Anda di halaman 1dari 18

Identitas Etnis Tionghoa…(Erniwati) 185

IDENTITAS ETNIS TIONGHOA PADANG


MASA PEMERINTAH HINDIA BELANDA
PADANG’S ETHNIC CHINESE IDENTITY
DURING DUTCH EAST INDIES PERIOD

Erniwati
Universitas Negeri Padang.
Jl. Prof. Dr. Hamka, Air Tawar Barat, Padang Utara, Kota Padang.
e-mail: erniwatinur@fis.unp.ac.id

Naskah Diterima:8 Januari 2019 Naskah Direvisi:13 Juni 2019 Naskah Disetujui: 28 Juni 2019

DOI: 10.30959/patanjala.v11i2.482

Abstrak
Artikel ini menjelaskan tentang identitas etnis Tionghoa yang ada di Padang pada masa
Pemerintah Hindia Belanda. Mengkonstruksi identitas etnis Tionghoa di Padang menggunakan
metode sejarah melalui studi pustaka dan arsip dengan menelusuri sumber-sumber berupa buku,
arsip Pemerintah Hindia Belanda, dokumen perkumpulan sosial, budaya, dan pemakaman Heng
Beng Tong serta Hok Tek Tong. Data yang diperoleh kemudian dikritik dan dikronologiskan untuk
menghasilkan karya historiografi. Temuan artikel ini menunjukkan bahwa identitas etnis
Tionghoa di Padang masa Pemerintah Hindia Belanda dipengaruhi oleh penataan masyarakat di
daerah koloni oleh pemerintah Hindia Belanda dengan menerapkan sistem pemukiman
(wijkenstelsel), pembagian masyarakat melalui Indische Staatregeling serta berbagai aturan
lainnya. Penerapan sistem tersebut membentuk identitas etnis Tionghoa di Padang di mana secara
politis berada di bawah kontrol Pemerintah Hindia Belanda, namun secara social dan budaya
masih berorientasi kepada kebudayaan Tionghoa.
Kata kunci: etnis Tionghoa, identitas, Padang, Pemerintah Hindia Belanda.

Abstract
This article aims to explain the Chinese in Padang during the Dutch East Indies
government. Constructing a Chinese identity in Padang use historical methods through library
studies and archives by tracing sources such as books, Dutch East Indies government archives,
documents on social and funeral associations Heng Beg Tong and Hok Tek Tong. The data
obtained, critical and chronologist to produce historiography works. The findings of this article
indicate that the ethnic Chinese identity in Padang during the Dutch East Indies government by
implementing settlement system (wijkwnstelsel), classification of communities through the Indische
Staatregeling and other rules. The implementation of the system formed a Chinese ethnic identity
in Padang where it was politically under the control of the Dutch East Indies government, but
socially and culturally still oriented to Chinese culture.
Keywords: Chinese ethnic, identity, Padang, Dutch East Indies Government.

A. PENDAHULUAN di luar daratan Tiongkok (Chinese


Tionghoa adalah suatu etnis yang Oversease). Istilah “Tionghoa” lahir dari
telah menjadi bagian dari kebhinekaan di gerakan kebudayaan yang dipelopori oleh
Indonesia yang hadir jauh sebelum Tiong Hwa Hwe Koan (THHK) sejak
datangnya bangsa Barat. Istilah etnis tahun 1900 untuk mempopulerkan istilah
Tionghoa digunakan untuk menunjukkan “Tionghoa” sebagai pengganti istilah
kepada orang-orang Tionghoa yang tinggal “Chinese” yang digunakan oleh bangsa
186 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 185 - 201

Barat dan kata “Chinezen” yang digunakan terbuka yang sampai menimbulkan korban
oleh Pemerintah Hindia Belanda1. jiwa. Padahal dari sisi kuantitas, etnis
Keberadaan etnis Tionghoa di Tionghoa disebut sebagai kelompok
hampir di seluruh kota di Indonesia tidak minoritas yang telah berinteraksi dengan
terlepas dari fenomena diaspora yang masyarakat Padang dalam waktu yang
sudah terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Pada kenyataannya, dominasi
lama oleh orang-orang Tionghoa keluar kelompok mayoritas seperti Minangkabau,
dari daratan Tiongkok. Proses diaspora membuat etnis Tionghoa melebur ke
etnis Tionghoa keluar dari daratan dalamnya, tanpa kehilangan identitas asli
Tiongkok didorong oleh faktor interen mereka (Erniwati, 2003: 70).
yang terjadi di Tiongkok dan faktor Proses adaptasi yang panjang
eksteren tempat mereka yang baru, salah memberikan keunikan tersendiri terhadap
satu daerah diaspora etnis Tionghoa adalah masing-masingnya, sehingga ditemukan
kota-kota di Nusantara (Indonesia), keberagaman etnis Tionghoa yang tinggal
termasuk Padang. di Indonesia. Kearifan lokal masing-
Hidup sebagai kelompok minoritas masing kota di Indonesia akan
di tengah masyarakat Indonesia yang memberikan dampak yang berbeda
plural menjadi hal yang tidak mudah untuk terhadap pembentukan identitas etnis
dijalani etnis Tionghoa di Indonesia. Tionghoa yang tinggal di wilayahnya,
Secara historis, kebijakan Pemerintah seperti etnis Tionghoa Padang akan
Hindia Belanda telah menempatkan etnis berbeda dengan etnis Tionghoa yang
Tionghoa sebagai kelompok yang terpisah tinggal di Jawa, Medan, Riau, Makasar,
dan berbeda dari masyarakat tempatan. Bangka, dan mereka yang tinggal di daerah
Sejumlah catatan tindak kekerasan yang lainnya. Akibatnya generalisasi yang
menimpa etnis Tionghoa dari berbagai selama ini diberikan tentang etnis
rezim politik di Indonesia menunjukkan Tionghoa perlu ditinjau kembali.
bahwa posisi etnis ini sangatlah rentan, Fokus kajian artikel ini adalah
baik dalam tataran lokal maupun nasional. dinamika pembentukan identitas etnis
Di Indonesia, konflik antara penduduk Tionghoa di Padang pada masa
setempat dengan etnis Tionghoa paling Pemerintahan Hindia Belanda. Periode ini
banyak terjadi jika dibandingkan dengan menjadi landasan pembentukan identitas
negara Asia Tenggara yang lainnya Tionghoa oleh politik lokal. Di satu sisi,
(Suryadinata, 2005: 181). Padahal tindak lokalitas Padang yang berfungsi sebagai
kekerasan menjadi suatu tragedi yang daerah rantau identik dengan
merusak nilai-nilai humanitas dan Minangkabau. Meskipun demikian,
meninggalkan ingatan pilu serta trauma, penduduk Padang sebetulnya sangat
sehingga beberapa etnis Tionghoa akhirnya beragam karena sifatnya yang terbuka
ada yang memilih meninggalkan terhadap berbagai pendatang.
Indonesia. Ada beberapa kajian terdahulu yang
Narasi kekerasan terhadap etnis patut dirujuk sebagai sumber acuan.
Tionghoa sebagai masa lalu yang kelam Pertama adalah buku yang berjudul Paco-
mengisi hampir perjalanan sejarah Paco (Kota) Padang: Sejarah Sebuah Kota
beberapa kota besar di Indonesia. di Indonesia pada Abad ke-20 dan
Fenomena berbeda ditemukan di Padang, Penggunanaan Ruang Kota karya Freek
etnis Tionghoa menjalani kehidupan yang Colombijn yang diterbitkan pada tahun
terjaga tanpa diwarnai dengan konflik 2006 oleh penerbit Ombak. Buku ini
mengulas mengenai keberadaan etnis
1 Tionghoa yang menjadi bagian dari
Lihat lebih lanjut Erniwati, 2016, 140 Tahun
Heng Beng Tong: Sejarah Perkumpulan
penduduk Padang. Colombijn melihat
Tionghoa 1876-2016, Depok: Komunitas bagaimana kontribusi etnis Tionghoa
Bambu, hlm. 1. dalam bidang perdagangan, terutama
Identitas Etnis Tionghoa…(Erniwati) 187
tentang pemanfaatan ruang Padang sebagai mencoba menggambarkan bahwa etnis
wilayah budaya, pusat perdagangan, Tionghoa juga memiliki keinginan untuk
pemerintahan, transportasi, dan pendidikan menjadi bagian dari “Ke-Jawa-an” tempat
sejak Pemerintah Hindia Belanda. Untuk mereka berdomisili dan menjadi bagian
mengatasi konflik antarsesama pengguna dari lingkungan tersebut.
ruang, maka master plan dibutuhkan agar Rustopo mampu membangun model
ruang untuk penggunaan umum dan penelitian sejarah dengan merekonstruksi
simbolik yang memberikan ciri khas karya sejarah kebudayaan dan bisa
Padang bisa digunakan dengan baik. dipertanggungjawabkan secara akademik.
Penelitian Colombijn tersebut Ia memakai teori konvergensi dari William
berguna untuk memberi pemahaman Stern, yakni hasil pertemuan (konvergensi)
tentang Padang sebagai suatu wilayah antara faktor pribadi dan lingkungan yang
lokalitas dengan kedinamisan yang digambarkan pada etnis Tionghoa dalam
kentara, terutama dalam penggunaan proses menjadi Jawa pada 1895-1998.
konsep ruang pada kemajemukan Kajian menggunakan silsilah dan faktor
masyarakat yang berada di dalamnya. lingkungan, mulai dari keluarga, tetangga,
Kelompok etnis Tionghoa sebagai hingga budaya. Pola kebudayaan Jawa
minoritas yang mempertahankan yang disampaikan Geertz menjadi rujukan
eksistensinya dalam berbagai bidang, dalam mengamati simbol ke-Jawa-an mana
terutama bidang perekonomian. Persaingan yang diadopsi.
dagang antara etnis Tionghoa dengan Gambaran Rustopo dan Willmott
Minangkabau disandingkan dengan tentang integrasi budaya Jawa dengan
pembangunan eksistensi diri untuk identitas etnis Tionghoa memiliki
mendapatkan tempat tersendiri dalam perbedaan dengan etnis Tionghoa di
ruang Padang. Meskipun etnis Tionghoa Padang. Pengintegrasian budaya Jawa pada
digambarkan oleh Colombijn berusaha identitas etnis Tionghoa diserap secara
untuk mendapatkan ruang di Padang, individu ataupun kelompok setelah melalui
namun dinamika kebudayaan berdasarkan beberapa proses adaptasi pribadi-pribadi
situasi politik yang tidak tetap di tataran yang kemudian men-Jawa-kan diri di
lokal maupun nasional, tidak tergambarkan Surakarta. Hal ini menggambarkan bahwa
dalam penjelasannya. Inilah yang menjadi pengaruh lokalitas begitu memengaruhi
pembeda antara tulisan Colombijn dengan kepribadian etnis Tionghoa dan mengikuti
tulisan ini. pola-pola kehidupan setempat. Namun di
Selanjutnya, dua karya yakni Padang, etnis Tionghoa tetap menjaga
Menjadi Jawa: Orang-orang Cina dan budaya leluhurnya melalui perkumpulan
Kebudayaan Jawa di Surakarta 1895-1998 marga, perkumpulan sosial, budaya, dan
karya Rustopo dan The Chinese of pemakaman Himpunan Bersatu Teguh
Semarang: A Changing Minority (HBT) dan Himpunan Tjinta Teman
Community in Indonesia karya Willmott. (HTT), meskipun pengaruh budaya
Dua karya ini merupakan hasil penelitian Minangkabau tidak dapat dipungkiri tetap
disertasi yang telah dipublikasikan. berdampak pada etnis Tionghoa Padang,
Willmott melihat masa lalu etnis Tionghoa seperti bahasa yang digunakan (bahasa
di Jawa berdasar teori sosio-kultural dari Pondok).
perkembangan secara intelektualitas dan HBT dan HTT berpusat di kota
mentalitas kemanusiaan dalam kehidupan Padang serta memiliki beberapa cabang di
sehari-hari secara personal maupun kota lain di Sumatera Barat, Riau, dan
kelompok. Etnis Tionghoa digambarkan Sibolga. Perkumpulan ini memiliki peran
sebagai bagian yang membentuk identitas dalam mewariskan dan melestarikan
Jawa secara kolektif serta berupaya untuk budaya terutama pada upacara kematian
mencari jati diri dalam pembangunan dengan menggunakan tradisi leluhur. Etnis
identitas ke-Jawa-annya. Tulisan ini juga Tionghoa di Padang akhirnya mampu
188 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 185 - 201

mempertahankan jati diri dalam pluralitas Menurutnya, kesadaran sebagai orang


lingkungan hidupnya serta berkonstribusi Tionghoa menjadi unsur yang paling
terhadap ranah kebudayaan di Padang. penting dan inti dalam etnis Tionghoa
Untuk menganalisa permasalahan dengan memiliki beberapa identitas lain
ini, maka digunakan konsep etnisitas dan dalam waktu yang bersamaan. Dengan
identitas. Kedua konsep tersebut penekanan dimensi waktu, Wang Gungwu
digunakan karena objek penelitian adalah memberi kesimpulan bahwa perubahan
kelompok etnis yang mempunyai identitas identitas etnis Tionghoa di Asia Tenggara
tersendiri yang berbeda dengan etnis melalui beberapa tahapan, yakni identitas
lainnya. Kajian terdahulu oleh Barth historis, identitas nasional Tionghoa,
(1969) dan Wang Gungwu (1985) relevan identitas nasional lokal, identitas etnis, dan
dengan penelitian ini. Barth memberikan identitas kelas. Masing-masing tahapannya
definisi mengenai etnisitas atas dua aspek tidak bisa berdiri sendiri, karena pada
penting, yakni sebagai unit kebudayaan waktu tertentu, etnis Tionghoa akan
dan sebagai tatanan sosial (Fredrik Barth, menganut lebih dari satu identitas (Wang
1969:12-15). Penekanan pandangan Barth Gungwu, 1991:13-23).
tersebut terletak pada pembagian sifat
kebudayaan yang memberikan ciri B. METODE PENELITIAN
terhadap kelompok tersebut. Penelitian ini termasuk ke dalam
Lebih lanjut, Barth mengungkapkan kategori penelitian kualitatif dengan tujuan
bahwa etnisitas tidak hanya bergantung melihat gambaran lengkap mengenai
pada ras maupun warisan biologis, namun identitas Tionghoa Padang. Penelitian ini
juga ekspresi pada identifikasi rasial atau menggunakan metode sejarah, yakni
sentimen-sentimen primordial. Dengan mencari, menemukan, serta menguji dan
demikian, batas-batas antara kelompok melakukan kritik terhadap sumber yang
etnis masing-masing terbentuk melalui terkumpul. Penelusuran data untuk
langkah membangun, mempertahankan, penelitian ini menggunakan pendekatan
dan melestarikan identitas secara sejarah yang didukung dengan data
berkelanjutan dengan proses interaksi perpustakaan dan arsip. Studi perpustakaan
sosial. Kesimpulannya, identitas adalah dan arsip dilakukan penulis dengan
hasil dari sebuah konstruksi. menelusuri literatur di Perpustakaan
Pembentukan identitas sebenarnya Nasional Jakarta, Koninklijk Instituut voor
mengalami perubahan seiring Taal- Land en Volkenkunde (KITLV) di
perjalanannya dengan pemahaman yang Kuningan Jakarta, Perpustakaan Daerah
berbeda di setiap tempat. Akhirnya, Sumatera Barat, dan Perpustakaan Jurusan
identitas ada yang bersifat permanen dan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas
ada yang tidak. Identitas permanen terlihat Negeri Padang. Studi dokumen dilakukan
pada konsistensi etnis Tionghoa dari segi di Arsip Nasional Jakarta, Arsip Daerah
kepercayaan terhadap roh nenek moyang Sumatera Barat, arsip HTT dan HBT. Data
yang diiringi dengan adanya usaha yang diperoleh, dikritik secara interen dan
pemeliharaan kebudayaan leluhur, ekstern. Pada analisis prosesual, data
sedangkan identitas tidak permanen adalah diklasifikasi berdasarkan kronologisnya
perubahan pada sisi keorisinilan yang dengan tujuan menguraikan dan
berubah akibat pengaruh dari luar. menggambarkan faktor-faktor apa saja
Selanjutnya, identitas juga terbentuk yang memengaruhi terbentuknya identitas
melalui representasi budaya yang etnis Tionghoa Padang. Konsep yang
ditampilkan digunakan dan fakta yang terkumpul,
Sementara itu, Wang Gungwu nantinya akan digunakan untuk interpretasi
memberikan penekanan pada konsep secara menyeluruh, sehingga eksplanasi
identitas Tionghoa dan identitas ganda menghasilkan penulisan sejarah yang
pada etnis Tionghoa di Asia Tenggara. analitis.
Identitas Etnis Tionghoa…(Erniwati) 189
C. HASIL DAN BAHASAN dengan panggilan Ombak Puruih
1. Letak Geografis dan Keadaan Alam menyebabkan sering terjadi abrasi dengan
Padang rata-rata 20 cm/tahun. Dampak dari hal
Ada beberapa penjelasan yang tersebut adalah penyempitan dan
dipaparkan mengenai Padang, di antaranya pengurangan lahan terjadi setiap tahunnya.
adalah versi Houfman dan Tambo. Dalam mengatasi hal tersebut, beberapa
Houfman adalah seorang wakil Belanda krip (riol) dibangun dengan tujuan untuk
yang ditempatkan di daerah yang belum memecah ombak (Asnan, 2007: 26-27).
ditaklukkan oleh Belanda, atau yang Selain itu di Padang, bermuara 6
disebut juga dengan Opper Koopman. sungai besar dan 16 sungai kecil. Sungai-
Menurutnya, Padang pada masa dahulu sungai besar adalah Sungai Batang Air
merupakan dataran rendah seperti lapangan Dingin, Sungai Batang Kandis, Sungai
luas yang dikelilingi oleh Bukit Barisan. Batang Arau, Sungai Pisang, Sungai
Dataran rendah itu digunakan sebagai Kuranji, dan Sungai Batang Timbunan.
tempat bermukim bagi para penangkap Sungai terpanjang di antara sungai-sungai
ikan, pedagang, dan petani garam tersebut adalah Sungai Batang Arau, yang
(Netscheer, 1881: III-V). Selanjutnya sering disebut dengan Sungai Padang
menurut Tambo, Padang merupakan hutan dengan panjang 25 km dari hulu pada kaki
lebat yang didiami oleh orang Rupit Bukit Barisan dan bermuara di pantai
(Tirau) dari daerah pesisir. Dahulu, Samudera Indonesia. Muara sungai ini
seorang Datuk Minangkabau menemukan pada masa kemudian menjadi pelabuhan
sebuah pedang yang bertuliskan dan pemukiman penduduk.
“Lailahailallah Moehamad Rasoel Allah” Padang memiliki letak yang strategis
dengan aksara Arab. Pedang itulah yang sehingga dataran rendah ini menjadi tujuan
akhirnya digunakan sebagai nama Padang banyak orang dari berbagai daerah. Pada
(Tanpa Pengarang, 1989: 21). periode awal, Padang ditempati penduduk
Secara geografis, Padang berada di pesisir utara dan selatan Pulau Sumatera.
tengah Pulau Sumatera pada 0° 56° LS dan Pemukiman penduduk Padang berawal dari
100° BT dengan ketinggian 1 hingga 5 pertumbuhan Muara Padang yang pada
meter dari permukaan laut. Padang yang mulanya hanya perkampungan kecil yang
terletak di pinggiran pantai menyebabkan terletak di Sungai Batang Arau, lalu
suhu daerah ini antara 20° sampai 32° C. menjadi pusat perdagangan pada waktu
Luas daratan Padang adalah 694.96 km2 kemudian. Hal ini karena kebutuhan orang
atau 1,65% bagian dari luas seluruh Minangkabau untuk berhubungan dengan
Provinsi Sumatera Barat. Enam puluh orang-orang yang berada di luarnya untuk
persen (60%) wilayah Padang merupakan mendapatkan komoditi asing yang tidak
daerah perbukitan dan hutan lindung yang terdapat di daerah Minangkabau dan juga
membentang dari timur ke selatan kota. untuk menambah pengetahuan mereka.
Beberapa bukit tersebut adalah Bukit Pelabuhan Muara kemudian muncul
Lampu, Bukit Gado-gado, Gunung menjadi perkampungan di pinggiran
Padang, dan lainnya. Padang juga memiliki bagian selatan Batang Arau yang masa
garis pantai dengan panjang 19.800 meter sekarang dinamakan dengan Seberang
dengan 19 pulau kecil. Pulau-pulau Padang. Seperti daerah Minangkabau yang
tersebut di antaranya adalah Pulau Sikuai, lain, Padang merupakan bagian dari pesisir
Pulau Pisang (besar dan kecil), Pulau pantai barat Sumatera di bawah kekuasaan
Sirandah, Pulau Sironjong, dan beberapa Kerajaan Pagaruyung yang berpusat di
pulau lainnya. Tanah Datar. Pemukiman pendatang ini
Dibanding daerah pantai lainnya, berkembang di bagian seberang Sungai
Padang memiliki ombak yang lebih tinggi, Batang Arau. Pada bagian selatan Sungai
yakni dengan ketinggian sekitar 130 cm. Batang Arau merupakan daerah perbukitan
Keganasan ombak pantai yang terkenal yang diberi nama Gunung Padang untuk
190 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 185 - 201

bukit yang tinggi dan Gunung Monyet tangan (Vleming, 1988: 6-9). Fase
untuk bukit yang lebih rendah atau biasa pertama inilah yang menjadi titik pijak
disebut dengan Bukit Siti Nurbaya. terjalinnya hubungan etnis Tionghoa
Gunung Monyet yang berada di ujung dengan masyarakat di kota-kota pelabuhan
muara sungai berfungsi untuk melindungi di Nusantara. Pada fase ini kedatangan
daerah tersebut dari angin laut. etnis Tionghoa dilakukan dengan cara
berkelompok bersama ekspedisi yang
2. Kedatangan Etnis Tionghoa di dikelola oleh Kerajaan Tiongkok.
Padang Ekspedisi-ekspedisi ini dilakukan secara
Belum ada kepastian yang beberapa tahap, seperti ekspedisi Fa-Hsien
dipaparkan mengenai kapan kedatangan pada abad 4-5 M dan ekspedisi Cheng Ho
etnis Tionghoa ke Padang. Merujuk kepada pada abad 15 M (Sen, 2010: 83-213).
Victor Purcell diketahui bahwa proses Kedatangan pada fase ini tetap bergantung
masuknya etnis Tionghoa ke Nusantara pada angin Muson, sehingga rombongan
dikelompokkan ke dalam tiga fase. Fase ekspedisi membutuhan waktu yang lama
pertama, adanya hubungan dagang antara untuk kembali ke Tiongkok. Untuk
Kerajaan Tiongkok dengan kerajaan- mengisi waktu rombongan kemudian
kerajaan yang ada di Nusantara. Fase melaksanakan berbagai aktivitas, salah
kedua, kedatangan etnis Tionghoa satunya membina hubungan dagang
berlangsung pada saat kedatangan Bangsa dengan masyarakat setempat.
Eropa, yakni ketika Malaka berperan Berdasarkan penemuan arkeologi,
sebagai bandar dagang terbesar pada abad terdapat situs kuno di pedalaman
ke-16 di Asia Tenggara. Fase ketiga, etnis Sumatera, yakni sekitar hulu Sungai
Tionghoa datang ke Nusantara saat berada Batanghari (Situs Rambahan) berupa
di bawah Pemerintah Hindia Belanda. benda-benda peninggalan yang dibawa dari
Fase pertama, kedatangan etnis Tiongkok, seperti keramik Rajakula, yang
Tionghoa terjadi melalui hubungan dagang bersal dari masa Dinasti Han (abad 5-6 M)
antara Tiongkok dengan Nusantara. dan Dinasti Tang (abad 7-8 M). Kala itu
Hubungan tersebut terbina dalam Pulau Sumatera dinamai dengan Cin-Cou
hubungan sebagai Negara Vassal, karena (Benua Emas) oleh para pedagang yang
Tiongkok pada masa itu tidak mengakui berasal dari Tiongkok karena banyak emas
adanya Negara Koloni. Hal tersebut karena yang dihasilkan dari wilayah ini, terutama
Tiongkok tidak menerapkan bentuk negara Minangkabau. Hal inilah yang menjadi
koloni, namun daerah yang telah daya tarik kedatangan pedagang Tiongkok
ditaklukkan ditandai dengan sistem upeti untuk datang ke Minangkabau. Mereka
yang secara implisit menyatakan daerah melakukan perjalanan melalui jalur sungai
tersebut sudah ditaklukkan dan mengakui dan membuat pos-pos penampungan,
keberadaan Tiongkok (Wang, 1987: 14- sehingga muncullah pasar sebagai tempat
15). Oleh karena itu, tidak bisa dibenarkan untuk melakukan transaksi dengan cara
jika Nusantara pada masa itu berada di barter komoditi ekspor dengan benda
bawah dominasi Tiongkok. Hal itu terlihat berbahan emas dari berbagai daerah di
dari hubungan yang dibina antara Kerajaan pedalaman Minangkabau. Penemuan
Tiongkok dengan kerajaan-kerajaan yang Arkeologi lainnya juga terdapat di jalur
ada di Nusantara. Mereka bahkan saling Sungai Batang Kuantan, Sungai Kampar,
berkirim duta sebagai perwakilan kerajaan Sungai Siak, dan Sungai Batanghari yang
yang menandai baiknya hubungan antara mengalir mulai dari pedalaman
Kerajaan Tiongkok dengan kerajaan- Minangkabau hingga bermuara di Selat
kerajaan Nusantara. Pengiriman tersebut Malaka dan Laut Cina Selatan (Dobbin,
menunjukkan bahwa ada rasa hormat yang 1992: 55-68).
sedang saling ditunjukkan. Duta yang Selain membina hubungan dagang,
dikirim juga membawa beberapa buah Kerajaan Tiongkok juga membina
Identitas Etnis Tionghoa…(Erniwati) 191
hubungan persahabatan dengan kerajaan- pasar, bergantung kepada para pedagang
kerajaan yang ada di Nusantara, termasuk Belanda dan Tionghoa (Bond, 1988: 156).
Kerajaan Pagaruyung di pedalaman Fase inilah yang menjadi jembatan
Minangkabau. Hubungan tersebut terlihat terbinanya relasi dagang antara etnis
dari adanya pemberitaan Tiongkok yang Tionghoa dengan dengan pedagang
menyatakan bahwa Raja Adityawarman Minangkabau, baik di Padang maupun di
pernah mengirim utusan ke Tiongkok daerah pedalaman.
sebanyak enam kali selama rentang waktu Relasi yang terbina kemudian bukan
1371-1377. Selanjutnya diketahui bahwa saja dalam aspek perdagangan, melainkan
H. Puti Alam Naisyah Erma Moeloek dan juga dalam hal perkawinan. Etnis
H. Limbak Tjahaja mengatakan bahwa Tionghoa yang melakukan perkawinan
salah seorang putra Raja Tiongkok dengan masyarakat setempat, pada
dahulunya pernah meminang Bundo umumnya adalah kaum laki-laki yang
Kandug dengan mengirimkan seperangkat datang tidak dengan membawa keluarga
pelaminan sebagai ikatan. Rencana dari dataran Tiongkok. Keturunan dari
perkawinan tersebut sayang tidak jadi hasil perkawinan campuran etnis ini
terlaksana dikarenakan Putra Raja tersebut kemudian melahirkan kelompok Tionghoa
mengalami kecelakaan dalam perjalanan yang disebut dengan Tionghoa Peranakan
menuju Minangkabau, namun mahar yang (Lan, 2013: 24; Lohanda, 1993: 11;
dikirimkan telah diterima oleh Bundo Noordjanah, 2004: 41).
Kandung (Aswar, 1999: 425-434). Fase ketiga, yakni terjadi pada masa
Fase kedua, terlihat bahwa etnis Pemerintah Hindia Belanda. Pada fase ini,
Tionghoa secara aktif terlibat dalam etnis Tionghoa datang ke Padang untuk
kegiatan perdagangan dan pelayaran bekerja menjadi kuli di perkebunan dan
bersama dengan orang-orang dari Arab dan pertambangan yang dibuka oleh
India (Asnan, 2007: 43). Pada abad ke-17, Pemerintah Hindia Belanda, salah satunya
etnis Tionghoa telah bermukim di kota adalah pembukaan Tambang Batu Bara
Pariaman. Kota tersebut merupakan Ombilin di Sawahlunto. Mereka datang
pemukiman pertama etnis Tionghoa di secara berkelompok dengan sistem kuli
sekitar kawasan Pantai Barat Sumatera. kontrak. Sebelumnya, yang bekerja di
Tahun 1660 Vereenigde Oostindische pertambangan tersebut adalah kuli dari
Compagnie (VOC), yakni serikat dagang kelompok narapidana, kuli bebas, dan kuli
yang dimiliki Belanda menjadikan Padang lepas. Melalui Departemen Kehakiman,
sebagai pusat ekonomi dan politik. Pemerintah Hindia Belanda menugaskan
Pedagang Tionghoa dan VOC menjalin para narapidana dari penjara-penjara di
kontak dagang dengan penduduk Padang Batavia (terutama dari Glodok dan
yang pada mulanya juga merupakan para Cipinang) untuk menjadi buruh paksa di
pedagang dari daerah pedalaman. Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto
Peningkatan jumlah etnis (Erman, 2005: 73-75).
Tionghoa yang menetap di Padang pada Pengiriman buruh paksa ke
tahun 1682 menyebabkan VOC Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto
mengangkat seorang letnan Tionghoa yang dimulai pada awal tahun 1898 dengan
bernama Lie Pit (Erniwati, 2016: 35). Hal jumlah penambang 2.405 orang. Pada
ini dilakukan dengan tujuan mengontrol bulan Mei 1898, pengiriman buruh
dan mengatur etnis Tionghoa yang berada menurun menjadi 1.130 orang. Beberapa
di Padang. Faktor kemampuan memiliki faktor penyebab adalah meninggal karena
modal lebih, menyebabkan para pedagang sakit, melarikan diri, dan lainnya. Krisis
Tionghoa mampu menggeser peran para tenaga kerja tambang akhirnya terjadi pada
pialang Minangkabau hingga ke tahun berikutnya. Akibatnya Pemerintah
pedalaman. Akibatnya, barang-barang Hindia Belanda mendatangkan buruh
pokok yang diperoleh dari para pengecer di kontrak asal Tiongkok dengan Surat
192 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 185 - 201

Keputusan Gubernur Jendral yang dipengaruhi oleh daerah asal di Tiongkok


memberi izin pengerahan orang-orang serta kekayaan alam yang dimiliki oleh
Tionghoa untuk bekerja di pertambangan. Padang dan daerah pedalaman
Pada permulaan tahun 1900, kuli Minangkabau. Pendatang Tiongkok yang
kontrak yang didatangkan adalah sebanyak berasal dari Hokkian, pada umumnya
600 orang yang didatangkan dari pusat bekerja sebagai pedagang, pengumpul
pasar tenaga kerja Tionghoa di Singapura. kredit, dan sebagainya. Pendatang dari
Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan daerah Hupek, bekerja sebagai tukang gigi,
kemudian yang layak untuk menjadi sedangkan pendatang dari daerah Kongfu
pekerja di Pertambangan Batu Bara banyak bekerja di bidang pertanian,
Ombilin Sawahlunto hanya 464 orang. perkebunan, pertambangan, tukang kayu,
Selanjutnya pada tahun 1900, kuli kontrak dan pedagang kelontong (Yang, 2005:
kembali didatangkan dari Singapura XXI).
sebanyak 136 orang. Penurunan jumlah
kuli yang didatangkan disebabkan karena 3. Dinamika Kehidupan Etnis Tionghoa
biaya kontrak kuli yang tinggi, sehingga dalam Politik Kolonial
pimpinan perusahaan kemudian Keberadaan etnis Tionghoa yang
mendatangkan buruh dari Jawa. Perekrutan datang secara bertahap seperti yang
kuli dari Jawa dilakukan melalui kantor digambarkan di atas ikut memengaruhi
tenaga kerja seperti Algemeen Delisch pola pemukiman yang terbentuk di Padang.
Emgratie Kantoor (ADEK) dari Semarang, Etnis Tionghoa cenderung hidup secara
Betawi, dan Surabaya (Erman, 2005: 73- berkelompok. Mulanya para pendatang
75). Tionghoa tinggal di sekitar kawasan
Menurut Victor Purcell, fase terakhir Sungai Batang Arau yang waktu itu ramai
(fase ketiga) kedatangan etnis Tionghoa ke dikunjungi oleh para pedagang, baik
Nusantara berlangsung di akhir abad ke-19 pedagang asing maupun pedagang
hingga awal abad ke-20. Migrasi besar- Minangkabau dari daerah pedalaman.
besaran yang dilakukan pada waktu itu Seiring meningkatnya aktivitas
dilakukan oleh kaum laki-laki dengan perdagangan VOC dan dijadikannya
membawa serta istri dan keluarganya, Padang sebagai pusat pemerintahan
sehingga terjadi proses pemindahan Belanda di Sumatera Barat mendorong
potensi, kebudayaan, serta kekayaan Padang berkembang sebagai pusat
mereka ke wilayah yang dituju. Kelompok pemerintahan dan perdagangan. Hal ini
yang datang pada periode ini disebut ikut memengaruhi meningkatnya para
dengan “totok atau singkeh” (tamu baru). pendatang, termasuk jumlah etnis
Kelompok totok pada umumnya masih Tionghoa ke Padang. Untuk mengatur
teguh mempertahankan kebudayaan nenek penduduk penduduk yang semakin padat,
moyang mereka ke generasi berikutnya. kemudian pemerintah Hindia Belanda
Kelompok ini digambarkan sebagai mengeluarkan peraturan khusus terkait
generasi pertama dan terus berlanjut, dengan penduduk. Tatanan pemerintah
karena tidak ada keinginan dari mereka Hindia Belanda membagi penduduk
untuk melakukan perkawinan campuran kolonial ke dalam beberapa kelompok,
dengan penduduk lokal serta masih fasih yaitu kelompok Eropa, Timur Asing
berbicara dengan bahasanya masing- (Tionghoa, Arab, India) dan Pribumi.
masing, yakni bahasa Hokkian dan Penetapan kelompok masyarakat yang
beberapa bahasa lainnya dari provinsi yang bersifat horizontal ini memengaruhi
ada di Tiongkok. (Yang, 2005: XXI; kehidupan masyarakat dari berbagai aspek,
Hamdani, 2012: 68-69). seperti status kewargaan dan hukum yang
Imigran Tionghoa yang datang ke diatur berdasarkan staadsblad tahun 1847
Padang pada umumnya memiliki mata No. 23.
pencaharian yang tidak sama. Hal itu
Identitas Etnis Tionghoa…(Erniwati) 193
Etnis Tionghoa yang termasuk ke bangunan serta berkembangnya
dalam kelompok Timur Asing (Vreemde kebudayaan Tionghoa yang diwarisi
Oosterlingen) memiliki pemukiman melalui Klenteng See Hien Kiong, rumah
khusus (Chinese Camp) yang dilengkapi marga Lie dan Kwee (1878), Gho (1888),
dengan Chinese Besture (Letenan, Kapiten, Tan (1888), Keluarga (1870), Huang
Mayor serta Opsir). Chinese Camp yang (1824), Tjoa & Kwa (1831) serta
ada di Padang dikenal dengan Kampung perkumpulan sosial, budaya dan
Pondok (1854). Pemukiman ini dilengkapi pemakaman HTT (1863) dan HBT (1867).
dengan berbagai komponen, seperti Keberadaan komponen masyarakat inilah
Klenteng See Hien Kiong sebagai tempat yang menjadi wadah bagi etnis Tionghoa
ibadah, rumah marga dan perkumpulan di Padang dalam menjaga dan melestarikan
sosial, budaya dan pemakaman Hok Tek kebudayaan Tionghoa sebagai identitas
Tong (1863) dan Heng Beng Tong (1867) mereka. Komponen masyarakat di atas
sebagai sarana sosial dan budaya, serta secara aktif berperan sebagai sarana bagi
Pasar Tanah Kongsi sebagai sarana anggotanya untuk melaksanakan upacara
ekonomi. sembahyang kepada leluhur masing-
Komplektisitas sarana dan masing. Keyakinan kepada leluhur yang
prasarana pemukiman etnis Tionghoa dihormati ditanamkan melalui upacara
menyebabkan secara komunitas, etnis ini ritual keagamaan yang secara rutin
berada terpisah dari etnis lainnya. Hal ini diselenggarakan oleh masing-masing
disebabkan karena etnis lainnya juga lembaga yang pada umumnya telah berdiri
bermukim dalam perkampungan di sejak masa Pemerintahan Hindia Belanda.
kawasan khusus sesuai dengan etnis Meskipun secara lahir etnis Tionghoa telah
masing-masing (Kampung Nias, Kampung tinggal di Padang secara turun temurun,
Jawa, Kampung Keling/India). Akibatnya namun politik kolonial dan ruang Padang
secara sosial, interaksi dan relasi yang yang didominasi oleh etnis Minangkabau
terbangun di antara masing-masing etnis yang identik dengan adat istiadatnya yang
sangat terbatas, kecuali melalui relasi kuat serta agama Islam menyebabkan etnis
dagang. Tionghoa memiliki ruang untuk tetap
menjadikan kebudayaan leluhur sebagai
4. Identitas Etnis Tionghoa Padang identitas mereka. Hal ini juga ikut
Sebagai kelompok etnis yang berada memengaruhi orientasi politik etnis
di bawah sistem politik Pemerintah Hindia Tionghoa yang cenderung ke Daratan
Belanda, etnis Tionghoa berada di Tiongkok, sehingga menghasilkan identitas
lingkungan yang terpisah dengan historis dengan penekanan nilai-nilai
kelompok masyarakat yang lain. Hal ini keluarga, asal usul marga di perantauan,
mengakibatkan etnis Tionghoa berada di loyalitas sub etnis, serta simbol-simbol
dalam komunitas yang homogen sehingga yang akan menopang ke-Tionghoa-an
secara etnisitas tidak mengalami mereka di perantauan (Cushman &
pembauran yang signifikan. Meskipun Gungwu, 1991: 2-3).
secara ekonomi terbina relasi yang saling Berikut adalah penjabaran
menguntungkan antara pedagang Tionghoa identitas yang melekat di dalam diri etnis
dengan pedagang Minangkabau dan Tionghoa Padang berdasarkan analisis
pedagang lainnya, namun sistem identitas etnis dari Wang Gungwu :
perkampungan dan faktor keyakinan ikut
memengaruhi pembentukan identitas etnis a. Identitas Historis
Tionghoa di Padang. Kemanapun etnis Tionghoa
Konsentrasi pemukiman etnis merantau cenderung membawa dan
Tionghoa di Kampung Pondok mewariskan kebudayaan leluhur, meskipun
menyebabkan beberapa unsur ke- mereka bukanlah kelompok yang homogen
Tionghoa-an yang terlihat melalui karena pada dasarnya etnis Tionghoa
194 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 185 - 201

memiliki kebudayaan serta asal usul yang menjalankannya, bukan berarti tidak ada
berbeda dari Daratan Tionghoa. Pluralitas pembelokan yang terjadi. Maksudnya,
terlihat kentara dari perbedaan marga dan terkadang ada beberapa ritual yang
daerah asal (Hokkian, Khek, Canton, memiliki kesamaan fungsi, namun dalam
Kongfu dsb) di Tiongkok menjadi faktor tataran praktis, ada yang melakukannya
adanya keberagaman bahasa dan budaya berbeda. Misalnya, pesta memasak daging
yang dikembangkan. babi tidak mungkin dilakukan di tengah
Walaupun memiliki banyak masyarakat Padang yang mayoritasnya
ketidaksamaan tersebut, namun etnis etnis Minangkabau adalah muslim.
Tionghoa di Padang disatuan oleh adanya Sebagai pengganti digunakan makanan lain
rasa senasib sebagai perantau dari yang akan disediakan untuk menjaga
Tiongkok dan selalu menjunjung tinggi kemeriahan pesta..
serta menghormati leluhur. Hal itulah yang Berdasarkan fase kedatangan orang-
menjadi salah satu faktor tumbuhnya orang Tionghoa seperti yang telah
kesadaran akan identitas historis (Coppel, dijelaskan sebelumnya, maka etnis
1994: 31). Tionghoa yang ada di Indonesia dibagi
Adanya peyakinan untuk menjadi dua kelompok, yaitu pertama
menghormati roh leluhur mendorng peranakan dan totok. Tionghoa Peranakan
masing-masing kelompok etnis Tionghoa adalah orang Tionghoa yang telah
Padang membina hubungan kekerabatan melakukan perkawinan campuran dengan
melalui tradisi berserikat (hui) dan penduduk setempat. Kelompok ini adalah
bekerjasama (kongsi) (Comber, 1959: 9). keturunan dari orang-orang Tionghoa yang
Kedua tradisi ini menjadi faktor berdirinya datang pada fase pertama dan kedua. Lalu,
banyak kongsi-kongsi etnis Tionghoa di kelompok kedua dinamakan dengan
Padang, seperti kongsi marga, kongsi Tionghoa Totok, yaitu orang Tionghoa
dagang, kongsi sosial budaya dan yang datang di akhir masa masa
pemakaman serta kongsi lainnya yang Pemerintah Hindia Belanda serta masih
didirikan berdasarkan kepentingan melaksanakan kebudayaan leluhur dan
kelompok tertentu. Pada mulanya kongsi- berbahasa daerah asal. Kelompok ini
kongsi yang ada dikelola secara datang setelah Indonesia merdeka dan
konvensional, namun setelah kongsi- membawa keluarga.
kongsi tersebut beraktivitas secara bebas, Selain waktu kedatangan yang
kemudian Pemerintah Hindia Belanda berbeda pada kedua kelompok tersebut,
melakukan strukturisasi dengan budaya dan bahasa juga menjadi poin
meregistrasinya menjadi organisasi penting yang menunjukkan bahwa mereka
modern pada tahun 1894 (Brief memang benar-benar tidak sepenuhnya
Gouvernements Secretaris No. 2775, memiliki persamaan. Meskipun
Buitenzorg 31 Desember 1895; kebudayaan leluhur sama-sama diwarisi,
Departement van Justice Ochtendrapport namun penerapannya di tanah perantauan
van 5 September 1895 No. 1). akan berbeda. Kelompok Tionghoa
Identitas ke-Tionghoa-an yang Peranakan tidak bisa lagi berbahasa daerah
ditanamkan melalui pewarisan nilai-nilai asal Tiongkok, namun mereka tetap
leluhur dan simbol-simbol budaya yang menjalani ritual-ritual keagamaan dan
digunakan dalam menjalankan ritual budaya seperti yang diwarisi secara turun-
keyakinan di kongsi menjadi sarana dalam temurun dari nenek moyang mereka.
menjaga identitas di perantauan (Cushman Identitas yang menunjukkan bahwa mereka
& Gungwu, 1991: 3-7). Melalui pewarisan adalah orang Tionghoa, tidak bisa begitu
ingatan kolektif secara lisan dari generasi saja dihilangkan. Ciri fisik, simbol-simbol,
ke generasi, identitas ini dapat serta kebudayaan masih dilaksanakan dan
dipertahankan dan diwariskan ke hal ini menjadi salah satu media yang
keturunan selanjutnya. Dalam
Identitas Etnis Tionghoa…(Erniwati) 195
menyatukan etnis Tionghoa Totok dan diajukan oleh beberapa tokoh marga Lie,
Peranakan. yakni Lie Lian Seng, Lie Sim Tjoan, dan
Lie Pang Ko. Atas persetujuan sekretaris
b. Identitas Budaya Gubernur Jendral Hindia Belanda de
Sistem pemukiman yang Graef, pendirian Long Se Tong berhasil
diberlakukan oleh Pemerintah Hindia dilakukan dengan presiden pertamanya Lie
Belanda terhadap penduduk menyebabkan Lian Seng (Belsuit No. 38 tanggal 21
etnis Tionghoa hidup berkelompok dalam September 1909)
suatu kawasan pecinan yang dinamakan Marga Tan (Chen), berasal dari
Kampung Pondok. Sistem permukiman Negeri Tan di Provinsi Holm, Kabupaten
menyebabkan etnis Tionghoa memiliki Huai Yang (saat ini bernama Tan Chou).
ruang untuk memelihara sistem Negeri Tan adalah hadiah yang diberikan
kekerabatan yang dimulai dari marga Raja Tjiu Bu kepada Raja Sun, yang
hingga kesamaan keyakinan kepada merupakan keturunan Chong Hoa karena
leluhur.. telah berjasa terhadap negara. Puncak
Marga (She) atau nama keluarga kejayaan Kerajaan Tang tercapai saat Tan
merupakan penanda identitas dari mana Goang Kong menjadi penglima perang.
seseorang berasal. Akibatnya, marga Atas jasanya tersebut, Tan Goang Kong
menjadi sebuah identitas genetik dalam mendapatkan gelar kehormatan Kai Tjiang
keturunan etnis Tionghoa. Jika dalam Seng Ong. Sejak saat itu, hari kelahiran
budaya barat nama marga diletakkan di Tan Goan Kong dirayakan, yakni setiap
belakang nama, sebaliknya etnis Tionghoa tanggal 10 Februari saat musim semi.
meletakkan nama marga di depan nama Pendirian Himpunan Keluarga Tan
mereka. Hal ini disebabkan karena marga dilaksanakan untuk menggalang kerjasama
tidak saja menjadi identitas diri, tetapi juga dan persaudaraan. Berawal di rumah
menjadi salah satu pengelompokan untuk Cinang Tan Siang di Muara Padang
identitas budaya bagi etnis Tionghoa. disepakati didirikan Himpunan Keluarga
Etnis Tionghoa Padang berasal Tan sejak 22 Maret 1888 dan diresmikan
dari berbagai marga, tetapi yang memiliki oleh Seri Paduka Gubernur Jenderal
lembaga resmi berupa rumah marga seperti Hindia Belanda di Cipanas tahun 1918
Lee/Lie & Kweek (1878), marga (Belsuit No. 2 tanggal 26 Agustus 1918).
Gouw/Goh/Go (1888), marga Tan (1888), Himpunan Keluarga Tan mengadakan
marga Huang/Oey/Ng/Oei (1924), marga upacara sembahyang besar dua kali
Tjoa (1931), dan marga Lim (1870) setahun, yakni She Jiet Tjo Ong pada Jie
(Erniwati 2016: 77-90). Gwee Cap Go dan Tang Tjiek. Upacara
Marga Lie (Lee) adalah marga bulanan juga dilaksanakan, yakni setiap Ce
yang anggotanya paling banyak dan It (bulan 1) dan Cap Go (bulan 5). Jumlah
tersebar hampir di seluruh penjuru dunia. Anggota Marga Tan di Padang saat ini
Perkumpulan Marga Lie (Long Se Tong) lebih kurang 325 orang, dan sebagian
Padang didirikan pada tahun 1878, namun berdomisili di luar Padang.
baru menjadi lembaga resmi tahun 1909 Selanjutnya Perkumpulan Marga
berdasarkan Register der Besluiten Huang, yang diresmikan pada tahun 1924.
Gouveneur General Hindia Belanda, 1909. Penghormatan yang dilakukan marga ini
Marga Lie bergabung dengan marga Kwee adalah kepada Koan Te Koen dan leluhur
sehingga di Padang dikenal dengan nama Laoco Oei Hoei Ho. Setiap tahun
marga Lie-Kwee. Penggabungan ini karena Perkumpulan Marga Huang melakukan
mereka memiliki nenek moyang yang sembahyang sebagai peringatan perayaan
sama-sama berasal dari Hokkian, ulang tahun Laoco Oei Hoei Ho pada
Kampung Leng Tiam. Long Se Tong bulan ke-3 hari ke-28 setiap penanggalan
didirikan secara resmi pada tanggal 21 Imlek. Selain itu, yang rutin dilaksanakan
September 1909 setelah akte pendirian adalah sembahyang Ce-it dan Cap Go, dan
196 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 185 - 201

sembahyang hari Tong Cup Pia (Kue Pia). Toapekongnya Gho Kui Cak. Himpunan
Perkumpulan Marga Huang sering Keluarga Gho melakukan sembahyan
mengadakan pertemuan, baik tingkat kepada Ho Tek Peng Djin dan Kuan Tek
nasional maupun internasinal yang Ya (Kuan Kong). Himpunan Keluarga Go
langsung dikoordinir oleh Forum terkenal dengan orang pintar, paling hebat
Komunikasi Keluarga Besar Perkumpulan dan menepati janji dengan baik. Salah
Marga Huang yang berpusat di Jakarta. seorang Marga Gho pernah menjadi dokter
Marga Tjoa atau Tjee Jang Tong kepercayaan Raja dengan gelar Ho Seng
(She Tjoa) yang didirikan di Padang pada 3 Thai Tee dengan nama asli Gho Chin Djin.
September 1931, dengan President Bahkan Kong Hu Tzu pernah memuji
pertama yang bernama Tjoa Ka Toan, dan orang bermarga Gho dengan predikat baik
Vice-President Tjoa Tjeng Gie. Tujuan (Belsuit No. 41, 1918).
perkumpulan ini didirikan adalah untuk Di antara banyak faktor yang
memajukan pergaulan di antara bangsa membentuk identitas budaya adalah
Tionghoa (She Tjoa) serta memberikan kepercayaan, rasa aman, dan pola perilaku.
bantuan kepada yang mendapatkan Selain ketiga faktor tersebut, proses
musibah, perayaan pesta, serta penguburan asimilasi dan akulturasi seiring perjalanan
berdasarkan aturan. Sedekah dan waktu juga memengaruhi identitas budaya
sembahyang agama yang disandingkan mereka. Proses pembentukan identitas
dengan arak-arakan atas penghormatan budaya tersebut, bisa juga terjadi secara
kepada orang yang sudah meninggal juga tidak sengaja melalui pencarian, resistensi,
menjadi kegiatan rumah marga (Statuaten separatisme, dan integrasi.
dari Vereeniging Tjee Jang Tong Padang, Identitas kelompok marga terjaga
1930). dikarenakan setiap marga mendirikan
Himpunan Keluarga Lim (Kioe perkumpulan untuk menunjukkan
Liong Tong) Padang yang didirikan pada perbedaan masing-masingnya.
tanggal 28 Maret 1870 dengan President Kebudayaan yang berbeda itulah yang
pertama, Lim Ma Hie dan Vice-President menjadi penciri sebagai penunjuk identitas
Lim Eng Tjiang (Javanese Courant no, 86, mereka. Perkumpulan akan dibuat jika
1920). Sekretariat Himpunan Keluarga sudah memiliki banyak anggota. Dalam
Lim saat ini berada di Jl. Pulau Karam No. perkumpulan tersebut, setiap kelompok
68 Padang. Hingga tahun 2013, anggota marga akan melaksanakan upacara
Himpunan Keluarga Lim terdiri atas 350 sembahyang untuk menghormati leluhur
orang laki-laki dan 150 anggota dan melaksanakan beragam perayaan
perempuan (Laporan Kegiatan Himpunan sebagai proses pewarisan kebudayaan
Keluarga Lim, 14 Maret 2013). Marga ini leluhur. Misalnya, setiap perayaan tahun
menjadikan Ma Tjo Po (Ma Zu), yakni baru Imlek (Cue-it), tiap marga akan
dewi laut sebagai leluhur yang dihormati. melaksanakan upacara sembahyang di
Tujuan pembentukan perkumpulan ini rumah marga dan di perkumpulan sosial
adalah untuk membantu sesama marga budaya pemakaman masing-masing (HBT
Lim yang terkena musibah serta dan HTT). Perayaan upacara disertai
melaksanakan kegiatan di bidang sosial, dengan kemeriahan parade Barongsai dan
kesenian dan budaya. atraksi budaya lainnya.
Kemudian Himpunan Keluarga Gho Selain perkumpulan keluarga, etnis
(Yang Leng Tong) Padang yang berdiri Tionghoa Padang juga memilki kelompok
pada 14 Januari 1888 (tahun Imlek 2439) sosial, budaya dan pemakaman yang
dengan ketua pertama yang bernama Gho heterogen. Perkumpulan tersebut adalah
Tjong. Himpunan Keluarga diresmikan Hok Tek Tong (HTT) dan Heng Beng
oleh Pemerintah Hindia Belanda pada Tong (HBT). HTT berdiri pada tahun 1863
tanggal 14 Desember 1917, yang dengan Tuako pertama Lie Kauw Keng
bertepatan dengan hari kelahiran Shejit (Pengurus Himpunan Tjinta Teman, 1987:
Identitas Etnis Tionghoa…(Erniwati) 197
3). HBT berdiri pada tahun 1876 dengan c. Identitas Nasional
Tuako pertama Oei A King (Huishoudelijk Identitas nasional yang dimaksud di
Reglement, 1924; Reglement Peraturan, sini adalah kebangkitan identitas etnis
1899; Belsuit No. 62, 1895). Meskipun Tionghoa terhadap kebangkitan
pendirian perkumpulan ini sudah lama, nasionalisme Tiongkok. Penyebaran
namun peresmian yang dilakukan oleh identitas ini terjadi tidak hanya pada
Pemerintah Hindia Belanda baru individu semata, namun juga kepada
dilaksanakan pada tahun 1895. kelompok. Situasi politik dalam negeri
Perkumpulan etnis Tionghoa mulai Tiongkok ini ternyata memengaruhi
terstruktur dan terorganisir dengan baik sebagian etnis Tionghoa yang tinggal di
setelah Pemerintah Hindia Belanda perntauan, termasuk yang tinggal di
melakukan penataan terhadap Padang. Hal ini dipengaruhi oleh
perkumpulan etnis Tionghoa Padang pada gencarnya propaganda yang dilakukan oleh
tahun 1894 (Staatsblad No. 79: 1895; Pemerintah Tiongkok melalui berbagai
Staatblad No. 129: 1917). cara, di antaranya adalah melalui dispora
Keanggotaan HTT dan HBT terdiri etnis Tionghoa keluar dari dataran
atas laki-laki Tionghoa dengan panggilan Tiongkok, propaganda yang dilakukan
Hiati. Syarat keanggotaan untuk tergabung organisasi sosial pendidikan Tiog Hwa
dalam perkumpulan ini adalah minimal Hwe Kwan (THHK) yang didirikan di
sudah berusia 16 tahun yang tercantum Padang pada tahun 1907 oleh Gho Goan
pada pasal dalam Anggaran Dasar dan Tee (Dokumen THHK, 1963).
Anggaran Rumah Tangga HBT dan HTT THHK memberikan pelajaran
(Huishoudelijk Reglement, 1924; kepada para siswa dengan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah mengembangkan bahasa Mandarin. Selain
Tangga Himpunan Tjinta Teman, 1987). itu, pelajaran yang diberikan adalah
Hampir semua etnis Tionghoa tentang bagaimana kebesaran dan
tergabung ke dalam salah satu keagungan para leluhur serta beberapa
perkumpulan ini. Faktor yang pelajaran lain yang berkaitan dengan nilai-
menyebabkan hal itu terjadi karena etnis nilai ke-Tionghoa-an. Penanaman rasa
Tionghoa yang tinggal di Padang secara malu karena tiak mengetahui kebudayaan
sosial dan budaya dipengaruhi oleh dan tidak bisa berbahasa Tiongkok juga
lingkungan setempat, serta faktor ekonomi diberikan.
dengan beragam alasan lainnya. Oleh Gerakan nasionalis yang
karena itu, tergabung ke dalam salah satu dikumandangkan Dr. Sun Yat Sen
perkumpulan antara HTT dan HBT mendapatkan dukungan dari kalangan etnis
haruslah dilakukan oleh etnis Tionghoa Tionghoa Padang. Hal itu terlihat dari
Padang. keikutsertaan mereka dalam propaganda
Latar sejarah, budaya, wilayah dengan memuat foto Dr. Sun Yat Sen di
domisili, dan karakteristik mereka koran lokal, penggalangan dana secara
memengaruhi bagaimana entis Tionghoa teroganisir oleh perkumpulan-perkumpulan
memposisikan diri dalam konteks identitas etnis Tionghoa yang ada di Padang,
budaya yang dikembangkan. Atas dasar pengibaran bendera Tiongkok, serta
kesadaran kolektif pada identitas historis, melaksnakan upacara penghormatan
etnis Tionghoa mampu berkembang serta kepada Dr. Sun Yat Sen. Penggalangan
mempertahankan kebudayaan dari tanah dana dilakukan dengan cara melaksanakan
leluhur, meskipun sudah mengalami kegiatan pameran ataupun bazar yang juga
perubahan dan penyesuaian dengan dilakukan hingga ke wilayah pedalaman
kebutuhan dan waktu. Sumatera Barat seperti Padangpanjang,
Bukittinggi, dan Payakumbuh.
Selanjutnya, propaganda yang
dilakukan Kuo Min Tang cabang Padang
198 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 185 - 201

adalah dengan mengadakan upacara politik, baik Pemerintah Hindia Belanda


peringatan insiden Lu Kai Vhian, maupun politik luar negeri Tiongkok. Hal
pengangkatan Dr. Sun Yat Sen sebagai ini terlihat dari respon Pemerintah Hindia
Presiden Republik Tiongkok, dan Belanda dalam menghadapi perkembangan
peringatan kematian Dr. Sun Yat Sen Tionghoa Hoa Hwe Koan yang
setiap tanggal 20 Maret dengan mengembangkan ideologi melalui jalur
mengibarkan bendera setengah tiang di pendidikan. Untuk meghambat agar Tiong
depan rumah dan perkumpulan sosial Hoa Hwe Koan tidak mengakar di
budaya dan pemakaman Tionghoa Padang kalangan etnis Tionghoa, maka Pemerintah
(Politik Verslag Sumatra Westkust, 1931: Hindia Belanda mendirikan Holland
13). Chinessche School (HCS) pada tanggal 1
Mei 1908. Tujuan lain pendirian HCS juga
d. Identitas Ganda merupakan tanggapan Pemerintah Hindia
Identitas ganda yang dimaksud Belanda atas permintaan beberapa orang
Wang Gungwu adalah mengidentifikasi etnis Tionghoa agar memperoleh
diri dengan wilayah tempat tinggal secara pendidikan Eropa untuk anak-anak mereka
sadar sebagai orang Tionghoa. Wilayah sesuai pasal 14 dan menerapkan pola
tempat tinggal yang dimaksud adalah pemisahan dengan penduduk lokal
Hindia Belanda dengan peraturan- (Coppel, 1994: 40; Willmott, 1960: 106-
peraturan yang mengikat di dalamnya. 107; Studio, 2001: 76).
Stratifikasi masyarakat yang diberlakukan Berbagai strategi dilaksanakan
Pemerintah Hindia Belanda menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda untuk berusaha
etnis Tionghoa memiliki kelompok etnis memperlihatkan simpati kepada etnis
sendiri dan terpisah dari kelompok etnis Tiongoa dengan kesan bahwa pemerintah
lainnya. Meskipun secara sosial etnis memiliki perhatian lebih terhadap mereka.
Tionghoa memiliki komunitas tersendiri, Hal ini dilakukan karena Pemerintah
namun hal tersebut membuat etnis Hindia Belanda masih membutuhkan etnis
Tionghoa menjadi terasing di antara Tionghoa untuk kepentingan praktis dalam
lingkungan domisilinya, tidak hanya secara menjalankan sistem pemerintahan yang
psikologis, namun juga ideologis. sedang berlangsung. Namun kebijakan
Secara psikologis, posisi sebagai Pemerintah Hindia Belanda tentang HCS
kelompok Timur Asing dengan berbagai hanya berpengaruh pada sebagian kecil
peraturan hukum yang mengikat etnis Tionghoa saja karena gerakan
menyebabkan etnis Tionghoa memiliki nasionalisme Tiongkok telah mengakar di
keterbatasan dan keharusan memenuhi kalangan etnis Tionghoa. Fenomena ini
aturan yang berlaku (Sugiastuti, 2003: 185- juga terjadi di kalangan etnis Tionghoa
381). Hal ini menyebabkan secara Padang. Bahkan awal abad ke-20 etnis
psikologis etnis Tionghoa berada dalam Tionghoa Padang terbagi atas tiga
kontrol dan tekanan politik kolonial. Situsi kelompok yaitu pertama beberapa orang
ini mengakibatkan etnis Tionghoa yang Tionghoa yang tergabung dalam struktur
pada dasarnya masih memiliki identitas Pemerintah Hindia Belanda dan mendapat
budaya, identitas historis dan identitas pendidikan Barat akan berorientasi ke
nasional yakni berorientasi kepada leluhur Barat meskipun dalam keseharian masih
(Daratan Tiongkok) tidak memiliki melaksanakan kebudayaan leluhur. Kedua,
keterikatan emosional dengan lingkungan kelompok yang masih mempertahankan
tempat tinggal, meskipun secara sosial, nilai-nilai dan budaya leluhur sebagai
ekonomi, dan politik mereka berada di bagian dari identitas historis, budaya dan
bawah Pemerintah Hindia Belanda. nasional (Tiongkok) akan berorientasi ke
Meskipun dalam perjalanan waktu Tiongkok. Ketiga, kelompok yang
kemudian pelestarian budaya leluhur berorientasi kepada Tiongkok dan
mengalami fluktuasi, tergantung situasi Pemerintah Hindia Belanda.
Identitas Etnis Tionghoa…(Erniwati) 199
Ketiga kelompok ini sering sulit Dukungan secara moril maupun materil
untuk membedakannya dikarenakan yang diberikan oleh etnis Tionghoa Padang
loyalitas ganda yang diperankan berujung menandakan identitas nasional Tiongkok
pada identitas ganda yang terjustifikasi masih mengakar kuat di kalangan etnis ini.
pada diri mereka. Wujud dari identitas Meskipun kemudian untuk menghadapi
ganda tersebut bisa dilihat pada gerakan tersebut politik Pemerintah Hindia
penggunaan simbol-simbol yang Belanda mulai bereaksi dan mengakalinya
menggambarkan ke-Tionghoa-an dan dengan mengeluarkan kebijakan
simbol-simbol lokalitas yang terwujud penyetaraan status warga negara serta
sebagai hasil pendidikan barat, tetapi juga memperkenalkan pola pendidikan Barat,
sebagai akibat ketidakmampuan etnis namun tidak berhasil mengembalikan
Tionghoa Padang melepaskan diri dari orientasi etnis Tionghoa Padang.
politik Pemerintah Hindia Belanda dan Akibatnya etnis Tionghoa terbagi menjadi
politik luar negeri Tiongkok. dua kelompok, yaitu pertama, kelompok
yang teguh mempertahankan identitas
D. PENUTUP nasional Tiongkok dan kedua kelompok
Berdasarkan uraian di atas dapat yang memiliki identitas ganda
disimpulkan bahwa pembentukan identitas (mempertahankan ke-Tionghoa-an yang
etnis Tionghoa di Padang masa Pemerintah kebarat-baratan).
Hindia Belanda dipengaruhi oleh: Pertama, Kedua, pemberlakuan klasifikasi sosial.
pemberlakuan sistem pemukiman tahun Pengelompokan ini membawa etnis
1852 menyebabkan terkonsentrasinya Tionghoa dan etnis lainnya masing-masing
kelompok etnis tersebut di kampung memiliki sistem kepemimpinan tersendiri
Pondok yang dilengkapi dengan berbagai dengan nama bestuur (Mayor, Kapitan dan
komponen masyarakat. Hal tersebut Letnan, serta pendukung bestuur lain
menyebabkan proses pewarisan seperti Masteer dan Wijkmasteer.
kebudayaan leluhur berjalan seiring waktu. Implikasi dari kebijakan ini adalah
penempatan etnis Tionghoa dalam kelas
Pola pemukiman yang diterapkan
sosial tersendiri. Sistem tersebut juga tidak
Pemerintah Hindia Belanda terhadap etnis
mengakomodir etnis Tionghoa untuk
Tionghoa di Padang memberikan ruang
melakukan pembauran mapun akulturasi
kepada mereka untuk tetap
dengan masyarakat lainnya. Sistem
mengembangkan identitas historis dan
tersebut dibuat untuk meciptakan batasan-
budaya di dalam kehidupannya. Lokalitas
batasan etnis yang jelas dalam masyarakat
tempat tinggal dan kolektifitas memori
kolonial. Hal tersebut juga lah yang
yang dimiliki bersama menjadi ikatan
membuat etnis Tionghoa tetap bertahan
untuk tetap pada sebuah persatuan dan
dengan identitas historis dan budaya
kebersamaan dalam menjalani hidup di
leluhurnya.
tanah perantauan. Hal ini terbentuk dan
diperankan oleh komponen-komponen
DAFTAR SUMBER
masyarakat, terutama lembaga-lembaga
1. Dokumen
marga, perkumpulan dan tempat ibadah.
Perubahan terjadi sejak 1900, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
dimana kebangkitan nasionalis Tiongkok Tangga Himpunan Tjinta Teman
juga memengaruhi Tionghoa yang ada di Padang, Padang : Pengurus Himpunan
perantauan. Gerakan nasionalis Dr. Sun Tjinta Teman Padang, 12 Juni 1987.
Yat Sen dan THHK yang mendapat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
dukungan dari kelompok marga dan Himpunan Tjinta Teman, Padang 12
perkumpulan etnis Tionghoa yang ada di Juni 1987.
Padang berperan besar dalam memperkuat Besluit No. 2 tanggal 26Agustus 1918.
identitas ke-Tionghoa-an pada periode ini.
Besluit No. 38 tanggal 21 September 1909.
200 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 185 - 201
Besluit No. 41 tahun 1918 Editorial Commitee Press: Schoolwey 8
Batavia c (JAVA).
Besluit tanggal 21 Juli 1918, No. 41, bundle
Algemeen Secretarie, Arsip Nasional 2. Koran
Republik Indonesia.
Javasche Courant No. 86 Tahun 1920.
Besluit, No.62 tanggal 31 Desember 1895. Padang Ekspres, 8 Februari 2009.
Brief Gouvernements Secretaris No. 2775, 3. Buku
Buitenzorg 31 Desember 1895;
Departement van Justice Ochtendrapport NN. 1989. Padang Pintu Gerbang Pantai
van 5 September 1895 No. 1). Barat Indonesia. Padang: Sumatera
Offset.
Dokumen THHK Padang: Salinan No. 3,
perjanjian pinjam pakai, 16 Agustus Asnan, Gusti. 2007.
1963. Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera.
Yogyakarta: Ombak.
Huishoudelijk Reglement, Heng Beng Tong,
Padang 4 Juni 1924. Andjarwati Noordjanah. 2004.
Komunitas Tionghoa di Surabaya
Laporan Kegiatan Himpunan Keluarga Lim (1910-1946) Semarang: Mesiass.
(Kioe Liong Tong) Padang, 14 Maret
2013. Barth, Fredrik (ed). 1969.
Ethnic Groups and Boundaries, Boston:
Netscheer, E. 1881. Padang In Het Laatst Der Little Brown.
XVIII. Batavia: Bataviaasch
Genootschap Van Kunsten En Colombijn, Freek. 2006.
Wetenschappen, Verhandelingen Van Paco-Paco (Kota) Padang: Sejarah
Het Bataviasch Genootschap Van Sebuah Kota di Indonesia Pada Abad ke
Kunsten En Wetenschappen 41. 20 dan Penggunaan Ruang Kota.
Yogyakarta: Ombak.
Politik verslag Sumatera’s Westkust. No.122/8
tahun 1862. Comber, Leon. 2009.
The Triads: Chinese Secret Societies ini
Politik Verslag Sumatra Westkust, Kwartal II Malaya: A Survey if The Triad Society
tahun 1931, Mr. No 208/1931 (rahasia). from 1800-190. Singapore: Singapore
Reglement Peratoeran dari Kongtie Heng Beng Heritage Society
Tong, Fort de Kock 17 April 1899. Coppel, Charles A. 1994.
Staadblad, No.25 Tahun 1815. Tionghoa Indonesia dalam Krisis,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Staadblad, No.37 Tahun 1835.
Cushman, Jeniffer & Gungwu, Wang. 1991.
Staadblad, No.57 Tahun 1866. Perubahan Identitas Orang Cina di Asia
Staadsblad No. 23 Tahun 1847. Tenggara. Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti.
Staatsblad No. 129 Tahun 1917.
Dobbin, Christine. 1992.
Staatsblad No. 79 Tahun 1895. Kebangkitan Islam Dalam Ekonomi
Statuten dari Vereeniging Tjee Jang Tong Petani Yang Sedang Berubah: Sumatera
Padang tahun 1930. Tengah 1784-1847. Jakarta: INIS.

Statuten van de vereeniging ”Kioe Liong Erman, Erwiza. 2005.


Tong” te Padang (Sumatra’s Weskust), Membaranya Batubara : Konflik Kelas
Javasche Courant, No. 86 tahun 1920. dan Etnik Ombilin- Sawahlunto-
Sumatera Barat 1892-1996. Depok:
The Netherlands Indies ”A Review of The Desantara Utama.
Country It’s Economics and
Commerce” Vol III 1935 Publisher: 6 Erniwati. “Pariaman (Saat) Tionghoa
Kolff & Co. Batavia, Java, N, 1 Issued Pariaman”. Dalam A. Budi Susanto
by the Departement of Economic Affair, (ed.). 2007. Masih(kah) Indonesia.
Yogyakarta: Kanisius.
Identitas Etnis Tionghoa…(Erniwati) 201
________. 2007. Yang, Twang Peck. 2005.
Asap Hio di Ranah Minang: Komunitas Elite Bisnis Cina di Indonesia dan Masa
Tionghoa di Sumatera Barat. Transisi Kemerdekaan 1940-1950.
Yogyakarta: Ombak. Yogyakarta: Niagara.
________. 2016.
140 Tahun Heng Beng Tong : Sejarah
Perkumpulan Tionghoa 1876 – 2016.
Depok: Komunitas Bambu.
Hamdani, Nasrul. 2012. Komunitas Cina di
Medan: dalam Lintasan Tiga
Kekuasaan 1930-1960. LIPI Press:
Jakarta.
Laksmi Studio. Tanpa tahun.
Buku Peringatan 100 Tahun Sekolah
THHK/Pa Hoa, Jakarta: Yayasan
Pancaran Hidup.
Lan, Nio Joe. 2013.
Peradaban Tionghoa Selayang
Pandang. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia.
Lee, Oey Hong. 1959.
Naga Bangkit: Kisah Kemenangan Mao
Tse Tung. Djakarta: Lucky.
Lohanda, Mona. 1994.
The Kapitan Cina of Batavia 1837-
1942. Jakarta: Djambatan.
Rustopo. 2007. Menjadi Jawa: Orang-Orang
Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di
Surakarta 1895 – 1998. Yogyakarta:
Ombak.
Seeger, Elizabeth. 1951. Sedjarah Tiongkok
Selajang Pandang. Medan: Firma
AMKA.
Thaib. tanpa tahun. Tiongkok Merah.
Bukittinggi: Nusantara.
Vleming Jr, J.L. Terj, Bob WidyahartoNo.
1988.
Kongsi & Spekulasi: Jaringan Kerja
Bisnis Cina. Jakarta: PT. Temprint.
Wang, John. 1987.
Politik Perdagangan Cina di Asia
Tenggara. Jakarta: Bumi Aksara.
Willmott, Donald Earl. 1960.
The Chinese Of Semarang: A Changing
Minority Community ini Indonesia. New
York: Cornell University Press.
202 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 185 - 201

Anda mungkin juga menyukai