Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KEBENCANAAN

Disusun Oleh :

Kelompok 6

Anna Maria Rongkonusa

Angelina Bela

Wulan Marshanda Kojo

Victoria Trivena Jacob

Viliana A Mangolo

Vannessa P.I. Kaseger


POLTEKKES KEMENKES MANADO

SARTER KEPERAWATAN + NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

2023

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Menurut UU No. 24 Tahun 2007,Manajemen bencana adalah suatu proses


dinamis,berlanjut dan terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang
berhubungan dengan observasi dan analisis bencana serta pencegahan,mitigasi,
kesiapsiagaan, peringatandini,penanganan darurat,rehabilitas dan rekonstruksi
bencana.Manajemen bencana merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah pusat
maupun daerah bersama-sama masyarakat dalam rangka mewujudkan perlindungan yang
maksimal kepada masyarakat beserta aset-aset sosial, ekonomi dan lingkungannya dari
kemungkinan terjadinya bencana.Potensi penyebab bencana di Indonesia dapat
dikelompokkan dalam 3 (tiga) golongan yaitu karena faktor alam, perbuatan manusia, dan
sosial.Bencana alam antara lain berupa gempa bumi, letusan gunung api, angin
topan, tanah longsor, kekeringan /lahan karena faktor alam, hama penyakit tanaman,
epidemi wabah, kejadian luar biasa, dan kejadian antariksa/benda-benda angkasa.Bencana
buatan manusia antara lain berupa kebakaran hutan/lahan yang disebabkan oleh
manusia,kecelakaan transportasi,dampak industri, pencemaran lingkungan seperti
polusi udara,polusi air sungai,dan sebagainya.

B.Tujuan

Mahasiswa mengerti tentang sistem manajemen bencana dan dapat menambah


wawasan masyarakat secara umum sehingga dapat turut serta dalam upaya penanggulangan
bencana.

C.Manfaat
Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dan penulis dalam hal menajemen
bencana dan dapat menerapkan upaya penanggulangan bencana,terutama untuk para petugas
kesehatan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BENCANA
Bencana merupakan peristiwa yang sering terjadi di beberapa tahun terakhir dan
bencana bukan lagi menjadi kata yang asing bagi kita. Hampir setiap musim, bahkan
setiap bulan selalu saja terjadi bencana. Musim penghujan misalnya, bagi sebagian
orang musim ini merupakan musim yang membawa berkah, tetapi sebagian orang lagi
musim ini akan membawa musibah. Bagi petani, musim hujan merupakan awal tanam
dimana air akan mudah diperoleh dan tanaman dapat tumbuh. Hujan yang terhenti
beberapa waktu lalu dan dengan suhu yang cukup tinggi, membuat para petani dan
pemerintah khawatir akan kekurangan persediaan pangan. Kekhawatiran ini tidak
bertahan lama, setelah beberapa minggu hujan pun turun. Ketika hujan turun ternyata
munculah berbagai bencana yang banyak menelan korban. Bencana banjir dan tanah
longsor merupakan sebagian bencana yang datang pada musim hujan.
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, memberikan
batasan-batasan terkait dengan fenomena bencana alam sebagai berikut.
1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh
faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
2. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.
3. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
4. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
5. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
6. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
7. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
8. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa
menimbulkan bencana.
9. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi
kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi
kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
10. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan
ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
11. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka,
sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau
kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
12. Bantuan darurat bencana adalah upaya memberikan bantuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar pada saat keadaan darurat.
13. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh
Pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi Badan yang
diberi tugas untuk menanggulangi bencana
Menurut WHO, bencana merupakan segala kejadian yang menyebabkan
kerusakan lingkungan, gangguan geologis, hilangnya nyawa manusia atau
memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan skala tertentu, yang
memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah tertentu (Indiyanto, 2012).

B. FAKTOR PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA


Indonesia adalah negara kepulauan terbesar, jumlah 17.504 pulau yang tersebar pada
33 propinsi (berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri yang dipublikasikan BPS
2017). Jumlah pulau yang telah dilaporkan ke PBB dalam sidang ke XI The United
Nation Conference on Standardization of Geographical Names di New York tahun
2017 sebanyak 16.056 pulau.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2017) menyatakan bahwa dalam 15
tahun terakhir (2002 - 2016), jumlah kejadian bencana di Indonesia meningkat hampir
20 kali lipat. Lebih dari 90% kejadian bencana di Indonesia diakibatkan oleh banjir
dan tanah longsor, lebih dari 28 juta orang terkena dampak. Namun, berdasarkan
jumlah korban jiwa, bencana terkait geologi adalah jenis bencana yang paling
mematikan, dimana lebih dari 90% korban meninggal dunia dan hilang akibat
bencana disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami.
United Nation Internasional Strategy Of Disaster Reduction (UN-ISDR) membedakan
bencana menjadi lima kelompok yaitu:
1. Bahaya aspek Geologi, antara lain: Gempa Bumi, Tsunami, Gunung meletus,
Landslide (tanah longsor). Daerah rawan gempa bumi yang ada di Indonesia
tersebar pada wilayah dekat dengan zona penunjaman lempeng tektonik dan
sesar aktif. Gempa yang berpengaruh memicu terjadinya tsunami yakni gempa
yang memiliki kekuatan skala di atas 6 SR, dan memiliki kedalaman kurang
dari lima puluh kilometer.
2. Bahaya aspek Hidrometeorologi, diantaranya: banjir, kekeringan, angin puting
beliung dan gelombang pasang. Banjir umumnya terjadi ketika tingginya
curah hujan di atas rata-rata yang berakibat melebihi daya tampung sungai dan
jaringgannya. Perilaku manusia sepanjang dari hulu, sepanjang aliran sungai,
hingga bagian bawah system sungai.
3. Bahaya aspek Lingkungan antara lain kebakaran hujan, kerusakan lingkungan,
dan pencemaran limbah.
4. Bahaya beraspek Biologi, antara lain wabah penyakit, hama dan penyakit
tanaman, hewan/ternak. Beberapa indikasi awal terjadinya endemik misalnya,
Avian Influenza/flu burung, antraks, serta beberapa penyakit hewan lainnya
yang mengakibatkan kerugian bahkan kematian.
5. Bahaya beraspek teknologi antara lain kecelakaan transportasi, kecelakaan
industri dan kegagalan teknologi. Dari beberapa klasifikasi yang disampaikan
oleh UN-ISDR, secara keseluruhan, pernah terjadi dan dialami negara
Indonesia, tentu kita masih ingat bencana tsunami di Aceh tahun 2004,
bencana banjir dan tanah longsor di Wasior, kebakaran hutan yang terjadi
belum lama ini, semburan lumpur panas dan lainnya. (Indiyanto, 2012).

Berdasarkan penyebab bencana diklasifikasikan menjadi tiga yaitu bencana alam


(antara lain: banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, kekeringan, puting
beliung, erupsi gunung api), bencana non alam (antara lain: wabah penyakit, gagal
teknologi, gagal modernisasi), dan bencana sosial (antara lain: konflik sosial,
tawuran, perebutan sumberdaya, pencemaran)

Klasifikasi bencana alam berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi tiga jenis,


yaitu:

1. Bencana alam Geologis, bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang
berasal dari dalam bumi (gaya endogen). Atau biasa disebut bencana alam
yang terjadi akibat bergeraknya lempeng bumi, yang termasuk dalam bencana
alam geologis adalah gempa bumi, letusan gunung berapi, dan tsunami.
Bencana yang diakibatkan oleh faktor geologis biasanya banyak menelan
korban dan kerusakan lingkungan yang mengakibatkan kerugian baik secara
material maupun kerugian non material. Bencana alam geologis merupakan
bencana alam yang paling banyak menelan korban jiwa di Indonesia.
2. Bencana alam Klimatologis, bencana alam klimatologis merupakan bencana
alam yang disebabkan oleh faktor cuaca dan iklim, Contoh bencana alam
klimatologis adalah banjir, badai, banjir bandang, angin puting beliung,
kekeringan, dan kebakaran alami hutan (bukan oleh manusia) kebakaran alami
biasa terjadi ketika musim kemarau dan sangat kering. Gerakan tanah
(longsor) termasuk juga bencana alam, walaupun pemicu utamanya adalah
faktor klimatologis (hujan), tetapi gejala awalnya dimulai dari kondisi
geologis (jenis dan karakteristik tanah serta batuan dan sebagainya). Bencana
alam klimatologis yang terjadi belakangan ini diakibatkan oleh perubahan
iklim global yang terjadi di seluruh dunia.
3. Bencana alam Ekstra-Terestrial, bencana alam Ekstra-Terestrial adalah
bencana alam yang terjadi di luar angkasa, contoh: hantaman/impact meteor.
Bila hantaman benda-benda langit mengenai permukaan bumi maka akan
menimbulkan bencana alam yang dahsyat bagi penduduk bumi. Gejala alam
yang dapat menimbulkan bencana alam pada dasarnya mempunyai
karakteristik umum, yaitu gejala awal, gejala utama, dan gejala akhir. Dengan
demikian, jika kita dapat mengetahui secara akurat gejala awal suatu bencana
alam, kemungkinan besar kita dapat mengurangi akibat yang ditimbulkannya.

C. PENGELOLAAN BENCANA
Secara teoritis terdapat lima model pengelolaan bencana (Maguire &Hagan, 2007;
Setyowati, 2017). Implementasi atau penerapan model pengelolaan bencana
tergantung pada kondisi dan kerentanan bencana suatu wilayah.
a. Disaster management continuum model, model pengelolaan bencana ini
merupakan model yang paling popular karena terdiri dari tahap-tahap yang
jelas sehingga lebih mudah diimplementasikan. Tahap-tahap manajemen
bencana di dalam model ini meliputi emergency, relief, rehabilitation,
reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning.
b. Pre-during-post disaster model, model pengelolaan bencana ini membagi
tahap kegiatan di sekitar bencana. Terdapat kegiatan-kegiatan yang perlu
dilakukan sebelum bencana, selama bencana terjadi, dan setelah bencana.
Model ini seringkali digabungkan dengan disaster management continuum
model.
c. Contract-expand model, model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-tahap yang
ada pada pengelolaan bencana (emergency, relief, rehabilitation,
reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning) semestinya tetap
dilaksanakan pada daerah yang rawan bencana. Perbedaan pada kondisi
bencana dan tidak bencana adalah pada saat bencana tahap tertentu lebih
dikembangkan (emergency dan relief) sementara tahap yang lain seperti
rehabilitation, reconstruction, dan mitigation kurang ditekankan.
d. The crunch and release model, model pengelolaan bencana ini menekankan
upaya mengurangi kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat
tidak rentan maka bencana akan juga kecil kemungkinannya terjadi meski
hazard tetap terjadi.
e. Disaster risk reduction framework, merupakan model pengelolaan bencana
yang menekankan pada upaya pengelolaan bencana pada identifikasi risiko
bencana baik dalam bentuk kerentanan maupun hazard dan mengembangkan
kapasitas untuk mengurangi risiko bencana

Bencana dalam kenyataan keseharian menyebabkan: 1) berubahnya pola-pola


kehidupan dari kondisi normal, 2) merugikan harta benda dan jiwa manusia, 3)
merusak struktur sosial komunitas, serta 4) memunculkan lonjakan kebutuhan pribadi
atau komunitas. Oleh karena itu bencana cenderung terjadi pada komunitas yang
rentan, dan akan membuat komunitas semakin rentan. Kerentanan komunitas diawali
oleh kondisi lingkungan fisik, sosial dan ekonomi yang tidak aman yang melekat
padanya. Kondisi tidak aman tersebut terjadi oleh tekanan dinamis internal maupun
eksternal, misalnya di komunitas institusi lokal berkembang dan ketrampilan tepat
guna tidak dimiliki.

Upaya pengelolaan bencana dari beberapa jenis bencana yang sering terjadi di
Indonesia diuraikan sebagai berikut.

1. Bencana Banjir
Banjir merupakan proses alam dan bencana yang sangat mengkhawatirkan
bagi penduduk yang tinggal di sekitar sungai-sungai besar. Jenis banjir
meliputi: genangan, banjir lokal, banjir kiriman, banjir pasang surut air laut
(Rob), banjir bandang. Faktor-faktor penyebab banjir disamping curah hujan
sebagai sumber utama penyebab banjir, kondisi biofisik wilayah juga ikut
menentukan. Curah hujan yang sangat tinggi atau salju yang meleleh secara
cepat di daerah-daerah tangkapan air, membawa air lebih banyak lagi ke
dalam sistem hidrologi. Sedimentasi dasar-dasar sungai akibat kerusakan
lahan pada hulu DAS dapat memperburuk kejadian banjir. Air pasang tinggi
bisa membanjiri kawasan pantai, atau laut-laut terdorong masuk ke dalam
daratan oleh badai angin.
2. Bencana Longsor
Bencana longsor atau tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang
umumnya berskala kecil dan kejadiannya tidak sedramatis kejadian gempa
bumi maupun gunung meletus, sehingga perhatian pada masalah ini umumnya
tidak besar, begitu juga dengan bahayanya kurang diperhatikan dalam
perencanaan pembangunan. Tanah longsor dapat menghancurkan bangunan-
bangunan, jalan-jalan, pipa-pipa dan kabel-kabel baik oleh gerakan tanah yang
berasal dari bawah atau dengan cara menguburnya. Longsornya lereng yang
terjadi secara tiba-tiba dapat menjebolkan tanah yang berada di bawah tempat-
tempat hunian dan menghempaskan bangunan-bangunan tersebut ke lereng
bukit. Runtuhan batu mengakibatkan kerusakan dari pecahan batu yang
terbuka menghadap batu-batu besar yang berguling dan menabrak tempat-
tempat hunian dan bangunan-bangunan. Aliran puing-puing di tanah yang
lembek, bergerak mengisi lembah-lembah mengubur tempat-tempat hunian,
menutup sungai-sungai maupun jalan.
Penyebab kejadian tanah longsor berupa kekuatan-kekuatan gravitasi yang
dipaksakan pada tanah-tanah miring, melebihi kekuatan memecah ke samping
yang mempertahankan tanah-tanah tersebut pada posisinya. Kandungan air
yang tinggi menjadikan tanah menjadi lebih berat, sehingga meningkatkan
beban, apalagi kalau terdapat rekahan-rekahan. Curah hujan yang lebat akan
menyebabkan air masuk ke tanah dan membawa partikel tanah bergerak secara
grafitasi sehingga terjadi tanah longsor
3. Kekeringan
Kekeringan berkaitan dengan ketersediaan air atau suplai air pada suatu
wilayah, ketersediaan air berkurang maka akan terjadi bencana kekeringan.
Kekeringan merupakan fenomena hidrologi yang paling kompleks,
mewujudkan dan menambahkan isu-isu yang berkaitan dengan iklim, tata
guna lahan, norma pemakaian air serta manajemen seperti persiapan, antisipasi
dsb. Bencana kekeringan prosesnya berjalan lambat sehingga dikatakan
sebagai bencana merangkak.
Kekeringan terutama disebabkan oleh fluktuasi-fluktuasi berkala jangka
pendek dalam hal jumlah curah hujan, adanya perubahan iklim jangka
panjang, desertifikasi yang disebabkan oleh hilangnya vegetasi dan diikuti
oleh erosi tanah, terlalu banyaknya lahan penggembalaan dan manajemen
tanah yang jelek.
4. Gempa Bumi
Mekanisme kerusakan dari gempa bumi, energi getaran yang dikirimkan lewat
permukaan bumi berdasarkan kedalaman. Getaran menyebabkan kerusakan
dan menghancurkan bangunan-bangunan, yang pada gilirannya bisa
membunuh dan melukai orang-orang yang bertempat tinggal di situ. Getaran
juga mengakibatkan tanah longsor, pencairan, runtuhnya bebatuan dan
kegagalan-kegagalan daratan yang lain, yang merusak tempat-tempat hunian
di dekatnya. Getaran juga memicu kebakaran berganda, kecelakaan industri
atau transportasi dapat memicu banjir melalui jebolnya bendungan dan tanggul
penahan banjir.
Penyebab gempa bumi adalah pelepasan energi oleh penyesuaian-penyesuaian
geofisik jauh di kedalaman bumi sepanjang daerah retakan yang terbentuk di
dalam kerak bumi, proses tektonis dari gerakan benua yang lamban di atas
permukaan bumi, pergeseran geomorfologi, adanya aktivitas vulkanis.
Parameter kedahsyatan diukur dari skala ukuran (Richter, Momen Seismik).
5. Letusan Gunung Berapi
Letusan eksplosif atau bertahap, yang mengeluarkan abu panas, aliran
pyroklastik, gas dan debu. Kekuatan-kekuatan letusan bisa menghancurkan
bangunan-bangunan, hutan-hutan dan infrastruktur yang dekat dengan gunung
berapi dan gas-gas beracun bisa mematikan. Gunung-gunung berapi bersalju
menderita karena cairnya es yang menyebabkan aliran-aliran puing-puing dan
tanah longsor yang bisa mengubur bangunan-bangunan.
Penyebab letusan gunung api berasal dari keluarnya magma dari kedalaman
bumi,
terkait dengan penutupan arus-arus konveksi. Parameter kedahsyatan diukur
dari volume materi yang dikeluarkan. Daya letusan dan lamanya letusan,
radius jatuhnya, dan dalamnya endapan debu. Penilaian bahaya dan teknik
pemetaan, dilakukan melalui identifikasi dari gunung berapi aktif. Gunung
berapi secara cepat dapat diidentifikasi dengan karakteristik geologi dan
topografi.

D. PENDIDIKAN MITIGASI BENCANA


Membangun budaya pengurangan bencana secara permanen dan integrative dapat
dilakukan melalui Pendidikan. Tujuan dari upaya pendidikan adalah untuk mengubah
perilaku seseorang.
Pendidikan bencana berupaya meningkatkan tindakan perlindungan, dengan
menyajikan informasi tentang bahaya dan risiko yang ditimbulkannya. Jika
direncanakan dengan efektif dan diterapkan dengan baik, pada akhirnya, orang akan
terbiasa dengan praktik keselamatan dalam segala bentuk tindakan terkait
kebencanaan. Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana harus
dirancang untuk membangun budaya aman dan komunitas yang tangguh.
Pendidikan kebencanaan adalah salah satu solusi internal di masyarakat untuk
mengurangi dampak bencana, serta membiasakan masyarakat untuk tanggap dan
sigap terhadap bencana yang terjadi. Pendidikan kebencanaan bermacam-macam
bentuknya dimulai dari penangulangan bencana berbasis masyarakat, pendidikan
kebencanaan untuk menuju masyarakat sadar bencana, serta kearifan lokal masyarakat
dalam menangani bencana (Preston, 2012; Setyowati, 2007).
Pendidikan kebencanaan nasional merupakan gagasan besar yang banyak diinginkan
oleh
banyak pihak tetapi sulit untuk dilembagakan. Para ahli pendidikan, pengelola, dan
praktisi pendidikan di lapangan semuanya menunggu. Walaupun demikian pendidikan
kebencanaan belum diterapkan di sekolah maupun masyarakat. Pendekatan yang
dilakukan dengan mekanisme mengajak seluruh lapisan masyarakat di lokasi bencana,
baik keluarga, organisasi sosial maupun masyarakat lokal. Metode ini dilakukan
dengan pendampingan oleh universitas atau perguruan tinggi yang berkompeten di
bidang kebencanaan, program ini harus dilaksanakan secara berkesinambungan antar
waktu dan antar generasi.

Pendidikan kebencanaan pada hakikatnya merupakan salah satu aspek dari kehidupan
lingkungan. Konsepsi dari pendidikan kebencanaan merupakan proses pendidikan
tentang hubungan manusia dengan alam dan lingkungan binaan, termasuk tata
hubungan manusia dengan dinamika alam, pencemaran, alokasi pengurasan sumber
daya alam, pelestarian alam, transportasi, teknologi perencanaan kota dan pedesaan.
Adapun sasaran pendidikan kebencanaan sesuai dengan yang disampaikan Resolusi
Belgrad International Conference On Environmental Education (Soetaryono, 1999),
diuraikan sebagai berikut.
1) Kesadaran, membantu individu ataupun kelompok untuk memiliki kesadaran
dan kepekaan terhadap lingkungan keseluruhan berikut permasalahan yang
terkait.
2) Pengetahuan, membantu individu atau kelompok sosial memiliki pemahanam
terhadap lingkungan total, permasalahan yang terkait serta kehadiran, manusia
yang menyandang peran dan tanggung jawab penting di dalamnya.
3) Sikap, membantu individu atau kelompok sosial memiliki nilai-nilai sosial,
rasa kepedulian, yang kuat terhadap lingkungannya, serta motivasi untuk
berperan aktif dalam upaya perlindungan dan pengembangan lingkungan.
4) Ketrampilan, membantu individu atau kelompok sosial mengevaluasi
persyaratan-persyaratan lingkungan dengan program pendidikan dari segi
ekologi, politik, ekonomi, sosial, estetika dan pendidikan.
5) Peran serta, membantu individu atau kelompok sosial untuk dapat
mengembangkan rasa tanggng jawab, dan urgensi terhadapa suatu
permasalahan lingkungan sehingga dapat mengambil tindakan relevan untuk
pemecahannya
BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan
Bencana merupakan peristiwa yang sering terjadi di beberapa tahun terakhir dan
bencana bukan lagi menjadi kata yang asing bagi kita. Hampir setiap musim, bahkan
setiap bulan selalu saja terjadi bencana. Musim penghujan misalnya, bagi sebagian
orang musim ini merupakan musim yang membawa berkah, tetapi sebagian orang lagi
musim ini akan membawa musibah.
Berdasarkan penyebab bencana diklasifikasikan menjadi tiga yaitu bencana alam
(antara lain: banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, kekeringan, puting beliung,
erupsi gunung api), bencana non alam (antara lain: wabah penyakit, gagal teknologi,
gagal modernisasi), dan bencana sosial (antara lain: konflik sosial, tawuran, perebutan
sumberdaya, pencemaran).
Bencana dalam kenyataan keseharian menyebabkan: 1) berubahnya pola-pola
kehidupan dari kondisi normal, 2) merugikan harta benda dan jiwa manusia, 3)
merusak struktur sosial komunitas, serta 4) memunculkan lonjakan kebutuhan pribadi
atau komunitas. Oleh karena itu bencana cenderung terjadi pada komunitas yang
rentan, dan akan membuat komunitas semakin rentan. Kerentanan komunitas diawali
oleh kondisi lingkungan fisik, sosial dan ekonomi yang tidak aman yang melekat
padanya. Kondisi tidak aman tersebut terjadi oleh tekanan dinamis internal maupun
eksternal, misalnya di komunitas institusi lokal berkembang dan ketrampilan tepat
guna tidak dimiliki.
Pendidikan kebencanaan nasional merupakan gagasan besar yang banyak diinginkan
oleh
banyak pihak tetapi sulit untuk dilembagakan. Para ahli pendidikan, pengelola, dan
praktisi pendidikan di lapangan semuanya menunggu. Walaupun demikian pendidikan
kebencanaan belum diterapkan di sekolah maupun masyarakat. Pendekatan yang
dilakukan dengan mekanisme mengajak seluruh lapisan masyarakat di lokasi bencana,
baik keluarga, organisasi sosial maupun masyarakat lokal. Metode ini dilakukan
dengan pendampingan oleh universitas atau perguruan tinggi yang berkompeten di
bidang kebencanaan, program ini harus dilaksanakan secara berkesinambungan antar
waktu dan antar generasi

Daftar Pustaka

D. L. Setyowati, “Pendidikan Kebencanaan,” Urgensi Pendidik. Mitigasi Bencana, pp. 1–14,


2019.

Anda mungkin juga menyukai