Anda di halaman 1dari 6

1.

Tunanetra adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan
kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra
memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan
pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Selain itu tunanetra
juga berarti individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai
saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas. Anak-anak
dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dalam kondisi berikut :
a. Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas.
b. Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu.
c. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak.
d. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan.

Strategi serta media pembelajaran yang baik atau cocok untuk digunakan bagi anak
penyandang tunanetra adalah :
a. Strategi Individual
Strategi individualisasi adalah strategi pembelajaran mempergunakan suatu program
yang disesuaikan dengan perbedaan-perbedaan individu, baik karakteristik,
kebutuhan maupun kemampuan secara perorangan. Strategi ini dikenal dengan
Individualized Educational Program (IEP) atau Program Pendidikan Individualisasi
(PPI). Strategi individualisasi dilakukan secara perseorangan, guru dapat memberikan
pembelajaran bahasa kepada anak tunanetra sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan anak tersebut.
b. Strategi Kooperatif
Strategi kooperatif adalah strategi pembelajaran yang menekankan unsur gotong
royong atau saling membantu satu sama lain dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Pada strategi kooperatif anak tunanetra dituntut untuk bekerja sama dengan anak
lainnya dalam pembelajaran bahasa, karena pada strategi ini anak harus saling
membantu dalam mencapai tujuan. Seperi halnya dalam pembelajaran bahasa anak
tunanetra akan berkomunikasi secara langsung dengan anak yang lainnya sehingga
pada strategi ini terbentuklah bahasa anak.
c. Strategi Modifikasi
Strategi modifikasi adalah strategi pembelajaran yang bertujuan untuk mengubah
perilaku siswa ke arah yang lebih positif melalui conditioning atau pembiasaan, serta
membantunya untuk lebih produktif sehingga menjadi individu yang mandiri. Strategi
ini dapat diterapkan dalam meningkatkan keterampilan sosial anak tunanetra. Pada
strategi modifikasi guru mengubah perilaku siswa tunanetra dan ini bisa dilakukan
untuk pembelajaran bahasa juga. Misalnya, guru mengubah bahasa dari anak tersebut
yang awalnya bahasa anak tersebut masih kurang menjadi baik.

Media pembelajaran yang baik atau cocok untuk digunakan bagi anak penyandang
tunanetra adalah :
a. Komputer Berbicara
Komputer berbicara adalah komputer dengan program JAWS. Komputer yang
memudahkan penyandang tunanetra mengakses informasi dari internet maupun
ketika menulis suatu informasi atau materi.
b. Huruf Braille
Braille adalah sejenis sistem tulisan yang digunakan oleh tunanetra. Braille dapat
digunakan untuk menulis dan membaca bagi anak tunanetra.
c. Digital Ascesible System (DAISY) Player
DAISY Player digunakan untuk mempermudah penyandang tunanetra untuk
memperoleh informasi dari buku tertentu yang telah diubah menjadi bentuk suara.
d. Buku Bicara (Digital Talking Book)
Digital talking book adalah perangkat yang memungkinkan pembaca tidak hanya
menikmati suara audio yang dibacakan dari buku, namun juga memungkinkan
pengguna untuk melewati beberapa teks untuk mencari topik atau pencarian kata
tertentu.
e. Termoform
Termoform adalah merupakan mesin pengganda bacaan penyandang tunanetra
dengan menggunakan kertas ksusus yaitu braillon.
f. Telesensory
Telesensory merupakan suatu alat yang digunakan untuk memperbesar hurf-huruf
agar terbaca oleh penderita tunanetra lowvision.

2. Faktor penyebab terjadinya tunarungu:


a. Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pre natal)
 Faktor keturunan Cacar air,
 Campak (Rubella, Gueman measles)
 Terjadi toxaemia (keracunan darah)
 Penggunaan pilkina atau obat-obatan dalam jumlah besar
 Kekurangan oksigen (anoxia)
 Kelainan organ pendengaran sejak
b. Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal)
c. Faktor Rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis
 Anak lahir pre mature
 Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang)
 Proses kelahiran yang terlalu lama
d. Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (post natal)
 Infeksi
 Meningitis (peradangan selaput otak)
 Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan
 Otitismedia yang kronis
 Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan
Klasifikasi mutlak diperlukan untuk layanan pendidikan khusus.
Hal ini sangat menentukan dalam pemilihan alat bantu mendengar yang
sesuai dengan sisa pendengarannya dan menunjang lajunya pembelajaran
yang efektif. Dalam menentukan ketunarunguan dan pemilihan alat bantu
dengar serta layanan khusus akan menghasilkan akselerasi secara optimal
dalam mempersepsi bunyi bahasa dan wicara.

Menurut Boothroyd (dalam Murni Winarsih, 2007:23) klasifikasi ketunarunguan adalah


sebagai berikut.

a. Kelompok I: kehilangan 15 -30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan ringan;
daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal.
b. Kelompok II: kehilangan 31 -60, moderate hearing losses atau ketunarunguan atau
ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia hanya
sebagian.
c. Kelompok III: kehilangan 61 -90 dB, severe hearing losses atau ketunarunguan berat;
daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada.
d. Kelompok IV: kehilangan 91-120 dB, profound hearing losses atau ketunarunguan
sangat berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.
e. Kelompok V: kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing losses atau ketunarunguan
total; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.

3. Ciri khas pelayanan beserta prinsip khusus pelayanan untuk anak tunarungu serta
gangguan komunikasi:
Ditinjau dari segi jenisnya, ciri khas layanan pendidikan bagi anak tunarungu meliputi :
a. Layanan umum.
Layanan umum merupakan layanan pendidikan yang biasa diberikan kepada anak
mendengar/ normal, yang meliputi layanan akademik, latihan, dan bimbingan.
Layanan akademik bagi anak tuna rungu pada dasarnya sama dengan layanan
akademik bagi anak mendengar, yaitu mencakup mata-mata pelajaran yang biasa
diberikan di SD biasa, tetapi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan
dengan ciri khas layanan bagi anak tunarungu akan dijelaskan pada uraian
selanjutnya. Demikian juga dalam latihan dan bimbingan. Layanan bimbingan
terutama diperlukan dalam mengatasi dampak kelainan terhadap aspek psikologisnya,
serta pengembangan sosialisasi siswa.
b. Layanan khusus
 Layanan bina bicara, merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan
anak tunarungu dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dalam rangkaian
kata-kata, agar dapat dimengerti atau diinterpretasikan oleh orang yang
mengajak/ diajak bicara. Latihan bina bicara disebut juga dengan latihan
artikulasi.
 Layanan bina persepsi bunyi dan irama, merupakan layanan untuk melatih
kepekaan terhadap bunyi dan irama melalui sisa-sisa pendengaran atau
merasakan vibrasi (getaran bunyi) bagi siswa yang hanya memiliki sedikit
sekali sisa pendengaran. Dalam layanan ini, siswa dilatih untuk membedakan
antara bunyi yang panjang dan yang pendek, bunyi yang keras dan lembut,
kata dengan kalimat, kalimat panjang dan pendek, membedakan bunyi dua
macam alat (alat music, seperti tambur dan gong) serta membedakan bunyi
dengan berbagai irama 2/4, 3/4, 4/4.

Prinsip khusus pelayanan untuk anak tunarungu serta gangguan komunikasi:

a. Tempat khusus/ sistem segregasi


Sistem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari system
pendidikan anak normal.
 Sekolah khusus
Sekolah khusus bagi anak tunarungu disebut Sekolah Luar Biasa Bagian B
( SLB-B). Adapun jenjang pendidikannya meliputi TKLB-B dengan lama
pendidikan 1-3 tahun, SDLB-B setingkat dengan SD 6 tahun, SLTPLB-B
merupakan pendidikan semi kejuruan dengan lama pendidikan 3 tahun,
SMLB-B merupakan pendidikan kejuruan setingkat SLTA dengan lama
pendidikan3 tahun.
 Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB adalah sekolah pada tingkat dasar yang menampung berbagai jenis
kelainan, seperti anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa dalam
satu sekolah.
 Kelas Jauh/ Kelas Kunjung
Kelas jauh adalah kelas yang dibentuk atau disediakan untuk memberi
pelayanan pendidikan bagi anak luar biasa termasuk anak tunarungu yang
bertempat tinggal jauh dari SLB/ SDLB.
b. Di Sekolah Umum /Sistem Integrasi
 Bentuk kelas biasa, dalam bentuk kelas ini anak tunarungu mengikuti semua
kegiatan belajar mengajar dikelas biasa seperti anak normal lainnya dengan
menggunakan kurikulum biasa.
 Bentuk kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus
Disini anak tunarungu mengikuti kegiatan belajar di kelas biasa dengan
menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti layanan khusus untuk mata
pelajaran tertentu yang tidak biasa diikuti oleh anak tunarungu bersama anak
mendengar.
4. Dampak ketunanetraan terhadap kehidupan seorang individu ditinjau dari segala aspek:
a. Terjadinya kelaianan penglihatan pada individu, menimbulkan dampak langsung,
yaitu hilangnya suatu fungsi, terganggu atau hilangnya fungsi dari organ penglihatan.
b. Kurang atau tidak berfungsinya organ penglihatan, maka anak akan terhambat dalam
melakukan berbagai aktivitas yang berhubungan dengan organ penglihatan, karena
yang berkelainan itu merupakan instrumen untuk melakukan kegiatan-kegiatan
seperti mobilitas, menangkap sinar atau cahaya atau melihat apa saja yang ada di
sekitarnya.
c. Reaksi emosional yang terjadi sebagai damapak keterbatasan atau hambatan dalam
melakukan kegiatan/aktivitas yang disebabkan ketunanetraan itu, akan semakin
banyak dan intensitasnya semakin menumpuk sehingga pada akhirnya akan menjadi
suatu reaksi emosional yang menetap. Reaksi emosional yang menetap itu akan
membentuk dan mewarnai perkembangan kepribadiannya sehingga anak tunanetra
akan dapat menunjukkan gejala kepribadian yang negatif, seperti: minder, rendah diri,
kurang bahkan tidak percaya diri, menarik diri dari pergaulan dan gejala kepribadian
negatif lainnya.
d. Dampak anak tunanetra terhadap perkembangan motorik nya tidak secara langsung
mempengaruhi . Perkembangan motorik anak tunanetra pada bulan-bulan awal tidak
berbeda dengan anak awas. Namun, selanjutnya perkembangan motorik anak
tunanetra tampak berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya stimulasi visual
ketidakmampuan menirukan orang lain, dan pengaruh faktor lingkungan.

5. Profil pendidikan yang cocok bagi anak tunanetra:

Profil pendidikan yang cocok bagi anak tunanetra:


a. Tempat khusus/ sistem segregasi
Sistem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari system
pendidikan anak normal.
 Sekolah khusus
Sekolah khusus bagi anak tunarungu disebut Sekolah Luar Biasa Bagian B
( SLB-B). Adapun jenjang pendidikannya meliputi TKLB-B dengan lama
pendidikan 1-3 tahun, SDLB-B setingkat dengan SD 6 tahun, SLTPLB-B
merupakan pendidikan semi kejuruan dengan lama pendidikan 3 tahun,
SMLB-B merupakan pendidikan kejuruan setingkat SLTA dengan lama
pendidikan3 tahun.
 Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB adalah sekolah pada tingkat dasar yang menampung berbagai jenis
kelainan, seperti anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa dalam
satu sekolah.
 Kelas Jauh/ Kelas Kunjung
Kelas jauh adalah kelas yang dibentuk atau disediakan untuk memberi
pelayanan pendidikan bagi anak luar biasa termasuk anak tunarungu yang
bertempat tinggal jauh dari SLB/ SDLB.
b. Di Sekolah Umum /Sistem Integrasi
 Bentuk kelas biasa, dalam bentuk kelas ini anak tunarungu mengikuti semua
kegiatan belajar mengajar dikelas biasa seperti anak normal lainnya dengan
menggunakan kurikulum biasa.
 Bentuk kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus
Disini anak tunarungu mengikuti kegiatan belajar di kelas biasa dengan
menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti layanan khusus untuk mata
pelajaran tertentu yang tidak biasa diikuti oleh anak tunarungu bersama anak
mendengar.

Anda mungkin juga menyukai