Anda di halaman 1dari 18

Laporan Praktikum 1 Ilmu Tilik dan Tingkah Laku Ternak

SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF SAPI BALI

OLEH :

NAMA : CANDRA DARMAWAN


NIM : L1A121188
KELAS : D
KELOMPOK : V ( LIMA)
ASISTEN PRAKTIKUM : INUL SAID

LABORATORIUM UNIT TERNAK POTONG, KERJA DAN SATWA HARAPAN


JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
I. PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang

Sapi bali adalah jenis sapi peliharaan yang merupakan bentuk domestik

dari banteng. Sapi bali dimanfaatkan sebagai sapi potong untuk diambil

dagingnya dan sapi pekerja untuk membajak sawah. Mereka diperkirakan berasal

dari Pulau Bali.

Dinamakan Sapi Bali karena memang penyebaran populasi bangsa sapi ini

terdapat di pulau bali. Sapi bali (Bos sondaicus) adalah salah satu bangsa sapi asli

dan murni Indonesia, yang merupakan keturunan asli banteng (Bibos banteng) dan

telah mengalami proses domestikasi yang terjadi sebelum 3.500 SM, sapi bali asli

mempunyai bentuk dan karakteristik sama dengan banteng. Sapi Bali dikenal juga

dengan nama Balinese cow yang kadang-kadang disebut juga dengan nama Bibos

javanicus, meskipun sapi bali bukan satu subgenus dengan bangsa sapi Bos taurus

atau Bos indicus. Berdasarkan hubungan silsilah famili Bovidae, kedudukan sapi

Bali diklasifikasikan ke dalam subgenus Bibovine tetapi masih termasuk genus

bos. Payne dan Rollinson (1973) menyatakan bahwa bangsa sapi ini diduga

berasal dari pulau Bali, karena pulau ini sekarang merupakan pusat

penyebaran/distribusi sapi untuk Indonesia, karena itu dinamakan sapi bali dan

tampaknya telah didomestikasi sejak jaman prasejarah 3500 SM.

Ditinjau dari sejarahnya, sapi merupakan hewan ternak yang tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan masyarakat petani di Bali. Sapi bali sudah dipelihara

secara turun menurun oleh masyarakat petani Bali sejak zaman dahulu. Petani
memeliharanya untuk membajak sawah dan tegalan, serta menghasilkan pupuk

kandang yang berguna untuk mengembalikan kesuburan tanah pertanian.

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dilaksanakan praktikum

kualitatif dan kuantitatif sapi bali.

I.2. Tujuan

Tujuan dilaksanakan praktikum Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Sapi Bali

adalah untuk mengetahui sifat kuantitas dan untuk mengetahui sifat kualitatif.

1.3. Manfaat

Manfaat dilakukannya praktikum Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Sapi Bali

adalah dapat mengetahui sifat kualitatif dengan pengamatan, mengetahui sifat

kuantitatif dengan melakukan pengukuran dan dapat menilai skor kondisi tubuh

sapi bali.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.I Sapi Bali

Sapi bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

domestikasi dari Banteng dan memiliki potensi yang besar untuk mensuplai

kebutuhan protein. populasi sapi bali pada tahun 2000 di Bali, Nusa Tenggara

Barat, NusaTenggara Timur, Sulawesi Selatan dan Lampung. Perkembangan sapi

Bali sangat cepat di bandingkan dengan sapi lainya karena tingkat kesuburan nya

sangat tinggi presentasi beranak dapat mencapai 80 persen dengan bobot lahir

berkisar antara 9-20 kg (Prasojo 2015).

Sapi Bali merupakan sapi lokal Indonesia dengan keunggulan cocok pada

lingkungan tropis sehingga dapat berkembang biak dengan baik dan mempunyai

kualitas karkas yang tinggi. upaya yang di lakukan untuk menunjang keunggulan

sapi bali tersebut adalah dengan meningkatkan kualitas genetik pada aspek

produktivitas salah satunya adalah menggunakan teknologi reproduksi untuk

penyebaran genetik dari pejantan yang terseleksi (Prastowo 2018).

Sapi Bali merupakan salah satu bangsa sapi asli dari Indonesia yang

merupakan hasil domestikasi langsung dari banteng liar. Sapi Bali di

kembangkan, dimanfaatkan dan di lestarikan sebagai sumber daya ternak asli yang

mempunyai ciri khas tertentu dan mempunyai kemampuan untuk berkembang

dengan baik pada berbagai lingkungan yang ada di Indonesia. Sapi Bali juga

memiliki performa produksi yang cukup bervariasi dan kemampuan reproduksi

yang tetap tinggi. Sehingga sumber daya genetik sapi Bali merupakan plasma
Nutfah yang perlu di pertahankan keberadaan nya dan dimanfaatkan secara lestari

sebab memiliki keunggulan yang spesifik (Hikmawati 2018).

2.2. Sifat Kualitatif

Sifat kualitatif adalah sifat-sifat yang tidak dapat diukur namun dapat

dibedakan. Sifat kualitatif individu-individu dapat diklasifikasikan ke dalam satu,

dua kelompok atau lebih, dan pengelompokkan itu berbeda jelas satu sama lain.

Karakter kualitatif sendiri merupakan wujud fenotipe yang saling berbeda tajam

antara satu dengan yang lain secara kualitatif dan masing-masing dapat

dikelompokkan dalam bentuk kategori. Secara umum definisi penelitian kualitatif

merupakan suatu metode berganda dalam fokus, yang melibatkan suatu

pendekatan interpretatif dan wajib terhadap setiap pokok permasalahannya.Ini

berarti penelitian kualitatif bekerja dalam setting yang alami, yang berupaya untuk

memahami, memberi tafsiran pada fenomena yang dilihat dari arti yang diberikan

orang-orang kepadanya (Galang 2016).

Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan

analisis dalam proses dan makna (perspektif subjek)lebih di tonjolkan dalam

penelitian kualitatif. Landasan teori di gunakan sebagai pedoman agar fokus

penelitian sesuai dengan fakta yang ada di bidang. Kualitatif juga di artikan

sebagai penelitian yang mengarah pada kajian latar belakang alami dari berbagai

peristiwa sosial yang terjadi (Kaharuddin 2021).

Ciri kualitatif merupakan penciri utama visual dari seekor ternak. Pada

sapi betina penciri utama adalah cermin pantat, warna dan variasi warna bulu

tubuh, dan garis belut pada punggung. Sapi Bali betina di pelihara dengan tujuan
untuk mengahasilkan keturunan. Tampilan kualitatif sapi Bali betina

menunjukkan ciri khas dari ternak dan kondisi ternak dalam lingkungan. Karakter

kualitatif adalah karakter genetik yang nampak berdasarkan visual dari ternak

(Gobel 2021).

2.3. Sifat Kuantitatif

Sifat kuantitatif adalah sifat-sifat yang dapat diukur yang dipengaruhi oleh

banyak pasang gen dan lingkungan. Karakteristik kuantitatif adalah karakter yang

dapat diukur dari ternak yang memiliki derajat dan sifat yang diamati dari tubuh

ternak itu sendiri seperti panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada. Penilaian

kuantitatif yang meliputi panjang badan ,lingkar dada tinggi gumba, dan berat

badan (Wayan 2013).

Keragaman sifat kuantitatif atau morfometrik dapat di ukur melalui

beberapa ukuran tubuh seperti bobot badan, panjang badan, lingkar dada, tinggi

pinggul, tinggi badan, panjang kepala, dan lebar kepala. Ukuran-ukuran tubuh

dapat menggambarkan siri khas dari suatu bangsa. Sapi Bali dapat di amati di

antaranya melalui pengamatan dan pengukuran sifat-sifat kuantitatif melalui

analisis morfometrik (ukuran-ukuran tubuh). Pendekatan morfometrik dapat di

gunakan untuk mempelajari hubungan genetik melalui pengukuran terhadap bobot

badan dan ukuran-ukuran tubuh (Ade 2019).

2.4. Body Condition Score (BCS)

Skor kondisi tubuh atau SKT merupakan penilaian yang berbasis pada

kondisi tubuh sapi yang menjadi salah satu alat manajemen bagi penentu

performan reproduksi sapi dan menggambarkan kondisi kegemukan secara relatif


dari kelompok sapi melalui penggunaan skala 1-9. SKT 1 merupakan kondisi

tubuh ternak yang kurus , SKT 5-7 merupakan kondisi tubuh sapi dengan skor

sedang hingga optimum , sementara SKT 9 merupakan kondisi tubuh sapi yang

sangat berlemak dan gemuk. Nilai SKT sapi pejantan berhubungan dengan

kemampuan reproduksi, dan dapat di gunakan untuk membuat suatu keputusan

manajemen pemeliharaan calon pejantan sebagai sumber semen segar dan beku

(Rasyidah 2020).

Skor kondisi tubuh merupakan metode yang di gunakan untuk menilai

tingkat kegemukan seekor ternak sapi. Skor kondisi tubuh merupakan metode

penilaian secara subyektif melalui teknik pengamatan dan perabaan atau palpasi.

Dengan melihat skor kondisi tubuh maka dapat di ketahui baik buruknya

manajemen pemeliharaan yang di lakukan. Perubahan kondisi tubuh induk yang

sedang menyusui berpengaruh terhadap perkembangan pedet sehingga akan

berdampak terhadap pertumbuhan pedet selanjutnya (Herpi 2016).


III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu Dan Tempat

Praktikum Sifat Kualitatif dan Kuantitatif di laksanakan pada hari Minggu,

13 November 2022 pukul 06.00 WITA - selesai, bertempat di Laboratorium

Ternak Potong, Kerja dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan, Universitas Halu

Oleo, Kendari.

3.2 Alat Dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum Sifat Kualitatif dan Kuantitatif

dapat di lihat pada table 1 berikut.

Tabel 1. alat dan kegunaan


No Alat Kegunaan
1. Pita meter Untuk mengukur tinggi tubuh ternak
2. Kamera Untuk dokumentasi
Bahan yang di gunakan dalam praktikum Sifat Kualitatif dan Kuantitatif

dapat di lihat pada table 2.

Tabel 2. bahan dan kegunaan


No Bahan Kegunaan
1. Sapi Sebagai objek pengamatan

3.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang di lakukakn dalam praktikum Sifat Kualitatif dan

Kuantitatif yaitu :

1. Menyiapkan alat dan bahan

2. Mengamati sifat kualitatif Sapi Bali yaitu: warna bulu, bentuk tanduk, warna

kaos kaki, warna cermin pantat dan BCS.


3. Mengukur sifat kuantitatif Sapi Bali yaitu : panjang badan, lingkar dada,

tinggi pundak, dan tinggi pinggul.

4. Mencatat dan dokumentasi

5. Membuat laporan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sifat Kualitatif Sapi Bali

Sifat kualitatif yang di dapat dari hasil pengamatan kelompok satu sampai

delapan dapat di lihat pada table 1.

No Jenis Warna Bentuk Warna Warna Bcs


Sapi Bulu Tanduk Kaos Kaki Cermin
Pantat
1. Sapi 1 Hitam melengkung putih Putih 4
kecoklatan
2. Sapi 2 hitam melengkung putih Putih 4
3. Sapi 3 hitam melengkung putih Putih 4
4. Sapi 4 hitam melengkung putih Putih 4
5. Sapi 5 hitam melengkung putih Putih 4
6. Sapi 6 Coklat tua melengkung Putih Putih 4
kecoklatan kecoklatan
7. Sapi 7 Coklat tua melengkung Putih putih 4
8. Sapi 8 Coklat melengkung Putih Putih 4
kecoklatan kecoklatan

Dari hasil pengamatan, pada praktikum ini, maka dari delapan ekor sapi

yang terdiri dari jenis kelamin jantan, didapatkan sapi 1 Pada sapi 1 yaitu

memiliki warna bulu hitam kecoklatan, bentuk tanduk melengkung, memiliki kaos

kaki putih, cermin pantat berwarna putih dan memiliki BCS 4 gemuk. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Domili, (2021) yang menyatakan bahwa Sifat kualitatif

dan ukuran dan bentuk tubuh ternak, merupakan tampilan kualitatif dan korelasi

ukuran tubuh sapi bali jantan.

Sapi 2 yaitu memiliki warna bulu hitam, bentuk tanduk melengkung,

memiliki kaos kaki putih, cermin pantat berwarna putih dan memiliki BCS 4 yaitu
gemuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Utomo (2012), yang menyatakan bahwa

Kulit berwarna putih juga dijumpai pada bagian pantat dan pada paha bagian

dalam. Kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval

(white mirror) warna bulu sapi jantan setelah dewasa berubah dari merah bata

menjadi hitam.

Sapi 3 yaitu memiliki warna bulu hitam, bentuk tanduk melengkung,

memiliki kaos kaki putih, cermin pantat berwarna putih dan memiliki BCS 4 yaitu

gemuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nasution (2015). yang menyatakan

bahwa Sifat kualitatif yang biasanya diamati pada ternak sapi meliputi warna

rambut, bentuk tanduk, bentuk kepala, pola warna, dan warna kaki (kaos kaki).

Sapi 4 yaitu memiliki warna bulu hitam, bentuk tanduk melengkung,

memiliki kaos kaki putih, cermin pantat berwarna putih dan memiliki BCS 4 yaitu

gemuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Naufal (2016). yang menyatakan bahwa

Sapi bali jantan dewasa di Kelompok Temak Pasir Pogor memiliki warna tubuh

dominan hitam dan coklat.

Sapi 5 yaitu memiliki warna bulu hitam, bentuk tanduk melengkung,

memiliki kaos kaki putih, cermin pantat berwarna putih dan memiliki BCS 4 yaitu

gemuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Agusriadi et al. (2019). yang

menyatakan bahwa pada sapi Bali terdapat garis belut, yaitu bulu hitam yang

membentuk garis memanjang dari gumba hingga pangkal ekor yang ditemukan

pada sapi jantan maupun betina.

Sapi 6 yaitu memiliki warna bulu coklat tua, bentuk tanduk melengkung,

memiliki kaos kaki putih kecoklatan, cermin pantat berwarna putih kecoklatan dan
memiliki BCS 4 yaitu gemuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Efendi (2021).

yang menyatakan bahwa Keragaman sifat kualitatif dapat dilihat melalui warna

kulit, warna rambut, bentuk tanduk, bentuk telinga, gelambir, bentuk tanduk,

warna kaki dan bentuk tubuh fenotipe lainnya pada hewan.

Sapi 7 yaitu memiliki warna bulu coklat tua, bentuk tanduk melengkung,

memiliki kaos kaki putih, cermin pantat berwarna putih dan memiliki BCS 4 yaitu

gemuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Saputra (2019), yang menyatakan bahwa

warna adalah sifat penting dalam membentuk karakteristik rumpun dan digunakan

sejak domistikasi sebagai alat untuk membentuk rumpun dan kegiatan seleksi,

seperti variasi bentuk tanduk dan warna bulu dapat membantu untuk memahami

karakter genetik ternak tertentu.

Sapi 8 yaitu memiliki warna bulu coklat, bentuk tanduk melengkung,

memiliki kaos kaki putih kecoklatan, cermin pantat berwarna putih kecoklatan dan

memiliki BCS 4 yaitu gemuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fitria (2017).

Yang menyatakan bahwa warna Cokelat mendominasi warna bulu tubuh pada

Sapi bali yang berarti bahwa terdapat gen warna coklat yang mengontrol warna

bulu tubuh Sapi bali jantan maupun betina.


4.2 Sifat Kuantitatif Sapi Bali

Pengukuran atau pengamatan sifat kuantitatif yang di lakukan kelompok

satu sampai delapan dapat dilihat pada tabel 1.

No Jenis Panjang Lingkar dada Tinggi Tinggi pinggul


Sapi badan pundak
1 Sapi 1 137 cm 187 cm 130 cm 125 cm
2 Sapi 2 135 cm 167 cm 134 cm 130 cm
3 Sapi 3 133 cm 185 cm 123 cm 121 cm
4 Sapi 4 144 cm 187 cm 134 cm 114 cm
5 Sapi 5 124 cm 168 cm 117 cm 120 cm
6 Sapi 6 126 cm 190 cm 123 cm 170 cm
7 Sapi 7 123 cm 190 cm 128 cm 130 cm
8 Sap 8 138 cm 181 cm 125 cm 124 cm

Dalam praktikum ini dilakukan pengukuran Sapi 1 meliputitinggi Pundak

130 cm, tinggi pinggul 125 cm, Panjang badan 137 cm, dan lingkar dada 183 cm.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Gushairiyanto (2021). yang menyatakan bahwa

karakteristik kuantitatif adalah sifat yang dapat di ukur, bernilai ekonomis dan

dapat di guakan untuk selesksi dini. Karakteristik kuantitatif yaitu bobot badan

(BB). Panjang badan (PB), tinggi Pundak (TP), lingkar dada (L.D), dalam dada

(DD), lebar dada( LD), tinggi pinggul (TP), lingkar kanon (LK) dan lebar pinggul

(LP).

Sapi 2 meliputi tinggi Pundak 134 cm, tinggi pinggul 130 cm, Panjang

badan 135 cm, dan lingkar dada 167 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gita

(2022). yang menyatakan bahwa untuk sifat kuantitatif diperoleh hasil pengukuran

yaitu untuk panjang badan, Lingkar dada dengan koefisien keragaman 8,0%.

Tinggi punggung dengan koefisien keragaman 7,1%. Tinggi pinggul dengan

koefisien keragaman 7,2%. Bobot badan dengan koefisien keragaman 14,0%.


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut menunjukkan bahwa

karakteristik pada sapi bali jantan di Kabupaten Dompu relatif heterogen, baik

secara sifat kuantitatif.

Sapi 3 meliputi tinggi Pundak 123 cm, tinggi pinggul 121 cm, Panjang

badan 133 cm, dan lingkar dada 185 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Mainidar (2015), yang menyatakan bahwa bentuk dan ukuran tubuh sapi dapat

diketahui dengan cara mengukur langsung ataupun secara visual. Ukuran tubuh

sering digunakan untuk mengevaluasi.

Sapi 4 meliputi tinggi Pundak 134 cm, tinggi pinggul 114 cm, Panjang

badan 144 cm, dan lingkar dada 187 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Setiyono et al (2017), bahwa pertumbuhan pada ternak jantan lebih cepat

disebabkan oleh hormone steroid berupa hormone testosterone yang dihasilkan

oleh testis.

Sapi 5 meliputi tinggi Pundak 115 cm, tinggi pinggul 117 cm, Panjang

badan 124 cm, dan lingkar dada 168 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Gushairiyanto (2021). yang menyatakan bahwa menunjukkan koefisien

keragaman sapi Bali jantan dan betina di Kabupaten Merangin dan Muaro Jambi

hampir sama dan kisarannya relatif besar. Pada sapi bali 6 meliputi tinggi Pundak

123 cm, tinggi pinggul 170 cm, Panjang badan 126 cm, dan lingkar dada 190 cm.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Almakmum (2021). yang menyatakan bahwa

bobot badan, pertambahan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh sapi Bali

berbeda nyata (P<0,05) dengan Simbal. Bobot badan, pertambahan bobot badan

dan ukuran-ukuran tubuh sapi Bali lebih rendah dibandingkan Simbal.


Sapi 7 meliputi tinggi Pundak 128 cm, tinggi pinggul 130 cm, Panjang

badan 135 cm, dan lingkar dada 190 cm. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

Domili (2021). Yang menyatakan bahwa sifat kuantitatif lingkar dada, panjang

badan, tinggi badan berkorelasi positif: 0.85, 0.66, dan 0.56, terhadap bobot

badan, yang ditandai dengan nilai postif, dan termasuk kategori korelasi bernilai

tinggi. Hal ini disebabkan ukuran tubuh ini merupakan komponen utama yang

mempengaruhi bobot badan dari ternak sapi Bali betina.

Sapi 8 meliputi tinggi Pundak 126 cm, tinggi pinggul 124 cm, Panjang

badan 138 cm, dan lingkar dada 181 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Wiyanto (2021). yang menyatakan bahwa Korelasi antara ukuran- ukuran tubuh

dengan bobot badan yang tertinggi pada sapi Bali jantan maupun betina di dua

kecamatan adalah Lingkar Dada.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari praktikum sifat kualitatif dan kuantitatif sapi

bali dapat kita ketahu bahwa hasil yang di dapatkan kelompok satu sampai

delapan yaitu sifat kualitatif dengan pengamatan rata-rata warna bulu coklat

tua , bentuk tanduk melengkung, warna kaos kaki putih dan cermin pantat

putih dan selanjutnya pengukuran sifat kuantitatif yang di dapatkan dari

hasil pengukuran bahwa semua sapi memiliki skor 4 yaitu dikategorikan

gemuk. . Hal ini sesuai dengan pernyataan Nasution (2015). Yang

menyatakan bahwa Sifat kualitatif yang biasanya diamati pada ternak sapi

meliputi warna rambut, bentuk tanduk, bentuk kepala, pola warna, dan

warna kaki (kaos kaki). Pada sapi bali 3 meliputi tinggi Pundak 123 cm,

tinggi pinggul 121 cm, Panjang badan 133 cm, dan lingkar dada 185 cm.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Mainidar (2015), yang menyatakan bahwa

bentuk dan ukuran tubuh sapi dapat diketahui dengan cara mengukur

langsung ataupun secara visual. Ukuran tubuh sering digunakan untuk

mengevaluasi.

5.2 Saran

Saran untuk laboratorium sebainya agak di perluas tempat kami

melakukan pengukuran agar kami lebih leluasa dan menyiapkan meja untuk

praktikan bisa mencatat hasil serta melengkapi alat laboratorium yang diperlukan.
Saran yang ingin saya berikan kepada asisten agar lebih sabar dalam

membimbing kami para praktikan dalam pembuatan laporan. Kemudian untuk

teman-teman praktikum di harapkan lebih semangat lagi dalam menjalankan

praktikum selanjutnya.

Saran untuk praktikan harus lebih menghargai lagi asisten dalam

melakukan praktikum agar tidak terjadi hal yang tidak di inginkan dalam

melakukan proses praktikum agar mendapat ilmunya.


DAFTAR PUSTAKA

Prasojo dan Adinata. (2015). Model Pembibitan Sapi Bali Dikabupaten Barru
Propinsi Sulawesi Selatan Maduranch. Jurnal Peternakan, 1(1), 41-46.

Prastowo. (2018). Sapi Bali dan Pemasarannya. Jayapangus Press Books, 100-
106.

Galang. (2016) Perbedaan Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Sapi Bali Tidak
Bertanduk dengan Sapi Bali Bertanduk Undergraduate Thesis,
Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia.

Gobel, Z. D. (2021). Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Sapi Bali Betina. Jambura
Journal of Animal Science; 4(1), 66-72.

Herpi, N. N. (2019). Identifikasi Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Sapi Rancah.


Ziraa'ah Majalah Ilmiah Pertanian, 44 (3), 382-387.

Misrianti, R. M. (2018). Keragaman Sifat Sualitatif dan Kuantitatif Sapi Kuantan


pada Berbagai Tingkatan Umur di Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan
Singingi Provinsi Riau Jurnal Peternakan, 15 (2), 55-61.

Nasution, R. (2015). Perbandingan Sifat Kualitatif Sapi Kuantan dengan Sapi Bali
di Kecamatan Cerenti Kabupaten Kuantan Singingi (Doctoral
dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau). 14-18.

Rasyidah. (2020). Hubungan Antara Body Condition Score (BCS) dengan


Produksi Susu Sapi Perah Friesian Holstein (FH). Ovozoa, 8 (2), 89-93.

Niam, H. U. (2012). Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan


sapi bali betina pada berbagai kelompok umur. Animal Agriculture
Journal 1(1), 541-556.

Martojo. (2012). Penentuan Bobot Badan Sapi Peranakan Ongole (PO) Jantan
Berdasarkan Profil Body Condition Score (BCS) di Kecamatan
Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. In Scenario (Seminar of
Social Sciences Engineering and Humaniora), 80-91.

Anda mungkin juga menyukai