Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KONSELING KOGNITIF
“ Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Model-Model Konseling II”
Dosen Pengampuh Bapak Muhammad Fadhilah , S.Pd.,M.Pd,

Oleh
Kelompok 10

1. Kesy Dwi Nanda S A1Q121035


2. Yusanti A1Q121056
3. Sufiana A1Q121019
4. Nur Atifa Syahrani A1Q121015
5. Helmawati Putri A1Q121031
6. Arifin A1Q119070
7. Wa Ode Rizki A1Q121024

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT,
yang telah memberikan hidayah-Nya, limpahan rezeki, kesehatan dan kesempatan
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. Adapun judul makalah ini yaitu “Konseling Kognitif”.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini banyak


hambatan dan tantangan yang kami dapatkan, namun atas bantuan dan bimbingan
serta motivasi yang tiada henti-hentinya disertai harapan yang optimis dan kuat
sehingga kami dapat mengatasi semua hambatan tersebut.

Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami dengan segala kerendahan
hati menyampaikan penghargaaan, rasa hormat dan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada Bapak Muhammad Fadhilah , S.Pd.,M.Pd, selaku dosen mata
kuliah Model-model Konseling II

Sebagai manusia biasa, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan.Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
dapat membangun sehingga kiranya dapat dijadikan sebagai patokan pada
penulisan yang lebih baik kedepannya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Kendari, Mei 2023

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................


DAFTAR ISI .......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................
1.3 Tujuan ...................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................
2.1 Pengertian Konseling Kognitif ....................................................................................
2.2 Tahapan konseling ......................................................................................................
2.3 Teknik-teknik Konseling ............................................................................................
BAB III PENUTUP .............................................................................................................
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................
3.2 Saran ..........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... …..
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendekatan konseling kognitif perilaku merupakan konseling yang menitik
beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang
akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis dan
lebih melihat ke masa depan dibanding masa lalu. Aspek kognitif dalam
Pendekatan konseling kognitif perilaku antara lain mengubah cara berpikir,
kepercayaan,sikap, asumsi, imajinasi dan memfasilitasi konseli belajar
mengenali dan mengubah kesalahan dalam aspek kognitif. Sedangkan aspek
behavioral dalam Pendekatan konseling kognitif perilaku yaitu mengubah
hubungan yang salah antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi
permasalahan, belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh
sehingga merasa lebih baik, serta berpikir lebih jelas (Beck, 2011).
Sejarah awal perkembangan pendekatan konseling kognitif perilaku tidak
dapat dilepaskan dari perkembangan teori behavior dan teori cognitive (Habsy,
2014:52). Pendapat tersebut dipertegas pernyataan Ollendick, T. H., & King,
N. J. (1994) yang menyatakan bahwasanya konseling kognitif perilaku
merupakan perpaduan pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy
dan behavior therapy. Sehingga langkah-langkah yang dilakukan oleh
cognitive therapy dan behavior therapy ada dalam konseling yang dilakukan
oleh konseling kognitif perilaku.
Pendekatan pendekatan konseling kognitif perilaku berkembang pada awal
tahun 1970-an dimana proses kognitif mulai diakui sebagai hal yang penting
dalam masalahmasalah psikologis. Pendekatan kognitif perilaku telah terbukti
efektif, dengan dibuktikan adanya 350 hasil studi tentang gangguan kejiwaan
dan permasalahanpermasalahan psikologis, mulai dari depresi ke gangguan
kecemasan serta kepribadian (Beck & Weishaar, 2000 dalam Habsy, 2017b).
Menurut Habsy (2017a) karakteristik konseling kognitif perilaku tidak
hanya menekankan pada perubahan pemahaman konseli dari sisi kognitif
namun memberikan konseling pada perilaku ke arah yang lebih baik dianggap
sebagai pendekatan konseling yang tepat untuk diterapkan di Indonesia. Hal
ini senada dengan dasar utama konseling merupakan upaya membantu
manusia untuk menjadi apa yang bisa dia perbuat dan bagaimana dia harus
menjadi dan berada (Habsy, 2017a).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pengertian Konseling Kognitif
2. Tahapan Konseling
3. Teknik-Teknik Konseling
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Pengertian Konseling Kognitif
2. Untuk Mengetahui Tahapan Konseling
3. Untuk Mengetahui Teknik-Teknik Konseling
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian konseling kognitif
Konseling kognitif perilaku adalah teori konseling yang dipopulerkan oleh
Aaron T. Beck pada tahun 1960. Dalam awal konsep teori konseling dikenal
dengan Cognitive Theraphy (CT) kemudian berkembang menjadi Cognitive
Behavior Theraphy (CBT). Terapi kognitif adalah suatu pendekatan yang
mengkombinasikan penggunaan teknik kognitif dan perilaku untuk
membantu individu memodifikasi mood dan perilakunya dengan mengubah
pikiran yang merusak diri. Premis dasar terapi kognitif adalah bahwa cara
individu merasa atau berperilaku sebagian besar ditentukan oleh penilaian
mereka terhadap peristiwa. Evaluasi ini diacu sebagai kognisi, dan terapi
kognitif berfokus terutama pada pikiran yang merugikan diri yang berperan
memuat mood menjadi jelek.
Terapi perilaku kognitif/Cognitive Behavior Therapy (CBT), atau disebut
juga dengan istilah Cognitive Behavior Modification merupakan salah satu
terapi modifikasi perilaku yang menggunakan kognisi sebagai “kunci” dari
perubahan perilaku. Terapis membantu klien dengan cara membuang pikiran
dan keyakinan buruk klien, untuk kemudian diganti dengan konstruksi pola
pikir yang lebih baik.
Perilaku merupakan pendekatan konseling dan terapi yang memadukan
pendekatan cognitive (pikiran) dan behavior (perilaku) untuk memecahkan
masalah. Pendekatan cognitive (pikiran) berusaha memfokuskan untuk
menempatkan suatu pikiran, keyakinan, atau bentuk pembicaraan diri (self
talk) terhadap orang lain (misalnya, hidup saya sengsara sehingga sulit untuk
dapat menentukan tujuan hidup saya).
Adapun Bush mengungkapkan bahwa konseling Cognitive Behavior
merupakan perpaduan dari dua pendekatan dalam psikoterapi yaitu Cognitive
Therapy dan Behavior Therapy. Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran,
asumsi dan kepercayaan. Terapi Cognitive memfasilitasi individu belajar
mengenali dan mengubah kesalahan dalam berpikir atau pikiran yang
irasional menjadi rasional. Sedangkan terapi tingkah laku membantu individu
untuk membentuk perilaku baru dalam memecahkan masalahnya. Pendekatan
Cognitive Behavior tidak berfokus pada kehidupan masa lalu dari individu
akan tetapi memfokuskan pada masalah saat ini dengan tidak mengabaikan
masa lalu. Secara umum, proses Konseling Cognitive Behavior adalah
pembukaan, tahapan inti dan terminasi (pengakhiran).
Aaron T. Beck mendefinisikan konseling kognitif sebagai pendekatan
konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli, pada
saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dari perilaku yang
menyimpang, pikiran negatif dan perasaan yang tidak nyaman dapat
membawa individu pada permasalahan psikologis yang lebih serius, seperti
gangguan kecemasan bahkan depresi.
2.2 Tahapan konseling
KKP dilaksanakan dalam sebuah program terstruktur langkah demi
langkah (Kuehnel dan Liberman, Freeman dan Simon dalam McLeod, 2003:
157) dengan cakupan sebagai berikut:
a. Menciptakan hubungan yang sangat dekat dan aliansi kerja antara
konselor dan klien. Menjelaskan dasar pemikiran dari penanganan yang
akan diberikan.
b. Menilai masalah. Mengidentifikasi, mengukur frekuensi, intensitas dan
kelayakan masalah perilaku dan kognisi.
c. Menerapkan target perubahan. Hal ini seharusnya dipilih oleh konseli, dan
harus jelas, spesifik dan dapat dicapai.
d. Penerapan teknik kognitif dan behavioral (perilaku)
e. Memonitor perkembangan, dengan menggunakan penilaian berjalan
terhadap perilaku sasaran.
f. Mengakhiri dan merancang program lanjutan untuk menguatkan
generalisasi dari apa yang didapat.
Program KKP ini dapat juga dijabarkan dalam bentuk prosedur/cara kerja
bertahap, meliputi: tahap awal konseling, pertengahan konseling dan akhir
konseling. Ketiga tahapan ini dijabarkan oleh Curwen dkk. (2008: 45, 68, dan
99) sebagai berikut:
Tahap awal terapi, dalam tahap ini tujuan-tujuan terapis diarahkan pada:
a. Mengembangkan konseptualisasi kognitif tentang masalah-masalah
klien
b. Mengembangkan dan melakukan hubungan terapeutik kolaboratif
c. Mendidik klien tentang gangguannya dan menolong untuk mengurangi
distress klien melalui psychoeducation
d. Membantu klien untuk membedakan antara emosi-emosi yang berbeda
e. Mengajarkan model kognitif
f. Membantu klien mengidentifikasi pikiran otomatisnya
g. Membantu klien untuk menghubungkan pikiran otomatis dengan
emosi dan perilaku
h. Membantu klien untuk mengakui bahwa ia bertanggung jawab atas
perubahan dirinya
i. Mulai membantu klien menguji dan mempertanyakan pikiran
otomatisnya dan mengembangkan alternatif yang lebih menolong
j. Membantu klien mengembangkan oftimisme terhadap terapi kognitif-
perilaku
k. Menemukan apa yang ingin dicapai melalui terapi dan secara
kolaboratif menyutujui tujuan klien yang realistik
l. Pengamanan: memperluas keterlibatan klien dalam perilaku yang
secara temporal membebaskan dan atau memperbolehkan
penghindaran dari masalah
Tahap tengah terapi, pada tahap ini tujuan-tujuan terapis diarahkan pada:
a. Hubungan kolaboratif terapeutik; melanjutkan hubungan
kolaboratif terapeutik, memberikan feedback positif dan dorongan
b. Proses model kognitif: menggeser fokus terapi dari pikiran-pikiran
negatif otomatis ke pikiran antara dan inti keyakinan (jika perlu);
dan mendidik klien tentang penerimaan diri (jika perlu)
c. Membantu klien untuk bekerja pada masalah di dalam dan luar
terapi: meluluskan tanggung jawab kerja terapeutik terhadap klien;
mendorong klien untuk menjadi kepunyaan terapis; mendorong
klien untuk melanjutkan dengan tugas-tugas antar sesi;
menyiapkan klien untuk mundur dan mengakhiri terapimengurangi
perbuatan kembali
Tahap akhir terapi, pada tahap ini tujuan-tujuan terapis diarahkan pada:
a. Hubungan kolaboratif terapeutik; menyiapkan klien untuk
mengakhiri terapi; mempertimbangkan isu-isu terkait
b. Proses model kognitif: Klien menyimpulkan apa yang telah
dipelajari dan memahami teknik-teknik dan alat yang tepat; terapis
mengatributkan nilai pada usaha klien; memutuskan kapan
mengakhiri terapi konsisten dengan perkembangan konseptualisasi
kognitif; mengekplorasi rintangan untuk mengakhiri
c. Membantu klien bekerja pada masalah di dalam dan luar terapi:
klien menjadi milik terapis; mengurangi kekambuhan:
mengembangkan rencana tindakan terhadap masalah poitensial.
Dalam versi lain (Trower, Casey dan Dryden, 2008:5) tahapan-tahapan
konseling kognitif-perilaku itu dijelaskan antara lain: (1) memonitor
gangguan emosi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi; (2) mengidentifikasi
pikiran-pikiran dan keyakinan maladaptif; (3)merealisasikan hubungan antara
pikiran-pikiran, emosi-emosi dan perilaku; (4) menguji pikiran dan keyakinan
yang maladaptif dengan menguji bukti dan menentangnya; dan (5) mengganti
pikiran yang negatif dengan pikiran yang realistik.
Tahapan terapi yang diungkapkan oleh Kasandra Oemarjoedi
dalam buku A.Kasandra Putranto
Sesi 1: Asesmen dan Diagnosa Awal Dalam sessi ini, terapis
(konselor) diharapkan mampu:
a. Melakukan asesmen, observasi, anamnese, dan analisis gejala,
demi menegakkan diagnosa awal mengenai gangguan yang
terjadi
b. Memberikan dukungan dan semangat kepada klien untuk
melakukan perubahan
c. Memperoleh komitmen dari klien untuk melakukan terapi dan
pemecahan masalah terhadap gangguan yang dialami
d. Menjelaskan kepada klien formulasi masalah dan situasi
kondisi yang dihadapi
Sessi 2: Mencari emosi negatif, pikiran otomatis, dan keyakinan
utama yang berhubungan dengan gangguan: Beberapa tokoh meyakini
bahwa sessi ini sebaiknya dilakukan di sessi (paling tidak) 8-10.
Namun pada prakteknya sessi ini lebih mudah dilakukan segera
setelah asesmen dan diagnosa, selain karena tuntutan klien akan
gambaran yang lebih jelas dalam waktu yang singkat, klien juga
menuntut adanya manfaat terapi yang dapat segera dirasakan dalam
pertemuan kedua, dalam sessi ini, terapis diharapkan mampu :
a. Memberikan bukti bagaimana sistem keyakinan dan pikiran
otomatis sangat erat hubungannya dengan emosi dan tingkah
laku, dengan cara menolak pikiran negatif secara halus dan
menawarkan pikiran positif sebagai alternatif untuk dibuktikan
bersama.
b. Memperoleh komitmen klien untuk melakukan modifikasi
secara menyeluruh, mulai dari pikiran, perasaan sampai
perbuatan, dari negatif menjadi positif
Pada umumnya, dalam sessi ini klien cukup dapat menerima
penjelasan terapis dan tertarik untuk mencoba bereksperimen dengan
pikiran dan perasaannya. Namun seringkali, mereka melaporkan
kesulitan dalam menerapkan teknik-teknik modifikasi pikiran dan
perasaan, karena sistem keyakinan meeka sudah membentuk semacam
rajutan yang kokoh dalam ingatannya. Semakin negatif pikiran
seseorang semakin gelap dan tebal pula rajutan distorsi kognitifnya.
Oleh karena itu, hipnoterapi sudah dapat dilkukan dalam sessi
ini, karena umumnya klien akan dapat langsung merasakan manfaat
hipnoterapi segera setelah menyelesaikan sessi ini, terutama terhadap
perasaanya. Klien juga diberikan rekomendasi untuk melakukan
latihan di rumah, demi mencapai keterampilan “auto hypnose”yang
diharapkan dapat meningkatkan potensi keberhasilan terapi .
Sessi 3: Menyusun rencana intervensi dengan memberikan
konsekwensi positif-konsekwensi negatif kepada klien dan kepada
“significant persosns” : Pada dasarnya terapis diharapkan mampu
menerapkan prinsipprinsip teori belajar dengan memberikan
penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment) secara kreatif
kepada klien dan keluarganya sbagai orang-orang yang signifikan
dalam hidupnya. Terapis juga diharapkan dapat memantapkan
komitmen untuk merubah tingkah laku dan keinginan untuk merubah
situasi.
Namun seringkali terjadi, istilah hukuman dan hadiah kurang
dapat diteima klien, terutama pada klien dewasa. Oleh karena itu
terapis dapat menampilkan kreativitas dengan memberikan istilah
yang lebih sesuai, misalnya istilah konsekwensi positif dan negatif.
Terapis juga perlu memperjelas hubungan antara pikiran negatif yang
menghasilkan konsekwensi negatif, dan pikiran positif yang
menghasilkan konsekwensi positif.
Klien diajak membuat komitmen tentang bagaimana ia dan
terapis menerapkan konsekwensi positif dan negatif terhadap
kemajuan proses belajarnya. Keterlibatan “significant persons” untuk
turut memberi dan menerima konsekwensi yang telah disepakati akan
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan terapi.
Penggunaan konsekwensi positif dan negatif ini pada tahap
selanjutnya bahkan dianggap sebagai faktor utama dalam kemampuan
klien mengatasi relapse (kekambuhan)23 .
Sessi 4: Formulasi status, fokus terapi, intervensi tingkah laku
lanjutan : Pada sessi ini, formulasi status yang dilakukan adalah lebih
kepada kemajuan dan perkembangan terapi. Terapis diharapkan dapat
memberikan feed back atas hasil kemajuan dan perkembangan terapi,
mengingatkan fokus terapi, dan mengevaluasi pelaksanaan intervensi
tingkah laku dengan konsekwensi-konsekwensi yang telah disepakati.
Beberapa perubahan mungkin dilakukan untuk memberikan efek yang
lebih maksimal. Dalam sessi ini, terapis diharapkan mampu
memberikan:
a. Dukungan dan semangat kepada kemajuan yang dicapai
klien
b. Keyakinan untuk tetap fokus kepada masalah utama
Sessi 5: Pencegahan Relapse Pada sessi ini, diharapkan klien
sudah memiliki pengalaman yang lebih mendalam tentang Cognitive
Behavior dan bagaimana manfaat langsung dari hipnoterapi, serta
pentingnya melakukan keterampilan “auto hypnose” untuk mencegah
relapse (kembalinya gejala gangguan). Pengetahuan umum tentang
istilah relapse perlu diperjelas oleh terapis di awal sessi untuk
meyakinkan agar klien memahami artinya dan mampu memilih
tindakan yang harus dilakukan. Dalam sessi ini, terapis diharapkan
mampu memperoleh:
a. Komitmen klien untuk melanjutkan terapi dalam sessi yang
lebih jarang dan melakukan metode “self help” secara
berkesinambungan.
b. Komitmen klien untuk secara aktif membentuk
pikiranperasaan-perbuatan positif dalam setiap masalah
yang dihadapi

2.3 Teknik-teknik Konseling


CBT adalah pendekatan psikoterapeutik yang digunakan oleh konselor
untuk membantu individu ke arah yang positif. Berbagai variasi teknik
perubahan kognisi, emosi dan tingkah laku menjadi bagian yang terpenting
dalam Cognitive Behavior Therapy. Metode ini berkembang sesuai dengan
kebutuhan konseli, di mana konselor bersifat aktif, direktif, terbatas waktu,
berstruktur, dan berpusat pada konseli.
Konselor atau terapis cognitive-behavior biasanya menggunakan berbagai
teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan
konseli. Teknik yang biasa dipergunakan oleh para ahli dalam CBT (McLeod,
2006: 157-158) yaitu:
a. Manata keyakinan irasional.
b. Bibliotherapy, menerima kondisi emosional internal sebagai sesuatu yang
menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan.
c. Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play
dengan konselor.
d. Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam
situasi ril.
e. Mengukur perasaan, misalnya dengan mengukur perasaan cemas yang
dialami pada saat ini dengan skala 0-100.
f. Menghentikan pikiran. Konseli belajar untuk menghentikan pikiran
negatif dan mengubahnya menjadi pikiran positif.
g. Desensitization systematic. Digantinya respons takut dan cemas dengan
respon relaksasi dengan cara mengemukakan permasalahan secara
berulang-ulang dan berurutan dari respon takut terberat sampai yang
teringan untuk mengurangi intensitas emosional konseli.
h. Pelatihan keterampilan sosial. Melatih konseli untuk dapat menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan sosialnya.
i. Assertiveness skill training atau pelatihan keterampilan supaya bisa
bertindak tegas.
j. Penugasan rumah. Memperaktikan perilaku baru dan strategi kognitif
antara sesi konseling.
k. In vivo exposure. Mengatasi situasi yang menyebabkan masalah dengan
memasuki situasi tersebut.
l. Covert conditioning, upaya pengkondisian tersembunyi dengan
menekankan kepada proses psikologis yang terjadi di dalam diri individu.
Peranannya di dalam mengontrol perilaku berdasarkan kepada imajinasi,
perasaan dan persepsi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terapi kognitif adalah suatu pendekatan yang mengkombinasikan
penggunaan teknik kognitif dan perilaku untuk membantu individu
memodifikasi mood dan perilakunya dengan mengubah pikiran yang
merusak diri.disebut juga dengan istilah Cognitive Behavior Modification
merupakan salah satu terapi modifikasi perilaku yang menggunakan
kognisi sebagai “kunci” dari perubahan perilaku. Terapis membantu klien
dengan cara membuang pikiran dan keyakinan buruk klien, untuk
kemudian diganti dengan konstruksi pola pikir yang lebih baik .
Adapun Tahap tengah terapi, pada tahap ini tujuan-tujuan terapis
diarahkan pada: Hubungan kolaboratif terapeutik; melanjutkan hubungan
kolaboratif terapeutik, memberikan feedback positif dan dorongan Proses
model kognitif: menggeser fokus terapi dari pikiran-pikiran negatif
otomatis ke pikiran antara dan inti keyakinan (jika perlu); Membantu klien
untuk bekerja pada masalah di dalam dan luar terapi mendorong klien
untuk menjadi kepunyaan terapis adalah pendekatan psikoterapeutik yang
digunakan oleh konselor untuk membantu individu ke arah yang positif.
Berbagai variasi teknik perubahan kognisi, emosi dan tingkah laku
menjadi bagian yang terpenting dalam Cognitive Behavior Therapy.
Metode ini berkembang sesuai dengan kebutuhan konseli, di mana
konselor bersifat aktif, direktif, terbatas waktu, berstruktur, dan berpusat
pada konseli.

3.2 Saran
Makalah ini tentu jauh dari sebuah kesempurnaan. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan sebagai bahan
perbaikan kedepannya. Semoga dengan adanya makalah ini mampu
menambah khazanah keilmuan kita terkait dengan proses pelaksanaan
pengajaran yang bermutu dengan kata lain memiliki nilai perensi
berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta.PT
Raja Grafindo Persada, 2001), hal.214
A. Kasandra Oemarjoedi, Pendekatan Cognitive Behavior dalam Psikoterapi
(Jakarta: Creativ Media, 2003), hal, 20.
Curwen, Berni. Palmer, Stephen. and Ruddel,Peter. 2008. Brief Cognitive
Behavior Therapy. California :SAGE Publication Inc
McLeod, J. (2006). Pengantar Konseling: Teori dan studi kasus. Kencana Prenada
Media Group, Jakarta.
Dobson, K. S. (Ed.). (2009). Handbook of cognitive-behavioral therapies.
Guilford Press.
A.Kasandra Putranto, Aplikasi Cognitive Behaviour dan Behaviour Activation
dalam Intervensi Klinis, (Jakarta:Grafindo Books Media,2016),235-239

Anda mungkin juga menyukai