Anda di halaman 1dari 56

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR

NOMOR .. TAHUN 20..

TENTANG
PEDOMAN PENATAAN, PEMBANGUNAN, PENGENDALIAN DAN
PENGGUNAAN BERSAMA MENARA TELEKOMUNIKASI, DAN PETUNJUK
PELAKSANAAN PENGELOLAAN RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA
TELEKOMUNIKASI DI KABUPATEN BARITO TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BUPATI BARITO TIMUR

Menimbang : a. bahwa telekomunikasi merupakan sarana publik yang


dalam penyelenggaraannya membutuhkan
infrastruktur menara telekomunikasi;
b. bahwa dalam pembangunan dan penggunaan menara
telekomunikasi harus memperhatikan faktor
keamanan lingkungan, kesehatan masyarakat dan
estetika lingkungan;
c. bahwa berdasarkan Pasal 4 Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor
02/PER/M.KOMINFO/3/2008 Tentang Pedoman,
Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama
Telekomunikasi jo. Pasal 14 Peraturan Bersama
Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum,
Menteri Komunikasi dan Informatika dan Kepala
Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 18 Tahun
2009, Nomor 07/PRT/M/2009, Nomor
19/PER/M.KOMINFO/03/2009, Nomor 3/P/2009
Tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan
Bersama Menara Telekomunikasi, Pemerintah
Kabupaten berwenang mengatur penempatan lokasi
menara telekomunikasi dan menetapkan zona-zona
bagi pembangunan menara di wilayahnya
berdasarkan rencana tata ruang wilayah dan/atau
rencana detail tata ruang yang berlaku;
d. bahwa dengan memperhatikan Peraturan Daerah
Kabupaten Barito Timur Nomor 5 Tahun 2011 tentang
Retribusi Jasa Umum, diketahui retribusi
Pengendalian Menara Telekomunikasi belum diatur,
sedangkan retribusi tersebut dipandang perlu untuk
dipungut guna meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dan mewujudkan kemandirian daerah;
e. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penilai
untuk menentukan NJOP bangunan dan merupakan
acuan bagi penilai PBB untuk memperoleh biaya
pembuatan baru bangunan termasuk Tower atau
Menara Telekomunikasi sesuai Surat Edaran
Direktorat Jenderal Pajak Nomor: SE-17/PJ.6/2003
tanggal 23 Mei 2003, dipandang perlu adanya
petunjuk teknis penilai bangunan yang
berkarakteristik Khusus;
f. bahwa untuk mencapai daya guna dan hasil guna
pelaksanaan pemungutan Retribusi Pengendalian
Menara Telekomunikasi, perlu diatur petunjuk
pelaksanaan pengelolaan retribusi menara
telekomunikasi;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e dan huruf f, perlu menetapkan Peraturan
Daerah Kabupaten Barito Timur tentang Pedoman
Penataan, Pembangunan, Pengendalian dan
Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi, dan
Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Retribusi
Pengendalian Menara Telekomunikasi di Kabupaten
Barito Timur;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang
Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3481);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3817);
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3833);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3881);
6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten
Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten
Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten
Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, dan
Kabupaten Barito Timur di Kalimantan Tengah;
7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
10. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal (Lembaranm Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
12. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
13. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembagan Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5049);
14. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
15. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
16. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5324);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3980);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang
Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit
Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3981);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang
Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 9,
Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor
4075);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4578);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3593);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 82 Tahun 2007, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007, Nomor 89,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4741);
24. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang
Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang
Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman Modal;
25. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif
Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
26. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin
Mendirikan Bangunan Gedung;
27. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor
02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman
Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara
Telekomunikasi;
28. Surat Keputusan Bersama 4 Menteri (Dalam Negeri
Nomor 18 Tahun 2009, Pekerjaan Umum Nomor
07/PRT/M/2009, Komunikasi dan Informatika Nomor
19/PERM./M.KOMINFO/03/2009, dan Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal Nomor 03/P/2009)
tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan
Bersama Menara Telekomunikasi;
29. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor
23/PER/M.Kominfo/04/09 tentang Pedoman
Pelaksanaan Urusan Pemerintah Sub Bidang Pos dan
Telekomunikasi;
30. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun
2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di
Daerah;
31. Peraturan Daerah Kabupaten Barito Timur Nomor 8
tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Daerah Kabupaten Barito Timur (Lembaran Daerah
Kabupaten Barito Timur Tahun 2014 Nomor …);
32. Peraturan Daerah Kabupaten Barito Timur Nomor 5
tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum di
Kabupaten Barito Timur Lembaran Daerah Kabupaten
Barito Timur Tahun 2014 Nomor …).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR
dan
BUPATI BARITO TIMUR

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR


TENTANG PEDOMAN PENATAAN, PEMBANGUNAN,
PENGENDALIAN DAN PENGGUNAAN BERSAMA
MENARA TELEKOMUNIKASI, DAN PETUNJUK
PELAKSANAAN PENGELOLAAN RETRIBUSI
PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DI
KABUPATEN BARITO TIMUR

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:


1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Daerah adalah Daerah Kabupaten Barito Timur.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Barito Timur.
4. Bupati adalah Bupati Kabupaten Barito Timur.
5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan
Informatika Kabupaten Barito Timur.
6. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan/atau
penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat,
tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio
atau sistem elektromagnetik lainnya.
7. Penyelenggara Telekomunikasi (Telco Operator) adalah perseorangan,
koperasi atau badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara,
badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan
keamanan negara yang menyelenggarakan kegiatan telekomunikasi.
8. Penyedia menara adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik
daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta yang memiliki
dan mengelola menara yang digunakan bersama oleh Penyelenggara
Telekomunikasi.
9. Pengelola Menara adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik
daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta yang
mengelola dan/atau mengoperasikan menara yang dimiliki oleh pihak
lain.
10. Pengguna Menara adalah Penyelenggara Telekomunikasi yang
menggunakan dan/atau memanfaatkan menara untuk tujuan
penyelenggaraan telekomunikasi;
11. Menara telekomunikasi, yang selanjutnya disebut menara, adalah
bangunan-bangunan untuk kepentingan umum yang didirikan di atas
tanah, atau bangunan yang merupakan satu kesatuan konstruksi
dengan bangunan gedung yang dipergunakan untuk kepentingan
umum yang struktur fisiknya dapat berupa rangka baja yang diikat
oleh berbagai simpul atau berupa bentuk tunggal tanpa simpul,
dimana fungsi, desain dan konstruksinya disesuaikan sebagai sarana
penunjang menempatkan perangkat telekomunikasi.
12. Menara bersama telekomunikasi adalah menara yang digunakan
secara bersama-sama oleh penyelenggara telekomunikasi.
13. Menara Eksisting adalah menara telekomunikasi yang telah berdiri dan
beroperasi di Kabupaten Barito Timur hingga periode disusunnya Cell
Plan.
14. Menara Bersama baru adalah menara yang ditetapkan di atas tanah
yang secara bersama sama digunakan oleh minimal 3 (tiga)
penyelenggara telekomunikasi.
15. Menara Kamuflase adalah bangunan menara untuk telekomunikasi
yang dibangun dengan bentuk yang menyesuaikan dengan lingkungan
sekitarnya dan tidak menampakkan sebagai bangunan konvensional
menara yang terbentuk dari simpul baja.
16. Gambar Teknis adalah gambar konstruksi dari bangunan menara
telekomunikasi meliputi pekerjaan pondasi sampai pekerjaan
konstruksi bagian atas dalam bentuk gambar arsitektural dan gambar
sipil/struktur konstruksi yang dapat menggambarkan teknis
konstruksi maupun estetika arsitekturalnya secara jelas dan tepat.
17. Zona Cell Plan Eksisting adalah zona area dalam radius 400 (empat
ratus) meter dari titik cell plan yang berisikan menara-menara
eksisting per posisi selama kegiatan penyusunan cell plan sampai
dengan ditetapkannya Peraturan Daerah ini. Apabila dalam zona
dimaksud tidak dimungkinkan secara teknis maka ada toleransi
tertentu pada saat perencanaan pembangunan.
18. Zona Cell Plan Baru adalah zona area dalam radius 400 (empat ratus)
meter dari titik cell plan yang terdiri atas zona-zona area yang
berisikan menara eksisting yang akan menjadi bagian dari menara
bersama dan zona-zona baru untuk mengakomodasi kebutuhan
pembangunan menara-menara baru. Apabila dalam zona dimaksud
tidak dimungkinkan secara teknis maka ada toleransi tertentu pada
saat perencanaan pembangunan.
19. Radius zona adalah besaran jarak yang bergantung kepada kondisi
geografis dan kepadatan telekomunikasi di sebuah Kabupaten.
20. Cell Plan adalah perencanaan dalam pembuatan zona-zona area untuk
penempatan menara-menara telekomunikasi selular dengan
menggunakan standar teknik perencanaan jaringan selular yang
memperhitungkan pemenuhan kebutuhan coverage area layanan dan
kapasitas trafik layanan selular. Cell plan dibuat dengan
mengharmonisasikan kepentingan teknis selular dan keindahan
lingkungan dan menyesuaikan dengan aturan yang berlaku di
Pemerintah Daerah terkait dengan RTRW (Rencana Tata Ruang dan
Wilayah) dan akan menjadi bagian dari rencana detail di Kabupaten
Barito Timur.
21. Titik Cell Plan adalah titik pusat jari-jari lingkaran yang diidentifikasi
dengan koordinat geografis garis bujur dan garis lintang (longitude,
latitude) yang membentuk zona pola persebaran menara bersama
dalam sebuah radius yang ditentukan dalam Peraturan Daerah ini.
22. Aset Daerah adalah semua kekayaan yang berwujud, baik yang
bergerak maupun yang tidak bergerak dan baik yang dimiliki maupun
yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah yang dapat dimanfaatkan
untuk membangun menara telekomunikasi.
23. Izin Mendirikan Bangunan Menara selanjutnya disingkat IMB, adalah
izin mendirikan bangunan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten,
kepada pemilik menara telekomunikasi untuk membangun baru atau
mengubah menara telekomunikasi sesuai dengan persyaratan
administrasi dan persyaratan teknis yang berlaku, dengan
memperhitungan variabel fungsi luas area, ketinggian menara dan
beban menara.
24. Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi tidak
sebagai tempat manusia melakukan kegiatan.
25. Base Transceiver Station yang selanjutnya disebut BTS adalah
perangkat radio selular (berikut antenanya) yang berfungsi untuk
menghubungkan antara handphone dengan perangkat selular. BTS
memiliki kapasitas penanganan percakapan dan volume data (traffic
handling capacity). Sebuah BTS dan beberapa BTS dapat ditempatkan
dalam sebuah menara telekomunikasi.
26. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan yang selanjutnya disebut
KKOP adalah kawasan dengan ketinggian menara yang diatur sesuai
dengan ketentuan KKOP.
27. BTS Mobile adalah sistem BTS yang bersifat bergerak dibangun secara
temporer pada lokasi tertentu dan dioperasionalkan dalam jangka
waktu yang tertentu dan digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi
sebagai solusi sementara untuk penyediaan layanan cakupan seluler
baru atau memenuhi kebutuhan kapasitas lintas sistem komunikasi
seluler.
28. Jaringan Utama adalah bagian dari jaringan infrastruktur
telekomunikasi yang menghubungkan berbagai elemen jaringan
telekomunikasi yang dapat berfungsi sebagai central trunk, Mobile
Switching Center (MSC), Base Station Controller (BSC)/ Radio Network
Controller (RNC), dan jaringan transmisi utama (backbone
transmission).
29. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan
nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma,
kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga , dana
pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan lainnya.
30. Kas Umum Daerah adalah Kas Umum Daerah Kabupaten Barito
Timur.
31. Pejabat yang ditunjuk adalah pegawai negeri yang ditunjuk dan diberi
tugas tertentu dibidang pembinaan, pengawasan dan pengendalian
pembangunan dan pengoperasian menara telekomunikasi di
Kabupaten Barito Timur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
32. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan
yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
33. Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan.
34. Retribusi Jasa Umum adalah Retribusi atas jasa / pelayanan yang
disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan.
35. Retribusi pengendalian menara telekomunikasi yang selanjutnya dapat
disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa pengawasan, pengendalian, pengecekan, dan pemantauan
terahadap perizinan menara telekomunikasi, keadaan fisik menara
telekomunikasi, dan potensi kemungkinan timbulnya gangguan atas
berdirinya menara telekomunikasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan terkait.
36. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat dengan NJOP,
adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang
terjadi secara wajar, dan bila mana tidak terdapat transaksi jual beli,
NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang
sejenis, atau NJOP pengganti.
37. Reproduction Cost New yang selanjutnya disingkat RCN, adalah biaya
pembuatan kembali sebuah objek pajak pada saat penilaian dilakukan
dengan mempertimbangkan tingkat kenaikan komponen bahan
bangunan yang digunakan dalam memperoleh objek pajak dan
penyusutan yang ada terhadap objek yang akan dinilai. Nilai objek
pajak bangunan dihitung berdasarkan biaya pembuatan baru untuk
bangunan dikurangi dengan penyusutan.
38. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut
perundang-undangan di bidang Retribusi diwajibkan untuk melakukan
pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi
tertentu.
39. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari
penghimpunan data obyek dan subyek Retribusi, penentuan besarnya
Retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan Retribusi kepada
Wajib retribusi sampai pengawasan penyetorannya.
40. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan
batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa umum
dari Pemerintah Daerah.
41. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD
adalah surat keputusan yang menentukan besarnya Retribusi yang
tertutang.
42. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD
adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi
administrasi berupa bunga dan atau denda.
43. Surat Tanda Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat
STSRD adalah surat yang diberikan kepada Wajib Retribusi sebagai
bukti sah telah melakukan pembayaran Retribusi.
44. Surat Tagihan Retribusi Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya
disingkat SKRDKB adalah surat tagihan Retribusi yang menentukan
jumlah kekurangan yang seharusnya dibayarkan.
45. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya
disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan
jumlah kelebihan Retribusi yang tertutang atau tidak seharusnya
terutang.
46. Surat Tanda Pengembalian Retribusi Lebih Bayar yang selanjutnya
disingkat STPRLB adalah surat tanda bukti pengembalian uang
Retribusi yang lebih bayar oleh Pemerintah Daerah.
47. Kedaluwarsa adalah suatu alasan untuk dibebaskan dari kewajiban
untuk melakukan pembayaran Retribusi dengan lewatnya waktu
tertentu dan dengan terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan.
48. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari,
mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban dan untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perudang-undangan
Retribusi.
49. Penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang
selanjutnya disebut Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan
bukti, yang bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang
Retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

BAB II
PRINSIP, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

Penataan dan Pengendalian Menara berlandaskan prinsip:


a. kaidah tata ruang;
b. kemanfaatan;
c. keberlanjutan;
d. keselamatan dan keamanan;
e. keselarasan dan keserasian;
f. kepastian hukum;
g. keadilan; dan
h. estetika.

Pasal 3

Penataan dan Pengendalian menara telekomunikasi bersama bertujuan


untuk:
a. mengatur dan mengendalikan pembangunan menara telekomunikasi;
b. mewujudkan menara yang fungsional, efektif, efisien dan selaras dengan
lingkungan;
c. mendukung tumbuhnya industri telekomunikasi;
d. mewujudkan tertib penyelenggaraan menara yang menjamin keandalan
teknis dalam penyelenggaraan menara dari segi keselamatan,
kesehatan, keamanan, dan kenyamanan;
e. mewujudkan kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan
menara bersama; dan
f. mendorong penggunaan menara telekomunikasi yang ada di daerah
agar dapat memberikan kontribusi langsung khususnya kepada
masyarakat guna meningkatkan penghasilan asli daerah.

Pasal 4

Ruang lingkup Peraturan Daerah ini terdiri atas:


a. pedoman penataan, pembangunan, pengendalian dan penggunaan
bersama menara telekomunikasi terdiri atas:
1. pembangunan menara baru;
2. penempatan lokasi menara bersama;
3. penggunaan menara bersama;
4. perizinan pembangunan menara;
5. pemeliharaan menara telekomunikasi;
6. pengawasan dan pengendalian; dan
7. Pengecualian penggunaan menara bersama;
b. petunjuk pelaksanaan pengelolaan retribusi pengendalian menara
telekomunikasi terdiri atas:
1. retribusi;
2. prinsip dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi;
3. tata cara perhitungan retribusi;
4. tata cara peninjauan tarif retribusi;
5. tata cara pemungutan retribusi;
6. tata cara pembayaran;
7. tata cara mengajukan keberatan;
8. tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan
retribusi;
9. tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi;
10. tata cara penagihan;
11. tata cara penghapusan piutang retribusi yang kedaluwarsa;
12. insentif pemungutan;
13. tata cara pemeriksaan retribusi;
c. penyidikan;
d. ketentuan pidana; dan
e. ketentuan penutup.
BAB III
PEDOMAN PENATAAN, PEMBANGUNAN, PENGENDALIAN DAN
PENGGUNAAN BERSAMA MENARA TELEKOMUNIKASI

Bagian Kesatu
Pembangunan Menara Baru

Pasal 5

(1) Menara disediakan oleh penyedia menara.


(2) Penyedia menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
a. penyelenggara telekomunikasi; atau
b. bukan penyelenggara telekomunikasi.

Pasal 6

Standar Baku pembangunan menara adalah sebagai berikut :


a. Ketersediaan lahan sesuai dengan kebutuhan teknis pembangunan
menara;
b. Ketinggian menara disesuaikan dengan kebutuhan teknis yang diatur
sesuai dengan KKOP;
c. Struktur menara harus mampu menampung paling sedikit 3 (tiga)
penyelenggara telekomunikasi dengan memperhatikan daya dukung
menara bersama; dan
d. Persyaratan struktur bangunan menara harus memenuhi Standar
Nasional Indonesia (SNI) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
Peraturan Daerah ini.

Pasal 7

(1) Sebelum membangun menara Penyedia Menara wajib melakukan


sosialisasi pendirian menara kepada warga sekitar menara.
(2) Penyedia Menara wajib mengasuransikan menaranya dan menjamin
seluruh resiko/kerugian yang ditimbulkan akibat dari adanya bangunan
menara.
(3) Penyedia Menara harus menyelesaikan pelaksanaan pembangunan
menara yang dimohon secara keseluruhan pada waktu yang telah
ditentukan.
(4) Kewajiban pemenuhan waktu pembangunan menara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku apabila terjadi kondisi diluar
kuasa penyedia menara.

Pasal 8

Penyedia Menara yang membangun menara telekomunikasi dapat


memanfaatkan barang atau aset daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 9

(1) Menara-menara telekomunikasi yang pada saat ditetapkan Peraturan


Daerah ini telah berdiri dan telah memiliki IMB tetap digunakan dan
wajib menjadi menara bersama.
(2) Permohonan pembangunan menara baru di Zona Cell Plan Eksisting
akan ditolak oleh Pemerintah Daerah sampai seluruh menara-menara
eksisting dipergunakan untuk menara bersama.

Pasal 10

Pembangunan menara baru hanya diperbolehkan pada :


a. Zona Cell Plan menara baru; dan/atau
b. Pada Zona Cell Plan Menara Eksisting ketika menara-menara eksisting
sudah dipergunakan secara bersama-sama oleh minimal 2 (dua)
Penyelenggara Telekomunikasi.

Bagian Kedua
Penempatan Lokasi Menara Bersama

Pasal 11

(1) Penempatan lokasi menara dibagi dalam wilayah dengan


memperhatikan potensi ketersediaan lahan yang tersedia,
perkembangan teknologi, permintaan jasa-jasa telekomunikasi baru dan
kepadatan pemakaian jasa telekomunikasi dengan mempertimbangkan
kaidah penataan ruang, tata bangunan, estetika dan keamanan
lingkungan serta kebutuhan telekomunikasi pada umumnya termasuk
kebutuhan luasan area menara.
(2) Penempatan lokasi menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
sesuai dengan Cell Plan.
(3) Cell Plan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan
maksimal radius 400 (empat ratus) meter.
(4) Pembangunan menara bersama pada zona menara baru minimal
dipergunakan oleh 3 (tiga) penyelenggara telekomunikasi, dan
pembangunan menara berikutnya memperhatikan tingkat penggunaan
menara eksisting.
(5) Cell Plan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tertuang dalam peta
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Daerah ini, dan
secara detail diatur dalam Peraturan Bupati.

Pasal 12

(1) Untuk kepentingan pembangunan menara telekomunikasi khusus yang


memerlukan kriteria khusus seperti untuk keperluan metereologi dan
geofisika, televisi, siaran radio, navigasi penerbangan, pencarian dan
pertolongan kecelakaan, amatir radio komunikasi antar penduduk dan
penyelenggara telekomunikasi khusus instansi Pemerintah serta
keperluan transmisi jaringan telekomunikasi utama (Backbone)
dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Pembangunan jaringan utama dan struktur jaringan utama eksisting
yang dimiliki oleh Penyelenggara Telekomunikasi seperti yang dimaksud
pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada Bupati melalui Kepala Dinas.
(3) Pembangunan menara kamuflase dapat dilakukan untuk penyediaan
BTS di luar cell plan dan pada kawasan cagar budaya.
(4) Setiap pemasangan BTS mobile oleh penyedia menara harus membuat
surat pemberitahuan penempatan BTS mobile yang ditujukan kepada
Kepala Dinas tentang lokasi koordinat dan lama waktu operasional dari
BTS mobile.
(5) Penempatan BTS Mobile harus memperhatikan aspek lingkungannya
dalam radius tinggi menara dari BTS mobile.
(6) Penyelenggara telekomunikasi dapat menempatkan:
a. antena diatas bangunan gedung, dengan ketinggian sampai dengan
6 meter dari permukaan atap bangunan gedung sepanjang tidak
melampaui ketinggian maksimum selubung bangunan gedung yang
diizinkan, dan konstruksi bangunan gedung mampu mendukung
beban antena; dan/atau
b. antena yang melekat pada bangunan lainnya seperti papan reklame,
tiang lampu penerangan jalan dan sebagainya, sepanjang konstruksi
bangunannya mampu mendukung beban antena.
(7) Penempatan antena sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dan
huruf b tidak memerlukan izin.

Pasal 13

Setiap menara wajib dilengkapi dengan identitas hukum dan penggunaan


menara yang meliputi :
a. pemilik menara;
b. penyedia jasa konstruksi;
c. pengelola menara;
d. kontak person penjaga menara;
e. tahun pembuatan menara;
f. beban maksimum menara;
g. alamat menara;
h. koordinat geografis;
i. Nomor IMB, tanggal IMB;
j. Nomor izin HO, tanggal izin HO;
k. tinggi menara;
l. luas area site;
m. daya listrik terpasang; dan
n. data BTS/Telco Operator yang terpasang di menara.

Bagian Ketiga
Penggunaan Bersama Menara

Pasal 14

Penyedia Menara atau Pengelola Menara harus memberikan kesempatan


yang sama tanpa diskriminasi kepada para penyelenggara telekomunikasi
lain untuk menggunakan menara miliknya secara bersama-sama sesuai
kemampuan teknis menara.

Pasal 15

(1) Penyedia Menara dan/atau Pengelola Menara wajib memperhatikan


ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
(2) Penyedia Menara dan/atau Pengelola Menara wajib menginformasikan
ketersediaan kapasitas menaranya kepada calon Pengguna Menara
secara transparan.
(3) Penyedia Menara dan/atau Pengelola Menara wajib menggunakan
sistem antrian dengan mendahulukan calon Pengguna Menara yang
lebih dahulu menyampaikan permintaan penggunaan menara dengan
tetap memperhatikan kelayakan dan kemampuan teknis.

Pasal 16

Pengajuan surat permohonan untuk penggunaan bersama menara oleh


calon Pengguna Menara melampirkan sekurang-kurangnya:
a. nama penyelenggara telekomunikasi dan nama penanggung jawab;
b. izin penyelenggaraan telekomunikasi;
c. maksud dan tujuan penggunaan menara yang diminta dan spesifikasi
teknis perangkat yang digunakan; dan
d. kebutuhan akan ketinggian, arah, jumlah, atau beban menara.

Pasal 17

Penyedia Menara atau Pengelola Menara wajib membuat laporan


penggunaan menara secara tertulis setiap enam (6) bulan sekali kepada
Bupati melalui Kepala Dinas yang sekurang-kurangnya memuat:
a. Penyelenggara Telekomunikasi (telco operator) yang menggunakan
menara telekomunikasi serta perbaharuannya;
b. perangkat telekomunikasi yang digunakan serta perbaharuannya;
c. permasalahan dan/atau gangguan pada jaringan telekomunikasi; dan
d. permasalahan dan/atau gangguan di luar teknis telekomunikasi.

Bagian Keempat
Perizinan Pembangunan Menara

Pasal 18

(1) Untuk pembangunan menara dan penambahan BTS baru wajib terlebih
dahulu memiliki Rekomendasi Cell Plan dari Kepala Dinas, sebagai
persyaratan untuk mengurus perizinan lainnya dari Pemerintah Daerah.
(2) Untuk memperoleh rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus sesuai dengan penataan ruang yang ditetapkan dalam Dokumen
Cell Plan Menara Telekomunikasi dan kajian teknis tentang KKOP yang
akan diatur dalam Peraturan Bupati secara tersendiri.
(3) Syarat administrasi permohonan Rekomendasi adalah :
a. permohonan tertulis yang ditujukan kepada Bupati melalui Kepala
Dinas;
b. akte pendirian perusahaan dan dokumen lainnya;
c. koordinat dan lokasi rencana pembangunan;
d. rencana ketinggian menara;
e. Dokumen teknis pendukung seperti:
1. gambar teknis rencana bangunan menara meliputi: situasi,
denah, tampak, potongan dan detail serta perhitungan struktur;
2. spesifikasi teknis pondasi menara meliputi data penyelidikan
tanah, jenis pondasi, jumlah titik pondasi, termasuk geoteknik
tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d Peraturan
Daerah ini;
3. spesifikasi teknis struktur atas menara, meliputi beban tetap
(beban sendiri dan beban tambahan) beban sementara (angin
dan gempa), beban khusus, beban maksimum menara yang
diizinkan; dan
4. sistem konstruksi, ketinggian menara, dan proteksi terhadap
petir pernyataan persetuan warga sekitar dalam jangkauan
radius ketinggian menara;
f. pernyataan kesediaan untuk penggunaan bersama; dan
g. pernyataan kesanggupan untuk membayar retribusi pengendalian
menara telekomunikasi sesuai peraturan perundangan yang
berlaku.
(4) Jenis perizinan lainnya sebagaimana dimaksud ayat (1) yang harus
dipenuhi dalam rangka pendirian menara telekomunikasi di Kabupaten
Barito Timur adalah :
a. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Menara.
b. Izin Gangguan (HO).
c. Izin Genset dalam hal menggunakan genset sebagai catu daya
permanen.
(5) Persyaratan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disesuaikan
dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
(6) Penyedia Menara dapat memulai kegiatan pembangunan setelah
memperoleh IMB.

Bagian Kelima
Pemeliharaan Menara Telekomunikasi

Pasal 19

(1) Penyedia menara telekomunikasi dapat melakukan kerjasama dengan


Pemerintah Daerah dalam rangka pemeliharaan menara telekomunikasi
melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan/atau badan usaha
swasta di daerah yang berpengalaman di bidangnya.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan
ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Bagian Keenam
Pengawasan dan Pengendalian

Pasal 20

(1) Pengawasan dan pengendalian terhadap keberadaan menara


telekomunikasi dilakukan oleh Tim yang ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.
(2) Hasil dari pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan menara
bersama telekomunikasi dilaporkan kepada Bupati, untuk dijadikan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan selanjutnya.
(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berperan sebagai
fasilitator antara Penyedia Menara dengan warga untuk memdapatkan
solusi bilamana terjadi keresahan warga dengan keberadaan menara
telekomunikasi di wilayahnya.
Bagian Ketujuh
Pengecualian Penggunaan Menara Bersama

Pasal 21

Ketentuan penggunaan bersama menara sebagaimana diatur dalam


Peraturan Daerah ini tidak berlaku untuk:
a. menara yang digunakan untuk keperluan jaringan utama (Backbone);
dan/atau
b. menara yang dibangun pada daerah-daerah yang belum mendapatkan
layanan telekomunikasi atau daerah-daerah yang tidak layak secara
ekonomis.

Pasal 22

Dalam wilayah pusat kegiatan perkotaan, pusat pemerintahan, pusat


pelayanan publik, perdagangan dan jasa, permukiman padat penduduk,
pendidikan, transportasi dan industri hanya diperbolehkan untuk
pembangunan Menara Kamuflase.

Pasal 23

Penyelenggara telekomunikasi dapat bertindak sebagai perintis di daerah


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b dan tidak diwajibkan
membangun atau menggunakan menara bersama.

BAB III
PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN RETRIBUSI
PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI

Bagian Kesatu
Retribusi

Pasal 24

(1) Maksud ditetapkan Peraturan Daerah ini adalah untuk memberikan


petunjuk pelaksanaan bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan
pemungutan Retribusi pengendalian menara telekomunikasi.
(2) Tujuan pemungutan retribusi pengendalian menara telekomunikasi
adalah:
a. mengendalikan pemanfaatan ruang di daerah yang diperuntukkan
bagi penyelenggaraan menara telekomunikasi agar senatiasa sesuai
dengan keteraturan tata ruang dan lingkungan serta memenuhi
unsur estetika.
b. meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

Pasal 25

(1) Pemerintah Daerah berhak memungut Retribusi pembangunan menara


telekomunikasi.
(2) Jenis Retribusi yang dimaksud ayat (1) adalah:
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
b. Retribusi Izin Gangguan (HO).
c. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
(3) Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a dan huruf b telah
diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri.

Bagian Kedua
Prinsip Dalam Penetapan Struktur dan
Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 26

Prinsip dalam penetapan struktur dan besarnya tarif Retribusi didasarkan


pada:
a. pembiayaan operasional jasa pelayanan pengawasan dan pengendalian,
pengecekan, dan pemantauan terhadap perizinan menara, keadaan fisik
menara, dan potensi kemungkinan timbulnya gangguan atas berdirinya
menara; dan
b. pembiayaan penanggulangan keamanan dan kenyamanan, biaya
perlindungan kepentingan dan kemanfaatan umum, serta biaya
penataan ruang dan pemulihan keadaan.
Pasal 27

(1) Tarif retribusi ditetapkan paling tinggi sebesar 2 % (dua perseratus) dari
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) berdasarkan parameter sebagai berikut :
a. berdasarkan ketinggian bangunan menara telekomunikasi yang
diberi nama variabel KM.

Parameter Nilai ( % )
0 - 25 M 1
26 - 50 M 1,5
51 M keatas. 2

b. berdasarkan pola ruang wilayah atau jenis kawasan yang digunakan


untuk lokasi pendirian menara yang diberi nama variabel LM.

Parameter Nilai ( % )
Kawasan non permukiman (hutan, 1
pertanian, perkebunan, perikanan,
pertambangan, industri, pariwisata).
Kawasan permukiman :
1. Perdesaan 1,5
2. perkotaan 2

c. berdasarkan Pengguna Menara telekomunikasi yang diberi nama


variabel PM.

Parameter Nilai ( % )
Menara dengan 1 operator 1
Menara dengan 2 operator 1,5
Menara dengan 3 operator atau lebih 2

(2) Besarnya Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dihitung berdasarkan ketetapan dari Kantor Pajak Pratama atau
Institusi/lembaga yang membidangi. Namun apabila belum ada
penetapannya maka mengacu kepada Surat Edaran Direktur Jendral
Pajak Nomor SE-17/PJ-6/2003 dengan analisis Cost Reproduktion New
(CRN) yang dimuktahirkan sesuai ketentuan perkembangan ruang/
wilayah, indek harga dan tahun tertentu.
(3) Cost Reproduktion New (CRN) sebagaimana dimaksud ayat (2) tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga
Tata Cara Perhitungan Retribusi

Pasal 28

(1) Penghitungan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi


sebagaimana dimaksud pada pasal 27 dihitung dengan rumus sebagai
berikut :

KM+LM+PM
Retribusi = × NJOP
3

(2) Contoh perhitungan besaran tarif Retribusi sebagaimana tercantum


dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Bagian Keempat
Tata Cara Peninjauan Tarif Retribusi

Pasal 29

(1) Tarif Retribusi paling lama ditinjau setiap 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan audit menara telekomunikasi yang ada dengan
memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian serta
peningkatan penggunaan jasa.
(3) Penetapan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan SKRD.

Bagian Kelima
Tata Cara Pemungutan Retribusi

Pasal 30

(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.


(2) Retribusí dipungut dengan menggunakan SKRD.
(3) Format SKRD sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(4) Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau
kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga
sebesar 2% (dua perseratus) setiap bulan dari Retribusi yang terutang
yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan
STRD.
(5) Format STRD sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(6) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
didahului dengan surat teguran.
(7) Format surat teguran sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII
yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(8) Pengeluaran surat penagihan atau surat teguran atau surat peringatan
atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan
penagihan Retribusi terutang dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari
kalender sejak jatuh tempo pembayaran.
(9) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kalender setelah tanggal surat
teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, Wajib
Retribusi harus melunasi Retribusi terutang.
(10) Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi pos dan
telekomunikasi, ditunjuk sebagai wajib pungut terhadap Retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Bagian Keenam
Tata Cara Pembayaran

Pasal 31

(1) Pembayaran Retribusi harus dilakukan secara tunai dan lunas


sekaligus.
(2) Jatuh tempo pembayaran dan penyetoran Retribusi yang ditetapkan
harus dilunasi paling lama 15 (lima belas) hari kalender sejak
diterbitkannya SKRD.
(3) Pembayaran Retribusi dilakukan di Kas Daerah atau di tempat lain yang
ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD.
(4) Tempat lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah
Kas Daerah Kabupaten Barito Timur pada Bank Pembangunan
Kalimantan Tengah Cabang Tamiang Layang dan / atau Bendahara
Penerima pada Dinas.
(5) Dalam hal pembayaran dilakukan melalui Bank Pembangunan
Kalimantan Tengah Cabang Tamiang Layang, Wajib Retribusi wajib
menyampaikan foto kopi bukti setoran atau bukti transfer ke Kepala
Dinas.
(6) Dalam hal pembayaran dilakukan melalui Bendahara Penerima pada
Dinas, maka hasil penerimaan Retribusi harus disetor ke Kas Daerah
selambat-lambatnya 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam.

Pasal 32

(1) Pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31,


diberikan tanda bukti pembayaran berupa STSRD.
(2) Format STSRD sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(3) Setiap pembayaran dicatat dalam buku penerimaan.

Bagian Ketujuh
Tata Cara Mengajukan Keberatan

Pasal 33

(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati


melalui Kepala Dinas atas SKRD yang diterima.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang
yang mendukung keberatannya, disampaikan kepada Bupati melalui
Kepala Dinas.
(3) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus
diajukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari
kelender sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi
tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
(4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan
Wajib Retribusi.
(5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi
dan pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 34

(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal
surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan
yang diajukan dengan menerbitkan surat keputusan keberatan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk
memberikan kepastian hukum bagi wajib Retribusi, bahwa keberatan
yang diajukan harus diberi keputusan oleh Bupati.
(3) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya
atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya Retribusi yang
terutang.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat
dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan
tersebut dianggap dikabulkan.

Pasal 35

(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya,


kelebihan pembayaran Retribusi dikembalikan dengan ditambah
imbalan bunga sebesar 2% (dua perseratus) per bulan untuk jangka
waktu paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak
bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.

Bagian Kedelapan
Tata Cara Pemberian Pengurangan, Keringanan dan
Pembebasan Retribusi

Pasal 36

(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan pengurangan, keringanan dan


pembebasan Retribusi kepada Bupati.
(2) Permohonan pengurangan, keringanan dan pembebasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus diajukan tertulis kepada Bupati dengan
tembusan Kepala Dinas disertai dengan alasan-alasan yang benar dan
dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Pemohon sebagimana dimaksud pada ayat (2), memuat data sebagai
berikut:
a. nama Wajib Retribusi pengendalian menara telekomunikasi;
b. alamat Wajib Retribusi pengendalian menara telekomunikasi;
c. NPWR (Nomor Pokok Wajib Retribusi);
d. SKRD pengendalian menara telekomunikasi;
e. STSRD pengendalian menara telekomunikasi apabila sudah pernah
dibayarkan; dan
f. ditanda tangani Wajib Retribusi pengendalian menara
telekomunikasi;

Pasal 37

(1) Setelah menerima tembusan permohonan dari Wajib Retribusi Kepala


Dinas melakukan penelitian dan pemeriksaan di lapangan atas
permohonan tersebut dengan melibatkan instansi terkait.
(2) Instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah instansi
yang secara langsung berhubungan dengan penyelenggaraan menara
telekomunikasi dan membuat berita acara pemeriksaan.

Pasal 38

(1) Dalam hal penetapan pemberian pengurangan, keringanan Retribusi


dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi , maupun lingkungan
Wajib Retribusi.
(2) Pertimbangan untuk aspek tersebut pada ayat (1), antara lain sebagai
berikut :
a. aspek sosial adalah penyelenggara menara telekomunikasi telah
melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) dengan
baik;
b. aspek ekonomi adalah penyelenggara menara telekomunikasi dalam
memenuhi kewajiban pembayaran Retribusi pengendalian menara
telekomunikasi tepat waktu; dan
c. aspek lingkungan adalah penyelenggara menara telekomunikasi
telah menyediakan ruang terbuka hijau.

Pasal 39

(1) Pemberian pengurangan, keringanan Retribusi pengendalian menara


telekomunikasi ditentukan sebagaimana berikut :
a. pembangunan menara telekomunikasi baru tidak dapat diberi
pengurangan, keringanan maupun pembebasan.
b. pemberian pengurangan atau keringanan minimal usia menara
telekomunikasi 10 (sepuluh) dan maksimal berusia 15 (lima belas)
tahun.
c. pemberian pengurangan atau keringanan paling banyak 20% (dua
puluh persen) dari SKRD.
(2) Penetapan pemberian pengurangan keringanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf (c), diperhitungkan sesuai dengan surat ketetapan
Retribusi pengendalian menara telekomunikasi

Pasal 40

Pembebasan Retribusi pengendalian menara telekomunikasi diberikan


kepada penyelenggara menara telekomunikasi yang dipergunakan khusus
untuk kepentingan negara setelah mendapat keputusan dari Bupati.

Bagian Kesembilan
Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Retribusi

Pasal 41

(1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat


mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
Retribusi yang terhutang.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada
Bupati melalui Kepala Dinas dengan dilengkapi persyaratan sebagai
berikut :
a. SKRD; dan
b. STSRD.
(3) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak
diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan
keputusan.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah lewat
dan Bupati tidak memberikan Keputusan, permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran Retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB
harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja.
(5) SKRDLB disampaikan kepada Wajib Retribusi paling lama 6 (enam) hari
kerja sejak tanggal diterbitkan.
(6) Format SKRDLB sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX
merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 42

(1) Berdasarkan SKRDLB, Wajib Retribusi mengajukan pencairan dan


kelebihan pembayaran Retribusi kepada Kepala Dinas.
(2) Apabila Wajib Retribusi mempunyai hutang Retribusi lainnya, kelebihan
pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung
diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu hutang Retribusi
dimaksud.
(3) Pelunasan hutang Retribusi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan memindahbukukan kelebihan pembayaran Retribusi
dan kepada Wajib Retribusi yang bersangkutan diberikan bukti
pemindahbukuan sebagai bukti pembayaran atau kompensasi atas
hutang Retribusi dimaksud.
(4) Dalam hal Wajib Retribusi tidak mempunyai hutang Retribusi lain atau
terdapat sisa setelah dikurangi pelunasan hutang Retribusi lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka Kepala Dinas atas nama
Bupati melakukan pengembalian atas kelebihan pembayaran hutang
Retribusi dimaksud dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari
sejak diterbitkan SKRDLB.
(5) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan
setelah lewat waktu 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterbitkannya
SKRDLB, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan
bunga sebesar 2% (dua perseratus) per bulan atas keterlambatan
pembayaran kelebihan Retribusi.
(6) Pengembalian sebagaimana dimaksud ayat (6) dan ayat (5) dilakukan
dengan disertakan bukti pengembalian atau STPRLB.
(7) Format STPRLB sebagaimana tercantum dalam Lampiran X merupakan
bagian tak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kesepuluh
Tata Cara Penagihan

Pasal 43

(1) Jatuh tempo pembayaran dan penyetoran Retribusi yang terutang


paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkannya STRD.
(2) STRD, surat keputusan keberatan, surat teguran atau surat peringatan
dan surat lain yang sejenis yang menyebabkan jumlah Retribusi yang
harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan Retribusi dan
harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak tanggal diterbitkan.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) Wajib Retribusi tidak melunasi Retribusi, maka Bupati
menerbitkan surat teguran.

Bagian Kesebelas
Tata Cara Penghapusan Piutang Retribusi yang
Kedaluwarsa

Pasal 44

(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk
melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) apabila Retribusi yang terutang telah
melampaui waktu 3 (tiga ) tahun terhitung sejak terutangnya Retribusi
kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang
Retribusi.
(3) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tertangguh jika:
a. diterbitkan surat teguran; atau
b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung
maupun tidak langsung.
(4) Dalam hal diterbitkan surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya
surat teguran tersebut.
(5) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya
menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya
kepada Pemerintah Daerah.
(6) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat diketahui dari pengajuan
permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan
keberatan oleh Wajib Retribusi.
(7) Bupati menetapkan keputusan penghapusan piutang Retribusi daerah
yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Keduabelas
Insentif Pemungutan

Pasal 45

(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberi insentif


atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati dengan
berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketigabelas
Tata Cara Pemeriksaan Retribusi

Pasal 46

(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan


pemenuhan kewajiban Retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan
perundang-undangan bidang Retribusi.
(2) Pemeriksaan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. wajib dilakukan dalam hal Wajib Retribusi mengajukan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi selain permohonan
karena keputusan keberatan, putusan banding, putusan peninjauan
kembali, keputusan pengurangan, atau keputusan lain, yang
mengakibatkan kelebihan pembayaran Retribusi.
b. dapat dilakukan dalam hal:
1) Wajib Retribusi mengajukan keberatan Retribusi ; atau
2) terdapat indikasi kewajiban Retribusi yang tidak dipenuhi.
Pasal 47

(1) Pemeriksaan Retribusi dilaksanakan oleh Tim pemeriksa.


(2) Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari seorang
ketua tim dan seorang atau lebih anggota tim.
(3) Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh
Bupati.

Pasal 48

(1) Dalam rangka pemeriksaan Retribusi, kepada Wajib Retribusi


disampaikan surat pemberitahuan pemeriksaan Retribusi.
(2) Contoh format surat pemberitahuan pemeriksaan Retribusi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 49

(1) Untuk kepentingan pemeriksaan Retribusi, dapat dilakukan


pemanggilan kepada Wajib Retribusi.
(2) Wajib Retribusi atau kuasanya harus memenuhi panggilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan waktu dan tempat yang telah
ditentukan dalam surat panggilan dalam rangka pemeriksaan Retribusi
dengan membawa buku, catatan, dan/atau dokumen yang diperlukan
oleh pemeriksa.
(3) Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berupa fotocopi, maka Wajib Retribusi harus membuat
surat pernyataan yang menyatakan bahwa fotocopi tersebut sesuai
dengan aslinya.
(4) Dalam hal diperlukan peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau fotocopinya sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), kepada Wajib Retribusi diberikan bukti
peminjaman.
(5) Dalam hal Wajib Retribusi tidak memenuhi panggilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pemeriksaan Retribusi tetap dilanjutkan
berdasarkan data yang ada pada bendahara penerimaan.
(6) Formulir surat pangilan kepada Wajib Retribusi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Pasal 50

(1) Hasil pemeriksaan dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan


Retribusi.
(2) Laporan hasil pemeriksaan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digunakan untuk pembuatan nota penghitungan Retribusi sebagai
dasar penerbitan :
a. STRDKB, apabila jumlah Retribusi yang terutang kurang bayar;
b. SKRDLB, apabila jumlah Retribusi yang dibayar ternyata lebih besar
daripada jumlah Retribusi yang terutang atau diulakukan
pembayaran Retribusi yang tidak seharusnya terutang; atau
c. Surat keputusan keberatan, dalam hal pemeriksaan Retribusi yang
dilakukan merupakan bagian dari proses penyelesaian keberatan
Wajib Retribusi.
d. Format surat yang diterbitkan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf
a tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
e. Contoh format laporan hasil pemeriksaan Retribusi sebagaimana
tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB IV
PENYIDIKAN

Pasal 51

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah


diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pejabat pegawai
negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat
oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perUndang-Undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:
a. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi agar
keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;
d. Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan
tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan
penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;
g. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung
dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang
dibawa;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi
Daerah;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan; dan/atau
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana di bidang Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada
Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
BAB V
KETENTUAN PIDANA

Pasal 52

(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga


merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah
Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Penerimaan
Negara.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 53

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah
Kabupaten Barito Timur.

Ditetapkan di Tamiang Layang


Pada Tanggal .. Desember 20...

BUPATI BARITO TIMUR

AMPERA A. Y. MEBAS
Diundangkan di Tamiang Layang
Pada Tanggal .. Desember 20....

SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN BARITO TIMUR

Ir. ESKOP, MAP.


Pembina Utama Muda (IV/c)
NIP. ..

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR TAHUN 2014 NOMOR ….


LAMPIRAN I
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR
NOMOR : ... Tahun 20…
TANGGAL : … Desember 20…

PERSYARATAN STRUKTUR BANGUNAN MENARA TELEKOMUNIKASI


DI KABUPATEN BARITO TIMUR

A. Struktur Bangunan Menara


1. Setiap bangunan menara, strukturnya harus direncanakan dan
dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul
beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan
(safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan {serviceability) selama
umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi
bangunan menara, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan
konstruksinya.
2. Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-
pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja
selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun
beban muatan sementara yang timbul akibat gempa, angin, pengaruh
korosi, jamur, dan serangga perusak.
3. Dalam perencanaan struktur bangunan menara terhadap pengaruh
gempa, semua unsur struktur bangunan menara, baik bagian dari sub
struktur maupun struktur menara, harus diperhitungkan memikul
pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya.
4. Struktur bangunan menara harus direncanakan secara rinci sehingga
apabila terjadi keruntuhan pada kondisi pembebanan maksimum yang
direncanakan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan
pengguna bangunan menara menyelamatkan diri.
5. Apabila bangunan menara terletak pada lokasi tanah yang dapat terjadi
likuifaksi, maka struktur bawah bangunan menara harus direncanakan
mampu menahan gaya likuifaksi tanah tersebut.
6. Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus
dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai
dengan ketentuan dalam Pedoman/Petunjuk Teknis Tata Cara
Pemeriksaan Keandalan Bangunan Menara.
7. Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan
sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan menara,
sehingga bangunan menara selalu memenuhi persyaratan keselamatan
struktur.
8. Perencanaan dan pelaksanaan perawatan struktur bangunan menara
seperti halnya penambahan struktur dan/atau penggantian struktur,
harus mempertimbangkan persyaratan keselamatan struktur sesuai
dengan pedoman dan standar teknis yang berlaku.
9. Pembongkaran bangunan menara dilakukan apabila bangunan menara
sudah tidak laik fungsi, dan setiap pembongkaran bangunan menara
harus dilaksanakan secara tertib dengan mempertimbangkan
keselamatan masyarakat dan lingkungannya.
10. Pemeriksaan keandalan bangunan menara dilaksanakan secara berkala
sesuai klasifikasi bangunan, dan harus dilakukan atau didampingi oleh
ahli yang memiliki sertifikat.
11. Untuk mencegah terjadinya keruntuhan struktur yang tidak
diharapkan, pemeriksaan keandalan bangunan harus dilakukan secara
berkala sesuai dengan pedoman/petunjuk teknis yang berlaku.

B. Pembebanan pada Bangunan Menara


1. Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur
terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan
struktur, termasuk beban tetap, beban sementara (angin, gempa) dan
beban khusus.
2. Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban harus
mengikuti:
a) SNI 03-1726-2002 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk
rumah dan gedung, atau edisi terbaru; dan
b) SNI 03-1727-1989 Tata cara perencanaan pembebanan untuk
rumah dan gedung, atau edisi terbaru.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau
yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau
pedoman teknis.

C. Struktur Atas Bangunan Menara


1. Konstruksi beton
Perencanaan konstruksi beton harus mengikuti:
a) SNI 03-1734-1989 Tata cara perencanaan beton dan struktur
dinding bertulang untuk rumah dan gedung, atau edisi terbaru;
b) SNI 03-2847-1992 Tata cara penghitungan struktur beton untuk
bangunan gedung, atau edisi terbaru;
c) SNI 03-3430-1994 Tata cara perencanaan dinding struktur
pasangan blok beton berongga bertulang untuk bangunan rumah
dan gedung, atau edisi terbaru;
d) SNI 03-3976-1995 atau edisi terbaru; Tata cara pengadukan
pengecoran beton.
e) SNI 03-2834-2000 Tata cara pembuatan rencana campuran beton
normal, atau edisi terbaru; dan
f) SNI 03-3449-2002 Tata cara rencana pembuatan campuran beton
ringan dengan agregat ringan, atau edisi terbaru.
Sedangkan untuk perencanaan dan pelaksanaan konstruksi beton
pracetak dan prategang harus mengikuti :
a) Tata Cara Perencanaan dan Pelaksanaan Konstruksi Beton Pracetak
dan Prategang untuk Bangunan gedung;
b) Metoda Pengujian dan Penentuan Parameter Perencanaan Tahan
Gempa Konstruksi Beton Pracetak dan Prategang untuk Bangunan
gedung; dan
c) Spesifikasi Sistem dan Material Konstruksi Beton Pracetak dan
Prategang untuk Bangunan gedung.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau
yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau
pedoman teknis.
2. Konstruksi Baja
Perencanaan konstruksi baja harus mengikuti:
a) SNI 03-1729-2002 Tata cara perencanaan bangunan baja untuk
gedung, atau edisi terbaru;
b) Tata Cara dan/atau pedoman lain yang masih terkait dalam
perencanaan konstruksi baja;
c) Tata Cara Pembuatan atau Perakitan Konstruksi Baja; dan
d) Tata Cara Pemeliharaan Konstruksi Baja Selama Pelaksanaan
Konstruksi.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau
yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau
pedoman teknis.
D. Struktur Bawah Bangunan Menara
1. Pondasi Langsung
a) Kedalaman pondasi langsung harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga dasarnya terletak di atas lapisan tanah yang mantap
dengan daya dukung tanah yang cukup kuat dan selama
berfungsinya bangunan tidak mengalami penurunan yang
melampaui batas.
b) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai
teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek,
berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan
tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal
dengan parameter tanah yang lain.
c) Pelaksanaan pondasi langsung tidak boleh menyimpang dari
rencana dan spesifikasi teknik yang berlaku atau ditentukan oleh
perencana ahli yang memiliki sertifikat. Penyelidikan tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 pada ayat (3) huruf e angka
2 yaitu studi daya dukung tanah yang merupakan upaya untuk
mendapatkan informasi terkait dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi daya dukung tanah, meliputi:
1) heterogenitas lapisan tanah dan struktur tanah; dan
2) kemungkinan pelapukan struktur lapisan tanah akibat gaya-
gaya luar seperti air, udara, dan iklim.
d) Pondasi langsung dapat dibuat dari pasangan batu atau konstruksi
beton bertulang. Penyelidikan tanah dilakukan dengan survai
geoteknik dan/atau uji laboratorium sesuai kebutuhan, antara lain
meliputi:
1) interpretasi foto udara dan remote sensing;
2) sumur uji;
3) pemboran dangkal dan/atau dalam;
4) uji sonder;
5) penyelidikan metode geofisik; dan
6) penyelidikan metode geolistrik.

E. Pondasi Dalam
a) Pondasi dalam pada umumnya digunakan dalam hal lapisan tanah
dengan daya dukung yang cukup terletak jauh di bawah permukaan
tanah, sehingga penggunaan pondasi langsung dapat menyebabkan
penurunan yang berlebihan atau ketidakstabilan konstruksi.
b) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai
teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek,
berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan
tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal
dengan parameter tanah yang lain.
c) Umumnya daya dukung rencana pondasi dalam harus diverifikasi
dengan percobaan pembebanan, kecuali jika jumlah pondasi dalam
direncanakan dengan faktor keamanan yang jauh lebih besar dari
faktor keamanan yang lazim.
d) Percobaan pembebanan pada pondasi dalam harus dilakukan
dengan berdasarkan tata cara yang lazim dan hasilnya harus
dievaluasi oleh perencana ahli yang memiliki sertifikat.
e) Jumlah percobaan pembebanan pada pondasi dalam adalah 1 %
(satu perseratus) dari jumlah titik pondasi yang akan dilaksanakan
dengan penentuan titik secara random, kecuali ditentukan lain oleh
perencana ahli serta disetujui oleh Dinas Pekerjaan Umum (DPU)
Kabupaten Barito Timur.
f) Pelaksanaan konstruksi bangunan menara harus memperhatikan
gangguan yang mungkin ditimbulkan terhadap lingkungan pada
masa pelaksanaan konstruksi.
g) Dalam hal lokasi pemasangan tiang pancang terletak di daerah tepi
laut yang dapat mengakibatkan korosif harus memperhatikan
pengamanan baja terhadap korosi.
h) Dalam hal perencanaan atau metode pelaksanaan menggunakan
pondasi yang belum diatur dalam SNI dan/atau mempunyai paten
dengan metode konstruksi yang belum dikenal, harus mempunyai
sertifikat yang dikeluarkan instansi yang berwenang.
i) Apabila perhitungan struktur menggunakan perangkat lunak, harus
menggunakan perangkat lunak yang diakui oleh asosiasi terkait
yang sah menurut hukum. Dalam hal masih ada persyaratan
lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI,
digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

BUPATI BARITO TIMUR

AMPERA A. Y. MEBAS
LAMPIRAN II
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR
NOMOR : ... Tahun 20…
TANGGAL : … Desember 20…

PETA PERSEBARAN
72 TITIK LOKASI MENARA TELEKOMUNIKASI BERSAMA
DI KABUPATEN BARITO TIMUR

T25

T24
T16
T23
T17
T15 T22

T21
T20 T21 T14 T28
T71
T18 T26 T27
T72
T18 T70
T29
T30
T31
T19 T39 T13 T37 T32
T36 T33
T12 T35
T69
T38
T40 T11 T34
T47 T66 T68
T41 T42
T43 T45
T65 T44
T67
T48 T9
T49 T10
T64 T46 T6
T51 T8
T50
T7 T55 T5
T63
T52 T54
T56
T53
T2
T58
T1
T4 T57
T3
T59

T62
T60

T61

Titik Koordinat
Zona Lokasi Eksisting Baru
Cell Plan Longitude Latitude
1 2 3 4 5 6
T1 √
T2 √
T3 √
T4 √
T5 √
T6 √
T7 √
T8 √
T9 √
T10 √
T11 √
T12 √
T13 √
T14 √
T15 √
T16 √
T17 √
T18 √
T19 √
T20 √
T21 √
T22 √
1 2 3 4 5 6
T23 √
T24 √
T25 √
T26 √
T27 √
T28 √
T29 √
T30 √
T31 √
T32 √
T33 √
T34 √
T35 √
T36 √
T37 √
T38 √
T39 √
T40 √
T41 √
T42 √
T43 √
T44 √
T45 √
T46 √
T47 √
T48 √
T49 √
T50 √
T51 √
T52 √
T53 √
T54 √
T55 √
T56 √
T57 √
T58 √
T59 √
T60 √
T61 √
T62 √
T63 √
T64 √
T65 √
T66 √
T67 √
T68 √
T69 √
T70 √
T71 √
T72 √

BUPATI BARITO TIMUR

AMPERA A. Y. MEBAS
LAMPIRAN III
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR
NOMOR : ... Tahun 20…
TANGGAL : … Desember 20…

COST REPRODUKTION NEW (CRN)

TAKSIRAN NILAI
NO. KETINGGIAN MENARA
BANGUNAN MENARA
1. Sampai dengan 10 meter Rp. 49.204.223,-
2. 11 meter sampai dengan 20 meter Rp. 67.073.214,-
3. 21 meter sampai dengan 30 meter Rp. 108.980.233,-
4. 31 meter sampai dengan 40 meter Rp. 148.181.573,-
5. 41 meter sampai dengan 50 meter Rp. 187.382.912,-
6. 51 meter sampai dengan 60 meter Rp. 257.070.704,-
7. 61 meter sampai dengan 70 meter Rp. 351.012.147,-
8. 71 meter sampai dengan 80 meter Rp. 364.213.236,-
9. 81 meter sampai dengan 90 meter Rp. 445.654.482,-
10. 91 meter sampai dengan 100 meter Rp. 666.228.868,-
11. 101 meter sampai dengan 110 meter Rp. 1.613.407.557,-
12. 111 meter sampai dengan 120 meter Rp. 1.943.507.700,-

BUPATI BARITO TIMUR

AMPERA A. Y. MEBAS
LAMPIRAN IV
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR
NOMOR : ... Tahun 20…
TANGGAL : … Desember 20…

PERHITUNGAN BESARAN TARIF RETRIBUSI

Sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 penghitungan tarif Retribusi


ditetapkan berdasarkan parameter zona persebaran menara, yaitu
ketinggian bangunan menara, lokasi penempatan menara dilihat dari
tingkat kepadatan penduduk dan kawasannya, serta pengguna menara
sebagai penyelenggara telekomunikasi. Dengan tarif yang ditentukan paling
tinggi 2% (dua persen) dari nilai jual objek pajak yang digunakan sebagai
dasar penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan menara telekomunikasi.
Jadi untuk sebuah menara telekomunikasi dengan parameter sebagai
berikut:
KM = ketinggian 72 M
LM = di Jaar kawasan permukiman perkotaan pada penduduk
PM = dipergunakan oleh 1 (satu) Penyelenggara Telekomunikasi (telco
operator).

maka perhitungan tarif Retribusinya adalah sebagai berikut :


(2+2+1)
= 1,67%
3
Dengan demikian tarif Retribusinya adalah
= 1,67% dari NJOP
= 1,67% × Rp.364.213.236,-
= Rp. 6.082.361,-
(Enam Juta Delapan Puluh Dua Ribu Tiga Ratus Enam Puluh Satu Rupiah)

Catatan :
Karena belum ada penetapan NJOP dari Kantor Pajak Pratama Maupun
Institusi yang membidangi NJOP yang digunakan masih mengacu kepada
SE Dirjen Pajak Nomor SE – 17/PJ-6/2003 dengan análisis CRN (Cost
Reproduktion New) sebagaimana dalam Lampiran III.

BUPATI BARITO TIMUR

AMPERA A. Y. MEBAS
LAMPIRAN V
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR
NOMOR : … Tahun 20…
TANGGAL : … Desember 20…

FORMAT SURAT KETETAPAN RETRIBUSI DAERAH

KOP DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA


KABUPATEN BARITO TIMUR

SKRD No. Urut


(Surat Ketetapan Retribusi Daerah)
Nomor : …………………………
Masa Retribusi : …………………………….
Tahun : ……………………………..
Wajib Retribusi : …………………………………………………….
Alamat : …………………………………………………….
NPWRD :
Tgl. Jatuh Tempo : …………………….. (15 hari kalender sejak SKRD dikeluarkan)
I. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah; dan
Peraturan Daerah Nomor …. Tahun 2014 tentang Pedoman Penataan,
Pembangunan, Pengendalian Dan Penggunaan Bersama Menara
Telekomunikasi, dan Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Retribusi
Pengendalian Menara Telekomunikasi di Kabupaten Barito Timur.
II. Ditetapkan bahwa Wajib Retribusi sebagaimana tersebut di atas memiliki
kewajiban melakukan pembayaran atas Retribusi Pengendalian Menara
Telekomunikasi dengan rincian sebagai berikut:
No Kode Rekening Uraian Rincian Retribusi Jumlah (Rp)

Jumlah Keseluruhan

Terbilang:
PERHATIAN
1. Harap penyetoran dilakukan melalui Bank Pembangunan Kalimantan Tengah
Cabang Tamiang Layang atau kas Daerah melalui Bendahara Penerimaan
dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD).
2. Apabila Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktu tanggal jatuh tempo
atau kurang membayar maka dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak
atau kurang dibayar.
………………..,………., tahun ………….
a.n. BUPATI BARITO TIMUR,
KEPALA DINAS PERHUBUNGAN,
KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
KABUPATEN BARITO TIMUR

…………………………………
…………………………………..
NIP. …………………………….

BUPATI BARITO TIMUR

AMPERA A. Y. MEBAS
LAMPIRAN VI
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR
NOMOR : ... Tahun 20…
TANGGAL : … Desember 20…

FORMAT SURAT TAGIHAN RETRIBUSI DAERAH

KOP DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA


KABUPATEN BARITO TIMUR

STRD No. Urut


(Surat Tagihan Retribusi Daerah)
Nomor : …………………………
Masa Retribusi : …………………………….
Tahun : ……………………………..
Wajib Retribusi : …………………………………………………….
Alamat : …………………………………………………….
NPWRD :
Tgl. Jatuh Tempo : …………………………(30 hari kalender sejak STRD dikeluarkan)
I. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah; dan
Peraturan Daerah Nomor …. Tahun 2014 tentang Pedoman Penataan,
Pembangunan, Pengendalian Dan Penggunaan Bersama Menara
Telekomunikasi, dan Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Retribusi Pengendalian
Menara Telekomunikasi di Kabupaten Barito Timur;
telah dilakukan penelitian dan pemeriksaan atas pelaksanaan kewajiban:
Nama Retribusi : …………………………………………………………………
Kode Rek Retribusi :
II. Dari penelitian dan pemeriksaan tersebut diatas, perhitungan jumlah yang
masih harus dibayar adalah sebagai berikut :
1. Jumlah Retribusi terutang : Rp ……………………………
2. Sanksi Administrasi Bunga
(Pasal 29 Ayat (4)) : Rp ……………………………
3. Jumlah yang masih harus
dibayar ( 3 = 1 + 2 ) : Rp ……………………………
Terbilang:

PERHATIAN
1. Harap penyetoran dilakukan melalui Bank Pembangunan Kalimantan Tengah
Cabang Tamiang Layang atau Kas Daerah melalui Bendahara Penerimaan.
2. Apabila STRD ini tidak atau kurang dibayar setelah lewat tanggal jatuh tempo
maka dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan.
………………..,………., tahun ………….
a.n. BUPATI BARITO TIMUR,
KEPALA DINAS PERHUBUNGAN,
KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
KABUPATEN BARITO TIMUR

…………………………………
…………………………………..
NIP. …………………………….

BUPATI BARITO TIMUR

AMPERA A. Y. MEBAS
LAMPIRAN VII
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR
NOMOR : ... Tahun 20…
TANGGAL : … Desember 20…

FORMAT SURAT TEGURAN

KOP DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA


KABUPATEN BARITO TIMUR

Kepada
Yth. ……………………………………………
……………………………………………
di -
……………………………

SURAT TEGURAN
Nomor :……………………….

Menurut pembukuan kami, hingga saat ini saudara pemilik NPWRD:


……….................. masih mempunyai tunggakan Retribusi sebagai berikut:
No. Jenis Retibusi Tahun Nomor & Tanggal Jumlah
Tanggal Jatuh Tunggakan
SKRD Tempo (Rp)

Jumlah
Terbilang :

Sehubungan dengan hal tersebut, diminta kepada Saudara agar


melunasi jumlah tunggakan tersebut di atas dalam tempo waktu paling
lama 7 ( tujuh ) hari kalender setelah tanggal surat teguran ini.
Dalam hal saudara telah melunasi tunggakan tersebut diatas, diminta
agar saudara segera melaporkan kepada kami melalui Bendahara Penerima
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Barito Timur.

………………..,…., tahun ………….


a.n. BUPATI BARITO TIMUR,
KEPALA DINAS PERHUBUNGAN,
KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
KABUPATEN BARITO TIMUR

…………………………………
…………………………………..
NIP. …………………………….

BUPATI BARITO TIMUR

AMPERA A. Y. MEBAS
LAMPIRAN VIII
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR
NOMOR : ... Tahun 20…
TANGGAL : … Desember 20…

FORMAT SURAT TANDA SETORAN RETRIBUSI DAERAH

KOP DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA


KABUPATEN BARITO TIMUR

Setoran Tahun ........ STSRD Penyetoran dilakukan pada


(Surat Tanda Setoran tanggal ..............................
Retribusi Daerah)
Nomor :……………………

Sudah dilakukan pembayaran oleh:


Wajib Retribusi : ………………………………………...............................
NPWRD : ………………………………………...
kepada Bendahara Penerimaan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Kabupaten Barito Timur melalui Bank Pembangunan
Kalimantan Tengah Cabang Tamiang Layang, pada Nomor Rekening
.................................
Uang sebesar : Rp ……………………………
Terbilang : ………………………………………............................................
Dengan rincian Retribusi sebagai berikut:
No Kode rekening Uraian Rincian Jumlah
Urut Retribusi (Rp)

……..………….…., tahun ………


Kepala Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika Bendahara Wajib Retribusi
Kabupaten Barito Timur Penerimaan

…………………………… ………………………..
…………………………… ……………………….. (……………………)
NIP. ………………………….. NIP. …………………..

Lembar I Wajib Retribusi


Lembar II Dishubkominfo
Lembar III BPK Cabang Tamiang Layang

BUPATI BARITO TIMUR

AMPERA A. Y. MEBAS
LAMPIRAN IX
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR
NOMOR : ... Tahun 20…
TANGGAL : … Desember 20…

FORMAT SURAT KETETAPAN RETRIBUSI DAERAH LEBIH BAYAR

KOP DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA


KABUPATEN BARITO TIMUR

SKRDLB No. Urut


(Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar)
Nomor : …………………………
Masa Retribusi : …………………………….
Tahun : ……………………………..
Wajib Retribusi : …………………………………………………….
Alamat : …………………………………………………….
NPWRD :
I. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah; dan
Peraturan Daerah Nomor …. Tahun 2014 tentang Pedoman Penataan,
Pembangunan, Pengendalian Dan Penggunaan Bersama Menara
Telekomunikasi, dan Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Retribusi Pengendalian
Menara Telekomunikasi di Kabupaten Barito Timur;
telah dilakukan penelitian dan pemeriksaan atas pelaksanaan kewajiban:
Nama Retribusi : …………………………………………………………………
Kode Rek Retribusi :
II. Ditemukan fakta bahwa terdapat kelebihan pembayaran atas Wajib Retribusi
sebagai berikut :
a. Retribusi yang lebih dibayar : Rp ……………....
b. Hutang Retribusi lainnya : Rp ……………....
c. Jumlah yang dikembalikan : Rp ……………....
(c = a – b)
Terbilang:

PERHATIAN
1. Pengembalian uang Retribusi yang lebih bayar diberikan dengan tanda bukti
Surat Tanda Pengembalian Retribusi Lebih Bayar (STPRLB).
2. Apabila pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan setelah lewat
waktu 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterbitkannya SKRDLB, maka
diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua perseratus) per bulan (Pasal 42 Ayat
(5)).
………………..,………., tahun ………….
a.n. BUPATI BARITO TIMUR,
KEPALA DINAS PERHUBUNGAN,
KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
KABUPATEN BARITO TIMUR

…………………………………
…………………………………..
NIP. …………………………….

BUPATI BARITO TIMUR

AMPERA A. Y. MEBAS
LAMPIRAN X
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR
NOMOR : ... Tahun 20…
TANGGAL : … Desember 20…

FORMAT SURAT TANDA PENGEMBALIAN RETRIBUSI LEBIH BAYAR

KOP DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA


KABUPATEN BARITO TIMUR

STPRLB Pengembalian
(Surat Tanda Pengembalian Retribusi Lebih Bayar) pembayaran dilakukan
Nomor : …………………… pada tanggal ...............
Sudah dilakukan pengembalian uang Retribusi lebih bayar kepada:
Wajib Retribusi : ………………………………………...............................
NPWRD : ………………………………………...
dari Bendahara Penerimaan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Kabupaten Barito Timur,
Uang sebesar : Rp ……………………………(6 + 7)
Terbilang : ………………………………………............................................
Dengan rincian Retribusi sebagai berikut:
Nomor Kode Uraian Jumlah Jumlah Jumlah
SKRDLB Rekening Rincian yang telah seharusnya Kelebihan
Retribusi dibayar dibayar Bayar
(Rp) (Rp) (Rp)
1 2 3 4 5 6 = (4 – 5)

7. Imbalan 2 % Keterlambatan pengembalian:


= 2% × Jumlah Bulan Keterlambatan × Jumlah Kelebihan Bayar
= 2% × …. × Rp ………………………
= Rp ………………………………

……..………….…., tahun ………


Kepala Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika Bendahara Wajib Retribusi
Kabupaten Barito Timur Penerimaan

…………………………… ………………………..
…………………………… ……………………….. (……………………)
NIP. ………………………….. NIP. …………………..

Lembar I Dishubkominfo
Lembar II Wajib Retribusi

BUPATI BARITO TIMUR

AMPERA A. Y. MEBAS
LAMPIRAN XI
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR
NOMOR : ... Tahun 20…
TANGGAL : … Desember 20…

FORMAT SURAT PEMBERITAHUAN PEMERIKSAAN RETRIBUSI

KOP DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA


KABUPATEN BARITO TIMUR

Kepada
Yth. ……………………………………………
……………………………………………
di -
……………………………

SURAT PEMBERITAHUAN PEMERIKSAAN RETRIBUSI


Nomor :……………………….

Diberitahukan kepada saudara pemilik NPWRD………………...………..


bahwa dalam rangka pemeriksaan Retribusi Nomor ……..…………….
Tanggal ………………….………..………., Perihal Retribusi Pengendalian
Menara Telekomunikasi perlu proses lebih lanjut.
Sehubungan dengan hal tersebut diharapkan saudara segera menyiapkan
maupun melengkapi data dan dokumen sebagai berikut:
1. ……………………………………………
2. ……………………………………………
3. ……………………………………………
Demikian untuk disampaikan agar menjadi maklum.
………………..,…., tahun ………….
a.n. BUPATI BARITO TIMUR,
KEPALA DINAS PERHUBUNGAN,
KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
KABUPATEN BARITO TIMUR

…………………………………
…………………………………..
NIP. …………………………….

BUPATI BARITO TIMUR

AMPERA A. Y. MEBAS
LAMPIRAN XII
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR
NOMOR : … Tahun 20…
TANGGAL : … Desember 20…

FORMAT SURAT PANGGILAN

KOP DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA


KABUPATEN BARITO TIMUR

Kepada
Yth. ……………………………………………
……………………………………………
di -
……………………………

SURAT PANGGILAN
Nomor :……………………….

Diberitahukan kepada saudara pemilik NPWRD………………...………..


bahwa dalam rangka pemeriksaan Retribusi Nomor ……..…………….
Tanggal ………………….………..………., Perihal Retribusi Pengendalian
Menara Telekomunikasi memerlukan keterangan dan konfirmasi dari
saudara secara langsung.
Sehubungan dengan hal tersebut kami mengundang saudara untuk datang
ke Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Barito
Timur pada tanggal ……………….., pukul ………. Bersama dengan itu
saudara diharap membawa data dan dokumen pendukung sebagai berikut:
1. ……………………………………………
2. ……………………………………………
3. ……………………………………………
Demikian untuk disampaikan untuk diketahui.
………………..,…., tahun ………….
a.n. BUPATI BARITO TIMUR,
KEPALA DINAS PERHUBUNGAN,
KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
KABUPATEN BARITO TIMUR

…………………………………
…………………………………..
NIP. …………………………….

BUPATI BARITO TIMUR

AMPERA A. Y. MEBAS
LAMPIRAN XIII
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR
NOMOR : … Tahun 20…
TANGGAL : … Desember 20…

FORMAT SURAT TAGIHAN RETRIBUSI DAERAH KURANG BAYAR

KOP DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA


KABUPATEN BARITO TIMUR

STRDKB No. Urut


(Surat Tagihan Retribusi Daerah Kurang Bayar)
Nomor : ……………………
Masa Pajak : …………………………….
Tahun : ……………………………..
Wajib Retribusi : …………………………………………………….
Alamat : …………………………………………………….
NPWRD :
Tgl. Jatuh Tempo : …………………………(30 hari kalender sejak STRD dikeluarkan)
I. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah; dan
Peraturan Daerah Nomor …. Tahun 2014 tentang Pedoman Penataan,
Pembangunan, Pengendalian Dan Penggunaan Bersama Menara
Telekomunikasi, dan Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Retribusi
Pengendalian Menara Telekomunikasi di Kabupaten Barito Timur;
telah dilakukan penelitian dan pemeriksaan atas pelaksanaan kewajiban
pembayaran STRD Nomor: …………………..
II. Dari hasil penelitian dan pemeriksaan tersebut di atas, ditemukan
kekurangan pembayaran atas kewajiban STRD tersebut yaitu sebagai berikut:
Retribusi Retribusi Sanksi Retribusi
terutang yang terutang yang Administrasi Bunga terutang yang
telah dibayar seharusnya dibayar (Ps. 29 Ay. (4)) kurang dibayar
1 2 3 4 = (2 – 1) + 3
Rp
Rp …………………. Rp ……………………. Rp …………..……
……………....

Terbilang:

PERHATIAN
1. Harap penyetoran dilakukan melalui Bank Pembangunan Kalimantan Tengah
Cabang Tamiang Layang atau Kas Daerah melalui Bendahara Penerimaan.
2. Apabila STRD ini tidak atau kurang dibayar setelah lewat tanggal jatuh tempo
maka dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan.
………………..,………., tahun ………….
a.n. BUPATI BARITO TIMUR,
KEPALA DINAS PERHUBUNGAN,
KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
KABUPATEN BARITO TIMUR

…………………………………
…………………………………..
NIP. …………………………….

BUPATI BARITO TIMUR

AMPERA A. Y. MEBAS
LAMPIRAN XIV
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR
NOMOR : … Tahun 20…
TANGGAL : … Desember 20…

FORMAT LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN RETRIBUSI

KOP DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA


KABUPATEN BARITO TIMUR

Kepada
Nomor : Yth. ………………………………………..
Lampiran : ………………………………………...
Perihal : Laporan Pemeriksaan di -
……………………………

Berdasarkan Surat Tugas pemeriksaan Nomor ……………………….


Tanggal ….………………. Kami telah membukukan Pemeriksaan lapangan
terhadap:
Wajib Retribusi, Tujuan No.
No. Catatan
NPWRD dan Alamat Pemeriksaan Lampiran

Adapun hasil pemeriksaan yang kami lakukan terlampir.


Demikian disampaikan untuk menjadi maklum.
……..………….…., tahun ………

Ketua Tim Pemeriksa Anggota Tim Pemeriksa Wajib Retribusi

……………………….. ………………………..
……………………….. ……………………….. (………………………..)
NIP. ………………….. NIP. …………………..
Mengetahui,
Kepala Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika
Kabupaten Barito Timur

……………………………
……………………………
NIP. …………………………..

BUPATI BARITO TIMUR

AMPERA A. Y. MEBAS

Anda mungkin juga menyukai