Makalah Manajemen Risiko - Resiko Kredit - Kelompok 4
Makalah Manajemen Risiko - Resiko Kredit - Kelompok 4
“RISIKO KREDIT”
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu cara untuk meningkatkan penjualan selain dengan meningkatkan mutu
barang, penurunan harga, memberikan diskon khusus atau harga khusus adalah
dengan cara menjual barang atau jasanya yang pembayarannya dicicil (diangsur).
Dengan demikian, bagi konsumen yang tadinya tidak memiliki kemampuan atau kurang
memiliki dana untuk membeli secara tunai, maka dengan pembayaran secara cicilan akan
menjadi mampu untuk membeli. Bagi perusahaan sendiri, di samping meningkatkan
penjualan, perusahaan juga akan memperoleh keuntungan berupa harga yang ditawarkan
biasanya lebih tinggi daripada dibayar secara tunai. Penjualan secara kredit menjadi suatu
kebutuhan bagi perusahaan dalam rangka meningkatkan volume penjualannya. Namun
harus diingat bahwa dengan menjual secara kredit, maka akan muncul piutang dagang.
Asalkan pelanggan mampu membayar secara tepat waktu bagi perusahaan aman-aman
saja, namun jika pelanggan mengalami kesulitan pembayaran dengan berbagia sebab,
tentu akan mengganggu keuangan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan perlu
menganalisis dan menghadapi risiko kredit yang mungkin terjadi dari transaksi kredit
tersebut. Oleh karena itu, penulis dalam makalah ini akan membahas lebih mengenai risiko
kredit perusahaan.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Risiko Kredit
Secara umum, pengertian antara penjualan secara angsuran atau sering pula disebut
dengan kredit perdagangan dengan pinjaman yang diberikan terdapat perbedaan.
Namun, makna yang terkandung di dalam pengertian tersebut memiliki kesamaan, dan
menjadi perbedaan kepada barang yang dijual atau disalurkan ke pelanggan. Sebagai
contoh dalam kredit perdagangan yang diberikan atau dijual adalah berupa barang
atau jasa, sementara itu dalam pinjaman yang diberikan oleh lembaga keuangan dalam
bentuk uang. Persamaannya adalah bahwa ada perjanjian antara yang menerima
dengan yang memberikan tentang hak dan kewajiban masing-masing. Kemudian
adanya tenggang waktu pembayaran yang harus dilakukan.
Penjualan barang atau jasa yang diberikan ke pelanggan mengandung suatu risiko bagi
perusahaan yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan, entah keterlambatan waktu
pembayaran atau kerugian karena pelanggan atau nasabah tidak mampu lagi membayar
barang yang sudah dibelinya. Dalampraktiknya, risiko yang dihadapi perusahaan yang
berkaitan dengan penjualan kredit adalah:
Pertimbangan yang lazim digunakan untuk mengevaluasi calon pelanggan sering disebut
dengan prinsip 5C atau the five C’s principles.
Prinsip-prinsip 5C tersebut adalah:
Character adalah data tentang kepribadian cari calon pelanggan seperti sifat-
sifat pribadi, kebiasaan-kebiasaannya, cara hidup, keadaan dan latar belakang
keluarga, maupun hobinya. Character ini untuk mengetahui apakah nantinya calon
nasabah ini secara jujur berusaha untuk memenuhi kewajibannya, dengan kata
lain ini merupakan willingness to pay.
Capacity merupakan kemampuan calon nasabah dalam mengelola usahanya yang
dapat dilihat dari pendidikannya, pengalaman mengelola usaha (business
record)nya, sejarah perusahaan yang pernah dikelola (pernah mengalami masa
sulit atau tidak, bagaimana mengatasi kesulita). Capacity ini merupakan ukuran
dari ability to pay atau kemampuan dalam membayar.
Capital adalah kondisi kekayaan yang dimilki oleh perusahaan yang dikelolanya. hal
ini bisa dilihat dari neraca, laporan rugi-laba,struktur permodalan, rasio-rasio
keuntungan yang diperoleh seperti return on equity, return on investment. Dari
kondisi di atas bisa dinilai apakah layak calon pelanggan diberi kredit dan berapa
besar plafon kredit yang layak diberikan.
Collateral adalah jaminan yang mungkin bisa disita apabila ternyata
calon pelanggan benar-benar tidak bisa memenuhi kewajibannya. Collateral ini
diperhitungkan paling akhir, artinya bilamana masih ada suatu kesangsian dalam
pertimbangan-pertimbangan yang lain, maka bisa menilai harta yang mungkin bisa
dijadikan jaminan.
Condition. Kredit yang diberikan juga perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi
yang dikaitkan dengan prospek usaha calon nasabah. Ada suatu usaha yang
sangat tergantung dari kondisi perekonomian, oleh karena itu perlu mengaitkan
kondisi ekonomi dengan usaha calon pelanggan.6 Perusahaan dapat juga
menggunanakan pedoman 3R.
Rating perusahaan
Perusahaan atau bahkan negara seperti Indonesia yang akan menerbitkan surat
utang baik jangka panjang (obligasi), atau jangka pendek (commercial paper)
biasanya akan di-rating oleh perusahaan per-rating. Rating tersebut
menunjukkan tingkat risiko perusahaan tersebut. Melalui rating tersebut, calon
pembeli obligasi diharapkan memperoleh gambaran mengenai risiko perusahaan
yang akan menerbitkan surat utang tersebut. Perusahaan tidak harus
memperoleh rating tersebut (kecuali jika disyaratkan), dan ketika rating tersebut
sudah jadi, perusahaan mempunyai opsi (hak) untuk tidak mempublikasikan rating
tersebut. Tetapi risikonya adalah calon pembeli surat utang tidak akan percaya
terhadap perusahaan yang tidak mempunyai rating.
Model skoring
kredit Model skoring kredit pada dasarnya ingin melihat risiko kredit (potensi
kegagalan bayar) berdasarkan skor tertentu yang dihasilkan melalui model
tertentu. Beberapa model skoring adalah sebagai berikut:
Model diskriminan
Analisis ini digunakan untuk melihat apakah suatu perusahaan sebaiknya
dimasukkan ke dalam kategori tertentu. Sebagai contoh, misalkan kita
mempunyai dua kategori yaitu perusahaan yang mengalami kegagalan bayar dan
yang tidak mengalami kegaalan bayar. Kemudian kita mengumpulkan informasi
misalnya informasi laporan keuangan seperti rasio lancar, rasio profitabilitas,
yang akan digunakan untuk memprediksi apakah suatu perusahaan layak
dimasukkan ke dalam kategori gagal bayar atau tidak. Yangpertama kali perlu
dilakukan adalah mengestimasi persamaan diskriminan yaitu dengan
menggunakan variabel dependen (tidak bebas) yang bersifat kategori yaitu gagal
bayar dan tidak gagal bayar, dan menggunakan rasio-rasio keuangan sebagai
variabel tidak bebas
Penjualan barang atau jasa yang diberikan ke pelanggan mengandung suatu risiko
bagi perusahaan yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan entah keterlambatan
waktu pembayaran atau kerugian karena pelanggan/nasabah tidak mampu lagi
membayar barang yang sudah dibelinya. Untuk menghindari atau meminimalkan ririsko
yang dihadapi perusahaan, maka sebelum penjualan kredit diberikan, maka perlu dilakukan
analisis kredit. Tujuannya adalah untuk mengetahui kemauan dan kemampuan
pelanggan dalam membayar kewajibannya. Dengan alat analisis ini paling tidak
perusahaan mampu melihat kemauan dan kemampuan pelanggan sebelum penjualan
kredit diberikan. Memang, sekali perusahaan memutuskan untuk menjual secara kredit,
timbul masalah siapa yang akan diijinkan untuk membeli secara kredit. Perlu ditentukan
standar dan kemudian dilakukan evaluasi terhadap para pembeli. Standar bisa ditentukan
berdasarkan atas evaluasi data historis terhadap variabel-variabel tertentu atau karena
pertimbangan tertentu. Karena mungkin sekali jika pembeli adalah individu, maka
mereka diminta untuk mengisi formulir yang dipergunalan untuk analisis kredit terhadap
pembeli individual. Umumnya dijumpai hubungan (korelasi) tertentu antara faktor-faktor
tertentu dengan ketepatan pembeli melunasi pembelian mereka. misalnya, jika
seseorang telah lama bertempat tinggal di satu alamat, rumah yang dimiliki sendiri,
mempunyai telpon, berkeluarga dan telah bekerja cukup lama, seringkali pembeli
tersebut merupakan pembeli baik.1Di samping itu, jika perusahaan memutuskan untuk
memberikan kredit kepada pelanggannya, perusahaan harus menentukan prosedur
untuk memperoleh kredit dan pelunasannya yang dituangkan dalam kebijakan kredit,
yang meliputi hal berikut :
Syarat penjualan
Syarat penjualan menentukan bagaimana perusahaan menjual barang atau
jasanya, apakah dilakukan secara tunai atau kredit.jika dilakukan secara kredit,
syarat penjualan harus menentukan secara spesifik jangka waktu kredit, potongan
tunai dan periode potongan, serta jenis kredit.
Analisis kredit
Dalam pemberian kredit, perusahaan menentukan berapa banyak upaya yang
dilakukan untuk dapat membedakan antara pelanggan yang akan membayar dan
pelanggan yang tidak membayar. Aspek yang dianalisis biasanya didasarkan dengan
five C’s of credit, yaitu cbaracter, capicity, capital, collateral, dan condition.
Default risk merupakan risiko gagal bayar terhadap sejumlah pinjaman kredit yang
telah dipinjam. Persoalan default risk sering dialami oleh para debitur pada saat debitur
tersebut tidak mampu mengembalikan pinjaan tersebut secara tepat waktu yang
disebabkan oleh beberapa hal, seperti:
Pada bagian di mana kreditor melakukan kebijakan dengan menaikkan angka jaminan,
telah banyak penelitian yang dilakukan oleh berbagai pihak yang memberikan pembuktian
tentang ini. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Utoro dan Perry Warjiyo yang
menyatakan “Konsekuensinya pada saat terjadi fluktuasi nilai aset, maka kredit dengan nilai
agunan yang besar akan mengasilkan default risk yang rendah. Demikian sebaliknya
terhadap kredit yang tidak didukung dengan nilai agunan yang tinggi maka akan
menghadapi default risk yang lebih tinggi.”
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan pada bab pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa
risiko kredit merupakan bentuk ketidakmampuan suatu perusahaan, institusi, lembaga
maupun pribadi dalam menyelesaikan kewajiban-kewajibannya secara tepat waktu baik
pada saat jatuh tempo maupun sesudah jatuh tempo dan itu semua sesuai dengan aturan
dan kesepakatan yang berlaku. Lalu, dilihat dari waktunya, risiko kredit terdiri dari dua
macam, yakni risiko yang bersifat jangka pendek (short term risk) dan risiko yang bersifat
jangka panjang (long term risk). Risiko kredit juga dapat menimbulkan keterlambatan
penerimaan keuntungan bagi para investor. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi sedini
mungkin terjadinya risiko kredit tersebut, maka sebelum memberikan kredit perlu diadakan
evaluasi terhadap calon-calon pelanggan. Teknik analisis risiko kredit ada ayang bersifat
kulaitatif dan ada pula yang kuantitatif. Teknik analisis risiko kredit yang bersifat
kualitatif yakni dengan prinsip 5C atau the five C’s principles dan pedoman 3R. Adapun
teknik analisis risiko kredit yang bersifat kuantitatif antara lain dengan rating perusahaan,
model skoring kredit, RAROC (Risk Adjusted Return On Capital) dan Mortality Rate. Adapun
cara pengendalian risiko kredit adalah dengan syarat penjualan yang diperketat, analisis
kredit dan kebijakan penagihan yang tegas dan dapat dilakukan dengan menaikkan angka
jaminan pada tingkat yang benar-benar aman.