Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH MANAJEMEN RISIKO

“RISIKO KREDIT”

Di susun oleh kelompok 4

 DICKY AKBAR PRATAMA B.131.20.0175


 ICHWAN DANIAL B.131.20.0181
 RUBEN CHRISTIANTO B.131.20.0198
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan dari sebuah perusahaan dalam menjalankan usahanya adalah untuk


mendapatkan keuntungan atau laba. Keuntungan diperoleh apabila hasil penjualan
melebihi biaya produksi. Besarnya laba yang dihasilkan tentu harus minimal sama dengan
target yang telah ditentukan, dan bahkan jika bisa harus melebihi dari target. Dalam
praktiknya, memang banyak kendala yang dihadapi dalam rangka peningkatan penjualan
tersebut, misalnya daya beli masyarakat yang rendah, pola konsumsi yang berubah-
ubah, harga yang cenderung naik, pesaing yang makin kompetitif, kemajuan teknologi,
dan aktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, terkadang untuk memperoleh hasil penjualan
secara tunai dalam kondisi tertentu amat sulit akibat faktor-faktor tersebut di atas.

Salah satu cara untuk meningkatkan penjualan selain dengan meningkatkan mutu
barang, penurunan harga, memberikan diskon khusus atau harga khusus adalah
dengan cara menjual barang atau jasanya yang pembayarannya dicicil (diangsur).
Dengan demikian, bagi konsumen yang tadinya tidak memiliki kemampuan atau kurang
memiliki dana untuk membeli secara tunai, maka dengan pembayaran secara cicilan akan
menjadi mampu untuk membeli. Bagi perusahaan sendiri, di samping meningkatkan
penjualan, perusahaan juga akan memperoleh keuntungan berupa harga yang ditawarkan
biasanya lebih tinggi daripada dibayar secara tunai. Penjualan secara kredit menjadi suatu
kebutuhan bagi perusahaan dalam rangka meningkatkan volume penjualannya. Namun
harus diingat bahwa dengan menjual secara kredit, maka akan muncul piutang dagang.
Asalkan pelanggan mampu membayar secara tepat waktu bagi perusahaan aman-aman
saja, namun jika pelanggan mengalami kesulitan pembayaran dengan berbagia sebab,
tentu akan mengganggu keuangan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan perlu
menganalisis dan menghadapi risiko kredit yang mungkin terjadi dari transaksi kredit
tersebut. Oleh karena itu, penulis dalam makalah ini akan membahas lebih mengenai risiko
kredit perusahaan.

B. Rumusan Masalah

 Apa yang dimaksud dengan risiko kredit?


 Apa macam-macam risiko kredit?
 Apa saja risiko kredit bagi investor?
 Bagaimana cara pengendalian risiko kredit?
 Apa itu default risk dan kebijakan untuk menghindarinya?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Risiko Kredit

Secara umum, pengertian antara penjualan secara angsuran atau sering pula disebut
dengan kredit perdagangan dengan pinjaman yang diberikan terdapat perbedaan.
Namun, makna yang terkandung di dalam pengertian tersebut memiliki kesamaan, dan
menjadi perbedaan kepada barang yang dijual atau disalurkan ke pelanggan. Sebagai
contoh dalam kredit perdagangan yang diberikan atau dijual adalah berupa barang
atau jasa, sementara itu dalam pinjaman yang diberikan oleh lembaga keuangan dalam
bentuk uang. Persamaannya adalah bahwa ada perjanjian antara yang menerima
dengan yang memberikan tentang hak dan kewajiban masing-masing. Kemudian
adanya tenggang waktu pembayaran yang harus dilakukan.

Pada umumnya kredit perdagangan diartikan sebagai penjualan barang di mana


pembayarannya dilakukan secara angsuran (cicilan) sesuai kesepakatan yang dibuat
antara penjual dan pembeli untuk jangka waktu tertentu dengan masing-masing hak
dan kewajibannya. Dari pengertian tersebut terkandung bahwa dalam transaksi penjualan
secara kredit ada suatu kesepakatan untuk melakukan transaksi. Di dalam kesepakatan
tersebut tertuang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Misalnya, jumlah yang
harus dibayar pihak penerima berikut jangka waktu pembayarannya. Di samping itu,
adanya kebijakan terhadap penjualan kredit tersebut apabila misalnya dilunasi sebelum
jangka waktunya. Risiko kredit merupakan bentuk ketidakmampuan suatu perusahaan,
institusi, lembaga maupun pribadi dalam menyelesaikan kewajiban- kewajibannya secara
tepat waktu baik pada saat jatuh tempo maupun sesudah jatuh tempo dan itu semua
sesuai dengan aturan dan kesepakatan yang berlaku. Penafsiran risiko kredit menjadi
lebih spesifik lagi pada saat dihadapkan pada bentuk bisnis yang dijalankan, seperti
lembaga perbankan dan non perbankan. Risiko kredit dari segi perspektif perbankan adalah
risiko kerugian yang diderita bank, terkait dengan kemungkinan bahwa pada saat

jatuh tempo, counterparty-nya gagal memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank.


Kredit yang diberikan akan memunculkan piutang dagang dan piutang dagang ini tidak ada
jaminan Undang-Undangnya, sehingga apabila terjadi piutang tidak terbayar (macet) maka
sulit diselesaikan di pengadilan. Risiko yang selalu dihadapi oleh perusahaan yang menjual
produknya secara kredit adalah tidak terbayarnya piutang tersebut. Risiko kredit terjadi
jika counterparty (pihak lain dalam transaksi bisnis kita) tidak bisa memenuhi

kewajibannya (wanprestasi). Demikianlah, walaupun dari sudut pandang yang berbeda,


bank dan dunia usaha atau investor memiliki keinginan yang sama dalam upaya
mencegah credit risk tersebut. Dunia usaha atau investor melakukannya melalui
feasibility study untuk memastikan bahwa investasi yang dilakukannya itu feasible.
Artinya investasi yang dilakukannya itu merupakan investasi yang sound, dana investasi
yang ditanamkan dapat dikembalikan dalam jangka waktu seperti diperkirakan semula.
Di samping tentu saja mampu memberikan return yang terbaik dibandingkan berbagai
kemungkinan pilihan investasi lainnya.

B. Macam-macam Risiko Kredit

Penjualan barang atau jasa yang diberikan ke pelanggan mengandung suatu risiko bagi
perusahaan yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan, entah keterlambatan waktu
pembayaran atau kerugian karena pelanggan atau nasabah tidak mampu lagi membayar
barang yang sudah dibelinya. Dalampraktiknya, risiko yang dihadapi perusahaan yang
berkaitan dengan penjualan kredit adalah:

 Pelanggan terlambat untuk membayar tagihannya kepada perusahaan, misalnya


melewati batas tanggal jatuh tempo. Hanya saja walaupun terlambat atau
tersendat-sendat pelanggan masih mau dan mampu untuk membayar tagihannya.
 Perjalanannya terkadang pelanggan tidak memiliki kemampuan untuk membayar
sesuai kesepakatan, sehingga kredit benar-benar macet, sekalipun pelanggan
masih berusaha untuk membayar.
 Pelanggan kabur sehingga tidak dapat ditagih sama sekali dan ini benar-benar macet,
alias tidak tertagih.
Keputusan menyalurkan kredit ke berbagai sektor tidak selalu terjadi sesuai yang
diharapkan, karena ada berbagai bentuk risiko yang akan dialami di sana baik risiko yang
bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

 Risiko yang bersifat jangka pendek (short term risk)

adalah risiko yang disebabkan karena ketidakmampuan suatu perusahaan memenuhi


dan menyelesaikan kewajibannya yang bersifat jangka pendek terutama kewajiban
likuiditas.

 Risiko yang bersifat jangka panjang (long term risk)

adalah ketidakmampuan suatu perusahaan menyelesaikan berbagai kewajibannya


yang versifat jangka panjang, seperti kegagalan untuk menyelesaikan utang
perusahaan yang bersifat jangka panjang dan juga kemampuan untuk menyelesaikan
proyek hingga tuntas.

C. Risiko Kredit Bagi Investor

Mereka yang memiliki surplus finansial (investor) akan cenderung menempatkan


dana di tempat-tempat yang mampu memberi kenyamanandalam bentuk keuntungan
dan keamanan, seperti tabungan (saving), deposito (time deposit), obligasi (bond).
Permasalahan timbul pada saat dana yang ditempatkan tersebut tidak lagi memiliki
tingkat keamanan seperti yang dirasakan selama ini. Kondisi ketidak-amanan ini salah
satunya disebabkan timbulnya kredit macet. Perbankan meneriman mereka yang surplus
finansial ini dengan tanggungjawab memberikan sejumlah keuntungan dalam bentuk bunga
dan mengelola dana tersbeut dalam bentuk kredit serta mengambil selisih keuntungan
sebagai pendapatan perbankan. Pada saat risk credit timbul ada beberapa
permasalahan yang akan dihadapi oleh pihak investor yaitu antara lain:

 Investor akan mengalami keterlambatan penerimaan keuntungan dalam bentuk


bunga atau capital gain karena kondisi perbankan sedang mengalami kesulitan
keuangan (financial distress) akibat banyanya debitur yang tidak tepat waktu
dalam membayar angsuran kreditnya.
 Bagi pemegang obligasi permasalahan menjadi lebih besar pada saat emiten
(perusahaan penjual obligasi) sudah berada dalam kondisi bangkrut dan siap
untuk dilikuidasi. Memang dalam konsep investasi dikenal dengan obligasi
konversi, yaitu merupakan obligasi yang memberikan hak kepada pemegangnya
untuk mengkonversikan obligasi tersebut dengan sejumlah saham perusahaan
pada hari yang telah ditetapkan, sehingga pemegang obligasi mempunyai
kesempatan untuk memperoleh capital gain. Namun, obligasi konversi itu masih
bisa dilakukan jika emiten yang bersangkutan dianggap masih memiliki
kemampuan untuk mengkonversi pemegang obligasi ke saham, akan tetapi pada
saat kondisi sudah pailit maka itu menjadi sesuatu yang sulit sekali untuk bisa
dilakukan.
 Keterlambatan penerimaan keuntungan dari setiap bunga menyebabkan
permasalahan dengan pihak eksternal seperti jika pihak pemegang obligasi dan
deposito melakukan pembelian secara utang dengan asumsi pembayaran utang
dilakukan dengan memperhitungkan tanggal jatuempo penerimaan bunga obligasi
dan depodito. Atau pihak receivable (piutang) akan mengalami kerugian.5

D. Teknik Analisis dan Pengukuran Risiko Kredit

Sewaktu perusahaan memutuskan untuk memperkenankan seorang (calon)


pembeli membeli secara kredit, perusahaan dihadapkan pada kemungkinan bahwa
(calon) pembeli tersebut tidak membayar pembeliannya. Oleh karena itu, untuk
mengantisipasi sedini mungkin terjadinya risiko kredit tersebut, maka sebelum memberikan
kredit perlu diadakan evaluasi terhadap calon-calon pelanggan. Berikut ini merupakan
beberapa analisis dan pengukuran risiko kredit:

I. Teknik analisis kualitatif risiko kredit

Pertimbangan yang lazim digunakan untuk mengevaluasi calon pelanggan sering disebut
dengan prinsip 5C atau the five C’s principles.
Prinsip-prinsip 5C tersebut adalah:

 Character adalah data tentang kepribadian cari calon pelanggan seperti sifat-
sifat pribadi, kebiasaan-kebiasaannya, cara hidup, keadaan dan latar belakang
keluarga, maupun hobinya. Character ini untuk mengetahui apakah nantinya calon
nasabah ini secara jujur berusaha untuk memenuhi kewajibannya, dengan kata
lain ini merupakan willingness to pay.
 Capacity merupakan kemampuan calon nasabah dalam mengelola usahanya yang
dapat dilihat dari pendidikannya, pengalaman mengelola usaha (business
record)nya, sejarah perusahaan yang pernah dikelola (pernah mengalami masa
sulit atau tidak, bagaimana mengatasi kesulita). Capacity ini merupakan ukuran
dari ability to pay atau kemampuan dalam membayar.
 Capital adalah kondisi kekayaan yang dimilki oleh perusahaan yang dikelolanya. hal
ini bisa dilihat dari neraca, laporan rugi-laba,struktur permodalan, rasio-rasio
keuntungan yang diperoleh seperti return on equity, return on investment. Dari
kondisi di atas bisa dinilai apakah layak calon pelanggan diberi kredit dan berapa
besar plafon kredit yang layak diberikan.
 Collateral adalah jaminan yang mungkin bisa disita apabila ternyata
calon pelanggan benar-benar tidak bisa memenuhi kewajibannya. Collateral ini
diperhitungkan paling akhir, artinya bilamana masih ada suatu kesangsian dalam
pertimbangan-pertimbangan yang lain, maka bisa menilai harta yang mungkin bisa
dijadikan jaminan.
 Condition. Kredit yang diberikan juga perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi
yang dikaitkan dengan prospek usaha calon nasabah. Ada suatu usaha yang
sangat tergantung dari kondisi perekonomian, oleh karena itu perlu mengaitkan
kondisi ekonomi dengan usaha calon pelanggan.6 Perusahaan dapat juga
menggunanakan pedoman 3R.

Pedoman 3R bisa dijelaskan sebagai berikut:


1. Returns berkaitan dengan hasil yang diperoleh dari penggunaan kredit yang
diminta, apakah kredit tersebut bisa menghasilkan return (pendapatan) yang
memadai untuk melunasi utang dan bunganya.
2. Repayment capacity berkaitan dengan kemampuan perusahaan mengembalikan
pinjaman dan bunganya pada saat pembayaran tersebut jatuh tempo.
3. Risk-bearing ability berkaitan dengan kemampuan perusahaan menanggung
risiko kegagalan atau ketidakpastian yang berkaitan dengan penggunaan kredit
tersebut. Jaminan merupakan hal yang perlu dipertimbangkan oleh kreditur dalam
kaitannya dengan risk-bearing ability.

II. Teknik analisis kuantitatif risiko kredit

Teknik-teknik di atas merupakan teknik penilaian kualitatif. Selain penilaian


kualitatif tersebut, juga bisa menggunakan analisis kuantitatif untuk mengukur risiko
kredit. Beberapa teknik analisis kuantitatif risiko kredit adalah sebagai berikut:

 Rating perusahaan
Perusahaan atau bahkan negara seperti Indonesia yang akan menerbitkan surat
utang baik jangka panjang (obligasi), atau jangka pendek (commercial paper)
biasanya akan di-rating oleh perusahaan per-rating. Rating tersebut
menunjukkan tingkat risiko perusahaan tersebut. Melalui rating tersebut, calon
pembeli obligasi diharapkan memperoleh gambaran mengenai risiko perusahaan
yang akan menerbitkan surat utang tersebut. Perusahaan tidak harus
memperoleh rating tersebut (kecuali jika disyaratkan), dan ketika rating tersebut
sudah jadi, perusahaan mempunyai opsi (hak) untuk tidak mempublikasikan rating
tersebut. Tetapi risikonya adalah calon pembeli surat utang tidak akan percaya
terhadap perusahaan yang tidak mempunyai rating.
 Model skoring
kredit Model skoring kredit pada dasarnya ingin melihat risiko kredit (potensi
kegagalan bayar) berdasarkan skor tertentu yang dihasilkan melalui model
tertentu. Beberapa model skoring adalah sebagai berikut:
 Model diskriminan
Analisis ini digunakan untuk melihat apakah suatu perusahaan sebaiknya
dimasukkan ke dalam kategori tertentu. Sebagai contoh, misalkan kita
mempunyai dua kategori yaitu perusahaan yang mengalami kegagalan bayar dan
yang tidak mengalami kegaalan bayar. Kemudian kita mengumpulkan informasi
misalnya informasi laporan keuangan seperti rasio lancar, rasio profitabilitas,
yang akan digunakan untuk memprediksi apakah suatu perusahaan layak
dimasukkan ke dalam kategori gagal bayar atau tidak. Yangpertama kali perlu
dilakukan adalah mengestimasi persamaan diskriminan yaitu dengan
menggunakan variabel dependen (tidak bebas) yang bersifat kategori yaitu gagal
bayar dan tidak gagal bayar, dan menggunakan rasio-rasio keuangan sebagai
variabel tidak bebas

III. Cara Pengendalian Risiko Kredit

Penjualan barang atau jasa yang diberikan ke pelanggan mengandung suatu risiko
bagi perusahaan yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan entah keterlambatan
waktu pembayaran atau kerugian karena pelanggan/nasabah tidak mampu lagi
membayar barang yang sudah dibelinya. Untuk menghindari atau meminimalkan ririsko
yang dihadapi perusahaan, maka sebelum penjualan kredit diberikan, maka perlu dilakukan
analisis kredit. Tujuannya adalah untuk mengetahui kemauan dan kemampuan
pelanggan dalam membayar kewajibannya. Dengan alat analisis ini paling tidak
perusahaan mampu melihat kemauan dan kemampuan pelanggan sebelum penjualan
kredit diberikan. Memang, sekali perusahaan memutuskan untuk menjual secara kredit,
timbul masalah siapa yang akan diijinkan untuk membeli secara kredit. Perlu ditentukan
standar dan kemudian dilakukan evaluasi terhadap para pembeli. Standar bisa ditentukan
berdasarkan atas evaluasi data historis terhadap variabel-variabel tertentu atau karena
pertimbangan tertentu. Karena mungkin sekali jika pembeli adalah individu, maka
mereka diminta untuk mengisi formulir yang dipergunalan untuk analisis kredit terhadap
pembeli individual. Umumnya dijumpai hubungan (korelasi) tertentu antara faktor-faktor
tertentu dengan ketepatan pembeli melunasi pembelian mereka. misalnya, jika
seseorang telah lama bertempat tinggal di satu alamat, rumah yang dimiliki sendiri,
mempunyai telpon, berkeluarga dan telah bekerja cukup lama, seringkali pembeli
tersebut merupakan pembeli baik.1Di samping itu, jika perusahaan memutuskan untuk
memberikan kredit kepada pelanggannya, perusahaan harus menentukan prosedur
untuk memperoleh kredit dan pelunasannya yang dituangkan dalam kebijakan kredit,
yang meliputi hal berikut :

 Syarat penjualan
Syarat penjualan menentukan bagaimana perusahaan menjual barang atau
jasanya, apakah dilakukan secara tunai atau kredit.jika dilakukan secara kredit,
syarat penjualan harus menentukan secara spesifik jangka waktu kredit, potongan
tunai dan periode potongan, serta jenis kredit.
 Analisis kredit
Dalam pemberian kredit, perusahaan menentukan berapa banyak upaya yang
dilakukan untuk dapat membedakan antara pelanggan yang akan membayar dan
pelanggan yang tidak membayar. Aspek yang dianalisis biasanya didasarkan dengan
five C’s of credit, yaitu cbaracter, capicity, capital, collateral, dan condition.

Kebijakan penagihan hutang Setelah kredit diberikan, perusahaan mempunyai


masalah yang potensial dalam pengumpulan kas. Untuk itu, perusahaan harus
menentukan kebijakan penagihan hutang, kebijakan kredit juga berkaitan erat dengan
persyaratan kredit yang diberikan. Persyaratan kredit ini berguna untuk meningkatkan
penjualan kredit dan merangsang pelanggan untuk segera membayar tagihannya. Di
samping itu, jangka waktu kredit yang diberikan juga memberikan ruang gerak
pelanggan untuk membayar kredit yang diterimanya. Apabila perusahaan terlambat
untuk membayar tagihannya, maka perusahaan perlu mengambil tindakan nyata untuk
menyelamatkan kredit tersebut agar tidak macet. Tindakan atau kebijakan penagihan yang
dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut ini:Pertama, melalui teguran yang
dilakukan melalui surat atau telepon. Teguran ini dapat bersifat mengingatkan, misalnya
sebelum kredit jatuh tempo, pelanggan ditelpon dendgan teguran harus. Kemudian
teguran dapat pula bersifat menyuruh nasabah untuk segera membayar dan
memastikan tanggal kapan pelanggan akan dibayar. Kedua, apabila melalui teguran baik
surat maupun telepon sudah tidak ditanggapi, maka perusahaan dapat
menyerahkannya ke badan penagih (collection agency) semacam debt collector untuk
menagih kredit tersebut hingga tertagih. Penjualan secara kredit akan mengakibatkan atau
memengaruhi kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan. Oleh karena itu,
manajemen perlu menilai kinerja dari sisi piutangnya. Alat ukur untuk menilai kinerja ini
dapt dilakukan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan yang berhubungan dengan
piutang tersebut. Selain kebijakan persyaratan kredit sebagai bentuk pengendalian kredit,
salah satu cara untuk meminimalisasi risiko adalah dengan cara memperkuat perjanjian
kredit, yaitu perjanjian (agreement) antara kreditur dan debitur. Karena dengan
bagusnya suatu perjanjian kredit yang dibuat maka pada saat salah satu pihak yang
dirugikan atau merasa tidak puas dapat melakukan gugatan di pengadilan dengan cara
menjadikan bukti otentik berupa segala isi yang terkandung dalam perjanjian tersebut untuk
dijadikan sebagai klausula di pengadilan.

IV. Default Risk dan Kebijakan untuk Menghindarinya

Default risk merupakan risiko gagal bayar terhadap sejumlah pinjaman kredit yang
telah dipinjam. Persoalan default risk sering dialami oleh para debitur pada saat debitur
tersebut tidak mampu mengembalikan pinjaan tersebut secara tepat waktu yang
disebabkan oleh beberapa hal, seperti:

 Kondisi makro ekonomi yang tidak stabil


Contohnya krisis moneter tahun 1997 & 1998, krisis subprime morgage di Amerika
Serikat, kondisis perang di suatu negara yang mempengaruhi negara di kawasan
tersebut, dan lain-lain.
 Kerugian perusahaan yang terjadi karena faktor menurunnya angka penjualan
secara sistematis.
 Terjadi korupsi secara besar-besaran yang menyebabkan menurunnya nilai
perusahaan di mata publik.
 Kudeta yang terjadi di negara yang bersangkutan.
 Kekisruhan yang terjadi di perusahaan tersebut, baik di tingkat direksi maupun
manajer serta karyawan yang meluas pada terhentinya produk dan berpengaruh
pada penurunan penjualan perusahaan.

Kondisi terjadinya default risk telah menyebabkan timbulnya permasalahan baik di


pihak debitur dan juga kreditur. Maka untuk menghindari timbulnya default risk
ada beberapa tindakan yang harus dilakukan, yaitu:
 Bagi kreditor akan menaikkan angka jaminan pada tingkat yang benar-benar aman.
 Menghindari jaminan yang memiliki tingkat risiko, sehingga dengan menerima
benda tersebut sebagai jaminan malah akan menyebabkan perusahaan kesulitan
di kemudian hari.
 Menghindari benda jaminan yang memiliki nilai fluktuasi di pasaran.

Pada bagian di mana kreditor melakukan kebijakan dengan menaikkan angka jaminan,
telah banyak penelitian yang dilakukan oleh berbagai pihak yang memberikan pembuktian
tentang ini. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Utoro dan Perry Warjiyo yang
menyatakan “Konsekuensinya pada saat terjadi fluktuasi nilai aset, maka kredit dengan nilai
agunan yang besar akan mengasilkan default risk yang rendah. Demikian sebaliknya
terhadap kredit yang tidak didukung dengan nilai agunan yang tinggi maka akan
menghadapi default risk yang lebih tinggi.”
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari penjelasan pada bab pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa
risiko kredit merupakan bentuk ketidakmampuan suatu perusahaan, institusi, lembaga
maupun pribadi dalam menyelesaikan kewajiban-kewajibannya secara tepat waktu baik
pada saat jatuh tempo maupun sesudah jatuh tempo dan itu semua sesuai dengan aturan
dan kesepakatan yang berlaku. Lalu, dilihat dari waktunya, risiko kredit terdiri dari dua
macam, yakni risiko yang bersifat jangka pendek (short term risk) dan risiko yang bersifat
jangka panjang (long term risk). Risiko kredit juga dapat menimbulkan keterlambatan
penerimaan keuntungan bagi para investor. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi sedini
mungkin terjadinya risiko kredit tersebut, maka sebelum memberikan kredit perlu diadakan
evaluasi terhadap calon-calon pelanggan. Teknik analisis risiko kredit ada ayang bersifat
kulaitatif dan ada pula yang kuantitatif. Teknik analisis risiko kredit yang bersifat
kualitatif yakni dengan prinsip 5C atau the five C’s principles dan pedoman 3R. Adapun
teknik analisis risiko kredit yang bersifat kuantitatif antara lain dengan rating perusahaan,
model skoring kredit, RAROC (Risk Adjusted Return On Capital) dan Mortality Rate. Adapun
cara pengendalian risiko kredit adalah dengan syarat penjualan yang diperketat, analisis
kredit dan kebijakan penagihan yang tegas dan dapat dilakukan dengan menaikkan angka
jaminan pada tingkat yang benar-benar aman.

Anda mungkin juga menyukai