Anda di halaman 1dari 19

BAB VI

DISIPLIN DAN PRODUKTIVITAS KERJA


A. PENGERTIAN DISIPLIN PEGAWAI
Di dalam kehidupan sehari-hari, di mana pun manusia berada, dibutuhkan peraturan-
peraturan dan ketentuan ketentuan yang akan mengatur dan membatasi setiap kegiatan dan
perilakunya. Namun peraturan-peraturan tersebut tidak akan ada artinya bila tidak disertai dengan
sanksi bagi para pelanggarnya.

Manusia sebagai individu terkadang ingin hidup bebas, sehingga ia ingin melepaskan diri
dari segala ikatan dan peraturan yang membatasi kegiatan dan perilakunya. Namun manusia juga
merupakan makhluk sosial yang hidup di antara individu-individu lain, di mana ia mempunyai
kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain.

Penyesuaian diri dari tiap indivi du terhadap segala sesuatu yang ditetapkan kepadanya,
akan menciptakan suatu masyarakat yang tertib dan bebas dari kekacauan-kekacauan. Demikian
juga kehidupan dalam suatu perusahaan akan sangat membutuhkan ketaatan dari anggota-
anggotanya pada peraturan dan ketentuan yang berlaku pada perusahaan tersebut. Dengan kata
lain, disiplin kerja pada karyawan sangat dibutuhkan, karena apa yang menjadi tujuan perusahaan
akan sukar dicapai bila tidak ada disiplin kerja.

Seharusnya karyawan mengerti bahwa dengan dipunyainya disilpin kerja yang baik,
berarti akan dicapai pula suatu keuntungan yang berguna, baik bagi perusahaan maupun bagi
karyawan sendiri. Oleh tena itu, diperlukan kesadaran para karyawan dalam mematuhi peraturan-
peraturan yang berlaku. Selain itu, perusahaan sendiri harus mengusahakan agar peraturan itu
bersifat jelas, mudah dipahami dan adil, yaitu berlaku baik bagi pimpinan yang tertinggi maupun
bagi kar yawan yang terendah.

Singodimedjo (2002), mengatakan disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang
untuk mematuhi dan menaati norma-norma peraturan yang berlaku di sekitarnya. Disiplin
karyawan yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang mero. sot akan
menjadi penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan perusahaan.

Disiplin sangat diperlukan baik individu yang bersangkutan maupun oleh organisasi.
Contoh, seorang pesuruh di sebuah kantor yang terlambat datang, akibatnya ruangan kerja di
kantor tersebut semuanya terkunci, sehingga kegiatan kantor tersebut menjadi terganggu, karena
tidak ada pegawai yang dapat melakukan aktivitasnya, sehingga mengganggu proses operasi di
hari itu. Dari contoh tersebut dapat kita lihat bahwa ketidakdisiplinan seseorang dapat merusak
aktivitas organisasi.

Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan
terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Dengan demikian bila peraturan atau ketetapan yang
ada dalam perusahaan itu diabaikan, atau sering dilanggar, maka karyawan mempunyai disiplin
kerja yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk pada ketetapan perusahaan, menggambarkan
adanya kondisi disiplin yang baik. Dalam arti yang lebih sempit dan lebih banyak dipakai, disiplin
berarti tindakan yang diambil dengan penyeliaan untuk mengoreksi perilaku dan sikap yang salah
pada sementara karyawan (Siagian,2002). Bentuk disiplin yang baik akan tercermin pada suasana,
yaitu:

1. Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadappencapaian tujuan perusahaan.


2. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif parakaryawan dalam melakukan
pekerjaan.
3. Besarnya rasa tanggung jawab para karyawan untukmelaksana. kan tugas dengan
sebaik-baiknya.
4. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritasyang tinggi di kalangan karyawan.
5. Meningkatnya efisiensi dan produktivitas kerja parakaryawan.

Menurut Terry (dalam Tohardi, 2002), disiplin merupakan alat penggerak karyawan. Agar
tiap pekerjaan dapat berjalan dengan lancar, maka harus diusahakan agar ada disiplin yang baik.
Terry kurang setuju jika disiplin hanya dihubungkan dengan hal-hal yang kurang menyenangkan
(hukuman), karena sebenarnya hukuman merupakan alat paling akhir untuk menegakkan disiplin.

Latainer (dalam Soediono, 1995), mengartikan disiplin sebagai suatu kekuatan yang
berkembang di dalam tubuh karyawan dan menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri
dengan sukarela pada keputusan, peraturan, dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan perilaku.
Dalam arti sempit, biasanya dihubungkan dengan hukuman. Padahal sebenarnya menghukum
seorang karyawan hanya merupakan sebagian dari persoalan disiplin. Hal demikian jarang terjadi
dan hanya dilakukan bilamana usaha-usaha pendekatan secara konstruktif mengalami kegagalan.
Bagi Beach (dalam Siagian, 2002), disiplin mempunyai dua pengertian. Arti yang pertama,
melibatkan belajar atau mencetak perilaku dengan menerapkan imbalan atau hukuman. Arti kedua
lebih sempit lagi, yaitu disiplin ini hanya bertalian dengan tindakan hukuman terhadap pelaku
kesalahan. Dari beberapa pendapat tersebut dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan
disiplin adalah sikap hormat terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan, yang ada dalam diri
karyawan, yang menyebabkan ia dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada peraturan dan
ketetapan perusahaan.

B. PENTINGNYA DISIPLIN KERJA


Keteraturan adalah ciri utama organisasi dan disiplin adalah salah satu me- tode untuk
memelihara keteraturan tersebut. Tujuan utama disiplin adalah untuk meningkatkan efisiensi
semaksimal mungkin dengan cara mencegah pemborosan waktu dan energi. Selain itu, disiplin
mencoba untuk mencegah kerusakan atau kehilangan harta benda, mesin, peralatan dan
perlengkapan kerja yang di sebabkan oleh ketidak hati-hatian, sendau gurau atau pencurian.
Disiplin mencoba mengatasi kesalahan dan keteledoran yang disebabkan karena kurang perhatian,
ketidakmampuan, dan keterlambatan. Disiplin berusaha mencegah permulaan kerja yang lambat
atau terlalu awalnya mengakhiri kerja yang disebabkan karena keterlambatan atau kemalasan.
Disiplin juga berusaha untuk mengatasi perbedaan pendapat an. tarkaryawan dan mencegah
ketidaktaatan yang disebabkan oleh salah pengertian dan salah penafsiran.
Singkatnya, disiplin dibutuhkan untuk tujuan organisasi yang lebih jauh, guna menjaga
efisiensi dengan mencegah dan mengoreksi tin. dakan-tindakan individu dalam iktikad tidak
baiknya terhadap kelompok. Lebih jauh lagi, disiplin berusaha untuk melindungi perilaku yang
baik dengan menetapkan respons yang dikehendaki. (Tohardi, 2002).

Meskipun bukan hal yang mustahil bahwa menghindarkan kondisi-kondisi yang


memerlukan disiplin itu lebih baik daripada program pendisiplinan yang paling memuaskan,
namun disiplin itu sendiri menjadi penting karena manusia dan kondisinya yang tidak sempurna,
seharusnya mempunyai tujuan yang positif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa disiplin
kerja sangat diperlukan untuk menunjang kelancaran segala aktivitas organisasi agar tujuan
organisasi dapat dicapai secara maksimal.

Disiplin kerja dapat dilihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, baik bagi kepentingan
organisasi maupun bagi para karyawan. Bagi organisasi adanya disiplin kerja akan menjamin
terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, sehingga diperoleh hasil yang optimal.
Adapun bagi karyawan akan diperoleh suasana kerja yang menyenangkan sehingga akan
menambah semangat kerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian, karyawan dapat
melaksanakan tugasnya dengan penuh kesadaran serta dapat mengem-bangkan tenaga dan
pikirannya semaksimal mungkin demi terwujudnya tujuan organisasi. Ketidakdisiplinan dan
kedisiplinan dapat menjadi panutan orang

lain. Jika lingkungan kerja semuanya disiplin, maka seorang pegawal akan ikut disiplin, tetapi jika
lingkungan kerja organisasi tidak disiplin, maka seorang pegawai juga akan ikut tidak disiplin.
Untuk itu sangat sulit bagi lingkungan kerja yang tidak disiplin tetapi ingin menerapkan
kedisiplinan pegawai, karena lingkungan kerja akan menjadi panutan bagi para pegawai.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa disiplin pegawai adalah perilaku seseorang yang sesuai
dengan peraturan, prosedur kerja yang ada atau disiplin adalah sikap, tingkah laku, dan perbuatan
yang sesuai dengan peraturan dari organisasi baik tertulis maupun yang tidak tertulis.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI DISIPLIN KERJA


Asumsinya bahwa pemimpin mempunyai pengaruh langsung atas sikap kebiasaan yang
diperoleh karyawan. Kebiasaan itu ditentukan oleh pemimpin, baik dengan iklim atau suasana
kepemimpinan mau-pun melalui contoh diri pribadi. Karena itu, untuk mendapat disiplin yang
baik, maka pemimpin harus memberikan kepemimpinan yang baik pula.

Menurut Singodimedjo (2000), faktor yang memengaruhi disiplin pegawai adalah:

1. Besar kecilnya pemberian kompensasi.


Besar kecilnya kompensasi dapat memengaruhi disiplin.Para karyawan akan mematuhi
segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa mendapat jaminan balas jasa yang setimpal
dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikan bagi perusahaan. Bila ia menerima
kompensasi yang memadai, mereka akan dapat bekerja tenang dan tekun, serta selalu berusaha
bekerja dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, bila ia merasa kompensasi yang diterimanya jauh
dari memadai, maka ia akan berpikir mendua, dan berusaha untuk mencari tambahan
penghasilan lain di luar, sehingga menyebabkan ia sering mangkir, sering minta izin keluar.

Namun demikian, pemberian kompensasi yang memadai belum tentu pula menjamin
tegaknya disiplin. Karena pemberian kompensasi hanyalah merupakan salah satu cara meredam
kegelisahan para karyawan, di samping banyak lagi hal-hal yang di luar kompensasi yang harus
mendukung tegaknya disiplin kerja dalam perusahaan. Realitanya dalam praktik lapangan,
memang dengan pemberian kompensasi yang mencukupi, sedikit banyak akan membantu
karyawan untuk bekerja tenang, karena dengan menerima kompensasi yang wajar kebutuhan
primer mereka akan dapat terpenuhi.

2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan.


Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan perusahaan, semua
karyawan akan selalu memerhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakkan disiplin dirinya
dan bagaimana ia dapat mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat
merugikan aturan displin yang sudah ditetapkan. Misalnya, bila aturan jam kerja pukul 08.00.
maka si pemimipin tidak akan masuk kerja terlambat dari waktu yang sudah ditetapkan.
Peranan keteladanan pimpinan sangat berpengaruh besar dalam perusahaan, bahkan
sangat dominan dibandingkan dengan semua faktor yang memengaruhi disiplin dalam
perusahaan, karena pimpinan dalam suatu perusahaan masih menjadi panutan para karyawan.
Para bawahan akan selalu meniru yang dilihatnya setiap hari. Apapun yang dibuat pimpinannya.
Oleh sebab itu, bila seorang pemimpin menginginkan tegaknya disiplin dalam perusahaan,
maka ia harus lebih dulu mempraktikkan, supaya dapat diikuti dengan baik oleh para karyawan
lainnya.
3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan.

Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, bila tidak ada aturan
tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama. Disiplin tidak mungkin ditegakkan
bila peraturan yang dibuat hanya berdasarkan instruksi lisan yang dapat berubah-ubah sesuai
dengan kondisi dan situasi.

Para karyawan akan mau melakukan disiplin bila ada aturan yang jelas dan diinformasikan
kepada mereka. Bila aturan disiplin hanya menurut selera pimpinan saja, atau berlaku untuk
orang tertentu saja, jangan diharap bahwa para karyawan akan mematuhi aturan tersebut. Oleh
sebab itu, disiplin akan dapat ditegakkan dalam suatu perusahaan, jika ada aturan tertulis yang
telah disepakati bersama. Dengan demikian, para karyawan akan
mendapat suatu kepastian bahwa siapa saja dan perlu dikenakan sanksi tanpa pandang bulu.

4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan.

Bila ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada keberanian pimpinan
untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelangaran yang dibuatnya. Dengn
adanya tindakan terhadap pelangar disiplin, sesuai dengan sanksi yang ada, maka semua
karyawan akan merasa terlindung, dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang
serupa. Dalam situasi demikian, maka semua karyawan akan benar-benar terhindar dari sikap
sembrono, asal jadi seenakya sendiri dalam perusahaan. Sebaliknya, bila pimpinan tidak berani
mengambil tindakan, walaupun sudah terang-terangan karyawan tersebut melanggar disiplin,
tetapi tidak ditegur/dihukum, maka akan berpengaruh kepada suasana kerja dalam perusahaan.
Para karyawan akan berkata: "Untuk apa disiplin, sedangkan orang yang melanggar di siplin
saja tidak pernah dikenakan sanksi"
5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan, yang akan
mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai
dengan yang telah ditetapkan. Namun sudah menjadi tabiat rnanusia pula bahwa mereka selalu
ingin bebas, tanpa terikat atau diikat oleh peraturan apa pun juga. Dengan adanya pengawasan
seperti demikian, maka sedikit banyak para karyawan akan terbiasa melaksanakan disiplin
kerja. Mungkin untuk sebagian karyawan yang sudah rmenyadari arti disiplin, pengawasan
seperti ini tidak perlu, tetapi bagi karyawan lainnya, tegaknya disiplin masih perlu agar
dipaksakan, dalam perusahaan agar mereka tidak berbuat semaunya dalam perusahaan.

Orang yang paling tepat melaksanaka pengawasan terhadap disiplin ini tentulah atasan
langsung para karyawan yang bersangkutan. Hal ini disebabkan para atasan langsung itulah
yang paling tahu dan paling dekat dengan para karyawan yang ada dibawahya. Pengawasan
yang dilaksanakan atasan langsung ini sering disebut WASKAT. Pada tingkat mana pun ia
berada, maka seorang pemimpin bertanggung jawab melaksanakan melekat ini, sehingga tugas-
tugas yang dibebankan kepada bawahan tidak menyimpang dari apa yang telah ditetapkan.

6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan

Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara yang satu dangan yang
lain. Seorang karyawan tidak hanya puas dengan penerimaan kompensasi yang tinggi,
pekerjaan yang menantang, tetapi juga mereka masih membutuhkan perhatian yang besar dari
pimpinannya sendiri. Keluhan dan kesulitan mereka ingin didengar, dan dicarikan jalan
keluarnya, dan sebagainya. Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada para
karyawan akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik. Karena ia bukan hanya dekat dalam
arti jarak fisik, tetapi juga mempunyai jarak dekat dalam artian jarak batin. Pimpinan demikian
akan selalu dihormati dan dihargai oleh para karyawan, sehingga akan berpengaruh besar
kepada prestasi, semangat kerja, dan moral kerja karyawan.
7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.

Kebiasaan-kebiasaan positif itu antara lain:


• Saling menghormati, bila ketemu di lingkunganpekerjaan.
• Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para karwayan akan
turut merasa bangga dengan pujian tersebut.
• Sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, apalagi pertemuan
yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka.
• Memberi tahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja, dengan
menginformasikan, ke mana dan untuk urusan apa, walaupun kepada bawahan
sekalipun.

Pemimpin yang kurang baik, yang memakai kekuasaannya dengan sewenang-wenang dan
menggunakan ancaman terus-menerus, kadang dapat memperoleh apa yang tampak sebagai disiplin
yang baik, namun rasa gelisah dan tidak tenteram yang timbul dari peraturan yang keras dan paksaan
saja, dapat meledak di muka pemimpin setiap waktu.

Dengan kepemimpinan yang baik, seorang pemimpin dapat berbuat banyak untuk menciptakan
iklim kerja yang memungkinkan penegakan disiplin sebagai proses yang wajar, karena para
karyawan akan menerima serta mematuhi peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan sebagai
pelindung bagi keberhasilan pekerjaan dan kesejahteraan pribadi mereka. Black (dalam Mas'ud,
2000)
Secara umum beranggapan bahwa pelaksanaan disiplin kerja harus memperhitungkan juga
keadaan karyawan. Kebanyakan pemimpin mengetahui bahwa dari waktu ke waktu para karyawan
membawa serta masalah-masalah pribadi ke tempat kerja. Oleh karena itu, penerapan disiplin secara
membabi buta tanpa meninjau sebab sesuatu pelanggaran terlebih dulu, akan menimbulkan hasil
yang tidak menguntungkan.
Absensi atau tidak hadirnya karyawan, oleh Tohardi (2002) ditunjukkan sebabnya antara lain
karena karyawan sakit, kesehatan menurun, atau sedang menyelesaikan urusan pribadi. Dalam
bentuk pelanggaran disiplin, absensi ini disebabkan oleh rendahnya rasa tanggung jawab karyawan,
karena tidak mampu mengontrol diri terhadap acara-acara musiman yang dianggap baik, seperti
menikmati libur melampaui liburan yang ditentukan atau pada hari-hari pembukaan acara maupun
pertandingan tertentu. Karyawan yang berusia muda banyak yang melakukan pelanggaran ini,
demikian juga dengan karyawan baru atau tua, di samping lokasi kerja yang jauh. Selain dari itu,
masuk akal tidaknya peraturan yang berlaku juga berpengaruh terhadap disiplin kerja. Bila
karyawan merasa bahwa peraturan yang diberlakukan terhadap mereka tidak masuk akal, mereka
akan memandangnya tanpa banyak komentar. Dengan kata lain, mereka menaati peraturan bukan
karena takut akan hukumannya, tapi karena percaya bahwa apa yang dilakukannya merupakan
tindakan yang benar. Oleh karena itu, organisasi yang baik harus berupaya menciptakan peraturan
dan tata tertib yang akan menjadi rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh seluruh pegawai dalam
organisasi. Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa tinggi rendahnya disiplin kerja
karyawan antara lain dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti kepemimpinan, keadaan
karyawan itu sendiri, serta peraturanperaturan yang diberlakukan dalam organisasi tersebut.
D. PELAKSANAAN DISIPLIN KERJA
Disiplin yang paling baik adalah disiplin diri. Kecenderungan orang normal adalah
melakukan apa yang menjadi kewajibannya dan menepati aturan permainan. Suatu waktu orang
mengerti apa yang dibutuhkan dari mereka, di mana mereka diharapkan untuk selalu melakukan
tugasnya secara efektif dan efisien dengan senang hati. Kini banyak orang yang mengetahui bahwa
kemungkinan yang terdapat di balik disiplin adalah meningkatkan diri dari kemalasan. (Tohardi,
2002).

Organisasi atau perusahaan yang baik harus berupaya menciptakan peraturan atau tata
tertib yang akan menjadi rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh seluruh karyawan dalam
organisasi. Peraturan-peraturan yang akan berkaitan dengan disiplin itu antara lain:

1. Peraturan jam masuk, pulang, dan jam istirahat.


2. Peraturan dasar tentang berpakaian, dan bertingkahlaku dalaM pekerjaan.

3. Peraturan cara-cara melakukan pekerjaan danberhubungan dengan unit kerja lain.

4. Peraturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidakboleh dilakukan oleh para pegawai
selama dalam organisasi dan sebagainya. (Singodimedjo, 2000)

Disiplin perlu untuk mengatur tindakan kelompok, di mana setiap anggotanya harus
mengendalikan dorongan hatinya dan bekerjasama demi kebaikan bersama. Dengan kata lain,
mereka harus secara sadar tunduk pada aturan perilaku yang diadakan oleh kepemimpinan
organisasi, yang ditujukan pada tujuan yang hendak dicapai. Dalam pelaksanaan disiplin kerja,
peraturan dan ketetapan perusahaan hendaknya masuk akal dan bersifat adil bagi seluruh
karyawan. Selain itu, hendaknya peraturan tersebut juga dikomunikasikan sehingga para karyawan
tahu apa yang menjadi larangan dan apa yang tidak. (Ranupandoyo & Masnan, 1992)

Pendidikan lebih baik daripada hukuman dan koreksi konstruktif lebih baik daripada celaan,
merupakan kunci dari keseluruhan program peningkatan individu yang harus menjadi tekanan
dalam pelaksanaan disiplin.
Suatu program disiplin yang konstruktif harus dikembangkan di sekitar elemen-elemen
penting sebagai berikut:

1. Rumusan ketetapannya jelas, aturannya masuk akal,dipublikasikan, dan


dijalankan secara hati-hati.
2. Pelaksanaannya adil dengan menggunakanperingatan dan hukum yang dimaklumkan, dengan
tujuan memberi koreksi, seimbang dengan pelanggaran, tidak keras pada permulaan, dan
ditetapkan secara seragam.
3. Kepemimpinan penyeliaan yang disesuaikan padaaturan-aturan pendisiplinan dan prosedur-
prosedur, penuh pengertian tetapi teguh dalam menangani masalah pendisiplinan, dan
kepemimpinan penyeliaan itu sendiri merupakan suatu contoh bagi perilaku karyawan.
4. Pelaksanaan yang adil dan seragam untukpenyelidikan pelanggaran yang tampak, di mana
pelaksanaannya tergantung pada tinjauan tingkat manajemen yang lebih tinggi, termasuk cara
minta banding terhadap putusan pendisiplinan yang dianggap tidak adil. Cordon dan Watkins
(dalam Singodimedjo, 2000)

Sesuai dengan pengertian disiplin kerja sebagai suatu sikap terhadap peraturan perusahaan
dalam rangka pelaksanaan kerjanya, maka disiplin kerja dikatakan baik bila karyawan mengikuti
dengan sukarela aturan atasannya dan berbagai peraturan perusahaan. Dan sebaliknya, dikatakan
buruk bila karyawan mengikuti perintah atasan dengan terpaksa dan tidak tunduk pada peraturan
perusahaan.

E. HUBUNGAN DISIPLIN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA

Disiplin pegawai memainkan peranan yang dominan, krusial, dan kritikal dalam
keseluruhan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja para pegawai. Disiplin kerja para
pegawai sangat penting. Disiplin kerja merupakan hal yang harus ditanamkan dalam diri tiap
karyawan, karena hal ini akan menyangkut tanggung jawab moral karyawan itu pada tugas
kewajibannya. Seperti juga suatu tingkah laku yang bisa dibentuk melalui kebiasaan. Selain itu,
disiplin kerja dapat ditingkatkan apabila terdapat kondisi kerja yang dapat merangsang karyawan
untuk berdisiplin. (Sukarno, 1995: 54)

Disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang matuhi dan menaati segala norma
peraturan yang berlaku disasi. Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat pencapaian tujuan
organisasi, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi halang dan memperlambat pencapaian
tujuan organisasi. Pera disiplin dibuat untuk mengatur tata hubungan kerja yang berlaku tidak saja
dalam perusahaan-perusahaan besar atau kecil, tetapi juga pada sebuah organisasi yang
mempekerjakan banyak sumber daya manusia untuk melaksanakan pekerjaan. Pembuatan suatu
peraturan disiplin dimaksudkan agar para karyawan dapat melakukan pekerjaan tersebut sesuai
dengan apa yang diharapkan. Oleh sebab itu, peraturan disiplin pada perusahaan-perusahaan
swasta tidak akan banyak berbeda de ngan organisasi publik.

Ditunjukkan pula oleh Yulk (dalam Siagian, 2002), bahwa disiplin merupakan faktor
utama yang memengaruhi produktivitasnya. Moenir (dalam Tohardi, 2002), mengatakan perlu
adanya disiplinisasi, yaitu untuk menciptakan keadaan di suatu lingkungan kerja yang tertib,
berdaya guna, dan berhasil guna melalui suatu sistem pengaturan yang tepat. Sementara disiplin
itu sendiri adalah ketaatan terhadap aturan.

Disiplin kerja atau kebiasaan-kebiasaan baik yang harus ditanamkan dalam diri karyawan
sebaiknya bukan atas dasar paksaan semata, tetapi harus lebih didasarkan atas kesadaran dari
dalam diri karyawan. Tohardi (2002), ketidakdisiplinan individu atau karyawan dapat me
mengaruhi produktivitas kerja organisasi.

Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan
terhadap peraturan dan ketetapan perusanda. Dengan demikian, bila peraturan atau ketetapan
yang ada dalam perusahaan itu diabaikan atau sering dilanggar, maka karyawan mempunyai
disiplin kerja yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk ketetapan perusahaan,
menggambarkan adanya kondisi disiplin baik. Dalam arti yang lebih sempit dan lebih banyak
dipakai, disiplin berarti tindakan yang diambil dengan penyeliaan untuk meng perilaku dan sikap
yang salah pada sementara karyawan.

Singkatnya, disiplin dibutuhkan untuk tujuan organisasi yang lebih jauh, guna menjaga
efisiensi dengan mencegah dan mengoreksi tindakan-tindakan individu dalam iktikad tidak
baiknya terhadap kelompok. Lebih jauh lagi, disiplin berusaha untuk melindungi perilaku yang
baik dengan menetapkan respons yang dikehendaki. Meskipun bukan hal yang mustahil bahwa
menghindarkan kondisi-kondisi memerlukan yang disiplin itu lebih baik daripada program
pendisiplinan yang paling memuaskan, namun disiplin itu sendiri menjadi penting karena
manusia dan kondisinya yang tidak sempurna, seharusnya mempunyai tujuan yang positif.

Kegiatan pendisiplinan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar


mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga pe nyelewengan-penyelewengan dapat dicegah.
Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri di antara para karyawan untuk datang di
kantor tepat waktu. Dengan datang ke kantor tepat waktu dan melaksanakan tugas sesuai dengan
tugasnya, maka diharapkan produktivitas kerja akan meningkat.

Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja pegawai
dalam suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh disiplin pegawai. Apabila di antara pegawai sudah
tidak menghiraukan kedisiplian kerja, maka dapat dipastikan produktivitas kerja akan menurun.
Padahal untuk mendapatkan produktivitas kerja sangat diperlukan kedisiplinan dari para pegawai.

F. PENGERTIAN PRODUKTIVITAS
Produktivtas secara umum diartikan sebgai hubungan antara keluaran (barang-barang
atau jasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan, uang). Produktivitas adalah ukuran
efesiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan. Masukan
sering dibatasi dengan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik,
bentuk, dan nilai.
Di bidang industry, produktivitas mempunyai arti ukuran yang relative nilai atau
ukuran yang ditampilkan oleh daya produksi, yaitu sebagai campuran dari produksi dan
aktivitas, sebagai ukuran yaitu seberapa baik kita menggunakan sumber daya dalam
mencapai hasil yang diinginkan (Ravianto, 1991). Selanjutnya, Webster (dalam Yatman
dan Abidin, 1991) memberikan batasan tentang produktivitas, yaitu : a) keseluruhan fisik
dibagi unit dari usaha produksi; b) tingkat keefektifan dari manajer industry di dalam
penggunaan aktivitas untuk produksi; dan c) kefektifan dalam menggunakan tenaga kerja
dan peralatan. Dalam setiap kegiatan produksi, seluruh sumber daya mempunyai peran
yang menentukan tingkat produktivitas, maka sumber daya tersebut perlu dikelola dan
diatur dengan baik.
Sumber daya manusia merupakan elemen yang paling strategis dalam organisasi,
harus diakui dan diterima manajemen. Peningkatan produktivitas kerja hanya mungkin
dilakukan oleh manusia. Sebaliknya, sumber daya manusia pula yang dapat menjadi
penyebab terjadinya pemborosan dan inefesiensi dalam berbagai bentuknya (Siagian,
2002). Karena itu memberikan perhatian kepada unsur manusia merupakan salah satu
tuntutan dalam keseluruhan upaya peningkatan produktivitas kerja.
Tohardi (2002), mengemukakan bahwa produktivitas kerja merupakan sikap mental. Sikap
ental yang selalu mencari perbaikan terhadap apa yang telah ada. Suatu kenyakinan bahwa
seseorang dapat melakukan pekerjaan lebih baik hari ini dari pada hari kemaren dan hari
esok lebih baik hari ini.
Pendapat tersebut didukung oleh Rafianto (1991), mengatakan produktivitas pada dasarnya
mencakup sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa kehidupan hari ini harus
lebih baik dari hari kemaren dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Sikap yang
demikian akan mendorongn seseorang untuk tidak cepat merasa puas, akan tetapi harus
mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja dengan acara selalu mencari
perbaikan-perbaikan dan peningkatan.
Ada sebagian masyarakat mencampur adukkan pengertian produktivitas dengan
produksi, sehingga perbedaan produktivitas dan produksi sulit dipahami secara jelas.
Produksi atau hasil produksi dinyatakan sebagai bilsngan yang bukan rasio dan
berdemensi satu. Produksi atau hasil produksi itu sama dengan pembilangan di dalam
rumus produktivitas kerja. Pada umumnya dengan menambah masukan akan terjadi
peningkatan produksi, demikian pula sebaliknya dengan mengurangi masukan akan
terjadi penurunan produksi. Peningkatan produksi menunjukkan pertambahan jumlah
hasil yang dicapai, sedangkan produktivitas mengandung pengertian pertambahan hasil
dan perbaikan cara pencapaian produksi (Rafianto, 1991). Dengan demikian, penjelasan
perbedaan produksi dan produktivitas, dimana produksi tidak selalu disebabkan oleh
peningkatan produktivitas, karena produksi dapat meningkat walaupun produktivitas tetap
atau menurun.
`Aigner (dalam Hidayat, 1993), mengatakan bahwa filsafat mengenai produktivitas
sudah ada sejak awal peradaban manusia, karena makna produktivitas adalah keinginan
dan upaya manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan
disegala bidang. Dengan kata lain, filasafat produktivitas adalah keinginan manusia untuk
membuat hari ini lebih baik dari hari emaren dan membuat hari esok lebih baik dari hari
ini.
Ada tiga aspek utama yang perlu ditinjau dalam menjamin produktivitas yang tinggi,
yaitu: (a) aspek kemampuan manajemen tenaga kerja; (b) aspek efesiensi tenaga kerja;
dan (c) aspek kondisi lingkungan pekerjaan. Ketiga aspek tersebut saling terkait dan
terpadu dalam suatu system dan dapat diukur dengan berbagai ukuran yangn relative
sederhana (Singodimidjo, 2000). Produktivitas harus menjadi bagian yangn tak boleh
dilupakan dalam penyusunan nstrategis bisnis, yang mencakup bidang produksi,
pemasaran, keuangan, dan bidang lainnya.
Selanjutnya, dijelaskan bahwa orang yang mempunyai sikap tersebut terdorong untuk
menjadi dinamis, kreatif, inovatif, serta terbuka namun tetap kritis dan tanggap terhadap
ide-ide baru dan perubahan-perubahan. Dalam kaitannya dengan tenaga kerja, maka
prouktivitas tenaga kerja merupak perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran
serta tenaga kerja persatuan waktu. Factor manusia telah menjadi focus menghargaan
dunia sejak abad ke-18 yang popular dengan penerapan ilmu perilaku manusia, oleh
karena ituproduktivitas tidak dilihat sebagai konsep produksi dan ekonomi saja, yang
melupakan kepentingan tenaga kerja dan lingkungan (Rafianto, 1991). Sigodimedjo
(2000), mengemukan rumusan umum dan produktivitas mengandung pengertian
perbandingan antara hasil yang mencapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang
digunakan (input). Atau didefinisikan sebagai indeks produktivitas, yaitu:
IP = Hasil yang dicapai = output
Sumber daya yang digunakan input
Produktivitas kerja memerlukan perubahan sikap mental yang dilandasi kerja hari ini
harus lebih baik dari hari kemaren, dan cara kerja hari esok lebih baik dari hari ini.
Peningkatan produktivitas, dilakukan oleh pribadi yang dinamis dan kreatif. Uraneck dan
Geoller (dalam Rafianto, 1991), memberikan tiga belas langkah membina pribadi yangn
dinamis dan kreatif, yaitu: a) kemampuan otak untuk menghasilkan gagasan yang tak
terbatas jumlahnya; b) memperoleh gairah hidup untuk menunjang pribadi yang dinamis;
c) memecahkan m,asalah hidup, dengan berhasil baik dan penuh dengan daya cipta; d)
memanfaatkan waktu lebih baik, sehingga dapat menambah penghasilan; e) melontarkan
gagasan kepada orang lain sehingga bisa mendatangkan hasil pelaksanaan yang
memuaskan; f) mengembangkan suatu kepribadian yang dinamis sepanjang haril; g)
memperbanyak penghasilan; h) bias berhasil dalam bidang pekerjaan yang telah dipilih;
i) membuat gagasan dapat diterima oleh orang lain dengan cara yang lebig efektif; j)
membimbing orang lain dengan cara yang lebih efektif; k) membina hidup berumah
tangga dan pribadi yang lebih dinamis; l) menikmatim hidup dan memanfaatkan sebanyak
mungkin unsur-unsur dalam kehidupan; dan m) menjadi manusia yang lebih baik.
Menurut Kussrianto (1990), mengemukakan bahwa produktivitas adalah
perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatun waktu.
Peran serta tenaga kerja disini adalah penggunaan sumber daya serta efisien dam efektif.
Dari definisi-definisi tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa produktivitas
kerja terjadi dari tiga aspek, yaitu: pertama, produktivitas adalah keluaran fisik perunit
dari usaha produktif; kedua, produktivitas merupakan tingkat nkeefektifan dari
manajemen industry di dalam penggunaan fasilitas-fasilitas untuk produksi; dan ketiga,
produktivitas adalah keefektifan dari penggunaan tenaga kerja dan peralatan. Ertapi
intinya semua mengarah pada tujuan yang sama, bahwa produktivitas kerja adalah rasio
dari hasil kerja dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seorang
tenaga kerja.
G. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKTIVITAS KERJA
Setiap perusahaan selalu berkeinginan agar tenaga kerja yang dimiliki mampu
menongkatkan produktivitas yang tinggi. Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh
beberapa factor baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun factor
lain, seperti tingkat pendidikan, keterampilan, disiplin, sikap dan etika kerja, motivasi,
gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan social, lingkungan kerja, iklim kerja,
teknologi, sarana produksi, manajemen, dan prestasi. (Rafianto, 1991), menurut
Simanjuntak (1993), ada beberapa factor yang dapat memengaruhi produktivitas kerja
karyawan, yaitu:
1. Pelatihan
Pelatihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi karyawan dengan keterampilan dan
cara-cara yang tepat untuk menggunakan peralatan kerja. Untuk itu, latihan kerja
diperlukan bukan saja sebagai pelengkap akan tetapi sekaligus untuk memberikan dasar-
dasar pengetahuan. Karena dengan latihan berarti para karyawan belajar untuk
mengerjakan sesuatu dengan benar dan tepat, serta dapat memperkecil atau
meninggalkan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan. Stooner (1991),
mengemukakan bahwa peningkatan produktivitas bukan pada pemuktahiran peralatan,
akan tetapi pada pengembangan karyawan yang paling utama. Dari hasil penelitian
beliau menyebutkan 75 % peningkatan produktivitas justru dihasilkan oleh pertbaikan
pelatihan dan pengetahuan kerja, kesehatan dan alokasi tugas.
2. Mental dan kemampuan fisik karyawan.
Keadaan mental dan fisik karyawan merupakan hal yang asangat penting untuk menjadi
perhatian bagi organisasi, sebab keadaan fisik dan mental karyawan mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan produktivitas kerja karyawan.
3. Hubungan antara atasa dan bawahan
Hubungan atasan dan bnawahan akan memengaruhi kegiatann yang dilakukan sehari-
hari. Bagaimana pandangan atasan terhadap bawahan, sejauh mana bawahan
diikutsertakan dalam penetuan tujuan. Sikap yang saling jalin menjalin telah mampu
meningkatkan produktivitas karyawan dalam bekerja. Dengan demikian, jika karyawan
diperlukan secara baik, maka karyawan tersebut akan bepartisipasi dengan baik pula
dalam proses produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat produktivitas kerja.
Adapun Tiffin dan Cormick (dalam Siagian, 2003), mengatakan bahwa factor-factor
yang memengaruhi produktivitas kerja dapat disimpulkan menjadi dua golongan, yaitu:
1. Factor yang ada pada diri individu, yaitui umur, temperamen, keadaan fisik individu,
kelelahan, dan motivasi.
2. Faktor yang di luar individu, yaitu kondisi fisik seperti suara, penerangan, waktu
istirahat, kerja lama, upah, bentuk organisasi, lingkungan social, dan keluarga.
Dengan demikian, jika karyawan diperlukan secara baik oleh atasan atau adanya
hubungan antar karyawan yang baik, maka karyawan tersebut akan berpartisipasi dengan
baik pula dalam proses produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat produktivitas
kerja.
H. INDIKATOR PRODUKTIVITAS
Produktivitas merupakan hal yang sangat penting bagi para karyawan yang ada di
perusahaan. Dengan adanya produktivitas kerja diharapkan pekerjaan akan terlaksana
secara efesien dan efektif, sehingga ini semua akhirnya sangat diperlukan dalam pecapaian
tujuan yang sudah ditetapkan. Untuk mengukur produktivitas kerja, diperlukan suatu
indikator, sebagai berikut:
1. Kemampuan
Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan seorang karyawan
sangat bergantung pada keterampilan yang dimiliki serta profesionalisme mereka dalam
bekerja. Ini memberi kan daya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diembannya
kepada mereka.
2. Meningkatkan hasil yang dicapai
Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil yang merupakan salah stu yang
dapat dirasakan baik oleh yang mengerjakan maupun yang menikmati hasil pekerjaan
tersebut. Jadi, upaya untuk memamfaatkan produktivitas kerja bagi masing-masing yang
terlibat dalam suatu pekerjaan.
3. Semangat kerja
Ini merupakan usaha untuk lebih dari hari kemaren. Indicator ini dapat dilihat dari etos
kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari kemudian dibandingkan dengan hari
sebelumnya.
4. Pengembangan diri
Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan kerja. Pengembangan
diri dapat dilakuakan dengan melihat tantangan dan harapan dengan apa yang akan
dihadapi. Sebab semakin kuat tantangannya, pengembangan diri mutlak dilakukan.
Begitu juga harapan untuk menjadi lebih baik pada gilirannya akan sangat berdampak
pada keinginan karyawan untuk meningkatkan kemampuan.
5. Mutu
Selalu berusaha untuk meningkatkan mutui lebih baik dari yang telah lalu. Mutu
merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan kualitas kerja seorang pegawai.
Jadi, meningkatlan mutu bertujuan memberikan hasil terbaik yang pada gilirannya akan
sangat berguna bagi perusahaan dan dirinya sendiri.
6. Efesiensi
Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumbrt daya yang
digunakan. Masukan dan keluaran merupakan aspek produtivitas yang memberikan
pengaruh yang cukup signifikan bagi karyawan
I. UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS
Bahwa peningkatan produktivitas kerja dapat dilihat sebagai masalah keperilakuaan,
tetapi juga dapat mengandung aspek-aspek teknis. Untuk mengatasi hal itu perlu
pemahaman yang tepat tentang factor-faktor penentu keberhasilan meningkat
produktivitas kerja, sebagaian di antaranya berupa etos kerja yang harus dipegang teguh
oleh semua karyawn dalam organisasi.
Yang dimaksud etos kerja adalah noma-norma yang bersifat mengikat dan ditetapkan
secara eksplisit serta praktik-praktik yang diterima dan diakui sebagai kebiasaan yang
wajar untuk dipertahankan dan ditetapkan dalam kehidupan kekaryaan para anggota suatu
organisasi. Adapun factor-faktor tersebut menurut Siagian (2002) adalah:
1. Perbaikan terus menerus
Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja, salah satu implikasinya ialah bahwa
seluruh komponen organisasi harus melakukan perbaikan secara terus menerus.
Pandandangan ini bukan hanya merupakan salah satu etos kerja yang penting sebagai
bagian dari filsafatmanajeman muktahir. Pentingnya etos kerja ini terlihat dengan lebih
jelas apalagi diingat bahwa suatu organisasi selalu dihadapkan kepada tuntutan yang
terus menerus erubah, baik secara internal maupun eksternal. Tambahan pula, ada
ungkapan yang mengatak bahwa satu-satunya hal yang konstan di dunia adalah
perubahan. Secara internal, perubahan yang terjadi adalah perubahan kebijaksanaan, dan
perubahan dalam praktik-praktik SDM sebagai akibat diterbitkan perundang-ungangan
baru oleh pemerintah dari berbagai factor lain yang tertuang dalam berbagi keputusan
manajemen. Adapun perubahan eksternal adalah perubahan yang terjadi dengan cepat
karena dampak tindakan suatu rganisasi yang dominan perannya di masyarakat.
2. Peningkatan mutu hasil pekerjaan
Berkaitan erat dengan upaya melakukan perbaikan secara terus menerus ialah
meningkatkan mutu hasil pekerjaan oleh semua orang dan komponen organisasi.
Padahal mutu tidak hanya berkaitan dengan produk yang dihasilkan dan dipasarkan, baik
berupa barang maupun jasa, akan tetapi menyangkut segala jenis kegiatan di mana
organisasi terlibat. Berartimutu menyangkut semua jenis kegiatan yang diselenggarakan
oleh semua satuan kerja, baik pelaksana tugas pokok maupun pelaksana tugas
penunjang, dalam organisasi. Peningkatan mutun tersebut tidak hanya penting secara
internal, akan tetapi juga secara eksternal karena akan tercemin dalam interaksi
organisasi dengan lingkungannya yang pada gilirannya turut membentuk citra organisasi
di mata berbagai pihak di luar organisasi. Jika daa organisasi yang mendapat
penghargaan dalam bentuk ISO 2000, misalnya penghargaan itu diberikan bukan hanya
karena keberhasilan organisasi meningkatkan mutu produknya, akan tetapi karena dinili
berhsil meningkatkan mutu semua jenis pekerjaan dan proses manjerial dalam
morganisasi yang bersangkutan
3. Pemberdyaan SDM
Bahwa SDM merupakan unsur yang paling strategis dalam organisasi. Karena itu,
memberdayakan SDM merupakan etos kerja yang sangat mendasar yang harus dipegang
teguh oleh semua eselon manajemen dalamm hierarki organisasi. Memberdayakan SDM
mengandung berbagai kiat seperti mengakui harkat dan martabat manusia, perkayaan
mutu kekaryaan dan penerapan gaya manajemen yang partisipatif melalui proses
demokratisasi dalam kehidupan berorganisasi

J. KESIMPULAN
Disiplin kerja merupakan alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan
karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk
meningkatka kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-
norma sosial yang berlaku.

Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang perusahaan. pada ketetapan diri
karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Dengan demikian, bila peraturan atau
ketetapan yang ada dalam perusahaan itu diabaikan atau sering dilanggar, maka karyawan
mempunyai disiplin kerja yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk pada ketetapan
perusahaan, menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik. Dalam arti yang lebih sempit dan
lebih banyak dipakai, disiplin berarti tindakan yang diambil dengan penyeliaan untuk mengoreksi
perilaku dan sikap yang salah pada sementara karyawan. Singkatnya, disiplin dibutuhkan untuk
tujuan organisasi yang lebih jauh, guna menjaga efisiensi dengan mencegah dan mengoreksi
tindakan-tindak-
an individu dalam iktikad tidak baiknya terhadap kelompok. Lebih jauh lagi, disiplin berusaha
untuk melindungi perilaku yang baik dengan menetapkan respons yang dikehendaki.

Disiplin perlu untuk mengatur tindakan kelompok, di mana setiap anggotanya harus
mengendalikan dorongan hatinya dan bekerjasama demi kebaikan bersama. Dengan kata lain,
mereka harus secara sadar tunduk pada aturan perilaku yang diadakan oleh kepemimpinan
organisasi, yang ditujukan pada tujuan yang hendak dicapai. Dalam pelaksanaan disiplin kerja,
peraturan dan ketetapan perusahaan hendaknya masuk akal dan bersifat adil bagi seluruh
karyawan.

Disiplin yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang
diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan
perusahaan. Melalui disiplin akan mencerminkan kekuatan, karena biasanya seseorang yang
berhasil dalam karyanya adalah mereka yang memiliki disiplin tinggi. Guna mewujudkan tujuan
perusahaan, yang pertama harus segera dibangun dan ditegakkan di perusahaan tersebut adalah
kedisiplinan karyawannya. Jadi, kedisiplinan merupakan kunci keberhasilan suatu perusahaan
dalam mencapai tujuan.
J. KESIMPULAN
Produktvitas pada dasarnya mencakup sikap mental yang selalu mempunyai
pandangan bahwa kehidupan hari ini harus lebih nbaik dari hari kemaren dan hari esok
harus lebih baik dari hari ini. Sikap yang demikian akan mendorong seseorang untuk tdak
cepat merasa puas akan tetapi harus mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuann
kerja dengan cara selalu encari perbaikan-perbaikan dan peningkatan. Ada tiga aspek
utama yang erlu ditinjau dalam menjamin produktivitas yang tinggi, yaitu: a) aspek
kemampuan manajemen tenaga kerja; b) aspek efesien tenaga kerja; c) aspek kondisi
lingkungan pekerjaan. Ketiga aspek tersebut saling terkait dan terpadu salam suatu system
dan dapat diukur dengan berbagai ukuran yang nrelatif sederhana. Produktivitas harus
menjadi bagian yang tidak boleh dilupakan dalam penyusunan strategi bisnis, yang
mencakup bidang produksi, pemasaran, keuangan, dan bidang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai