Anda di halaman 1dari 131

PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN KONSUMEN

TERHADAP PERILAKU SWAMEDIKASI GASTRITIS


DENGAN ANTASIDA DI APOTEK KIMIA FARMA PUTRI
TUNGGAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi

Dosen Pembimbing:

apt. Ainun Wulandari, M.Sc..


apt. Teodhora, M.Farm

Disusun Oleh :

Devi Muliasari
17330074

FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2021

34 Institut Sains dan Teknologi Nasional


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Devi Muliasari


NIM : 17330074
Tanggal : Februari 2022

(Devi Muliasari)

ii Institut Sains dan Teknologi Nasional


HALAMAN PERNYATAAN NON PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Devi Muliasari
NIM : 17330074
Mahasiswa : S1 Farmasi
Tahun Akademik : 2021

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan


Skripsi yang berjudul Pengaruh Tingkat Pengetahuan Konsumen Terhadap
Perilaku Swamedikasi Gastritis Dengan Antasida di Apotek Kimia Farma
Putri Tunggal.
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan plagiat, maka saya akan
menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Jakarta, 3 Januari 2022

Devi Muliasari

iii Institut Sains dan Teknologi Nasional


HALAMAN PENGESAHAN

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

SKRIPSI

PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN KONSUMEN TERHADAP


PERILAKU SWAMEDIKASI GASTRITIS DENGAN ANTASIDA DI
APOTEK KIMIA FARMA PUTRI TUNGGAL

DEVI MULIASARI

NPM : 17330074

Disetujui Oleh :

iv Institut Sains dan Teknologi Nasional


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Devi Muliasari


NPM : 17330074
Program : Farmasi
Judul Skripsi : Pengaruh Tingkat Pengetahuan Konsumen Terhadap Perilaku
Swamedikasi Gastritis Dengan Antasida di Apotek Kimia Farma
Putri Tunggal

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh Sarjana
Farmasi (S.Farm) pada Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Institut
Sains dan Teknologi Nasional

DEWAN PENGUJI

Pembimbing 1 : Apt. Ainun Wulandari, S. Farm., M. Sc. (………………….)

Pembimbing 2 : Apt. Teodhora, M. Farm. (………………….)

Penguji : Apt. Ritha Widya Pratiwi., S.Si. MARS.. (………………….)

Penguji : Apt. Elvina Triana Putri, M. Farm. (………………….)

Penguji : Apt. Yayah Siti Juariah, S.Si, M.Si. (………………….)

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : Maret 2022

v Institut Sains dan Teknologi Nasional


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
dengan ini penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Tingkat Pengetahuan Konsumen
Terhadap Perilaku Swamedikasi Gastritis Dengan Antasida di Apotek Kimia
Farma Putri Tunggal” di waktu yang tepat.
Adapun skripsi ini telah saya kerjakan dengan semaksimal mungkin dengan
dukungan, bimbingan, dan bantuan dari banyak pihak sehingga dapat
memperlancar proses pembuatan skripsi ini.
Oleh sebab itu, penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yaitu :
1. apt. Ainun Wulandari, S.Farm.,M.Sc. selaku Dosen Pembimbing I Tugas
Akhir yang dengan tulus dan penuh kesabaran meluangkan waktunya
untuk memberikan bimbingan, saran, dan petunjuk serta dorongan
semangat dalam penyusunan skripsi ini.
2. apt. Teodhora, M. Farm selaku Dosen Pembimbing II Tugas Akhir yang
dengan tulus dan penuh kesabaran meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan, saran, dan petunjuk serta dorongan semangat
dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ibu apt. Wieke Budiati, S.Farm selaku pimpinan di Apotek Kimia Farma
Putri Tunggal yang telah memberikan izin dan dukungan untuk saya
melakukan penelitian di Apotek Kimia Farma Putri Tunggal.
4. Keluarga saya, Bapak Yadi, Mama Witri, Adik Wilda dan Abang Ezza
yang telah memberikan doa, dukungan, semangat, dan kasih sayang
selama pembuatan skripsi ini.
5. Rekan kerja saya dan sahabat seperjuangan di dunia ini (Ka Sekar, Ka
Ulfi, Syaefi, Rita, Ka Ayu, Angga, Bang Maul, Mba Dian, Nina, Rika,
Tami, Arisma, Venny, Ute, Boi, Kartika, Pipit, Suci Madani, Windi, Kak
Muje).

vi Institut Sains dan Teknologi Nasional


6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah
membantu dan memberikan dukungan selama pembuatan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan baik dari segi
penyusunan bahasa, tanda baca, maupun isi. Maka dari itu, dengan lapang
dada penulis membuka seluas-luasnya pintu bagi para pembaca yang ingin
memberikan kritik ataupun saran demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca.

Jakarta, 3 Januari 2022

Devi Muliasari

vii Institut Sains dan Teknologi Nasional


HALAMAN PERSYARATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika, Institus Sains dan Teknologi Nasional, saya yang
bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Devi Muliasari
NPM : 17330074
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Farmasi
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Institus Sains Dan Teknologi Nasional Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non
exclusive Royalty – Free Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Pengaruh Tingkat Pengetahuan Konsumen Terhadap Perilaku Swamedikasi
Gastritis Dengan Antasida di Apotek Kimia Farma Putri Tunggal.
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Royalti Nonekslusif
ini Institus Sains Dan Teknologi Nasional berhak menyimpan, mengalih
media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database) soft copy
dan hard copy, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Jakarta, Februari 2022

Devi Muliasari

viii Institut Sains dan Teknologi Nasional


ABSTRAK

Nama : Devi Muliasari


Program Studi : Farmasi
Judul : Pengaruh Tingkat Pengetahuan Konsumen Terhadap
Perilaku Swamedikasi Gastritis Dengan Antasida di
Apotek Kimia Farma Putri Tunggal.

Gastritis merupakan 10 penyakit terbesar yang diderita masyarakat di Indonesia


dan merupakan salah satu penyakit ringan yang dapat ditangani dengan
swamedikasi bila gejalanya ringan. Swamedikasi adalah upaya seseorang dalam
menyembuhkan dirinya tanpa berobat ke dokter. Tujuan dari penelitian ini untuk
melihat bagaimana pengaruh pengetahuan terhadap perilaku swamedikasi.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain penelitian
deskriptif cross-sectional. Teknik penentuan sampel dengan metode
purposive-sampling menggunakan rumus Slovin. Hasil penelitian
menunjukkan dari 82 responden 79,3% adalah perempuan, 81,7% penderita
gastritis berusia 18-25 tahun, berdasarkan pendidikan persentase terbanyak
SMA, dan berdasarkan pekerjaan adalah karyawan. Tingkat pengetahuan
konsumen berada dengan kategori baik sebesar 27% dengan perilaku baik
sebesar 51,2%. Analisis yang digunakan untuk melihat pengaruh adalah
analisis regresi linier sederhana dengan persamaan regresi Y = 19,171 + 1,178
X.

Kata kunci : Swamedikasi, Gastritis, Pengetahuan, dan Perilaku.

Abstract
Gastritis is the 10 biggest disease suffered by people in Indonesia and is one of the
mild diseases that can be treated with self-medication if the symptoms are mild.
Self-medication is a person's attempt to heal himself without going to a doctor.
The purpose of this study was to see how the influence of knowledge on self-
medication behavior. This research is an observational study with a cross-
sectional descriptive research design. Technique of entering sample is purposive-
sampling using the Slovin formula. The results showed from 82 respondents
79.3% were women, 81.7% gastritis sufferers were aged 18-25 years, based on
education the highest percentage was SMA, and based on work were employee.
Consumer knowledge is in good category of 27% with good behavior of 51.2%.
The analysis used to see the effect is simple linear regression analysis with
regression equation Y = 19,171 + 1,178 X.

Keywords : Self-medication, Gastritis, Knowledge, and Behavior

ix Institut Sains dan Teknologi Nasional


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS..........................................................ii

HALAMAN PERNYATAAN NON PLAGIAT.........................................................iii

HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................iv

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................... v

KATA PENGANTAR................................................................................................. vi

HALAMAN PERSYARATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR


UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS..................................................................viii

ABSTRAK................................................................................................................... ix

DAFTAR ISI................................................................................................................. x

DAFTAR TABEL....................................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR................................................................................................ xvii

BAB I............................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................3

1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 3

1.4 Manfaat Penelitian................................................................................4

BAB II.......................................................................................................................... 5

TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................... 5

2.1 Swamedikasi......................................................................................... 5

2.1.1 Definisi Swamedikasi...........................................................................5

2.1.2 Faktor Penyebab Terjadinya Swamedikasi...........................................6

2.1.3 Kondisi Yang Boleh Dilakukan Swamedikasi......................................8

2.1.4 Kriteria dan Golongan Obat Swamedikasi...........................................8

x Institut Sains dan Teknologi Nasional


2.1.5 Keuntungan dan Kerugian Swamedikasi............................................12

2.2 Gastritis.............................................................................................. 12

2.2.1 Definisi Gastritis................................................................................. 12

2.2.2 Klasifikasi Gatritis..............................................................................13

2.2.3 Etiologi Gastritis................................................................................. 13

2.2.4 Gejala Sakit Gastritis..........................................................................14

2.2.5 Pencegahan Gastritis..........................................................................15

2.2.6 Terapi Gastritis................................................................................... 15

2.2.7 Obat-Obatan Pada Penyakit Gastritis.................................................16

2.2.8 Jenis-jenis Obat Swamedikasi Gastritis..............................................20

2.2.9 Algoritma Terapi................................................................................21

2.3 Konsep Pengetahuan..........................................................................22

2.3.1 Definisi Pengetahuan..........................................................................22

2.3.2 Tingkat Pengetahuan..........................................................................23

2.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan.........................................24

2.3.4 Kriteria Tingkat Pengetahuan.............................................................26

2.4 Konsep Prilaku................................................................................... 26

2.4.1 Definisi Prilaku................................................................................... 26

2.4.2 Bentuk-bentuk Prilaku........................................................................26

2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prilaku.......................................27

2.4.4 Cara Pengukuran Perilaku..................................................................27

2.1 Konsumen........................................................................................... 29

2.5.1 Definisi Konsumen.............................................................................29

2.5.2 Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen..............................29

2.2 Apotek................................................................................................ 30

2.6.1 Definisi Apotek..................................................................................30

xi Institut Sains dan Teknologi Nasional


2.6.2 Pelayanan Kefarmasian......................................................................30

2.3 Kerangka Teori................................................................................... 32

2.4 Hipotesis dan Landasan Teori............................................................33

BAB III....................................................................................................................... 34

METODE PENELITIAN............................................................................................ 34

3.1 Jenis Penelitian................................................................................... 34

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................34

3.2.1 Tempat Penelitian..............................................................................34

3.2.2 Waktu Penelitian................................................................................34

3.3 Populasi.............................................................................................. 34

3.4 Sampel................................................................................................ 35

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi..............................................................36

3.5.1 Kriteria Inklusi...................................................................................36

3.5.2 Kriteria Eksklusi................................................................................. 36

3.6 Variabel Penelitian.............................................................................36

3.6.1 Variabel Bebas...................................................................................36

3.6.2 Variabel Terikat.................................................................................. 36

3.7 Definisi Operasional...........................................................................36

3.8 Kerangka Konsep Penelitian..............................................................39

3.9 Instrument Penelitian..........................................................................39

3.9.1 Kuisioner Pengetahuan.......................................................................39

3.9.2 Kuisioner Perilaku..............................................................................41

3.10 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas........................................................43

3.10.1 Uji Validitas....................................................................................... 43

3.10.2 Uji Reliabilitas.................................................................................... 44

3.11 Analisis Data dan Pengolahan Data....................................................45

xii Institut Sains dan Teknologi Nasional


3.11.1 Analisis Data...................................................................................... 45

3.11.2 Pengolahan Data................................................................................. 48

3.12 Etika Penelitian................................................................................... 49

BAB IV....................................................................................................................... 51

HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN................................................................51

4.1 Karakteristik Responden....................................................................51

4.1.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin...............................51

4.1.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia...............................................52

4.1.3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Pendidikan....................................53

4.1.4 Karakteristik Pasien Berdasarkan Pekerjaan......................................55

4.1.5 Responden Berdasarkan Obat Antasida Yang Sedang Atau Sudah


Pernah Digunakan..............................................................................56

4.1.6 Responden Berdasarkan Terakhir Kali Menggunakan Obat Antasida57

4.1.7 Responden Dengan Gejala Berkurang Atau Hilang Setelah


Mengkonsumsi Obat Antasida............................................................57

4.1.8 Responden Berdasarkan Efek Samping Yang Dirasakan Setelah


Minum Obat Antasida........................................................................58

4.2 Tingkat Pengetahuan Swamedikasi Gastritis Dengan Antasida Pada


Pada Konsumen Di Apotek Kimia Farma Putri Tunggal Depok.......................58

4.2.1 Perbandingan Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Sub


Variabel Pengetahuan.........................................................................59

4.2.2 Pengetahuan Tentang Penyakit Gastritis............................................60

4.2.3 Pengetahuan Tentang Pencegahan Dan Terapi Pada Penyakit Gastritis


62

4.2.4 Pengetahuan Tentang Obat Antasida..................................................64

4.2.5 Pengetahuan Tentang Penyimpanan Obat Gastritis............................66

4.3 Perilaku Swamedikasi Gastritis Dengan Antasida Pada Konsumen Di


Apotek Kimia Farma Putri Tunggal Depok.......................................................68

4.3.1 Perilaku Pemilihan Obat Antasida......................................................69

4.3.2 Perilaku Penggunaan Obat Antasida..................................................70

xiii Institut Sains dan Teknologi Nasional


4.3.3 Perilaku Saat Dan Setelah Konsumsi Obat Antasida..........................72

4.3.4 Perilaku Pencegahan Dan Terapi Pada Penyakit Gastritis..................73

4.4 Pengaruh Tingkat Pengetahuan Konsumen Terhadap Perilaku


Swamedikasi Gastritis Dengan Antasida Di Apotek Kimia Farma Putri Tunggal
Depok 74

4.4.1 Uji Asumsi Klasik..............................................................................74

4.4.2 Uji Hipotesis....................................................................................... 79

4.4.3 Analisis Koefisien Determinasi (R2)..................................................81

BAB V........................................................................................................................ 83

KESIMPULAN & SARAN........................................................................................ 83

5.1 Kesimpulan......................................................................................... 83

5.2 Saran................................................................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 85

Lampiran 1.................................................................................................................. 89

Lampiran 2.................................................................................................................. 90

Lampiran 3.................................................................................................................. 91

Lampiran 4.................................................................................................................. 92

Lampiran 5.................................................................................................................. 93

Lampiran 6.................................................................................................................. 94

Lampiran 7................................................................................................................ 100

Lampiran 8................................................................................................................ 101

Lampiran 9................................................................................................................ 103

Lampiran 10.............................................................................................................. 111

xiv Institut Sains dan Teknologi Nasional


DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Definisi Operasional.............................................................................37


Tabel 3. 2 Variabel dan Indikator Kuisioner Pengetahuan....................................39
Tabel 3. 3 Variabel dan Indikator Kuisioner Perilaku...........................................42
Tabel 3. 4 Uji Validitas Pengetahuan.....................................................................43
Tabel 3. 5 Uji Validitas Perilaku Tabel..................................................................44
Tabel 3. 6 Reliabilitas Kuisioner Pengetahuan......................................................45
Tabel 3. 7 Reliabilitas Kuisioner Perilaku.............................................................45

Tabel 4. 1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin..................................51


Tabel 4. 2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia.................................................52
Tabel 4. 3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Pendidikan......................................54
Tabel 4. 4 Karakteristik Pasien Berdasarkan Pekerjaan.........................................55
Tabel 4. 5 Responden Berdasarkan Obat Antasida Yang Sedang Atau Sudah
Pernah Digunakan..................................................................................................56
Tabel 4. 6 Responden Berdasarkan Terakhir Kali Menggunakan Obat Antasida. 57
Tabel 4. 8 Responden Dengan Gejala Berkurang Atau Hilang Setelah
Mengkonsumsi Obat Antasida...............................................................................57
Tabel 4. 9 Responden Berdasarkan Efek Samping Yang Dirasakan Setelah Minum
Obat Antasida.........................................................................................................58
Tabel 4. 10 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan........................................58
Tabel 4. 11 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengetahuan Penyakit
Gastritis..................................................................................................................61
Tabel 4. 12 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengetahuan Pencegahan dan
Terapi Penyakit Gastritis........................................................................................62
Tabel 4. 13 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengetahuan Obat Antasida.
................................................................................................................................64
Tabel 4. 14 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengetahuan Penyimpanan
Obat
Gastritis 66
Tabel 4. 15 Distribusi Frekuensi Kategori Perilaku...............................................68
Tabel 4. 16 Distribusi Jawaban Responden Tentang Perilaku Pemilihan
xv Institut Sains dan Teknologi Nasional
Obat........................................................................................................................69
Tabel 4. 17 Distribusi Frekuensi Kategori Perilaku Penggunaan Obat Antasida.. 70
Tabel 4. 18 Distribusi Frekuensi Kategori Perilaku Saat dan Setelah Konsumsi
Obat Antasida.........................................................................................................72
Tabel 4. 19 Distribusi Frekuensi Kategori Perilaku Pencegahan dan Terapi
Pada Penyakit Gastritis..........................................................................................73
Tabel 4. 20 Hasil Uji Normalitas...........................................................................75
Tabel 4. 21 Hasil Uji Linieritas..............................................................................76
Tabel 4. 22 Nilai Durbin-Watson...........................................................................78
Tabel 4. 23 Hasil Uji Regresi Linier Sederhana....................................................78
Tabel 4. 24 Hasil Uji Simultan F...........................................................................80
Tabel 4. 25 Hasil Uji t............................................................................................81
Tabel 4. 26 Koefisiensi Korelasi dan Determinasi................................................81

xvi Institut Sains dan Teknologi Nasional


DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Logo Obat Bebas...........................................................................................9
Gambar 2. 2 Logo Obat Bebas Terbatas.............................................................................9
Gambar 2. 3 Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas.......................................................10
Gambar 2. 4 Logo Obat Keras..........................................................................................11
Gambar 2. 5 Algoritma Terapi Pengelolaan Dispepsia.....................................................21
Gambar 2. 6 Algoritma Pengelolaan Dispepsia Fungsional.............................................22
Gambar 2. 7 Kerangka Teori............................................................................................32

Gambar 3. 1 Kerangka Konsep..............................................................................39


Gambar 3. 2 Kurva Distribusi Normal Standar......................................................41
Gambar 3. 3 Tingkat Reabilitas Berdasarkan Nilai Alpha.....................................45

Gambar 4. 1 Perbandingan Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Sub


Variabel Pengetahuan............................................................................................60
Gambar 4. 2 Plot Normal Probability....................................................................75
Gambar 4. 3 Grafik Scatterplot..............................................................................77
Gambar 4. 4 Dasar Keputusan Ada Tidaknya Autokorelasi..................................78

xvii Institut Sains dan Teknologi Nasional


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang utama. Saat
merasa tidak enak badan, seseorang pasti akan berusaha untuk sembuh.
Berdasarkan UU Kesehatan No.36 tahun 2009, sehat adalah keadaan sejahtera
fisik, mental, dan sosial yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara
sosial dan ekonomi. Swamedikasi atau biasa disebut pengobatan sendiri
merupakan upaya masyarakat untuk mengatasi keluhan sebelum memutuskan
untuk berobat ke dokter (Pamuji, 2017).
Swamedikasi adalah suatu tindakan seseorang untuk menjaga kesehatan,
mencegah serta mengatasi penyakit. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) pada 2021 menunjukkan bahwa proporsi penduduk di Jawa Barat
yang melakukan pengobatan sendiri ihwal keluhan yang dirasakan adalah
88,28 %. Hal ini menunjukkan bahwasannya metode pengobatan sendiri di
Indonesia terbilang tinggi. Penyebabnya adalah keluhan ringan (46%), harga
obat ringan (16%) dan kemudahan akses obat (9%) (Sasmita, 2018).
Demi menjalankan swamedikasi secara efektif, rasional, aman, juga
terjangkau, maka masyarakat harus memperluas pengetahuan serta melatih
kemampuan dalam melakukan swamedikasi. Pengetahuan adalah suatu ilmu
yang penting yang perlu dipahami masyarakan pada praktik swamedikasi,
pengetahuan sederhana yang perlu diketahui oleh masyarakat meliputi
pengenalan gejala penyakit, menentukan pilihan produk obat yang tepat,
mematuhi aturan pakai pada kemasan, mengkaji hasil pengobatan dan
kemungkinan efek samping (Pujiasti, 2016).
Pengetahuan merupakan sebuah faktor penting yang menjadi dasar dalam
melakukan swamedikasi, fakta ini sejalan dengan Green Teori (1991) dimana
dinyatakan bahwasannya perilaku kesehatan didasari oleh 3 faktor, yaitu
predisposisi yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, serta norma,
kemudian faktor pendukung mencakup orang yang dipercaya serta sarana

1 Institut Sains dan Teknologi Nasional


2

prasarana, terakhir faktor penguat yang meliputi dukungan orang sekitar dan
tenaga kesehatan (Irwan, 2017).
Swamedikasi dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi serta
menghilangkan gejala penyakit ringan yang kadangkala dialami masyarakat,
seperti pilek, batuk, nyeri, sakit mag, diare, demam, gatal-gatal, cacingan dll.
Masyarakat akan secara mandiri membeli obat berlandaskan keluhan dirinya.
Obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan obat yang boleh digunakan
masyarakat dalam praktik swamedikasi karena merupakan obat yang terbilang
tidak berbahaya bila digunakan dalam dosis yang seharusnya (Restiyono,
2016).
Gastritis ialah penyakit ringan yang sering ditemui dikehidupan sehari-
hari. Gastritis menunjukkan gejala atau sindrom berupa nyeri ulu hati,
muntah, mual, perasaan penuh pada perut, sendawa, dan rasa panas yang
menjalar ke bagian dada (Dharmika D, 2014)
Menurut studi yang dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
tentang kejadian gastritis pada tahun 2012, diperoleh hasil 12,5% di Jepang,
22% di Inggris, 29,5% di Prancis, 31% di Cina, dan 35% di Kanada. Menurut
statistik dari Organisasi Kesehatan v Gastritis termasuk kedalam 10 penyakit
terbesar di Puskesmas Kota Depok sejak tahun 2018-2020 (Depkes Kota
Depok, 2020).
Penyakit gastritis umunya diawali dengan pola makan yang tidak terjadwal
dan juga pola hidup yang tidak sehat. Gastritis menimbulkan efek mual,
muntah dan perasaan tidak nyaman pada lambung. Gastritis termasuk penyakit
yang dapat di swamedikasi karena termasuk dalam penyakit ringan yang
sering dialami oleh masyarakat. (Restiyono, 2016). Disisi lain, swamedikasi
juga memiliki resiko potensial berupa gejala penyakit serius yang mungkin
tersamarkan, adanya interaksi obat yang mungkin terjadi, dosis yang kurang
tepat, juga adanya resiko dari pilihan obat yang tidak tepat (BPOM, 2014).
Apotek Kimia Farma Putri Tunggal merupakan salah satu sarana
kefarmasian yang terpercaya sehingga menjadi pilihan utama masyarakat di
sekitar wilayah Harjamukti Kota Depok dalam membeli obat. Dilakukan
penelitian mengenai pengaruh tingkat pengetahuan terhadap perilaku

Institut Sains dan Teknologi Nasional


3

swamedikasi gastritis karena gastritis termasuk 3 keluhan terbanyak pada


gangguan pencernaan di apotek tersebut, penelitian ini dilakukan guna
mengetahui bagaimana keberlangsungan praktik swamedikasi pengobatan
gastritis dengan antasida di apotek ini apakah sudah berhasil dan sesuai
dengan teori atau belum serta untuk dilihat apakah ada pengaruh dari
pengetahuan terhadap perilaku swamedikasi yang telah dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah


Dibawah ini adalah rumusan masalah pada penelitian ini :
1. Bagaimana karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, usia,
serta pendidikan pada swamedikasi gastritis dengan antasida di Apotek
Kimia Farma Putri Tunggal ?
2. Bagaimana tingkat pengetahuan swamedikasi gastritis dengan antasida
pada konsumen di Apotek Kimia Farma Putri Tunggal ?
3. Bagaimana perilaku swamedikasi gastritis dengan antasida pada
konsumen di Apotek Kimia Farma Putri Tunggal ?
4. Bagaimana pengaruh tingkat pengetahuan terhadap perilaku
swamedikasi gastritis dengan antasida pada konsumen di Apotek Kimia
Farma Putri Tunggal ?

1.3 Tujuan Penelitian


Dibawah ini adalah tujuan yang diinginkan pada penelitian ini :
1. Mengetahui karakteristik responden meliputi jenis kelamin, usia, serta
pendidikan pada swamedikasi gastritis dengan antasida di Apotek
Kimia Farma Putri Tunggal.
2. Mengetahui tingkat pengetahuan swamedikasi gastritis dengan antasida
pada konsumen di Apotek Kimia Farma Putri Tunggal.
3. Mengetahui perilaku swamedikasi gastritis dengan antasida pada
konsumen di Apotek Kimia Farma Putri Tunggal.
4. Mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan terhadap perilaku
swamedikasi gastritis dengan antasida pada konsumen di Apotek Kimia
Farma Putri Tunggal.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


4

1.4 Manfaat Penelitian


1. Untuk apotek, diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik
dari konsumen apotek sehingga dapat melakukan pelayanan kefarmasian
dengan lebih maksimal.
2. Untuk konsumen, dapat menambah pengetahuan konsumen tentang
penyakit gastritis dan penggunaan obatnya.
3. Untuk peneliti, diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk
penelitian selanjutnya oleh peneliti lain.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Swamedikasi

2.1.1 Definisi Swamedikasi

Swamedikasi adalah suatu pengobatan sendiri yang dilakukan oleh


masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan
obat-obatan yang dijual bebas dipasaran yang bisa didapat stanpa resep dokter
dan diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). Swamedikasi
dilakukan untuk keluhan dan gejala penyakit yang ringan, seperti demam,
influenza, batuk, gastritis atau mag, diare, penyakit kulit dan lainnya
(Harahap, et al., 2017). Swamedikasi menjadi alternatif yang banyak dipilih
oleh masyarakat untuk meredakan atau menyembuhkan keluhan gejala ringan,
Oleh karena itu sebelum menggunakan obat diketahui sifat obat, cara
penggunaan obat, pemilihan obat yang tepat dan aman (Hidayati, et al., 2017).

Pelaksanaan swamedikasi didasari karena tindakan swamedikasi harganya


lebih terjangkau dibandingkan berobat di instansi-instansi kesehatan. Dapat
menghemat biaya, waktu dan mudah di dapat di kios, toko obat dan apotek-
apotek terdekat (Farizal, 2015).

Untuk melakukan pengobatan sendiri secara benar, masyarakat harus


mampu (Binfar, 2008) :

a. Mengetahui jenis obat yang diperlukan untuk mengatasi penyakitnya.

b. Mengetahui kegunaan dari tiap obat, sehingga dapat mengevaluasi sendiri


perkembangan sakitnya.

c. Menggunakan obat tersebut secara benar (cara, aturan, lama pemakaian)


dan tahu batas kapan mereka harus menghentikan self-medication dan
segera minta pertolongan petugas kesehatan.

5 Institut Sains dan Teknologi Nasional


6

d. Mengetahui efek samping obat yang digunakan sehingga dapat


memperkirakan apakah suatu keluhan yang timbul kemudian itu suatu
penyakit baru atau efek samping obat.

e. Mengetahui siapa yang tidak boleh menggunakan obat tersebut.

2.1.2 Faktor Penyebab Terjadinya Swamedikasi

Praktek swamedikasi menurut World Health Organization (WHO) dalam


Zeenot (2013), dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: faktor sosial
ekonomi, gaya hidup, kemudahan memperoleh produk obat, faktor kesehatan
lingkungan, dan ketersediaan produk.

1. Faktor sosial ekonomi

Seiring dengan semakin meningkatnya pemberdayaan masyarakat, yang


berdampak pada semakin meningkatnya tinggi tingkat pendidikan, sekaligus
semakin mudahnya akses untuk memperoleh informasi, maka semakin tinggi
pula tingkat ketertarikan masyarakat terhadap kesehatan. Sehingga, hal itu
kemudian mengakibatkan terjadinya peningkatan dalam upaya untuk
berpartisipasi langsung terhadap pengambilan keputusan kesehatan oleh
masing-masing individu tersebut.

2. Gaya hidup

Kesadaran tentang adanya dampak beberapa gaya hidup yang bisa


berpengaruh terhadap kesehatan, mengakibatkan banyak orang yang memiliki
kepedulian lebih untuk senantiasa menjaga kesehatannya daripada harus
mengobati ketika sedang mengalami sakit pada waktu-waktu mendatang.

3. Kemudahan memperoleh produk obat

Saat ini tidak sedikit dari pasien atau pengguna obat lebih memilih
kenyamanan untuk membeli obat dimana saja bisa diperoleh dibandingkan
dengan harus mengantri lama di Rumah Sakit maupun klinik.

4. Faktor kesehatan lingkungan

Dengan adanya praktik sanitasi yang baik, pemilihan nutrisi yang benar

Institut Sains dan Teknologi Nasional


7

sekaligus lingkungan perumahan yang sehat, berdampak pada semakin


meningkatnya kemampuan masyarakat untuk senantiasa menjaga dan
mempertahankan kesehatannya sekaligus mencegah terkena penyakit.

5. Ketersediaan produk baru

Sekarang, produk baru yang sesuai dengan pengobatan sendiri atau


pengobatan mandiri semakin mengalami peningkatan. Selain itu, terdapat pula
beberapa produk lama yang keberadaanya juga sudah cukup populer dan
semenjak lama sudah memiliki indeks keamanan yang baik, juga telah
dimasukkan dalam kategori obat bebas. Secara tidak langsung, hal tersebut
langsung membuat pilihan produk obat untuk pengobatan sendiri atau
pengobatan mandiri semakin banyak tersedia.

Keinginan untuk merawat diri, mengurus keluarga yang sakit, kurang puas
terhadap pelayanan kesehatan yang tersedia, dan semakin banyaknya pilihan
obat merupakan beberapa contoh faktor yang mendukung pelaksanaan praktik
swamedikasi (Phalke dkk., 2006).

Pemilihan obat yang tepat akan sangat mempengaruhi dalam kesembuhan


dan kesehatan pasien. Obat merupakan komoditi kesehatan yang tidak lepas
dari efek yang diinginkan maupun efek samping yang tidak diinginkan,
sehingga ketetapan dalam pemilihan jenis obat yang tepat sangat diperlukan.
Untuk menetapkan jenis obat yang dibutuhkan perlu diperhatikan yakni
(Depkes, 2008) :
1. Gejala atau keluhan penyakit
2. Kondisi khusus misalnya hamil, menyusui, bayi, lanjut usia, diabetes
mellitus dan lain-lain.
3. Pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat
tertentu.
4. Nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek samping dan
interaksi obat yang dapat dibaca pada etiket atau brosur obat.
5. Pilih obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada interaksi obat
dengan obat yang sedang diminum.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


8

2.1.3 Kondisi Yang Boleh Dilakukan Swamedikasi

Kondisi yang diperbolehkan untuk melakukan swamedikasi adalah sebagai


berikut (Depkes RI, 2006) :
1. Mengatasi penyakit ringan. Penyakit yang mempunyai durasi terbatas
(selflimitting rate) atau dapat sembuh dengan sendirinya dan tidak
mengancam bagi diri pasien.
2. Perawatan simptomatik minor, seperti rasa tidak enak badan dan cedera
ringan.
3. Profilaksis atau pencegahan dan penyembuhan penyakit ringan.
4. Penyakit kronis yang sebelumnya sudah pernah didiagnosis dokter atau
tenaga medis profesional lainnya, seperti asma dan artritis.
5. Pada pengobatan sendiri harus mampu menilai kondisi yang dialami
pasien. Memungkinkan atau tidak untuk diupayakan pengobatan sendiri.

2.1.4 Kriteria dan Golongan Obat Swamedikasi

Sesuai Permenkes No. 919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat


diserahkan tanpa resep adalah :

1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wnaita hamil, anak


dibawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun.

2. Pengobatan sendiri dengan menggukana Obat Wajib Apotek (OWA) tidak


memberikan resiko terhadap keparahan penyakit.

3. Penggunaan tidak memerlukan alat atau cara khusus yang harus dibantu oleh
dokter, perawat, maupun tenaga kesehatan yang lainnya.

4. Penggunaan diperlukan untuk penyakit dengan prevalensi tinggi di Indonesia.

5. Obat tersebut memiliki rasio keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan


untuk pengobatan sendiri.

Golongan obat yang rasional untuk swamedikasi merupakan obat yang aman
dan mempunyai efektivitas yang baik terhadap suatu gejala penyakit. Obat tanpa

Institut Sains dan Teknologi Nasional


9

resep adalah obat untuk suatu jenis penyakit yang dapat dilakukan untuk
pengobatan sendiri oleh masyarakat dan tidak membahayakan saat digunakan oleh
masyarakat tersebut (Zeerot, 2013).

Menurut SK Menkes No. 2380/1983, golongan obat yang dapat digunakan


untuk pengobatan sendiri adalah golongan obat bebas, obat bebas terbatas dan
Obat Wajib Apotek (OWA).

1. Golongan Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran
hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : paracetamol, antasida, rivanol,
multivitamin, bedak salicyl.

Gambar 2. 1 Logo Obat Bebas


Sumber : (BPOM, 2015)

2. Golongan Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih
dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda
peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah
lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : ibuprofen, antimo,
difenhidramin, bodrex ekstra, chlorpheniramine.

Gambar 2. 2 Logo Obat Bebas Terbatas


Sumber : (BPOM, 2015)

Institut Sains dan Teknologi Nasional


10

Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru
dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : ibuprofen, antimo, difenhidramin,
bodrex ekstra, chlorpheniramine. Tanda peringatan selalu tercantum pada
kemasan obat bebas terbatas, berupa empat persegi panjang berwarna hitam
berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih
sebagai berikut :

P no. 1 P no. 4
Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras
Bacalah aturan memakainya Hanya untuk dibakar

P no. 2 P no. 5
Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras
Hanya untuk kumur, jangan Tidak boleh ditelan
ditelan

P no. 3 P no. 6
Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian luar badan Obat wasir, jangan ditelan

Gambar 2. 3 Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas

Sumber : (Hapsari & dkk, 2013)

3. Golongan Obat Wajib Apotek (OWA)

Obat wajib apotek (OWA) masuk ke dalam jenis obat keras yang tersedia di
apotek dan dapat dibeli tanpa resep dokter, tetapi harus diserahkan langsung
apoteker di apotek. Penggunaan obat wajib apotek (OWA) dalam pelaksanaan
swamedikasi harus melibatkan apoteker (BPOM RI, 2004). Contoh : Asam
Mefenamat, Natrium Diklofenak, Kalium Diklofenak, Etoricoxib, Antalgin.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


11

Gambar 2. 4 Logo Obat Keras


Sumber : (BPOM, 2015)

Obat Wajib Apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan NO.


347/MENKES/SK/VII/1990 yaitu obat keras yang dapat diserahkan oleh
Apoteker kepada pasien tanpa resep dokter.

Contoh obat-obat OWA berdasarkan Undang-Undang yang berlaku :

a. Obat Wajib Apotek 1 (Keputusan Menteri Kesehatan nomor


347/MenKes/SK/VII/1990)

1) Obat Kontrasepsi : Linestrenol

2) Obat saluran cerna : Antasida dan sedatif / spasmodik

3) Obat mulut dan tenggorokan : hexetidine untuk obat sariawan dan radang
tenggorokan

4) Obat saluran nafas : ketotifen untuk obat asma

5) Obat yang mempengaruhi sistem Neuromuscular : metampiron, asam


mefenamat

6) Antiparasit : Mebendazol

7) Obat kulit tropical : Kloramfenikol

b. Obat Wajib Apotek 2 (Keputusan Menteri Kesehatan nomor


924/Menkes/Per/X/1993)

1) Bacitracin sebagai obat luar untuk infeksi kulit

2) Clindamycin sebagai obat luar untuk acne

3) Flumetasone sebagai obat luar untuk inflamasi

Institut Sains dan Teknologi Nasional


12

4) Diklofenak

c. Obat Wajib Apotek 3 (Keputusan Menteri Kesehatan nomor


1176/Menkes/SK/X/1999)

1) Ranitidine

2) Asam Fusidat

3) Alopurinol

2.1.5 Keuntungan dan Kerugian Swamedikasi

Menurut Rikomah (2016) ada beberapa keuntungan dari swamedikasi


dalam penerapannya yaitu :

1. Aman bila digunakan sesuai dengan aturan pemakaian

2. Efektif untuk menghilangkan keluhan

3. Efisiensi biaya dan waktu

4. Terlibat langsung dalam pemilihan obat atau keputusan pemilihan


terapi.

Kekurangan swamedikasi yaitu : Obat membahayakan kesehatan bila tidak


digunakan sesuai dengan aturan pakai, kesalahan penggunaan obat karena
informasi yang kurang lengkap dari iklan obat, dan sulit bertindak objektif karena
pemilihan obat dipengaruhi oleh pengalaman menggunakan obat di masa lalu dan
lingkungan sosialnya.

2.2 Gastritis

2.2.1 Definisi Gastritis

Penyakit gastritis biasa dikenal dengan penyakit mag. Merupakan suatu


peradangan atau pendarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh
faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya
terlambat makan, makan terlalu banyak, makan cepat, makan makanan yang
terlalu banyak bumbu pedas, mengkonsumsi protein tinggi, kebiasaan
mengkonsumsi makan-makanan pedas, dan minum kopi terlalu berlebihan

Institut Sains dan Teknologi Nasional


13

(Huzaifah, 2017).

Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut,


kronik, difus atau lokal, dengan karakteristik anoreksia, perasaan penuh di
perut (tengah), tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan muntah
(Ardiansyah, 2012).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu


peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang umumnya
disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan
misalnya makan terlalu banyak, cepat, telat makan, makan makanan yang
terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
gastritis (Okviani, 2011).

2.2.2 Klasifikasi Gatritis

Menurut Muttaqin (2011), gastritis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :

1. Gastritis Akut

Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan erosi pada bagian superficial.

2. Gastritis Kronik

Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang


bersifat menahun.

2.2.3 Etiologi Gastritis

Gastritis dapat disebabkan oleh bakteri Helicobacter pylori, virus, atau


parasit lainnya. Kontributor gastritis akut adalah meminum alkohol secara
berlebihan, infeksi dari kontaminasi makanan yang dimakan, dan penggunaan
kokain. Kortikosteroid juga dapat menyebabkan gastritis seperti NSAID
aspirin dan ibuprofen. (Dewit, et al, 2016 dalam buku Medical Surgical
Nursing : Concept and Practice dikutip dari Irawati, 2020).

Institut Sains dan Teknologi Nasional


14

Penyebab dari gastritis antara lain :

1. Obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid/ OAINS indometasin,


ibuprofen, dan asam salisilat, sulfonamide, steroid, kokain, dan digitalis
bersifat mengiritasi mukosa lambung.

2. Infeksi bakteri seperti spesies, clostridium sp, E.coli, tuberculosis, dan


secondary syphilis.

3. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus.

4. Infeksi jamur seperti candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis

5. Stress

6. Makanan dan minuman yang bersifat iritan, makanan berbumbu dan


minuman denggan kandungan kafein dan alkohol merupakan agen-agen
iritasi mukosa lambung.

7. Garam empedu, terjadi pada kondisi refleks garam empedu (komponen


penting alkali untuk aktivitasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil
ke mukosa lambung sehingga menimbulkan respon peradangan mukosa.

8. Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah ke


lambung.

2.2.4 Gejala Sakit Gastritis

Beberapa gejala sakit gastritis yang merupakan dasar diagnosa adalah


riwayat rasa tidak enak berulang di ulu hati 1/2 hingga 1 jam setelah makan
(pencernaan) dan timbul terutama pada dini hari, merupakan gejala khas. Rasa
nyeri akan menghilang dengan diberi makanan atau antasida, sekurang-
kurangnya untuk sementara. Rasa mual dan muntah sering sekali menyertai
rasa nyeri di ulu hati. Selain bersendawa, berat badan biasa menurun, sering
tak cocok makanan tertentu misalnya lemak, makanan yang pedas dan
makanan yang membuat gas (Yolanda, 2015). Mual dan muntah dapat
mengakibatkan berkurangnya asupan nutrisi dan juga mengakibatkan
penurunan cairan tubuh dan cairan dalam darah (hipovolemia).
Kekurangan cairan merangsang pusat muntah untuk meningkatkan
Institut Sains dan Teknologi Nasional
15

sekresi antidiuretik hormon (ADH) sehingga terjadi retensi cairan yang


berlebihan (Ratu & Adwan, 2013).

Nyeri serta rasa panas pada ulu hati dan mual kadang disertai muntah dan
perut kembung (Depkes RI, 2006). Gejala-gejala umumnya tidak ada atau
kurang nyata, kadang kala dapat berupa gangguan pada pencernaan, nyeri
lambung dan muntah-muntah akibat erosi kecil di selaput lendir serta ada
kalanya terjadi pendarahan (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.2.5 Pencegahan Gastritis

Pencegahan menurut BPOM RI (2014) yaitu pencegahan gastritis dapat


dilakukan dengan perbaikan gaya hidup dan pola makan antara lain :

a. Menghindari makanan yang merangsang asam dan gas lambung. Misalnya


minuman berkarbonasi, kubis, lobak.

b) Mengurangi porsi makan dan mengunyah makan dengan baik

c) Makan tidak kurang dari 3 jam sebelum tidur sehingga memberi waktu
untuk pengosongan pada lambung

2.2.6 Terapi Gastritis

Tujuan utama dalam pengobatan gastritis ialah menghilangkan nyeri,


menghilangkan inflamasi dan mencegah terjadinya ulkus peptikum dan
komplikasi. Berdasarkan patofisiologisnya terapi farmakologi gastritis
ditujukan untuk menekan faktor agresif (asam lambung) dan memperkuat
faktor defensif (ketahanan mukosa). Sampai saat ini pengobatan ditujukan
untuk mengurangi asam lambung yakni dengan cara menetralkan asam
lambung dan mengurangi sekresi asam lambung. Selain itu, pengobatan
gastritis juga dilakukan dengan memperkuat mekanisme defensif mukosa
lambung dengan obat-obat sitoproteksi (Dipiro et al, 2008).

Sakit gastritis pada awalnya diobati secara simptomatik dengan pemberian


obat yang menetralisasi atau menghambat produksi asam lambung berlebihan
(jenis antasida) atau obat penghambat produksi asam yang memperbaiki
motilitas usus (sistem gerakan usus). Apabila setelah dua minggu obat tidak

Institut Sains dan Teknologi Nasional


16

memberikan reaksi yang berarti, dokter akan memeriksa dengan bantuan


peralatan khusus seperti USG, endoskopi, dan lain-lain (Depkes RI, 2006).

Telah banyak obat yang beredar yang bertujuan mengobati penyakit


gastritis. Di samping itu kepada penderita tetap dianjurkan mengatur pola
makannya dan menghindari faktor - faktor yang dapat memperparah
penyakitnya. Penggunaan obat penghambat H2 (Ranitidin) bertujuan untuk
mengurangi sekresi asam, antasida digunakan untuk menetralkan asam yang
tersekresi dan sukralfat untuk melapisi daerah inflamasi sehingga dapat
mempercepat penyembuhan (Herman, 2004).

2.2.7 Obat-Obatan Pada Penyakit Gastritis

Pengobatan gastritis memiliki jenis yang berbeda sesuai dengan penyebab


dan gejala yang dialami, berikut jenis obatnya yaitu antasida, antagonis
histamin H2, penghambat pompa proton, pelindung mukosa, dan analog
prostaglandin E1 (Gunawan, 2016:528-537).
Penggolongan obat gastritis :

1. Golongan Antasida

Antasid adalah basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorida


lambung untuk membentuk garam dan air. Mekanisme kerja utamanya adalah
mengurangi keasaman intralambung. Kapasitas berbagai sediaan antasid
dalam menetralkan asam sangat bervariasi, bergantung pada laju kelarutan
(tablet versus cairan), kelarutan dalam air, kecepatan reaksi dengan asam, dan
kecepatan pengosongan lambung.

Contoh obat :

a. Natrium bikarbonat, cepat bereaksi dengan asam hidroklorida (HCI) untuk


menghasilkan karbon dioksida dan natrium klorida. Pembentukan karbon
dioksida menyebabkan peregangan lambung dan bersendawa. Basa yang
tidak bereaksi cepat diserap, berpotensi menyebabkan alkalosis metabolik
jika diberikan dalam dosis tinggi atau kepada pasien dengan insufisiensi
ginjal. Penyerapan natrium klorida dapat menyebabkan eksaserbasi retensi
cairan pada pasien dengan gagal jantung, hipertensi, dan insufisiensi

Institut Sains dan Teknologi Nasional


17

ginjal.

b. Kalsium karbonat, kurang larut dan bereaksi lebih lambat daripada natrium
bikarbonat dengan HCI untuk membentuk karbondioksida dan kalsium
klorida (CaCl). Seperti natrium bikarbonat, kalsium karbonat dapat
menyebabkan bersendawa dan alkalosis metabolik. Kalsium karbonat
digunakan untuk sejumlah indikasi selain dari sifat antasidnya. Pemberian
berlebihan natrium bikarbonat atau kalsium karbonat dengan produk-
produk susu yang mengandung kalsium dapat menyebabkan
hiperkalsemia, insufisiensi ginjal, dan alkalosis metabolik (sindrom susu-
alkali).

c. Sediaan yang mengandung magnesium hidroksida atau aluminum


hidroksida bereaksi secara lambat dengan HCI untuk membentuk
magnesium klorida atau aluminum klorida dan air. Karena tidak dihasilkan
gas, tidak terjadi sendawa. Alkalosis metabolik juga jarang karena
efisiensi reaksi netralisasi. Karena garam-garam magnesium yang tidak
diserap dapat menyebabkan diare osmotik dan garam aluminum dapat
menyebabkan konstipasi, kedua obat ini umumnya diberikan bersama-
sama dalam sediaan paten (mis., Promag, Polyslane, Mylanta) untuk
mengurangi dampak pada fungsi usus. Baik magnesium maupun
aluminum diserap dan diekskresikan oleh ginjal. Oleh sebab itu, pasien
dengan insufisiensi ginjal seharusnya tidak menggunakan obat-obat ini
dalam jangka-panjang.

Menurut BPOM RI (2014) swamedikasi menggunakan antasida tidak bisa


dilakukan pada :

1) Pasien sedang diet rendah natrium, harus dikonsultasikan dulu ke


dokter.

2) Wanita hamil atau menyusui, anak di bawah 6 tahun, atau lanjut


usia. Antasida mengandung natrium bikarbonat sebaiknya dihindari
wanita hamil karena dapat menyebabkan bengkak yang disebabkan
retensi cairan

Institut Sains dan Teknologi Nasional


18

Dibawah ini efek samping antasida : (Indijah & Fajri, 2016)

a. Sindrom susu alkali

b. Batu ginjal, osteomalaise, dan osteoporosis. c/: Alumunium


hidroksida.

c. Neurotoksisitas

d. Saluran cerna: Mg menyebabkan diare, sedangkan Al


menyebabkan obstruksi usus.

2. Golongan antagonis reseptor H2

Antagonis H2 mengurangi sekresi asam yang dirangsang oleh histamin


serta oleh gastrin dan bahan kolinomimetik melalui dua mekanisme. Pertama,
histamin yang dibebaskan dari sel ECL oleh gastrin atau rangsangan vagus
dihambat untuk mengikat reseptor H2 di sel parietal. Kedua, terjadinya
blokade reseptor H2 menyebabkan efek stimulasi langsung sel parietal oleh
gastrin atau asetilkolin pada sekresi asam berkurang.

Antagonis H2 terutama efektif menghambat sekresi asam malam hari (yang


terutarna bergantung pada histamin), tetapi dampaknya pada sekresi asam yang
dirangsang oleh makanan tidak besar (yang dirangsang oleh gastrin dan asetilkolin
selain oleh histamin). Karena itu, pH intralambung malam hari dan saat puasa
meningkat menjadi 4-5 tetapi dampak pada pH siang hari yang dirangsang oleh
makanan lebih rendah. Dosis anjuran mempertahankan inhibisi asam lebih dari 50%
selama 10 jam karena itu, obat-obat ini sering diberikan dua kali sehari. Pada dosis
yang terdapat dalam sediaan tanpa-resep, lama inhibisi asam kurang dari 6 jam.
Contoh obatnya adalah simetidin, ranitidin, nizatidin, dan famotidin.

3. Golongan penghambat pompa proton

Inhibitor pompa proton diberikan sebagai obat inaktif. Untuk melindungi zat
inaktif obat yang labil-asam dari kerusakan di dalam lumen lambung, produk oral
diformulasikan untuk lepas tunda (delayed release) sebagai tablet atau kapsul bersalut
enterik yang tahan asam. Setelah melewati lambung untuk masuk ke dalam lumen
usus halus, salut enterik kemudian larut dan prodrug terserap. Tersedia enam inhibitor
pompa proton untuk pemakaian klinis omeprazol, esomeprazol, lansoprazol,

Institut Sains dan Teknologi Nasional


19

dekslansoprazol, rabeprazol, dan pantoprazol.

Berbeda dari antagonis H2, inhibitor pompa proton menghambat sekresi baik
saat puasa maupun setelah makan karena obat golongan ini menghambat jalur umum
akhir sekresi asam, pompa proton.

4. Golongan pelindung mukosa

Mukosa gastroduodenum mengembangkan sejumlah mekanisme pertahanan


untuk mencegah dirinya sendiri terhadap efek merugikan dari asam dan pepsin.
Mukus dan taut kedap (tight-junction) antarsel epitel menghambat difusi balik asam
dan pepsin. Sekresi bikarbonat epitel membentuk suatu gradien pH di dalam lapisan
mukosa dengan pH berkisar dari 7 di permukaan mukosa hingga 1-2 di lumen
lambung. Aliran darah membawa bikarbonat dan nutrien vital ke sel-sel di
permukaan. Bagian epitel yang cedera cepat diperbaiki dengan restitusi, suatu proses
ketika migrasi sel dari selsel leher kelenjar menambal erosi kecil untuk
mempertahankan keutuhan epitel. Prostaglandin mukosa tampaknya penting dalam
merangsang sekresi mukus dan bikarbonat serta aliran darah mukosa. Terdapat
sejumlah obat yang memperkuat mekanisme pertahanan mukosa untuk mencegah dan
mengobati gangguan asam-peptik. Contoh obat dari golongan pelindung mukosa ialah
sukralfat.

Sukralfat adalah suatu garam sukrosa yang berikatan dengan aluminum


hidroksida bersulfat. Dipercayai bahwa sukrosa sulfat yang bermuatan negatif
berikatan dengan proteinprotein bermuatan positif di dasar ulkus atau erosi,
membentuk suatu sawar fisik yang mencegah kerusakan kaustik lebih lanjut serta
merangsang sekresi bikarbonat dan prostaglandin mukosa.

5. Golongan analog prostaglandin E1

Golongan analog prostaglandin E1 adalah obat yang bersifat sitoprotektif untuk


mencegah tukak saluran cerna (Gunawan, 2016:537). Contoh obatnya adalah
misoprostol. Misoprostol memiliki efek menghambat asam dan melindungi mukosa.
Obat ini dipercayai merangsang sekresi mukus dan bikarbonat serta meningkatkan
aliran darah mukosa. Golongan ini memiliki beragam efek lain, mencakup stimulasi
sekresi elektrolit dan cairan usus, motilitas usus, dan kontraksi uterus.

Farmakokinetik dari obat ini adalah obat ini cepat diserap dan dimetabolisme

Institut Sains dan Teknologi Nasional


20

menjadi asam bebas yang aktif secara metabolis. Waktu paruhnya dalam serum
kurang dari 30 menit, oleh sebab itu misoprostol harus diberikan sebanyak 3-4 kali
sehari. Obat ini diekresi dalam urin (Katzung, 2011:1058).

2.2.8 Jenis-jenis Obat Swamedikasi Gastritis

Menurut Fitriani (2015) yang termasuk dalam pengobatan swamedikasi gastritis


ini, sebagai berikut :

a. Antasida : Golongan Obat Bebas : Al(OH)3, Mg(OH)2.

b. Antagonis Reseptor H2 Obat Wajib Apotek (OWA) : Ranitidin, simetidin.

c. Proton Pump Inhibitor (PPI) : Obat Wajib Apotek (OWA) : Omeprazol,


Lansoprazol.

d. Obat Tradisional : Gazero (Golongan obat tradisional jamu yang berfungsi


untuk membantu meredakan kembung).

Institut Sains dan Teknologi Nasional


21

2.2.9 Algoritma Terapi

Penyakit gastritis memiliki ciri, gejala dan penyebab yang sama dengan
dispepsia, oleh kerana itu digunakan algoritma terapi dispepsia.

Gambar 2. 5 Algoritma Terapi Pengelolaan Dispepsia


Sumber : (Syam et al., 2017)

Institut Sains dan Teknologi Nasional


22

Gambar 2. 6 Algoritma Pengelolaan Dispepsia Fungsional


Sumber : (Syam et al., 2017)

2.3 Konsep Pengetahuan

2.3.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan manusia atau


hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui pancaindra yang
dimilikinya. Panca indra manusia guna penginderaan terhadap objek yakni
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu
penginderaan untuk menghasilkan pengetahuan (Notoatmodjo, 2014).
Institut Sains dan Teknologi Nasional
23

Pengetahuan bisa didapatkan dari berbagai faktor, misalnya pendidikan,


pengalaman, usia, lingkungan atau bahkan saat ini banyak didapatkan dari
media sosial (Nailufar, 2017)

2.3.2 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif menurut


Notoatmodjo (2012) mempunyai 6 tingkatan, yaitu :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) suatu materi yang telah
dipelajari dan diterima dari sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
telah dipelajari antara lain mampu menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan suatu materi secara benar.

2. Memahami (comprehension)

Memahami merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan dan


menginterpretasikan materi yang diketahui secara benar. Orang yang telah
paham terhadap suatu materi atau objek harus dapat menyebutkan,
menjelaskan, menyimpulkan, dan sebagainya.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi merupakan kemampuan seseorang yang telah memahami suatu


materi atau objek dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
Misalnya, seseorang yang telah paham tentang proses penyuluhan kesehatan,
maka dia akan mudah melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan dimana saja
dan seterusnya.

4. Analisis (analysis)

Analisis merupakan suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan


materi atau objek tertentu ke dalam komponen komponen yang terdapat dalam

Institut Sains dan Teknologi Nasional


24

suatu masalah dan berkaitan satu sama lain. Pengetahuan seseorang sudah sampai
pada tingkat analisis, apabila orang tersebut telah dapat membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek
tertentu.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis merupakan suatu kemampuan seseorang untuk meletakkan atau


menghubungkan bagian-bagian suatu objek tertentu ke dalam bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat meringkas
suatu cerita dengan menggunakan bahasa sendiri, dapat membuat kesimpulan tentang
artikel yang telah dibaca atau didengar.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi merupakan suatu kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian


terhadap suatu materi atau objek tertentu. Penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya,
seorang guru dapat menilai atau menentukan siswanya yang rajin atau tidak, seorang
ibu yang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana, seorang bidan yang
membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dan
sebagainya.

2.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Mubarak (2011), ada tujuh faktor yang mempengaruhi


pengetahuan seseorang, yaitu :

1. Tingkat pendidikan

Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan


kemampuan seseorang agar dapat memahami suatu hal. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin
mudah orang tersebut menerima informasi. Pengetahuan sangat erat kaitannya
dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka
orang tersebut akan semakin luas pengetahuannya.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


25

2. Pekerjaan

Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk


memenuhi kebutuhan setiap hari. Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang
memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Misalnya, seseorang yang bekerja sebagai tenaga medis akan lebih
mengerti mengenai penyakit dan pengelolaanya daripada non tenaga medis.

3. Umur

Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Dengan
bertambahnya umur individu, daya tangkap dan pola pikir seseorang akan lebih
berkembang, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

4. Minat

Minat merupakan suatu keinginan yang tinggi terhadap sesuatu hal. Minat
menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni, sehingga seseorang
memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

5. Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu kejadian yang dialami seseorang pada masa


lalu. Pada umumnya semakin banyak pengalaman seseorang, semakin bertambah
pengetahuan yang didapatkan. Dalam hal ini, pengetahuan ibu dari anak yang
pernah atau bahkan sering mengalami diare seharusnya lebih tinggi daripada
pengetahuan ibu dari anak yang belum pernah mengalami diare sebelumnya.

6. Lingkungan

Lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik


lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap
proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada didalam lingkungan
tersebut. Contohnya, apabila suatu wilayah mempunyai sikap menjaga kebersihan
lingkungan, maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap
menjaga kebersihan lingkungan.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


26

7. Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan


mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Pada umumnya semakin mudah
memperoleh informasi semakin cepat seeorang memperoleh pengetahuan yang
baru.

2.3.4 Kriteria Tingkat Pengetahuan.

Menurut Nursalam (2016) pengetahuan seseorang dapat


diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

1. Pengetahuan Baik : 76 % - 100 %

2. Pengetahuan Cukup : 56 % - 75 %

3. Pengetahuan Kurang : < 56 %.

2.4 Konsep Prilaku

2.4.1 Definisi Prilaku

Perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi


dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling nampak sampai yang
tidak tampak, dari yang dirasakan sampai paling yang tidak dirasakan
(Okviana, 2015).
Perilaku merupakan respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu
tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan
tujuan baik disadari maupun tidak disadari. Perilaku pandangan biologis
merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi
perilaku manusia merupakan suatu aktivitas dari manusia itu sendiri
(Notoatmodjo, 2014).

2.4.2 Bentuk-bentuk Prilaku

Menurut (Notoadmodjo, 2011) dilihat dari bentuk respons terhadap


stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua.

1. Bentuk pasif / Perilaku tertutup (covert behavior)

Institut Sains dan Teknologi Nasional


27

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau


tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada
seseorang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara
jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan


atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain.

2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prilaku

Menurut teori Lawrance Green dan kawan-kawan dalam


(Notoadmodjo, 2010) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh
dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behaviorcauses) dan faktor diluar
perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan
atau terbentuk dari 3 faktor yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup


pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktor pemungkin (enabling factor), yang mencakup lingkungan fisik,


tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau saranasarana
keselamatan kerja, misalnya ketersedianya alat pendukung, pelatihan
dan sebagainya.

3. Faktor penguat (reinforcement factor), faktor-faktor ini meliputi


undang-undang, peraturan-peraturan, pengawasan dan sebagainya

2.4.4 Cara Pengukuran Perilaku

Terdapat 2 metode dalam melakukan pengukuran perilaku


terbuka/praktik dalam sebuah penelitian, yaitu :

2. Secara Langsung

Mengukur perilaku secara langsung, berarti peneliti langsung mengamati


atau mengobservasi perilaku subjek yang diteliti. Peneliti dapat

Institut Sains dan Teknologi Nasional


28

menggunakan media instrumen check list dengan skala Guttman.

Skala ini merupakan skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan
memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban dari pertanyaan atau
pernyataan ya dan tidak, positif dan negatif, setuju dan tidak setuju, benar
dan salah.

Skala Guttman ini pada umumnya dibuat seperti centang dengan


interpretasi penilaian, apabila skor benar nilainya 1 dan apabila salah
nilainya 0 dan analisisnya dapat dilakukan seperti skala Likert (Hidayat,
2012).

3. Secara Tidak Langsung

Pengukuran perilaku secara tidak langsung ini, berarti peneliti tidak secara
langsung mengamati perilaku orang yang diteliti (responden). Peneliti
dapat menggunakan media angket atau kuesioner dengan skala likert
(Notoatmodjo, 2010).

Pada dasarnya, interpretasi terhadap skor skala psikologi bersifat normatif,


artinya makna skor diacukan pada posisi relatif skor terhadap suatu norma
(mean) skor populasi teoritik sebagai parameter sehingga hasil ukur yang
berupa angka (kuantitatif) dapat diinterpretasikan secara kualitatif (Azwar,
2012).

Skor yang dihasilkan dari pengisian angket oleh responden selanjutnya


akan dikategorikan, salah satu kategorisasinya adalah berdasarkan model
distribusi normal. Dimana responden akan dikategorikan dengan
kategorisasi jenjang (ordinal). Tujuan kategorisasi ini yaitu memposisikan
individu ke dalam kelompok-kelompok yang posisinya berjenjang
menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur. Kontinum jenjang
ini contohnya adalah dari rendah ke tinggi, dari paling buruk ke paling
baik, dari sangat tidak puas ke sangat puas, dan sebagainya. Banyaknya
jenjang kategori yang dibuat biasanya tidak lebih dari lima dan tidak
kurang dari tiga. Mengelompokan individu-individu ke dalam hanya dua
jenjang diagnosis menjadi, misalnya “semangat kerja rendah” dan

Institut Sains dan Teknologi Nasional


29

“semangat kerja tinggi” selain kurang efisien juga akan menghadapi resiko
kesalahan yang cukup besar bagi skor-skor yang terletak di sekitar mean
kelompok (Azwar, 2012).

Contoh kategorisasi yang dapat digunakan :

X<(σ–1σ) Perilaku Kurang

(μ–1σ) ≤ X<(σ+1σ) Perilaku Cukup

(μ+1σ) ≤ X Perilaku Baik

Keterangan : μ = mean, σ = standar deviasi populasi

2.1 Konsumen

2.5.1 Definisi Konsumen

Menurut Dewi (2013), konsumen adalah seseorang yang menggunakan


produk dan atau jasa yang dipasarkan. Sedangkan perilaku konsumen adalah
tentang bagaimana individu, kelompok, ataupun organisasi memilih, membeli,
menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.

2.5.2 Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Menurut Harman Malau (2017:225) faktor yang mempengaruhi


perilaku konsumen terdiri dari :

1) Faktor Budaya.
Budaya adalah penyebab paling dasar dari keinginan dan perilaku
seseorang.

2) Faktor Sosial.
Selain faktor budaya, perilaku seorang konsumen dipengaruhi oleh faktor-
faktor referensi kelompok sosial, keluarga, serta peran dan status.

3) Faktor Personal.
Faktor pribadi yang memberikan kontribusi terhadap perilaku konsumen
terdiri dari usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya
Institut Sains dan Teknologi Nasional
30

hidup, kepribadian dan konsep diri.

4) Faktor Psikologis.
Faktor-faktor psikologis terdiri dari faktor motivasi, persepsi,
pembelajaran, keyakinan dan sikap.

2.2 Apotek

2.6.1 Definisi Apotek

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun


2017, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh Apoteker. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang
digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian. Tenaga Kefarmasian
adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi
yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
Apoteker. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi dan Analis Farmasi.

Menurut Permenkes RI No.9 tahun 2017 pasal 16 pasal 2, tujuan dari


apotek adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek;

2. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh pelayanan


kefarmasian di Apotek; dan

3. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam memberikan


pelayanan kefarmasian di Apotek.

2.6.2 Pelayanan Kefarmasian

Berdasarkan PERMENKES RI No. 73 Tahun 2016 yang dimaksud


dengan pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


31

Salah satu contoh pelayanan farmasi klinis pada penelitian ini adalah
penyampaian informasi obat (PIO). Merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker dalam penyediaan dan pemberian informasi mengenai obat yang
tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam
segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau
masyarakat. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute
dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif,
efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping,
interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan
lain-lain (KEMENKES, 2019).

Institut Sains dan Teknologi Nasional


32

2.3 Kerangka Teori

GEJALA
GASTRITIS

Faktor predisposisi
SWAMEDIKASI (Teori Green)
→ Pengetahuan

Prilaku dalam
melakukan
swamedikasi

Pemilihan terapi
Dan penggunaan
obat

Sakit gastritis
sembuh

Gambar 2. 7 Kerangka Teori

Institut Sains dan Teknologi Nasional


33

2.4 Hipotesis dan Landasan Teori


Teori Lawrance Green menjelaskan bahwasannya terdapat 3 faktor yang
mempengaruhi perilaku seseorang dalam melakukan swamedikasi, salah satunya
yaitu pengetahuan, dimana perilaku seseorang dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan
konsumen meliputi pengetahuan tentang penyakit, obat dan penanganannya. Saat
seseorang memiliki pengetahuan yang baik, maka dapat dipastikan swamedikasi yang
dilakukan dapat berhasil.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Puri Uswatul (2019), terdapat
pengaruh signifikan antara tingkat pengetahuan terhadap perilaku swamedikasi nyeri.
Peneliatian lain juga menyebutkan bahwa ada pengaruh pengetahuan terhadap
perilaku penggunaan obat AINS secara swamedikasi pada Etnis Arab (Hantoro et al.,
2014). Penelitian (Robiyanto et al., 2018) menyebutkan keberhasilan tindakan
swamedikasi diare akut pada masyarakat di Kecamatan Pontianak Timur dipengaruhi
oleh tingkat pengetahuan masyarakat sendiri. Pada penelitian ini akan diketahui
dengan pasti apakah benar pengetahuan mempengaruhi perilaku swamedikasi.

1.
Ha : Terdapat pengaruh antara tingkat pengetahuan terhadap perilaku
swamedikasi gastritis konsumen di Apotek Kimia Farma Putri
Tunggal.

2.
Ho : Tidak terdapat pengaruh antara tingkat pengetahuan terhadap
perilaku swamedikasi gastritis konsumen di Apotek Kimia Farma
Putri Tunggal.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian observasional dengan


desain penelitian deskriptif cross sectional. Study cross sectional yaitu
program penelitian observasional yang digunakan demi mengetahui pengaruh
variabel bebas dan terikat yang diukur diwaktu yang sama (Notoatmojo,
2012). Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh antara
tingkat pengetahuan sebagai variabel bebas terhadap perilaku swamedikasi
sebagai variabel terikat.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Apotek Kimia Farma Putri Tunggal merupakan tempat penelitian ini


dilaksanakan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Pengambilan data kuesioner dilangsungkan pada bulan Januari 2022.

3.3 Populasi

Populasi adalah keseluruhan bagian dari subjek atau objek yang memiliki nilai
dan juga karakteristik tertentu yang ditentukan oleh peneliti, untuk selanjutnya
ditarik suatu kesimpulan (Sugiyono, 2017 : 117).

Konsumen yang membeli obat antasida di Apotek Kimia Farma Putri


Tunggal pada bulan Januari 2021 merupakan populasi penelitian. populasi
penelitian diketahui melalui penelitian pendahuluan yang dilakukan dengan
melihan banyaknya transaksi penjualan obat antasida, diketahui banyaknya
transaksi selama 6 bulan terakhir sejumlah 453, dan dibagi 6 untuk melihat
rata-rata transaksi penjualan perbulannya dan didapatkan hasil bahwasannya

34 Institut Sains dan Teknologi Nasional


35

populasi pada penelitian ini sebanyak 75,5 atau dibulatkan menjadi 76.

3.4 Sampel
Menurut Sugiyono (2014: 120), sampel adalah bagian yang memiliki
karakteristik dari suatu populasi yang mampu mewakili keseluruhan populasi.
Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel yang diterapkan pada
penelitian ini, dimana sampel ditentukan atas standar tertentu. Sujarweni
(2016:86) juga mengatakan bahwa purposive sampling merupakan
pengambilan sampel dengan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu.
Karena jumlah populasi pengunjung di Apotek Kimia Farma Putri
Tunggal ini tidak diketahui pasti, maka dihitung populasinya adalah dengan
rata-rata pembelian obat antasida pada 6 bulan terakhir (Mei-Oktober 2021).
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan tentang banyaknya
jumlah transaksi penjualan obat lambung sebanyak 991 dan transaksi
penjualan obat antasida sebanyak 453 sehingga jika dibagi 6, rata-rata
transaksi penjualan obat antasida sebanyak 75,5 atau dibulatkan menjadi 76.
Sampel penelitian ini terdapat pada kriteria inklusi dan eksluki yang diambil
dengan perhitungan rumus Slovin.
N
𝑛= 2
1+ Ne
Ket =
𝑛 : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
e : Batas toleransi kesalahan (5%)

Perhitungan :
76
𝑛= 2 = 74,81
1+ 76(5 %)

Antisipasi drop out 10% : 74,81 + 7,48 = 82,28 ~ 82 responden

Institut Sains dan Teknologi Nasional


36

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1 Kriteria Inklusi

1. Pengunjung Apotek Kimia Farma Putri Tunggal yang berusia 18 – 45


tahun.

2. Konsumen yang pernah melakukan swamedikasi dengan obat antasida.

3. Konsumen yang siap menjadi responden.

3.5.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah sampel yang tidak dapat disertakan atau tidak cocok
untuk penelitian (Arikunto, 2015). Responden yang tidak mengisi kuesioner
dengan lengkap serta tidak pernah menggunakan obat antasida merupakan
keiteria eksklusi pada penelitin ini.

3.6 Variabel Penelitian

3.6.1 Variabel Bebas

Pengetahuan konsumen tentang swamedikasi pada penyakit gastritis adalah


variabel bebas dalam penelitian ini.

3.6.2 Variabel Terikat

Perilaku swamedikasi penyakit gastritis di Apotek Kimia Farma Putri Tunggal


merupakan variabel terikat dalam penelitian ini.

3.7 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah karakteristik yang hendak dipelajari untuk


selanjutnya menjadikannya sebagai variabel yang terukur. Definisi
operasional ini akan membantu peneliti dalam mengidentifikasi variabel yang
akan dipelajari (Sugiyono, 2012).

Institut Sains dan Teknologi Nasional


37

Tabel 3. 1 Definisi Operasional

Definisi
No. Variabel Pengamatan Skala
Operasional
1 Jenis Perbedaan jenis 1. Perempuan Nominal
Kelamin gender berdasarkan 2. Laki-laki
biologis serta
anatomis.

2 Usia Masa hidup 18 - 25 tahun Ordinal


responden sejak 26 - 35 tahun
kelahiran hingga 36 - 45 tahun
dilakukan penelitian 46 - 55 tahun
56 - 65 tahun
(DEPKES RI, 2009)
3 Pendidikan Jenjang sekolah SD Ordinal
akhir yang SMP/MTS
ditempuh SMA/MA
Diploma
Sarjana
Lainnya : ...................
....
4 Pekerjaan Aktivitas yang Pelajar/ mahasiswa Nominal
dilakukan PNS
responden setiap Karyawan swasta
hari dan Pedagang
mendapatkan Lainnya : ...................
bayaran dari ..
pekerjaannya
5 Pengetahuan Pengetahuan yang Evaluasi kuesioner Ordinal
swamedikasi dimiliki responden dan hasilnya dibagi
gastritis tentang menjadi 3 kategori :
swamedikasi serta 1. Baik (76%- 100%)
dalam pemilihan 2.Cukup (56%- 75%)
terapi pada penyakit 3. Kurang (<56%)
gastritis.

(Nursalam, 2014)
6 Perilaku Tindakan yang Evaluasi kuesioner Ordinal
swamedikasi dilakukan dan hasilnya
mag. responden saat dikategorikan :
melakukan Kurang (x<19)
swamedikasi Cukup ( 19 ≤ x < 31)
gastritis. Baik ( 31 ≤ x )

(Azwar, 2012)
Institut Sains dan Teknologi Nasional
38

Sumber : (Definisi Operasional dari Bahiyah Teh, 2020 dan telah diolah kembali)

Institut Sains dan Teknologi Nasional


39

3.8 Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan mengenai
swamedikasi penyakit Perilaku Swamedikasi
gastritis.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3. 1 Kerangka Konsep

3.9 Instrument Penelitian

Kuesioner tertutup merupakan instrumen penelitian ini. Instrumen ini


adalah sarana yang digunakan dengan tujuan untuk dapat mengetahui tingkat
pengetahuan serta perilaku dalam swamedikasi penyakit gastritis. Skala
Guttman diterapkan pada kuisioner pengetahuan serta skala Likert diterapkan
pada kuisioner perilaku.

3.9.1 Kuisioner Pengetahuan

Kuisioner pengetahuan ini merupakan hasil modifikasi dari kuisioner


Bahiyah Teh, 2020. Berisikan 14 pernyataan yang terbagi menjadi pernyataan
negatif atau positif. Pernyataan positif terdapat pada kuisioner nomor
1,3,5,7,8,13, dan 14. Pernyataan negatif terdapat pada nomor 2,4,6,9,10,11,
dan 12. Digunakan skala Guttman dimana nilai 1 untuk jawaban positif dan
nilai 0 untuk jawaban negatif. Selanjutnya dikategorikan menjadi pengetahuan
baik, cukup, atau kurang (Nursalam, 2016).

Tabel 3. 2 Variabel dan Indikator Kuisioner Pengetahuan

Variebel Sub Variabel Indikator Nomor


pernyataan

Pengetahuan Pengetahuan Responden 1


swamedikasi tentang penyakit mengetahui
penyakit gastritis. gastritis. definisi penyakit
gastritis.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


40

Responden 2
mengetahui gejala
penyakit gastritis.

Responden 3
mengetahui
penyebab penyakit
gastritis.

Pengetahuan Responden 4
tentang mengetahui
pencegahan dan pencegahan
terapi pada penyakit gastritis.
menyakit gastritis.

Responden 5
mengetahui terapi
farmakologi dan
non-farmakologi
penyakit gastritis.

Pengetahuan Responden 6,8,14


tentang obat mengetahui aturan
antasida. pakai obat
antasida.

Responden 7
mengetahui efek
samping obat
antasida.

Responden 9
mengetahui tampat
membeli obat
antasida.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


41

Pengetahuan Responden 10,11,12,13


tentang mengetahui cara
penyimpanan obat penyimpanan obat
gastritis. yang baik dan
benar.

3.9.2 Kuisioner Perilaku

Kuisioner perilaku ini adalah hasil modifikasi dari kuisioner Bahiyah Teh,
2020. Berisikan 10 pernyataan yang terdiri dari pernyataan positif.

Pengukuran variabel terikat (perilaku swamedikasi) dilakukan dengan


skala likert. Skor penilaian terhadap pernyataan dapat dinilai seperti dibawah
ini :

a. Selalu = skor 4

b. Sering = skor 3

c. Kadang-kadang = skor 2

d. Tidak pernah = skor 1

Kategorisasi berdasarkan model distribusi normal : (Azwar. 2012)

Gambar 3. 2 Kurva Distribusi Normal Standar


Sumber : Azwar, 2012

Satuan distribusi normal standar terbagi atas enam bagian atau enam satuan
deviasi standar seperti gambar di atas. Tujuan pengkategorisasian ini adalah
menempatkan sampel pada kelompok yang posisinya berjenjang. Pada
penelitian ini, perilaku responden akan dikategorikan menjadi perilaku baik,

Institut Sains dan Teknologi Nasional


42

cukup, dan kurang.

Rumus kategori sebagai berikut :

X<(σ–1σ) Perilaku Kurang

(μ–1σ) ≤ X<(σ+1σ) Perilaku Cukup

(μ+1σ) ≤ X Perilaku Baik

Keterangan : μ = mean, σ = standar deviasi populasi

Tabel 3. 3 Variabel dan Indikator Kuisioner Perilaku

Variebel Sub Variabel Indikator Nomor


pernyataan

Perilaku Pemilihan obat Responden 1,2


swamedikasi antasida. memilih obat
penyakit gastritis. berdasarkan
informasi yang
akurat.

Penggunaan obat Responden 3,6,7


antasida. membaca
informasi pada
kemasan obat
antasida

Perilaku saat dan Responden 4,5


setelah konsumsi mematuhi aturan
obat antasida. pakai yang tertera.

Perilaku Responden 8
pencegahan dan mengetahui
terapi pada tindakan
menyakit gastritis. selanjutnya jika
keluhan tidak
membaik.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


43

Responden 9,10
mengetahui cara
penyimpanan obat.

3.10 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

3.10.1 Uji Validitas

Sugiyono (2016) mengemukakan bahwa validitas menjelaskan tingkat


kevalidan antara data objek yang sesungguhnyaa dengan data yang didapatkan
peneliti guna menemukan validitas item. Untuk selanjutkan skor item
dikorelasikan dengan skor total item itu sendiri.

Uji validitas pada penelitian ini digunakan korelasi Pearson Product


Momement serta menggunakan nilai r-hitung. Semakin tinggi koefisien korelasi ,
maka makin valid instrumen tersebut. Umumnya, jika r-hitung lebih tinggi
daripada r tabel dimana nilai r tabel >0,361 dengan 30 responden artinya
instrumen tersebuk terbukti valid (Arikunto, 2013).

Dibawah ini merupakan hasil uji validitas pada penelitian ini :


Tabel 3. 4 Uji Validitas Pengetahuan

ITEM Hasil Tabel Kesimpulan


P1 0,490 0,361 Valid
P2 0,604 0,361 Valid
P3 0,448 0,361 Valid
P4 0,658 0,361 Valid
P5 0,804 0,361 Valid
P6 0,526 0,361 Valid
P7 0,523 0,361 Valid
P8 0,448 0,361 Valid
P9 0,525 0,361 Valid
P10 0,609 0,361 Valid
P11 0,490 0,361 Valid
P12 0,540 0,361 Valid
P13 0,734 0,361 Valid
P14 0,490 0,361 Valid

Tabel 3. 5 Uji Validitas Perilaku Tabel

Institut Sains dan Teknologi Nasional


44

ITEM Hasil Tabel Kesimpulan


S1 0,712 0,361 Valid
S2 0,693 0,361 Valid
S3 0,681 0,361 Valid
S4 0,585 0,361 Valid
S5 0,594 0,361 Valid
S6 0,792 0,361 Valid
S7 0,676 0,361 Valid
S8 0,659 0,361 Valid
S9 0,568 0,361 Valid
S10 0,527 0,361 Valid

Dapat diketahui bahwasannya hasil pengujian validitas pada poin-poin


kuisioner penelitian ini seluruhnya dinyatakan valid.

3.10.2 Uji Reliabilitas

Pengukuran uji ini merujuk pada seberapa jauh hasil pengukuran dari objek
yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2017). Pengujian ini
menggukanan metode Cronbach’s alpha, variabel disebut reliabel apabila nilai
Cronbach α > 0,70 dan bila < 0,70 maka tidak reliabel (Ghozali, 2013).

Tahapan awal pada pengujian ini yaitu menetapkan nilai r tabel pada program
SPSS. Setelah itu, cari hasil r. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa item
tersebut reliabel jika r α > r tabel, dan tidak reliabel jika r α < r tabel. Menurut
(Budi, 2006), tingkat reliabilitas metode Cronbach’s alpha diukur berdasarkan
skala alpha dari 0 - 1. Apabila skala dikelompokan kedalam 5 kategori dengan
interval yang sama, urutan stabilitas alfa dijelaskan seperti dibawah ini :

Institut Sains dan Teknologi Nasional


45

Gambar 3. 3 Tingkat Reabilitas Berdasarkan Nilai Alpha


Sumber : (Budi,2006)
Dibawah ini dipaparkan hasil pengujuan reliabilitas pada penelitian ini :
Tabel 3. 6 Reliabilitas Kuisioner Pengetahuan

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.834 14

Tabel 3. 7 Reliabilitas Kuisioner Perilaku

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.839 10

3.11 Analisis Data dan Pengolahan Data

3.11.1 Analisis Data

Analisis data menggunakan analisis deskriptif yang kemudian dilanjut


dengan analisis pengaruh. Metode analisis deskriptif merupakan metode
statistik yang dipakai guna menganalisis data dengan menggambarkan data
yang telah terkumpul ( Sugiyono, 2014).

Setelah pengolahan data selesai, selanjutnya data akan dianalisis


menggunakan regresi linier sederhana pada program SPSS. Analisis ini
dilakukan guna menguji bagaimana pengaruh tingkat pengetahuan (X)
terhadap perilaku swamedikasi (Y).

Adapun beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum melakukan uji


Institut Sains dan Teknologi Nasional
46

regresi linier sederhana adalah sebagai berikut :

1. Pengambilan sampel dengan acak

2. Variabel X dan Y mempunyai hubungan sebab akibat, dimana X


merupakan sebab dari Y.

3. Nilai Y berdistribusi normal

4. Persamaan yang linier.

(Agus I, 2007)

2. Uji Prasyarat

a. Uji Normalitas.

Uji normalitas data bertujuan untuk menunjukkan bahwa sampel data berasal
dari populasi yang terdistribusi normal. Setelah seluruh data sampel penelitian
terkumpul, maka dilakukan uji normalitas.

Terdapat beberapa pilihan uji dalam uji normalitas data, yaitu analisis grafik,
Uji Shapiro-Wilk dan Kolmogorov-Smirnov. Kriteria kenormalan uji
Kolmogorov-smirnov adalah seperti dibawah ini (Juliansyah, 2014) :

1. Signifikansi (∝) = 0.05

2. Jika Sig. > ∝ , maka distribusi sampel normal

3. Jika Sig. < ∝ , maka distribusi sampel tidak normal

b. Uji Linieritas

Uji linieritas dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan


linier yang signifikan antara variabel terikat dan variabel bebas (Sugiyono
dan Susanto, 2015)

Dasar pengambilan keputusan dalam uji linearitas adalah : (Setiawan &


Yosepha, 2020)

 Jika nilai probabilitas > 0,05 maka hubungan antara variabel (X)

Institut Sains dan Teknologi Nasional


47

dengan (Y) adalah linear.

 Jika nilai probabilitas < 0,05 maka hubungan antara variabel (X)
dengan (Y) adalah tidak linear.

a. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dirancang untuk menguji apakah terdapat


ketidaksamaan varians pada residual dari satu pengamatan ke pengamatan
lainnya dalam suatu model regresi. Jika varians residual dari satu
pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, disebut homoskedastisitas, dan
jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Homoskedastisitas merupakan
model regresi yang baik (Ghozali, 2016). Gejala heteroskedastisitas diuji
dengan uji grafik yaitu dengan melihat dan menganalisis titik-titik yang
tersebar secara acak dan distribusi titik-titik tersebut melebar di atas dan di
bawah nol (0) pada sumbu Y.

b. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi menurut (Ghozali, 2013) bertujuan menguji apakah dalam


model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode
t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi
korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang
baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.

3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis digunakan untuk mengetahui apakah koefisien regresi


signifikan atau tidak pada masing-masing variabel independen (X)
terhadap variabel dependen (Y). Langkah-langkah untuk uji hipotesis
adalah sebagai berikut :

1. Menentukan hipotesis

𝐻o = tidak ditemukan pengaruh antara tingkat pengetahuan (variabel


bebas) terdadap perilaku swamedikasi (variabel terikat)

𝐻a = ditemukan pengaruh antara tingkat pengetahuan (variabel bebas)


terdadap perilaku swamedikasi (variabel terikat)
Institut Sains dan Teknologi Nasional
48

2. Menentukan kriteria untuk pengujian

a. Uji F (Uji Simultan)

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama


variabel bebas terhadap variabel terikat. Kriteria pengambilan
keputusan pada uji F sebagai berikut :

𝐻o diterima apabila 𝐹hitung < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

𝐻o ditolak apabila 𝐹hitung > 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

b. Uji T (Uji Parsial)

Uji F dilakukan untuk menunjukkan sebarapa jauh pengaruh satu


variabel independen terhadap variabel dependen. Kriteria pengujiannya
sebagai berikut :

𝐻o diterima apabila T hitung < T 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

𝐻o ditolak apabila T hitung > T 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

3. Menarik kesimpulan hipotesis, Ho diterima atau sebaliknya.

4. Analisis Koefisien Determinasi (Uji R2)

Koefisien determinasi (R2) adalah angka untuk menyatakan atau digunakan


untuk mengetahui kontribusi atau sumbangan yang diberikan variabel atau
lebih X terhadap variabel Y. Jadi koefisien determinasi adalah mengukur
seberapa jauh kemampuan variabel X mempengaruhi variabel Y. Semakin
besar koefisien determinasi maka semakin baik kemampuan X mempengaruhi
Y (Ghozali, 2018)

3.11.2 Pengolahan Data

Pengolahan data dapat dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah


berikut (Notoatmojo, 2012) :

1. Penyuntingan Data (Editing)

Data hasil kuisioner yang diperoleh perlu diedit dahulu. Tujuannya


untuk memeriksa keakuratan dan kelengkapan formulir atau kuesioner.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


49

2. Pemberian Kode (Coding)

Setelah seluruh kuesioner diedit, selanjutnya dilakukan pengkodean,


yaitu data berupa kalimat/huruf diubah menjadi data numerik atau
angka.

3. Memasukkan Data (Data Entry)

Merupakan mengisi atau memindahkan jawaban setiap pertanyaan


pada kolom atau kotak tabel kode.

4. Tabulasi (Tabulating)

Merupakan pembuatan data dengan bantuan tabel untuk memudahkan


peneliti dalam penelitian.

3.12 Etika Penelitian

Etika penelitian merupakan kode etik yang berlaku pada setiap kegiatan
penelitian yang melibatkan peneliti, pihak yang diteliti (objek penelitian), dan
masyarakat yang akan terkena dampak dari hasil penelitian (Notoatmodjo,
2012).

Menurut Notoatmodjo (2012), dalam melakukan penelitian setidaknya


terdapat 4 prinsip yang harus diterapkan, yakni :

1. Menghormati harkat dan martabat manusia

Peneliti harus menperhatikan hak-hak orang yang diminta untuk


mengisi kuisioner penelitian untuk memperoleh informasi tentang
tujuan penelitian. Selain itu, peneliti juga memberi kebebasan pada
responden untuk memberikan informasi atau tidak. Sebagai tindakan
nyata, bahwa peneliti menghormati harkat dan martabat responden,
peneliti harus menyiapkan formulir informed consent yang juga berisi
tujuan dan manfaat penelitian.

2. Menghormati privasi responden

Setiap manusia memiliki hak pribadi dasar, termasuk hak atas privasi

Institut Sains dan Teknologi Nasional


50

dan kebebasan individu untuk memberikan informasi. Setiap orang


juga memiliki hak untuk tidak membagikan informasi yang dia
ketahui kepada orang lain. Sebab itu, peneliti harus merahasiakan
identitas responden. Peneliti sebaiknya hanya menggunakan kode
untuk menggantikan identitas responden..

3. Keterbukaan dan Keadilan

Prinsip keterbukaan dan keadilan perlu dijunjung tinggi oleh peneliti


dalam sikap jujur, terbuka, dan bijaksana. Maka dari itu perlu
dilakukan penyesuaian lingkungan penelitian agar sesuai dengan
prinsip keterbukaan, yaitu menjelaskan alur penelitian. Prinsip keadilan
ini memastikan bahwa semua subjek penelitian menerima perlakuan
dan manfaat yang sama. Tanpa memandang jenis kelamin, agama, ras,
dll.

4. Perhitungan matang tentang manfaat dan kerugian

Sebuah penelitian harus bermanfaat bagi masyarakat secara


keseluruhan, terutama bagi subjek penelitian. Peneliti harus
meminimalkan efek yang tidak diinginkan pada subjek, oleh karenanya
pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau mengurangi rasa
sakit, cedera, stres dan kematian subjek penelitian.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


BAB IV

HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden

Pengunjung di apotek Kimia Farma Putri Tunggal merupakan responden


dalam penelitian ini. Berdasarkan data dari 82 responden yang merupakan
pengunjung di Apotek Kimia Farma Putri Tunggal, melalui daftar pertanyaan
didapat kondisi responden tentang jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir,
dan jenis pekerjaan. Penggolongan yang dilakukan terhadap responden dalam
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas mengenai gambaran
karakteristik responden sebagai objek penelitian. Karakteristik umum objek
penelitian tersebut satu per satu dapat diuraikan sebagai berikut:

4.1.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin


Untuk melihat penyakit gastritis lebih banyak diderita oleh laki-laki atau
perempuan maka dibuat karakteristik berdasarkan jenis kelamin yang akan
dijelaskan pada tabel di bawah ini :
Tabel 4. 1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Responden
No Jenis Kelamin
N %
1 Perempuan 65 79,3%
2 Laki-laki 17 20,7%
TOTAL 82 100%

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa mayoritas responden adalah


perempuan sebanyak 65 responden atau 79,3 %. Sedangkan sisanya adalah
laki-laki sebanyak 17 responden atau sebesar 20,7 %. Berdasarkan uraian hasil
penelitian diatas, perempuan lebih beresiko terhadap penyakit gastritis, ini

51 Institut Sains dan Teknologi Nasional


52

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Rantung & Malonda, 2019)
dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perempuan berpeluang 6,667
kali terjadi gastritis dari pada laki-laki; dengan kata lain perempuan lebih
berisiko untuk mangalami gastritis. Pada penelitiannya juga dijelaskan
beberapa penyebab nya adalah kebutuhan gizi antara perempuan dan laki-laki
berbeda serta perempuan cenderung lebih memperhatikan postur tubuh
dibandingkan dengan laki-laki.

Penelitian lain yang dilakukan oleh (Ristiyani P, et al., 2018), mengatakan


bahwa wanita sering kali takut gemuk, sehingga sering melakukan diet jangka
panjang, mengakibatkan pola makan tidak teratur, dan wanita lebih rentan
mengalami stres dibandingkan pria.

Penelitian lain menunjukkan bahwa mayoritas responden yang terkena


gastritis adalah perempuan karena perbedaan pola makan antara laki-laki dan
perempuan akibat perbedaan aktivitas dan komposisi tubuh serta dalam
memilih makanan perempuan cenderung memiliki porsi makan yang lebih
sedikit dan mengurangi frekuensi makan demi menjaga penampilannya
(Tussakinah et al., 2018)

4.1.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia


Usia mempengaruhi kondisi fisik dan seseorang, usia produktif
menyebabkan seseorang sering disibukkan oleh pekerjaan dan aktivitas hariannya.
Dengan melihat karakteristik responden berdasarkan usia, maka akan diketahui
dengan jelas penyakit gastritis lebih rentan diderita oleh pasien pada usia berapa.
Lebih lengkapnya akan dijelaskan pada tabel di bawah ini :
Tabel 4. 2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia

Responden
No Usia
N %
1 18 - 25 tahun 67 81,7%
2 26 - 35 tahun 13 15,9%
3 36 - 45 tahun 2 2,4%
TOTAL 82 100%

Institut Sains dan Teknologi Nasional


53

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa mayoritas responden


berusia 18-25 tahun sebanyak 67 responden atau 81,7 %. Sebanyak 13
responden atau 15,9 % responden berusia 26-35 tahun. Sedangkan sisanya
adalah responden yang berusia 36-45 tahun sebanyak 2 responden atau
sebesar 2,4 %.
Berdasarkan penelitian (Persulesi et al., 2019) didapatkan bahwa dari 96
responden, didapatkan data demografik responden paling banyak berasal dari
kelompok umur 17 – 25 tahun dan > 25 tahun (35 %). Menurut Pandji (2012),
usia produktif lebih sering mengalami masalah depresi dan emosi yang dapat
mempengaruhi kesehatan sehingga mudah terserang penyakit. Pada kelompok
usia tersebut, pengetahuan tentang swamedikasi tergolong baik sehingga lebih
terdorong untuk melakukan swamediaksi. Adapun hal lain yang menjadi
alasan responden melakukan swamedikasi karena lebih hemat biaya dan
waktu sebab tidak perlu berobat ke dokter.
Pada rentang usia tersebut, orang-orang cenderung kurang
memperhatikan kesehatannya karena dirasa tubuhnya masih optimal sehingga
kurang menjaga pola makannya, oleh karenanya lebih sering mengkonsumsi
makanan cepat saji dan minuman kemasan. Terdapat beberapa makanan yang
disinyalir dapat menyebabkan penyakit gastritis, misalnya minuman bersoda
yang membuat perut jadi kembung, makanan yang tinggi lemak dapat
menyebabkan nyeri yang terdapat di ulu hati, minuman beralkohol, konsumsi
bir, minuman keras dan anggur dapat meningkatkan asam lambung. Kafein,
kebiasaan minum kopi yang berlebihan dapat berkonstribusi terhadap
gangguan lambung (Putra, 2013)
Pada rentang usia 18-25 tahun merupakan usia tertinggi yang melakukan
swamedikasi. Jika dipaparkan kembali, dan dikorelasikan dengan jenis
kelamin responden, pada usia tersebut juga didapatkan bahwasannya sebanyak
51 dari 67 responden yang berusia 18-25 tahun adalah perempuan, hal ini juga
sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya bahwasannya
perempuan lebih banyak yang menderita gastritis dibandingkan dengan laki-
laki.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


54

4.1.3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Pendidikan


Pendidikan merupakan suatu hal yang mampu mendasari seseorang dalam
melakukan sesuatu, salah satunya dalam melakukan swamedikasi. Pendidikan
dapat menjadi sarana seseorang untuk mendapatkan pengetahuan, dimana
pengetahuan diperlukan sesorang dalam melakukan swamedikasi. Berdasarkan hal
itu, maka dibuat kategori pasien berdasarkan pendidikannya, yang dijelaskan pada
tabel di bawah ini :
Tabel 4. 3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Responden
N %
1 SMP/MTS 3 3,7%
2 SMA/MA 34 41,4%
3 Diploma 8 9,8%
4 Sarjana 30 36,6%
5 Lainnya 7 8,5%
TOTAL 82 100%

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa mayoritas responden


merupakan tamatan SMA/MA sebanyak 34 responden atau 41,4 %. Sebanyak
30 responden atau 36,6 % responden lulusan Sarjana. Responden yang
merupakan lulusan Diploma sebanyak 8 responden atau 9,8 %. Responden
yang merupakan lulusan SMP/MTS sebanyak 3 responden dengan persentase
3,7 %. Sedangkan sisanya adalah responden yang merupakan lulusan selain
yang disebutkan sebanyak 7 responden atau sebesar 8,5 %.
Berdasarkan penelitian sebelumnya (Widyayanti, 2018) didapatkan hasil
bahwa sebagian besar responden adalah lulusan SMA yaitu sebanyak 72
responden dengan prosentase sebesar 55,4%. Perbedaan tingkat pendidikan
masyarakat dapat menimbulkan perbedaan tingkat pengetahuan masyarakat.
Dengan tingkat pendidikan yang tinggi, diharapkan akan mudah menerima
informasi dan memiliki pengetahuan yang luas (Nilamsari & Handayani,
2018).
Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi daya tahan tubuhnya
untuk mengahadapi stres, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang main
tinggi daya tahannya untuk melawan stres. Tingkat pendidikan juga
Institut Sains dan Teknologi Nasional
55

berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang mengenai kebiasaan makan


yang baik (Tussakinah et al., 2018)

4.1.4 Karakteristik Pasien Berdasarkan Pekerjaan


Pekerjaan dapat mempengaruhi pola hidup dan pola makan sesorang.
Apabila aktivitasnya padat, tentu kemungkinan besar seseorang tidak makan
dengan teratur. Dibawah ini akan dilihat pekerjaan mana yang memiliki penderita
gastritis terbanyak :
Tabel 4. 4 Karakteristik Pasien Berdasarkan Pekerjaan

Responden
No Pekerjaan
N %
1 Pelajar/ mahasiswa 32 39%
2 PNS 4 4,9%
3 Karyawan swasta 35 42,7%
4 Pedagang 3 3,7%
5 Lainnya 8 9,8%
TOTAL 82 100%

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa mayoritas responden sebanyak 35 orang


atau 42,7 %. merupakan karyawan swasta. Responden yang merupakan
pelajar/mahasiswa sebanyak 32 responden dengan persentase 39 %. Sebanyak
4 responden atau 4,9 % responden berprofesi sebagai PNS. Responden yang
berprofesi sebagai pedagang sebanyak 3 orang atau 3,7 %. Sedangkan sisanya
adalah responden yang berprofesi selain yang disebutkan sebanyak 8
responden atau sebesar 9,8 %.
Mahasiswa dan karyawan merupakan 2 kategori pekerjaan yang paling
banyak mengalami gastritis. Ini juga berkaitan dengan stres dan kesibukan
pada usia produktif. Menurut penelitian yang dilakukan (Fitriah, 2017) usia
produktif merupakan golongan usia yang beresiko tinggi terserang gastritis
karena tingkat aktivitas tinggi karena padatnya kegiatan. Dalam kesibukannya
sangat memungkinkan seseorang untuk tidak menjaga pola makannya dengan
baik.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


56

Pada kategori pekerjaan mahasiswa, sebanyak 25 dari 32 responden


yang merupakan mahasiswa adalah perempuan. Pada kategori pekerjaan
karyawan, sebanyak 28 dari 35 mahasiswa adalah perempuan dan sebanyak 7
responden adalah laki-laki.

4.1.5 Responden Berdasarkan Obat Antasida Yang Sedang Atau Sudah


Pernah Digunakan
Pada bagian ini, akan ditampilkan data responden berdasarkan obat
antadisa yang sedang atau pernah digunakan, terdapat 3 pilihan yaitu Antasida
DOEN tablet, Mylanta suspensi, dan polysilane tablet. Dasar pemilihan 3
obat ini didalam pilihan jawaban adalah karena obat-obat tersebut merupakan
beberapa pilihan obat yang tersedia di apotek tersebut. Berikut rinciannya :

Tabel 4. 5 Responden Berdasarkan Obat Antasida Yang Sedang Atau Sudah Pernah
Digunakan

Riwayat Pemakaian Responden


No
Obat Antasida N %
1 Antasida DOEN tablet 31 38%
2 Mylanta suspensi 18 22%
3 Polysilane tablet 24 29%
4 Lainnya- 9 11%
total 82 100%

Tabel 4.5 menerangkan bahwasannya pilihan utama responden atau pengunjung di


Apotek Kimia Farma Putri Tunggal dalam melakukan swamedikasi gastritis
adalah Antasida doen tablet sebanyak 38%, Polysilane tablet sebanyak 29%,
Mylanta suspensi sebanyak 22%, dan selain merk yang disebutkan sebanyak 11%.
Hal yang mungkin menjadi penyebab obat generik merupakan obat dengan
pemilih terbanyak adalah karna harga obat generik lebih murah dari pada merk
lainnya (paten), ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Dwiyana, 2017)
yang menghasilkan data dimana faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap
pemilihan obat generik atau bermerek pada mahasiswa semester III analis
kesehatan adalah harga obat.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


57

4.1.6 Responden Berdasarkan Terakhir Kali Menggunakan Obat


Antasida
Berdasarkan pengelompokan responden berdasarkan terakhir kali
menggunakan obat antasida, responden dapat dikelompokkan seperti
dijelaskan pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4. 6 Responden Berdasarkan Terakhir Kali Menggunakan Obat Antasida

Responden
No Terakhir Konsumsi
N %
1 < 1 minggu 33 40%
2 < 1 bulan 49 60%
3 < 3 bulan 0 0%
total 82 100%

Berdasarkan hasil di atas, diketahui bahwasannya responden pada penelitian ini


merupakan konsumen yang mengkonsumsi antasida dalam waktu dekat atau tidak
lebih dari 1 bulan sebelum menjadi responden. Hal ini karena pengambilan
sampel pada penelitian dilakukan terhadap konsumen di apotek kimia farma putri
tunggal pada periode kunjungan di bulan Januari saja.

4.1.7 Responden Dengan Gejala Berkurang Atau Hilang Setelah


Mengkonsumsi Obat Antasida
Hal yang diharapkan dari dilakukannya swamedikasi adalah hilangnya
gejala dan sakit yang dialami oleh seseorang. Dengan hilang atau
berkurangnya gejala dapat menjadi pertanda bahwa swamedikasi berhasil.
Berikut rincian responden yang gejalanya berkurang dan yang tidak ada
perubahan setelah mengkonsumsi obat antasida.
Tabel 4. 7 Responden Dengan Gejala Berkurang Atau Hilang Setelah
Mengkonsumsi Obat Antasida

Responden
No Gejala Hilang/Berkurang
N %

1 Ya 80 98%
2 Tidak 2 2%
total 82 100%

Institut Sains dan Teknologi Nasional


58

4.1.8 Responden Berdasarkan Efek Samping Yang Dirasakan Setelah


Minum Obat Antasida
Penggunaan dari suatu obat dapat menimbulkan efek samping, salah satu
efek dari penggunaan obat antasida adalah sembelit yang disebabkan oleh
kandungan Magnesium didalamnya, dan dapat menyebabkan diare oleh
kandungan dari Allumunium Hidroksida (Indijah & Fajri, 2016). Berikut
distribusi frekuensi dari responden yang merasakan dan tidak merasakan efek
samping dari antasida :
Tabel 4. 8 Responden Berdasarkan Efek Samping Yang Dirasakan Setelah Minum
Obat Antasida

Responden
No Efek Samping
N %
1 Ada 12 15%
2 Tidak ada 70 85%
total 82 100%

4.2 Tingkat Pengetahuan Swamedikasi Gastritis Dengan Antasida Pada


Pada Konsumen Di Apotek Kimia Farma Putri Tunggal Depok.
Pengetahuan pada penelitian dikelompokan menjadi 3 kategori, yaitu baik,
cukup, dan kurang. Pengetahuan seseorang merupakan salah satu penenentu
perilaku dan bagaimana seseorang dalam melakukan swamedikasi. Di bawah ini
akan dipaparkan bagaimana pengetahuan responden mengenai swamedikasi
gastritis.
Tabel 4. 9 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan

Jumlah
Kategori responden Jumlah (n)
Baik (76-100%) 27 %
22
Cukup (56-75%) 44 %
36

Kurang (<56%) 24 29 %

TOTAL 82 100 %

Institut Sains dan Teknologi Nasional


59

Tabel 4.5 menjelaskan bahwa sebagian besar responden dengan


presentse 27 % atau sebanyak sebanyak 22 orang mempunyai tingkat
pengetahuan dalam kategori baik. Sebesar 44 % atau 36 responden memiliki
tingkat pengetahuan dalam kategori cukup. Sedangkan responden yang
memiliki tingkat pengetahuan dalam kategori kurang sebanyak 24 orang atau
sebesar 29 %.
Pengetahuan berasal dari pengalaman dan informasi yang disampaikan
oleh orang lain, buku, surat kabar, elektronik atau media massa
(Notoadmodjo, 2018). Hal yang mendasari pengetahuan adalah tingkat
pendidikan yang dimana pada pendidikan diajarkan bagaimana memahami
suatu informasi yang akan menjadi suatu pengetahuan, semakin tinggi tingkat
pengetahuan maka akan semakin tinggi kemampuan seseorang dalam
memahami dan mencerna suatu informasi. Menurut (Dharmawati & Wirata,
2016) , tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang
semakin tinggi pula mereka menerima informasi dan pada akhirnya makin
banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat
pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang
terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
Tingkat pengetahuan memiliki beberapa sub variabel, sub variabel pada
variabel tingkat pengetahuan meliputi pengetahuan terhadap penyakit gastritis,
pengetahuan tentang pencegahan dan terapi pada penyakit gastritis,
pengetahuan tentang obat antasida serta pengetahuan tentang penyimpanan
obat gastritis. Tingkat pengetahuan responden pada sub variabel di atas akan
diuraikan lebih lanjut sebagai berikut :

4.2.1 Perbandingan Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Sub


Variabel Pengetahuan
Variabel pengetahuan swamedikasi gastritis pada penelitian ini terbagi lagi
menjadi 4 sub variabel. Dimana masing-masing sub variabel mendapatkan
jawaban responden seperti pada gambar grafik dibawah ini :

Institut Sains dan Teknologi Nasional


60

80%
60%
40%
20%
0%

BENAR
SALAH

Gambar 4. 1 Perbandingan Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Sub Variabel


Pengetahuan

Pada variabel pengetahuan tentang penyakit gastritis jawaban benar


sebanyak 69% dan jawaban salah sebanyak 31%. Pada variabel pengetahuan
tentang pencegahan dan terapi pada penyakit gastritis jawaban benar sebesar
45% dan jawaban salah sebesar 55%. Pada variabel tentang pengetahuan
tentang obat antasida jawaban benar sebesar 61% dan jawaban salah sebesar
29%. Pada pengetahuan tentang penyimpanan obat gastritis jawaban benar
sebesar 60% dan jawaban salah sebesar 40%.
Berdasarkan grafik batang di atas, dapat diketahui bahwa responden
paling banyak menjawab benar pada sub variabel pengetahuan tentang
penyakit gastritis, hal ini menunjukan bahwa pengetahuan responden tentang
gejala dan penyebab penyakit gastritis sudah cukup baik. Namun, pada
praktiknya responden belum atau kurang pengetahuan mengenai bagaimana
cara pencegahan dan terapi pengobatan pada penyakit gastritis, hal ini
ditunjukkan dengan grafik pada sub variabel pengetahuan tentang pencegahan
dan terapi pada penyakit gastritis mendapatkan persentase paling kecil.

4.2.2 Pengetahuan Tentang Penyakit Gastritis


Sub variabel ini terdiri dari 3 pernyataan. Meliputi pengertian dari gastritis,
gejala penyakit gastritis, serta bagaimana cara mencegah penyakit gastritis. Lebih

Institut Sains dan Teknologi Nasional


61

lengkapnya akan dipaparkan seperti di bawah ini :

Tabel 4. 10 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengetahuan Penyakit Gastritis

NO Pernyataan Benar Salah Total


SOAL n % n % n %
1 Gastritis adalah peradangan 71 87% 11 13% 82 100%
pada mukosa lambung yang
menyebabkan perasaan tidak
nyaman pada perut.
2 Nyeri serta rasa panas pada 41 50% 41 50% 82 100%
ulu hati dan mual kadang
disertai muntah dan perut
kembung bukan merupakan
tanda dari penyakit gastritis.
3 Makan tidak teratur dapat 58 71% 24 29% 82 100%
menyebabkan penyakit
gastritis.

Berdasarkan tabel 4.11, distribusi frekuensi jawaban responden tentang


pengetahuan penyakit gastritis adalah sebagai berikut :
1. Definisi gastritis
Pernyataan nomor 1, “Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung
yang menyebabkan perasaan tidak nyaman pada perut”. Persentase jawaban
responden yang menjawab benar adalah 87% dan yang menjawab salah
13%.
Gastritis adalah peradangan atau pembengkakan pada lapisan lambung yang
disebabkan oleh iritasi dan infeksi. Jika dibiarkan, bahaya maag dapat
merusak tusukan lambung dan berujung pada kematian (Siregar, 2016).
Gastritis merupakan penyakit yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat,
oleh karena itu 87% responden pada penelitian ini sudah menjawab dengan
benar.
2. Gejala penyakit gastritis
Pernyataan nomor 2, “Nyeri serta rasa panas pada ulu hati dan mual kadang
disertai muntah dan perut kembung bukan merupakan tanda dari penyakit
gastritis”. Persentase jawaban responden yang menjawab benar dan salah
adalah sama, yaitu sebesar 50%.
Penderita gastritis umumnya mengalami gangguan pada saluran pencernaan

Institut Sains dan Teknologi Nasional


62

atas, berupa nyeri pada perut yang akan hilang jika diberi makan atau
antasida, perut kembung dan perasaan penuh di perut, mual, muntah, dan
bersendawa (Yolanda, 2015).
3. Penyebab penyakit gastritis
Penyataan nomor 3, “Makan tidak teratur dapat menyebabkan penyakit
gastritis”. Pada pernyataan ini sebanyak 71% responden menjawab benar
dan 29% responden menjawab salah. Hal ini terjadi karena sebagian besar
responden sudah mengetahui dan merasakan pentingnya untuk tetap
menjaga pola makan dengan baik agar kesehatan lambung tetap terjaga.
Menurut teori Oetoro (2018) Gastritis disebabkan oleh kebiasaan
makan yang tidak teratur. Makan terlambat dan makan terlalu banyak
makanan pedas dan asam dapat merangsang peningkatan asam lambung,
yang juga dapat menyebabkan mulas dan sakit perut, disertai mual dan
muntah. Sedangkan pola makan yang seharusnnya untuk remaja adalah pola
makan yang mengandung 3 komponen pola makan yang baik, jenis
makanan yang dimakan harus bervariasi dan bergizi, termasuk yang
mengandung zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh yaitu karbohidrat, protein,
vitamin, lemak. dan mineral, ukuran porsi yang cukup dan frekuensi makan
yang teratur

4.2.3 Pengetahuan Tentang Pencegahan Dan Terapi Pada Penyakit


Gastritis
Sub variabel kedua, mengandung 2 pertanyaan yang membahas penyebab
gastritis dan terapi farmakologi pada gastritis yang akan dijelaskan pada tabel di
bawah ini :

Tabel 4. 11 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengetahuan Pencegahan dan


Terapi Penyakit Gastritis

NO Pernyataan Benar Salah Total


SOAL
n % N % n %
4 Stres tidak menyebabkan 44 54% 38 46% 82 100%
penyakit gastritis kambuh.

5 Sakit gastritis hanya dapat 30 37% 52 50% 63 100%


diobati dengan obat antasida
contohnya Polysilane,

Institut Sains dan Teknologi Nasional


63

Mylanta, Magasida.

Berdasarkan tabel 4.12, distribusi frekuensi jawaban responden tentang


pengetahuan penyakit gastritis adalah sebagai berikut :
1. Pencegahan penyakit gastritis
Pernyataan nomor 4, “Stres tidak menyebabkan penyakit gastritis kambuh.”
Sebanyak 54% responden menjawab benar dan 46% responden menjawab
salah.
Stres menyebabkan perubahan hormonal sedemikian rupa di dalam tubuh
kita yang selanjutnya akan merangsang sel-sel di dalam lambung
memproduksi asam dalam jumlah berlebihan . asam yang berlebihan ini
menyebabkan lambung terasa nyeri, perih dan kembung yang lama
kelamaan dapat menyebabkan gastritis (Mappagerang & Hasnah, 2017).
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tingkat stres memiliki hubungan
yang bermakna dengan kejadian gastritis dengan nilai p = 0,035 < 0,05 (α).
Penelitian lain menyebutkan bahwa ada hubungan antara stres dengan
kejadian gastritis secara statistik signifikan (p-value = 0,022 < 0,05).
Dimana semakin tinggi tingkat stres maka semakin rentan terkena gastritis
(Kusnadi & Yundari, 2020)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahawa dengan mengelola stres maka
kekambuhan penyakit gastritis dapat diminimalisis agar tidak terjadi
kembali.
2. Terapi pada gastritis
Pernyataan nomor 5 merupakan pertanyaan negatif, berbunyi “Sakit gastritis
hanya dapat diobati dengan obat antasida contohnya Polysilane, Mylanta,
Magasida”. Responden yang menjawab benar sebanyak 37% dan yang
menjawab salah sebanyak 63%.
Pengobatan gastritis memiliki jenis yang berbeda sesuai dengan penyebab
dan gejala yang dialami, berikut jenis obatnya yaitu antasida, antagonis
histamin H2, penghambat pompa proton, pelindung mukosa, dan analog
prostaglandin E1 (Gunawan, 2016).
Banyak dari responden yang menjawab salah kemungkinan besar karena
obat lambung yang sering terdengar dan di iklankan adalah obat-obat
Institut Sains dan Teknologi Nasional
64

dengan merk yang tertera pada pernyataan. Pada penelitiannya, (Andarwati,


2018) menyatakan bahwa iklan obat berkontribusi pada pemilihan obat
dimasyarakat.

4.2.4 Pengetahuan Tentang Obat Antasida


Pada sub variabel ketiga dari variabel pengetahuan, terdiri dari 3 pernyataan yang
membahas tentang aturan pakai obat, efek samping obat antasida, tempat membeli
obat antasida, dan tindakan yang harus dilakukan jika kondisi tidak membaik.
Dijelaskan lebih lanjut pada bagian di bawah ini :

Tabel 4. 12 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengetahuan Obat Antasida.

NO Pernyataan Benar Salah Total


SOAL n % n % n %
6 Antasida hanya akan 50 61% 32 39% 82 100%
berkhasiat jika diminum
setelah makan.
7 Antasida dapat menyebabkan 35 43% 47 57% 82 100%
sembelit (sulit BAB).
8 Aturan pakai pada kemasan 60 73% 22 27% 82 100
obat dapat menjadi petunjuk %
dalam komsumsi obat
antasida.
9 Antasida hanya tersedia di 38 46% 44 54% 82 100
Apotek. %
14 Jika keadaan tidak membaik 67 82% 15 18% 82 100
bahkan memburuk setelah %
swamedikasi dalam 3 hari saya
ke dokter.

Berdasarkan tabel 4.13, distribusi frekuensi jawaban responden tentang


pengetahuan penyakit gastritis adalah sebagai berikut :
1. Aturan pakai antasida
Aturan pakai obat antasida terdapat pada butir pernyataan nomor 6, 8, dan
14.
Pernyataan nomor 6 merupakan pernyataan negatif yang berbunyi “Antasida
hanya akan berkhasiat jika diminum setelah makan”. Jawabannya adalah
antasida baik diminum sebelum maupun seduah makan. Mayoritas

Institut Sains dan Teknologi Nasional


65

responden menjawab benar dengan persentase 61% dan yang menjawab


salah 39%. Berdasarkan paparan pada website PIONAS, waktu terbaik
untuk meminum antasida adalah diberikan saat muncul atau diperkirakan
akan muncul gejala, lazimnya diantara waktu makan dan sebelum tidur, 4
kali sehari atau lebih (Anonim, 2015). Tercantum pada MIMS Online,
aturan pakai obat antasida sebagai berikut : (MIMS, 2022)
Sediaan tersedia :
1. Suspensi
Al(OH) 200 mg and Mg(OH) 200 mg per 5 mL susp
Al(OH) 220 mg and Mg(OH) 195 mg per 5 mL susp
Al(OH) 175 mg and Mg(OH) 200 mg per 5 mL susp
Dewasa : suspensi = 10-20 mL 4 x sehari atau sesuai anjuran dokter,
berikan 20 menit sebelum makan dan menjelang tidur. Maksimal 80
mL per 24 jam. Anak >12 tahun sama seperti dosis dewasa.
2. Tablet kunyah
Al(OH) 160 mg and Mg(OH) 105 mg tablet kunyah
Dewasa : Tablet kunyah = 2-4 x sehari atau sesuai anjuran dokter.
Maksimal 16 tablet per 24 jam. Anak >12 tahun sama seperti dosis
dewasa.

Pernyataan nomor 8, berbunyi “Aturan pakai pada kemasan obat dapat


menjadi petunjuk dalam komsumsi obat antasida”. Merupakan pernyataan
positif dengan jumlah persentase responden benar 73% dan salah sebesar
27%. Hal ini menunjukan bahwasannya responden mengetahui pentingnya
membaca petunjuk pada aturan pakai di kemasan obat antasida.

Pernyataan nomor 14, berbunyi “Jika keadaan tidak membaik bahkan


memburuk setelah swamedikasi dalam 3 hari saya ke dokter”. Merupakan
pernyataan positif dengan persentase reponden menjawab benar sebanyak
82% dan salah 18%. Swamedikasi digunakan untuk mengobat dan
mengurangi gejala pada penyakit ringan. Dengan harapan keluhan akan

Institut Sains dan Teknologi Nasional


66

segera sembuh dengan cepat. Mayoritas responden memahami bahwasannya


jika keadaan tidak membaik dalam 3 hari makan harus dilakukan
pemeriksaan lanjutkan oleh dokter, utnuk melihat seberapa serius keluhan
yang sedang dialami responden dan agar segera terdeteksi bila ada gangguan
yang serius.
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Perkasa, 2020) ditemukan hal serupa,
bahwasannya 97,2% dari respondennya melakukan pemeriksaan diri ke
dokter jika keadaan tidak membaik..
2. Efek samping antasida
Pernyataan mengenai efek samping antasida terdapat pada butir pernyataan
nomor 7, berbunyi “Antasida dapat menyebabkan sembelit (sulit BAB)”.
Merupakan pernyataan positif dengan persentase jawaban benar sebanyak
43% dan jawaban salah 57%.
Berikut ini akah dijelaskan efek samping antasida : (Indijah & Fajri, 2016)
a. Sindrom susu alkali
b. Batu ginjal, osteomalaise, dan osteoporosis. c/: Alumunium
hidroksida.
c. Neurotoksisitas
d. Saluran cerna: Mg menyebabkan diare, sedangkan Al menyebabkan
obstruksi usus.
Sediaan yang mengandung magnesium dapat menyebabkan diare,
sedangkan yang mengandung aluminium dapat menyebabkan konstipasi
(BPOM RI, 2015). Banyaknya kejadian responden yang menjawab salah,
dimungkinkan karena banyak dari responden yang tidak merasakan efek
samping usai minum obat antasida (Susetyo et al., 2020)
3. Tempat pembelian antasida
Butir 9 menyatakan tentang tempat pembelian antasida. Penyataannya
adalah “Antasida hanya tersedia di Apotek”. Responden dengan jawaban
benar sebesar 46%, dan sisanya 56% menjawab salah.
Antasida merupakan golongan obat bebas, yaitu obat yang dijual bebas di
pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan
dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna

Institut Sains dan Teknologi Nasional


67

hitam. Contoh : paracetamol, antasida, rivanol, multivitamin, bedak salicyl


(BPOM, 2015)

4.2.5 Pengetahuan Tentang Penyimpanan Obat Gastritis


Sub variabel pada variabel pengetahuan adalah pengetahuan tentang penyimpanan
obat gastritis. Terdiri dari 3 butir pernyataan meliputi penyimpanan obat, perilaku
saat dan setelah minum obat, dan umur simpan obat. Lebih lanjutnya dijelaskan
pada bagian di bawah ini :
Tabel 4. 13 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengetahuan Penyimpanan
Obat Gastritis

NO Pernyataan Benar Salah Total


SOAL n % n % n %
10 Antasida dapat disimpan 35 43% 47 57% 82 100%
dimana saja.
11 Apabila belum kadaluwarsa 63 77% 19 23% 82 100%
maka antasida bentuk
suspensi yang sudah dibuka
boleh diminum meskipun
sudah berubah warna.
12 Terik matahari tidak 47 57% 35 43% 82 100%
mempengaruhi kestabilan
suspensi antasida.
13 Antasida suspensi yang 53 65% 29 35 82 100%
sudah dibuka umur %
simpannya hanya 1 bulan.

Sub variabel terakhir pada pengetahuan adalah responden mengetahui


bagaimana penyimpanan obat antasida yang baik dan benar. Ditampilkan pada
pernyataan nomor 10-14.
Pernyataan nomor 10 berbunyi “Antasida dapat disimpan dimana saja”.
Persentase jawaban benar 43%. Perrnyataan nomor 11 berbunyi “Apabila belum
kadaluwarsa maka antasida bentuk suspensi boleh diminum meskipun sudah
berubah warna”. Persentase jawaban benar 77% . Pernyataan nomor 12 berbunyi
“Terik matahari tidak mempengaruhi kestabilan suspensi antasida”. Persentase
pada jawaban benar senilai 57%. Pernyataan nomor 13 berbunyi “Antasida
suspensi yang sudah dibuka umur simpannya hanya 1 bulan.”. diperoleh
persentase jawaban responden benar sejumlah 53%.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


68

Penyimpanan obat antasida seharusnya pada suhu kamar dan terlindung


cahaya matahari. Cara pembuangan obat antasida yang benar, yaitu obat antasida
kadaluwarsa tidak dapat langsung dibuang dalam kemasan aslinya. Antasida tablet
perlu dihancurkan terlebih dahulu lalu membuang obat dan kemasan secara
terpisah. Sedangkan, antasida cair dibuang di saluran air lalu kemasannya
dihancurkan (Susetyo et al., 2020).
Penyimpanan obat juga harus diperhatikan karena penyimpanan obat yang
tidak benar bisa menyebabkan perubahan sifat obat itu. Obat sediaan cair dapat
mengalami perubahan warna, bau, atau timbul gas dan obat sediaan padat dapat
mengalami perubahan fisik. Cara penyimpanan obat yang benar, yaitu harus
terhindar dari sinar matahari dan simpan di tempat yang sejuk (Ulfa & Abidin,
2014). Obat suspensi yang sudah dibuka, hanya dapat disimpan paling lama 1
bulan, dan obat sediaan tablet 6 bulan (U.S Pharmacopeia, 2019).

4.3 Perilaku Swamedikasi Gastritis Dengan Antasida Pada Konsumen Di


Apotek Kimia Farma Putri Tunggal Depok
Menurut (Azwar, 2012), pengukuran perilaku berisi pernyataan yang telah
diuji validitas dan reliabilitasnya sehingga dapat digunakan untuk memperlihatkan
perilaku kelompok responden. Dasar pengambilan keputusan perilaku
dikategorikan kedalam perilaku baik, cukup, dan kurang sebagai berikut :

X<(σ–1σ) Perilaku Kurang


(μ–1σ) ≤ X<(σ+1σ) Perilaku Cukup
(μ+1σ) ≤ X Perilaku Baik
Keterangan : μ = mean, σ = standar deviasi populasi

Penyusunan skala selanjutnya ditetapkan dahulu batasannya berdasarkan satuan


deviasi standar tersebut di atas dengan memperhitungkan rentangan angka
minimum-maksimum teoritiknya (Azwar, 2012).
Pada penelitian ini, skala perilaku terdiri dari 10 aitem yang setiap aitemnya diberi

Institut Sains dan Teknologi Nasional


69

skor 1 untuk jawaban tidak pernah, skor 2 untuk jawaban kadang-kadang, skor 3
untuk jawaban sering, dan skor 4 untuk jawaban selalu. Rentang minimum-
maksimumnya adalah 10x1=10 sampai dengan 10x4=40, sehingga luas jarak
sebarannya adalah 40-10=30. Diketahu bahwa kurve normal terdiri atas 6 standar
deviasi, maka tiap standar deviasi nilainya adalah σ=30/6=5. Juga diketahui
bahwa dalam kurve normal, nilai mean selalu berada di tengah, dengan demikian
μ = (10+30) / 2 = 25 atau μ =10x2,5=25. Berikut ini distribusi frekuensi responden
berdasarkan pengkategorian di atas :
Tabel 4. 14 Distribusi Frekuensi Kategori Perilaku

Kategori Perilaku
Kumulatif
Frekuensi Persen Valid Persen Persen
Valid Kurang 4 4.9 4.9 4.9
Cukup 36 43.9 43.9 48.8
Baik 42 51.2 51.2 100.0
Total 82 100.0 100.0

Pada tabel di atas disajikan data dengan hasil bahwasannya 51,2% dari
responden pada penelitian ini berperilaku baik dalam melakukan swamedikasi
gastritis, sebanyak 43,9 % dikategorikan berperilaku cukup, dan sebanyak 4,9%
responden berperilaku kurang.
Berdasarkan paparan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwasannya setengah
lebih dari keseluruhan responden sudah memiliki perilaku yang baik dalam
melakukan swamedikasi gastritis. Hasil yang sesuai juga dibuktikan pada
penelitian (Oi et al., 2019) dimana 75,83% dari respondennya berperilaku positif
saat melakukan swamedikasi gastritis. Penelitian yang dilakukan (Teh, 2020) juga
mendapatkan hasil serupa, dengan hasil responden yang masuk dalam kategori
perilaku swamedikasi baik sebanyak 53,8% atau lebih dari setengah keseluruhan
responden. Hasil serupa juga didapatkan pada penelitian (Widyayanti, 2018) yang
menyatakan bahwasannya 69,2% respondennya berperilaku baik dalam
swamedikasi gastritis.

4.3.1 Perilaku Pemilihan Obat Antasida

Institut Sains dan Teknologi Nasional


70

Perilaku pemilihan obat antasida, terdiri dari 2 pernyataan yang meliputi


sumber informasi responden dalam melakukan pemilihan obat yang tepat.
Jawaban responden pada sub variabel ini dipaparkan pada bagian berikut :
Tabel 4. 15 Distribusi Jawaban Responden Tentang Perilaku
Pemilihan Obat

Kadang- Tidak
No Selalu Sering
Pernyataan kadang Pernah
Soal n % n % n % n %
Saya berkonsultasi
dengan apoteker atau
tenaga teknis
1  11  13 42  51  26  32  3  4
kefarmasian (TTK)
sebelum membeli obat
antasida.
Saya membeli obat
antasida berdasarkan
2 rekomendasi apoteker  16  20 44  54  19  23  3  4
atau tenaga teknis
kefarmasian (TTK).

Sub variabel pada variabel perilaku swamedikasi gastritis yaitu bagaimana


perilaku pemilihan obat dari responden. Kedua pernyataan ini mewakili sub
variabel perilaku pemilihan obat. Dapat dilihat pada gambar 4.2 responden yang
selalu berkonsultasi pada petugas farmasi sebelum membeli obat antasida
sebanyak 13% dan sering berkonsultasi dahulu sebanyak 51%. Responden yang
selalu membeli obat berdasarkan rekomendasi petugas farmasi sebesar 20% dan
sering membeli berdasarkan rekomendasi petugas farmasi sebesar 54%.

Penelitian yang dilakukan oleh (Siahaan et al., 2017) bahwa apotek merupakan
tempat terbaik untuk membeli obat, baik itu obat keras, obat bebas,
vitamin/suplemen (>75%). Selain itu, apotek merupakan tempat praktik bagi
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian, sehingga apabila responden
melakukan pembelian obat di apotek, maka akan mendapatkan informasi atau
bantuan dalam melakukan swamedikasi, berupa akan diberikan saran dan pilihan
obat untuk mengatasi keluhannya. Tenaga kesehatan merupakan sumber informasi
kesehatan dan obat yang profesional dan dapat dipercaya (Siahaan et al., 2017).

Institut Sains dan Teknologi Nasional


71

4.3.2 Perilaku Penggunaan Obat Antasida


Sub variabel pada penggunaan obat antasida terdiri dari 3 pernyataan yang
meliputi bagaimana perilaku responden sebelum meminum obat, yang harus
dilakukan jika belum paham aturan pakai, serta cara meminum tablet antasida
yang benar.
Tabel 4. 16 Distribusi Frekuensi Kategori Perilaku Penggunaan Obat
Antasida.

Kadang- Tidak
No Selalu Sering
Pernyataan kadang Pernah
Soal n % n % n % n %
Saya membaca
aturan pakai dan
3 peringatan yang  18 22 41 50  20 24  3  4
tertera pada kemasan
obat.
Apabila saya belum
paham cara
pengunaan obat, saya
6 bertanya pada  18  22 46  56  17  21  1  1
apoteker atau tenaga
teknis kefarmasian
(TTK).
Bila menggunakan
antasida tablet, saya
7 mengunyahnya 22 27 37 45 18 22 5 6
dahulu sebelum
menelannya.

Sub variabel kedua adalah perilaku penggunaan obat antasida, yang diuraikan
dalam 3 bentuk pernyataan. Hasilnya 22% responden selalu membaca aturan
pakai yang tertera pada kemasan obat, 56% responden sering bertanya pada
petugas farmasi bila belum paham tentang penggunaan obat, serta 27% responden
selalu mengunyah antasida sebelum menelannya dan 6% responden tidak pernah
mengunyah tablet antasida sebelum menelannya.
Informasi obat dapat diketahui dari berbagai sumber, misalnya cetakan (seperti
buku/broshur), melalui sejawat farmasi, dan tenaga kesehatan lainnya (Aslam. M,
dkk, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh (Dini & Lestari, 2015), sebesar 64%

Institut Sains dan Teknologi Nasional


72

dari responden selalu membaca informasi yang ada dalam kemasan obat yang
dijual bebas. Hal tersebut dilakukan sebelum meminum obat dan dilakukan
dengan keinginan sendiri, tanpa ada paksaan orang lain untuk. Harapannya
melakukan hal itu adalan untuk antisipasi dari kesalahan meminum obat. Hal itu
dilakukan agar selalu aman dengan maksud tidak salah mengkonsumsi dengan
kelebihan dosis minum dan sudah habis masa berlakunya.
Pernyataan ke-7 berbunyi “Bila menggunakan antasida tablet, saya
mengunyahnya dahulu sebelum menelannya”. 27% responden selalu melakukan
cara tersebut dan 45% responden sering mempraktikan hal itu. Jawaban positif
sesuai dengan pertanyaan pendahuluan, dimana sejumlah tim peneliti dari Pusat
Ilmu Kesehatan University of Oklahoma, Amerika, menemukan fakta jika obat
antasida lebih aman dikonsumsi dengan cara dikunyah atau dihisap. Hal ini
bermanfaat untuk mengontrol keasaman di kerongkongan, dan memudahkan obat
diserap tubuh. Sementara itu, penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Alimentary
Pharmacology and Therapeutics, menyebut jika obat antasida jauh lebih efektif
jika ditelan dalam kondisi yang sudah hancur. Hal ini bisa dilakukan dengan cara
dikunyah atau dihisap. Tim peneliti menjelaskan jika obat antasida (tablet) yang
dikonsumsi dengan cara ditelan akan langsung masuk ke dalam lambung. Kondisi
ini membuat obat tidak langsung bekerja, dan tingkat efektifitasnya berkurang.
Sementara obat antasida yang dikunyah, dihisap atau dilarutkan ke dalam air
sebelum dikonsumsi, akan langsung menetralkan asam lambung sejak berada di
mulut, hingga melewati kerongkongan. Saat sampai di dalam lambung, obat ini
pun akan langsung bekerja menetralkan asam lambung. (Dikutip dari :
https://promag.id/article/detail/alasan-obat-maag-harus-dikunyah-atau-dihisap-
dulu// 2 Februari 2022)

4.3.3 Perilaku Saat Dan Setelah Konsumsi Obat Antasida


Pada sub variabel ketiga, terdiri dari 2 pernyataan yang menjelaskan
perilaku responden dalam meminum obat antasida, dan apa yang harus dilakukan
jika terlewat meminum obat.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


73

Tabel 4. 17 Distribusi Frekuensi Kategori Perilaku Saat dan Setelah


Konsumsi Obat Antasida

Kadang- Tidak
No Selalu Sering
Pernyataan kadang Pernah
Soal n % n % n % n %
Saya meminum obat
 2
4 antasida sebelum  21 41  50  18 22  2  2
6
makan.
Jika saya terlewat
minum antasida,
 2
5 maka saya tidak  21 36  44  20  24  5  6
6
meminum obat dua
kali lipat.

Sub variabel ketiga, yaitu perilaku saat dan setelah konsumsi obat antasida.
Diwakilkan melalui 2 pernyataan dan didapatkan hasil 26% responden selalu
meminum obat antasida sebelum makan, dan 26% responden tidak meminum obat
double bila terlupa.
Menurut penelitian (Susetyo et al., 2020) Sebanyak 67% (n=87) responden
menjawab benar bahwa obat antasida harus diminum saat perut kosong, hal ini
sesuai dengan anjuran Departemen Kesehatan RI (2008). Selain itu menurut
Departemen Kesehatan RI (2007), obat antasida diminum 1 jam sebelum makan.

4.3.4 Perilaku Pencegahan Dan Terapi Pada Penyakit Gastritis


Pada sub variabel terakhir, menjelaskan bagaimana perilaku responden ketika
kondisi tidak membaik setelah melakukan swamedikasi, bagaimana penyimpanan
dan pembuangan obat antasida saat melakukan swamedikasi.
Tabel 4. 18 Distribusi Frekuensi Kategori Perilaku Pencegahan dan
Terapi Pada Penyakit Gastritis

Kadang- Tidak
No Selalu Sering
Pernyataan kadang Pernah
Soa
n % n % n % n %
l
Jika dalam 3 hari
keluhan tidak membaik  1  4
8  22 37  27  33  0  0
atau obat habis, saya 8 5
periksa ke dokter
Institut Sains dan Teknologi Nasional
74

Saya menyimpan obat


gastritis pada tempat
yang sejuk jauh dari  2  4
9  34 34  18  22  2  2
sumber panas 8 1
(elektronik dan sinar
matahari langsung).
Saya membuang obat
yang sudah rusak atau
lama dengan
membukanya dari
kemasan lalu saya
10 hancurkan dahulu untuk 19 23 34 41 24 29 5 6
obat dalam bentuk
tablet dan membuang
isinya dahulu untuk
obat dalam bentuk
suspensi.

Sub variabel terakhir yaitu perilaku pencegahan dan terapi swamedikasi


gastritis. Diwakilkan oleh 3 pernyataan dan didapatkan hasil 22% responden
pergi ke dokter jika 3 hari keluhan tidak membaik, 34% menyimpan obat pada
tempat yang sejuk, 23% responden menghancurkan obat dahulu sebelum
membuangnya.
Penelitian yang dilakukan (Susetyo et al., 2020) menyebutkan sebesar 63 dari
130 responden (48.46%) mengetahui bahwa obat antasida tidak dapat
disimpan di dalam kulkas atau lemari pendingin. Penyimpanan obat antasida
seharusnya pada suhu kamar dan terlindung cahaya matahari.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Ardiyanti, 2020) 71,8%
responden sudah cukup membuang obat dalam bentuk cair dengan benar.
Wadah suspensi yang sudah tidak digunakan agar dihancurkan sebelum
dibuang untuk menghindari penyalahgunaan oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab (BPOM, 2015).

4.4 Pengaruh Tingkat Pengetahuan Konsumen Terhadap Perilaku


Swamedikasi Gastritis Dengan Antasida Di Apotek Kimia Farma
Putri Tunggal Depok

Untuk melihat bagaimana pengaruh variabel bebas terhadap variabel


terikat, digunakan sebuah analisis untuk membuktikannya, analisis yang

Institut Sains dan Teknologi Nasional


75

digunakan oleh peneliti adalah analisis regresi linier sederhana. Digunakan


analisis ini karena variabel bebasnya hanya dipengaruhi oleh satu variabel
independen, yaitu tingkat pengetahuan responden.

Untuk dapat menggunakan analisis regresi linear sederhana, sebelumnya


harus dipastikan dahulu bahwa disrtibusi datanya adalah normal, terdapat
hubungan antara variabel X dan Y dimana variabel X mempengaruhi variabel
Y, serta memiliki persamaan yang linier.

6.1

6.2

6.3

6.4

4.5

4.6

4.7

4.8

4.8.1 Uji Asumsi Klasik


a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel residual memiliki
distribusi normal atau tidak dalam model regresi.

Dasar pengambilan keputusan pada uji normalitas dengan grafik ialah;


apabila data menyebar disekitar garis diagonal atau mengikuti garis grafiknya
(Ghozali, 2016). Uji normalitas menghasilkan grafik normal probability plot

Institut Sains dan Teknologi Nasional


76

yang tampak pada Gambar 4.2 berikut.

Gambar 4. 2 Plot Normal Probability

Grafik normal probality plot di atas menunjukkan bahwa data menyebar


disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model
regresi memenuhi asumsi normalitas.

Uji normalitas pada penelitian ini juga digunakan nilai Sig. dari
Kolmogorov-smirnov dengan tingkat signifikansi sebesar 5%. Data dikatakan
berdistribusi normal apabila nilai Sig. > 0,05, baik pada Kolmogorov-Smirnov
maupun Shapiro-Wilk. (Setyawan, 2020). Hasil uji normalitas dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 4. 19 Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized
Residual
N 82
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation 478.505.529
Most Extreme Differences Absolute .078
Positive .055
Negative -.078
Kolmogorov-Smirnov Z .704
Asymp. Sig. (2-tailed) .704
a. Test distribution is Normal.
Sumber: data primer yang diolah, 2022

Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai Sig. dari residual sebesar
0.704 lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa residual berdistribusi
normal, sehingga asumsi normalitas terpenuhi.

b. Uji Linieritas
Institut Sains dan Teknologi Nasional
77

Uji linearitas adalah uji yang bertujuan untuk mengetahui apakah setiap
variabel independen dan variabel dependennya mempunyai hubungan yang
linear atau tidak secara signifikan. Pengambilan keputusan pada pengujian
linieritas ini adalah bila nilai probabilitas > 0,05 maka hubungan kedua
variabel adalah linier dan sebaliknya (Setiawan & Yosepha, 2020). Hasil
pengujian linieritas dapat dilihat pada tabel 4.21 di bawah ini :
Tabel 4. 20 Hasil Uji Linieritas

ANOVA Tabel

Sum of Mean
Squares df Square F Sig.

*Perilaku Between (Combined) 1194,271 10 119,427 5,287 ,000


Swamedikasi Groups
Linearity 943,375 1 943,375 41,765 ,000
Gastritis
Dengan Deviation 250,896 9 27,877 1,234 ,289

Antasida (Y) from

* Tingkat Linearity

Pengetahuan Within Groups 1603,741 71 22,588


Konsumen
Total 2798,012 81
(X)

Data penelitian dikatakan linier jika nilai deviation from linearity lebih
dari 0,050.

Berdasarkan hasil uji linieritas diatas menunjukan nilai deviation from


linearity uji linieritas variabel X sebesar 0,289 atau lebih besar dari 0,050
artinya data pada penelitian ini terdistribusi linier.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model


regresi terjadi ketidaksamaan varian residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Dasar pengambilan keputusan pada uji heteroskedastisitas yaitu jika
grafik yang dihasilkan membentuk pola tertentu (menyempit/bergelombang)

Institut Sains dan Teknologi Nasional


78

maka dikatakan bahwa telah terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya, apabila


grafik yang dihasilkan tidak membentuk pola yang jelas serta titiknya
menyebar maka disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,
2016). Uji heteroskedastisitas menghasilkan grafik pola penyebaran titik
(scatterplot) seperti tampak pada Gambar 4.3 berikut.

Gambar 4. 3 Grafik Scatterplot

Sumber: data primer yang diolah, 2022

Dari grafik dapat dilihat asumsi Heteroskedastisitas terpenuhi jika


residual meyebar secara acak dan tidak membentuk pola. Dari grafik
scatterplot dapat dilihat bahwa plot-plot menyebar secara acak dan tidak
membentuk pola sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heterokedastisitas (data tersebut tidak mempunyai varian yang heterogen atau
bersifat homoskedastisitas).

d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah adanya korelasi dari data t dan data ke t-1. Autokorelasi
dapat diuji dengan melihat nilai Durbin-Watsonnya pada kolom Model Summary.
Model regresi yang baik yakni yang terbebas dari autokorelasi. Salah satu cara
yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi yaitu dengan uji
Durbin-Watson.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


79

Gambar 4. 4 Dasar Keputusan Ada Tidaknya Autokorelasi

Sumber : Ghozali, 2016.

Metode pengujian yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan uji
Durbin-Watson (uji D-W) yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. 21 Nilai Durbin-Watson

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 ,581 a
,337 ,329 4,81487 1,836
a. Predictors: (Constant), Tingkat_Pengetahuan
b. Dependent Variabel: Perilaku_Swamedikasi_Gastritis
Sumber: data primer yang diolah, 2022
Dari tabel 14.22 dapat diketahui nilai Durbin-Watson sebesar 1,836, nilai
tabel D-W dengan n = 82 dan k (jumlah variabel independen) = 1 adalah dL =
1,6164 dan dU = 1,6657. Karena d (1,836) > dU (1,6657) dan 4-d (2,164) > dU
(1,6657) atau du < d < 4 – du maka tidak terjadi autokorelasi positif dan
negatif. Asumsi non-autokorelasi terpenuhi.
e. Analisis Regresi Linier Sederhana
Analisis regresi yang telah dilakukan diperoleh koefisien regresi nilai t
hitung dan tingkat signifikansi sebagaimana ditampilkan pada tabel 4.17 berikut :

Tabel 4. 22 Hasil Uji Regresi Linier Sederhana

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 19,171 1,646 11,646 ,000
Tingkat Pengetahua Konsumen (X) 1,178 ,185 ,581 6,379 ,000
a. Dependent Variabel: Perilaku Swamedikasi Gastritis Dengan Antasida (Y)
Sumber: data primer yang diolah, 2022

Institut Sains dan Teknologi Nasional


80

Dari hasil tersebut, persamaan regesi yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Y = 19,171 + 1,178 X
Keterangan:
Y : Perilaku Swamedikasi Gastritis Dengan Antasida
X : Tingkat Pengetahuan
Persamaan regresi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
 Konstanta sebesar 19,171 artinya jika variabel independen bernilai 0, nilai
variabel Y tetap, yaitu sebesar 19,171
 Koefisien X positif, yaitu sebesar 1,178 artinya jika variabel X atau variabel
pengetahuan mengalami kenaikan sebesar 1 poin, maka variabel Y atau
perilaku akan naik sebesar 1,178

4.8.2 Uji Hipotesis


a. Uji F
Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama variabel
bebas terhadap variabel terikat. Dengan ketentuan nilai signifikansi kurang dari
0,05 (α=5%), maka secara bersama-sama variabel bebas berpengaruh terhadap
variabel terikat.
Dasar pengambilan keputusan pada uji F ada 2 cara, dengan membandingkan F
hitung (Fh) dengan F tabel (Ft) dan juga dengan melihat angka probabilitas (α).
(Rahmawati & Illiyin, 2021). Dengan membandingkan nilai F, yaitu bila Fh > Ft
maka Ha diterima dan Ho ditolak yang artinya pengetahuan mempengaruhi
perilaku swamedikasi gastritis, dan bila Fh < Ft maka Ha ditolak dan Ho diterima
yang artinya pengetahuan tidak mempengaruhi perilaku swamedikasi gastritis.
Kemudian jika dengan melihat angka probabilitas (α), apabila Sig. < 0,05 maka
Ha diterima dan Ho ditolak (signifikan), dan apabila Sig. > 0,05 maka Ha ditolak
dan Ho diterima (tidak signifikan).

Hasil uji F pada kedua model regresi penelitian ditunjukkan pada tabel berikut:

Institut Sains dan Teknologi Nasional


81

Tabel 4. 23 Hasil Uji Simultan F

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 943,375 1 943,375 40,693 ,000b
Residual 1854,637 80 23,183
Total 2798,012 81
a. Dependent Variabel: Perilaku Swamedikasi Gastritis Dengan Antasida (Y)
b. Predictors: (Constant), Tingkat Pengetahuan Konsumen (X)
Sumber: data primer yang diolah, 2022
α=5%, df 1= k-1=1, F-Tabel(n-k)(82-1) = F-Tabel 81 = 3.96
Berdasarkan hasil uji ANOVA pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai F
hitung lebih besar daripada nilai F tabel (40,693 > 3.96) dan nilai signifikansi
adalah 0,000, yang berarti kurang dari 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan
Ha diterima dan Ho ditolak yang artinya variabel bebas yaitu tingkat pengetahuan
(X) dapat mempengaruhi variabel terikat yaitu perilaku (Y).

b. Uji t (Uji Parsial)


Uji parsial (uji t) digunakan untuk menguji ada tidaknya pengaruh dari
variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Pengujian
terhadap hasil regresi dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan nilai T
hitung dengan T table atau dengan perbandingan nilai Sig (Ghozali, 2016).
Uji t pada derajat keyakinan sebesar 95% atau α = 5% dengan ketentuan sebagai
berikut:
Perbandingan nilai T
a. T hitung > T tabel maka Ha diterima dan Ho ditolak yang artinya
pengetahuan mempengaruhi perilaku swamedikasi gastritis
b. T hitung < T tabel maka Ha ditolak dan Ho diterima yang artinya
pengetahuan tidak mempengaruhi perilaku swamedikasi gastritis.

Tabel 4. 24 Hasil Uji t

Coefficientsa

Institut Sains dan Teknologi Nasional


82

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 19,171 1,646 11,646 ,000

Tingkat Pengetahuan Konsumen (X) 1,178 ,185 ,581 6,379 ,000


a. Dependent Variabel: Perilaku Swamedikasi Gastritis Dengan Antasida (Y)
Sumber: data primer yang diolah, 2022

t-Tabel (n-k-1) = (82-1-1) = t-Tabel 80 = 1.99006


Pada tabel diatas hasil pengujian secara parsial (uji t) dapat dijelaskan :
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel diatas diperoleh nilai koefisien
regresi sebesar 0,000 dan nilai t-hitung sebesar 6,379 > t tabel (1.99006) dengan
nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi lebih kecil dari toleransi
kesalahan yang telah ditetapkan (0,000 < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
dimana H0 ditolak dan Hi diterima yang berarti Tingkat Pengetahuan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Perilaku.
Nilai konstansta 19,171 menyatakan bahwa jika variabel independen
dianggap konstan maka nilai variabel dependen adalah tetap sebesar 19,171
Nilai koefisien regresi tingkat pengetahuan konsumen sebesar 1,178
menyatakan bahwa setiap penambahan 1 poin pada variabel tingkat pengetahuan,
maka variabel perilaku akan naik sebesar 1,178.

4.8.3 Analisis Koefisien Determinasi (R2)


Koefisisen determinasi (R2) dilakukan dengan tujuan untuk melihat seberapa
besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016).
Nilai koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel 4.19 berikut :
Tabel 4. 25 Koefisiensi Korelasi dan Determinasi

Model Summary
Mode R R Square Adjusted R Std. Error of the
l Square Estimate
1 ,581 ,337 ,329 4,81487
a. Predictors: (Constant), Tingkat_Pengetahuan

b. Dependent Variable: Perilaku_Swamedikasi_Gatritis


Sumber: data primer yang diolah, 2022

Dari data tabel di atas, diketahui bahwa :

Institut Sains dan Teknologi Nasional


83

Nilai koefisien determinasi adalah R square sebesar 0,337 artinya variabel Y yang
merupakan perilaku dipengaruhi oleh variabel X dalam penelitian ini sebesar
33,7% dan sisanya sebesar 66,3 % dipengaruhi faktor lain di luar penelitian.
Berdasarkan teori Lawrence Green, memang ada 3 faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang yaitu faktor predisposisi (pengetahuan), faktor pemungkin
(sarana dan prasarana, pelatihan), serta faktor penguat (peraturan dan undang-
undang).

Institut Sains dan Teknologi Nasional


BAB V

KESIMPULAN & SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa
kesimpulan, yaitu :
1. Dari seluruh sampel yang dikumpulkan, dapat dilihat
karakteristik responden pada swamedikasi gastritis
berdasarkan jenis kelamin yaitu 79,3% adalah
perempuan, berdasarkan usia penderita gastritis pada
penelitian ini terbanyak pada usia 18-25 tahun dengan
persentase 81,7%, berdasarkan pendidikan terakhir adalah
SMA/MA dengan persentase 41,4%, kemudian
berdasarkan pekerjaan persentase tertinggi yaitu pada
pekerjaan karyawan kemudian pelajar/mahasiswa.
2. Tingkat pengetahuan konsumen berada dengan kategori
baik sebesar 27%, kategori cukup dengan persentase
sebesar 44%, dan kategori kurang dengan persentase
29%.
3. Perilaku swamedikasi responden dikategorikan menjadi
perilaku baik, cukup, dan kurang dengan persentase
berturut turut senilai 51,2%, 43,9 %, dan 4,9%.
4. Hasil analisis pengaruh regresi linier sederhana antara
variabel terikat terhadap variabel bebas didapatkan hasil
bahwasannya Tingkat Pengetahuan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Perilaku. Dengan persamaan
regresi :
Y = 19,171 + 1,178 X
Dimana :
 Konstanta sebesar 19,171 artinya jika variabel independen bernilai 0, nilai
variabel Y tetap, yaitu sebesar 19,171

83 Institut Sains dan Teknologi Nasional


84

 Koefisien X positif, yaitu sebesar 1,178 artinya jika variabel X


mengalami kenaikan sebesar 1 poin, maka variabel Y akan naik sebesar
1,178
5. Hasil analisis koefisien determinasi menyatakan bahwa pengetahuan
mempengaruhi perilaku sebesar 33,7%, dan sisanya merupakan pengaruh
dari faktor lain.

5.2 Saran
5. Studi serupa diperlukan dalam penelitian masa depan yang meneliti faktor-
faktor lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap, seperti
faktor pengalaman, lingkungan, dan sosial budaya, yang juga dapat
ditambahkan dan dikaitkan dengan variabel lain seperti sikap masyarakat.
6. Bagi masyarakat, perlu adanya kesadaran dalam melakukan swamedikasi
gastritis yang tepat dengan meningkatkan pengetahuan sebelum
melakukan swamedikasi
7. Bagi petugas kesehatan, agar senantiasa memberikan edukasi yang cukup
untuk menambah wawasan masyarakat dalam melakukan swamedikasi.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


DAFTAR PUSTAKA

Andarwati, R. (2018). Hubungan Pengetahuan Melalui Iklan Obat (Maag)


Terhadap Sikap Pemilihan Obat Untuk Swamedikasi Pengobatan Maag Pada
Masyarakat Di Dusun V Desa Binjai Baru Kecamatan Talawi. Jurnal Ilmiah
PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery,
Environment, Dentist), 10(3), 314–316.
https://doi.org/10.36911/pannmed.v10i3.164
Anonim. (2015). Dispepsia dan Refluks Gastroesofagal - Antasida dan Simetikon.
PIONAS. Diakses pada 23 Maret, 2022. https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-1-
sistem-saluran-cerna-0/11-dispepsia-dan-refluks-gastroesofagal/111-
antasida-dan-simetikon
Ardiyanti, T. D. (2020). Tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang cara
pembuangan obat yang tepat di desa slawi wetan.
Dharmawati, I. G. A. A., & Wirata, I. N. (2016). Hubungan Tingkat Pendidikan,
Umur, Dan Masa Kerja Dengan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Gigi Dan
Mulut Pada Guru Penjaskes Sd Di Kecamatan Tampak Siring Gianyar.
Jurnal Kesehatan Gigi, 4(1), 1–5.
Dini, C. P., & Lestari, P. (2015). Bebas. 55281, 50–89.
Dwiyana, A. (2017). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Obat
Generik atau Bermerek pada Mahasiswa Analis Kesehatan Universitas
Indonesia Timur. Jurnal Media Laboran, November, 56–60. https://uit.e-
journal.id/MedLAb/article/view/359
Farizal. (2015). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pasien Melakukan
Swamedikasi Obat Maag Di Apotek Bukit Tinggi. Jurnal Akademi Farmasi
Imam Bonjol Bukittinggi, 63–68.
Fitriah, Y. (2017). Pola Makan Mahasiswa Dengan Gastritis Yang Terlibat
Dalam Kegiatan Organisasi Kemahasiswaan Di Universitas Islam Negeri
Jakarta (Vol. 110265).
Hantoro, D. T., Pristianty, L., Athiyah, U., & Yuda, A. (2014). Pengaruh
Pengetahuan Terhadap Perilaku Swamedikasi Obat Anti-Inflamasi

85 Institut Sains dan Teknologi Nasional


86

Nonsteroid (Ains) Oral Pada Etnis Arab Di Surabaya. Jurnal Farmasi


Komunitas, 1(2), 45–48.
Indijah, S. W., & Fajri, P. (2016). FARMAKOLOGI (L. N. Saputri & Supriyadi
(eds.); I). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
KEMENKES. (2019). Petunjuk Teknis Di Puskesmas Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotik Kementerian. 1–74.
Kusnadi, E., & Yundari, D. T. (2020). Hubungan Stress Psikologis Dengan
Kejadian Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Cisurupan. Jurnak Medika
Cendikia, 7(1), 1–7.
http://www.jurnalskhg.ac.id/index.php/medika/article/view/128
Mappagerang, R., & Hasnah. (2017). Hubungan Tingkat Stres dan Pola Makan
dengan Kejadian Gastritis diruang Rawat Inap RSUD Nene Mallomo
Kabupaten Sidrap. Jikp Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, 6(1), 59–64.
MIMS. (2022). Aluminium Hydroxide + Magnesium Hydroxide.
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/aluminium hydroxide +
magnesium hydroxide?mtype=generic
Nilamsari, N., & Handayani, N. (2018). Tingkat Pengetahuan Akan
Mempengaruhi Tingkat Depresi Penderita Kanker. Journal of Health
Sciences, 7(2), 107–113. https://doi.org/10.33086/jhs.v7i2.498
Oi, S., Rizkifani, S., & Nurmainah. (2019). Kajian Tingkat Pengetahuan Dan
Perilaku Swamedikasi Maag Pada Mahasiswa Kesehatan. Jurnal Mahasiswa
Farmasi Fakultas Kedokteran UNTAN, 4, 2–12.
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfarmasi/article/view/47106
Pamuji, A. (2017). Faktor Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Yang Mempengaruhi
Konsumen Dalam Memilih bat Generik dan Obat Bermerk Dalam
Swamedikasi di Kabupaten Banyumas. Angewandte Chemie International
Edition, 6(11), 951–952., 5–24.
Perkasa, A.-K. (2020). Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap Perilaku
Swamedikasi Maag Pada Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahin Malang di Ma’Had Tahun Ajaran 2019/2020. 5(1), 55.
Persulesi, R. B., Tukayo, B. L. A., & Soegiharti, P. (2019). Tingkat Pengetahuan
Dan Ketepatan Penggunaan Obat Analgetik Pada Swamedikasi Nyeri Di

Institut Sains dan Teknologi Nasional


87

Kelurahan Hinekombe Distrik Sentani Kabupaten Jayapura Tahun 2018.


Gema Kesehatan, 10(2), 61–69. https://doi.org/10.47539/gk.v10i2.64
Rahmawati, I., & Illiyin, R. (2021). Pengaruh Motivasi, Persepsi Dan Sikap
Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Hp Oppo. Jurnal Ilmiah
Hospitality, 10(1).
Rantung, E. P., & Malonda, N. S. H. (2019). Faktor-faktor yang Memengaruhi
Kejadian Gastritis di Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado. EBiomedik,
7(2), 130–136. https://doi.org/10.35790/ebm.7.2.2019.24902
Ristiyani P, Rianta A, Sari Meliyana. (2018). Gambaran penggunaan obat atasida
pada pasien gastritis di puskesmas slerok kota tegal. 09.
Robiyanto, R., Rosmimi, M., & Untari, E. K. (2018). Analisis Pengaruh Tingkat
Pengetahuan Masyarakat Terhadap Tindakan Swamedikasi Diare Akut Di
Kecamatan Pontianak Timur. Edukasi: Jurnal Pendidikan, 16(1), 135.
https://doi.org/10.31571/edukasi.v16i1.845
Sasmita, M. A. (2018). PROFIL SWAMEDIKASI PADA MAHASISWA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PERIODE NOVEMBER-
DESEMBER 2017. 45–54.
Setiawan, C. K., & Yosepha, S. Y. (2020). Pengaruh Green Marketing Dan Brand
Image Terhadap Keputusan Pembelian Produk The Body Shop Indonesia
(Studi Kasus Pada Followers Account Twitter @TheBodyShopIndo)
Cruisietta. Jurnal Ilmiah M-Progress, 10(1), 1–9.
Setyawan, D. A. (2020). Petunjuk Praktikum Uji Normalitas & Uji Homogenitas
Data dengan SPSS. In Paper Knowledge . Toward a Media History of
Documents.
Siahaan, S., Usia, T., Pujiati, S., Tarigan, I. U., & Murhandini, S. (2017).
Pengetahuan , Sikap , dan Perilaku Masyarakat dalam Memilih Obat yang
Aman di Tiga Provinsi di Indonesia Knowledge , Attitude , and Practice of
Communities on Selecting Safe Medicines in Three Provincies in Indonesia
Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM ). Jurnal Kefarmasian Indonesia,
7(2), 136–145.
Siregar, I. S. (2016). Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Perawatan Dispepsia di
RS Umum Bangkatan Binjai. Jurnal Riset Hesti Medan, 1(2), 105–109.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


88

Susetyo, E., Agustin, E. D., Hanuni, H., Chasanah, R. A., Lestari, E. Y. D., Rana,
R., Leo, Y. A. L., Rizqulloh, Z. A., Meldaviati, G., Fardha, J., Febriansyah,
F., Susanto, D. P. M., Sholikah, F., & Pristianty, L. (2020). Profil
Pengetahuan Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember Terhadap
Penggunaan Obat Antasida. Jurnal Farmasi Komunitas, 7(2), 48.
https://doi.org/10.20473/jfk.v7i2.21805
Syam, A. F., Simadibrata, M., Makmun, D., Abdullah, M., Fauzi, A., Renaldi, K.,
Maulahela, H., & Utari, A. P. (2017). National Consensus on Management of
Dyspepsia and Helicobacter pylori Infection. Acta Medica Indonesiana,
49(3), 279–287.
Teh, B. (2020). Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Swamedikasi Maag Pada
Mahasiswa Thailand Di Malang. SELL Journal, 5(1), 55.
Tussakinah, W., Masrul, M., & Burhan, I. R. (2018). Hubungan Pola Makan dan
Tingkat Stres terhadap Kekambuhan Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas
Tarok Kota Payakumbuh Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2), 217.
https://doi.org/10.25077/jka.v7.i2.p217-225.2018
U.S Pharmacopeia. (2019). Pharmaceutical Compounding—Nonsterile
Preparations. 0–12.
https://www.uspnf.com/sites/default/files/usp_pdf/EN/USPNF/revisions/gc-
795-postponement-rb-notice-20191122.pdf
Ulfa, A. M., & Abidin, Z. (2014). Hubungan Antara Pengetahuan Dengan
Perilaku Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Yang Rasional Oleh Pengunjung
Apotek “X” Kota Bandar Lampung,. Jurnal Dunia Kesmas Volume 3. Nomor
3, 3(April), 145–153.
Widyayanti, E. (2018). Gambaran Swamedikasi Penggunaan Obat Gastritis Di
Apotek Kimia Farma Sutoyo Malang.
http://repository.pimedu.ac.id/id/eprint/279/

Institut Sains dan Teknologi Nasional


89

Institut Sains dan Teknologi Nasional


90

LAMPIRAN
Lampiran 1
SK Penetapan Judul dan Dosen Pembimbing

Institut Sains dan Teknologi Nasional


91

Lampiran 2
Balasan Surat Izin Penelitian

Institut Sains dan Teknologi Nasional


92

Lampiran 3
Balasan Surat Izin Penelitian

Institut Sains dan Teknologi Nasional


93

Lampiran 4
Lembar Kaji Etik

Institut Sains dan Teknologi Nasional


94

Lampiran 5
Lembar Informed Consent

Institut Sains dan Teknologi Nasional


95

Lampiran 6
Kuisioner Penelitian

I. Karakteristik responden

Berilah tanda X pada jawaban anda.

Nomor reponden :

1. Jenis kelamin ....

o Perempuan

o Laki – laki

2. Usia ....

o 18-25 tahun

o 26-35 tahun

o 36-45 tahun

3. Pendidikan terakhir ....

o SMP/MTS

o SMA/MA

o Diploma

o Sarjana

o Lainnya : .......................

4. Pekerjaan saat ini ....

o Pelajar / mahasiswa

o PNS

o Karyawan swasta

o Pedagang

Institut Sains dan Teknologi Nasional


96

o Lainnya : .......................

5. Apa obat antasida yang sedang atau sudah pernah digunakan ?

o Antasida doen tablet

o Mylanta suspensi

o Polysilane tablet

o Lainnya : ...............

6. Kapan terakhir kali anda menggunakan obat antasida ?

o < 1 minggu

o < 1 bulan

o < 3 bulan

7. Apakah gejala berkurang atau hilang setelah mengkonsumsi obat

antasida ?

o Ya

o Tidak

8. Adakah efek samping yang dirasakan setelah minum obat

antasida ?

o Ada

o Tidak

o Jika ada, sebutkan....

Institut Sains dan Teknologi Nasional


97

II. Pengetahuan tentang swamedikasi gastritis.

Isilah pernyataan berikut dengan memberikan jawaban tanda (√)

pada salah satu kolom yang tersedia.

No Pernyataan Benar Salah

1 Gastritis adalah peradangan pada mukosa

lambung yang menyebabkan perasaan tidak

nyaman pada perut.

2 Nyeri serta rasa panas pada ulu hati dan

mual kadang disertai muntah dan perut

kembung bukan merupakan tanda dari

penyakit gastritis.

3 Makan tidak teratur dapat menyebabkan

penyakit gastritis.

4 Stres tidak menyebabkan penyakit gastritis

kambuh.

5 Sakit gastritis dapat diobati dengan obat

antasida contohnya Polysilane, Mylanta,

Magasida.

6 Antasida hanya akan berkhasiat jika

diminum setelah makan.

7 Antasida dapat menyebabkan sembelit (sulit

BAB).

Institut Sains dan Teknologi Nasional


98

8 Aturan pakai pada kemasan obat dapat

menjadi petunjuk dalam komsumsi obat

antasida.

9 Antasida hanya tersedia di Apotek.

10 Antasida dapat disimpan dimana saja.

11 Apabila belum kadaluwarsa maka antasida

bentuk suspensi yang sudah dibuka boleh

diminum meskipun sudah berubah warna.

12 Terik matahari tidak mempengaruhi

kestabilan suspensi antasida.

13 Antasida suspensi yang sudah dibuka umur

simpannya hanya 1 bulan.

14 Jika keadaan tidak membaik bahkan

memburuk setelah swamedikasi dalam 3

hari saya ke dokter.

III. Perilaku swamedikasi gastritis

Isilah pernyataan berikut dengan memberikan jawaban tanda (√)

pada salah satu kolom yang tersedia.

No Pertanyaan Selalu Sering Kadang- Tidak


kadang pernah
1 Saya berkonsultasi dengan

apoteker atau tenaga teknis

Institut Sains dan Teknologi Nasional


99

kefarmasian (TTK) sebelum

membeli obat antasida.

2 Saya membeli obat antasida

berdasarkan rekomendasi

apoteker atau tenaga teknis

kefarmasian (TTK).

3 Saya membaca aturan pakai

dan peringatan yang tertera

pada kemasan obat.

4 Saya meminum obat antasida

sebelum makan.

5 Jika saya terlewat minum

antasida, maka saya tidak

meminum obat double.

6 Apabila saya belum paham

cara pengunaan obat, saya

bertanya pada apoteker atau

tenaga teknis kefarmasian

(TTK).

7 Bila menggunakan antasida

tablet, saya mengunyahnya

dahulu sebelum menelannya.

8 Jika dalam 3 hari keluhan tidak

membaik atau obat habis, saya

Institut Sains dan Teknologi Nasional


100

periksa ke dokter.

9 Saya menyimpan obat gastritis

pada tempat yang sejuk jauh

dari sumber panas (elektronik

dan sinar matahari langsung)

10 Saya membuang obat yang

sudah rusak atau lama dengan

membukanya dari kemasan

lalu saya hancurkan dahulu

untuk obat dalam bentuk tablet

dan membuang isinya dahulu

untuk obat dalam bentuk

suspensi.

Institut Sains dan Teknologi Nasional


101

Lampiran 7

Dokumentasi

Institut Sains dan Teknologi Nasional


102

Institut Sains dan Teknologi Nasional


103

Lampiran 8
Hasil Coding
No Jenis kelamin...
Usia... Pendidikan
Pekerjaan
terakhirRiwayat
...
saat iniobat
... Terakhir konsumsiBegejala Gejala berkurang Efek samping P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P TotalS1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S Total
1 1 1 3 1 1 1 1 1 2 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
2 1 1 5 1 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 10 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 31
3 1 3 3 5 3 1 1 1 2 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 10 4 4 4 3 4 3 4 4 3 4 37
4 1 1 3 3 1 1 1 1 2 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 10 3 3 3 3 3 3 3 4 2 4 31
5 1 2 5 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 11 3 4 3 3 3 3 2 3 4 3 31
6 2 1 4 3 1 2 1 1 2 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 8 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 31
7 1 2 5 3 1 1 1 1 2 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 11 2 3 4 4 1 4 4 4 4 4 34
8 1 1 4 3 1 2 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 29
9 1 1 3 1 3 2 1 1 2 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 9 2 4 4 3 4 4 4 4 4 4 37
10 2 1 2 4 3 2 1 1 2 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 10 2 4 4 4 4 3 4 4 4 4 37
11 1 1 3 1 1 2 1 1 2 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 31
12 2 1 5 4 3 1 2 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 7 4 4 3 4 4 4 3 3 3 2 34
13 1 1 3 1 3 2 1 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 2 2 1 1 2 1 2 1 2 1 1 14
14 1 1 3 3 3 2 2 1 2 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 3 23
15 1 1 3 1 3 1 1 1 2 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 3 3 2 3 2 3 3 2 3 2 26
16 1 1 5 3 1 1 1 1 2 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 6 3 3 2 3 2 3 2 2 3 3 26
17 1 1 3 5 1 1 1 1 2 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 7 3 3 3 3 3 2 2 2 3 2 26
18 2 1 5 3 2 1 1 1 2 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 23
19 1 3 3 3 3 1 1 1 2 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 6 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 20
20 1 1 5 2 3 2 1 1 2 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 29
21 1 1 4 3 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 10 3 2 3 2 3 3 2 2 3 3 26
22 1 1 3 3 3 1 1 1 2 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 7 4 2 2 2 2 2 2 2 3 2 23
23 2 1 5 1 1 2 2 1 2 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 8 3 2 4 3 3 3 4 3 3 3 31
24 1 1 5 3 3 1 1 1 2 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 4 1 1 2 2 1 2 1 2 1 1 14
25 1 1 3 5 1 1 1 1 2 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 7 3 2 2 2 2 2 2 3 2 3 23
26 1 1 3 3 2 2 1 1 2 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 8 3 3 3 3 2 3 3 2 2 2 26
27 2 1 5 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 12 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 29
28 1 1 3 3 4 1 1 1 2 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 7 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 23
29 1 1 3 3 1 2 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 9 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 31
30 2 1 5 3 4 2 2 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 6 2 2 2 3 3 3 3 3 3 2 26
31 1 1 5 3 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 12 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 31
32 1 1 3 1 2 2 1 1 2 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 31
33 1 2 5 5 2 2 2 1 2 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 10 4 3 3 3 4 3 4 2 4 4 34
34 2 1 5 3 1 2 2 1 2 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 12 3 4 3 2 3 4 2 4 4 2 31
35 1 1 5 3 2 2 1 1 2 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 10 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 29
36 1 1 4 3 2 2 1 1 2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 11 3 3 4 3 4 3 4 3 3 4 34

Institut Sains dan Teknologi Nasional


104

37 2 1 3 1 3 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 12 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 31
38 1 2 6 3 3 2 1 1 2 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 10 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 31
39 2 1 3 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 13 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 37
40 1 2 6 3 4 2 1 1 2 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 11 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 37
41 1 1 4 1 4 2 1 1 2 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 11 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 31
42 1 2 5 3 1 2 1 1 2 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 11 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 34
43 1 2 6 4 3 2 2 1 2 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 2 3 2 3 2 3 3 3 3 2 26
44 1 1 5 2 3 2 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 10 4 2 2 2 1 2 1 2 2 2 20
45 1 2 6 3 3 2 2 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 2 3 2 3 2 2 3 2 2 2 23
46 1 1 5 3 1 2 1 1 2 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 2 1 1 2 3 1 2 2 2 17
47 2 1 5 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 9 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
48 1 2 6 3 4 2 1 1 2 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 11 2 3 3 4 4 3 4 3 4 4 34
49 1 1 5 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 8 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 29
50 1 2 5 3 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 10 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 31
51 1 1 3 1 4 1 1 1 2 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 4 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 37
52 1 1 3 1 3 2 2 1 2 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 7 2 2 3 3 3 3 3 3 4 3 29
53 2 2 6 2 2 1 2 1 2 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 8 3 3 3 3 2 3 2 2 3 2 26
54 1 2 6 3 3 2 1 2 2 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 10 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 37
55 1 1 3 1 3 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 11 3 1 2 2 2 2 2 2 2 2 20
56 1 1 5 5 4 1 1 1 2 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 8 3 2 3 2 3 2 3 2 3 3 26
57 1 1 3 1 4 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 10 4 3 3 3 3 3 3 3 2 2 29
58 1 1 3 1 2 2 1 1 2 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 12 3 3 3 3 4 4 4 3 4 3 34
59 1 1 4 5 1 2 1 1 2 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 8 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 31
60 2 1 3 1 3 2 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 9 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 31
61 1 2 5 5 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 12 3 4 3 4 4 3 4 3 4 2 34
62 2 1 4 3 2 2 1 1 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 2 26
63 1 1 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 11 2 4 4 3 4 4 4 4 4 1 34
64 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 9 2 2 4 4 2 4 4 4 4 4 34
65 1 1 2 1 4 1 1 1 2 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 8 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 29
66 2 1 3 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 10 3 3 3 3 4 4 4 3 4 3 34
67 1 1 5 3 3 2 1 1 2 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 8 2 4 4 3 3 4 4 2 4 4 34
68 1 1 5 1 1 2 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 8 2 3 2 3 3 3 3 3 3 4 29
69 2 1 5 3 1 1 2 1 2 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 34
70 1 1 3 3 3 2 1 1 2 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 6 2 2 4 3 3 3 3 3 3 3 29
71 1 1 5 1 1 1 1 1 2 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 6 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 20
72 1 1 4 3 2 1 1 1 2 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 3 2 3 1 1 3 1 1 2 2 1 17
73 1 1 5 3 2 1 1 1 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 23
74 1 1 3 1 2 1 1 1 2 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20
75 1 1 5 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 10 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20
76 1 1 3 3 1 2 2 1 2 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 9 2 2 4 4 4 4 3 4 3 4 34
77 1 1 3 5 2 1 1 1 2 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 9 2 4 3 4 4 3 4 3 4 3 34
78 1 1 3 1 3 2 1 1 2 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 9 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 37
79 1 1 3 1 2 1 1 1 2 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 7 2 2 4 3 2 2 2 2 2 2 23
80 2 1 5 3 2 1 1 1 2 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 8 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 29
81 1 1 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 11 3 4 3 3 3 2 3 3 3 2 29
82 1 1 3 1 3 1 2 1 2 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 2 3 4 4 1 3 2 4 4 4 31

Institut Sains dan Teknologi Nasional


105

Lampiran 9
Hasil Output SPSS
1. Uji Validitas Kuisioner

a. Valisitas Pengetahuan

Institut Sains dan Teknologi Nasional


106

b. Validitas Perilaku

Institut Sains dan Teknologi Nasional


107

Institut Sains dan Teknologi Nasional


108

2. Uji Reliabilitas Kuisioner

a. Reliabilitas Pengetahuan

Institut Sains dan Teknologi Nasional


109

b. Reliabilitas Perilaku

Institut Sains dan Teknologi Nasional


110

3. Uji Normalitas

a. Histogram

b. Kolmogorov-Smirnov

Institut Sains dan Teknologi Nasional


111

4. Uji Linieritas

5. Uji Heteroskedastisitas

6. Uji Autokorelasi

7. Analisis Regresi Linier Sederhada & Uji T

Institut Sains dan Teknologi Nasional


112

8. Uji F

9. Analisis Koefisien Determinasi

Institut Sains dan Teknologi Nasional


113

Lampiran 10
DATA TRANSAKSI OBAT LAMBUNG DAN ANTASIDA

Institut Sains dan Teknologi Nasional

Anda mungkin juga menyukai