Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.
Bentukhalusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi
yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang
agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien
sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar
atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap
dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan
seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap
halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-
kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
B. Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari mata kuliah Keperawatan Jiwa tentang Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan Halusinasi, Mahasiswa dapat menjelaskan :
1. Pengertian Halusinasi
2. Etiologi Halusinasi
3. Klasifikasi Halusinasi
4. Rentang Respon Halusinasi
5. Psikopatologi Halusinasi
6. Proses terjadinya Halusinasi
7. Manifestasi Klinis Halusinasi
8. Hubungan Schizoprenia dengan Halusinasi
9. Penatalaksanaan Medis
10. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
b. Pohon Masalah Halusinasi
c. Diagnosa Keperawatan
1
d. Rencana Tindakan Keperawatan
e. Evaluasi
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Halusinasi
3
5. Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002)
B. Jenis Halusinasi
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara
dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana
klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar
4
kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Halusinasi Penciuman
Mencium bau-bau padahal di tempat tersebut tidak ada bau. Tipe ini
sering ditemukan pada klien dengan dimensia seizure atau mengalami
gangguan cerebrovaskuler.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makan atau pembentukan urine.
7. Kinetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
1. Halusinasi auditorus
a). Non-Verbal yaitu dimana klien melaporkan telah mendengar suara
bising. Ketokan atau music yang dianggap ada.
b). Verbal yaitu timbul dalam bentuk bisikan.
2. Halusinasi Visual
Dimana klien dengan persepsi visual yang abnormal, biasanya
meninterprestasikan sebagai penglihatan.
3. Halusinasi Gustatorus
Dimana klien mendeteksi sejumlah rasa tak biasa atau khusus pada
makanannya, seperti makanan dirasakan sebagai racun.
4. Halusinasi Olfaktorius
Dimana klien mengeluh bau khusus atau tidak biasa. Contoh, klien akan
mencium bau busuk karena pengaruh setan atau mencium dupa.
5
5. Halusinasi Taktik dan Somatic
Dimana klien mengalami sensasi raba, panas, dingin, getaran, tekanan atau
nyeri pada permukaan tubuh tanpa rangsangan luar.
C. Etiologi
Menurut Stuart (2007) Faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
1. Faktor predisposisi
a). Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
(1). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
(2). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
(3). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
b). Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
6
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
(1). With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asyik dengan
pengalaman internalnya.
7
(2).Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi
yang membingungkan ( alam mengalihkan
respon kepada sesuatu atau seseorang ).
D. Manifestasi Klinis
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah
sebagai berikut:
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
8
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003),
seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala
yang khas yaitu:
9
7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi
dengan realitas.
11. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya.
12. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
13. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
14. Berkeringat banyak.
15. Tremor.
16. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
17. Perilaku menyerang teror seperti panik.
18. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
19. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan
agitasi.
20. Menarik diri atau katatonik.
21. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
22. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
Tahap I
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
c. Gerakan mata yang cepat
d. Respon verbal yang lambat
e. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
Tahap II
a. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
10
b. Penyempitan kemampuan konsenstrasi
c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Tahap III
a. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
dari pada menolaknya
b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
c. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
d. Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor,
ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk
Tahap IV
a. Prilaku menyerang teror seperti panic
b. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
c. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,
menarik diri atau katatonik
d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
11
5. Mempunyai rencana untuk melukai
F. Tahapan halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia
(2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
1. Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian,
rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2. Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital
(denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
realita.
3. Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan
dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah
dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
4. Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik
12
diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak
mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan
dan tindakan lain, yaitu :
a. Psikofarmakologis
Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran
yang merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah obat –
obatan anti psikosis.
Adapun kelompok yang umum digunakan adalah :
Kelas Kimia Nama Generik (Dagang) Dosis Harian
Fenotiazin Asetofenazin (Tindal) 60-120 mg
Klorpromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permiti 1-40 mg
Mesoridazin (Serentil) 30-400 mg
Perfenazin (Trilafon) 12-64 mg
Proklorperazin (Compazine) 15-150 mg
Promazin (Sparine) 40-1200 mg
Tioridazin (Mellaril) 150-800mg
Trifluoperazin (Stelazine) 2-40 mg
13
Trifluopromazin (Vesprin) 60-150 mg
Tioksanten Klorprotiksen (Taractan 75-600 mg
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
14
Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan
sukar untuk berhubungan dengan orang lain. Untuk itu perawat harus
mempunyai kesadaran yang tinggi agar dapat mengenal, menerima dan
mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat menggunakan dirinya
secara terapeutik dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien
halusinasi perawat harus bersikap jujur, empati, terbuka dan selalu
memberi penghargaan namun tidak boleh tenggelam juga menyangkal
halusinasi yang klien alami. Asuhan keperawatan tersebut dimulai dari
tahap pengkajian sampai dengan evaluasi.
1. Pengkajian
Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu :
a. Faktor predisposisi
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai factor
perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu
factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
1) Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan
hubungan interpersonal terganggu maka individu akan mengalami
stress dan kecemasan.
15
b) Tidak ada komunikasi
c) Tidak ada kehangatan
d) Komunikasi dengan emosi berlebihan
e) Komunikasi tertutup
f) Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang
otoritas dan komplik orang tua
3) Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di
besarkan. Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis,
tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi
4) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Adanya kejadian
terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan
besar dan bentuk sel korteks dan limbic.
5) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan
stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan
orientasi realitas.Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi,
menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak
jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
6) Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi
hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini yaitu adanya
pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu
yang mengalami schizoprenia dan kembar monozigot.
16
b. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya
rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan
juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya
halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan
yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
c. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan
Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan
atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun
atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi yaitu :
1) Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
a) ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak
makan, tidur terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri
atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan
aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.
b) Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat – obatan dan zat
halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
17
c) Riwayat kesehatan
Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan
penyalahgunaan obat.
d) Riwayat schizofrenia dalam keluarga
e) Fungsi sistim tubuh
(1) Perubahan berat badan, hipertermia (demam)
(2) Neurologikal perubahan mood, disorientasi
(3) Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur
(Mahnum lailan Nasution, 2004).
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut. Afek tidak
sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan bermusuhan,
kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.
Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien. Gangguan
persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi pikir
tidak realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi,
koping regresi dan denial serta sedikit bicara.
4) Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan
adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
18
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol
oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh
karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan
klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien
tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.Putus asa,
menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan mengatasi stress
dan kecemasan.
5) Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses
diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan
halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat
halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan
dirinya.
d. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu
dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping
dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan
masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil.
e. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri.
19
2. Pohon Masalah Halusinasi
Resti mencederai orang lain
20
4. Intervensi
DX I : Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi
pendengaran
NOC : Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x20 menit klien dapat
membina hubungan saling percaya dengan perawat.
NIC : Manajemen resiko tinggi perilaku kekerasan.
Guidance :
Kaji tingkat halusinasi yang di hadapi pasien, kaji tingkat
kesadaran pasien melalui analisa interaksi, Observasi tingkah laku
verbal dan non verbal klien yang terkait dengan halusinasi (sikap
seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam
di tengah – tengah pembicaraan).
Supportif :
Bina hubungan saling percaya, singkat tetapi sering
1) Salam terapeutik
2) Perkenalkan diri
3) Jelaskan tujuan interaksi
4) Buat kontrak yang jelas
5) Menerima klien apa adanya
6) Kontak mata positif
7) Ciptakan lingkungan yang terapeutik
Teaching :
Ajarkan pasien untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan, ajarkan
teknik pengalihan saat halusinasi timbul. Identifikasi bersama klien
tentang waktu munculnya halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi
timbulnya halusinasi.
21
Usahakan lingkungan pasien ramai, jangan biarkan ia sendiri.
Collaboratif :
Kolaborasi dengan psikiater tentang penanganan selanjutnya.
Supportif :
Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi
muncul.
Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi
halusinasi.
Teaching :
Ajarkan klien untuk tidak menarik diri dan ajarkan bergaul dengan
orang lain
Dev. Env :
Usahakan lingkungan pasien ramai, jangan biarkan ia sendiri.
22
Collaborative:
Kolaborasi dengan dokter jiwa dalam therapi obat
DX III : Kerusakan interaksi social : menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah.
NOC : Klien dapat memperluas kesadaran diri.
NIC :
Guidance :
Kaji alasan mengapa klien menarik diri
Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya.
Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien.
Support :
23
NOC : Klien dapat mengevaluasi dirinya.
NIC :
Guidance :
Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau keinginan yang
berhasil dicapainya.
Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan.
Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab –
sebab kegagalan
Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan
cara mengatasi
Support :
Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat
menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin
terjadi di masa yang akan datang.
Teaching :
Ajarkan klien untuk memperbaiki proses berfikirnya dan ajari
klien berkomunikasi dengan baik
Dev. Env :
Berikan klien lingkungan yang nyaman dan berikan klien
teman bicara
Collaborative :
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian th/ obat
24
25
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan
keperawatan terhadap pasien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi
ditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan
pendekatan secara terus menerus, membina hubungan saling percaya yang
dapat menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan yang diberikan.
2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan
halusinasi, pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem
pendukung yang mengerti keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping
itu perawat / petugas kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga
dalam memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam
memberi perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat
menyimpulkan bahwa peran serta keluarga merupakan faktor penting
dalam proses penyembuhan klien.
B. SARAN
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya perawat mengikuti
langkah-langkah proses keperawatan dan melaksanakannya secara
sistematis dan tertulis agar tindakan berhasil dengan optimal
2. Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukan
pendekatan secara bertahap dan terus menerus untuk membina hubungan
saling percaya antara perawat klien sehingga tercipta suasana terapeutik
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan
26
3. Bagi keluarga klien hendaknya sering mengunjungi klien dirumah sakit,
sehingga keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan
dapat membantu perawat bekerja sama dalam pemberian asuhan
keperawatan bagi klien
27