Anda di halaman 1dari 4

EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DI INDONESIA EVALUATION OF

THE IMPLEMENTATION OF MATERNAL AND CHILD HEALTH PROGRAMS IN INDONESIA Astried Anggraeni
Mirza Email: astried.anggraeni@ui.ac.id Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 16424
ABSTRAK Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator derajat
kesehatan masyarakat yang menyebabkan perlunya upaya untuk menurunkan AKI dan AKB, salah satunya melalui
program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode penelitian
kajian literatur. Adapun hal yang diteliti, yaitu evaluasi input, proses, dan output program KIA di Puskesmas di
Indonesia. Secara keseluruhan, hasil evaluasi ketiga variabel sudah baik. Namun, masih terdapat kekurangan
seperti pada aspek SDM pada variabel input, aspek pengawasan pada variabel proses, dan ketidaktercapaian target
pada variabel output. Kata kunci: evaluasi, program KIA, AKI, AKB, kesehatan ibu dan anak ABSTRACT Maternal
Mortality Rate (MMR) and Infant Mortality Rate (IMR) are indicators of public health status, which necessitates efforts
to reduce MMR and IMR, one of which is through the Maternal and Child Health (MCH) program. This study is a
descriptive study that employs a literature review research method. As for the things studied, namely the evaluation
of inputs, processes, and outputs of the MCH program at health centers in Indonesia, Overall, the evaluation results
of the three variables are good. However, there are still deficiencies, such as in the human resource aspect of the
input variable, the monitoring aspect of the process variable, and the unachieved target of the output variable.
Keywords: evaluation, KIA program, MMR, IMR, maternal and child health

PENDAHULUAN Salah satu aspek penting dalam pembangunan nasional adalah pembangunan kesehatan
masyarakat. Hal ini erat kaitannya dengan masalah kesehatan ibu dan anak yang masih menjadi masalah kesehatan
yang harus disorot karena mempunyai dampak yang besar terhadap pembangunan di bidang kesehatan dan kualitas
sumber daya manusia. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi salah satu indikator
derajat kesehatan masyarakat, yaitu semakin tinggi angka kematian ibu dan bayi suatu negara menandakan
semakin buruknya derajat kesehatan negara tersebut karena ibu hamil dan bayi adalah kelompok rentan yang
membutuhkan pelayanan maksimal dari petugas kesehatan (Melania & Nurwahyuni, 2022). Kematian ibu merupakan
kematian ibu selama periode kehamilan, persalinan, dan nifas yang diakibatkan oleh pengelolaannya sedangkan
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan kematian dalam ruang lingkup tersebut di setiap 100.000 kelahiran hidup.
Secara umum, kematian ibu mengalami penurunan selama periode 1991-2015 dari 309 menjadi 305 per 100.000
kelahiran hidup. Meskipun angka kematian ibu cenderung mengalami penurunan, angka ini masih

belum berhasil mencapai target MDGs yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015, angka kematian ibu menunjukkan tiga kali
lipat lebih tinggi dibandingkan target MDGs (Kemenkes, 2022). Kondisi ini juga masih jauh dari target RPJMS yaitu
183 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2024 ataupun dari target SDGs yaitu 70 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2030. Kematian ibu disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti gangguan hipertensi dalam
kehamilan (31,9%), pendarahan obstetrik (26,9%), komplikasi non-obstetrik (18,5%), komplikasi obstetrik lainnya
(11,80%), infeksi yang berkaitan dengan kehamilan (4,20%), abortus, serta penyebab lainnya. Angka Kematian
Neonatal (AKN) menurun dari 20 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2002 menjadi 15 per 1.000 KH pada tahun
2017. Sementara itu, Angka Kematian Bayi (AKB) menurun dari 32 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2012
menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2017. Hal ini menunjukkan bahwa angka kematian bayi masih jauh
target RPJMN yaitu 16 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2024 dan target SDGs yaitu 12 per 1.000 kelahiran
hidup pada tahun 2030. Terdapat beberapa penyebab utama

dari kematian pada bayi, yaitu gangguan yang terjadi pada masa perinatal (49,8%), kelainan kongenital dan genetik
(14,2%), pneumonia (9,2%),diare dan infeksi gastrointestinal lainnya (7%), viral hemorrhagic fever (2,2%), meningitis
(2%), gangguan undernutrisi, dan metabolik (1,3%). Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan AKI dan AKB,
salah satunya melalui program KIA. Tujuan dari dilakukannya program KIA adalah untuk mencapai kemampuan
hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma
Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatkan derajat kesehatan anak dalam rangka menjamin
proses tumbuh kembang yang optimal (Lestari, 2020). Untuk melihat keberhasilan suatu program, perlu diadakannya
suatu evaluasi. Oleh karena itu, dilakukan penelitian terkait evaluasi implementasi program Kesehatan Ibu dan Anak
yang ada di Indonesia. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode
penelitian kajian literatur, yaitu dengan membaca, menganalisis, dan menarik kesimpulan dalam sebuah kajian
literatur yang berkaitan dengan topik yang diteliti.

Adapun tinjauan pustaka yang digunakan meliputi jurnal, buku, dan sumber kajian lainnya. Kata kunci yang
digunakan dalam penelusuran ini terkait “Evaluasi Implementasi KIA” dengan menggunakan referensi tahun terbit
2018 sampai dengan 2022. Selanjutnya, data yang telah dibaca kemudian dianalisis dan disimpulkan untuk
digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan untuk masalah ada. HASIL DAN PEMBAHASAN Variabel Input
Variabel pertama dari komponen evaluasi adalah variabel input. Evaluasi input dilakukan sebelum melaksanakan
kegiatan program, meliputi sumber daya manusia, pendanaan, sarana prasarana, dan kebijakan atau pedoman
pelaksanaan. Sebagai contoh, pada Puskesmas Kabowo Kabupaten Muna melakukan pembagian tugas yang
merata di antara tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan pelayanan KIA. Meskipun begitu, ketersediaan sarana
dan prasarana untuk pelayanan KIA masih belum lengkap, seperti ketersediaan tensi, timbangan, dan alat pelayanan
lainnya. Dilihat dari segi pendanaannya, Puskesmas Kabowo Kabupaten Muna menggunakan sumber dana dari
BOK dan BPJS, dan untuk pembiayaan yang berasal dari pemerintah
adalah APBN. Selain itu, Puskesmas juga menerima biaya dari pasien yang menggunakan jaminan kesehatan yang
dimiliki. Hal ini juga berkaitan dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Pasal 170 yang menyatakan bahwa
sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat/swasta, dan sumber lain
(Herlin et al., 2021). Contoh lainnya dapat dilihat pada Puskesmas Marawola Kabupaten Sigi, jumlah bidan yang
dibutuhkan untuk program KIA sudah mencukupi dan sudah terdistribusi dengan baik dengan jumlah desa binaan
yang dimiliki meskipun masih terdapat bidan honorer. Selain itu, aspek pembiayaan untuk program KIA juga
mencukupi walaupun pencairan pembiayaan terkadang masih tidak sesuai dengan waktu yang dibutuhkan. Untuk
sarana dan prasarana terkait program KIA di Puskesmas Marawola Kabupaten Sigi sudah mencukupi, seperti
ketersediaan ruang kerja, alat medis dan non medis, serta obat-obatan yang dibutuhkan untuk program KIA (Kareba,
2020). Implementasi program KIA lainnya dapat dilihat pada Dinas Kesehatan Kabupaten Pasangkayu. Dilihat dari
aspek pendanaannya, Perencanaan dana/anggaran untuk program KIA tidak sepenuhnya dialokasikan.
Pemanfaatan

dana masih berjalan tidak sesuai pedoman dan cenderung lebih fokus pada pembangunan fisik. Selain itu,
keterlambatan pencairan dana juga berimbas pada program yang harus dijalankan. Sementara itu, jika dilihat dari
ketersediaan SDM, Puskesmas yang berada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Pasangkayu masih
kurang dan pendistribusiannya juga tidak merata sehingga cakupan program KIA sulit untuk tercapainya karena
SDM yang kurang memadai. Pengadaan alat kesehatan juga masih belum memadai sehingga menghambat jalannya
program KIA (Mutmainnah et al., 2019). Variabel Proses Variabel kedua dari komponen evaluasi adalah variabel
proses. Evaluasi proses dilakukan saat kegiatan sedang berlangsung yang bertujuan untuk menilai keefektifan
metode yang dipilih. Sebagai contoh, pada Puskesmas Kabowo Kabupaten Muna melakukan proses penyusunan
perencanaan program KIA dimulai dari pengidentifikasian masalah, penentuan prioritas masalah, dan penyusunan
perencanaan anggaran. Dalam pelaksanaannya, kegiatan program KIA di Puskesmas Kabowo Kabupaten Muna
semua kegiatan pelayanan KIA bersumber dari BPOK dan BPJS dan untuk keterlibatan SDM terdiri dari bidan

koordinator program KIA dan bidan pendamping desa. Namun, terdapat kendala dalam proses pelaksanaannya yaitu
dana yang diberikan masih belum cukup untuk menunjang setiap kegiatan dalam program KIA di Puskesmas (Herlin
et al., 2021). Contoh lainnya dapat dilihat pada Puskesmas Marawola Kabupaten Sigi di mana pengorganiassian
untuk pengelolaan program KIA dinilai sudah sesuai. Kegiatan program KIA yang dilakukan di berupa Pemasangan
Stiker, Otopsi Verbal, Kunjungan Rumah Bumil atau Sweeping, Pemeriksaan Bumil Resti, Penyuluhan ASI Eksklusif,
Pendampingan Kelas Ibu Hamil, Posyandu, dan Imunisasi. Selain itu, kegiatan pengawasan pengelolaan program
KIA di wilayah kerja Puskesmas Marawola juga sudah dilaksanakan, tetapi terkadang tidak dilakukan pengawasan
oleh Puskesmas, hanya dilakukan oleh bidan di desa itu sendiri (Kareba, 2020). Implementasi program KIA lainnya
dapat dilihat pada Dinas Kesehatan Kabupaten Pasangkayu. Pelaksanaan Program KIA di Puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Pasangkayu berjalan sesuai dengan rencana POA dan DPA SPKD walaupun terkadang
masih terjadi perubahan jadwal karena pencairan dana yang lambat dan SDM yang masih kurang. Supervisi yang
dilakukan saat pelaksanaan

Program KIA berlangsung juga tidak memiliki tim khusus untuk memantau Pondok Bersalin Desa (Polindes) dan Pos
Kesehatan Desa (Poskesdes), hanya tim pemantau dari tingkat Puskesmas Pembantu, Poskesdes dan Polindes
(Mutmainnah et al., 2019). Variabel Output Komponen ketiga dari evaluasi adalah variabel output. Evaluasi output
dilakukan setelah pelaksanaan program selesai untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan program dengan target
yang telah ditentukan sebelumnya. Sebagai contoh, pada Puskesmas Kabowo Kabupaten Muna, data cakupan dan
pencapaian pelaksanaan program KIA belum mencapai target yang ditetapkan, seperti pelayanan pertolongan
persalinan oleh nakes (79%), pelayanan nifas (75%), kunjungan neonatal (79%), posyandu (72%), kelas ibu hamil
(50%), dan cakupan peserta KB (50%). Ketidaktercapaian target ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
kurangnya dana dalam pelaksanaan program KIA, fasilitas (sarana dan prasarana) yang tidak cukup dan masyarakat
yang masih melakukan persalinan di dukun dan tidak menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia ( Herlin et al.,
2021)

Contoh lain dapat dilihat pada puskesmas Marawola Kabupaten Sigi, masih banyak target sasaran program KIA
yang belum tercapai. Hal ini dapat terlihat dalam sasaran ibu bersalin pada tahun yaitu sebanyak 78 orang, realita
pencapaiannya hanya sebanyak 71 (91%). Target cakupan kunjungan pertama ibu hamil (K1) pada masa kehamilan
juga belum tercapai, yaitu hanya terdapat 80 orang dari 82 orang target (97.5%). Begitu juga dengan target cakupan
kunjungan pertama ibu hamil (K4) pada masa kehamilan juga belum tercapai, yaitu hanya terdapat 62 kunjungan
dari 82 kunjungan target (75%) (Kareba, 2020). Implementasi program KIA lainnya dapat dilihat pada Dinas
Kesehatan Kabupaten Pasangkayu. Terlepas dari kekurangan dan hambatan yang ada, hasil dari pelaksanaan
program KIA di Kabupaten Pasangkayu berhasil menurunkan AKI dan AKB (Mutmainnah et al., 2019).
KESIMPULAN Pada evaluasi input, hampir seluruh Puskesmas sudah memiliki sumber daya manusia, pendanaan,
dan sarana prasarana yang mendukung, terlihat dari hasil evaluasi input pada Puskesmas Kabowo Kabupaten Muna
dan Puskesmas Marawola Kabupaten Sigi. Namun, pada

evaluasi input Dinas Kesehatan Kabupaten Pasangkayu pendanaan dan sumber daya manusia yang ada masih
belum mendukung keterlaksanaan Program KIA yang ada. Pada evaluasi proses, seluruh Puskesmas melaksanakan
program KIA sesuai dengan perencanaan awal walaupun masih terdapat beberapa kendala seperti masalah
pendanaan saat kegiatan berlangsung atau kendala terkait supervisi atau pengawasan kegiatan. Pada evaluasi
output, hampir seluruh masih belum bisa mencapai target capaian yang dibuat diawal karena berbagai macam
alasan dan kendala. Meskipun begitu, program KIA pada Dinas Kesehatan Kabupaten Pasangkayu tetap berhasil
menurunkan angka AKI dan AKB dibandingkan sebelumnya

Anda mungkin juga menyukai