
Blok PK.II-5 0,22
Blok PK.II-6 1,11
Blok PK.II-7 0,05
Blok PK.II-8
Blok PK.II-9 0,31
Blok PK.II-10
Blok PK.II-11
Blok PK.II-12 0,01
Sub BWP
PK.III 0,31 0
Blok PK.III-1 0,29
Blok PK.III-2
Blok PK.III-3
Blok PK.III-4 0,02
Blok PK.III-5
Blok PK.III-6
Sub BWP
PK.IV 0,16 0
Blok PK.IV-1 0,06
Blok PK.IV-2
Blok PK.IV-3 0,1
Blok PK.IV-4
Blok PK.IV-5
Blok PK.IV-6
Blok PK.IV-7
Blok PK.IV-8
Sub BWP
PK.V 0 0
Blok PK.V-1
Blok PK.V-2
Blok PK.V-3
Blok PK.V-4
Blok PK.V-5
Sub BWP
III.III 1,12 0,19
Blok III.III-1
Blok III.III-2
Blok III.III-3 0,22 0,07
Blok III.III-4
Blok III.III-5 0,9 0,12
Blok III.III-6
Sub BWP
III.IV 0,47 0
Blok III.IV-1
Blok III.IV-2 0,28
Blok III.IV.3
Blok III.IV-4
Blok III.IV-5
Blok III.IV-6 0,19
Blok III.IV-7
Blok III.IV-8
Blok III.IV-9
Blok III.IV-10
Sub BWP
III.VI 0,37 0
Blok III.VI-1
Blok III.VI-2
Blok III.VI-3
Blok III.VI-4
Blok III.VI-5 0,3
Blok III.VI-6 0,07
Blok III.VI-7
Blok III.VI-8
Blok III.VI-9
Blok III.VI-10
Sub BWP
IV.III 0,99 0
Blok IV.III-1 0,99
Blok IV.III-2
Blok IV.III-3
Blok IV.III-4
Blok IV.III-5
Blok IV.III-6
Sub
BWP/Blok Pertanian
Pertanian Lahan Pertanian Lahan Permukiman
Basah Kering Pertanian Perkebunan Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan
LP2B Basah LP2B Kering
Sub BWP PK.I 0 0 0 0 0
Blok PK.I-1
Blok PK.I-2
Blok PK.I-3
Blok PK.I-4
Blok PK.I-5
Blokk PK.I-6
Blok PK.I-7
Sub BWP
PK.II 15,82 1,8 0 0 0
Blok PK.II-1
Blok PK.II-2
Blok PK.II-3
Blok PK.II-4
Blok PK.II-5
Blok PK.II-6
Blok PK.II-7 10 1,8
Blok PK.II-8 2,98
Blok PK.II-9
Blok PK.II-10 2,84
Blok PK.II-11
Blok PK.II-12
Sub BWP
PK.III 35,57 16,14 0 0 35,68
Blok PK.III-1
Blok PK.III-2
Blok PK.III-3 35,57 16,14
Blok PK.III-4
Blok PK.III-5
Blok PK.III-6
Sub BWP
PK.IV 0 0 0 0 0,48
Blok PK.IV-1
Blok PK.IV-2
Blok PK.IV-3
Blok PK.IV-4
Blok PK.IV-5
Blok PK.IV-6
Blok PK.IV-7
Blok PK.IV-8
Sub BWP
PK.V 0 0 0 0 0
Blok PK.V-1
Blok PK.V-2
Blok PK.V-3
Blok PK.V-4
Blok PK.V-5
Sub BWP
III.III 0 0 6,12 0 0
Blok III.III-1
Blok III.III-2
Blok III.III-3
Blok III.III-4 3,06
Blok III.III-5 3,06
Blok III.III-6
Sub BWP
III.IV 0 35,2 12,98 0 0
Blok III.IV-1 5,96 0,85
Blok III.IV-2 6,51
Blok III.IV.3
Blok III.IV-4 1,57
Blok III.IV-5 6,13
Blok III.IV-6 1,64 0,99
Blok III.IV-7 1,73 2,25
Blok III.IV-8 3,17 4,34
Blok III.IV-9 4,6 4,42
Blok III.IV-10 3,89 0,13
Sub BWP
III.VI 0 195,18 26,3 0 0
Blok III.VI-1 26,67
Blok III.VI-2 30,23 11,01
Blok III.VI-3 16,57
Blok III.VI-4 40,02 7,82
Blok III.VI-5 0,9
Blok III.VI-6 15,41 2,96
Blok III.VI-7 1,92
Blok III.VI-8 30,98 0,02
Blok III.VI-9 17,57 4,49
Blok III.VI-10 14,91
Sub BWP
IV.III 6,05 128,5 10,6 0 0
Blok IV.III-1 4,36 5,15 0,24
Blok IV.III-2 1,69
Blok IV.III-3
Blok IV.III-4 11,35 10,34
Blok IV.III-5 38,08 0,02
Blok IV.III-6 73,92
Jalur Pejalan
Kaki
Sub BWP I.I.
Sub BWP I.IV
Sub BWP I.V.
Sub BWP II.I
Sub BWP III.V.
Sub BWP IV.I.
Sub BWP IV.4
Hidran
PAM Masyarakat Umum
Sub BWP II.I.
Sub BWP II.II.
Sub BWP
II.III.
Sub BWP III.I.
Sub BWP
III.III.
Sub BWP
III.IV.
Sub BWP
III.V.
Sub BWP
III.VI.
Mu
Primer Sekunder Sekunder
Jalan Kolektor
Arteri Primer Lingkar Primer Lokal Lingkungan
Sub BWP I.I. 1,89 Fatmawati
Sub BWP I.I. dan Sub BWP I.V.
Sub BWP PK.II. Dan Sub BWP I.IV. 3,08 Diponegoro
Sub BWP PK.I, Sub BWP PK.II, Sub
BWP PK.III., Sub BWP PK.IV., Sub
BWP PK.V.m Sub BWP III.II,dan Jenderal
Sub BWP III.III 3,11 Sudirman
Sub BWP I.IV. 0,34 Wahid Hasyim
Sub BWP I.IV. Dan Sub BWP IV.I. 1,63 Osamaliki
Sub BWP IV.I., Sub BWP III.I., Sub
BWP PK.V., dan Sub BWP III.II. 1,53 Veteran
Sub BWP III.III., dan Sub BWP III.IV 3,82 Soekarno Hatta
Sub BWP IV.III dan Sub BWP IV.II.
Sub BWP III.VI, Sub BWP III.V, dan
Sub BWP III.III.
Sub BWP IV.I., Sub BWP IV.II., dan
Sub BWP III.VI. 4,17 Hasanudin
Sub BWP PK I. dan Sub BWP IV.I. 0,95 Ahmad Yani
Sub BWP PK.II,Sub BWP I.II dan
Sub BWP I.III 3,94 Pattimura
Sub BWP II.IV. 2,23 Tingkir - Barukan
Sub BWP III.III., Sub BWP III.IV.,
dan Sub BWP III.V. 3,04 Arjuna
Sub BWP III.IV. 0,88 Arimbi
Sub BWP PK.IV. Dan Sub BWP II.I. 2,87 Nanggulan
Sub BWP III.VI. 1,32 Amarta
Sub BWP III.I. 1,74 Tegalrejo Raya
Sub BWP III.VI. 1,69 Protokol Kumpulrejo
Sub BWP III.V. 3,46 Argosari
Sub BWP III.II. 0,71 Argo Boga
Sub BWP III.II. 0,32 Argo Busono
Sub BWP III.II. 0,36 Argo Rumekso
Sub BWP III.II. 0,69 Argo Kartika
Sub BWP III.II. 0,56 Argotinalang
Sub BWP III.II. 0,45 Argo Tunggal
Sub BWP II.I. dan Sub BWP II.II. 0,44 Tritis Asri
Sub BWP II.I, Sub BWP II.II., Sub
BWP II.III., dan Sub BWP III.II. 0,83 Tritis Rejo
Sub BWP II.III., Sub BWP II.IV,dan
Sub BWP III.III. 0,99 Joko Tingkir
Sub BWP PK.IV dan Sub BWP
PK.V. 1,1 Dr. Muwardi
Sub BWP PK.III. 0,61 Canden
Sub BWP PK.III. 0,51 Setro
Sub BWP I.IV. 1,18 Ki Penjawi
Watu Agung - Sari
Sub BWP I.II. 1,86 Rejo
Sub BWP I.IV., Sub BWP I.V. dan
Sub IV.III. 2,67 Imam Bonjol
Sub BWP IV.II. 0,15 Srikandi
Sub BWP I.II dan Sub BWP I.IV. 1,33 Candi Wesi
Sub BWP I.III. 0,67 Batu Tulis
Sub BWP PK.II. Dan Sub BWP I.IV. 1,06 Cemara
Sub BWP PK.II. 0,43 Domas
Sub BWP I.IV. 0,23 Turen
Sub BWP PK.II. 0,46 Yos Sudarso
Sub BWP I.IV. 0,43 Atmo Suharjan
Sub BWP I.V. 2,05 Pulutan - Jombor
Sub BWP I.IV. Dan Sub BWP IV.III 0,23 Abdul Wahid
Sub BWP IV.I. 0,69 Sentana
Sub BWP IV.I. 0,34 Abdul Sukur
Sub BWP IV.I. 0,53 Bangau
Sub BWP IV.I. 0,87 Merak
Sub BWP IV.I., dan Sub BWP IV.II. 2,37 Nakula - Sadewa
Sub BWP IV.II 0,45 Yudhistira
Sub BWP IV.II. 1,39 Parikesit
Sub BWP IV.II. 0,67 Bima
Sub BWP IV.II. 0,52 Dewi Kunti
Sub BWP IV.I. 0,59 Sidomulyo
Sub BWP III.I. 0,26 Sawo
Sub BWP III.I. 1,74 Tegal Rejo Raya
Sub BWP III.VI. 1,34 Prumasan
Sub BWP III.VI. 0,52 Ngronggo
Sub BWP PK.I. dan Sub BWP IV.I. 0,86 Jend A. Yani
Sub BWP PK.I. dan Sub BWP IV.I. 0,48 Lapangan Pancasila
Sub BWP PK.I. dan Sub BWP IV.I. 0,56 Brigjend Sudiarto
Sub BWP PK.I. dan Sub BWP IV.I. 0,53 Letjend Sukowati
Sub BWP PK.II dan Sub BWP IV.I. 0,44 Laksda Adi Sucipto
Sub BWP IV.I. 0,4 Tentara Pelajar
Sub BWP PK.I. 0,22 Semeru
Sub BWP PK.I. 0,23 Kesambi
Sub BWP PK.I. dan Sub BWP PK.II. 0,58 Pemotongan
Sub BWP PK.II dan Sub BWP I.IV. 0.58 Kartini
Sub BWP PK.II. 0,35 Prof Moh Yamin
Sub BWP PK.II. 0,24 Langensuko
Sub BWP PK.II. 0,43 Monginsidi
Sub BWP PK.II. 0,1 Pemuda
Sub BWP PK.II. 0,11 Taman Sari
Sub BWP PK.II. Dan SUB BWP
PK.III. 0,41 Buk Suling
Sub BWP PK.III. 0,13 Nyai Kopek
Sub BWP PK.III. Dan Sub BWP
PK.IV. 0,16 Taman Pahlawan
Sub BWP PK.III. 0,7 Benoyo
Sub BWP PK.II. 0,82 Raden Patah
Sub BWP PK .IV. 0,56 Kalinyamat
Sub BWP PK.IV. Dan Sub BWP
PK.V. 0,32 Senjoyo
Sub BWP PK.IV. 0,43 Kalipengging
Sub BWP III.IV. 2,32 Merbabu
Sub BWP PK.III. 0,33 Butuh
Sub BWP III.I. dan III.II. 0,52 Argoyuwono
Sub BWP III.II. dan III.III. 1,18 Argobudoyo
Sub BWP III.IV. 1,34 Abimanyu
Sub BWP II.III. 0,29 KH.Zubair
Sub BWP PK.III. 0,78 Pandansari
Sub BWP III.I. 0,3 Karangkepoh I
Sub BWP III.I. 0,31 Karangkepoh II
Sub BWP III.I. 0,49 Karangkepoh III
Sub BWP PK.IV. 0,46 Gumukrejo
Sub BWP II.I. 1,61 Gunungsari Utama
Sub BWP II.I. 0,26 Singosari I
Sub BWP II.I. 0,2 Singosari II
Sub BWP II.I. 0,31 Tritis Mukti
Sub BWP II.I. dan Sub BWP II.II. 0,56 Tritisari
Sub BWP PK.III 0,29 Mayang Sari
Sub BWP PK.III 0,26 Cempaka Sari
Sub BWP PK.III 0,29 Melati Sari
Sub BWP PK.III 0,21 Kenanga Sari
Sub BWP PK.III 0,3 Mawar Sari
Sub BWP III.II. 0,21 Argotirto
Sub BWP III.II. 0,25 Sidoharjo
Sub BWP I.IV. 0,55 Kalisawo
Sub BWP PK.II. 0,38 Candisari
Sub BWP I.III. 0,66 Jayeng Rono
Sub BWP PK.III. 0,8 Ki Pitrang
Sub BWP III.I. 0,34 Mertani
Sub BWP III.I. 0,25 Pringgodani
Sub BWP II.III. 9,55 Cengek Nyamat
Merbabu (
Sub BWP III.IV. 2,32 Noborejo)
Sub BWP I.I. 0,38 Pundung
Sub BWP I.I. 0,6 Gunung Payung
Sub BWP I.I. 0,98 Sultan Agung
Sub BWP I.I. 1.15 Dumai Indah
Sub BWP I.I. 0,49 Dliko Sari
Sub BWP I.IV. 0,32 KH. A. Dahlan
Sub BWP I.II. 1,13 PTP Sari Rejo
Sub BWP I.III. 0,23 Baiturohim
Sub BWP I.III. 0,45 Abdul Hamid
Sub BWP I.IV. 0,34 Durian
Sub BWP I.V. 1,26 Darma Bakti
Sub BWP I.IV. 0,25 Jambe Wangi
Sub BWP I.IV. 0,07 Delima
Sub BWP I.IV. 0,36 Sisingamangaraja
Sub BWP PK.II. 1,19 Kemiri
Sub BWP I.IV. 0,29 Menur
Sub BWP PK.II. 0,29 Kauman
Sub BWP I.IV. 0,24 Kenanga
Sub BWP PK.II 0,27 Sumopuro Kidul
Sub BWP PK.II 0,35 Sumopuro Lor
Sub BWP PK.II 0,39 Cungkup
Sub BWP PK.II 0,18 Raden Patah
Sub BWP PK.II 0,12 Gladagan
Sub BWP PK.II 0,62 Karang Taruna
Sub BWP PK.II 0,63 Wali Songo
Sub BWP PK.III. 0,23 Perengsari
Sub BWP PK.III. 1,25 Telengsari
Sub BWP PK.III. 0,21 Kantil Sari
Sub BWP PK.III. 0,14 Widosari
Sub BWP PK.III. 0,2 Manggar Sari
Sub BWP PK.III. 0,78 Pandan Sari
Sub BWP PK.III. 0,14 Ngentak
Sub BWP PK.III. 0,17 Jambesari
Sub BWP PK.III. 0,17 Kalisari
Sub BWP PK.II. 0,38 Kalitaman
Sub BWP PK.II. 0,24 Bau Joyo
Sub BWP PK.II. 0,16 Bungur
Sub BWP PK.I dan PK.II. 0,13 Damar
Sub BWP PK.II. 0,27 Margosari
Sub BWP PK.II. 0,27 Puongkur Sari
Sub BWP I.IV. 0,34 Seruni
Sub BWP I.IV. 0,15 Cempaka
Sub BWP IV.I. 0,18 RSU
Sub BWP PK.I. 0,25 Kridanggo
Sub BWP PK.I. 0,24 Kemuning
Sub BWP PK.I. 0,19 Tanjung
Sub BWP PK.I. 0,25 Johar
Sub BWP PK.I. 0,12 Jambu
Sub BWP PK.IV. 0,19 Bengawan
Sub BWP PK.IV. 0,32 Progo
Sub BWP PK.IV. 0,36 Kalibodri
Sub BWP PK.IV. 0,35 Serayu
Sub BWP PK.IV. 0,18 Serang
Sub BWP PK.IV. Dan Sub BWP
PK.V. 0,32 Senjoyo
Sub BWP PK.V. 0,11 Tempel Rejo
Sub BWP PK.IV. 0,51 Mangga
Sub BWP III.I. dan Sub BWP IV.I. 0,35 Rekesan
Sub BWP III.I. 0,23 Sawojajar
Sub BWP III.I. 0,14 Manggis
Sub BWP PK.II. 1,02 DR. Sumardi
Sub BWP PK.II. 0,69 Pramuka
Sub BWP PK.V. 0,31 Margorejo
Sub BWP PK.IV. 0,29 Tanggul Retno
Sub BWP PK.III. 0,39 Siti Projo
Sub BWP PK.III. 0,22 Tirtoyoso
Sub BWP PK.III. 0,46 Kyai Banteng
Sub BWP II.I. 1,01 Singo Prakoso
Sub BWP II.I. 0,35 Serayu
Sub BWP II.I. 0,39 Tritis Langgeng
Sub BWP II.II. 0,21 Argo Wilis
Sub BWP III.II. 0,32 Argobusono
Sub BWP III.II. 0,69 Argo Kartika
Sub BWP III.II. 0,13 Argo Loyo
Sub BWP PK.V. 0,34 Pereng Rejo
Sub BWP PK.V. 0,46 Kumpul Rejo
Sub BWP PK.V. 0,1 Langen Rejo
Sub BWP III.IV. 0,9 Sadewa
Sub BWP III.IV. 0,41 Sadewa I
Sub BWP III.V. 3,46 Argosari
Sub BWP IV.I. 0,13 Sunan Kalijaga
Sub BWP III.V. 0,72 Argo Boga
Sub BWP IV.II. 0,2 Ex AMD
Sub BWP IV.II. 0,68 Somba
Sub BWP IV.II. 0,42 Purbaya I
Sub BWP IV.II. 0,2 Purbaya II
Sub BWP IV.II. 0,22 Purbaya III
Sub BWP IV.II. 0,24 Purbaya IV
Sub BWP IV.II. 0,12 Purbaya V
Sub BWP IV.II. 0,37 Wisanggeni
Sub BWP IV.II. 0,4 Irawan
Sub BWP IV.II. 0,51 Janoko
Sub BWP IV.II. 0,34 Kresna
Sub BWP IV.II. 0,35 Wibisono
Sub BWP IV.II. 1,18 Bisma
Sub BWP IV.II. 0,84 Wisnu
Sub BWP IV.II. 1,08 Abiyoso
Sub BWP IV.I. dan Sub BWP IV.II. 0,32 Taruna
Sub BWP IV.II. 0,49 Nakula Sadewa I
Sub BWP IV.II. 0,2 Nakula Sadewa II
Sub BWP IV.II. 0,2 Nakula Sadewa III
Sub BWP IV.II. 0,51 Nakula Sadewa IV
Sub BWP IV. I. Dan Sub BWP IV.II. 0,19 Nakula Sadewa V
Sub BWP IV.I. 0,46 Surowijaya
Sub BWP IV.I. 0,2 Nuri
Sub BWP IV.I. 0,49 Nyai Jinten
Sub BWP IV.I. 0,58 Ali Wijayan
Sub BWP IV.I. 0,19 Sri Gunting
Sub BWP IV.I. 0,22 Cendrawasih
Sub BWP IV.I. 0,34 Merpati
Sub BWP IV.I. 0,14 Podang
Sub BWP IV.I. 0,2 Kasuari
Sub BWP IV.I. 0,23 Joyo Imron
Sub BWP PK.I. 0,32 Kendalisodo
Sub BWP PK.I. 0,51 Tangsi Besar
Sub BWP PK.V. 0,26 Karang Rejo
Sub BWP III.I. 0,39 Jodipati
Sub BWP III.II. 0,36 Argoluwih
Sub BWP PK.II. 0,19 Damarjati
Sub BWP PK.II. 0,43 Domas
Sub BWP PK.V. 0,54 Pereng Tritis
Sub BWP PK.V. 0,46 Kumpulrejo
Tritis
Sub BWP PK.V. 0,39 Langgeng
Sub BWP PK.IV 0,19 Bengawan
Sub BWP PK.V. 0,11 Tempelrejo
Sub BWP PK.V. 0,8 Tanggulrejo
Sub BWP III.IV. 0,9 Sadewo
Sub BWP III.VI. 1,32 Amarta
Sub BWP III.I. 0,23 Sawojajar
Sub BWP III.I. 0,18 Mertani
SUb BWP PK.III. 0,17 Kalisari
SUb BWP PK.III. 0,17 Jambesari
SUb BWP PK.III. 0,14 Widosari
SUb BWP PK.III. 0,22 Tirtoyoso
Sub BWP PK.IV. 0,18 Serang
Bagian Kedua
Pasal….
Pasal …..
(1) RDTR Kota Salatiga berperan sebagai alat operasionalisasi dan alat koordinasi pelaksanaan dan pengendal;ian pemanfaatan ruang di Kota Salatiga
Provinsi Jawa Tengah.
(2) RDTR Kota Salatiga berfungsi sebagai :
a. Kendali mutu pemanfaatan ruang di Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah;
b. Accuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan ruang yang dimanfaatkan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah;
c. Acuan bagi pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Salatiga provinsi Jawa Tengah;
d. Acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang di Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah; dan
e. Acuan dalam penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
BAB III
CAKUPAN WILAYAH RDTR KOTA SALATIGA
Pasal….
Cakupan Wilayah RDTR Kota Salatiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Huruf …. Mencakup :
BWP PK : Pusat Kota
BWP I : Kecamatan Sidorejo
BWP II : Kecamatan Tingkir
BWP III : Kecamatan Argomulyo
BWP IV : Kecamatan Sidomukti
Wilayah administrasi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari 4 (empat) kecamatan dan 23 (dua puluh tiga) kelurahan meliputi :
Kecamatan Sidorejo seluas 1.624 Hektar terdiri dari :
1. Kelurahan Blotongan seluas 423,80 Ha;
2. Kelurahan SIdorejo Lor seluas 271,60 Ha;
3. Kelurahan Salatiga seluas 202 Ha;
4. Kelurahan Bugel 294,37 Ha;
5. Kelurahan Kauman Kidul seluas 195,85 Ha; dan
6. Kelurahan Pulutan seluas 237,10 Ha.
Kecamatan Tingkir seluas 1.055 Ha terdiri dari :
1. Kelurahan Kutowinangun Lor seluas 196,57 Ha;
2. Kelurahan Kutowinangun Kidul seluas 97,18 Ha;
3. Kelurahan SIdorejo Kidul seluas 277,50 Ha;
4. Kelurahan Kalibening seluas 99,60 Ha;
5. Kelurahan Tingkir Lor seluas 177,30 Ha;
6. Kelurahan Tingkir Tengah seluas 137,80 Ha; dan
7. Kelurahan Gendongan seluas 68,900 Ha.
Kecamatan Argomulyo seluas 1.853 Ha terdiri dari :
1. Kelurahan Noborejo seluas 332,20 Ha;
2. Kelurahan Ledok seluas 187,33 Ha;
3. Kelurahan Tegalrejo seluas 188,43 Ha;
4. Kelurahan Randuacir seluas 377,60 Ha;
5. Kelurahan Cebongan seluas 138,10 Ha; dan
6. Kelurahan Kumpulrejo seluas 629,03 Ha.
Kecamatan Sidomukti seluas 1.146 Ha terdiri dari :
1. Kelurahan Kecandran seluas 399,20 Ha;
2. Kelurahan Dukuh seluas 377,15 Ha;
3. Kelurahan Mangunsari seluas 290,77 Ha; dan
4. Kelurahan Kalicacing seluas 78,73 Ha.
Pasal ….
(1) BWP Pusat Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Merupakan salah satu Kawasan perkotaan di Kota Salatiga yang ditetapkan berdasarkan fungsi
serta daya dukung lahan, karakteristik permukiman, permukiman jumlah penduduk, kebutuhan lahan, potensi, masalah, dan / atau isu strategis.
(2) Fungsi BWP Pusat Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
a. Pusat Industri yaitu Pusat Aneka Industri
b. Pusat Perdagangan dan Jasa, Baik Tunggal maupun Deret
1) Pusat Perdagangan dan Jasa Tunggal mencakup :
Pusat Perbelanjaan, Pasar Tradisional, Jasa Penginapan, dan Perdagangan dan Jasa lainnya;
2) Pusat perdagangan dan jasa deret mencakup :
Pusat Perbelanjaan dan Toko / Pertokoan.
c. Pusat Pendidikan diantaranya:
3) Pendidikan Tinggi;
4) Pendidikan Menengah Atas;
5) Pendidikan menengah Pertama;
6) Pendidikan Dasar; dan
7) Pra Pendidikan.
d. Pusat Transportasi yaitu terminal.
e. Pusat Kesehatan berupa Rumah Sakit dan Puskesmas.
f. Pusat Olahraga berupa lapangan olahraga dan Gedung olahraga.
g. Pusat Peribadatan yaitu Peribadatan Utama dan Peribadatan Lingkungan.
h. Pusat Ruang Terbuka Non Hijau.
i. Pusat Perkantoran berupa kantor pemerintah.
j. Pusat Pertanian berupa:
8) Pertanian Lahan Basah;
9) Pertanian Lahan Kering;
10) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Basah;
k. Pusat Pertahanan dan Keamanan.
Pasal ….
(3) BWP I sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Merupakan salah satu Kawasan perkotaan di Kota Salatiga yang ditetapkan berdasarkan fungsi serta daya
dukung lahan, karakteristik permukiman, permukiman jumlah penduduk, kebutuhan lahan, potensi, masalah, dan / atau isu strategis.
(4) Fungsi BWP I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
l. Pusat Perdagangan dan Jasa, baik tunggal maupun deret:
11) Pusat perdagangan dan jasa tunggal mencakup:
Pasar Tradisional, Jasa Penginapan, hiburan, dan perdagangan dan jasa lainnya.
12) Pusat perdagangan dan jasa deret mencakup :
Toko / pertokoan
m. Pusat Pendidikan diantaranya:
13) Pendidikan Tinggi;
14) Pendidikan Menengah Atas;
15) Pendidikan Menengah Pertama;
16) Pendidikan Dasar;
17) Pra Pendidikan; dan
18) Pendidikan Lainnya.
n. Pusat Transportasi yaitu terminal.
o. Pusat Kesehatan berupa Rumah Sakit dan Puskesmas.
p. Pusat Peribadatan yaitu Peribadatan Utama dan Peribadatan Lingkungan.
q. Pusat Ruang Terbuka Non Hijau.
r. Pusat Perkantoran berupa kantor pemerintah.
s. Pusat Pertanian berupa :
19) Pertanian Lahan Basah;
20) Pertanian Lahan Kering;
21) Permukiman Pertanian;
22) Perkebunan;
23) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Basah;
24) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kering;
t. Pusat Perikanan.
u. Pusat Pariwisata.
v. Pusat pertahanan dan Keamanan.
Pasal ….
(5) BWP II sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Merupakan salah satu Kawasan perkotaan di Kota Salatiga yang ditetapkan berdasarkan fungsi serta daya
dukung lahan, karakteristik permukiman, permukiman jumlah penduduk, kebutuhan lahan, potensi, masalah, dan / atau isu strategis.
(6) Fungsi BWP II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
w. Pusat Industri yaitu Pusat Aneka Industri
x. Pusat Perdagangan dan jasa baik perdagangan dan jasa tunggal maupun deret
25) Pusat perdagangan dan jasa tunggal mencakup : pasar tradisional dan pusat perdagangan dan jasa lainnya.
26) Pusat perdagangan dan jasa deret mencakup : toko / pertokoan.
y. Pusat Pendidikan mencakup :
27) Pendidikan Tinggi;
28) Pendidikan Menengah Atas;
29) Pendidikan Menengan Pertama;
30) Pendidikan Dasar;
31) Pra Pendidikan;
32) Pendidikan Lainnya.
z. Pusat Transportasi yaitu terminal.
aa. Pusat Kesehatan yaitu puskesmas.
bb. Pusat Peribadatan yaitu Peribadatan Utama dan Peribadatan Lingkungan.
cc. Pusat Perkantoran berupa kantor pemerintah.
dd. Pusat Pertanian berupa :
ee. Pertanian Lahan Basah;
ff. Pertanian Lahan Kering;
gg. Permukiman Pertanian;
hh. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Basah;
ii. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kering;
jj. Pusat Perikanan.
kk. Pusat Pariwisata.
ll. Pusat Pertahanan dan Keamanan.
mm. Pusat Instalasi Pengolahan Limbah.
Pasal ….
(7) BWP III sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Merupakan salah satu Kawasan perkotaan di Kota Salatiga yang ditetapkan berdasarkan fungsi serta daya
dukung lahan, karakteristik permukiman, permukiman jumlah penduduk, kebutuhan lahan, potensi, masalah, dan / atau isu strategis.
(8) Fungsi BWP III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
nn. Pusat Industri yaitu Pusat Aneka Industri dan Industri Kimia Dasar.
oo. Pusat Perdagangan dan Jasa, baik Tunggal maupun Deret.
33) Pusat Perdagangan dan Jasa Tunggal Mencakup : jasa penginapan dan perdagangan dan jasa lainnya.
34) Pusat perdagangan dan jasa deret yaitu toko / pertokoan.
pp. Pusat Pendidikan mencakup :
35) Pendidikan Tinggi;
36) Pendidikan Menengah Atas;
37) Pendidikan Menenah Pertama;
38) Pendidikan Dasar;
39) Pra Pendidikan;
40) Pendidikan Lainnya.
qq. Pusat Transportasi yaitu terminal.
rr. Pusat Kesehatan berupa Rumah Sakit dan Puskesmas.
ss. Pusat Olahraga yaitu Gedung olahraga.
tt. Pusat Peribadatan yaitu Peribadatan Utama dan Peribadatan Lingkungan.
uu. Pusat Ruang Terbuka Non Hijau.
vv. Pusat Perkantoran berupa kantor pemerintah dan kantor swasta.
ww. Pusat Pertanian berupa:
41) Pertanian Lahan Basah;
42) Pertanian Lahan Kering;
43) Permukiman Pertanian;
44) Lahan Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan Basah;
45) Lahan Pertanian Tanaman Pangan Berkenjutan Kering;
xx. Pusat Perikanan.
yy. Pusat Pariwisata.
zz. Pusat pertahanan dan Keamanan.
aaa. Pusat Tempat Pembuangan Sampah/ Tempat Pembuangan Sampah Terpadu/ Tempat Pembuangan Akhir.
bbb. Pusat Instalasi Pengolahan Limbah.
Pasal ….
(9) BWP IV sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Merupakan salah satu Kawasan perkotaan di Kota Salatiga yang ditetapkan berdasarkan fungsi serta daya
dukung lahan, karakteristik permukiman, permukiman jumlah penduduk, kebutuhan lahan, potensi, masalah, dan / atau isu strategis.
(10) Fungsi BWP IV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
ccc. Pusat perdagangan dan jasa baik tunggal maupun deret.
46) Pusat perdagangan dan jasa tunggal mencakup : pasar tradisional, jasa penginapan, dan perdagangan dan jasa lainnya.
47) Pusat perdagangan dan jasa deret yaitu toko / pertokoan.
ddd. Pusat Pendidikan mencakup :
48) Pendidikan Tinggi;
49) Pendidikan Menengah Atas;
50) Pendidikan Menenah Pertama;
51) Pendidikan Dasar;
52) Pra Pendidikan;
53) Pendidikan Lainnya.
eee. Pusat Kesehatan berupa Rumah Sakit dan Puskesmas.
fff. Pusat Olahraga yaitu Gedung olahraga.
ggg. Pusat Perkantoran berupa kantor pemerintah.
hhh. Pusat Pertanian berupa :
54) Pertanian Lahan Basah;
55) Pertanian Lahan Kering;
56) Permukiman Pertanian;
57) Lahan Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan Basah;
58) Lahan Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan Kering;
iii. Pusat Pertahanan dan Keamanan.
jjj. Pusat Tempat Pembuangan Sampah/ Tempat Pembuangan Sampah Terpadu/ Tempat Pembuangan Akhir.
kkk. Pusat Instalasi Pengolahan Limbah.
Cakupan BWP PK sebagaimana dimaksud pada ayat (…) terdiri atas 5 (lima) Sub BWP seluas 643,38 (enam ratus empat puluh tiga koma tiga delapan)
hektar.
Cakupan BWP PK sebagaimana dimaksud pada ayat () terdiri atas:
Sub BWP PK.I di seluruh wilayah Kelurahan Kalicacing di Pusat Kota dengan luas 78,73 (tujuh puluh delapan koma tujuh tiga) hektar.
Sub BWP PK.II di seluruh wilayah Kelurahan Salatiga di Pusat Kota dengan luas 202,00 (dua ratus koma nol nol) hektar.
Sub BWP PK.III di seluruh wilayah Kelurahan Kutowinangun Lor di Pusat Kota dengan luas 196,57 (seratus sembilan puluh enam koma lima tujuh) hektar.
Sub BWP PK.IV di seluruh wilayah Kelurahan Kutowinangun Kidul di Pusat Kota dengan luas 97,18 (Sembilan puluh tujuh koma satu delapan) hektar.
Sub BWP PK.V di seluruh wilayah Kelurahan Gendongan di Pusat Kota dengan luas 68,90 (enam puluh delapan koma Sembilan nol) hektar.
Cakupan BWP I sebagaimana dimaksud pada ayat (…) terdiri atas 5 ( lima) Sub BWP seluas 1.422,72 (seribu empat puluh dua koma tujuh dua) hektar.
Cakupan BWP I sebagaimana dimaksud pada ayat () terdiri atas:
Sub BWP I.I di seluruh wilayah Kelurahan Blotongan terletak pada Kecamatan Sidorejo dengan luas 423,80 (empat ratus dua puluh tiga koma delapan nol)
hektar.
Sub BWP I.II di seluruh wilayah Kelurahan Bugel terletak pada Kecamatan Sidorejo dengan luas 294,37 (dua ratus Sembilan puluh empat koma tiga tujuh)
hektar.
Sub BWP I.III di seluruh wilayah Kelurahan Kauman Kidul terletak pada Kecamatan Sidorejo dengan luas 195,85 (serratus sembilan puluh lima koma
delapan lilma) hektar.
Sub BWP I.IV di seluruh wilayah Kelurahan Sidorejo Lor terletak pada Kecamatan Sidorejo dengan luas 271, 60 (dua ratus tujuh puluh satu koma enam nol)
hektar.
Sub BWP I.V di seluruh wilayah Kelurahan Pulutan terletak pada Kecamatan Sidorejo dengan luas 237,10 (dua ratus tiga puluh tujuh koma satu nol) hektar.
Cakupan BWP II sebagaimana dimaksud pada ayat (…) terdiri atas 4 (empat ) Sub BWP seluas 692,20 (enam ratus sembilan puluh dua koma dua nol) hektar.
Cakupan BWP II sebagaimana dimaksud pada ayat () terdiri atas:
Sub BWP II.I di seluruh wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul terletak pada Kecamatan Tingkir dengan luas 277,50 (dua ratus tujuh puluh tujuh koma lima nol)
hektar.
Sub BWP II.II di seluruh wilayah Kelurahan Kalibening terletak pada Kecamatan Tingkir dengan luas 99,60 (Sembilan puluh Sembilan koma enam nol)
hektar.
Sub BWP II.III di seluruh wilayah Kelurahan Tingkir Lor terletak pada Kecamatan Tingkir dengan luas 177,30 (seratus tujuh puluh tujuh koma tiga nol )
hektar.
Sub BWP II.IV di seluruh wilayah Kelurahan Tingkir Tengah terletak pada Kecamatan Tingkir dengan luas 137,80 (serratus tiga puluh tujuh koma delapan
nol) hektar.
Cakupan BWP III sebagaimana dimaksud pada ayat (…) terdiri atas 6 (enam) Sub BWP seluas 1.852,69 (seribu delapan puluh lima dua koma enam Sembilan)
hektar.
Cakupan BWP III sebagaimana dimaksud pada ayat () terdiri atas:
Sub BWP III.I di seluruh wilayah Kelurahan Tegalrejo terletak pada Kecamatan Argomulyo dengan luas 188,43 (seratus delapan puluh delapan koma empat
tiga) hektar.
Sub BWP III.II di seluruh wilayah Kelurahan Ledok terletak pada Kecamatan Argomulyo dengan luas 187,33 (serratus delapan puluh tujuh koma tiga tiga)
hektar.
Sub BWP III.III di seluruh wilayah Kelurahan Cebongan terletak pada Kecamatan Argomulyo dengan luas 138,10 (seratus tiga puluh delapan koma satu nol)
hektar.
Sub BWP III.IV di seluruh wilayah Kelurahan Noborejo terletak pada Kecamatan Argomulyo dengan luas 332,20 (tiga ratus tiga puluh dua koma dua nol)
hektar.
Sub BWP III.V di seluruh wilayah Kelurahan Randuacir terletak pada Kecamatan Argomulyo dengan luas 377,60 (tiga ratus tujuh puluh tujuh koma enam
nol) hektar.
Sub BWP III.VI di seluruh wilayah Kelurahan Kumpulrejo terletak pada Kecamatan Argomulyo dengan luas 629,03 (enam ratus dua puluh Sembilan koma
nol tiga) hektar.
Cakupan BWP IV sebagaimana dimaksud pada ayat (…) terdiri atas 3 ( tiga) seluas 1.067,12 (seribu enam puluh tujuh koma satu dua) hektar.
Cakupan BWP IV sebagaimana dimaksud pada ayat () terdiri atas:
Sub BWP IV.I di seluruh wilayah Kelurahan Mangunsari terletak pada Kecamatan Sidomukti dengan luas 290,77 (dua ratus Sembilan puluh koma tujuh
tujuh) hektar.
Sub BWP IV.II di seluruh wilayah Kelurahan Dukuh terletak pada Kecamatan Sidomukti dengan luas 377,15 (tiga ratus tujuh puluh tujuh koma satu lima)
hektar.
Sub BWP IV.III di seluruh wilayah Kelurahan Kecandran terletak pada Kecamatan Sidomukti dengan luas 399,20 (tiga ratus Sembilan puluh Sembilan koma
dua nol) hektar.
Sub BWP PK.I. ( Kelurahan Kalicacing ) sebagaimana dimaksud pada ayat (…) huruf … terdiri atas 7 ( tujuh) blok meliputi :
Blok PK.I-1 dengan luas kurang lebih 12,32 ( dua belas koma tiga dua) hektar;
Blok PK.I-2 dengan luas kurang lebih 6,35 ( enam koma tiga lima) hektar;
Blok PK.I-3 dengan luas kurang lebih 8,77 ( delapan koma tujuh tujuh) hektar;
Blok PK. I-4 dengan luas kurang lebih 15,69 ( lima belas koma enam sembilan) hektar;
Blok PK.I-5 dengan luas kurang lebih 10,09 (sepuluh koma nol sembilan) hektar;
Blok PK.I-6 dengan luas kurang lebih 3,95 (tiga koma Sembilan lima) hektar; dan
Blok PK.I-7 dengan luas kurang lebih 21,56 (dua puluh satu koma lima enam) hektar.
Sub BWP PK.II ( Kelurahan Salatiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (…) huruf … terdiri atas 12 (dua belas) blok meliputi :
Blok PK.II-1 dengan luas kurang lebih 30,38 (tiga puluh koma tiga delapan) hektar;
Blok PK.II-2 dengan luas kurang lebih 3,09 (tiga koma nol sembilan) hektar;
Blok PK.II-3 dengan luas kurang lebih10,19 (sepuluh koma satu sembilan) hektar;
Blok PK.II-4 dengan luas kurang lebih11,10 (sebelas koma satu nol) hektar;
Blok PK.II-5 dengan luas kurang lebih 7,27 (tujuh koma dua tujuh) hektar;
Blok PK.II-6 dengan luas kurang lebih 17,50 (tujuh belas koma lima nol) hektar;
Blok PK.II-7 dengan luas kurang lebih 39,75 (tiga puluh sembilan koma tujuh lima) hektar;
Blok PK.II-8 dengan luas kurang lebih 34,93 (tiga puluh empat koma sembilan tiga) hektar;
Blok PK.II-9 dengan luas kurang lebih 22,93 (dua puluh dua koma sembilan tiga) hektar;
Blok PK.II-10 dengan luas kurang lebih 8,69 (delapan koma enam sembilan) hektar;
Blok PK.II-11 dengan luas kurang lebih 11,27 (sebelas koma dua tujuh) hektar; dan
Blok PK.II-12 dengan luas kurang lebih 4,89 (empat koma delapan sembilan) hektar.
Sub BWP PK.III ( Kelurahan Kutowinangun Lor) sebagaimana dimaksud pada ayat (…) huruf … terdiri atas 6 (enam) blok meliputi :
Blok PK.III-1 dengan luas kurang lebih 28,47 ( dua puluh delapan koma empat tujuh) hektar;
Blok PK.III-2 dengan luas kurang lebih 23,90 ( dua puluh tiga koma Sembilan nol) hektar;
Blok PK.III-3 dengan luas kurang lebih 105,94 ( seratus lima koma Sembilan empat) hektar;
Blok PK.III-4 dengan luas kurang lebih 8,91 ( delapan koma Sembilan satu) hektar;
Blok PK.III-5 dengan luas kurang lebih 9,10 ( sembilan koma satu nol) hektar; dan
Blok PK.III-6 dengan luas kurang lebih 20,26 ( dua puluh koma dua enam) hektar.
Sub BWP PK.IV (Kelurahan Kutowinangun Kidul) sebagaimana dimaksud pada ayat (…) huruf … terdiri atas 8 (delapan) blok meliputi :
Blok PK.IV-1 dengan luas kurang lebih 8,11 ( delapan koma satu satu) hektar;
Blok PK.IV-2 dengan luas kurang lebih 9,24 ( Sembilan koma dua empat ) hektar;
Blok PK.IV-3 dengan luas kurang lebih 13,90 ( tiga belas koma Sembilan nol) hektar;
Blok PK.IV-4 dengan luas kurang lebih 3,81 ( tiga belas koma delapan satu) hektar;
Blok PK.IV-5 dengan luas kurang lebih 10,26 ( sepuluh koma dua enam) hektar;
Blok PK.IV-6 dengan luas kurang lebih 15,87 ( lima belas koma delapan tujuh) hektar;
Blok PK.IV-7 dengan luas kurang lebih 13,14 ( tiga belass koma satu empat) hektar; dan
Blok PK.IV-8 dengan luas kurang lebih 22,85 ( dua puluh dua koma delapan lima) hektar.
Sub BWP PK.V (Kelurahan Gendongan) sebagaimana dimaksud pada ayat (…) huruf … terdiri atas 5 (lima) blok meliputi :
Blok PK.V-1 dengan luas kurang lebih 17,90 ( tujuh belas koma sembilan nol) hektar;
Blok PK.V-2 dengan luas kurang lebih 11,70 ( sebelas koma tujuh nol) hektar;
Blok PK.V-3 dengan luas kurang lebih 18,21 ( delapan belas koma dua satu) hektar;
Blok PK.V-4 dengan luas kurang lebih 11,32 ( sebelas koma tiga dua) hektar; dan
Blok PK.V-5 dengan luas kurang lebih 9,77 ( Sembilan koma tujuh tujuh) hektar.
Sub BWP I.I ( Kelurahan Blotongan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Ayat (…) huruf ….. terdiri atas 16 ( enam belas) blok meliputi :
Blok I.I-1 dengan luas kurang lebih 24,47 ( dua puluh empat koma empat tujuh) hektar;
Blok I.I-2 dengan luas kurang lebih 9,87 ( sembilan koma delapan tujuh) hektar;
Blok I.I-3 dengan luas kurang lebih 36,00 ( tiga puluh enam koma nol nol) hektar;
Blok I.I-4 dengan luas kurang lebih 10,30 ( sepuluh koma tiga nol) hektar;
Blok I.I-5 dengan luas kurang lebih 28,91 ( dua puluh delapan koma Sembilan satu) hektar;
Blok I.I-6 dengan luas kurang lebih 37,41 ( tiga puluh tujuh koma empat satu) hektar;
Blok I.I-7 dengan luas kurang lebih 16,24 ( enam belas koma dua empat) hektar;
Blok I.I-8 dengan luas kurang lebih 32,29 ( tiga puluh dua koma dua sembilan) hektar;
Blok I.I-9 dengan luas kurang lebih 18,51 ( delapan belas koma lima satu) hektar;
Blok I.I-10 dengan luas kurang lebih 33,81 ( tiga puluh tiga koma delapan satu) hektar;
Blok I.I-11 dengan luas kurang lebih 19,52 ( sembilan belas koma lima dua) hektar;
Blok I.I-12 dengan luas kurang lebih 6,23 ( enam koma dua tiga) hektar;
Blok I.I-13 dengan luas kurang lebih 9,87 ( sembilan koma delapan tujuh) hektar;
Blok I.I-14 dengan luas kurang lebih 15,03 ( lima belas koma nol tiga) hektar;
Blok I.I-15 dengan luas kurang lebih 11,10 ( sebelas koma satu nol) hektar; dan
Blok I.I-16 dengan luas kurang lebih 113,33 ( seratus tiga puluh tiga koma tiga tiga) hektar.
Sub BWP I.II ( Kelurahan Bugel) sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Ayat (…) huruf ….. terdiri atas 6 ( enam) blok meliputi :
Blok I.II-1 dengan luas kurang lebih 27,80 ( dua puluh tujuh koma delapan nol) hektar;
Blok I.II-2 dengan luas kurang lebih 38,73 ( tiga puluh delapan koma tujuh tiga) hektar;
Blok I.II-3 dengan luas kurang lebih 6,21 ( enam koma dua satu) hektar;
Blok I.II-4 dengan luas kurang lebih 51,39 ( lima puluh sembilan koma tiga sembilan) hektar;
Blok I.II-5 dengan luas kurang lebih 33,49 ( tiga puluh tiga koma empat sembilan) hektar;
Blok I.II-6 dengan luas kurang lebih 136,74 ( serratus tiga puluh enam koma tujuh empat) hektar;
Sub BWP I.III ( Kelurahan Kauman Kidul) sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Ayat (…) huruf ….. terdiri atas 7 ( tujuh) blok meliputi :
Blok I.III-1 dengan luas kurang lebih 48,59 ( empat puluh delapan koma lima Sembilan) hektar;
Blok I.III-2 dengan luas kurang lebih 34,59 ( tiga puluh empat koma lima Sembilan) hektar;
Blok I.III-3 dengan luas kurang lebih 6,12 ( enam koma satu dua) hektar;
Blok I.III-4 dengan luas kurang lebih 15,34 ( lima belas koma tiga empat) hektar;
Blok I.III-5 dengan luas kurang lebih 27,62 ( dua puluh tujuh koma enam dua) hektar;
Blok I.III-6 dengan luas kurang lebih 57,51 ( lima puluh tujuh koma lima satu) hektar;
Blok I.III-7 dengan luas kurang lebih 6,03 (enam koma nol tiga) hektar.
Sub BWP I.IV ( Kelirahan Sidorejo Lor) sebagaimana dimaksud dalam Pasal … Ayat (…). Huruf ….. terdiri atas 14 ( empat belas) bl;ok meliputi :
Blok I.IV-1 dengan luas kurang lebih 27,15 ( dua puluh tujuh koma satu lima) hektar;
Blok I.IV-2 dengan luas kurang lebih 12, 59 ( dua belas koma lima sembilan) hektar;
Blok I.IV-3 dengan luas kurang lebih 10, 91 ( sepuluh koma Sembilan satu) hektar;
Blok I.IV-4 dengan luas kurang lebih 17, 59 ( tujuh belas koma lima sembilan) hektar;
Blok I.IV-5 dengan luas kurang lebih 18, 34 ( delapan belas koma tiga empat) hektar;
Blok I.IV-6 dengan luas kurang lebih 22, 75 ( dua puluh dua koma tujuh lima hektar;
Blok I.IV-7 dengan luas kurang lebih 56, 12 ( lima puluh enam koma satu dua) hektar;
Blok I.IV-8 dengan luas kurang lebih 22,06 ( dua puluh dua koma nol enam) hektar;
Blok I.IV-9 dengan luas kurang lebih 13,98 ( tiga belas koma Sembilan delapan) hektar;
Blok I.IV-10 dengan luas kurang lebih 13,79 ( tiga belas koma tujuh sembilan) hektar;
Blok I.IV-11 dengan luas kurang lebih 16,91 ( enam belas koma Sembilan satu) hektar;
Blok I.IV-12 dengan luas kurang lebih 15,30 ( lima belas koma tiga nol) hektar;
Blok I.IV-13 dengan luas kurang lebih 14,91 ( empat belas koma Sembilan satu) hektar;
Blok I.IV-14 dengan luas kurang lebih 9,23 ( sembilan koma nol sua tiga) hektar.
Sub BWP I.V. (Kelurahan Pulutan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal… ayat ( …) huruf … terdiri atas 5 (lima) blok meliputi:
Blok I.V-1 dengan luas kurang lebih 31,79 ( tiga puluh satu koma tujuh Sembilan) hektar;
Blok I.V-2 dengan luas kurang lebih 28,88 ( dua puluh delapan koma delapan delapan) hektar;
Blok I.V-3 dengan luas kurang lebih 23,36 ( dua puluh tiga koma tiga enam) hektar;
Blok I.V-4 dengan luas kurang lebih 86,58 ( delapan puluh enam koma lima delapan) hektar;
Blok I.V-5 dengan luas kurang lebih 66,50 ( enam puluh enam koma lima nol) hektar;
Sub BWP II.I. ( Kelurahan Sidorejo Kidul) sebagaimana dimaksud dalam Pasal … ayat (…) huruf …. Terdiri atas 8 ( delapan) blok meliputi:
Blok II.I-1 dengan luas kurang lebih 44,07 ( empat puluh empat koma nol tujuh) hektar;
Blok II.I-2 dengan luas kurang lebih 25,66 ( dua puluh lima koma enam enam) hektar;
Blok II.I-3 dengan luas kurang lebih 22,33 ( dua puluh dua koma tiga tiga) hektar;
Blok II.I-4 dengan luas kurang lebih 63,63 ( enam puluh tiga koma enam tiga) hektar;
Blok II.I-5 dengan luas kurang lebih 24,37 ( dua puluh empat koma tiga tujuh) hektar;
Blok II.I-6 dengan luas kurang lebih 70,65 ( tujuh puluh koma enam lima) hektar;
Blok II.I-7 dengan luas kurang lebih 23, 94 ( dua puluh tiga koma nol Sembilan empat) hektar;
Blok II.I-8 dengan luas kurang lebih 2,85 ( dua koma delapan lima) hektar.
Sub BWP II.II. ( Kelurahan Kalibening) sebagaimana dimaksud dalam Pasal … ayat (…) huruf …. Terdiri atas 4 ( empat) blok meliputi:
Blok II.II-1 dengan luas kurang lebih 7,74 ( tujuh koma tujuh empat) hektar;
Blok II.II-2 dengan luas kurang lebih 21,53 ( dua puluh satu koma lima tiga) hektar;
Blok II.II-3 dengan luas kurang lebih 13,59 ( tiga belas koma lima sembilan) hektar;
Blok II.II-4 dengan luas kurang lebih 56,75 ( lima puluh enam koma tujuh lima) hektar.
Sub BWP II.III. ( Kelurahan Tingkir Lor) sebagaimana dimaksud dalam Pasal … ayat (…) huruf …. Terdiri atas 8 ( delapan) blok meliputi:
Blok II.III-1 dengan luas kurang lebih 6,98 ( enam koma Sembilan delapan) hektar;
Blok II.III-2 dengan luas kurang lebih 44,00 ( empat puluh empat koma nol nol) hektar;
Blok II.III-3 dengan luas kurang lebih 41,76 ( empat puluh satu koma tujuh enam) hektar;
Blok II.III-4 dengan luas kurang lebih 2,43 ( dua koma empat tiga) hektar;
Blok II.III-5 dengan luas kurang lebih 9,98 ( sembilan koma Sembilan delapan) hektar;
Blok II.III-6 dengan luas kurang lebih 37,23 ( tiga puluh tujuh koma dua tiga) hektar;
Blok II.III-7 dengan luas kurang lebih 19,37 ( Sembilan belas koma tiga tujuh) hektar;
Blok II.III-8 dengan luas kurang lebih 15,56 ( lima belas koma lima enam) hektar.
Sub BWP II.IV ( Kelurahan Tingkir Tengah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal … ayat (…) huruf … terdiri atas 10 ( sepuluh) blok meliputi :
Blok II.IV-1 dengan luas kurang lebih 5,29 ( lima koma dua Sembilan) kilometer;
Blok II.IV-2 dengan luas kurang lebih 6,90 ( enam koma Sembilan nol) hektar;
Blok II.IV-3 dengan luas kurang lebih 4,46 ( empat koma empat enam) kilometer;
Blok II.IV-4 dengan luas kurang lebih 41,61 ( empat puluh satu koma enam satu) kilometer;
Blok II.IV-5 dengan luas kurang lebih 6,03 ( enam koma nol tiga) kilometer;
Blok II.IV-6 dengan luas kurang lebih 16,52 ( enam belas koma lima dua) kilometer;
Blok II.IV-7 dengan luas kurang lebih 14,79 ( empat belas koma tujuh Sembilan) kilometer;
Blok II.IV-8 dengan luas kurang lebih 11,26 ( sebelas koma dua enam) kilometer;
Blok II.IV-9 dengan luas kurang lebih 14,78 ( empat belas koma tujuh delapan) kilometer;
Blok II.IV-10 dengan luas kurang lebih 16,17 ( enam belas koma satu tujuh) kilometer.
Sub BWP III.I ( Kelurahan Tegalrejo) sebagaimana dimmaksud dalam Pasal …. Ayat (…) huruf …. Terdiri atas 9 (Sembilan) blok meliputi :
Blok III.I-1 dengan luas kurang lebih 19,86 ( Sembilan belas koma delapan enam) hektar;
Blok III.I-2 dengan luas kurang lebih 5,73 ( lima koma tujuh tiga) hektar;
Blok III.I-3 dengan luas kurang lebih 18,73 ( delapan belas koma tujuh tiga) hektar;
Blok III.I-4 dengan luas kurang lebih 26,44 ( dua puluh enam koma empat empat) hektar;
Blok III.I-5 dengan luas kurang lebih 40,58 ( empat puluh koma lima delapan) hektar;
Blok III.I-6 dengan luas kurang lebih 18,73 ( delapan belas koma tujuh tiga) hektar;
Blok III.I-6 dengan luas kurang lebih 19,73 (sembilan belas koma tujuh tiga) hektar;
blok III.I-7 dengan luas kurang lebih 20,88 (dua puluh koma delapan delapan) hektar;
blok III.I-8 dengan luas kurang lebih 18,66 (delapan belas koma enam enam) hektar; dan
blok III.I-9 dengan luas kurang lebih 17,83 (tujuh belas koma delapan tiga) hektar.
Sub BWP III.II (Kelurahan Ledok) sebagaimana dimaksud dalam Pasal … ayat (…) huruf … terdiri atas 13 (tiga belas) blok meliputi:
blok III.II-1 dengan luas kurang lebih 30,30 (tiga puluh koma tiga nol) hektar;
blok III.II-2 dengan luas kurang lebih 6,39 (enam koma tiga sembilan) hektar;
blok III.II-3 dengan luas kurang lebih 26,25 (dua puluh enam koma dua lima) hektar;
blok III.II-4 dengan luas kurang lebih 12,26 (dua belas koma dua enam) hektar;
blok III.II-5 dengan luas kurang lebih 23,49 (dua puluh tiga koma empat sembilan) hektar;
blok III.II-6 dengan luas kurang lebih 13,91 (tiga belas koma sembilan satu) hektar;
blok III.II-7 dengan luas kurang lebih 8,39 (delapan koma tiga sembilan) hektar;
blok III.II-8 dengan luas kurang lebih 12,57 (dua belas koma lima tujuh) hektar;
blok III.II-9 dengan luas kurang lebih 4,06 (empat koma nol enam) hektar;
blok III.II-10 dengan luas kurang lebih 7,59 (tujuh koma lima sembilan) hektar;
blok III.II-11 dengan luas kurang lebih 26,36 (dua puluh enam koma tiga enam) hektar;
blok III.II-12 dengan luas kurang lebih 13,76 (tiga belas koma tujuh enam) hektar; dan
Sub BWP III.III (Kelurahan Cebongan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal … ayat (…) huruf .. terdiri atas 6 (enam) blok meliputi:
blok III.III-1 dengan luas kurang lebih 51,77 (lima puluh satu koma tujuh tujuh) hektar;
blok III.III-2 dengan luas kurang lebih 8,50 (delapan koma lima nol) hektar;
blok III.III-3 dengan luas kurang lebih 14,43 (empat belas koma empat tiga) hektar;
blok III.III-4 dengan luas kurang lebih 33,98 (tiga puluh tiga koma sembilan delapan) hektar; blok III.III-5 dengan luas kurang lebih 18,82 (delapan belas koma
delapan dua) hektar; dan
blok III.III-6 dengan luas kurang lebih 10,60 (sepuluh koma enam nol) hektar.
Sub BWP III.IV (Kelurahan Noborejo) sebagaimana dimaksud dalam Pasal … ayat (…) huruf … terdiri atas 10 (sepuluh) blok meliputi:
blok III.IV-1 dengan luas kurang lebih 22,72 (dua puluh dua koma tujuh dua) hektar;
blok III.IV-2 dengan luas kurang lebih 73,91 (tujuh puluh tiga koma sembilan satu) hektar;
blok III.IV-3 dengan luas kurang lebih 57,97 (lima puluh tujuh koma sembilan tujuh) hektar; blok III.IV-4 dengan luas kurang lebih 41,73 (empat puluh satu
koma tujuh tiga) hektar;
blok III.IV-5 dengan luas kurang lebih 21,70 (dua puluh satu koma tujuh nol) hektar;
blok III.IV-6 dengan luas kurang lebih 17,75 (tujuh belas koma tujuh lima) hektar;
blok III.IV-7 dengan luas kurang lebih 38,71 (tiga puluh delapan koma tujuh satu) hektar;
blok III.IV-8 dengan luas kurang lebih 22,14 (dua puluh dua koma satu empat) hektar;
blok III.IV-9 dengan luas kurang lebih 18,57 (delapan belas koma lima tujuh) hektar; dan
blok III.IV-10 dengan luas kurang lebih 17,09 (tujuh belas koma nol sembilan) hektar.
Sub BWP III.V (Kelurahan Randuacir) sebagaimana dimaksud dalam Pasal … ayat (…) huruf … terdiri atas 8 (delapan) blok, meliputi:
blok III.V-1 dengan luas kurang lebih 21,60 (dua puluh satu koma enam nol) hektar;
blok III.V-2 dengan luas kurang lebih 49,08 (empat puluh sembilan koma nol delapan) hektar; blok III.V-3 dengan luas kurang lebih 85,74 (delapan puluh
lima koma tujuh empat) hektar; blok III.V-4 dengan luas kurang lebih 79,50 (tujuh puluh sembilan koma lima nol) hektar;
blok III.V-5 dengan luas kurang lebih 66,52 (enam puluh enam koma lima dua) hektar;
blok III.V-6 dengan luas kurang lebih 35,79 (tiga puluh lima koma tujuh sembilan) hektar;
blok III.V-7 dengan luas kurang lebih 16,21 (enam belas koma dua satu) hektar; dan
blok III.V-8 dengan luas kurang lebih 23,16 (dua puluh tiga koma satu enam) hektar.
Sub BWP III.VI (Kelurahan Kumpulrejo) sebagaimana dimaksud dalam Pasal … ayat (…) huruf … terdiri atas 10 (sepuluh) blok meliputi:
blok III.VI-1 dengan luas kurang lebih 92,56 (sembilan puluh dua koma lima enam) hektar;
blok III.VI-2 dengan luas kurang lebih 96,84 (sembilan puluh enam koma delapan empat) hektar;
blok III.VI-3 dengan luas kurang lebih 43,90 (empat puluh tiga koma sembilan nol) hektar;
blok III.VI-4 dengan luas kurang lebih 85,91 (delapan puluh lima koma sembilan satu) hektar; blok III.VI-5 dengan luas kurang lebih 40,19 (empat puluh
koma satu sembilan) hektar;
blok III.VI-6 dengan luas kurang lebih 50,99 (lima puluh koma sembilan sembilan) hektar;
blok III.VI-7 dengan luas kurang lebih 10,21 (sepuluh koma dua satu) hektar;
blok III.VI-8 dengan luas kurang lebih 139,39 (seratus tiga puluh sembilan koma tiga sembilan) hektar;
blok III.VI-9 dengan luas kurang lebih 41,08 (empat puluh satu koma nol delapan) hektar; dan blok III.VI-10 dengan luas kurang lebih 27,98 (dua puluh tujuh
koma sembilan delapan) hektar.
Sub BWP IV.I (Kelurahan Mangunsari) sebagaimana dimaksud dalam Pasal … ayat (…) huruf … terdiri atas 14 (empat belas) blok meliputi:
blok IV.I-1 dengan luas kurang lebih 17,68 (tujuh belas koma enam delapan) hektar;
blok IV.I-2 dengan luas kurang lebih 13,53 (tiga belas koma lima tiga) hektar;
blok IV.I-3 dengan luas kurang lebih 17,97 (tujuh belas koma sembilan tujuh) hektar;
blok IV.I-4 dengan luas kurang lebih 17,84 (tujuh belas koma delapan empat) hektar;
blok IV.I-5 dengan luas kurang lebih 7,39 (tujuh koma tiga sembilan) hektar;
blok IV.I-6 dengan luas kurang lebih 57,89 (lima puluh tujuh koma delapan sembilan) hektar; blok IV.I-7 dengan luas kurang lebih 15,04 (lima belas koma nol
empat) hektar;
blok IV.I-8 dengan luas kurang lebih 44,19 (empat puluh empat koma satu sembilan) hektar; blok IV.I-9 dengan luas kurang lebih 25,21 (dua puluh lima
koma dua satu) hektar;
blok IV.I-10 dengan luas kurang lebih 8,80 (delapan koma delapan nol) hektar;
blok IV.I-11 dengan luas kurang lebih 7,20 (tujuh koma dua nol) hektar;
blok IV.I-12 dengan luas kurang lebih 2,43 (dua koma empat tiga) hektar;
blok IV.I-13 dengan luas kurang lebih 20,63 (dua puluh koma enam tiga) hektar; dan
blok IV.I-14 dengan luas kurang lebih 34,99 (tiga puluh empat koma sembilan sembilan) hektar
Sub BWP IV.II (Kelurahan Dukuh) sebagaimana dimaksud dalam Pasal … ayat (…) huruf … terdiri atas 9 (sembilan) blok meliputi:
blok IV.II-1 dengan luas kurang lebih 78,04 (tujuh puluh delapan koma nol empat) hektar;
blok IV.II-2 dengan luas kurang lebih 41,53 (empat puluh satu koma lima tiga) hektar;
blok IV.II-3 dengan luas kurang lebih 37,33 (tiga puluh tujuh koma tiga tiga) hektar;
blok IV.II-4 dengan luas kurang lebih 78,52 (tujuh puluh delapan koma lima dua) hektar;
blok IV.II-5 dengan luas kurang lebih 28,68 (dua puluh delapan koma enam delapan) hektar; blok IV.II-6 dengan luas kurang lebih 50,93 (lima puluh koma
sembilan tiga) hektar;
blok IV.II-7 dengan luas kurang lebih 18,40 (delapan belas koma empat nol) hektar;
blok IV.II-8 dengan luas kurang lebih 29,74 (dua puluh sembilan koma tujuh empat) hektar; dan blok IV.II-9 dengan luas kurang lebih 13,98 (tiga belas koma
sembilan delapan) hektar.
Sub BWP IV.III (Kelurahan Kecandran) sebagaimana dimaksud dalam Pasal … ayat (…) huruf … terdiri atas 6 (enam) blok, meliputi:
blok IV.III-1 dengan luas kurang lebih 41,64 (empat puluh satu koma enam empat) hektar;
blok IV.III-2 dengan luas kurang lebih 35,00 (tiga puluh lima koma nol nol) hektar;
blok IV.III-3 dengan luas kurang lebih 40,13 (empat puluh koma satu tiga) hektar;
blok IV.III-4 dengan luas kurang lebih 65,63 (enam puluh lima koma enam tiga) hektar;
blok IV.III-5 dengan luas kurang lebih 94,28 (sembilan puluh empat koma dua delapan) hektar; dan
blok IV.III-6 dengan luas kurang lebih 122,54 (seratus dua puluh dua koma lima empat) hektar.
F. DAFTAR PUSTAKA
2. Indah, Destarita.2021. Inventarisasi Guna Lahan di Kota Salatiga. Salatiga : Kantor Pertanahan Kota Salatiga.
3. Indah, Destarita.2021. Monitoring dan Evalusi Pengggunaan Lahan ( Land Use) di Kota Salatiga. Salatiga : Kantor Pertanahan Kota Salatiga
4. Indah, Destarita dan Riana Irawati.2021. Telaah Permen 32 Tahun 2016 tentang Standar Kendali Mutu Perencanaan Pertanahan. Salatiga : Kantor
Pertahahan Kota Salatiga.
WALIKOTA SALATIGA
TENTANG
Menimbang :
a. Bahwa penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang dimaksudkan untuk menciptakan ruang yang aman, serasi dan terpadu sebagai upaya
mewujudkan amanat untuk melindungi segenap bangsa dan memajukan kesejahteraan umum, serta menyeenggarakan Penataan Ruang yang
transparan, efektif, dan partisipatif dalam memenuhi kebutuhan ruang masyarakata yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan termasuk
memenuhi kebutuhan pencegahan dan penanggulangan bencana di daerah;
b. Bahwa berdasarkan ketentuan Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, rencanaa tata ruang wilayah kota ditinjau Kembali 1 (satu) kali dalam setiap periode
5 (lima) tahunan;
c. Bahwa Peraturan Daerah NOmor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2011 sudah tidak sesuai dengan perkembangan,
sehingga perlu diganti;
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Salatiga NOmor
… Tahun 2021 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2021 – 2041.
Mengingat :
1. Pasal 18 ayat (6) Undang – Undang Dasar negara republic Indonesia Tahun 1945;
2. Undang – Undang NOmor 13 Ttagun 1954 tentang Perubahan Undang – Undang Nomor 16 dan Nomor 17 Tahun Tahun 1950 tentang Pembentukan Kota
– Kota Besar dan Kota – Kota Kecil di Jawa ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
NOmor 551);
3. Undang – Undang NOmor 5 Tahun 1960 tentang Pperaturan Dasar Pokok – Pokok Agraria ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor
104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 22043);
4. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi;
5. Undang – Undang NOmor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas;
6. Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara;
7. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
8. Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perenncanaan Pembangunan Nasional;
9. Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
10. Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;
11. Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tembahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4725) sebagaimana telah diubah dalam Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
12. Undang – Undang NOmor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
13. Undang – Undang NOmor 4 Tahun 2009 tentang Minerba;
14. Undang – Undang NOmor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan;
15. Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
16. Undang – Undang NOmor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
17. Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan;
18. Undang – Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan;
19. Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;
20. Undang – Undang NOmor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
21. Undang – Undang NOmor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial;
22. Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234), sebagaimana telah diubah menjadi Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2019
tentang Perubahan atas Undang – Undang NOmor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan ( Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesi Nomor 6398);
23. Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian;
24. Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan;
25. Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – Undang NOmor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja ( lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 NOnor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
26. Undang – Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air;
27. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 190, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Momor 6405) sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 6573);
28. Undang – Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air;
29. Undang – Undang NOmor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 190, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Noor 6405) sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang NOmor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Tahuin 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
30. Peraturan Pemerintah NOmor 40 Tahun 2006 tenytang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;
31. Peraturan Pemerintah NOmor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaiaan Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, dan / atau Hak Atas Tanah;
32. Peraturan Pemerintah Noor 63 Tahun 2020 tentang Hutan Kota;
33. Peraturan Pemerihntah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah;
34. Peraturan Pemerintah NOmor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol;
35. Peraturan Pemerintah NOnor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air MInum;
36. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaaan Undang – Undang Nomor 28 tahun 2002;
37. Peraturan Pemerintrah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan;
38. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;
39. Peraturan Pemerintah NOmor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833), sebagaimana telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017
tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah NOmor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang;
41. Peraturan Pemerintah NOmor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan ALih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
42. Peraturan Pemerintah NOmor 38 Tahun 2011 tentang Sungai;
43. Peraturan Pemerintah Nommor 12 tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
44. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang;
45. Peraturan Pemerintah NOmor 9 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2011;
46. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 tentang SInkronisasi Proses Perencanaan dan Pengganggaran Pembangunan Nasional;
47. Peraturan Pemerintah NOmor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraaan Penataan Ruang (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2021 NOmor 31,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 NOmor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6633);
48. Peraturan Presiden Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional;
49. Peraturan Presiden NOmor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014;
50. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa – Bali;
51. Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden NOmor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan
Proyek Strategis Nasional;
52. Peraturan Presiden NOmor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019;
53. Peraturan Presiden NOmor … Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020 – 2024;
54. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga,
Semarang, dan Purwodadi ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 81);
55. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah NOmor 5 Tahun 2007 tentang Pengendalian Lingkungan HIdup di Provinsi Jawa Tengah;
56. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Provinsi Jawa Tengah;
57. Peraturan daerah Provinsi Jawa Tengah ZNomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2029 ( Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa tengah NOmor 28), sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah NOmor 6 Tahun 2010
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2029 ( Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa tengah NOmor 121); dan
58. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2004
tentang Garis Sempadan.
Dan
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR …. TAHUN 2021 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SALATIGA TAHUN 2021 –
2041
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil
Presidedn dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Provinsi adalah Provinsi Jawa Tengah.
3. Daerah adalah Kota Salatiga.
4. Wali Kota adalah Wali Kota Salatiga.
5. Pemerintah daerah adalah Wali Kota sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga.
7. Perangkat Daerah ada;ah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraaan pemerintah daerah yang terdiri dari secretariat daerah, secretariat
DPRD, dinas daerah, Lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.
8. Pemerintah Daerah Lain adalah Pemerintah Daerah selain Pemerintah Kota Salatiga. Dalam hal ini yang berbatasan langsung dengan Kota Salatiga,
yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang.
9. Batas Daerah adalah batas daerah antar provinsi dan / atau kabupaten / kota.
10. Kawasan Kedungsepur adalah Kawasan regional yang memiliki keterkaitan pengembangan secara ekonomi, sosial, dan / atau budaya dengan cakupan
daerah meliputi Kabupaten Kendal, Kabupaten Semarang, Kabupaten Demak, Kota Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Grobogan.
11. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
12. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
13. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
14. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
15. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan
ruang.
16. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat.
17. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
18. Pengawasan Penataan Ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangkan.
19. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana
tata ruang.
20. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
21. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
22. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
23. Pengaturan zonasi adalah ketentuan tentang persyaratan pemanfaatan ruang sektoral dan ketentuan persyaratan pemanfaatan ruang untuk setiap
blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
24. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap
blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
25. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
26. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
27. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW Kota Salatiga adalah hasill perencanaan tata ruang pada wilayah yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif.
28. Rencana Detail Tata Ruang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kota yang dilengkapi dengan
peraturan zonasi kota.
29. Kondisi Yang Ingin Dicapai dalam 20 tahun ke depan merupakan target dari RPJP yang diturunkan menjadi target RPJMN, RPJPD Provinsi, dan RPJPD
Kota.
30. Kebutuhan Ruang dan Lahan Minimum per Kecamatan merupakan implikasi dari target Rencana Pembangunan yang diwujudkan ke Rencana Tata
Ruang.
31. Tujuan penataan ruang adalah tujuan yang ditetapkan pemerintah yang merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka Panjang kota
pada aspek kerungan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
32. Kebijakan penataan ruang wilayah kota adalah arahan pengembangan wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kota guna mencapai tujuan
penataan ruang wilayah kota dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun.
33. Strategi penataan ruang wilayah kota adalah penjabaran kebijakan penataan ruang ke dalam Langkah – Langkah pencapaian Tindakan yang lebih nyata
yang menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur dan polar uang wilayah kota.
34. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
35. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budi daya.
36. Rencana Struktur Ruang wilayah kota adalah rencana yang mencakup rencana sistem perkotaan wilayah kota dalam wilayah pelayanannya dan jaringan
prasarana wilayah kota yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota selain untuk melayani kegiatan skala kota, meliputi sistem jaringan
transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, dan sistem jaringan lainnya.
37. Rencana Pola Ruang Wilayah Kota adalah rencana distribusi peruntukan ruang wilayah kota yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
budidaya yag dituju sampai dengan masa akhir masa berlakunya RTRW kota yang memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kota hingga 20 (
dua puluh) tahun mendatang.
38. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.
39. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
40. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan.
41. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
42. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
43. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan
sistem agrobisnis.
44. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
45. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti
dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah
yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan paling sedikit 1.000.000 (satu juta) jiwa.
46. Kawasan megapolitan adalah kawasan yang terbentuk dari 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan
membentuk sebuah sistem.
47. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah
ditetapkan sebagai warisan dunia.
48. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
49. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
50. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah Kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional,
atau beberapa provinsi. Dengan kata lain hubungan antar PKN merupakan Inter Regional Linkages. Dengan pendekatan Vertical Cities.
51. Pusat Pelayanan Kota yang selanjutnya disebut PPK adalah pusat pelayanan ekonomi,, sosial dan / atau administrasi yang melayani seluruh wilayah kota
dan / atau regional. Dengan kata lain hubunguan antar PPK disebut Intra Regional Linkages. Dengan Pendekatan Horizontal Cities.
52. Pusat Lingkungan yang selanjutnya disebut PL adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial dan / atau administrasi lingkungan kota. Dengan kata lain
hubungan antar PL bisa dibedakan menjadi kote linear dan kota circular.
53. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan / atau air, serta di atas permukaan air,
keccuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
54. Terminal adalah pangkalan Kendaraan Bermotor Umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan
orang dan / atau barang serta perpindahan moda angkutan.
55. Terminal Penumpang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan menaikkan dan menurunkan penumpang, perpindahan intra dan / atau antar
moda transportasi serta pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum.
56. Terminal Barang adalah tempat untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang , perpindahan intra moda dan antarmoda angkutan barang , konsolidasi
barang / pusat kegiatan logistic, dan . atau tempat parkir mobil / barang.
57. Rest Area adalah tempat beristirahat sejenak untuk melepaskan kelelahan, ataupun kejenuhan.
58. Jalan Tol merupakan jalan umum atau jalan tertutup di mana para penggunanya dikenakan biaya (atau tol) untuk melintasinya sesuai tarif yang
berlaku.
59. Jalan Layang merupakan jalan yang dibangun tidak sebidang melayang menghindari daerah / Kawasan yang selalu menghadapi permasalahan
kemacetan lalu lintas, melewati persilangan kereta api untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas dan efisiensi.
60. Angkutan Umum Massal adalah angkutan umum yang dapat mengangkut penumpang berkapasitas tinggi yang beroperasi serba cepat,nyaman, aman,
terjadwal, dan berfrekuensi tinggi.
61. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
62. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapaisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
63. Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat Kesehatan dan dapat
langsung diminum.
64. Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk tuinja manusia dari lingkungan permukiman.
65. Pintu Air adalah perangkat untuk mengendalikan kedalaman alur pelayaran kapal termasuk pada alur pelayaran pedalaman / sungai serta menuju
lintasan yang lebih tinggi.
66. Villa adalah tempat tinggal sementara yang sekaligus digunakan sebagai tempat liburan dan umumnya terletak di luar daerah yang menawarkan
pemandangan indah, suasana yang sejuk dan berada di pinggiran kota, tepi pantai, area pegunungan, danau, air terjun, dan lain – lain.
67. Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata.
68. Rumah Sakit adalah istitusi pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan Kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
69. Hotel adalah tempat penampungan buat pendatang atau bangunan penyedia pondokan dan makanan untuk umum.
70. Jalan Lingkar adalah jalan yang melingkari pusat kota, yang berfungsi untuk mengalihkan sebagai arus lalu lintas terusan dari pusat kota.
71. Gerbang Tol adalah tempat keluar atau masuk ke dalam jalan tol ( sebagai suatu Kawasan tertutup ruas jalan tol yang dikelilingi pagar pembatas di
sisi kiri dan kanan di sepanjang keseluruhan pada masing – masing penggalan / rute tol.
72. Sumber Mata Air adalah sumber air tanah yang mengalir keluar dari akuifer menuju permukaan tanah yang menjadi sumber air bersih yanhg berguna
untuk keperlian kehidupan manusia.
73. Pasar adalah salah satu dari berbagai sistem, institusi, prosedur, hubungan sosial dan infrastruktur tempat usaha menjual barang, jasa, dann tenaga
kerja untuk orang – orang dengan imbalan uang.
74. Sekolah adalah Lembaga untuk para sisea pengajaran siswa / murid di bawah pengawasan guru.
75. Universitas adalah suatu institusi Pendidikan tinggi dan penelitian, yang memberikan gelar akademis dalam berbagai bidang.
76. Alun – alun merupakan suatu lapangan terbuka yang luas dan berumput yang dikelilingi pleh jalamm dan dapat digunakan untuk kegiatan masyarakat
yang beragam.
77. Taman merupakan areal yang berisikan komponen material keras dan lunak yang saling mendukung satu sama lainnya yang sengaja dibuat olej
manusia dalam kegunaannya sebagai tempat penyegar dalam dan luar ruangan.
78. Rumah Makan Atau Restoran adalah istilah umum untuk menyebut usaha gastronomi yang menyajikan hidangan kepada masyarakat dan
menyediakan tempat untuk menikmati hidangan tersebut serta menetapkan tarif tertentu untuk makanan dan pelayanannya.
79. Grosir atau pendistribusian diartikan sebagai penjualan barang atau merchandise kepada pengecer, pengguna bisnis industri, komersial, institusi atau
professional, atau kepada penggrosir lainnya dan jasa terkait.
80. Sawah ialah sebuah ladang tertutup ait yang digunakan untuk menanam padi.
81. Kali atau sungai adalah tempat – tempat atau wadah – wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan
kiringa serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.
82. Wilayah Sungai yang selanjutnya disebut WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan / atau
pulau – pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
83. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak – anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas
di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
84. Bumi Perkemahan adalah tempat di alam terbuka, dimana para pemakai mendirikan kemah – kemah untuk jkeperluan bermalam dan melakukan
kegiatan sesuai dengan motivasinya.
85. Kolam Renang adalah suatu kontruksi buatan yang dirancang untuk diisi dengan air dan digunakan untuk berenang, menyelam, atau aktivitas lainnya.
86. Gereja adalah suatu perkumpulan atau Lembaga dari penganut iman Kristiani.
87. Kuil adalah strukyur yang digunakan untuk aktivitas keagamaan atau spiritual.
88. Vihara adalah pondok, tempat tinggal, tempat penginapan bhikkhu / bhikkhuni.
89. Masjid adalah rumah tempat ibadah umat islam atau muslim.
90. Musala adalah ruangan, tenpat atau rumah kecil menyerupai masjid yang digunakan sebagai tempat salat dan mengaji bagi umat Islam.
91. Gua adalah sebuah lubang alami di tanah yang cukup besar dan dalam.
92. Hutan adalah suatu tempat yang dihuni oleh berbagai macam jenis tumbuhan yang lebat.
93. Pesantren adalah sebuah Lembaga Pendidikan islam tradisional yang para siswanya tinggal Bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih
dikenal dengan sebutan kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri.
94. Desa Wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan
masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.
95. Kafe adalah jenis restoran yang biasanya menyajikan kopi dan the, selain minuman ringam seperti makanan yang dipanggang atau makanan ringan.
96. Rumah Duka merupakan rumah atau tempat yang digunakan untuk menyemayamkan jenazah baik sebelum dikremasi atau dikubur.
97. Taman Kota adalah taman yang berada di lingkungan perkotaan dalam skala yang luas dan dapat mengantisipasi dampak – dampak ynag ditimbulkan
oleh perkembangan kota dan dapat dinikmati oleh seluruh warga kota.
98. Gudang adalah sebuah ruangan yang digunakan untuk menyimpan berbagai macam barang.
99. Kantor adalah sebutan untuk tempat yang digunakan untuk perniagaan atau perusahaan yang dijalankan secara rutin.
100. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum adlah tempat di mana kendaraan bermotor bisa memperoleh bahan bakar.
101. Perumahan adalah sekelompok rumah atau bangunan lainnya yang dibangun bersamaan sebagai sebuah pengembangan tunggal.
102. House adalah rumah pribadi yang telah dikonversi untuk penggunaan eksklusif akomodasi tamu.
103. Toko atau kedai adalah sebuah tempat tertutup yang di dalamnya terjadi kegiatan perdagangan dengan jenis benda atau barang yang khusus.
104. Wisma merupakan bangunan untuk tempat tinggal, kantor atau kumpulan rumah, kompleks perumahan, permukiman yang diperuntukkan untuk
menunjang urusan atau kegiatan pada bidang tertentu.
105. Stadion adalah sebuah bangunan yang umumnya digunakan untuk menyelenggarakan acara olahraga, di mana di dalamnya terdapat lapangan
atau pentas yang dikelilingi tempat berdiri atau dudu bagi penonton.
106. Warung adalah usaha kecil, toko kecil, atau restoran sederhana.
107. Danau adalah sejumlah air (tawar atau asin) yang terakumulasi di suatu tempat yang cukup luas, yang dapat terjadi karena mencairnya gletser,
aliran sungai atau karena adanya mata air.
108. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut PusKesMas adalah fasilitas pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan upaya Kesehatan
masyarakat dan upaya Kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotive dan preventif, untuk mencapai
derajat Kesehatan masyarakat yang setinggi – tingginya.
109. Air Terjun adalah formasi geologi dari arur air yang me galir melalui suatu formasi bebatuan yang mengalami erosi dan jatuh ke bawah dari
ketinggian.
110. Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama.
111. Resort adalah tempat menginap yang memiliki fasilitas khusus untuk bersantai dan berolahraga seperti tenis, golf, tracking, dan jogging.
112. Pabrik adalah suatu bangunan industri besar dimana para pekerrja mengolah benda atau mengawasi pemrosesan mesin dari suatu produk menjadi
produk lain, sehingga mendapatkan nilai tambah.
113. Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan pemeliharaan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut.
114. Kost adalah sebuah jasa yang menawarkan sebuah kamar atau tempat untuk ditnggali dengan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode
tertentu.
115. Gedung Olahraga adalah suatu bangunan Gedung yang digunakan berbagai kegiatan olahraga yang biasa dilakukan dalam ruangan tertutup.
116. Lapangan adalah sebagai suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai suatu pelataran yang berfiungsi sebagai tempat dilangsungkannya
aktivitas olahraga.
117. Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian.
118. Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan suatu kesatuan dan diperlukan untuj pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan,
pengambilan, pembagian pemberian dan penggunaannya.
119. Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satu jaringan irigasi.
120. Telekomunikasi adalah Teknik pengiriman atau penyampaian informasi jarak jauh, dari suatu tempat ke tempat lain. Informasi tersebut bisa berupa
tulisan,gambar, ataupun objek lainnya.
121. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam melakukan aktivitas telekomunikasi.
122. Jaringan bergerak teristrial adalah penyelenggaraan jaringan yang melayani pelanggan bergerak tertentu meliputi antara lain jasa radio truncking dan
jasa radio panggil untuk umum.
123. Jaringan bergerak seluler adalah jaringan yang melayanin telekomunikasi bergerak dengan teknologi selluler di permukaan bumi.
124. Jaringan bergerak satelit adalah jaringan yang melayani telekomunikasi bergerak satelit.
125. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disebut TPS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan
dan / atau tempat pengolahan sampah terpadu.
126. Tempat Pengolahan Sampah 3 R ( reduce, reuse, recycle) yang selanjutnya disebut TPS 3R adalah sistem pengolahan sampah dengan inovasi teknologi
mesin pencacah sampah dan pengayak kompos yang lebih efektif dan efisien.
127. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu yang selanjutnya disebut TPST yaitu tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan
ulang, pendauran ulangan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
128. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjurnya disebut TPA adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara
aman bagi manusia dan lingkungan.
129. Instalasi Pengolahan Air Limbah yang selanjutnya disebut IPAL adalah sistem yang berfungsi untuk mengolah air limbah yang dikumpulkan melalui
sistem perpipaan.
130. Prasarana drainase adalah lengkungan atau saluran air permukaan atau di bawah tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh
manusia, yang berfungsi menyalurkan kelebihan air dari suatu Kawasan ke badan air penerima.
131. Saluran drainase adalah bangunan pelengkap yang merupakan bangunan yang ikut mengatur dan mengendalikan sistem aliran air hujan agar aman
dan mudah melewati jalan, belokan, daerah curam. Bangunan tersebut seperti gorong – gorong, pertemuan saluran, bangunan terjunan , jembatan tali
– tali air, pompa, dan pintu air.
132. Kawasan peruntukan lindung yang sebelumnya disebut Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
133. Kawasan peruntukan budidaya yang sebelumnya disebut Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama dengan
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
134. Garis sempadan sungai adalah garius maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai.
135. Waterfront City adalah konsep pembangunan kota dimana mengedepankan revitalisasi sungai, sehingga mengurangi aktivitas negative di sungai,
juga potensial untuk dijadikan objek wisata sungai.
136. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area memanjang / jalur dan / atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
rebuka, tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
137. Ruang Terbuka Non Hijau yang selanjutnya disebut RTNH adalah ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH,
berupa lahan yang diperkeras atau yang berupa badan air, maupun kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat ditumbuhi tanaman atau berpori.
138. Kawasan cagar budaya adalah satuan ruang geografis yang memliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan / atau
memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
139. Kawasan pertanian adalah Kawasan yang dimanfaatkan untuk pengembangan kegiatan pertanian baik tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
dan peternakan.
140. Kawasan Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budidaya pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan / atau hamparan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi
utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.
141. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tata
guna tanah yang ditetapkan sesuai denggan ketentuan peraturan perundang – undangan.
142. Kawasan pariwisata adalah Kawasan yang dimanfaatkan untuk pengembangan kegiatan pariwisata bai kalam, buatan, maupun budaya beserta
fasilitas pendukungnya.
143. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkukngan hidup di luar Kawasan lindung, baik berupa Kawasan perkotaan maupun perdesaaan, yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
144. Kawasan perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan
prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
145. Food estate merupakan pendekatan pengembangan wilayah dimana mengutamakan atau memperbesar luasan lahan pertanian di Kawasan
permukiman.
146. Holding Zone merupakan kebijakan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dimana untuk provinsi / kabupaten / kota yang megajukan
perubahan luasan Kawasan non hutan harus menunggu persetujuan atau bila tidak disetujui menjadi area dengan fungsi tetap sebagaimana kondisi
eksisting.
147. Enclave merupakan kebijakan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat maupun Kementerian Pertahanan dimana untuk wilayah
dengan fungsi strategis tertentu, dalam hal ini Pertahanan dan Keamanan, penggambarannya disetujui sepenuhnya dan bersifat rahasia.
148. Kawasan Pendidikan adalah Kawasan yang dimanfaatkan untuk pengembangan sarana Pendidikan beserta fasilitas pendukungnya.
149. Kawasan Kesehatan adalah Kawasan yang dimanfaatkan untuk pengembangan sarana Kesehatan beserta fasilitas pendukungnya.
150. Kawasan Pertambangan adalah Kawasan yang diperuntukkan bagi Kawasan pertambangan yang secara ekonomis mempunya potensi bahan
tambang.
151. Kawasan rawan bencana gunung api adalah Kawasan yang pernah terlanda atau diidentifikasikan berpotensi terancam bahaya letusan baik – baik
secara langsung maupun tidak langsung.
152. Wilayah rawan bencana alam adalah suatu Kawasan di permukaan bumi yang rawan bencana alam akibat proses alam maupun nonalam.
153. Kerawanan bencana adalah tingkat kemmungkinan suatu objek bencana untuk mengalami gangguan akilbat bencana alam.
154. Kawasan olahraga adalah Kawasan yang dimanfaatkan untuk pengembangan sarana olahraga baik dalam bentuk terbuka maupun tertutup beserta
fasilitas pendukungnya.
155. Kawasan peribadatan adalah Kawasan yang dimanfaatkan untuk pengembangan sarana ibadah dengan hierarki dan skala pelayanan beserta fasilitas
pendukungnya.
156. Kawasan transportasi adalah Kawasan yang dimanfaatkan untuk pengembangan fungsi transportasi dalam upaya untuk mendukung kebijakan
pengembangan sistem transportaso beserta fasilitas pendukungnya.
157. Kawasan perkantoran adalah Kawasan yang dimanfaatkan untuk pengembangan kegiatan pelayanan pemerintahan dan non pemerintahan beserta
fasilitas pendukungnya.
158. Kawasan perdagangan dan jasa adalah Kawasan yang dimanfaatkan untuk pengembangan kegiatan usaha yang bersifat komersial beserta fasilitas
pendukungnya.
159. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan / atau ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk dipertahankan keberadaannya sebagai
hutan tetap.
160. Sektor informal yang dimaksud adalah Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disebut PKL adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan
dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kotaa, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan, dan
bangunan milik pemerintah dan / atau sasta yang bersifat sementara / tidak menetap.
161. Kawasan pertahanan dan keamanan adalah Kawasan yang dimanfaatkan untuk pengembangan kegiatan pertahanan dan keamanan beserta fasilitas
pendukungnya.
162. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang –
undang untuk melakukan penyidikan.
163. Penyidikan adalah serangkaian Tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang – undag ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadia dan guna menemukan tersanagkanya.
164. Aparatur Sipil Negara adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.
165. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang
– undang yang menjadi dasar hukumnya masing – masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
166. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat KKPR adalah kesesuaian antara rencana kegiatan Pemanfaatan Ruanng dengan
Rencana Tata Ruang.
167. Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang
dengan RDTR.
168. Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang
dengan RTR selain RDTR.
169. Rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfatan ruang adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian rencana kegiatan pemanfaatan ruang uyang
didasaekan pada kebijakan nasional yang bersifat strategis dan belum diatur dalam RTR dengan mempertimbangkan asas dan tujuan
penyelenggaraan penataan ruang.
170. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
171. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan
nonpemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.
172. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang penataan ruang.
173. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
174. Forum Penataan Ruang Daerah adalah wadah di tingkat daerah yang bertugas untuk membantu Pemerintah Daerah dengan memberikan
pertimbangan dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang.
175. Konsultasi Publik adalah partisipasi aktif masyarakat untuk mendapatkan masukan, tanggapan, atau saran perbaikan dalam penyusunan RTR.
176. Badan Bank Tanah yang selanjutnya disebut Bank Tanah adalah badan khusus yang merupakan badan hukum Indonesia yang dibentuk oleh
Pemerintah Pusat yang diberi kewenangan khusus untuk mengelola tanah.
177. Pelaku Usaha adalah orang perorangan atau badan usaha mikro dan usaha kecil sebagaimana dimaksiud dalam Undang – Undang tentang Usaha
MIkro, Kecil dan Menengah.
178. Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Online Single Submission yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah Lembaga pemerintah non
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal.
179. Perizinan berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuj memulai dan menjalankan usaha dan / atau kegiatannya.
180. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah Perizinan Berusahas yang
diterbitkan oleh Lembaga OSS untukk dan atas nama Menteri, pimpinan Lembaga, gubernur, atau bupati / wali kota kepada Pelaku Usaha melalui
sistem elektronik yang terintegrasi.
181. Hari adalah hari kerja.
Muatan
Muatan RTRW Kota Salatiga meliputi :
a. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang;
b. Kondisi Salatiga yang ingin dicapai 20 tahun mendatang (isu strategis, tinjauan literatur, analisis data dan kesesuaian dengan teori, dan rekomendasi
kebijakan;
c. Analisis kebutuhan ruang minimal dan kebutuhan lahan minimal per tipologi bangunan;
d. Analisis kebutuhan RTH ( baik ruang terbuka hijau public dan privat);
e. Analisis kemampuan pendanaan untuk implementasi pembangunan dan penataan agrarian;
f. Penetapan Kawasan Strategis Kota, baik berupa Kawasan Perkotaan ( Wilayah Pengembangan Strategis Kota) dan Kawasan Perdesaan ( Kawasan
Budidaya Strategis Kota);
g. Amanat dari Rencana Tata Ruang di atasnya ( RTRWN, RTR Pulau Jawa – Bali, RTRW Provinsi Jawa Tengah, dan RTR KSN Kedungsepur);
h. Hasil evaluasi dan sinkronisasi RTRW Kota Salatiga dengan RPJMD Kota Salatiga;
i. Perubahan atau revisi Peraturan perundang-undangan di atasnya ( UU Cipta Kerja dan PP Penyelenggaraan Penataan Ruang);
j. Konsep dan Pendekatan dalam perencanaan struktur ruang dan polar uang;
k. Telaah komoditas unggulan dalam penyiapan scenario pendapatan daerah dan penyediaan fasilitas umum untuk orang perorangan dan warga /
masyarakat;
l. Rencana Struktur Ruang;
m. Rencana Pola Ruang;
n. Arahan Pemanfaatan Ruang;
o. Pengendalian Pemanfaatan Ruang;
p. Indikasi Program Daerah;
q. Ketentuan Peralihan; dan
r. Ketentuan Penutup.
RTRW Kota Salatiga meliputi seluruh wilayah administrasi daerah dengan luas kurang lebih 5.498 (lima ribu empat ratus Sembilan puluh delapan) hektar
dengan letak geografis terletak pada 007.17’.00” dan 007.17’23” Lintang Selatan dan antara 110.27’56,81” dan 110.23’4.64” Bujur Timur, dengan batas
administrasi meliputi :
Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pabelan dan Kecamatan Tuntang di Kabupaten Semarang;
Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Pabelan dan Kecamatan Tengaran di Kabupaten Semarang;
Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Getasan dan Kecamatan Tengaran di Kabupaten Semarang;
Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tuntang dan Kecamatan Getasan di Kabupaten Semarang.
Penulis Yohanes Enggar Harususilo | Editor Yohanes Enggar Harususilo KOMPAS.com - Kebudayaan dipandang menjadi kunci masa yang berdampak
luas bagi masa depan Indonesia dalam menghadapi tantangan revolusi industri 4.0. "Kebudayaan menjadi kunci masa depan yang memiliki dampak
luas, termasuk dampak ekonomi. Dan budaya bisa menjadi nilai sumber kehidupan, membangun integritas moral yang berbasis nilai budaya,"
ujar Gubernur Bali I Wayan Koster saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Kebudayaan di Bali (18/12/2019). I Wayan Koster meyakini jika
kebudayaan akan menjadi penentu masa depan Indonesia dalam menghadapi arus global revolusi industri 4.0. Kebudayaan juga dinilai sebagai salah
satu elemen dasar dimiliki Indonesia, bilamana dikelola dengan tata yang baik menjadi penentu masa depan. Namun sayangnya, ia melihat kekayaan
kebudayaan Indonesia masih belum dikelola secara serius.
Pemerintah Fokus Bangun 19 Kawasan Industri Prioritas Kompas.com - 19/12/2019, 19:34 WIB . Dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi
nasional, pemerintah gencar meningkatkan investasi di sektor industri. Hal ini direalisasikan lewat pembangunaan kawasan industri. Hal tersebut
disampaikan oleh Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasismita pada acara Temu Dialog Pengembangan Industri Prioritas di
Jakarta, Selasa (10/12/2019). Saat ini, terdapat 103 kawasan industri yang telah beroperasi dengan cakupan wilayah seluas 55.000 hektare. Sebanyak
58 di antaranya berada di Pulau Jawa, sisanya tersebar di Pulau Sumatera (33 kawasan industri), Kalimantan (8), dan Sulawesi (4). “Terdapat 15
kawasan industri yang masih dalam proses konstruksi dan 10 kawasan industri pada tahap perencanaan,” ujarnya. Agus menuturkan langkah tersebut
diambil sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo kepadanya untuk menciptakan atau mengembangkan kawasan industri di seluruh wilayah
Indonesia. “Sejak tahun 2014, ada peningkatan hingga 20 kawasan industri atau sebesar 28,15 persen,” ungkapnya. Melihat kawasan industri yang
masih terpusat di Pulau Jawa, pemerintah berupaya untuk mengembangkan kawasan-kawasan industri baru di luar Jawa.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan email Hal tersebut adalah upaya pemerintah untuk mendorong pemerataan
ekonomi yang inklusif dan mewujudkan Indonesia sentris. Pemerintah berencana untuk memfokuskan kawasan industri di Pulau Jawa untuk
pengembangan industri teknologi tinggi, industri padat karya, dan industri dengan konsumsi air rendah. Sementara itu, kawasan industri di luar Jawa
akan dititikberatkan pada industri berbasis sumber daya alam dan peningkatan efisiensi sistem logistik. Selain itu, pengembangan kawasan industri
ini juga diharapkan dapat mendorong terciptanya pusat ekonomi baru. Agus mengungkapkan pengembangan pusat-pusat ekonomi baru ini perlu
terintegrasi dengan pengembangan perwilayahan, termasuk pembangunan infrastruktur. “Sehingga dapat memberi efek positif yang maksimal dalam
pengembangan ekonomi wilayah,” ujarnya. Kawasan Industri Prioritas dalam RPJMN 2020-2024 Komitmen pemerintah untuk membangun sejumlah
kawasan industri prioritas di luar Jawa tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Upaya tersebut,
menurut Agus, telah dilakukan sejak periode sebelumnya.
Pada RPJMN 2015-2019, pemerintah mendorong pembangunan 14 kawasan industri prioritas di luar Jawa. “Artinya dalam lima tahun ke depan,
pemerintah konsisten untuk terus mendorong pengembangan industri di luar Pulau Jawa,” tambahnya. Pada RPJMN 2020-2024, pemerintah
mengusulkan 19 kawasan industri prioritas di luar Jawa. Ke-19 kawasan industri itu meliputi Kawasan Industri Sei Mangkei (Simalungun, Sumatera
Utara), Kawasan Industri Kuala Tanjung (Batubara, Sumatera Utara), Kawasan Industri Galang Batang (Bintan, Kepulauan Riau), Kawasan Industri
Bintan (Bintan, Kepulauan Riau), dan Kawasan Industri Kemingking (Muaro Jambi, Jambi). Kemudian Kawasan Industri Tanjung Enim (Muara Enim,
Sumatera Selatan), Kawasan Industri Pesawaran (Pesawaran, Lampung), Kawasan Industri Way Pisang (Way Pisang, Lampung), Kawasan Industri Sadai
(Bangka Selatan, Bangka Belitung), Kawasan Industri Ketapang (Ketapang, Kalimantan Barat), dan Kawasan Industri Surya Borneo (Kotawaringin Barat,
Kalimantan Tengah). Berikutnya, Kawasan Industri Buluminung (Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur), Kawasan Industri Tanah Kuning (Bulungan,
Kalimantan Utara), Kawasan Industri Batulicin (Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan), Kawasan Industri Jorong (Tanah Laut, Kalimantan Selatan), dan
Kawasan Industri Bangkalan (Madura, Jawa Timur). Selanjutnya, Kawasan Industri Weda Bay (Halmahera Tengah, Maluku Utara), Kawasan Industri
Palu (Palu, Sulawesi Tengah), dan Kawasan Industri Bintuni (Teluk Bintuni, Papua Barat). Agus mengutarakan pengembangan kawasan industri
prioritas tahun 2020-2024 ini difokuskan pada industri berbasis agro, minyak dan gas bumi, logam dan batubara serta industri teknologi tinggi dan
aerospace.
Pada RPJMN 2015-2019, pemerintah mendorong pembangunan 14 kawasan industri prioritas di luar Jawa. “Artinya dalam lima tahun ke depan,
pemerintah konsisten untuk terus mendorong pengembangan industri di luar Pulau Jawa,” tambahnya. Pada RPJMN 2020-2024, pemerintah
mengusulkan 19 kawasan industri prioritas di luar Jawa. Ke-19 kawasan industri itu meliputi Kawasan Industri Sei Mangkei (Simalungun, Sumatera
Utara), Kawasan Industri Kuala Tanjung (Batubara, Sumatera Utara), Kawasan Industri Galang Batang (Bintan, Kepulauan Riau), Kawasan Industri
Bintan (Bintan, Kepulauan Riau), dan Kawasan Industri Kemingking (Muaro Jambi, Jambi). Kemudian Kawasan Industri Tanjung Enim (Muara Enim,
Sumatera Selatan), Kawasan Industri Pesawaran (Pesawaran, Lampung), Kawasan Industri Way Pisang (Way Pisang, Lampung), Kawasan Industri Sadai
(Bangka Selatan, Bangka Belitung), Kawasan Industri Ketapang (Ketapang, Kalimantan Barat), dan Kawasan Industri Surya Borneo (Kotawaringin Barat,
Kalimantan Tengah). Berikutnya, Kawasan Industri Buluminung (Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur), Kawasan Industri Tanah Kuning (Bulungan,
Kalimantan Utara), Kawasan Industri Batulicin (Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan), Kawasan Industri Jorong (Tanah Laut, Kalimantan Selatan), dan
Kawasan Industri Bangkalan (Madura, Jawa Timur). Selanjutnya, Kawasan Industri Weda Bay (Halmahera Tengah, Maluku Utara), Kawasan Industri
Palu (Palu, Sulawesi Tengah), dan Kawasan Industri Bintuni (Teluk Bintuni, Papua Barat). Agus mengutarakan pengembangan kawasan industri
prioritas tahun 2020-2024 ini difokuskan pada industri berbasis agro, minyak dan gas bumi, logam dan batubara serta industri teknologi tinggi dan
aerospace.
Modal memungkinkan pekerja mendapatkan izin untuk mengeola dan memproses materi menjadi produk. Baca juga: Cita-cita Jokowi: Jadikan
Indonesia Pusat Industri Mobil Listrik Dunia 4. Teknologi Teknologi adalah ilmu pengetahuan terapan untuk penggunaan industri maupun komersil.
Ribuan penemuan pada abad ke-19 membantu mekanisasi dan memperbaiki proses manufaktur. Penemuan-penemuan tersebut membuat lebih
efisien dan meningkatkan produktivitas. 5. Koneksi Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan email Koneksi adalah elemen
kunci dalam perkembangan industrial. Transportasi menghubungan antara materi mentah, produsen dan konsumen. Koneksi adalah infrastruktur
yang merupakan kombinasi jaringan transportasi dan komunikasi. Koneksi adalah pondasi dan bingkai pertumbuhan ekonomi. Baca juga: Dorong
Daya Saing UMKM di Era Industri 4.0, Ini Langkah Pemerintah Halaman Selanjutnya Karakteristik IndustrialisasiIndustrialisasi adalah proses
transformasi…
Karakteristik Industrialisasi Industrialisasi adalah proses transformasi ekonomi dari pertanian menjadi berbasis pada produksi barang. Kerja manual
individu sering digantikan oleh produksi massal mekanis dan pengrajin diganti oleh jalur perakitan. Dikutip dari Investopedia, berikut ini adalah
karakteristik atau ciri-ciri industrialisasi: Pertumbuhan ekonomi meliputi peningkatan total pendapatan dan standar hidup dalam masyarakat.
Pembagian kerja yang lebih efisien. Penggunaan inovasi teknologi untuk memecahkan masalah dari ketergantungan pada kondisi di luar kendali
manusia. Baca juga: Industri Fashion Penyumbang Devisa Terbesar Ketiga di Indonesia, Capai Rp 122 T Menurut PK O'Brien, proses industrialisasi
ditandai dengan: Perubahan teknologi dan organisasi yang mengarah ke tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Peningkatan standar hidup.
Pertumbuhan penduduk. Urbanisasi. Perubahan budaya. Pergeseran keseimbangan di antara negara-negara. Proses industrialisasi Esensi proses
industrialisasi pada masyarakat kapitalis dan juga masyarakat yang didominasi negara dengan perencanaan pusat (seperti bekas Uni Soviet) memiliki
kesamaan. Berikut ini bagaimana proses industrialisasi terjadi menurut R Biernacki: Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan
email Awalnya industrialisasi ditandai dengan transfer besar-besaran tenaga kerja dari pertanian dan ke pabrik-pabrik yang memiliki konsentrasi
peralatan modal. Peningkatan produktivitas tenaga kerja yang dikhususkan untuk manufaktur menjadi seimbang dengan peningkatan permintaan
barang. Lapangan kerja di sektor jasa meningkat lebih cepat daripada manufaktur setelah awal industrialisasi.
Terjadi fluktuasi Pendapatan Domestik Bruto di Indonesia pada kurun waktu 2015 sampai dengan 2018. Titik tertinggi pada 2015 adalah sebesar 4,33
% dan titik terendah pada 2016 yaitu 4,26 %. Sedangkan pada 2016 – 2017 meningkat 3 % dan pada 2017 – 2018 mengalami penurunan 0,02 %.
Sebagaimana dikemukakan oleh …. pada…. ( ), menunjukkan bahwa modal tenaga kerja sebagai salah satu faktor penting dalam pembentukan PDB.
Yang dimaksud sini PDB yang diukur berdasarkan nilai tambah. Pada tabel di bawah kita dapat mengetahui bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor
industri pada tahun 2015 – 2018 terbanyak pada Industri Makanan, Kayu, diikuti oleh Industri Pakaian Jadi dan Tekstil sebesar masing – masing : 2,89
% – 3,68 % ; 1,22 % – 1,37 % ; 1,89 % - 2,04 % ; dan 1,09 % - 1,11 %. Dilain pihak, dari sisi nilai jual , keluaran dari industri sebagaimana dilihat dari
tabel 1.3 terkait dengan Indeks Harga Perdagangan Besar pada tahun 2016 - 2018, terlihat bahwa harga bahan baku, barang konsumsi dan barang
modal untuk sektor industri selalu berada di peringkat ke-2 setelah pertanian dan lebih tinggi dari pertambangan. Dengan rincian sebagai berikut :
122,54; 129,36;132,21 untuk bahan baku pertambangan. Lebih tinggi adalah bahan baku industri sebesar 136,57; 141,66; dan 142,74. Teringgi 138,82;
143,58; 144,78 tercatat dari bahan baku sektor pertanian. 170,78; 170,25;173,91 untuk barang konsumsi pertambangan. Lebih tinggi adalah barang
konsumsi industri sebesar 148,36; 152,81; dan 154,91. Teringgi 523,47; 524,13; 526,19 tercatat dari barang konsumsi sektor pertanian. 93,07;
104,36;106,73 untuk barang modal pertambangan. Lebih tinggi adalah barang modal industri sebesar 118,93; Wilayah Laju Pertumbuhan PDB Industri
Manufaktur 2015 2016 2017 2018 Indonesia 4.33 4.26 4.29 4.27 3 Direktorat Perencanaan Tata Ruang.2019 123766; dan 1125174. Teringgi 205,91;
179,33; 154,57 tercatat dari barang modal sektor pertanian
Sumber daya air
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sumber daya air adalah sumber daya berupa air yang berguna atau potensial bagi manusia. Kegunaan air meliputi penggunaan di
bidang pertanian, industri, rumah tangga, rekreasi, dan aktivitas lingkungan. Sangat jelas terlihat bahwa seluruh manusia
membutuhkan air tawar.
97% air di bumi adalah air asin, dan hanya 3% berupa air tawar yang lebih dari 2 per tiga bagiannya berada dalam bentuk es
di glasier dan es kutub. Air tawar yang tidak membeku dapat ditemukan terutama di dalam tanah berupa air tanah, dan hanya
sebagian kecil berada di atas permukaan tanah dan di udara.
Air tawar adalah sumber daya terbarukan, meski suplai air bersih terus berkurang. Permintaan air telah melebihi suplai di beberapa
bagian di dunia dan populasi dunia terus meningkat yang mengakibatkan peningkatan permintaan terhadap air bersih. Perhatian
terhadap kepentingan global dalam mempertahankan air untuk pelayanan ekosistem telah bermunculan, terutama sejak dunia
telah kehilangan lebih dari setengah lahan basah bersama dengan nilai pelayanan ekosistemnya. Ekosistem air tawar yang
tinggi biodiversitasnya saat ini terus berkurang lebih cepat dibandingkan dengan ekosistem laut ataupun darat.
Es yang membeku di kutub dan glasier berpotensi untuk dijadikan sumber air tawar karena dua per tiga air tawar dunia berada
dalam bentuk es. Beberapa skema telah diajukan untuk menjadikan gunung es di kutub sebagai sumber air, tetapi hingga saat ini
hal itu hanya sekadar rencana. Aliran glasier saat ini dikatakan sebagai salah satu perairan permukaan.
Himalaya, "Atap Dunia" mengandung glasier dan es dalam jumlah besar di luar wilayah kutub, dan menjadi sumber dari sepuluh
sungai besar di Asia yang menghidupi miliaran manusia. Masalah yang terjadi saat ini adalah peningkatan temperatur dunia yang
cukup cepat, Nepal saat ini mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,6 derajat Celcius sejak sepuluh tahun lalu, sementara
dunia mengalami peningkatan sebesar 0,7 sejak ratusan tahun yang lalu.
Diperkirakan 15% penggunaan air di seluruh dunia adalah di rumah tangga. Hal ini meliputi air minum, mandi, memasak, sanitasi,
dan berkebun. Kebutuhan minimum air yang dibutuhkan dalam rumah tangga menurut Peter Gleick adalah sekitar 50 liter per
individu per hari, belum termasuk kebutuhan berkebun. Air minum haruslah air yang berkualitas tinggi sehingga dapat langsung
dikonsumsi tanpa risiko bahaya. Di sebagian besar negara-negara berkembang, air yang disuplai untuk rumah tangga dan industri
adalah air minum standar meski dalam proporsi yang sangat kecil digunakan untuk dikonsumsi langsung atau pengolahan
makanan.
Rekreasi[sunting | sunting sumber]
Penggunaan air untuk rekreasi biasanya sangatlah kecil, namun terus berkembang. Air yang digunakan untuk rekreasi biasanya
berupa air yang ditampung dalam bentuk reservoir, dan jika air yang ditampung melebihi jumlah yang biasa ditampung dalam
reservoir tersebut, maka kelebihannya dikatakan digunakan untuk kebutuhan rekreasional. Pelepasan sejumlah air dari reservoir
untuk kebutuhan arung jeram atau kegiatan sejenis juga disebut sebagai kebutuhan rekreasional. Hal lainnya misalnya air yang
ditampung dalam reservoir buatan (misalnya kolam renang).
Penggunaan rekreasional umumnya non-konsumtif, karena air yang dilepaskan dapat digunakan kembali. Pengecualian terdapat
pada penggunaan air di lapangan golf, yang umumnya sering menggunakan air dalam jumlah berlebihan terutama di daerah
kering. Namun masih belum jelas apakah penggunaan ini dikategorikan sebagai penggunaan rekreasional atau irigasi, tetapi tetap
memberikan efek yang cukup besar bagi sumber daya air setempat.
Sebagai tambahan, penggunaan rekreasional mungkin akan mengurangi ketersediaan air bagi kebutuhan lainnya di suatu tempat
pada suatu waktu tertentu.
Lingkungan dan ekologi[sunting | sunting sumber]
Penggunaan bagi lingkungan dan ekologi secara eksplisit juga sangat kecil namun terus berkembang. Penggunaan air untuk
lingkungan dan ekologi meliputi lahan basah buatan, danau buatan yang ditujukan untuk habitat alam liar, konservasi satwa ikan,
dan pelepasan air dari reservoir untuk membantu ikan bertelur.
Seperti penggunaan untuk rekreasi, penggunaan untuk lingkungan dan ekologi juga termasuk penggunaan non konsumtif, namun
juga mengurangi ketersediaan air untuk kebutuhan lainnya di suatu tempat pada suatu waktu tertentu.
• Mengurangi hingga setengah dari jumlah rakyat yang tidak mampu mendapatkan air minum yang aman pada tahun
2015. Global Water Supply and Sanitation Assessment 2000 Report (GWSSAR) mendefinisikan bahwa setiap orang
harus mendapatkan akses sebesar 20 liter per harinya dari sumber sejauh maksimal satu kilometer dari tempat
tinggalnya.
• Mengurangi hingga setengahnya jumlah rakyat yang tidak memiliki akses ke sanitasi dasar. GWSSAR mendefinisikan
sanitasi dasar sebagai sistem pembuangan pribadi atau berbagi namun bukan milik umum yang memisahkan limbah
dari kontak dengan manusia.
Pada tahun 2025, kelangkaan air akan lebih terlihat di negara miskin di mana sumber daya terbatas dan perkembangan populasi
meningkat, seperti di Afrika, Timur Tengah, dan beberapa bagian di Asia. Pada tahun 2025, area urbanisasi yang besar akan
membutuhkan banyak infrastruktur baru untuk menyediakan air yang aman dan sanitasi yang pantas. Hal ini diperkirakan akan
menimbulkan konflik dengan pengguna air di pertanian, yang saat ini menggunakan sebagian besar air yang digunakan oleh
seluruh manusia.
1,6 miliar orang telah mendapatkan akses sumber air yang aman sejak tahun 1990. Proporsi masyarakat di negara-negara
berkembang dengan akses air yang aman dikalkulasikan meningkat dari 30 persen hingga 71 persen pada tahun 1990, 79 persen
pada tahun 2000, dan 84 persen pada tahun 2004. Kecenderungan ini diperkirakan akan berlanjut.
Tabel 1. Analisis Perhitungan Luas Ruangan per Tipologi Bangunan per Kecamatan di Kota Salatiga berdasarkan SNI Perencanaan Kawasan Permukiman di Perkotaan ( 2007)
Luas ( Jumlah Jumlah Penduduk kebutuhan sarana dan
kecamatan Ha) Penduduk Minimal prasarana
luas
lantai
minimal
stasiun telepon
telepon umum,
otomat dan bis
agen surat, taman
pos kantor pelayanan balai bak Balai pusat dan kuburan /
kantor kantor pemadam pos gangguan nikah sampah parkir Pengobatan perbelanjaan gedung gedung lapangan pemakaman
kecamatan polisi kebakaran pembantu telepon /KUA/BP4 besar umum posyandu warga masjid dan niaga serbaguna bioskop olahraga umum
1000 500 500 250 500 250 0 0 36 420 3600 36000 1500 1000 24000 0
Argomulyo 1.853,00 49295 120000 410,79 205,40 205,40 102,70 205,40 102,70 0,41 0,41 14,79 9,31 1478,85 14788,50 616,19 410,79 9859,00 0,41
Sidomukti 1146 44237 120000 368,64 184,32 184,32 92,16 184,32 92,16 0,37 0,37 13,27 648,48 1327,11 13271,10 552,96 368,64 8847,40 0,37
Tingkir 1055 45971 120000 383,09 191,55 191,55 95,77 191,55 95,77 0,38 0,38 13,79 731,98 1379,13 13791,30 574,64 383,09 9194,20 0,38
Sidorejo 1624 52819 120000 440,16 220,08 220,08 110,04 220,08 110,04 0,44 0,44 15,85 546,34 1584,57 15845,70 660,24 440,16 10563,80 0,44
Salatiga 1602,68 801,34 801,34 400,67 801,34 400,67 1,60 1,60 57,70 1936,10 5769,66 57696,60 2404,03 1602,68 38464,40 1,60
Sumber : analisis penulis, 2022
Tabel 2. Analisis Perhitungan Kebutuhan Lahan per kecamatan di Kota Salatiga sesuai dengan SNI Perencanaan Kawasana Permukiman di Perkotaan (2007)
Luas ( Jumlah Jumlah Penduduk kebutuhan sarana dan
kecamatan Ha) Penduduk Minimal prasarana
luas
lahan
minimal
stasiun telepon
telepon umum,
otomat dan bis
agen surat, taman
pos kantor pelayanan balai bak Balai pusat dan kuburan /
kantor kantor pemadam pos gangguan nikah sampah parkir Pengobatan perbelanjaan gedung gedung lapangan pemakaman
kecamatan polisi kebakaran pembantu telepon /KUA/BP4 besar umum posyandu warga masjid dan niaga serbaguna bioskop olahraga umum
2500 1000 1000 500 1000 750 80 2000 60 1000 5400 36000 3000 2000 24000 0
Argomulyo 1.853,00 49295 120000 1026,98 410,79 410,79 205,40 410,79 308,09 0,41 0,41 24,65 1064,00 2218,275 14788,50 1232,38 821,58 9859,00 0,41
Sidomukti 1146 44237 120000 921,60 368,64 368,64 184,32 368,64 276,48 0,37 0,37 22,12 1544,00 1990,665 13271,10 1105,93 737,28 8847,40 0,37
Tingkir 1055 45971 120000 957,73 383,09 383,09 191,55 383,09 287,32 0,38 0,38 22,99 1742,80 2068,695 13791,30 1149,28 766,18 9194,20 0,38
Sidorejo 1624 52819 120000 1100,40 440,16 440,16 220,08 440,16 330,12 0,44 0,44 26,41 1300,80 2376,855 15845,70 1320,48 880,32 10563,80 0,44
Salatiga 4006,71 1602,68 1602,68 801,34 1602,68 1202,01 1,60 1,60 96,16 5651,60 8654,49 57696,60 4808,05 3205,37 38464,40 1,60
Sumber : analisis penulis, 2022
Tabel 3
Analisis Kebutuhan Ruang Minimal per Kelurahan di Kota Salatiga berdasarkan SNI Perencanaan Kawasan Permukiman di Perkotaan (2007)
Luas
Penduduk Lantai
Luas Penduduk Pendukung Minimum
telepon
umum,
bis Puskesmas Balai
surat, Pembantu Masjid Pusat Serbaguna Taman
Pos Agen Loket Loket bak BKIA / dan Balai Lingkungan Pertokoan / Balai dan
Kantor Pos Pemadam Pelayanan Pembayaran pembayaran sampah Parkir Klinik Pengobatan ( + Pasar Karang Lapangan
kelurahan Kamtib Kebakaran Pos Air Bersih listrik kecil umum bersalin Apotik Lingkungan Kelurahan) Lingkungan Taruna Olahraga
500 62 72 36 21 21 0 0 1500 120 150 1800 13500 250
Kecamatan Sidorejo 1624
Kelurahan Blotongan 423,8 13070 30000 217,83 27,01 31,37 15,68 9,1 9,15 0,00 0,00 653,50 52,28 65,35 784,20 5881,50 108,92 0,00
Kelurahan Sidorejo Lor 271,6 14052 30000 234,20 29,04 33,72 16,86 9,84 9,84 0,00 0,00 702,60 56,21 70,26 843,12 6323,40 117,10 0,00
Kelurahan Salatiga 202 15059 30000 250,98 31,12 36,14 18,07 10,54 10,54 0,00 0,00 752,95 60,24 75,30 903,54 6776,55 125,49 0,00
Kelurahan Bugel 294,37 3351 30000 55,85 6,93 8,04 4,02 2,35 2,35 0,00 0,00 167,55 13,40 16,76 201,06 1507,95 250,00 0,00
Kelurahan Kauman Kidul 195,85 4157 30000 69,28 8,59 9,98 4,99 2,91 2,91 0,00 0,00 207,85 16,63 20,79 249,42 1870,65 34,64 0,00
Kelurahan Pulutan 237,1 14072 30000 234,53 29,08 33,77 16,89 9,85 9,85 0,00 0,00 703,60 56,29 70,36 844,32 6332,40 117,27 0,00
Tabel 4
Analisis Perhitungan Luas Lahan Minimum per Kelurahan di Kota Salatiga Berdasarkan SNI Perencanaan Kawasan Permukiman di Perkotaan (2007)
Pendudu
Luas k Penduduk Pendukung Luas lahan Minimum
Parkir
Kantor kelurahan Pos Kamtib Pos Pemadam Kebakaran Agen Pelayanan Pos Loket Pembayaran Air aBersih Loket pembayaran listrik telepon umum, bis surat, bak sampah kecil umum BKIA / Klinik bersalin Puskesmas Pembantu dan Balai Pengobatan Lingkungan
Kelurahan Blotongan 423,8 13070 30000 435,67 87,13 87,13 31,37 26,14 26,14 34,85333 217,8333 1307 130,7
Kelurahan Sidorejo Lor 271,6 14052 30000 468,40 93,68 93,68 33,72 28,104 0,4684 37,472 234,2 1405,2 140,52
Kelurahan Salatiga 202 15059 30000 501,97 100,39 100,39 36,14 30,118 0,501967 40,15733 250,9833 1505,9 150,59
Kelurahan Bugel 294,37 3351 30000 111,70 22,34 22,34 8,04 6,702 0,1117 8,936 55,85 335,1 33,51
Kelurahan Kauman Kidul 195,85 4157 30000 138,57 27,71 27,71 9,98 8,314 0,138567 11,08533 69,28333 415,7 41,57
Kelurahan Pulutan 237,1 14072 30000 469,07 93,81 93,81 33,77 28,144 0,469067 37,52533 234,5333 1407,2 140,72
Kelurahan Kutowinangun Lor 196,57 13242 30000 441,40 88,28 88,28 31,78 26,484 0,4414 35,312 220,7 1324,2 132,42
Kelurahan Kutowinangun Kidul 97,18 8409 30000 280,30 56,06 56,06 20,18 16,818 0,2803 22,424 140,15 840,9 84,09
Kelurahan Sidorejo Kidul 277,5 5009 30000 166,97 33,39 33,39 12,02 10,018 0,166967 13,35733 83,48333 500,9 50,09
Kelurahan Kalibening 99,6 2064 30000 68,80 13,76 13,76 4,95 4,128 0,0688 5,504 34,4 206,4 20,64
Kelurahan Tingkir Lor 177,3 5009 30000 166,97 33,39 33,39 12,02 10,018 0,166967 13,35733 83,48333 500,9 50,09
Kelurahan Tingkir Tengah 137,8 5340 30000 178,00 35,60 35,60 12,82 10,68 0,178 14,24 89 534 53,4
Kelurahan Gendongan 68,9 5603 30000 186,77 37,35 37,35 13,45 11,206 0,186767 14,94133 93,38333 560,3 56,03
Kelurahan Noborejo 332,2 6597 30000 219,90 43,98 43,98 15,83 13,194 0,2199 17,592 109,95 659,7 65,97
Kelurahan Ledok 187,33 11150 30000 371,67 74,33 74,33 26,76 22,3 0,371667 29,73333 185,8333 1115 111,5
Kelurahan Tegalrejo 188,43 12433 30000 414,43 82,89 82,89 29,84 24,866 0,414433 33,15467 207,2167 1243,3 124,33
Kelurahan Randuacir 377,6 6301 30000 210,03 42,01 42,01 15,12 12,602 0,210033 16,80267 105,0167 630,1 63,01
Kelurahan Cebongan 138,1 5123 30000 170,77 34,15 34,15 12,30 10,246 0,170767 13,66133 85,38333 512,3 51,23
Kelurahan Kumpulrejo 629,03 8168 30000 272,27 54,45 54,45 19,60 16,336 0,272267 21,78133 136,1333 816,8 81,68
Kelurahan Kecandran 399,2 6659 30000 221,97 44,39 44,39 15,98 13,318 0,221967 17,75733 110,9833 665,9 66,59
Kelurahan Dukuh 377,15 13856 30000 461,87 92,37 92,37 33,25 27,712 0,461867 36,94933 230,9333 1385,6 138,56
Kelurahan Mangunsari 290,77 17311 30000 577,03 115,41 115,41 41,55 34,622 0,577033 46,16267 288,5167 1731,1 173,11
Kelurahan Kalicacing 78,73 6197 30000 206,57 41,31 41,31 14,87 12,394 0,206567 16,52533 103,2833 619,7 61,97
WPS kewenangan kota menghubungkan kelurahan – kelurahan di dalam cakupan wilayah BWP I, II, III, dan IV.
5. BWP I : Kelurahan Blotongan, Sidorejo Lor, Bugel, Kauman Kidul, dan Pulutan di Kecamatan Sidorejo; dengan perincian
Sub BWP I.I. Kelurahan Blotongan
Sub BWP I.II Kelurahan Bugel
Sub BWP I.III Kelurahan Kauman Kidul
Sub BWP I.IV Kelurahan SIdorejo Lor
Sub BWP I.V Kelurahan Pulutan
6. BWP II : Kelurahan Sidorejo Kidul, Kalibening, Tingkir Lor, dan Tingkir Tengah di Kecamatan Tingkir;
Sub BWP II.I Kelurahan Sidorejo Kidul
Sub BWP II.II Kelurahan Kalibening
Sub BWP II.III Kelruahan Tingkir L;or
Sub BWP II.IV Kelurahan Tingkir Tengah
7. BWP III : Kelurahan Noborejo, Kelurahan Ledok, Tegalrejo, Randuacir, Cebongan, dan Kumpulrejo di Kecamatan Argomulyo;
Sub BWP III.I Kelurahan Tegalrejo
Sub BWP III.II Kelurahan Ledok
Sub BWP III.III Kelurahan Cebongan
Sub BWP III.IV Kelurahan Noborejo
Sub BWP III.V Kelurahan Randuacir
Sub BWP III.VIKelurahan Kumpulrejo
8. BWP IV : Kelurahan Kecandran, Dukuh, dan Mangunsari di Kecamatan Sidomukti.
Sub BWP IV.I Kelurahan Mangunsari
Sub BWP IV.II Kelurahan Dukuh
Sub BWP IV.III Kelurahan Kecandran
aglomerasi pemusatan kegiatan industri pada suatu lokasi yang dapat meningkatkan dan mendorong pertumbuhan industri-industri lainnya sehingga secara akumulatif akan meningkatkan kegiatan ekonomi dengan produk yang
mengarah spesifik
wisata kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik sasaran tertentu
6. Bugel
7. Kauman Kidul
8. Kutowinangun
9. Gendongan
10. Sidorejo Kidul
11. Kalibening
12. Tingkir Lor
13. Tingkir TengaH
14. Tingkir Lor
15. Dukuh
16. Mangunsari
17. Kumpulrejo
18. Randuacir
19. Noborejo
20. Cebongan
21. Kalicacing
22. Gendongan
23. Ledok
24. Kumpulrejo
Tingkir
Argomulyo
Sidomukti
Sidorejo
1. Kelurahan Blotongan
2. Sirorejo Lor
3. Pulutan
4. Kecandran
5. Salatiga
6. Bugel
7. Kauman Kidul
8. Kutowinangun
9. Gendongan
10. Sidorejo Kidul
11. Kalibening
12. Tingkir Lor
13. Tingkir TengaH
14. Tingkir Lor
15. Dukuh
16. Mangunsari
17. Kumpulrejo
18. Randuacir
19. Noborejo
20. Cebongan
21. Kalicacing
22. Gendongan
23. Ledok
24. Kumpulrejo
12) Setiap kawasan industri, sesuai dengan luas lahan yang dikelola, harus mengalokasikan lahannya untuk kaveling industri, kaveling perumahan, jalan dan
sarana penunjang, dan ruang terbuka hijau. Alokasi lahan pada Kawasan Industri dapat dilihat pada Tabel 10
Kecamatan Lahan Sawah Pertanian Bukan Bukan Pertanian Jumlah
Sawah
Argomulyo 9 755 1089 1853
Tingkir 295 173 587 1055
SIdomukti 49,7 361 735,3 1146
Sidorejo 273 448 903 1624
Salatiga 626,7 1737 3314,3 5678,0
Jasa 64
Manufaktur 31
Pertanian 5
`
1. Penyerapan tenaga kerja terbesar adalah pada sektor Jasa dengan presentase 64 %, disusul oleh Sektor Manufaktur sebanyak 31 % dan sektor pertanian
menjadi terendah dengan hanya 5 %.
2. Mungkin hal ini disebabkan oleh alokasi lahan pertanian yang selalu lebih rendah dibandingkan dengan peruntukan lahan pertanian bukan sawah dan
luas lahan eksisting yang diizinkan untuk kegiatan bukan pertanian.
3. Luas lahan di Kecamatan Argomulyo sebagian besar bukan pertanian dengan sebanyak 1089 Ha, pertanian bukan sawah dengan seluas 755 Ha, dan
hanya 9 Ha digunakan untuk lahan pertanian. Sedangkan Kecamatan Tingkir mengalokasikan 587 Ha untuk lahan non pertanian, 295 Ha untuk sawah
dan sisanya seluas 173 Ha untuk lahan pertanian bukan sawah. Kecamata SIdomukti sama dengan Kecamatan Argomulyo mengalokasikan luas lahan nya
untuk lahan non pertanian, pertanian bukan sawah, dan sawah dengan luas lahan masing – masing : 735,3; 361; 49,7. Dengan persentasea terkecil pada
lahan sawah sebesar 273 Ha dan terbagi dua sisa lahannya untuk pertanian bukan sawah dan selain pertanian adalah Kecamatan Sidorejo seluas 448 Ha
untuk kedua peruntukan ruang.
4. Jadi Prioritas Lahan Sawah adalah di Kecamatan Tingkir ( 295) Ha, Kecamatan Sidorejo ( 273) Ha, Kecamatan SIdomukti (49,7) Ha, dan Kecamatan
Argomulyo ( 9 )Ha.
5. Disediakan luas pertanian non sawah adalah di Kecamatan Argomulyo dengan 755 Ha, SIdorejo 448 Ha, SIdomukti 361 Ha, dan Tingkir 173 Ha.
6. Sedangkan luas bukan pertanian terbesar di Kecamatan Argomulyo ber luas 1.089 Ha, Sidomukti seluas 735,3 Ha, Kecamatan TIngkir dengan 587 Ha, dan
terakhir kecamatan SIdorejo dengan luas 448 Ha.
7. Terdapat kesesuaian antara ketinggian lahan dengan luas lahan non pertanian, dimana untuk Kecamatan Argomulyo dengan posisi yang teringgi ( 680
mdpl) dan SIdorejo dengan ketinggian terendah (602 mdpl) mempunyai luas non pertanian terbanyak dan tersedikit. Sedangkan 2 kecamatan lainnya
mempunyai luas yang tertukar, dalam hal ini seharunya dengan ketinggia 627 mdp dan 626 mdpl memiliki luas lahan non pertanian terluas ke-2 dan ke-
3.
8. Demikian juga jarak ke ibukota. Seharusnya dengan jarak terjauh memiliki luas lahan pertanian non sawah dan sawah terluas dan begitu juga dengan
sebaliknya. Terdapat kesesuaian untuk lahan pertanian bukan sawah di Kecamatan Argomulyo dan SIdorejo dimana untuk jarak Kecamatan Argomulyo
sejauh 3,5 km dan Sidorejo 3,1 km, memiliki luas lahan pertanian bukan sawah lebih luas terluas untuk Kecamatan Argomulyo dan luas lahan pertanian
bukan sawah terluas ke-2 untuk Kecamatan SIdorejo seluas 755 Ha dan 448 Ha. Untuk Kecamatan Tingkir dan Sidomukti berbeda halnya dalam luas
pertanian non sawah, dimana Kecamatan Tingkir memliki jarak ke Ibukota yang lebih jauh tetapi memiliki luas pertanian non sawah lebih luas. Sementara
itu untuk kesessuaian antara luas sawah dengan jarak ke ibukota menunjukkan bahwa Kecamatan ARgomulyo dan SIdorejo yang memiliki jarak terjauh
pertama dan kedua dari ibukota memiliki luas lahan sawah yang lebih rendah dari Kecamatan Tingkir, tetapi tidak dengan Kecamatan SIdomukti.
Pertanyaan penelitian:
1. Dengan luas lahan sawah dan pertanian bukan sawah di Kecamatan Sidorejo (712 Ha) yang luasnya lebih besar dari luas bukan pertanian (448 Ha), maka
kebutuhan akan ruang untuk kawasan permukiman, perdagangan dan jasa, pendidikan dan kesehatan, dan ruang terbuka hijau menjadi lebih besar;
2. Dengan luas lahan sawah dan pertanian bukan sawah di Kecamatan Argomulyo (764 Ha), Kecamatan Tingkir (468 Ha), dan Kecamatan SIdomukti (401,7)
lebih kecil dari luas bukan pertanian (1089;587;735,3), maka usulan perubahan kawasan permukiman, perdagangan dan jasa, pendidikan dan kesehatan,
dan ruang terbuka hijau menjadi tidak prioritas.
Tabel Rekapitulasi Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Salatiga
Taman
dan
RTH hutan Perlindungan Perlindungan Sempadan Sempadan Sempadan Jalur Cagar Lindung Lindung
Publik kota di Bawahnya Setempat Sutet Mata Air Waduk/Embung Hijau Pemakaman Budaya Geologi Lainnya
6015,65 93,75 87,65 113,64 50,49 43,5 4,64 54,88 5567,1
BWP PK 5,08 11,31 10,48 1,33 14,3 562,02
Sub BWP PK.I 2,56 0,5 v v
Sub BWP PK.II 1,68 3,8 3,92 v
Sub BWP PK.III 3,16 4,17 1,33 4,05 v
Sub BWP PK.IV 0,83 8,15 2,01 6,33 v
Sub BWP PK.V 0,01
Sumber : Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 9 Tahun 2018 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Salatiga Tahun 2017-2036
Menurut PP 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang pasal 21 ayat (1) adalah sebagai berikut :
Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi :
a. Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah uang merata dan berierakhi; dan
b. Peningkatan kualitas dan jangkauan jriangan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadua dan merata di seluruh wilayah nasional.
Strategi untuk peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah meliputi:
a. Menjaga dan mewujudkan keterkaitan antarkawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, serta anrara kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya.
b. Mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang bellum terlayani oleh pusat pertumbuhan;
c. Mengembangkan pusat perkotaan maritim yang berkelanjutan.
d. Mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya.
e. Mengembangkan pelayanan kawasan perkotaan yang mendukung sektor unggulan sebagai kota industri, wisata, dan maritim secara berkelanjutan.
f. Mengembangkan kota dan kawasan perkotaan baru secara holistik dan terintegrasi, inklusif, serta berkelanjutan.
Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana meliputi:
g. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpadua pelayanan transportasi darat. Laut, dan udara;
h. Mendorong pengembamgan prasarasan telekomunikasi terutama di kawasan terisolasi;
i. Meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbaruka mdan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik;
j. Meningkatkan infrastruktur minyak dan gas bumoi nasional yang optimal; dan
k. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air.
Tabel Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Hutan dan Non Hutan Menurut Provinsi Tahun 2014-2019 (Ribu Ha)
Hutan Non Hutan Hutan Non Hutan Hutan Non Hutan Hutan Non Hutan Hutan Non Hutan Hutan Non Hutan
N Luas Luas Luas Luas Luas Luas Luas Luas Luas Luas Luas Luas
Provinsi Penutu Penutu Penutu Penutu Penutu Penutu Penutu Penutu Juml Penutu Penutu Juml Penutu Penutu Juml
o Juml Juml Juml
pan pan pan pan pan pan pan pan ah pan pan ah pan pan ah
% % ah % % ah % % ah % % % % % %
Lahan Lahan Lahan Lahan Lahan Lahan Lahan Lahan Lahan Lahan Lahan Lahan
(Ribu (Ribu (Ribu (Ribu (Ribu (Ribu (Ribu (Ribu (Ribu (Ribu (Ribu (Ribu
Ha) Ha) Ha) Ha) Ha) Ha) Ha) Ha) Ha) Ha) Ha) Ha)
(1
(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26) (27) (23) (24) (25) (26) (27)
)
3 2 5 3 2 5 3 2 5 3 2 5 3 2 5 3 2 5
1 ACEH 55, 44, 56, 44, 57, 42, 55, 44, 55, 44, 55, 44,
156,7 490,6 647,3 161,9 485,4 647,3 270,9 376,4 647,3 120,2 527,1 647,3 110,2 537,1 647,3 155,6 491,7 647,3
9 1 0 0 9 1 3 7 1 9 9 1
SUMATE
1 5 7 1 5 7 1 5 7 1 5 7 1 5 7 1 5 7
2 RA 25, 74, 24, 75, 25, 74, 25, 74, 25, 75, 26, 73,
826,9 275,1 102,0 759,9 342,1 102,0 813,1 288,9 102,0 785,9 316,1 102,0 778,4 323,6 102,0 853,4 248,6 102,0
UTARA 7 3 8 2 5 5 1 9 0 0 1 9
SUMATE
1 2 4 1 2 4 1 2 4 1 2 4 1 2 4 1 2 4
3 RA 46, 53, 46, 53, 46, 54, 46, 53, 46, 53, 45, 54,
927,7 256,2 183,9 934,7 249,2 183,9 924,1 259,8 183,9 936,6 247,3 183,9 931,0 252,9 183,9 907,1 276,8 183,9
BARAT 1 9 2 8 0 0 3 7 2 8 6 4
2 6 8 2 6 8 2 6 8 2 6 8 2 6 8 2 6 8
4 RIAU 28, 71, 26, 73, 29, 70, 25, 74, 25, 74, 27, 72,
562,3 320,6 882,8 350,0 532,9 882,8 617,6 265,2 882,8 304,3 578,6 882,8 260,5 622,3 882,8 459,2 423,6 882,8
8 2 5 5 5 5 9 1 4 6 7 3
1 3 4 1 3 4 1 3 4 1 3 4 1 3 4 1 3 4
5 JAMBI 28, 71, 27, 72, 28, 71, 26, 73, 26, 73, 25, 74,
358,2 474,1 832,3 341,3 491,1 832,3 385,6 446,8 832,3 283,4 549,0 832,3 274,2 558,2 832,3 253,2 579,2 832,3
1 9 8 2 7 3 6 4 4 6 9 1
SUMATE
1 7 8 1 7 8 1 7 8 1 7 8 1 7 8 1 7 8
6 RA 17, 82, 13, 86, 17, 82, 13, 86, 13, 86, 16, 83,
523,6 103,3 626,9 200,6 426,3 626,9 536,4 090,5 626,9 144,4 482,5 626,9 141,0 485,9 626,9 445,0 181,9 626,9
SELATAN 7 3 9 1 8 2 3 7 2 8 8 2
BENGKU 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
7 34, 65, 34, 65, 34, 66, 34, 65, 33, 66, 33, 66,
LU 693,0 309,9 002,9 688,9 314,0 002,9 681,5 321,4 002,9 685,1 317,9 002,9 677,2 325,7 002,9 674,6 328,3 002,9
6 4 4 6 0 0 2 8 8 2 7 3
LAMPUN 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
8 10, 89, 90, 10, 89, 90, 90, 90,
G 364,5 070,9 435,4 339,1 9,9 096,3 435,4 354,9 080,5 435,4 334,4 9,7 101,0 435,4 333,1 9,7 102,2 435,4 335,9 9,8 099,5 435,4
6 4 1 3 7 3 3 2
KEP.
BANGKA 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
9 15, 84, 14, 85, 13, 86, 13, 86, 13, 86, 11, 88,
BELITUN 250,9 408,8 659,7 233,3 426,5 659,7 229,7 430,0 659,7 221,8 437,9 659,7 218,1 441,6 659,7 192,1 467,6 659,7
1 9 1 9 8 2 4 6 1 9 6 4
G
1 KEP.
34, 65, 30, 70, 32, 67, 32, 67, 32, 67, 33, 66,
0 RIAU 282,6 534,4 817,0 245,0 572,0 817,0 268,7 548,3 817,0 268,8 548,2 817,0 269,1 547,9 817,0 271,6 545,4 817,0
6 4 0 0 9 1 9 1 9 1 2 8
1 DKI
99, 99, 99, 99, 99, 99,
1 JAKARTA 0,3 0,5 65,1 65,3 0,3 0,5 65,0 65,3 0,3 0,5 65,1 65,3 0,3 0,5 65,0 65,3 0,3 0,5 65,0 65,3 0,3 0,5 65,0 65,3
5 5 5 5 5 5
1 JAWA 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3
17, 82, 17, 82, 17, 82, 17, 82, 17, 82, 21, 78,
2 BARAT 643,4 055,2 698,6 634,7 063,9 698,6 650,0 048,6 698,6 648,1 050,5 698,6 639,8 058,8 698,6 797,2 901,4 698,6
4 6 2 8 6 4 5 5 3 7 6 4
1 JAWA 2 3 1 2 3 2 3 1 2 3 1 2 3 2 3
22, 77, 29, 70, 22, 77, 29, 70, 29, 70, 19, 80,
3 TENGAH 776,7 679,9 456,6 019,5 437,1 456,6 787,3 669,2 456,6 019,7 436,9 456,6 019,0 437,6 456,6 665,1 791,4 456,6
5 5 5 5 8 2 5 5 5 5 2 8
DI
1 3
YOGYAK 10, 89, 10, 89, 14, 85, 10, 89, 10, 89, 10, 89,
4 34,5 285,0 319,4 34,3 285,2 319,4 45,9 273,5 194,0 34,6 284,8 319,4 34,0 285,4 319,4 32,6 286,8 319,4
ARTA 8 2 7 3 4 6 8 2 7 3 2 8
1 JAWA 1 3 4 1 3 4 1 3 4 1 3 4 1 3 4 1 3 4
28, 71, 28, 71, 29, 70, 28, 71, 28, 72, 25, 75,
5 TIMUR 367,9 469,8 837,7 365,8 471,9 837,7 435,6 402,0 837,7 367,8 469,8 837,7 356,3 481,3 837,7 207,3 630,4 837,7
3 7 2 8 7 3 3 7 0 0 0 0
1
BANTEN 16, 83, 16, 83, 17, 82, 17, 82, 17, 82, 15, 84,
6 154,8 784,4 939,2 151,4 787,8 939,2 167,1 772,1 939,2 162,9 776,3 939,2 163,2 775,9 939,2 147,1 792,1 939,2
5 5 1 9 8 2 3 7 4 6 7 3
1
BALI 18, 81, 18, 82, 16, 83, 16, 83, 16, 83, 17, 82,
7 102,7 464,1 566,9 102,1 464,7 566,9 91,6 475,3 566,9 94,9 472,0 566,9 94,6 472,6 566,9 99,8 467,0 566,9
1 9 0 0 2 8 7 3 7 3 6 4
NUSA
1 TENGGA 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
42, 57, 40, 60, 46, 53, 40, 59, 39, 60, 44, 55,
8 RA 842,4 137,7 980,2 791,2 188,9 980,2 920,0 060,2 980,2 793,4 186,8 980,2 783,2 196,9 980,2 878,6 101,6 980,2
5 5 0 0 5 5 1 9 6 4 4 6
BARAT
NUSA
1 TENGGA 1 3 4 1 2 4 1 2 4 1 2 4 1 2 4 1 3 4
26, 73, 41, 58, 37, 62, 41, 58, 41, 58, 36, 63,
9 RA 245,2 477,4 722,5 967,0 755,5 722,5 760,8 961,8 722,5 977,2 745,3 722,5 957,2 765,4 722,5 719,2 003,4 722,5
4 6 7 3 3 7 9 1 4 6 4 6
TIMUR
KALIMA 1 1 1 1 1 1
2 5 8 5 8 5 8 5 8 5 8 5 8
NTAN 39, 60, 4 39, 60, 4 38, 61, 4 38, 61, 4 38, 61, 4 38, 61, 4
0 788,7 784,1 754,9 817,8 583,1 989,7 623,5 949,3 590,8 982,0 587,0 985,7
BARAT 7 3 572,8 5 5 572,8 3 7 572,8 6 4 572,8 4 6 572,8 3 7 572,8
KALIMA 1 1 1 1 1 1
2 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
NTAN 51, 48, 5 51, 48, 5 49, 50, 5 49, 50, 5 49, 50, 5 48, 51, 5
1 866,9 399,3 866,9 399,3 609,1 657,0 544,1 722,1 516,4 749,7 396,6 869,6
TENGAH 5 5 266,2 5 5 266,2 8 2 266,2 4 6 266,2 2 8 266,2 5 5 266,2
KALIMA
2 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3
NTAN 25, 74, 24, 75, 24, 75, 23, 77, 22, 77, 25, 75,
2 940,3 773,7 713,9 899,6 814,3 713,9 897,0 817,0 713,9 855,5 858,4 713,9 840,9 873,0 713,9 926,9 787,0 713,9
SELATAN 3 7 2 8 2 8 0 0 6 4 0 0
KALIMA 1 1 1 1 1 1
2 13 5 12 6 13 6 12 6 12 6 12 6
NTAN 69, 30, 9 66, 34, 9 67, 32, 9 65, 35, 9 64, 35, 9 65, 34, 9
3 564,8 940,0 873,7 631,1 122,9 381,9 672,1 832,7 615,0 889,8 806,4 698,4
TIMUR 5 5 504,8 0 0 504,8 3 7 504,8 0 0 504,8 7 3 504,8 7 3 504,8
KALIMA
2
NTAN
4
UTARA
SULAWE
2 1 1 1 1 1 1
SI 39, 60, 38, 61, 38, 61, 38, 61, 38, 61, 38, 61,
5 563,8 875,7 439,5 560,1 879,4 439,5 555,3 884,3 439,5 557,1 882,5 439,5 553,2 886,3 439,5 555,4 884,2 439,5
UTARA 2 8 9 1 6 4 7 3 4 6 6 4
SULAWE
2 3 2 6 3 2 6 3 2 6 3 2 6 3 2 6 3 2 6
SI 63, 36, 64, 35, 63, 36, 63, 36, 63, 36, 63, 36,
6 806,6 228,1 034,7 907,9 126,8 034,7 854,3 180,4 034,7 846,5 188,2 034,7 825,1 209,6 034,7 816,3 218,5 034,7
TENGAH 1 9 8 2 9 1 7 3 4 6 2 8
SULAWE
2 1 3 4 1 3 4 1 3 4 1 3 4 1 3 4 1 3 4
SI 32, 67, 31, 68, 31, 68, 31, 68, 31, 68, 32, 67,
7 481,3 017,1 498,4 433,6 064,8 498,4 415,4 083,0 498,4 404,4 094,0 498,4 409,8 088,6 498,4 457,8 040,6 498,4
SELATAN 9 1 9 1 5 5 2 8 3 7 4 6
SULAWE
2 SI 1 1 3 1 1 3 1 1 3 1 1 3 1 1 3 1 1 3
53, 46, 53, 47, 52, 47, 52, 48, 51, 48, 51, 48,
8 TENGGA 929,4 682,2 611,6 914,4 697,2 611,6 896,8 714,8 611,6 877,0 734,7 611,6 846,6 765,1 611,6 861,4 750,2 611,6
4 6 0 0 5 5 0 0 1 9 5 5
RA
2 GORONT 1 1 1 1 1 1
59, 40, 59, 41, 57, 42, 59, 40, 59, 40, 59, 40,
9 ALO 710,8 487,7 198,5 707,5 491,0 198,5 692,7 505,8 198,5 709,9 488,6 198,5 710,3 488,2 198,5 717,6 480,9 198,5
3 7 0 0 8 2 2 8 3 7 9 1
3 SULAWE 1 1 1 1 1 1
49, 50, 48, 51, 49, 51, 48, 51, 48, 51, 49, 51,
0 SI BARAT 838,7 841,5 680,2 822,1 858,1 680,2 823,2 857,0 680,2 817,4 862,9 680,2 815,6 864,6 680,2 823,3 856,9 680,2
9 1 9 1 0 0 6 4 5 5 0 0
3 3 1 4 3 1 4 3 1 4 3 1 4 3 1 4 3 1 4
MALUKU 65, 34, 65, 34, 65, 34, 65, 34, 65, 34, 65, 34,
1 030,7 591,4 622,1 016,8 605,3 622,1 030,0 592,1 622,1 011,8 610,3 622,1 007,8 614,3 622,1 012,6 609,5 622,1
6 4 3 7 6 4 2 8 1 9 2 8
3 MALUKU 2 1 3 2 1 3 1 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3
67, 32, 66, 33, 62, 37, 64, 35, 64, 35, 64, 35,
2 UTARA 110,1 020,5 130,6 070,9 059,7 130,6 946,8 183,8 130,6 019,0 111,6 130,6 009,3 121,3 130,6 014,1 116,5 130,6
4 6 1 9 2 8 5 5 2 8 3 7
3 PAPUA 8 9 8 9 8 9 8 9 8 9 8 9
92, 91, 91, 90, 90, 92,
3 BARAT 864,5 760,4 7,9 624,9 790,0 834,9 8,7 624,9 821,6 803,3 8,3 624,9 750,9 874,0 9,1 624,9 751,1 873,7 9,1 624,9 874,9 750,0 7,8 624,9
1 3 7 9 9 2
3 3 3 3 3 3
3 25 5 25 5 25 5 25 6 24 6 25 5
PAPUA 80, 19, 1 80, 19, 1 80, 19, 1 80, 19, 1 80, 19, 1 81, 19, 1
4 155,5 921,4 088,4 988,5 082,6 994,3 076,9 000,0 993,6 083,3 168,7 908,2
9 1 076,9 7 3 076,9 7 3 076,9 7 3 076,9 4 0 076,9 0 0 076,9
1 1 1 1 1 1
INDONE 95 91 95 92 95 92 93 93 93 94 94 93
51, 49, 87 50, 49, 87 50, 49, 87 50, 50, 87 49, 50, 87 50, 49, 87
SIA 766,4 985,5 028,0 723,9 271,9 480,0 949,7 802,1 526,2 225,7 114,1 637,8
0 0 751,9 6 4 751,9 7 3 751,9 0 0 751,9 8 2 751,9 1 9 751,9
Sumber: Buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia 2014-2018,
kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Keterangan: Data provinsi Kalimantan Timur merupakan data gabungan
antara Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara
Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.
Strategi untuk pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup, meliputi :
a. Menetapkan kawasan lindung di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi;
b. Mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam wilayah:
Pulau Jawa – Bali dengan luas palinhh sedikit 30 % dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi, karakter, dan fungsi ekosistemnya serta tersebar secara proporsional.
c. Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung akibat pengemb angan kegiaitan budi daya dalam rangka mewujudkan ndan memlihara keseimbangan ekosistem wilayah;
d. Mengendalikam pemanfaatan dan penggunaan kawasan uyang berpotensi mengganggu fungsi lindung; dan
e. Mewujudkan, memelihara, dan meningkatkan fungsi kawasan lindung dalam rangka meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai.
Strategi untuk pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat mmenimbulkan kerusakan lingkungan hidup meliputi:
a. Menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup;
b. Melindungi dan meningkatkan kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan / atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampi mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya;
c. Melindungi dan memningkatkan kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan / atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya;
d. Mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan fisik lingkunga yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan;
e. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
f. Mengelola sumber daya alam tak terbarukamm untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambunugan ketersedianya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai serta keanekaregamannya; dan
g. Mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana di kawasan rawan bencana dan kawasan risiko perubahan iklim.
a. Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budi daya; dan
b. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Strategi untuk perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budi daya meliputi:
TEORI DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH SKALA MIKRO; MESO; DAN MAKRO,
PERENCANAAN TARGET DAN PENCAPAIAN MAKRO DAN MIKRO EKONOMI, SERTA
PERUMUSAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
TEORI DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH SKALA MIKRO; MESO; DAN MAKRO
• Teori Yang digunakan mencakup 3 indikator - indikator dengan masing – masing indikatornya terdiri dari 2 jenis parameter, sebagai berikut ( Destarita, 2019) :
1. linear dengan maksud merupakan jalan utama yang dibangun tanpa ada penambahan lebar jalan dan rute. Dengan contoh : jalan tol; jalan arteri primer;
2. Circular dengan maksud jalan tambahan yang menghubungkan jalan tol dan arteri primer dengan jalan kolektor yang terhubung sebagai persimpangan ( pertigaan atau perempatan), ruas dan lebarnya menyesuaikan
kebutuhan berdasarkan rencana tata ruang dan panjangnya sesuai dengan Panjang jalan tol dan arteri primer yang akan dihubungkan dengan jalan kolektornya;
TEORI DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH SKALA MIKRO; MESO; DAN MAKRO
• Teori Yang digunakan mencakup 3 indikator - indikator dengan masing – masing indikatornya terdiri dari 2 jenis parameter, sebagai berikut ( Destarita, 2019) :
1. Horizontal dengan maksud merupakan pola penyebaran tata ruang terpusat, dimana ada 1 kota dikelilingan dengan 1 kabupaten. Dengan contoh : Kota Salatiga dikelilingi oleh Kabupaten Semarang;
2. Vertikal dengan maksud merupakan pola penyebaran tata ruang searah, dimana ada 1 kabupaten berbatasan dengan 1 kabupaten lainnya. Dengan contoh : Kabupaten Semarang yang berbatasan dengan Kabupaten Boyolali.
TEORI DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH SKALA MIKRO; MESO; DAN MAKRO
• Teori Yang digunakan mencakup 3 indikator - indikator dengan masing – masing indikatornya terdiri dari 2 jenis parameter, sebagai berikut ( Destarita, 2019) :
1. Intra Regional Linkage dengan maksud merupakan jalur atau sirip struktur yang menghubungkan antar provinsi dalam satu pulau atau antar kabupaten/kota dalam 1 provinsi atau antar kecamatan dalam 1 kabupaten / kota.
Dengan contoh : Kota Kediri dan Kabupaten Sidoarjo masing – masing dihubungkan dengan bandara dan jalan tol maupun Kota Lamongan dan Gresik masing – masing dihubungkan dengan Pelabuhan dan jalan tol;
2. Inter Regional Linkage dengan maksud merupakan jalur atau sirip struktur yang menghubungkan antar kabupaten / kota dalam provinsi yang berdekatan atau antar provinsi dalam 2 pulau yang berdekatan atau antar pulau
yang berdekatan. Dengan contoh : Kabupaten Lampung Selatan dengan Kota Cilegon dihubungkan dengan Pelabuhan, Provinsi Bali dan provinsi Nusa Tenggara Barat dihubungkan dengan bandara, dan Pulau Jawa dengan Pulau
Sulawesi dan Pulau Kalimantan yang dihubungkan dengan ALKI ( tol laut) dengan maksud menghubungkan pulau Jawa dengan negara Singapura, Thailand, Vietnam dan Filiphina.
TEORI DALAM RANGKA PERENCANAAN TARGET DAN PENCAPAIAN MAKRO DAN MIKRO EKONOMI
KONSEP DAN PENGATURAN JALUR DISTRIBUSI BARANG DAN ORANG DI DALAM NEGERI DAN KE LUAR NEGERI
• Berdasarkan pelaksanaan Kebijakan Tol Laut, ALKI yang sudah ada, maka ditentukan sebagai berikut :
a. Radial ( Menyebar) untuk menghubungkan Pusat atau Market Share dan Market Size terbesar ( Pulau Jawa) ke Kepulauan – Kepulauan lainnya di Bagian Baratnya : Sumatera dengan asal bandara dan pelabuhan dari
provinsi Banten; di Utaranya ( Kalimantan) dengan asal bandara dan Pelabuhan di Provinsi Jawa Barat; di Timur lautnya ( Sulawesi) dengan asal Pelabuhan dan bandaranya dari Jawa Tengah, di timurnya ( Bali) asal Pelabuhan
dan bandara dari Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dengan asal Pelabuhan dan bandara dari Provinsi Bali; dan Maluku Utara-Maluku-Papua Barat dan Papua dengan asal Pelabuhan dan bandara dari
Sulawesi Tenggara) ; Maluku Utara ke Pelabuhan dan bandara di Papua Barat; dan Maluku ke Pelabuhan dan bandara di Papua.
• Merujuk pada Peraturan Presiden tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020 – 2024; maka diterapkan pola distribusi penduduk dan pendanaan pembangunan dengan mempertahankan keseimbangan antara
daerah maju ( developed regions) dan daerah berkembang ( developing regions). Diperkuat dengan teori Compact City, sehingga semua wilayah tertutup ( Kawasan Lindung berupa KBSN dan Budidaya berupa WPS)
• Diterapkan dalam penyusunan RTR KSN sudut kepentingan ekonomi baik berupa Kawasan perkotaan (Wilayah Pengembangan Strategis); dan non perkotaan atau Kawasan perdesaan (Kawasan Budidaya Strategis
Nasional) di masing – masing Kepulauan ( Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2015-2019 dan Rencana Strategis Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional 2015 –
2024)
• KSN Mebidangro mencakup Provinsi Sumatera Utara dengan perluasan sampai dengan Provinsi Aceh, dan penduduk pulau – pulau terluar dipidahkan ke pulau utama masih di sub – pulau tersebut ( Sumatera Bagian Utara);
dengan konsekuennsi Pulau – pulau terkecil sebagai barrier terhadap tsunami dan wilayah eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dan teknologi tinggi juga sebagaimana kegiatan eksisting sebagai Kawasan pertahanan
dan keamanan;
• KSN Patunglaya mencakup Provinsi Sumatera Selatan dengan perluasan sampai dengan Provinsi Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu, serta Jambi dan penduduk pulau – pulau terluar dipidahkan ke pulau utama
masih di sub – pulau tersebut ( Sumatera Bagian Tengah); dengan konsekuennsi Pulau – pulau terkecil sebagai barrier terhadap tsunami dan wilayah eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dan teknologi tinggi juga
sebagaimana kegiatan eksisting sebagai Kawasan pertahanan dan keamanan;
• KSN Jabodetabekpunjur dan Cekungan Bandung mencakup Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten dengan perluasan sampai dengan Provinsi Lampung, dan penduduk pulau – pulau terluar dipidahkan ke pulau utama
masih di sub – pulau tersebut ( Jawa bagian Barat); dengan konsekuennsi Pulau – pulau terkecil sebagai barrier terhadap tsunami dan wilayah eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dan teknologi tinggi juga sebagaimana
kegiatan eksisting sebagai Kawasan pertahanan dan keamanan;
• KSN Kedung Sepur mencakup Provinsi Jawa Tengah dengan perluasan sampai dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan penduduk pulau – pulau terluar dipidahkan ke pulau utama masih di sub – pulau tersebut ( Jawa
Bagian Tengah); dengan konsekuennsi Pulau – pulau terkecil sebagai barrier terhadap tsunami dan wilayah eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dan teknologi tinggi juga sebagaimana kegiatan eksisting sebagai
Kawasan pertahanan dan keamanan;
• KSN Banjar Bakula mencakup Provinsi Kalimantan Selatan dengan perluasan sampai dengan Provinsi Kalimantan Tengah, juga Kalimantan Barat dan penduduk pulau – pulau terluar dipidahkan ke pulau utama masih di sub –
pulau tersebut ( Kalimantan bagian selatan sampai barat); dengan konsekuennsi Pulau – pulau terkecil sebagai barrier terhadap tsunami dan wilayah eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dan teknologi tinggi juga
sebagaimana kegiatan eksisting sebagai Kawasan pertahanan dan keamanan;
• KSN Ibu Kota Negara mencakup Provinsi Kalimantan Timur dengan perluasan sampai dengan Provinsi Kalimantan Utara, dan penduduk pulau – pulau terluar dipidahkan ke pulau utama masih di sub – pulau tersebut (
Kalimantan bagian Timur sampai Utara); dengan konsekuennsi Pulau – pulau terkecil sebagai barrier terhadap tsunami dan wilayah eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dan teknologi tinggi juga sebagaimana kegiatan
eksisting sebagai Kawasan pertahanan dan keamanan;
• KSN Mamminasata mencakup Provinsi Sulawesi Selatan dengan perluasan sampai dengan Provinsi Sulawesi Barat dan Provinsi Sulawesi Tengah, dan penduduk pulau – pulau terluar dipidahkan ke pulau utama masih di sub –
pulau tersebut ( Sulawesi bagian Selatan sampai Tengah); dengan konsekuennsi Pulau – pulau terkecil sebagai barrier terhadap tsunami dan wilayah eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dan teknologi tinggi juga
sebagaimana kegiatan eksisting sebagai Kawasan pertahanan dan keamanan;
• KSN Bimindo mencakup Provinsi Sulawesi Utara dengan perluasan sampai dengan Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Tenggara, dan penduduk pulau – pulau terluar dipidahkan ke pulau utama masih di sub – pulau
tersebut ( Sulawesi bagian Tenggara sampai Utara); dengan konsekuennsi Pulau – pulau terkecil sebagai barrier terhadap tsunami dan wilayah eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dan teknologi tinggi juga sebagaimana
kegiatan eksisting sebagai Kawasan pertahanan dan keamanan;
• KSN Sarbagita mencakup Provinsi Bali dengan perluasan sampai dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan penduduk pulau – pulau terluar dipidahkan ke pulau utama masih di sub – pulau
tersebut ( Bali dan Nusa Tenggara); dengan konsekuennsi Pulau – pulau terkecil sebagai barrier terhadap tsunami dan wilayah eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dan teknologi tinggi juga sebagaimana kegiatan
eksisting sebagai Kawasan pertahanan dan keamanan;
• KSN Gerbangkertosusila mencakup Provinsi Jawa Timur dengan perluasan sampai dengan Provinsi Maluku, Provinsi Maluku Utara, Provinsi Papua, serta Provinsi Papua Barat, dan penduduk pulau – pulau terluar dipidahkan ke
pulau utama masih di sub – pulau tersebut ( Jawa Bagian Timur, seluruh Maluku, dan seluruh Papua); dengan konsekuennsi Pulau – pulau terkecil sebagai barrier terhadap tsunami dan wilayah eksplorasi dan eksploitasi
sumber daya alam dan teknologi tinggi juga sebagaimana kegiatan eksisting sebagai Kawasan pertahanan dan keamanan;
`
Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan
There are 6 cluster of region ( sub island / islands) categorized as developed areas, while the other 7 classified as developing areas, and none of them is poverty areas.
They are :
d. Developed Areas (inflations minimum once in 10 years more than 10 %): cluster 1 ( Aceh – Sumatera Utara); cluster 2 (Sumatera Barat - Riau – Kepulauan Riau); cluster 3 (Jambi – Sumatera Selatan
– Bengkulu – Kepulauan Bangka Belitung); cluster 4 ( Lampung – Banten); cluster 7 (Jawa Timur – Bali – Nusa Tenggara Barat – Nusa Tenggara Timur); dan cluster 10 ( Kalimantan Selatan – Kalimantan
Timur- Kalimantan Utara);
e. Developing Areas (inflations minimum once in 10 years less than 10 %): : Cluster 5 ( DKI Jarta – Jawa Barat); cluster 6 ( Jawa Tengah – DIY); cluster 8-9 (Kalimantan Barat – Kalimantan Tengah);
cluster 11 (Sulawesi Utara- Gorontalo- Sulawesi Tenggara); cluster 12 ( Sulawesi Tengah – Sulawesi Selatan – Sulawesi Barat); dan cluster 13 ( Maluku- Maluku Utara-Papua Barat-Papua);
f. Poverty areas (inflations minimum once in 10 years more than 5 %): none of 13 cclusters.
6. The attainment of carbon emission targets during 2010-2020 are assumed impacted of the spaces both public and privates
k. Carbon emission : <0 %,0,01-100 %, and > 100,01 %;
l. Household Consumption : 100.000.000-300.000.000;
m. Government Spending : 188.000.000-44.000.000;
n. IPM : 66 % - 72 %;
o. Expor : 4.000-6.000;
p. Impor : 4.000-6.000;
q. Penduduk : >7.000.000;
r. Inflation : <0, >5, >10;
s. Towers : 1.000-2.000;
t. Networks : 4.500 – 7.250.
7. The enlargement and reducing stock of spaces are proposed by the achievement of green shading (upper mean) or yellow shading (below in between bottom and too mean) and pink shading (below
mean).
f. Level of wealth in green zone at Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah,Jawa Timur; yellow zone at Aceh,Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Lampung,Jawa Barat,Bali,
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur ; and pink zone at Jambi, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung,DIY, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Utara,Sulawesi Utara, Gorontalo,Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.
g. Govermenment Spending in green zone in Sumatera Utara, DKI Jakarta,Jawa Barat, Jawa Tengah,Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Papua ; yellow zones in Aceh,Sumatera Barat, Riau,
Sumatera Selatan, Lampung, DIY, Bali , Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah and pink zones Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Kalimantan Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Papua Barat,;
8. The linkage between each variables as so the row of columns can be grouped as new policies for each provinces.
h. For Green zone : reduce the housing estates, education spaces, industrial and trade centres, and office complex, enlarge the spaces for recreational, forest and wet lands, public infrastructures, green
public free and rent areas; and grey private open spaces;
i. For Yellow zone : maintain all area dan keep existance of the all function spaces;
j. For the pink zone : reverse back from the point a.
NO PROVINSI 2010 2011 2012 2013 2014
1. Nanggroe Aceh Darussalam
2. Sumatera Utara
3. Sumatera Barat
4. Riau
5. Kepulauan Riau
6. Jambi
7. Sumatera Selatan
8. Bengkulu
9. Bangka Belitung
10. Lampung
12. Banten
17. Bali
29. Maluku
32. Papua
33. Gorontalo
Berdasarkan Tabel 1.12. Indikasi Lokasi Kawasan Andalan Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Tabel 1.12. Realisasi
Nilai Tambah Sektor Industri Tekstil dan Pakaian Jadi per Provinsi pada periode 2010 - 2014 menunjukkan bahwa masih terdapat ketidak sesuaian
antara indikasi lokasi kawasan andalan dan realisasi nilai tambah per provinsi dalam kurun waktu tersebut. Sebanyak 27 dari 32 provinsi sesuai
(Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Daerah Ibukota Jakarta,
Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Ibukota Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat), dan 5
provinsi lainnya tidak sesuai (Bengkulu, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua). Sedangkan terdapat tambahan 1 provinsi (Gorontalo)
yang telah berkontribusi dalam pengumpulan nilai tambah yang belum diakomodir pada dokumen RTRWN.
Dilihat lebih detil lagi, kesesuaian dan ketidaksesuaian tersebut erat kaitannya dengan tingkat survivabilitas pengusaha industri tekstil dan
pakaian jadi. Sebagaimana dapat dicermati dari kedua tabel tersebut, walaupun izin lokasi yang ada di RTRWN berlaku untuk selama periode
2010 – 2014, masih ada provinsi yang menunjukkan ketidak adaaan kontribusi di tahun- tahun tertentu dan ada juga yang menambahkan perluasan
industri tekstil saja menjadi industri pakaian jadi. Ketidakstabilan nilai tambah terdapat di 5 provinsi berikut, yaitu Riau, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Barat. Sedangkan provinsi – provinsi lainnya menunjukkan kondisi yang stabil.
Lebih lanjut, terkait hilirisasi industri antara industri tekstil dan pakaian jadi, masih belum terealisasi di semua provinsi yang sesuai
peruntukan lokasi kawasan andalannya. Sebanyak provinsi memiliki keduanya dan sebagian provinsi masih bersifat linear ( hanya memiliki
industri tekstil / pakaian jadi saja. Sebanyak 20 provinsi (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Lampung,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Khusus Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Gorontalo) menunjukkan hilirasi
industri tekstil dan pakaian jadi dan 7 provinsi lainnya (Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barart, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tenggara, dan Sulawesi Barat) menunjukkan lineraritas kedua industri tersebut.
975.000
2012 MENINGKAT BERKURANG, SESUAI
832.271.020
1.015.000
2013 MENINGKAT BERTAMBAH, TIDAK
1.284.176.397 SESUAI
1.365.087
2014 MENINGKAT BERTAMBAH, TIDAK
1.464.616.430 SESUAI
1.665.000
4.859.789.937
2013 2.200.000 MENINGKAT 1.159.975.582 BERKURANG, SESUAI
2014 MENINGKAT 7.942.606.038 BERTAMBAH, TIDAK
2.441.000 SESUAI
745.000
2013 MENINGKAT BERTAMBAH, TIDAK
SESUAI
866.250 9.817.319.142
2014 MENINGKAT BERKURANG, SESUAI
6.434.342.522
1.000.000
955.300
8.782.646.866
950.000 3.292.034
2012 MENINGKAT BERKURANG, SESUAI
1.000.000
3.148.543
2013 MENINGKAT BERTAMBAH, TIDAK
1.100.000 10.674.835 SESUAI
2014 MENINGKAT BERKURANG, SESUAI
1.210.000
8.651.984
Sebagaimana hasil analisis teori di Bab 4 menunjukkan bahwa perubahan nilai tambah dipengaruhi oleh Penetapan Upah Minimum Regional,
Pendapatan Domestik Regional Bruto dan Pembangunan Infrastruktur. Penetapan Upah Minimum Regional di atas atau di bawah rata – rata Upah
Minimum Regional di masing – masing Provinsi mempengaruhi rendah atau tingginya nilai tambah sektor industri tekstil dan pakaian jadi di 24
provinsi (sesuai dengan teori Sichei (2012) dan Marcelia . Sedangkan kenaikan Upah Minimum Regional di masing – masing Provinsi tersebut
mempengaruhi berkurangnya penyerapan tenaga kerja di sektor industri tekstil dan pakaian jadi dan menyebabkan berkurangnya nilai tambah
industri tekstil dan pakaian jadi. Kenaikan / Penurunan Pendapatan Domestik Regional Bruto juga dipengaruhi oleh rendah atau tingginya Upah
Minimum Regional. Hal yang serupa ditunjukkan juga dari pembangunan infrastruktur, dimana dengan adanya pembangunan infrastruktur
memberikan pengaruh positif terhadap kenaikan nilai tambah sektor industri tekstil dan pakaian jadi di 24 provinsi.
Untuk provinsi-provinsi, dengan keterkaitan UMR rendah dan nilai tambah tinggi dan UMR tinggi dengan nilai tambah rendah sudah sesuai 100
%, diperbolehkan adanya kenaikan UMR, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung,
Riau, DKI Jakarta, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat. Sedangkan Provinsi – provinsi lainnya, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur
dan Nusa Tenggara Timur disarankan mengurangi UMR sampai berada di bawah UMR rata-rata per provinsi.
Sub BWP
I.II 294,36 66,89 26,756 40,134 12
Blok I.II-1 27,8 18,39 7,356 11,034 3
Blok I.II-2 38,73 17,07 6,828 10,242 3
Blok I.II-3 6,21 4,35 1,74 2,61
Blok I.II-4 51,39 13,5 5,4 8,1
Blok I.II-5 33,49 10,45 4,18 6,27
Blok I.II-6 136,74 3,13 1,252 1,878
Sub BWP
I.III 195,8 0,14 0,056 0,084 4,2 65,1 26,04 39,06 12
Blok I.III-1 48,59 10,15 4,06 6,09
Blok I.III-2 34,59 0,07 0,028 0,042 2,1 20,91 8,364 12,546 3
Blok I.III-3 6,12 0,07 0,028 0,042 2,1 5,62 2,248 3,372 1
Blok I.III-4 15,34 7,89 3,156 4,734 1
Blok I.III-5 27,62 13,31 5,324 7,986 2
Blok I.III-6 57,51 6,3 2,52 3,78
Blok I.III-7 6,03 0,92 0,368 0,552
Sub BWP
I.IV 249,57 118,91 47,564 71,346 3567,3 6,54 6,3048 19,3752 7509,6 0,44 0,176 0,264
Blok I.IV-
1 27,15 15,62 6,248 9,372 468,6
Blok I.IV-
2 12,59 7,13 2,852 4,278 213,9
Blok I.IV-
3 10,91 4,26 1,704 2,556 127,8
Blok I.IV-
4 17,59 6,99 2,796 4,194 209,7
Blok I.IV-
5 18,34 9,24 3,696 5,544 277,2 0,09 0,036 0,054 27 0,32 0,128 0,192
Blok I.IV-
6 22,75 6,07 2,428 3,642 182,1 4,97 1,988 2,982 1491
Blok I.IV-
7 56,12 29,19 11,676 17,514 875,7 0,1 0,04 0,06 30
Blok I.IV-
8 22.06 8,39 3,356 5,034 251,7
Blok I.IV-
9 13,98 0,31 0,124 0,186 9,3
Blok I.IV-
10 13,79 6,57 2,628 3,942 197,1
Blok I.IV-
11 16,91 9,12 3,648 5,472 273,6
Blok I.IV-
12 15,3 7,99 3,196 4,794 239,7 0,12 0,048 0,072
Blok I.IV-
13 14,91 4,33 1,732 2,598 129,9
Blok I.IV-
14 9,23 3,7 1,48 2,22 111 1,38 0,552 0,828 414
Sub BWP
I.V 237,11 57,49 22,996 34,494 10
Blok I.V-1 31,79 8,43 3,372 5,058 1
Blok I.V-2 28,88 9,13 3,652 5,478 1
Blok I.V-3 23,36 6,61 2,644 3,966 1
Blok I.V-4 86,58 20,05 8,02 12,03
Blok I.V-5 66,5 13,27 5,308 7,962 2
Sub BWP
II.I 277,5 2,98 1,192 1,788 178,8 98,34 39,336 59,004 17
Blok II.I-1 44,07 0,46 0,184 0,276 27,6 19,29 7,716 11,574 3
Blok II.I-2 25,66 7,24 2,896 4,344 1
Blok II.I-3 22,33 11,5 4,6 6,9
Blok II.I-4 63,63 15,37 6,148 9,222 2
Blok II.I-5 24,37 17,27 6,908 10,362 3
Blok II.I-6 70,65 22,83 9,132 13,698 4
Blok II.I-7 23,94 4,82 1,928 2,892
Blok II.I-8 2,85 2,52 1,008 1,512 151,2 0,02 0,008 0,012
Sub BWP
II.II 99,61 0,44 0,176 0,264 13,2 23,79 34,08 14,274 4
Blok II.II-1 7,74 5,36 2,144 3,216
Blok II.II-2 21,53 0,44 0,176 0,264 13,2 9,27 3,708 5,562 1
Blok II.II-3 13,59 8,07 3,228 4,842 1
Blok II.II-4 56,75 1,09 0,436 0,654
Sub BWP
II.III 177,31 3,9 1,56 2,34 117 0,4 0,16 0,24 120 61,41 24,564 36,846 11
Blok II.III-
1 6,98 4,34 1,736 2,604
Blok II.III-
2 44 0,4 0,16 0,24 120 6,29 2,516 3,774 1
Blok II.III-
3 41,76 6,04 2,416 3,624 1
Blok II.III-
4 2,43 1,95 0,78 1,17
Blok II.III-
5 9,98 7,19 2,876 4,314 1
Blok II.III-
6 37,23 27,95 11,18 16,77
Blok II.III-
7 19,37 3,9 1,56 2,34 117 4,12 1,648 2,472
Blok II.III-
8 15,56 3,53 1,412 2,118
Sub BWP
II.IV 137,81 52,69 21,076 31,614 1580,7 5,54 0,2324 5,3076 2653,8
Blok II.IV-
1 5,29 4,69 1,876 2,814 140,7
Blok II.IV-
2 6,9 6,6 2,64 3,96 198
Blok II.IV-
3 4,46 2,57 1,028 1,542 77,1
Blok II.IV-
4 41,61 3,32 1,328 1,992 99,6
Blok II.IV-
5 6,03 2,29 0,916 1,374 68,7
Blok II.IV-
6 16,52 9,63 3,852 5,778 288,9 0,03 0,012 0,018 9
Blok II.IV-
7 14,79 6,14 2,456 3,684 184,2
Blok II.IV-
8 11,26 5,33 2,132 3,198 159,9
Blok II.V-
9 14,78 12,12 4,848 7,272 363,6 0,01 0,0004 0,0096 4,8
Blok II.V-
10 16,17 5,5 0,22 5,28 2640
Sub BWP
III.I 188,44 145,05 58,02 87,03 8703 0,07 0,028 0,042 2,1 0,04 0,016 0,024
Blok III.I-1 19,86 13,01 5,204 7,806 780,6
Blok III.I-2 5,73 5,52 2,208 3,312 331,2
Blok III.I-3 18,73 16,6 6,64 9,96 996
Blok III.I-4 26,44 24,73 9,892 14,838 1483,8 0,07 0,028 0,042 2,1 0,01 0,004 0,006
Blok III.I-5 40,58 37,05 14,82 22,23 2223 0,03 0,012 0,018
Blok III.I-6 19,73 18,36 7,344 11,016 1101,6
Blok III.I-7 20,88 17,75 7,1 10,65 1065
Blok III.I-8 18,66
Blok III.I-9 17,83 12,03 4,812 7,218 721,8
Sub BWP
III.II 187,33 142,47 56,988 85,482 8548,2 0,14 0,056 0,084 4,2 0,02 0,008 0,012
Blok III.II-
1 30,3 15,79 6,316 9,474 947,4
Blok III.II-
2 6,39 3,29 1,316 1,974 197,4
Blok III.II-
3 26,25 23,86 9,544 14,316 1431,6 0,13 0,052 0,078 3,9
Blok III.II-
4 12,26 1,65 0,66 0,99 99 0,01 0,004 0,006 0,3
Blok III.II-
5 23,49 7,29 2,916 4,374 437,4
Blok III.II-
6 13,91 7,66 3,064 4,596 459,6
Blok III.II-
7 8,39 7,57 3,028 4,542 454,2
Blok III.II-
8 12,57 11,64 4,656 6,984 698,4 0,01 0,004 0,006
Blok III.II-
9 4,06 3,53 1,412 2,118 211,8
Blok III.II-
10 7,59 6,86 2,744 4,116 411,6 0,01 0,004 0,006
Blok III.II-
11 26,36 8,49 3,396 5,094 509,4
Blok III.II-
12 13,76 43 17,2 25,8 2580
Blok III.II-
13 2 1,84 0,736 1,104 110,4
Sub BWP
III.III 138,1 0,4 0,16 0,24 24 141,61 56,644 84,966 4248,3 8,7 3,48 5,22
Blok III.III-
1 51,77 0,06 0,024 0,036 3,6 32,91 13,164 19,746 987,3 0,03 0,012 0,018
Blok III.III-
2 8,5 5,92 2,368 3,552 177,6
Blok III.III-
3 14,43 8,35 3,34 5,01 250,5
Blok III.III-
4 33,98 0,14 0,056 0,084 8,4 12,63 5,052 7,578 378,9 4,31 1,724 2,586
Blok III.III-
5 18,82 0,2 0,08 0,12 12 75,31 30,124 45,186 2259,3 4,35 1,74 2,61
Blok III.III-
6 10,6 6,49 2,596 3,894 194,7 0,01 0,004 0,006
Sub BWP
III.IV 332,29 0,02 0,008 0,012 0,6 118,07 47,228 70,842 21
Blok
III.IV-1 22,72 12,73 5,092 7,638 2
Blok
III.IV-2 73,91 11,3 4,52 6,78
Blok
III.IV.3 57,97 0,02 0,008 0,012 0,6 34,27 13,708 20,562 6
Blok
III.IV-4 41,73 3,22 1,288 1,932
Blok
III.IV-5 21,7 10,28 4,112 6,168 1
Blok
III.IV-6 17,75 12,57 5,028 7,542 2
Blok
III.IV-7 38,71 6,95 2,78 4,17
Blok
III.IV-8 22,14 9,44 3,776 5,664 1
Blok
III.IV-9 18,57 6,75 2,7 4,05
Blok
III.IV-10 17,09 10,56 4,224 6,336 1
Sub BWP
III.V 377,6 0,04 0,016 0,024 2,4 185,09 74,036 111,054 33
Blok III.V-
1 21,6 10,79 4,316 6,474 1
Blok III.V-
2 49,08 16,63 6,652 9,978 2
Blok III.V-
3 85,74 14,05 5,62 8,43
Blok III.V-
4 79,5 0,01 0,004 0,006 0,6 61,05 24,42 36,63 1
Blok III.V-
5 66,52 33,71 13,484 20,226 6
Blok III.V-
6 35,79 18,87 7,548 11,322 3
Blok III.V-
7 16,21 8,75 3,5 5,25
Blok III.V-
8 23,16 0,03 0,012 0,018 1,8 21,24 8,496 12,744 3
Sub BWP
III.VI 629,05 170,81 68,324 102,486 30
Blok
III.VI-1 92,56 39,54 15,816 23,724 7
Blok
III.VI-2 96,84 28,55 11,42 17,13
Blok
III.VI-3 43,9 11,63 4,652 6,978 2
Blok
III.VI-4 85,91 21,25 8,5 12,75
Blok
III.VI-5 40,19 18,22 7,288 10,932 3
Blok
III.VI-6 50,99 20,97 8,388 12,582 3
Blok
III.VI-7 10,21 6,42 2,568 3,852 1
Blok
III.VI-8 139,39 0,74 0,296 0,444
Blok
III.VI-9 41,08 13,65 5,46 8,19
Blok
III.VI-10 27,98 9,84 3,936 5,904 1
Sub BWP
IV.I 290,79 0,04 0,016 0,024 2,4 149,33 59,732 89,598 3,63 1,452 2,178 0,02 0,008 0,012
Blok IV.I-
1 17,68 10,51 4,204 6,306 315,3
Blok IV.I-
2 13,53 11,77 4,708 7,062 353,1
Blok IV.I-
3 17,97 9,84 3,936 5,904 295,2
Blok IV.I-
4 17,84 1,97 0,788 1,182 59,1
Blok IV.I-
5 7,39 5,24 2,096 3,144 157,2
Blok IV.I-
6 57,89 0,04 0,016 0,024 2,4 30,86 12,344 18,516 925,8 0,08 0,032 0,048
Blok IV.I-
7 15,04 11,01 4,404 6,606 330,3
Blok IV.I-
8 44,19 22,71 9,084 13,626 681,3
Blok IV.I-
9 25,21 8,51 3,404 5,106 255,3 0,02 0,008 0,012
Blok IV.I-
10 8,8 1,54 0,616 0,924 46,2
Blok IV-I-
11 7,2 1,99 0,796 1,194 59,7
Blok IV.I-
12 2,43 1,83 0,732 1,098 54,9
Blok IV-I-
13 20,63 15,75 6,3 9,45 472,5
Blok IV.I-
14 34,99 15,8 6,32 9,48 474 3,55 1,42 2,13
Sub BWP
IV.II 375,15 0,52 0,208 0,312 15,6 223,64 89,456 134,184 40
Blok IV.II-
1 78,04 0,52 0,208 0,312 15,6 54,12 21,648 32,472 9
Blok IV.II-
2 41,53 26,63 10,652 15,978 4
Blok IV.II-
3 37,33 29,72 11,888 17,832 5
Blok IV.II-
4 78,52 30,81 12,324 18,486 5
Blok IV.II-
5 26,68 22,93 9,172 13,758 4
Blok IV.II-
6 50,93 9,77 3,908 5,862 1
Blok IV.II-
7 18,4 15,39 6,156 9,234 2
Blok IV.II-
8 29,74 26,98 10,792 16,188 4
Blok IV.II-
9 13,98 7,29 2,916 4,374 1
Sub BWP
IV.III 399,22
Blok
IV.III-1 41,64 19,16 54,644 81,966 24
Blok
IV.III-2 35 10,73 4,292 6,438 1
Blok
IV.III-3 40,13 18,57 7,428 11,142 3
Blok
IV.III-4 65,63 30,74 12,296 18,444 5
Blok
IV.III-5 94,28 39,53 15,812 23,718 7
Blok
IV.III-6 122,54 37,04 14,816 22,224 6
PENGARUH USULAN PERUBAHAN TARIF TOL TRANS JAWA DI PROVINSI JAWA TENGAH DILIHAT DARI PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KOMODITAS PERTANIAN DI KOTA SEMARANG – KABUPATEN KARANGANYAR
NO SEKSI PANJANG STATUS
`I II III IV V
Ungaran Banyumanik
Bawen Banyumanik
Salatiga Banyumanik
`I II III IV V
Boyolali Banyumanik
`I II III IV V
Colomadu Banyumanik
Sub BWP
PK.II 201,99 1,22 0,07 0,48 0 0,24 2,09 43,94
Blok PK.II-1 30,38 0,48 7,24
Blok PK.II-2 3,09 0,88
Blok PK.II-3 10,19 0,61 1,72 2,23
Blok PK.II-4 11,1 0,61 0,37 1,31
Blok PK.II-5 7,27 3,47
Blok PK.II-6 17,5 0,24 6,02
Blok PK.II-7 39,75 0,07 4,99
Blok PK.II-8 34,93 9,94
Blok PK.II-9 22,93 4,55
Blok PK.II-10 8,69 0,3
Blok PK.II-11 11,27 1,1
Blok PK.II-12 4,89 1,91
Sub BWP
PK.III 196,58 0,97 0,59 0 0 0 0,61 4,82
Blok PK.III-1 28,47
Blok PK.III-2 23,9
Blok PK.III-3 105,94
Blok PK.III-4 8,91 0,97 0,59 0,61 3,93
Blok PK.III-5 9,1 0,89
Blok PK.III-6 20,26
Sub BWP
PK.IV 89,07 1,11 0 0,12 0 0 2,15 16,26
Blok PK.IV-1 8.11 0,44 3,8
Blok PK.IV-2 9,24 0,12 1,69 2,92
Blok PK.IV-3 13,9 1,11 0,02 5,79
Blok PK.IV-4 3,81
Blok PK.IV-5 10,26
Blok PK.IV-6 15,87 1,34
Blok PK.IV-7 13,14 2,09
Blok PK.IV-8 22,85 0,32
Sub BWP
PK.V 68,9 0 0 0 0 0 0 0
Blok PK.V-1 17,9
Blok PK.V-2 11,7
Blok PK.V-3 18,21
Blok PK.V-4 11,32
Blok PK.V-5 9,77
Sub BWP
III.III 138,1 0 0 0,68 0 0 0 59,68
Blok III.III-1 51,77 0,33 11,15
Blok III.III-2 8,5 4,77
Blok III.III-3 14,43 1,17
Blok III.III-4 33,98 7,21
Blok III.III-5 18,82 0,35 34,05
Blok III.III-6 10,6 1,33
Sub BWP
III.IV 332,29 0 0 0 0 0 0 0,93
Blok III.IV-1 22,72
Blok III.IV-2 73,91 0,05
Blok III.IV.3 57,97 0,13
Blok III.IV-4 41,73
Blok III.IV-5 21,7 0,75
Blok III.IV-6 17,75
Blok III.IV-7 38,71
Blok III.IV-8 22,14
Blok III.IV-9 18,57
Blok III.IV-10 17,09
Sub BWP
III.VI 629,05 0 0 0 0 0 0 19,92
Blok III.VI-1 92,56 0,88
Blok III.VI-2 96,84 11,6
Blok III.VI-3 43,9
Blok III.VI-4 85,91
Blok III.VI-5 40,19 3,58
Blok III.VI-6 50,99 3,86
Blok III.VI-7 10,21
Blok III.VI-8 139,39
Blok III.VI-9 41,08
Blok III.VI-10 27,98
Sub BWP
IV.III 399,22 0 0 0 0 0 0 46,45
Blok IV.III-1 41,64 4,18
Blok IV.III-2 35 11,81
Blok IV.III-3 40,13 6,41
Blok IV.III-4 65,63 7,6
Blok IV.III-5 94,28 11,12
Blok IV.III-6 122,54 5,33
Sub BWP
PK.II 11,58 7,66 3,29 3,63 0,01 0
Blok PK.II-1 3,39 5,19 2,14 1,04
Blok PK.II-2 0,01
Blok PK.II-3 0,79
Blok PK.II-4
Blok PK.II-5 0,32
Blok PK.II-6 0,43
Blok PK.II-7
Blok PK.II-8 0,28
Blok PK.II-9 2,46 0,26
Blok PK.II-10
Blok PK.II-11 7,4 0,01 0,46 0,89
Blok PK.II-12 1,1
Sub BWP
PK.III 0 0 0 1,51 0,05 0
Blok PK.III-1 0,87
Blok PK.III-2 0,5 0,02
Blok PK.III-3 0,14 0,03
Blok PK.III-4
Blok PK.III-5
Blok PK.III-6
Sub BWP
PK.IV 0 0 0 1,26 0,09 0
Blok PK.IV-1 0,93 0,07
Blok PK.IV-2
Blok PK.IV-3
Blok PK.IV-4 0,01
Blok PK.IV-5 0,27
Blok PK.IV-6 0,02
Blok PK.IV-7 0,05
Blok PK.IV-8
Sub BWP
PK.V 0 0 0 0 0 0
Blok PK.V-1
Blok PK.V-2
Blok PK.V-3
Blok PK.V-4
Blok PK.V-5
Sub BWP
III.III 0 0 0,24 0,9 0,38 1,52
Blok III.III-1 0,13 0,01 0,01
Blok III.III-2 0,12 0,03
Blok III.III-3 0,21 0,03 1,51
Blok III.III-4 0,03
Blok III.III-5 0,12 0,56 0,28
Blok III.III-6
Sub BWP
III.IV 0 0 0 0,27 0,06 0
Blok III.IV-1
Blok III.IV-2 0,06
Blok III.IV.3
Blok III.IV-4
Blok III.IV-5
Blok III.IV-6
Blok III.IV-7
Blok III.IV-8
Blok III.IV-9
Blok III.IV-10 0,27
Sub BWP
III.VI 0 0 0,24 1,51 0,13 0
Blok III.VI-1 0,33
Blok III.VI-2 0,13
Blok III.VI-3
Blok III.VI-4
Blok III.VI-5 0,86 0,13
Blok III.VI-6 0,24
Blok III.VI-7
Blok III.VI-8
Blok III.VI-9 0,19
Blok III.VI-10
Sub BWP
IV.III 0 0 0 0,38 0 0
Blok IV.III-1
Blok IV.III-2
Blok IV.III-3 0,27
Blok IV.III-4
Blok IV.III-5
Blok IV.III-6 0,11
Pelanggan
Listrik 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Rumah Tangga 42337 42337 42337 62406 64585 67167 69744 72563 75266 77804
Sosial 6989 6989 6989 1921 2041 2140 2196 2272 2339 2407
Bisnis 15360 15360 15360 3120 3687 4103 4403 4486 4569 4716
Industri 44069 44069 44069 72 76 80 82. 87 89 90
Pemerintah 4695 4695 4695 419 439 467 491 508 524 542
Multiguna 264 264 264 0 0 12 30 45 63 76
Salatiga 113.714 113.714 113.714 67938 70828 73969 76946 79961 82850 85635
100000
80000
60000
40000
20000
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Rumah Tangga 167.204.077.143 187.962.150.719 41.712.904.338 9.221.942.884 9.221.942.884 36.849.729.725 38.601.235 83.518.028 91.502.950 9.062.843
Sosial 17.437.277.309 21.641.622.193 8.172.041.553 991.067.311 991.067.311 3.454.192.806 4.539.662 9.220.348 8.639.642 94.129.023
Bisnis 58.641.019.266 68.394.124.745 28.204.706.673 3.914.328.557 3.914.328.557 12.545.047.131 14.140.149 24.345.374 24.887.816 26.225.159
Industri 455.702.720.263 540.739.242.085 145.628.220.133 19.221.420.315 19.221.420.315 51.714.251.781 74.893.145 133.075.850 116.521.201 124.640.144
Pemerintah 28.955.516.354 34.177.469.923 14.777.160.965 1.976.061.822 1.976.061.822 5.953.424.493 5.751.513 8.162.870 8.286.660 8.341.519
Multiguna 10.851.312.541 14.783.604.263 7.118.613.806 22.688.705 22.688.705 - 190.197 285.773 215.685 319.759
Salatiga 738.791.922.876 868.698.213.928 245.613.647.470 35.347.509.594 35.347.509.594 110.516.645.936 138.115.901 258.608.243 250.053.954 262.718.447
Nilai Penjualan Listrik
1.000.000.000.000
800.000.000.000
600.000.000.000
400.000.000.000
200.000.000.000
-
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Salatiga 0
Nilai Penjualan Air Minum 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
1. Sosial/ Social 883 674910 883 674910 883 674910 860 641350 911 335440 911 335440
1.153.596 1.153.596 1.153.596 1.153.596
14 741 14 741 14 741 16 792
2. Rumah Tangga/Household 16 949 732020 16 792 021869
235820 235820 235820 021869 24.897.119 24.897.119 24.897.119 24.897.119
3. Instansi Pemerintah/ Government 1 063 828770 1 063 828770 1 063 828770 1 058 938015 482 034535 482 034535
1.685.087 1.685.087 1.685.087 1.685.087
4. Niaga/ commerce 2 321 709901 2 321 709910 2 321 709910 2 939 421180 3 230 272455 3 230 272455
4.194.292 4.194.292 4.194.292 4.194.292
5. Industri/ Industry 659 063970 659 063970 659 063970 442 975445 630 150150 630 150150
2.089.890 2.089.890 2.089.890 2.089.890
6. Khusus/ Private 125 326460 125 326460 125 326460 13 248240 1 808 134630 1 808 134630
350.554 350.554 350.554 350.554
Salatiga 0
Salatiga
7. Susut/hilang dlm. Penyaluran/ lost in distribution
6. Khusus/ Private
5. Industri/ Industry
4. Niaga/ commerce
3. Instansi Pemerintah/ Government
Sub
BWP/Blok Terminal
Sub BWP
PK.II 0,28
Blok PK.II-1
Blok PK.II-2
Blok PK.II-3
Blok PK.II-4 0,28
Blok PK.II-5
Blok PK.II-6
Blok PK.II-7
Blok PK.II-8
Blok PK.II-9
Blok PK.II-10
Blok PK.II-11
Blok PK.II-12
Sub BWP
PK.III 0
Blok PK.III-1
Blok PK.III-2
Blok PK.III-3
Blok PK.III-4
Blok PK.III-5
Blok PK.III-6
Sub BWP
PK.IV 0
Blok PK.IV-1
Blok PK.IV-2
Blok PK.IV-3
Blok PK.IV-4
Blok PK.IV-5
Blok PK.IV-6
Blok PK.IV-7
Blok PK.IV-8
Sub BWP
PK.V 0
Blok PK.V-1
Blok PK.V-2
Blok PK.V-3
Blok PK.V-4
Blok PK.V-5
Sub BWP
III.III 1,11
Blok III.III-1 1,11
Blok III.III-2
Blok III.III-3
Blok III.III-4
Blok III.III-5
Blok III.III-6
Sub BWP
III.IV 0
Blok III.IV-1
Blok III.IV-2
Blok III.IV.3
Blok III.IV-4
Blok III.IV-5
Blok III.IV-6
Blok III.IV-7
Blok III.IV-8
Blok III.IV-9
Blok III.IV-10
Sub BWP
III.VI 1,8
Blok III.VI-1
Blok III.VI-2
Blok III.VI-3
Blok III.VI-4
Blok III.VI-5 1,8
Blok III.VI-6
Blok III.VI-7
Blok III.VI-8
Blok III.VI-9
Blok III.VI-10
Sub BWP
IV.III 0
Blok IV.III-1
Blok IV.III-2
Blok IV.III-3
Blok IV.III-4
Blok IV.III-5
Blok IV.III-6
Sub BWP
PK.II 0,17
Blok PK.II-1 0,07
Blok PK.II-2
Blok PK.II-3
Blok PK.II-4
Blok PK.II-5 0,08
Blok PK.II-6
Blok PK.II-7
Blok PK.II-8
Blok PK.II-9
Blok PK.II-10 0,02
Blok PK.II-11
Blok PK.II-12
Sub BWP
PK.III 0
Blok PK.III-1
Blok PK.III-2
Blok PK.III-3
Blok PK.III-4
Blok PK.III-5
Blok PK.III-6
Sub BWP
PK.IV 0
Blok PK.IV-1
Blok PK.IV-2
Blok PK.IV-3
Blok PK.IV-4
Blok PK.IV-5
Blok PK.IV-6 4,76
Blok PK.IV-7
Blok PK.IV-8
Sub BWP
PK.V 0
Blok PK.V-1
Blok PK.V-2
Blok PK.V-3
Blok PK.V-4
Blok PK.V-5
Sub BWP
III.III 0,57
Blok III.III-1
Blok III.III-2
Blok III.III-3 0,57
Blok III.III-4
Blok III.III-5
Blok III.III-6
Sub BWP
III.IV 0
Blok III.IV-1
Blok III.IV-2
Blok III.IV.3
Blok III.IV-4
Blok III.IV-5
Blok III.IV-6
Blok III.IV-7
Blok III.IV-8
Blok III.IV-9
Blok III.IV-10
Sub BWP
III.VI 0
Blok III.VI-1
Blok III.VI-2
Blok III.VI-3
Blok III.VI-4
Blok III.VI-5
Blok III.VI-6
Blok III.VI-7
Blok III.VI-8
Blok III.VI-9
Blok III.VI-10
Sub BWP
IV.III 0
Blok IV.III-1
Blok IV.III-2
Blok IV.III-3
Blok IV.III-4
Blok IV.III-5
Blok IV.III-6
lapangan
Sub BWP/Blok olahraga gedung olahraga
Sub BWP
PK.II 0 0,31
Blok PK.II-1 0,31
Blok PK.II-2
Blok PK.II-3
Blok PK.II-4
Blok PK.II-5
Blok PK.II-6
Blok PK.II-7
Blok PK.II-8
Blok PK.II-9
Blok PK.II-10
Blok PK.II-11
Blok PK.II-12
Sub BWP
PK.III 0 0
Blok PK.III-1
Blok PK.III-2
Blok PK.III-3
Blok PK.III-4
Blok PK.III-5
Blok PK.III-6
Sub BWP
PK.IV 0,13 0
Blok PK.IV-1
Blok PK.IV-2
Blok PK.IV-3
Blok PK.IV-4
Blok PK.IV-5
Blok PK.IV-6 0,13
Blok PK.IV-7
Blok PK.IV-8
Sub BWP
PK.V 0 0
Blok PK.V-1
Blok PK.V-2
Blok PK.V-3
Blok PK.V-4
Blok PK.V-5
Sub BWP
III.III 0 1,13
Blok III.III-1 0,05
Blok III.III-2
Blok III.III-3
Blok III.III-4 0,19
Blok III.III-5 0,89
Blok III.III-6
Sub BWP
III.IV 0 0
Blok III.IV-1
Blok III.IV-2
Blok III.IV.3
Blok III.IV-4
Blok III.IV-5
Blok III.IV-6
Blok III.IV-7
Blok III.IV-8
Blok III.IV-9
Blok III.IV-10
Sub BWP
III.VI 0 0
Blok III.VI-1
Blok III.VI-2
Blok III.VI-3
Blok III.VI-4
Blok III.VI-5
Blok III.VI-6
Blok III.VI-7
Blok III.VI-8
Blok III.VI-9
Blok III.VI-10
Sub BWP
IV.III 0 0
Blok IV.III-1
Blok IV.III-2
Blok IV.III-3
Blok IV.III-4
Blok IV.III-5
Blok IV.III-6
Sub BWP
PK.II 1,54 0,02
Blok PK.II-1 0,83
Blok PK.II-2
Blok PK.II-3
Blok PK.II-4 0,13
Blok PK.II-5 0,04
Blok PK.II-6 0,01 0,01
Blok PK.II-7 0,14
Blok PK.II-8 0,17 0,01
Blok PK.II-9 0,04
Blok PK.II-10 0,03
Blok PK.II-11
Blok PK.II-12 0,15
Sub BWP
PK.III 0,07 0,07
Blok PK.III-1
Blok PK.III-2
Blok PK.III-3
Blok PK.III-4 0,07
Blok PK.III-5
Blok PK.III-6 0,07
Sub BWP
PK.IV 0,45 0,25
Blok PK.IV-1 0,26 0,07
Blok PK.IV-2 0,07
Blok PK.IV-3 0,19
Blok PK.IV-4
Blok PK.IV-5
Blok PK.IV-6 0,06
Blok PK.IV-7 0,05
Blok PK.IV-8
Sub BWP
PK.V 0 0
Blok PK.V-1
Blok PK.V-2
Blok PK.V-3
Blok PK.V-4
Blok PK.V-5
Sub BWP
III.III 0,92 0,25
Blok III.III-1 0,15 0,03
Blok III.III-2 0,13 0,02
Blok III.III-3 0,1 0,01
Blok III.III-4 0,06 0,06
Blok III.III-5 0,48 0,13
Blok III.III-6
Sub BWP
III.IV 0,34 0,11
Blok III.IV-1 0,02
Blok III.IV-2 0,08 0,02
Blok III.IV.3 0,07
Blok III.IV-4 0,06
Blok III.IV-5 0,1
Blok III.IV-6 0,04
Blok III.IV-7 0,03
Blok III.IV-8 0,03
Blok III.IV-9
Blok III.IV-10
Sub BWP
III.VI 0,83 0
Blok III.VI-1 0,23
Blok III.VI-2 0,2
Blok III.VI-3 0,03
Blok III.VI-4 0,05
Blok III.VI-5 0,05
Blok III.VI-6 0,1
Blok III.VI-7 0,03
Blok III.VI-8 0,09
Blok III.VI-9 0,05
Blok III.VI-10
Sub BWP
IV.III 0,19 0
Blok IV.III-1 0,02
Blok IV.III-2 0,02
Blok IV.III-3
Blok IV.III-4 0,07
Blok IV.III-5 0,07
Blok IV.III-6 0,01
Sub
BWP/Blok RTNH
Sub BWP
PK.II
Blok PK.II-1
Blok PK.II-2
Blok PK.II-3
Blok PK.II-4
Blok PK.II-5
Blok PK.II-6
Blok PK.II-7
Blok PK.II-8
Blok PK.II-9
Blok PK.II-10
Blok PK.II-11
Blok PK.II-12
Sub BWP
PK.III
Blok PK.III-1
Blok PK.III-2
Blok PK.III-3
Blok PK.III-4
Blok PK.III-5
Blok PK.III-6
Sub BWP
PK.IV 0,09
Blok PK.IV-1
Blok PK.IV-2 0,09
Blok PK.IV-3
Blok PK.IV-4
Blok PK.IV-5
Blok PK.IV-6
Blok PK.IV-7
Blok PK.IV-8
Sub BWP
PK.V
Blok PK.V-1
Blok PK.V-2
Blok PK.V-3
Blok PK.V-4
Blok PK.V-5
Sub BWP
III.III
Blok III.III-1
Blok III.III-2
Blok III.III-3
Blok III.III-4
Blok III.III-5
Blok III.III-6
Sub BWP
III.IV
Blok III.IV-1
Blok III.IV-2
Blok III.IV.3
Blok III.IV-4
Blok III.IV-5
Blok III.IV-6
Blok III.IV-7
Blok III.IV-8
Blok III.IV-9
Blok III.IV-10
Sub BWP
III.VI
Blok III.VI-1
Blok III.VI-2
Blok III.VI-3
Blok III.VI-4
Blok III.VI-5
Blok III.VI-6
Blok III.VI-7
Blok III.VI-8
Blok III.VI-9
Blok III.VI-10
Sub BWP
IV.III 4,08
Blok IV.III-1 4,08
Blok IV.III-2
Blok IV.III-3
Blok IV.III-4
Blok IV.III-5
Blok IV.III-6
Sub BWP
PK.II 5,41 0
Blok PK.II-1 1,1
Blok PK.II-2 0,27
Blok PK.II-3 1,46
Blok PK.II-4 0,88
Blok PK.II-5 0,22
Blok PK.II-6 1,11
Blok PK.II-7 0,05
Blok PK.II-8
Blok PK.II-9 0,31
Blok PK.II-10
Blok PK.II-11
Blok PK.II-12 0,01
Sub BWP
PK.III 0,31 0
Blok PK.III-1 0,29
Blok PK.III-2
Blok PK.III-3
Blok PK.III-4 0,02
Blok PK.III-5
Blok PK.III-6
Sub BWP
PK.IV 0,16 0
Blok PK.IV-1 0,06
Blok PK.IV-2
Blok PK.IV-3 0,1
Blok PK.IV-4
Blok PK.IV-5
Blok PK.IV-6
Blok PK.IV-7
Blok PK.IV-8
Sub BWP
PK.V 0 0
Blok PK.V-1
Blok PK.V-2
Blok PK.V-3
Blok PK.V-4
Blok PK.V-5
Sub BWP
III.III 1,12 0,19
Blok III.III-1
Blok III.III-2
Blok III.III-3 0,22 0,07
Blok III.III-4
Blok III.III-5 0,9 0,12
Blok III.III-6
Sub BWP
III.IV 0,47 0
Blok III.IV-1
Blok III.IV-2 0,28
Blok III.IV.3
Blok III.IV-4
Blok III.IV-5
Blok III.IV-6 0,19
Blok III.IV-7
Blok III.IV-8
Blok III.IV-9
Blok III.IV-10
Sub BWP
III.VI 0,37 0
Blok III.VI-1
Blok III.VI-2
Blok III.VI-3
Blok III.VI-4
Blok III.VI-5 0,3
Blok III.VI-6 0,07
Blok III.VI-7
Blok III.VI-8
Blok III.VI-9
Blok III.VI-10
Sub BWP
IV.III 0,99 0
Blok IV.III-1 0,99
Blok IV.III-2
Blok IV.III-3
Blok IV.III-4
Blok IV.III-5
Blok IV.III-6
Sub
BWP/Blok Pertanian Perikanan Pariwisata Khusus
Pertanian Pertanian
Lahan Lahan Permukiman Pertahanan dan
Basah Kering Pertanian Perkebunan Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan Keamanan TPS/TPST/TPA IPAL
LP2B
LP2B Basah Kering
Sub BWP PK.I 0 0 0 0 0 0 0 0 17,91 0 0
Blok PK.I-1 2,39
Blok PK.I-2 0,04
Blok PK.I-3
Blok PK.I-4
Blok PK.I-5
Blokk PK.I-6
Blok PK.I-7 15,48
Sub BWP
PK.II 15,82 1,8 0 0 0 0 0 0 48,74 0 0
Blok PK.II-1 0,75
Blok PK.II-2
Blok PK.II-3
Blok PK.II-4
Blok PK.II-5
Blok PK.II-6 0,98
Blok PK.II-7 10 1,8
Blok PK.II-8 2,98 0,21
Blok PK.II-9 2,7
Blok PK.II-10 2,84
Blok PK.II-11
Blok PK.II-12
Sub BWP
PK.III 35,57 16,14 0 0 35,68 0 0 0 0 0 0
Blok PK.III-1
Blok PK.III-2
Blok PK.III-3 35,57 16,14
Blok PK.III-4
Blok PK.III-5
Blok PK.III-6
Sub BWP
PK.IV 0 0 0 0 0,48 0 0 0 0 0 0
Blok PK.IV-1
Blok PK.IV-2
Blok PK.IV-3
Blok PK.IV-4
Blok PK.IV-5
Blok PK.IV-6
Blok PK.IV-7
Blok PK.IV-8
Sub BWP
PK.V 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Blok PK.V-1
Blok PK.V-2
Blok PK.V-3
Blok PK.V-4
Blok PK.V-5
Sub BWP I.III 56,34 11,48 0,42 15,23 43,92 0 0,15 4,95 0 0 0
Blok I.III-1 13,96 0,41 15,23 1,22
Blok I.III-2 5,28 0,4 0,15
Blok I.III-3 0,1
Blok I.III-4 2,87 1,86
Blok I.III-5 5,78 1,2 1,87
Blok I.III-6 31,32 6,5 0,42
Blok I.III-7
Sub BWP II.IV 31,98 3,27 5,6 0 25,37 0 1,41 0,61 0,25 0 0
Blok II.IV-1
Blok II.IV-2
Blok II.IV-3
Blok II.IV-4 20,23 1,1 1,41 0,25
Blok II.IV-5 0,32
Blok II.IV-6 1,62 3,27
Blok II.IV-7 3,95
Blok II.IV-8 0,23
Blok II.V-9 6,05
Blok II.V-10 4,08
Sub BWP
III.III 0 0 6,12 0 0 0 0,04 0 0 0 0
Blok III.III-1
Blok III.III-2
Blok III.III-3 0,02
Blok III.III-4 3,06
Blok III.III-5 3,06 0,02
Blok III.III-6
Sub BWP
III.IV 0 35,2 12,98 0 0 0 0 0 0 0 0
Blok III.IV-1 5,96 0,85
Blok III.IV-2 6,51
Blok III.IV.3
Blok III.IV-4 1,57
Blok III.IV-5 6,13
Blok III.IV-6 1,64 0,99
Blok III.IV-7 1,73 2,25
Blok III.IV-8 3,17 4,34
Blok III.IV-9 4,6 4,42
Blok III.IV-10 3,89 0,13
Sub BWP
III.VI 0 195,18 26,3 0 0 80,99 0 72,67 0 5,21 0
Blok III.VI-1 26,67
Blok III.VI-2 30,23 11,01
Blok III.VI-3 16,57 0,24
Blok III.VI-4 40,02 7,82 5,21
Blok III.VI-5 0,9
Blok III.VI-6 15,41 2,96
Blok III.VI-7 1,92
Blok III.VI-8 30,98 0,02 72,43
Blok III.VI-9 17,57 4,49
Blok III.VI-10 14,91
Sub BWP
IV.III 6,05 128,5 10,6 0 0 55,79 0 0 0 0 0
Blok IV.III-1 4,36 5,15 0,24
Blok IV.III-2 1,69
Blok IV.III-3
Blok IV.III-4 11,35 10,34
Blok IV.III-5 38,08 0,02
Blok IV.III-6 73,92
Jalur Pejalan
Kaki
Sub BWP I.I.
Sub BWP I.IV
Sub BWP I.V.
Sub BWP II.I
Sub BWP III.V.
Sub BWP IV.I.
Sub BWP IV.4
Hidran
PAM Masyarakat Umum
Sub BWP II.I.
Sub BWP II.II.
Sub BWP
II.III.
Sub BWP III.I.
Sub BWP
III.III.
Sub BWP
III.IV.
Sub BWP
III.V.
Sub BWP
III.VI.
Mu
Bagian Kedua
Pasal….
Pasal …..
(3) RDTR Kota Salatiga berperan sebagai alat operasionalisasi dan alat koordinasi pelaksanaan dan pengendal;ian pemanfaatan ruang di Kota Salatiga
Provinsi Jawa Tengah.
(4) RDTR Kota Salatiga berfungsi sebagai :
f. Kendali mutu pemanfaatan ruang di Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah;
g. Accuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan ruang yang dimanfaatkan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah;
h. Acuan bagi pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Salatiga provinsi Jawa Tengah;
i. Acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang di Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah; dan
j. Acuan dalam penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
BAB III
CAKUPAN WILAYAH RDTR KOTA SALATIGA
Pasal….
Cakupan Wilayah RDTR Kota Salatiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Huruf …. Mencakup :
BWP PK : Pusat Kota
BWP I : Kecamatan Sidorejo
BWP II : Kecamatan Tingkir
BWP III : Kecamatan Argomulyo
BWP IV : Kecamatan Sidomukti
Wilayah administrasi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari 4 (empat) kecamatan dan 23 (dua puluh tiga) kelurahan meliputi :
Kecamatan Sidorejo seluas 1.624 Hektar terdiri dari :
7. Kelurahan Blotongan seluas 423,80 Ha;
8. Kelurahan SIdorejo Lor seluas 271,60 Ha;
9. Kelurahan Salatiga seluas 202 Ha;
10.Kelurahan Bugel 294,37 Ha;
11.Kelurahan Kauman Kidul seluas 195,85 Ha; dan
12.Kelurahan Pulutan seluas 237,10 Ha.
Kecamatan Tingkir seluas 1.055 Ha terdiri dari :
8. Kelurahan Kutowinangun Lor seluas 196,57 Ha;
9. Kelurahan Kutowinangun Kidul seluas 97,18 Ha;
10.Kelurahan SIdorejo Kidul seluas 277,50 Ha;
11.Kelurahan Kalibening seluas 99,60 Ha;
12.Kelurahan Tingkir Lor seluas 177,30 Ha;
13.Kelurahan Tingkir Tengah seluas 137,80 Ha; dan
14.Kelurahan Gendongan seluas 68,900 Ha.
Kecamatan Argomulyo seluas 1.853 Ha terdiri dari :
7. Kelurahan Noborejo seluas 332,20 Ha;
8. Kelurahan Ledok seluas 187,33 Ha;
9. Kelurahan Tegalrejo seluas 188,43 Ha;
10.Kelurahan Randuacir seluas 377,60 Ha;
11.Kelurahan Cebongan seluas 138,10 Ha; dan
12.Kelurahan Kumpulrejo seluas 629,03 Ha.
Kecamatan Sidomukti seluas 1.146 Ha terdiri dari :
5. Kelurahan Kecandran seluas 399,20 Ha;
6. Kelurahan Dukuh seluas 377,15 Ha;
7. Kelurahan Mangunsari seluas 290,77 Ha; dan
8. Kelurahan Kalicacing seluas 78,73 Ha.
Pasal ….
(11) BWP Pusat Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Merupakan salah satu Kawasan perkotaan di Kota Salatiga yang ditetapkan berdasarkan
fungsi serta daya dukung lahan, karakteristik permukiman, permukiman jumlah penduduk, kebutuhan lahan, potensi, masalah, dan / atau isu strategis.
(12) Fungsi BWP Pusat Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
lll. Pusat Industri yaitu Pusat Aneka Industri
mmm. Pusat Perdagangan dan Jasa, Baik Tunggal maupun Deret
59) Pusat Perdagangan dan Jasa Tunggal mencakup :
Pusat Perbelanjaan, Pasar Tradisional, Jasa Penginapan, dan Perdagangan dan Jasa lainnya;
60) Pusat perdagangan dan jasa deret mencakup :
Pusat Perbelanjaan dan Toko / Pertokoan.
nnn. Pusat Pendidikan diantaranya:
61) Pendidikan Tinggi;
62) Pendidikan Menengah Atas;
63) Pendidikan menengah Pertama;
64) Pendidikan Dasar; dan
65) Pra Pendidikan.
ooo. Pusat Transportasi yaitu terminal.
ppp. Pusat Kesehatan berupa Rumah Sakit dan Puskesmas.
qqq. Pusat Olahraga berupa lapangan olahraga dan Gedung olahraga.
rrr. Pusat Peribadatan yaitu Peribadatan Utama dan Peribadatan Lingkungan.
sss. Pusat Ruang Terbuka Non Hijau.
ttt. Pusat Perkantoran berupa kantor pemerintah.
uuu. Pusat Pertanian berupa:
66) Pertanian Lahan Basah;
67) Pertanian Lahan Kering;
68) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Basah;
vvv. Pusat Pertahanan dan Keamanan.
Pasal ….
(13) BWP I sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Merupakan salah satu Kawasan perkotaan di Kota Salatiga yang ditetapkan berdasarkan fungsi serta
daya dukung lahan, karakteristik permukiman, permukiman jumlah penduduk, kebutuhan lahan, potensi, masalah, dan / atau isu strategis.
(14) Fungsi BWP I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
www. Pusat Perdagangan dan Jasa, baik tunggal maupun deret:
69) Pusat perdagangan dan jasa tunggal mencakup:
Pasar Tradisional, Jasa Penginapan, hiburan, dan perdagangan dan jasa lainnya.
70) Pusat perdagangan dan jasa deret mencakup :
Toko / pertokoan
xxx. Pusat Pendidikan diantaranya:
71) Pendidikan Tinggi;
72) Pendidikan Menengah Atas;
73) Pendidikan Menengah Pertama;
74) Pendidikan Dasar;
75) Pra Pendidikan; dan
76) Pendidikan Lainnya.
yyy. Pusat Transportasi yaitu terminal.
zzz. Pusat Kesehatan berupa Rumah Sakit dan Puskesmas.
aaaa. Pusat Peribadatan yaitu Peribadatan Utama dan Peribadatan Lingkungan.
bbbb. Pusat Ruang Terbuka Non Hijau.
cccc. Pusat Perkantoran berupa kantor pemerintah.
dddd. Pusat Pertanian berupa :
77) Pertanian Lahan Basah;
78) Pertanian Lahan Kering;
79) Permukiman Pertanian;
80) Perkebunan;
81) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Basah;
82) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kering;
eeee. Pusat Perikanan.
ffff. Pusat Pariwisata.
gggg. Pusat pertahanan dan Keamanan.
Pasal ….
(15) BWP II sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Merupakan salah satu Kawasan perkotaan di Kota Salatiga yang ditetapkan berdasarkan fungsi serta
daya dukung lahan, karakteristik permukiman, permukiman jumlah penduduk, kebutuhan lahan, potensi, masalah, dan / atau isu strategis.
(16) Fungsi BWP II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
hhhh. Pusat Industri yaitu Pusat Aneka Industri
iiii. Pusat Perdagangan dan jasa baik perdagangan dan jasa tunggal maupun deret
83) Pusat perdagangan dan jasa tunggal mencakup : pasar tradisional dan pusat perdagangan dan jasa lainnya.
84) Pusat perdagangan dan jasa deret mencakup : toko / pertokoan.
jjjj. Pusat Pendidikan mencakup :
85) Pendidikan Tinggi;
86) Pendidikan Menengah Atas;
87) Pendidikan Menengan Pertama;
88) Pendidikan Dasar;
89) Pra Pendidikan;
90) Pendidikan Lainnya.
kkkk. Pusat Transportasi yaitu terminal.
llll. Pusat Kesehatan yaitu puskesmas.
mmmm. Pusat Peribadatan yaitu Peribadatan Utama dan Peribadatan Lingkungan.
nnnn. Pusat Perkantoran berupa kantor pemerintah.
oooo. Pusat Pertanian berupa :
pppp. Pertanian Lahan Basah;
qqqq. Pertanian Lahan Kering;
rrrr. Permukiman Pertanian;
ssss. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Basah;
tttt. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kering;
uuuu. Pusat Perikanan.
vvvv. Pusat Pariwisata.
wwww. Pusat Pertahanan dan Keamanan.
xxxx. Pusat Instalasi Pengolahan Limbah.
Pasal ….
(17) BWP III sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Merupakan salah satu Kawasan perkotaan di Kota Salatiga yang ditetapkan berdasarkan fungsi serta
daya dukung lahan, karakteristik permukiman, permukiman jumlah penduduk, kebutuhan lahan, potensi, masalah, dan / atau isu strategis.
(18) Fungsi BWP III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
yyyy. Pusat Industri yaitu Pusat Aneka Industri dan Industri Kimia Dasar.
zzzz. Pusat Perdagangan dan Jasa, baik Tunggal maupun Deret.
91) Pusat Perdagangan dan Jasa Tunggal Mencakup : jasa penginapan dan perdagangan dan jasa lainnya.
92) Pusat perdagangan dan jasa deret yaitu toko / pertokoan.
aaaaa. Pusat Pendidikan mencakup :
93) Pendidikan Tinggi;
94) Pendidikan Menengah Atas;
95) Pendidikan Menenah Pertama;
96) Pendidikan Dasar;
97) Pra Pendidikan;
98) Pendidikan Lainnya.
bbbbb. Pusat Transportasi yaitu terminal.
ccccc. Pusat Kesehatan berupa Rumah Sakit dan Puskesmas.
ddddd. Pusat Olahraga yaitu Gedung olahraga.
eeeee. Pusat Peribadatan yaitu Peribadatan Utama dan Peribadatan Lingkungan.
fffff. Pusat Ruang Terbuka Non Hijau.
ggggg. Pusat Perkantoran berupa kantor pemerintah dan kantor swasta.
hhhhh. Pusat Pertanian berupa:
99) Pertanian Lahan Basah;
100) Pertanian Lahan Kering;
101) Permukiman Pertanian;
102) Lahan Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan Basah;
103) Lahan Pertanian Tanaman Pangan Berkenjutan Kering;
iiiii. Pusat Perikanan.
jjjjj. Pusat Pariwisata.
kkkkk. Pusat pertahanan dan Keamanan.
lllll. Pusat Tempat Pembuangan Sampah/ Tempat Pembuangan Sampah Terpadu/ Tempat Pembuangan Akhir.
mmmmm. Pusat Instalasi Pengolahan Limbah.
Pasal ….
(19) BWP IV sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Merupakan salah satu Kawasan perkotaan di Kota Salatiga yang ditetapkan berdasarkan fungsi serta
daya dukung lahan, karakteristik permukiman, permukiman jumlah penduduk, kebutuhan lahan, potensi, masalah, dan / atau isu strategis.
(20) Fungsi BWP IV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
nnnnn. Pusat perdagangan dan jasa baik tunggal maupun deret.
104) Pusat perdagangan dan jasa tunggal mencakup : pasar tradisional, jasa penginapan, dan perdagangan dan jasa lainnya.
105) Pusat perdagangan dan jasa deret yaitu toko / pertokoan.
ooooo. Pusat Pendidikan mencakup :
106) Pendidikan Tinggi;
107) Pendidikan Menengah Atas;
108) Pendidikan Menenah Pertama;
109) Pendidikan Dasar;
110) Pra Pendidikan;
111) Pendidikan Lainnya.
ppppp. Pusat Kesehatan berupa Rumah Sakit dan Puskesmas.
qqqqq. Pusat Olahraga yaitu Gedung olahraga.
rrrrr. Pusat Perkantoran berupa kantor pemerintah.
sssss. Pusat Pertanian berupa :
112) Pertanian Lahan Basah;
113) Pertanian Lahan Kering;
114) Permukiman Pertanian;
115) Lahan Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan Basah;
116) Lahan Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan Kering;
ttttt.Pusat Pertahanan dan Keamanan.
uuuuu. Pusat Tempat Pembuangan Sampah/ Tempat Pembuangan Sampah Terpadu/ Tempat Pembuangan Akhir.
vvvvv. Pusat Instalasi Pengolahan Limbah.
Cakupan BWP PK sebagaimana dimaksud pada ayat (…) terdiri atas 5 (lima) Sub BWP seluas 643,38 (enam ratus empat puluh tiga koma tiga delapan)
hektar.
Cakupan BWP PK sebagaimana dimaksud pada ayat () terdiri atas:
Sub BWP PK.I di seluruh wilayah Kelurahan Kalicacing di Pusat Kota dengan luas 78,73 (tujuh puluh delapan koma tujuh tiga) hektar.
Sub BWP PK.II di seluruh wilayah Kelurahan Salatiga di Pusat Kota dengan luas 202,00 (dua ratus koma nol nol) hektar.
Sub BWP PK.III di seluruh wilayah Kelurahan Kutowinangun Lor di Pusat Kota dengan luas 196,57 (seratus sembilan puluh enam koma lima tujuh) hektar.
Sub BWP PK.IV di seluruh wilayah Kelurahan Kutowinangun Kidul di Pusat Kota dengan luas 97,18 (Sembilan puluh tujuh koma satu delapan) hektar.
Sub BWP PK.V di seluruh wilayah Kelurahan Gendongan di Pusat Kota dengan luas 68,90 (enam puluh delapan koma Sembilan nol) hektar.
Cakupan BWP I sebagaimana dimaksud pada ayat (…) terdiri atas 5 ( lima) Sub BWP seluas 1.422,72 (seribu empat puluh dua koma tujuh dua) hektar.
Cakupan BWP I sebagaimana dimaksud pada ayat () terdiri atas:
Sub BWP I.I di seluruh wilayah Kelurahan Blotongan terletak pada Kecamatan Sidorejo dengan luas 423,80 (empat ratus dua puluh tiga koma delapan nol)
hektar.
Sub BWP I.II di seluruh wilayah Kelurahan Bugel terletak pada Kecamatan Sidorejo dengan luas 294,37 (dua ratus Sembilan puluh empat koma tiga tujuh)
hektar.
Sub BWP I.III di seluruh wilayah Kelurahan Kauman Kidul terletak pada Kecamatan Sidorejo dengan luas 195,85 (serratus sembilan puluh lima koma
delapan lilma) hektar.
Sub BWP I.IV di seluruh wilayah Kelurahan Sidorejo Lor terletak pada Kecamatan Sidorejo dengan luas 271, 60 (dua ratus tujuh puluh satu koma enam nol)
hektar.
Sub BWP I.V di seluruh wilayah Kelurahan Pulutan terletak pada Kecamatan Sidorejo dengan luas 237,10 (dua ratus tiga puluh tujuh koma satu nol) hektar.
Cakupan BWP II sebagaimana dimaksud pada ayat (…) terdiri atas 4 (empat ) Sub BWP seluas 692,20 (enam ratus sembilan puluh dua koma dua nol) hektar.
Cakupan BWP II sebagaimana dimaksud pada ayat () terdiri atas:
Sub BWP II.I di seluruh wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul terletak pada Kecamatan Tingkir dengan luas 277,50 (dua ratus tujuh puluh tujuh koma lima nol)
hektar.
Sub BWP II.II di seluruh wilayah Kelurahan Kalibening terletak pada Kecamatan Tingkir dengan luas 99,60 (Sembilan puluh Sembilan koma enam nol)
hektar.
Sub BWP II.III di seluruh wilayah Kelurahan Tingkir Lor terletak pada Kecamatan Tingkir dengan luas 177,30 (seratus tujuh puluh tujuh koma tiga nol )
hektar.
Sub BWP II.IV di seluruh wilayah Kelurahan Tingkir Tengah terletak pada Kecamatan Tingkir dengan luas 137,80 (serratus tiga puluh tujuh koma delapan
nol) hektar.
Cakupan BWP III sebagaimana dimaksud pada ayat (…) terdiri atas 6 (enam) Sub BWP seluas 1.852,69 (seribu delapan puluh lima dua koma enam Sembilan)
hektar.
Cakupan BWP III sebagaimana dimaksud pada ayat () terdiri atas:
Sub BWP III.I di seluruh wilayah Kelurahan Tegalrejo terletak pada Kecamatan Argomulyo dengan luas 188,43 (seratus delapan puluh delapan koma empat
tiga) hektar.
Sub BWP III.II di seluruh wilayah Kelurahan Ledok terletak pada Kecamatan Argomulyo dengan luas 187,33 (serratus delapan puluh tujuh koma tiga tiga)
hektar.
Sub BWP III.III di seluruh wilayah Kelurahan Cebongan terletak pada Kecamatan Argomulyo dengan luas 138,10 (seratus tiga puluh delapan koma satu nol)
hektar.
Sub BWP III.IV di seluruh wilayah Kelurahan Noborejo terletak pada Kecamatan Argomulyo dengan luas 332,20 (tiga ratus tiga puluh dua koma dua nol)
hektar.
Sub BWP III.V di seluruh wilayah Kelurahan Randuacir terletak pada Kecamatan Argomulyo dengan luas 377,60 (tiga ratus tujuh puluh tujuh koma enam
nol) hektar.
Sub BWP III.VI di seluruh wilayah Kelurahan Kumpulrejo terletak pada Kecamatan Argomulyo dengan luas 629,03 (enam ratus dua puluh Sembilan koma
nol tiga) hektar.
Cakupan BWP IV sebagaimana dimaksud pada ayat (…) terdiri atas 3 ( tiga) seluas 1.067,12 (seribu enam puluh tujuh koma satu dua) hektar.
Cakupan BWP IV sebagaimana dimaksud pada ayat () terdiri atas:
Sub BWP IV.I di seluruh wilayah Kelurahan Mangunsari terletak pada Kecamatan Sidomukti dengan luas 290,77 (dua ratus Sembilan puluh koma tujuh
tujuh) hektar.
Sub BWP IV.II di seluruh wilayah Kelurahan Dukuh terletak pada Kecamatan Sidomukti dengan luas 377,15 (tiga ratus tujuh puluh tujuh koma satu lima)
hektar.
Sub BWP IV.III di seluruh wilayah Kelurahan Kecandran terletak pada Kecamatan Sidomukti dengan luas 399,20 (tiga ratus Sembilan puluh Sembilan koma
dua nol) hektar.
Sub BWP PK.I. ( Kelurahan Kalicacing ) sebagaimana dimaksud pada ayat (…) huruf … terdiri atas 7 ( tujuh) blok meliputi :
Blok PK.I-1 dengan luas kurang lebih 12,32 ( dua belas koma tiga dua) hektar;
Blok PK.I-2 dengan luas kurang lebih 6,35 ( enam koma tiga lima) hektar;
Blok PK.I-3 dengan luas kurang lebih 8,77 ( delapan koma tujuh tujuh) hektar;
Blok PK. I-4 dengan luas kurang lebih 15,69 ( lima belas koma enam sembilan) hektar;
Blok PK.I-5 dengan luas kurang lebih 10,09 (sepuluh koma nol sembilan) hektar;
Blok PK.I-6 dengan luas kurang lebih 3,95 (tiga koma Sembilan lima) hektar; dan
Blok PK.I-7 dengan luas kurang lebih 21,56 (dua puluh satu koma lima enam) hektar.
Sub BWP PK.II ( Kelurahan Salatiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (…) huruf … terdiri atas 12 (dua belas) blok meliputi :
Blok PK.II-1 dengan luas kurang lebih 30,38 (tiga puluh koma tiga delapan) hektar;
Blok PK.II-2 dengan luas kurang lebih 3,09 (tiga koma nol sembilan) hektar;
Blok PK.II-3 dengan luas kurang lebih10,19 (sepuluh koma satu sembilan) hektar;
Blok PK.II-4 dengan luas kurang lebih11,10 (sebelas koma satu nol) hektar;
Blok PK.II-5 dengan luas kurang lebih 7,27 (tujuh koma dua tujuh) hektar;
Blok PK.II-6 dengan luas kurang lebih 17,50 (tujuh belas koma lima nol) hektar;
Blok PK.II-7 dengan luas kurang lebih 39,75 (tiga puluh sembilan koma tujuh lima) hektar;
Blok PK.II-8 dengan luas kurang lebih 34,93 (tiga puluh empat koma sembilan tiga) hektar;
Blok PK.II-9 dengan luas kurang lebih 22,93 (dua puluh dua koma sembilan tiga) hektar;
Blok PK.II-10 dengan luas kurang lebih 8,69 (delapan koma enam sembilan) hektar;
Blok PK.II-11 dengan luas kurang lebih 11,27 (sebelas koma dua tujuh) hektar; dan
Blok PK.II-12 dengan luas kurang lebih 4,89 (empat koma delapan sembilan) hektar.
Sub BWP PK.III ( Kelurahan Kutowinangun Lor) sebagaimana dimaksud pada ayat (…) huruf … terdiri atas 6 (enam) blok meliputi :
Blok PK.III-1 dengan luas kurang lebih 28,47 ( dua puluh delapan koma empat tujuh) hektar;
Blok PK.III-2 dengan luas kurang lebih 23,90 ( dua puluh tiga koma Sembilan nol) hektar;
Blok PK.III-3 dengan luas kurang lebih 105,94 ( seratus lima koma Sembilan empat) hektar;
Blok PK.III-4 dengan luas kurang lebih 8,91 ( delapan koma Sembilan satu) hektar;
Blok PK.III-5 dengan luas kurang lebih 9,10 ( sembilan koma satu nol) hektar; dan
Blok PK.III-6 dengan luas kurang lebih 20,26 ( dua puluh koma dua enam) hektar.
Sub BWP PK.IV (Kelurahan Kutowinangun Kidul) sebagaimana dimaksud pada ayat (…) huruf … terdiri atas 8 (delapan) blok meliputi :
Blok PK.IV-1 dengan luas kurang lebih 8,11 ( delapan koma satu satu) hektar;
Blok PK.IV-2 dengan luas kurang lebih 9,24 ( Sembilan koma dua empat ) hektar;
Blok PK.IV-3 dengan luas kurang lebih 13,90 ( tiga belas koma Sembilan nol) hektar;
Blok PK.IV-4 dengan luas kurang lebih 3,81 ( tiga belas koma delapan satu) hektar;
Blok PK.IV-5 dengan luas kurang lebih 10,26 ( sepuluh koma dua enam) hektar;
Blok PK.IV-6 dengan luas kurang lebih 15,87 ( lima belas koma delapan tujuh) hektar;
Blok PK.IV-7 dengan luas kurang lebih 13,14 ( tiga belass koma satu empat) hektar; dan
Blok PK.IV-8 dengan luas kurang lebih 22,85 ( dua puluh dua koma delapan lima) hektar.
Sub BWP PK.V (Kelurahan Gendongan) sebagaimana dimaksud pada ayat (…) huruf … terdiri atas 5 (lima) blok meliputi :
Blok PK.V-1 dengan luas kurang lebih 17,90 ( tujuh belas koma sembilan nol) hektar;
Blok PK.V-2 dengan luas kurang lebih 11,70 ( sebelas koma tujuh nol) hektar;
Blok PK.V-3 dengan luas kurang lebih 18,21 ( delapan belas koma dua satu) hektar;
Blok PK.V-4 dengan luas kurang lebih 11,32 ( sebelas koma tiga dua) hektar; dan
Blok PK.V-5 dengan luas kurang lebih 9,77 ( Sembilan koma tujuh tujuh) hektar.
Sub BWP I.I ( Kelurahan Blotongan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Ayat (…) huruf ….. terdiri atas 16 ( enam belas) blok meliputi :
Blok I.I-1 dengan luas kurang lebih 24,47 ( dua puluh empat koma empat tujuh) hektar;
Blok I.I-2 dengan luas kurang lebih 9,87 ( sembilan koma delapan tujuh) hektar;
Blok I.I-3 dengan luas kurang lebih 36,00 ( tiga puluh enam koma nol nol) hektar;
Blok I.I-4 dengan luas kurang lebih 10,30 ( sepuluh koma tiga nol) hektar;
Blok I.I-5 dengan luas kurang lebih 28,91 ( dua puluh delapan koma Sembilan satu) hektar;
Blok I.I-6 dengan luas kurang lebih 37,41 ( tiga puluh tujuh koma empat satu) hektar;
Blok I.I-7 dengan luas kurang lebih 16,24 ( enam belas koma dua empat) hektar;
Blok I.I-8 dengan luas kurang lebih 32,29 ( tiga puluh dua koma dua sembilan) hektar;
Blok I.I-9 dengan luas kurang lebih 18,51 ( delapan belas koma lima satu) hektar;
Blok I.I-10 dengan luas kurang lebih 33,81 ( tiga puluh tiga koma delapan satu) hektar;
Blok I.I-11 dengan luas kurang lebih 19,52 ( sembilan belas koma lima dua) hektar;
Blok I.I-12 dengan luas kurang lebih 6,23 ( enam koma dua tiga) hektar;
Blok I.I-13 dengan luas kurang lebih 9,87 ( sembilan koma delapan tujuh) hektar;
Blok I.I-14 dengan luas kurang lebih 15,03 ( lima belas koma nol tiga) hektar;
Blok I.I-15 dengan luas kurang lebih 11,10 ( sebelas koma satu nol) hektar; dan
Blok I.I-16 dengan luas kurang lebih 113,33 ( seratus tiga puluh tiga koma tiga tiga) hektar.
Sub BWP I.II ( Kelurahan Bugel) sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Ayat (…) huruf ….. terdiri atas 6 ( enam) blok meliputi :
Blok I.II-1 dengan luas kurang lebih 27,80 ( dua puluh tujuh koma delapan nol) hektar;
Blok I.II-2 dengan luas kurang lebih 38,73 ( tiga puluh delapan koma tujuh tiga) hektar;
Blok I.II-3 dengan luas kurang lebih 6,21 ( enam koma dua satu) hektar;
Blok I.II-4 dengan luas kurang lebih 51,39 ( lima puluh sembilan koma tiga sembilan) hektar;
Blok I.II-5 dengan luas kurang lebih 33,49 ( tiga puluh tiga koma empat sembilan) hektar;
Blok I.II-6 dengan luas kurang lebih 136,74 ( serratus tiga puluh enam koma tujuh empat) hektar;
Sub BWP I.III ( Kelurahan Kauman Kidul) sebagaimana dimaksud dalam Pasal …. Ayat (…) huruf ….. terdiri atas 7 ( tujuh) blok meliputi :
Blok I.III-1 dengan luas kurang lebih 48,59 ( empat puluh delapan koma lima Sembilan) hektar;
Blok I.III-2 dengan luas kurang lebih 34,59 ( tiga puluh empat koma lima Sembilan) hektar;
Blok I.III-3 dengan luas kurang lebih 6,12 ( enam koma satu dua) hektar;
Blok I.III-4 dengan luas kurang lebih 15,34 ( lima belas koma tiga empat) hektar;
Blok I.III-5 dengan luas kurang lebih 27,62 ( dua puluh tujuh koma enam dua) hektar;
Blok I.III-6 dengan luas kurang lebih 57,51 ( lima puluh tujuh koma lima satu) hektar;
Blok I.III-7 dengan luas kurang lebih 6,03 (enam koma nol tiga) hektar.
Sub BWP I.IV ( Kelurahan Sidorejo Lor) sebagaimana dimaksud dalam Pasal … Ayat (…). Huruf ….. terdiri atas 14 ( empat belas) blok meliputi :
Blok I.IV-1 dengan luas kurang lebih 27,15 ( dua puluh tujuh koma satu lima) hektar;
Blok I.IV-2 dengan luas kurang lebih 12, 59 ( dua belas koma lima sembilan) hektar;
Blok I.IV-3 dengan luas kurang lebih 10, 91 ( sepuluh koma Sembilan satu) hektar;
Blok I.IV-4 dengan luas kurang lebih 17, 59 ( tujuh belas koma lima sembilan) hektar;
Blok I.IV-5 dengan luas kurang lebih 18, 34 ( delapan belas koma tiga empat) hektar;
Blok I.IV-6 dengan luas kurang lebih 22, 75 ( dua puluh dua koma tujuh lima hektar;
Blok I.IV-7 dengan luas kurang lebih 56, 12 ( lima puluh enam koma satu dua) hektar;
Blok I.IV-2 dengan luas kurang lebih 12, 59 ( dua belas koma lima sembilan) hektar;
PROSES PENYUSUNAN STANDAR PENYIAPAN SCEMATIC DESAIN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RTH DI KSN
PERKOTAAN
DAN
STANDAR PENENTUAN LOKASI RTH DI SEPANJANG JALAN TOL TRANS JAWA
Policy Paper
SEBAGAI BAGIAN DARI TUGAS INDIVIDU DIKLAT CITY PLANNING SEBAGAI BAGIAN DARI KERJASAMA DENGAN
SEKOLAH STUDI PERENCANAAN DAN PENYUSUNAN KEBIJAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Disusun oleh :
UNIT KERJA