Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.
Bentukhalusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi
yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang
agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien
sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar
atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap
dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan
seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap
halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-
kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.

B. Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari mata kuliah Keperawatan Jiwa tentang Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan Halusinasi, Mahasiswa dapat menjelaskan :
1. Pengertian Halusinasi
2. Etiologi Halusinasi
3. Klasifikasi Halusinasi
4. Rentang Respon Halusinasi
5. Psikopatologi Halusinasi
6. Proses terjadinya Halusinasi
7. Manifestasi Klinis Halusinasi
8. Hubungan Schizoprenia dengan Halusinasi
9. Penatalaksanaan Medis
10. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
b. Pohon Masalah Halusinasi
c. Diagnosa Keperawatan

1
d. Rencana Tindakan Keperawatan
e. Evaluasi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Halusinasi

Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan


antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran , perasaan,
sensasi somatic dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud
bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan
mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya. Manusia yang
mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataan.
Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan
pengalaman dan dapat memvalidasi serta mengevaluasi secara akurat.

Perubahan persepsi sensori ditandai dengan adanya halusinasi. Berikut


pengertian halusinasi menurut beberapa ahli :
1. Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang
dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:
persepsi palsu (Maramis, 2005).
2. Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di
telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).
3. Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien
merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap
meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera
tersebut (Izzudin, 2005).

4. Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca


indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun.
(Maramis, hal 119)

3
5. Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002)

6. Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien


merasa melihat, mendengar membau, ada rasa raba dan rasa kecap
meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera
tersebut.(Izzudin,2005)

7. Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah


(Stuart, 2007).

Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan halusinasi


adalah gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat
kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut
terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari individu.
Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang
hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.

B. Jenis Halusinasi

Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis :

1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara
dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana
klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar

4
kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Halusinasi Penciuman
Mencium bau-bau padahal di tempat tersebut tidak ada bau. Tipe ini
sering ditemukan pada klien dengan dimensia seizure atau mengalami
gangguan cerebrovaskuler.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makan atau pembentukan urine.
7. Kinetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

Menurut Left dan Issacs (1995), halusinasi dibagi menjadi 5 yaitu :

1. Halusinasi auditorus
a). Non-Verbal yaitu dimana klien melaporkan telah mendengar suara
bising. Ketokan atau music yang dianggap ada.
b). Verbal yaitu timbul dalam bentuk bisikan.
2. Halusinasi Visual
Dimana klien dengan persepsi visual yang abnormal, biasanya
meninterprestasikan sebagai penglihatan.
3. Halusinasi Gustatorus
Dimana klien mendeteksi sejumlah rasa tak biasa atau khusus pada
makanannya, seperti makanan dirasakan sebagai racun.
4. Halusinasi Olfaktorius
Dimana klien mengeluh bau khusus atau tidak biasa. Contoh, klien akan
mencium bau busuk karena pengaruh setan atau mencium dupa.

5
5. Halusinasi Taktik dan Somatic
Dimana klien mengalami sensasi raba, panas, dingin, getaran, tekanan atau
nyeri pada permukaan tubuh tanpa rangsangan luar.

C. Etiologi
Menurut Stuart (2007) Faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
1. Faktor predisposisi
a). Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
(1). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
(2). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
(3). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
b). Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

c). Sosial Budaya

6
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan


setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi


adalah:
a). Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang


mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.

b). Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor


lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c). Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi


stressor. Pada halusinasi terdapat 3 mekanisme koping yaitu :

(1). With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asyik dengan
pengalaman internalnya.

7
(2).Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi
yang membingungkan ( alam mengalihkan
respon kepada sesuatu atau seseorang ).

(3).Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari-hari untuk


memproses masalah dan mengeluarkan
sejumlah energi dalam mengatasi cemas.

Pada klien dengan halusinasi, biasanya menggunakan pertahanan diri


dengan menggunakan pertahanan diri dengan cara proyeksi yaitu untuk
mengurangi perasaan emasnya klien menyalahkan orang lain dengan tujuan
menutupi kekurangan yang ada pada dirinya.

Pencetus terjadinya halusinasi

1. Sakit dengan panas tinggi sehingga mengganggu keseimbangan tubuh.


2. Gangguan jiwa Skizofrenia
3. Pengkonsumsian narkoba atau narkotika tertentu seperti : ganja, morphin,
kokain, dan ltd
4. Mengkonsumsi alkohol berkadar diatas 35% : seperti vodka, gin diatas
batas kewajaran
5. Trauma yang berlebihan.

D. Manifestasi Klinis

Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah
sebagai berikut:

1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.

8
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003),
seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala
yang khas yaitu:

1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.


2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Diam.
6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.

9
7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi
dengan realitas.
11. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya.
12. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
13. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
14. Berkeringat banyak.
15. Tremor.
16. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
17. Perilaku menyerang teror seperti panik.
18. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
19. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan
agitasi.
20. Menarik diri atau katatonik.
21. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
22. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

Tahap I
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
c. Gerakan mata yang cepat
d. Respon verbal yang lambat
e. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
Tahap II
a. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah

10
b. Penyempitan kemampuan konsenstrasi
c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Tahap III
a. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
dari pada menolaknya
b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
c. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
d. Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor,
ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk
Tahap IV
a. Prilaku menyerang teror seperti panic
b. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
c. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,
menarik diri atau katatonik
d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

E. Akibat dari Halusinasi

Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat


beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

Tanda dan Gejala :

1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan

11
5. Mempunyai rencana untuk melukai

F. Tahapan halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia
(2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:

1. Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian,
rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2. Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital
(denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
realita.
3. Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan
dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah
dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
4. Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik

12
diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak
mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

G. Hubungan Skhizoprenia dengan Halusinasi


Gangguan persepsi yang utama pada skizoprenia adalah halusinasi,
sehingga halusinasi menjadi bagian hidup klien. Biasanya dirangsang oleh
kecemasan, halusinasi menghasilkan tingkah laku yang tertentu, gangguan
harga diri, kritis diri, atau mengingkari rangsangan terhadap kenyataan.
halusinasi pendengaran adalah paling utama pada skizoprenia, suara – suara
biasanya berasal dari Tuhan, setan, tiruan atau relatif. halusinasi ini
menghasilkan tindakan/perilaku pada klien seperti yang telah diuraikan
tersebut di atas (tingkat halusinasi, karakteristik dan perilaku yang dapat
diamati) (Mahnum lailan Nasution,2004).

H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan
dan tindakan lain, yaitu :
a. Psikofarmakologis
Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran
yang merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah obat –
obatan anti psikosis.
Adapun kelompok yang umum digunakan adalah :
Kelas Kimia Nama Generik (Dagang) Dosis Harian
Fenotiazin Asetofenazin (Tindal) 60-120 mg
Klorpromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permiti 1-40 mg
Mesoridazin (Serentil) 30-400 mg
Perfenazin (Trilafon) 12-64 mg
Proklorperazin (Compazine) 15-150 mg
Promazin (Sparine) 40-1200 mg
Tioridazin (Mellaril) 150-800mg
Trifluoperazin (Stelazine) 2-40 mg

13
Trifluopromazin (Vesprin) 60-150 mg
Tioksanten Klorprotiksen (Taractan 75-600 mg
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg

b. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)


c. Terapi aktivitas kelompok (TAK)

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Orientasi Realita :


Halusinasi

14
Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan
sukar untuk berhubungan dengan orang lain. Untuk itu perawat harus
mempunyai kesadaran yang tinggi agar dapat mengenal, menerima dan
mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat menggunakan dirinya
secara terapeutik dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien
halusinasi perawat harus bersikap jujur, empati, terbuka dan selalu
memberi penghargaan namun tidak boleh tenggelam juga menyangkal
halusinasi yang klien alami. Asuhan keperawatan tersebut dimulai dari
tahap pengkajian sampai dengan evaluasi.

1. Pengkajian
Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu :
a. Faktor predisposisi
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai factor
perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu
factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
1) Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan
hubungan interpersonal terganggu maka individu akan mengalami
stress dan kecemasan.

Faktor perkembangan terlambat


a) Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa
aman.
b) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
c) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
a) Komunikasi peran ganda

15
b) Tidak ada komunikasi
c) Tidak ada kehangatan
d) Komunikasi dengan emosi berlebihan
e) Komunikasi tertutup
f) Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang
otoritas dan komplik orang tua
3) Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di
besarkan. Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis,
tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi
4) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Adanya kejadian
terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan
besar dan bentuk sel korteks dan limbic.
5) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan
stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan
orientasi realitas.Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi,
menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak
jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
6) Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi
hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini yaitu adanya
pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu
yang mengalami schizoprenia dan kembar monozigot.

16
b. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya
rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan
juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya
halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan
yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
c. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan
Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan
atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun
atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi yaitu :
1) Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
a) ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak
makan, tidur terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri
atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan
aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.
b) Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat – obatan dan zat
halusinogen dan tingkah laku merusak diri.

17
c) Riwayat kesehatan
Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan
penyalahgunaan obat.
d) Riwayat schizofrenia dalam keluarga
e) Fungsi sistim tubuh
(1) Perubahan berat badan, hipertermia (demam)
(2) Neurologikal perubahan mood, disorientasi
(3) Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur
(Mahnum lailan Nasution, 2004).
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut. Afek tidak
sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan bermusuhan,
kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.
Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien. Gangguan
persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi pikir
tidak realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi,
koping regresi dan denial serta sedikit bicara.
4) Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan
adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi

18
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol
oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh
karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan
klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien
tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.Putus asa,
menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan mengatasi stress
dan kecemasan.
5) Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses
diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan
halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat
halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan
dirinya.
d. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu
dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping
dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan
masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil.
e. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri.

19
2. Pohon Masalah Halusinasi
Resti mencederai orang lain

Perubahan persepsi sensori halusinasi Masalah utama

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan harga diri : harga diri rendah


3. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi
pendengaran.
b. Gangguan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan isolasi
social: menarik diri.
c. Kerusakan interaksi social : menarik diri berhubungan dengan harga
diri rendah.
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses
fikir.

20
4. Intervensi
DX I : Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi
pendengaran
NOC : Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x20 menit klien dapat
membina hubungan saling percaya dengan perawat.
NIC : Manajemen resiko tinggi perilaku kekerasan.
Guidance :
 Kaji tingkat halusinasi yang di hadapi pasien, kaji tingkat
kesadaran pasien melalui analisa interaksi, Observasi tingkah laku
verbal dan non verbal klien yang terkait dengan halusinasi (sikap
seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam
di tengah – tengah pembicaraan).

Supportif :
 Bina hubungan saling percaya, singkat tetapi sering

1) Salam terapeutik
2) Perkenalkan diri
3) Jelaskan tujuan interaksi
4) Buat kontrak yang jelas
5) Menerima klien apa adanya
6) Kontak mata positif
7) Ciptakan lingkungan yang terapeutik

Teaching :
 Ajarkan pasien untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan, ajarkan
teknik pengalihan saat halusinasi timbul. Identifikasi bersama klien
tentang waktu munculnya halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi
timbulnya halusinasi.

Providing Developmental Environment :

21
 Usahakan lingkungan pasien ramai, jangan biarkan ia sendiri.

Collaboratif :
 Kolaborasi dengan psikiater tentang penanganan selanjutnya.

DX II : Perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran berhubungan


dengan isolasi social : menarik diri.
NOC : Klien dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan
sehingga halusinasi dapat dicegah.
: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien
dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
NIC : Managemen komunikasi
Guidance :
 Observasi tingkah laku verbal dan non verbal klien yang terkait
dengan halusinasi (sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau
tertawa sendiri, terdiam di tengah – tengah pembicaraan).
 Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak nyata
bagi perawat.
 Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi
halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasi.

Supportif :
 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi
muncul.
 Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi
halusinasi.

Teaching :
 Ajarkan klien untuk tidak menarik diri dan ajarkan bergaul dengan
orang lain
Dev. Env :
 Usahakan lingkungan pasien ramai, jangan biarkan ia sendiri.

22
Collaborative:
 Kolaborasi dengan dokter jiwa dalam therapi obat

DX III : Kerusakan interaksi social : menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah.
NOC : Klien dapat memperluas kesadaran diri.
NIC :
Guidance :
 Kaji alasan mengapa klien menarik diri
 Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya.
 Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien.
Support :

 Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua


memilikikelebihan dan kekurangan.
 Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutupi dengan kelebihan
yang dimiliki klien.
 Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang dimiliki
klien.
 Beritahukan bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki.
Teaching :
 Ajarkan klien untuk percaya diri dan ajarkan klien untuk berani
bersosialisasi dengan orang lain
Dev. Env :
 Berikan klien lingkungan yang nyaman dan bersahabat serta
usahakan klien untuk berteman atau bersosialisasi dengan orang
lain
Collaborative :
 Kolaborasi dengan psikiater tentang penanganan selanjutnya

DX IV : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses


fikir.

23
NOC : Klien dapat mengevaluasi dirinya.
NIC :
Guidance :
 Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau keinginan yang
berhasil dicapainya.
 Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan.
 Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab –
sebab kegagalan
 Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan
cara mengatasi
Support :
 Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat
menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin
terjadi di masa yang akan datang.

Teaching :
 Ajarkan klien untuk memperbaiki proses berfikirnya dan ajari
klien berkomunikasi dengan baik

Dev. Env :
 Berikan klien lingkungan yang nyaman dan berikan klien
teman bicara

Collaborative :
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian th/ obat

24
25
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan
keperawatan terhadap pasien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi
ditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan
pendekatan secara terus menerus, membina hubungan saling percaya yang
dapat menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan yang diberikan.
2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan
halusinasi, pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem
pendukung yang mengerti keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping
itu perawat / petugas kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga
dalam memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam
memberi perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat
menyimpulkan bahwa peran serta keluarga merupakan faktor penting
dalam proses penyembuhan klien.

B. SARAN
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya perawat mengikuti
langkah-langkah proses keperawatan dan melaksanakannya secara
sistematis dan tertulis agar tindakan berhasil dengan optimal
2. Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukan
pendekatan secara bertahap dan terus menerus untuk membina hubungan
saling percaya antara perawat klien sehingga tercipta suasana terapeutik
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan

26
3. Bagi keluarga klien hendaknya sering mengunjungi klien dirumah sakit,
sehingga keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan
dapat membantu perawat bekerja sama dalam pemberian asuhan
keperawatan bagi klien

27

Anda mungkin juga menyukai