Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DENGAN KEMANDIRIAN ANAK

DISABILITAS DI SLB D/D1 YPAC SURAKARTA

TUGAS UAS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif dan Campuran

Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Endang Sutisna Sulaeman, dr., M.Kes, FISPH, FISCM

Oleh

AGIL RAFI’AH AFANDI

S022302001

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

TAHUN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan tata bahasanya, Pola Asuh terdiri dari kata Pola dan Asuh. Menurut

Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata Pola berarti Model, Sistem, Cara Kerja, bentuk

(struktur yang tetap), sedangkan kata Asuh mengandung arti Menjaga, Merawat,

Mendidik anak agar dapat berdiri sendiri.

Menurut Petranto (Suarsini, 2013) Pola Asuh orang tua merupakan pola

perilaku yang diterapkan pada anak bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola

perilaku ini dirasakan oleh anak, dari segi negatif maupun positif. Pola asuh yang

ditanamkan tiap keluarga berbeda, hal ini tergantung pandangan dari tiap orang tua.

Anak menjadi anugerah yang diharapkan oleh setiap pasangan menikah dan sebagai

penerus keluarga.

Orang tua mengharapkan untuk mendapatkan anak yang sehat baik secara lahir

maupun batin, namun pada kenyataannya tidak semua anak dapat tumbuh dan

berkembang dengan normal layaknya anak-anak seusianya seperti memiliki

keterbatasan dalam proses belajar dan adaptasi sosial seperti merawat diri (makan,

berpakaian, mandi, ke kamar mandi ) dan berkomunikasi (Kaplan, Sadock, & Grebb,

2004).Peranan orang tua dalam keluarga salah kunci utama dalam membentuk

kepribadian anak, hal itu karena orang tua salah satu orang yang pertama dan

mempunyai banyak waktu dengan anak di dalam keluarganya. Orang tua juga bagian

penting untuk mendidik anak di dalam keluarga.

Anak-anak penyandang disabilitas yang sering kali tidak mendapatkan

perawatan kesehatan atau bersekolah. Mereka yang paling rentan mengalami

kekerasan, pelecehan, eksploitasi dan penelantaran, terutama jika mereka tersembunyi


atau ditempatkan dalam lembaga yang tidak sedikit dari mereka dikarenakan faktor

sosial atau biaya ekonomi untuk membesarkannya.

Data SUSENAS tahun 2019 memperkirakan bahwa warga Indonesia dengan

penyandang disabilitas jenis kecacatan tubuh mencapai 1.107 orang. Sedangkan untuk

jenis kecacatan lain persentasenya masih relative rendah jika dibandingkan dengan

kecacatan tubuh, diantaranya seperti tuna netra dengan 483 orang, kecacatan mental

(Tuna Grahita) 128 orang, tuna rungu wicara 586 orang, dan kecacatan jiwa 478 orang

Landasan bagi perlindungan penyandang disabilitas di Indonesia, dapat dilihat

dalam ketentuan Pasal 28 A UUD 1945, yakni : "Setiap orang berhak untuk hidup serta

berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya". Hak untuk hidup adalah hak asasi

yang paling dasar bagi seluruh manusia. Hak hidup merupakan bagian dari hak asasi

yang memiliki sifat tidak dapat ditawar lagi. Hak hidup mutlak harus dimiliki setiap

orang, karena tanpa adanya hak untuk hidup, maka tidak ada hakhak asasi lainnya.

Mendidik ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) tentunya tidak sama seperti

mendidik anak normal, diperlukan strategi khusus untuk dapat melakukan pendekatan

terhadap anak. Anak berkebutuhan khusus memiliki kesulitan dalam beradaptasi di

lingkungan sekolah reguler maupun inklusif (Mand, 2007).

Upaya yang dilakukan dalam bentuk pendidikan anak-anak disabilitas yaitu

melatih mereka agar melakukan sesuatu secara mandiri. pendidikan yang diberikan

pada setiap anak ada berupa secara formal maupun secara nonformal. Anak disabilitas

juga menjadi tugas dan tangung jawab kita semua baik masyarakat maupun pemerintah.

Menurut Carter et al. (2005) hambatan pada perkembangan sosial merupakan

sumber utama yang mempengaruhi gangguan kemampuan kognitif dan bahasa individu

dengan kelainan autis. Tekanan pengasuhan yang tinggi berkontribusi pada


memburuknya masalah perilaku anak dari waktu ke waktu dan masalah perilaku anak

memperburuk stres orang tua (Woodman, Mawdsley, & Hauser-Cram, 2015).

Orang tua sudah semestinya menunjukkan sikap menerima kekurangan dan

membantu anak untuk menyesuaikan diri dengan kekhususan tersebut. Dukungan yang

diberikan orang tua merupakan sumber dukungan yang utama bagi proses

perkembangan ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di masa kanak-kanak. Kemandirian

adalah modal hidup setiap manusia yang telah ada dalam dirinya, semua manusia pasti

tidak mengingini kehidupan mandirinya terganggu karna memiliki keterbatasan secara

fisik yang biasa kita sebut sebagai kecatatan. Cacat fisik atau ‘disabilitas’ merupakan

hal yang tak pernah diinginkan oleh setiap manusia, namun pada kenyataannya

kecacatan bisa datang tanpa disadari baik ketika kita mengalami kecelakaan, pada saat

dilahirkan, ataupun pada masa kita sedang bertumbuh.

Sehingga mereka memerlukan pendidikan program khusus yang bertujuan

untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam kemandirian dalam aktivitas hidup

sehari-hari, baik di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan masyarakat (Suparno,

2010).

Hasil penelitian menemukan bahwa status sosial ekonomi tidak berhubungan

dengan kemandirian anak, namun status akademik berhubungan dengan kemandirian

anak. Status akemik berkaitan dengan tnngkat kecerdasan anak, sehingga lebih mudah

untuk diajarkan tentang kemandirian dalam mengurus diri sendiri. ( Penelitian

Puspitasari, Situmeang dan Bidjuni, 2014)

Maka berdasarkan masalah di atas Penulis tertarik untuk meneliti “ Hubungan

Antara Pola Asuh Dengan Kemandirian Anak Disabilitas di SLB D/D1 YPAC

Surakarta”.
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah bagaimana hubungan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian anak

disabilitas di SLB D/D1 YPAC Surakarta.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan

kemandirian anak disabilitas di SLB D/D1 YPAC Surakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui bagimana pola asuh orang tua yang tepat dalam

mendidik kemandirian anak disabilitas

b. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis pola asuh orang tua terhadap

kemandirian anak disabilitas

c. Untuk mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan pola

asuh anak disabilitas

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari uraian di atas diharapkan dapat memberi manfaat :

1. Bagi orang tua diharapkan memahami pola asuh yang tepat untuk anak

disabilitas

2. Agar masyarakat memahami bahwa pola asuh yang tepat menjadikan

pribadi anak yang hebat


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu salah

satu metode penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang

kenyataan melalui proses berpikir induktif. Dimana tujuan utama penelitian kualitatif

adalah untuk memahami fenomena atau gejala sosial dengan lebih menitikberatkan

pada gambaran yang lengkap tentang fenomena yang dikaji (Kresno, 2016)

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2023.

Penelitian ini akan dilaksanakan di SLB D/D1 YPAC Surakarta.

C. Informan Penelitian

Informan adalah orang yang memberikan informasi tentang situasi dan kondisi

latar penelitian. Informan penelitian ini diambil secara purposive. Menurut sugiyono

(2016) Metode purposive adalah metode pemilihan informan dengan menentukan

terlebih dahulu kreteria yang akan dimasukkan kedalam penelitian, dimana informan

dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Sehingga informan yang

dipilih adalah orang-orang yang berhubungan dengan pola asuh orang tua terhadap

kemandirian anak disabilitas di SLB D/D1 YPAC Surakarta.

Adapun menurut kriteria yang ditetapkan sebagai informan dalam penelitian ini

adalah :

1. Kepala Sekolah SLB D/D1 YPAC Surakarta.

2. Guru kelas 1 SD sampai dengan kelas 6 SD di SLB D/D1 YPAC Surakarta.


3. Orang tua anak disabilitas kelas 1 SD sampai dengan kelas 6 SD di SLB D/D1

YPAC Surakarta.

4. Anak disabilitas (subjek hanya memiliki satu keterbatasan fisik).

D. Instrumen Penelitian

1. Alat Perekam

Peneliti menggunakan alat rekam untuk merekam kegiatan wawancara

Dengan setiap informan. Hasil rekaman tersebut ditransformasikan peneliti

kedalam bentuk kata-kata yaitu berupa data transkrip.

2. Panduan Wawancara (Pedoman pertanyaan)

Panduan wawancara peneliti ini yaitu dengan menggunakan pertanyaan

mendalam ketika di lapangan terkait tujuan penelitian.

3. Catatan Lapangan

Catatan di lapangan yaitu catatan pribadi saat di lapangan yang dilihat,

didengar, dan dialami peneliti saat melakukan wawancara terhadap informan

pada saat penelitian berlangsung.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengumpulan dari sumber data :

1. Data Primer

a. Wawancara

Menurut Afianti (2014), wawancara dilakukan secara asimetris,

peneliti dan subjek harus terkondisikan. Selama proses wawancara,

penelitis secara tidak langsung dituntut mampu mengekplorasi emosi,


persepsi, dan pemikiran subjek. Sehingga, terjadilah komunikasi dua

arah antara peneliti dan subjek (Dr. Jenita Doli Tine, 2019).

1) Wawancara Mendalam

Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam atau

indenth interview yang merupakan salah satu teknik

pengumpulan data kualitatif, wawancara dilakukan

dilakukan antara seorang responden dan pewawancara

yang terampil, yang ditandai dengan penggalian yang

mendalam dan menggunakan pertanyaan terbuka (Arif

Sumantri, 2015).

b. Pengamatan (observasi)

Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah

ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau

peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi

adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau

kejadian,untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti

perilaku manusia, dan untuk evaluasi melakukan pengukuran terhadap

aspek tertentu serta melakukan umpan balik terhadap pengukuran

tersebut (Arif Sumantri, 2015).

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pengambilan data di SLB D/D1 YPAC

Surakarta.
F. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif memiliki tiga jalur yaitu reduksi data, penyajian data dan

penarikan kesimpulan.

1. Reduksi data. Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang

pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya.

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran

yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan

pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan

(Sugiyono, 2016).

2. Penyajian data. Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat

atau bagan. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam

kualitatif adalah dengan teks yang bersifat narasif (Sugiyono, 2016).

3. Penarikan Kesimpulan. Langkah selanjutnya setelah penyajian data

kesimpulan awal yang dikemukan masih bersifat sementara, dan akan

berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat mendukung pada

tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten, saat

penelitian kembali kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan

yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono,

2016).
Daftar Pustaka

Anggraini, A., Hartuti, P., & Shilihah, A. (2008). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan

Kepribadian Siswa Sma Di Kota Bengkulu. Consilia : Jurnal Ilmiah Bimbingan Dan

Konseling, https://doi.org/10.33369/consilia.1.1.10-18

Asnida, ZO & Madantia, A. 2014. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Otoriter Dengan

Kemandirian Anak Usia Pra Sekolah. Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 1, No. 1: 75-

81.

Azwar, Saifudin. 2002. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Dewi, AR., Murtini & Pratiwi, K. 2015. Pola Asuh Orangtua Dengan Kemandirian Anak.

Jurnal Ilmu kebidanan, Volume III, Nomor 3: 105-112.

Dr.H.Arif Sumantri, S. M. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: KENCANA.

Dr. Jenita Doli Tine, S. M. (2019). Metodologi Penelitian keperawatan.Yogyakarta:

PT.PUstaka Baru hlm 59-136.

Fathonah, S., & Hernawati, N. (2018). Hubungan Orang Tua-Guru dan Praktik Pengasuhan

Ibu pada Keluarga yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Jurnal Ilmu

Keluarga Dan Konumen, 11(3), 219-230. https://doi.org/10.24156/jikk.2018.11.3.219

Firdaus, S. A., & Kustanti, E. R. (2019). Hubungan Antara Pola Asuh Otoriter Dengan

Pengambilan Keputusan Karier Pada Siswa Smk Teuku Umar Semarang. Empati, 8(1),

212–220.
Hidayati, N. I. (2014). Pola Asuh Otoriter Orang Tua , Kecerdasan Emosi,. Jurnal Psikologi

Indonesia, 3(01).

Isni, A. (2014). Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata

Pelajaran Akuntansi Kelas XI IPS di SMA Negeri 26 Bandung. Universitas Pendidikan

Indonesia. Cell, 28. repository.upi.edu

Kresno, E. M. dan S. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.

Jojon, Wahyuni, TD. & Sulasmini, 2017. Hubungan Pola Asuh Over Protective Orang Tua

Terhadap Perkembangan Anak Usia Sekolah Di sdn Tlogomas 1 Kecamatan

Lowokwaru Malang : Nursing News Volume 2, Nomor 2 : 524-535.

Mantali, R., Umboh, A. & Bataha, YB. 2018. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan

Kemandirian Anak Usia Prasekolah Di TK Negeri Pembina Manado. E-Journal

Keperawatan (E-Kp) Volume 6 Nomor 1 : 1-8.

Mirantika, N. R. (2016). Hubungan Pola Asuh Permisif Dengan Kenakalan Remaja. E-Journal

UNESA, 28.

Munawwaroh, Bidayyatul. 2016. Dampak Pola Asuh Orangtua Terhadap Perkembangan

Sosial Terhadap Anak Tunagrahita Di Slb Negeri Pembina Yogyakarta. Yogyakarta :

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Nandang Mulyana, dkk. (2018). Dukungan Istrumental Keluarga Bagi Anak Disabilitas Tuna

Daksa. FISIP-UNDAP.
Pratama, Yoga. 2016. Hubungan Pola Asuh Orang tua Dengan Perilaku Bullying Remaja Di

Smpn 4 Gamping Sleman. Ilmu Keperawatan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jendral

Achmad Yani. Yogyakarta.

Sugiyono, (2016). Metode Penelitian Kualitatif, dan r&d. Bandung Alfaberta.

Anda mungkin juga menyukai