Anda di halaman 1dari 120

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN KASUS

DIABETES MILITUS

Dosen pembimbing :

Sutrisari Sabrina N.,S.Kep.,Ners.,M.Kes,M.Kep

Di susun Oleh :

Herlina Fitri, S. Kep

20149011325

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIK BINA HUSADA PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2020/2021


BAB 1

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

A. Konsep Dasar Keperawatan Keluarga


1. Definisi Keluarga
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh
perkawinan, adopsi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional dan sosial dari individu-individu yang ada di dalamnya
terlihat dari pola interaksi yang saling ketegantungan untuk mencapai tujuan
bersama (Friedman dalam Komang Ayu Henny Achjar, 2012). Keluarga adalah
suatu sistem sosial yang terdiri dari individu-individu yang bergabung dan
berinteraksi secara teratur antara satu dengan yang lain diwujudkan dengan
adanya saling ketergantungan dan berhubungan untuk mencapai tujuan bersama.
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang
masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu,
adik, kakak dan nenek (Sulistyo Andarmo, 2011).

2. Tipe –tipe Keluarga


Secara umum, tipe keluarga dibagi menjadi dua yaitu keluarga tradisional
dan keluarga modern (non tradisional). Keluarga tradisional memilki anggota
keluarga seperti umumnya yaitu kedua orangtua dan anak. Akan tetapi, struktur
keluarga ini tidak serta merta terdapat pada pola keluarga modern.
1. Tipe keluarga tradisional
Tipe keluarga tradisional menunjukkan sifat-sifat homogen, yaitu keluarga
yang memilki struktur tetap dan utuh. Tipe keluarga ini merupakan yang
paling umum kita temui dimana saja, terutama di negara- negara Timur yang
menjunjung tinggi norma-norma. Adapun tipe keluarga tradisional adalah
sebagai berikut:
a. Keluarga inti (Nuclear Family)
Keluarga inti merupakan keluarga kecil dalam satu rumah. Dalam
keseharian, anggota keluarga inti ini hidup dan saling menjaga. Mereka
adalah ayah, ibu, dan anak-anak.
b. Keluarga besar (Exstented Family)
Keluarga besar cenderung tidak hidup bersama-sama dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini disebabkan karena keluarga besar merupakan gabungan
dari beberapa keluarga inti yang bersumbu dari satu kelurga inti. Satu
keluarga memiliki beberapa anak, lalu anak-anaknya menikah lagi dan
memilki anak pula Seperti pohon yang bercabang, keluarga besar memiliki
kehidupannya masing-masing mengikuti rantingnya. Anggota keluarga
besar ini, semakin lama akan semakin besar mengikuti perkembangan
keluarganya. Anggota keluarga besar misalnya kakek, nenek, paman, tante,
keponakan, cucu dan lain sebagainya.
c. Keluarga tanpa anak (Dyad Family)
Tipe keluarga ini biasanya terjadi pada sepasang suami istri yang baru
menikah. Mereka telah membina hubungan rumah tangga tetapi belum
dikaruniai anak atau keduanya bersepakat untuk tidak memiliki anak lebih
dahulu .
d. Keluarga Single Parent
Single parent adalah kondisi seseorang yang tidak memiliki pasangan lagi.
Hal ini disebabkan karena perceraian atau meninggal dunia. Akan tetapi,
single parent mensyaratkan adanya anak, baik anak kandung maupun anak
angkat.
e. Keluarga Single Adult
Rumah tangga yang terdiri dari seorang dewasa saja.
2. Tipe keluarga modern (nontradisonal)
Keberadaan keluarga modern merupakan bagian dari perkembangan sosial di
masyarakat. Banyak faktor yang melatarbelakangi alasan muncul keluarga
modern. Salah satu faktor tersebut adalah munculnya kebutuhan berbagi dan
berkeluarga tidak hanya sebatas keluarga inti. Relasi sosial yang sangat luas
membuat manusia yang berinteraksi saling terikat dan terkait. Mereka
kemudian bersepakat hidup bersama baik secara legal maupun tidak. Berikut
ini adalah beberapa tipe keluarga modern.
a. The Unmarriedteenege Mother
Belakangan ini, hubungan seks tanpa pernikahan sering terjadi di
masyarakat kita. Meski pada akhirnya, beberapa pasangan itu menikah,
namun banyak pula yang kemudian memilih hidup sendiri, misalnya pada
akhirnya si perempuan memilih merawat anaknya sendirian. Kehidupan
seorang ibu bersama anaknya tanpa pernikahan inilah yang kemudian
masuk dalam kategori keluarga.
b. Reconstituded Nuclear
Sebuah keluarga yang tadinya berpisah, kemudian kembali membentuk
keluarga inti melalui perkawinan kembali. Mereka tinggal serta hidup
bersama anak-anaknya baik dari pernikahan sebelumnya, maupun hasil
dari perkawinan baru.
c. The Stepparent Family
Dengan berbagai alasan, dewasa ini kita temui seorang anak diadopsi oleh
sepasang suami istri, baik yang memilki anak maupun belum. Kehidupan
anak dengan orangtua tirinya inilah yang dimaksud dengan the stepparent
family.
d. Commune Family
Tipe keluarga ini biasanya hidup di dalam penampungan atau memang
memilki kesepakatan bersama untuk hidup satu atap. Hal ini berlangsung
dalam waktu singkat sampai dengan waktu yang lama. Mereka tidak
memiliki hubungan darah namun memutuskan hidup bersama dalam satu
rumah, satu fasilitas, dan pengalaman yang sama.
e. The Non Marital Heterosexual Conhibitang Family
Tanpa ikatan pernikahan, seseorang memutuskan untuk hidup bersama
dengan pasangannya. Namun dalam waktu yang relatif singkat, seseorang
itu kemudian berganti pasangan lagi dan tetap tanpa hubungan perkawinan.
f. Gay and Lesbian Family
Seseorang yang berjenis kelamin yang sama menyatakan hidup bersama
dengan pasangannya (marital partners).
g. Cohabiting Couple
Misalnya dalam perantauan, karena merasa satu negara atau suatu daerah,
kemudian dua atau lebih orang bersepakatan untuk tinggal bersama tanpa
ikatan pernikahan. Kehidupan mereka sudah seperti kehidupan keluarga.
Alasan untuk hidup bersama ini bisa beragam.
h. Group-Marriage Family
Beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat rumah tangga bersama dan
mereka merasa sudah menikah sehingga berbagi sesuatu termasuk seksual
dan membesarkan anaknya bersama.
i. Group Network Family
Keluarga inti yang dibatasi oleh aturan atau nilai-nilai hidup bersama atau
berdekatan satu sama lainnya, dan saling menggunakan barang-barang
rumah tangga bersama, pelayanan dan tanggung jawab membesarkan
anaknya.
j. Foster Family
Seorang anak kehilangan orangtuannya, lalu ada sebuah keluarga yang
bersedia menampungnya dalam kurun waktu tertentu. Hal ini dilakukan
hingga anak tersebut bisa bertemu dengan orangtua kandungnya. Dalam
kasus lain, bisa jadi orangtua si anak menitipkan kepada seseorang dalam
waktu tertentu sehingga ia kembali mengambil anaknya.
k. Institusional
Anak atau orang dewasa yang tinggal dalam suatu panti.
l. Homeless Famiy
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang
permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan
ekonomi dan atau problem kesehatan mental.

3. Stuktur Dalam Keluarga


Maria H. Bakri, 2017 menjelaskan bahwa struktur dalam keluarga terbagi
menjadi empat yaitu :
1. pola komunikasi keluarga
2. struktur peran
3. struktur kekuatan
4. nilai-nilai keluarga
Struktur ini didasarkan pada pengorganisasian dalam keluarga, baik dari
sisi perilaku maupun pola hubungan antara anggota kelompok. Hubungan
yang terjadi ini bisa jadi sangat kompleks, tidak terbatas pada anggota
keluarga tertentu, bahkan bisa melebar hingga keluarga besar, yang saling
membutuhkan memilki peran dan harapan yang berbeda.
Pola hubungan dalam keluarga turut membentuk kekuatan dan struktur
peran dalam keluarga. Struktur ini pun bisa fleksibel, diperluas atau
dipersempit tergantung pada sebuah keluarga yang merespon interaksi dalam
keluarga. Struktur keluarga yang sangat kaku dan sangat fleksibel dapat
mengganggu atau merusak fungsi keluarga. Struktur dan fungsi merupakan
hal yang berhubungan erat dan terus-menerus berinteraksi satu sama lain.
1. Pola komunikasi keluarga
Komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam sebuah hubungan,
tak hanya bagi keluarga melainkan berbagai macam hubungan. Tanpa ada
komunikasi, tidak akan ada hubungan yang dekat dan hangat, atau
bahkan tidak akan saling mengenal.
Di dalam keluarga, komunikasi yang dibangun akan menentukan
kedekatan antara anggota keluarga. Pola komunikasi ini juga bisa menjadi
salah satu ukuran kebahagiaan sebuah keluarga. Di dalam keluarga, ada
interaksi yang berfungsi dan ada yang tidak berfungsi.
Pola interaksi yang berfungsi dalam keluarga memilki karakteristik
a. terbuka, jujur, berpikiran positif dan selalu berupaya menyelesaikan
konflik keluarga
b. komunikasi berkualitas antara pembicara dan pendengar. Dalam pola
komunikasi, hal ini biasa disebut dengan stimulus respon.
Dengan pola komunikasi yang berfungsi dengan baik ini, penyampai
pesan (pembicara) akan mengemukakan pendapat, meminta dan menerima
umpan balik. Sementara dari pihak seberang, penerima pesan selalu dalam
kondisi siap mendengarkan, memberi umpan balik, dan melakukan
validasi.
Sementara bagi keluarga dengan pola komunikasi yang tidak berfungsi
dengan baik akan menyebabkan berbagai persoalan, terutama beban
psikologis bagi anggota keluarga. Karakteristik dari pola komunikasi ini
antara lain: a) fokus pembicaraan hanya pada satu orang misalnya kepala
keluarga yang menjadi penentu atas segala apa yang terjadi dan dilakukan
anggota keluarga; b) tidak hanya diskusi di dalam rumah, seluruh anggota
keluarga hanya meyetujui; c) hilangnya empati di dalam keluarga karena
masing-masing anggota keluarga tidak bisa menyatakan pendapatnya.
Akibat dari pola komunikasi dan pola asuh ini akhirnya komunikasi dalam
keluarga menjadi tertutup.
2. Struktur peran
Setiap individu dalam masyarakat memiliki perannya masing-masing.
Satu sama lain relatif berbeda tergantung pada kapasitasnya. Begitu pula
dalam sebuah keluarga. Seorang anak tidak mungkin berperan sama
dengan bapak atau ibunya. Struktur peran merupakan serangkaian
perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan.
Bapak berperan sebagai kepala rumah tangga, ibu berperan dalam
wilayah domestik, anak dan lain sebagainya memiliki peran masing-
masing dan diharapkan saling mengerti dan mendukung.
Selain peran pokok tersebut, adapula peran informal. Peran ini
dijalankan dalam kondisi tertentu atau sudah menjadi kesepakatan antar
anggota keluarga. Misalnya seorang suami memperbolehkan istrinya
bekerja di luar rumah, maka istri telah menjalankan peran informal. Begitu
pula sebaliknya, suami juga tidak segan mengerjakan peran informalnya
dengan membantu istri mengurus rumah.
3. Struktur kekuatan
Struktur kekuatan keluarga menggambarkan adanya kekuasan atau
kekuatan dalam sebuah keluarga yang digunakan untuk mengendalikan dan
mempengaruhi anggota keluarga. Kekuasan ini terdapat pada individu
di dalam keluarga untuk mengubah perilaku anggotanya ke arah postif,
baik dari sisi perilaku maupun kesehatan.
Ketika seseorang memilki kekuatan, maka ia sesungguhnya mampu
mengendalikan sebuah interaksi. Kekuatan ini dapat dibangun dengan
berbagai cara. Selain itu, ada beberapa faktor yang mendasari terjadinya
struktur kekuatan keluarga.
a. Legitimate power ( kekuatan/wewenang yang sah)
Dalam konteks keluarga, kekuatan ini sebenarnya tumbuh dengan sendiri,
karna ada hirarki yang merupakan konstruk masyarakat kita. Seorang
kepala keluarga adalah pemegang kekuatan interaksi dalam keluarga. Ia
memilki hak untuk mengontrol tingkah laku anggota keluarga lainnya,
terutama pada anak-anak.
b. Referent power
Dalam masyarakat kita, orangtua adalah panutan utama dalam keluarga
terlebih posisi ayah sebagai kepala keluarga. Apa yang dilakukan ayah
akan menjadi contoh baik oleh pasangannya maupun anak-anaknya.
Misalnya untuk mengajari anak melaksanakan ibadah, tidak perlu dengan
kemarahan. Dengan cara orangtua senantiasa beribadah, anak akan
mengikuti dengan sendirinya. Anak akan belar dari apa yang dilihatnya.
c. Reward power
Kekuasan penghargaan berasal dari adanya harapan bahwa orang yang
berpengaruh dan dominan akan melakukan sesuatu yang postif terhadap
ketaatan seseorang. Imbalan menjadi hal penting untuk memberikan
pengaruh kekuatan dalam keluarga. Hal ini tentu sering terjadi di
masyarakat kita, yang menjanjikan hadiah untuk anaknya jika berhasil
meraih nilai terbaik dalam sekolah. Dengan hadiah tersebut, anak akan
berusaha untuk menjadi anak yang terbaik agar keinginannya terhadap
yang dijanjikan orangtua dapat terpenuhi.
d. Coercive power
Ancaman dan hukuman menjadi pokok dalam membangun kekuatan
keluarga. Kekuatan ini sebagai kekuasan dominasi atau paksaan yang
mampu untuk menghukum bila tidak taat.
Bagi sebagian orangtua, mereka memilih tidak menggunakan kekuasan
ini, namun bagi sebagian lainnya sangat membutuhkan karena merasa
putus asa dalam mendidik anak. Setiap anak memilki karakter unik yang
berbeda-beda, oleh karena itu pola asuh juga tidak bisa disamaratakan.
Orangtua memilih pola asuh tentu atas berbagai pertimbangan yang
membuat anak menjadi lebih positif.
e. Nilai-nilai dalam kehidupan keluarga
Dalam suatu kelompok selalu terdapat nilai-nilai yang dianut bersama,
meski tanpa tertulis. Nilai-nilai tersebut akan terus bergulir jika masih
anggota kelompok yang melestarikannya. Artinya sebuah nilai akan terus
berkembang mengikuti anggotanya. Demikian pula dalam keluarga.
Keluarga sebagai kelompok kecil dalam sistem sosial memilki nilai yang
diterapkan dalam tradisi keluarga. Misalnya tradisi makan bersama, yang
memilki nilai positif dalam membangun kebersamaan dan melatih untuk
berbagi.
Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang
mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga
merupakan suatu pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan.
Norma adalah perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem
nilai dalam keluarga.
Nilai-nilai dalam keluarga tidak hanya dibentuk oleh keluarga itu
sendiri, melainkan juga warisan yang dibawa dari keluarga istri maupun
suami. Perpaduan dua nilai yang berbeda inilah yang kemudian
melahirkan nilai-nilai baru bagi keluarga.

4. Fungsi dalam Keluarga


Fungsi keluarga merupakan hal penting yang harus dijalankan dan
dipatuhi oleh setiap anggotanya. Jika salah satu anggota keluarga terkendala atau
tidak taat, organisasi keluarga akan terhambat. Hal ini akan berakibat buruk akan
tertundanya tujuan yang sudah direncanakan. Misalnya seorang anak yang
sedang sekolah, maka ia harus merampungkan sekolahnya tersebut. Namun jika
ia tidak taat, mungkin karena sering membolos sekolah menjadikannya tidak naik
kelas. Hal ini tentu menghambat tujuan keluarga tersebut yang menjadikan
anaknya pandai dalam bidang akademik.
Friedman dalam Maria H. Bakri, 2017 mengelompokkan fungsi pokok
keluarga dalam lima poin yaitu:
1. Fungsi reproduksi keluarga
Sebuah peradaban dimulai dari rumah yaitu dari hubungan suami-istri terkait
pola reproduksi. Sehingga adanya fungsi ini ialah untuk mempertahankan
generasi dan menjaga kelangsungan sebuah keluarga.
2. Fungsi sosial keluarga
Ialah fungsi yang mengembangkan dan melatih anak untuk hidup bersosial
sebelum meninggalkan rumah dan berhubungan dengan orang lain. Dalam hal
ini, anggota keluarga belajar displin, norma-norma, budaya dan perilaku
melalui interaksi dengan anggota keluarganya sendiri.
3. Fungsi afektif keluarga
Fungsi ini hanya bisa diperoleh dalam keluarga, tidak dari pihak luar. Maka
komponen yang diperlukan dalam melaksanakan fungsi afektif yaitu saling
mendukung, menghormati, dan saling asuh. Intinya, antara anggota keluarga
satu dengan anggota yang lain berhubungan baik secara dekat. Dengan cara
inilah, seorang anggota keluarga merasa mendapatkan perhatian, kasih
sayang, dihormati, kehangatan dan lain sebagainya. Pengalaman di dalam
keluarga ini akan mampu membentuk perkembangan individu dan psikologis
anggota keluarga.
4. Fungsi ekonomi keluarga
Fungsi ekonomi keluarga meliputi keputusan rumah tangga, pengelolaaan
keuangan, pilihan asuransi, jumlah uang yang digunakan perencanaan pensiun
dan tabungan. Kemampuan keluarga untuk memilki penghasilan yang baik
dan mengelola finansialnya dengan bijak merupakan faktor kritis untuk
kesejaterahan ekonomi.
5. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi ini penting untuk mempertahankan kesehatan anggota keluarga agar
tetap memilki produktivitas tinggi. Adapun tugas keluarga dibidang kesehatan
yaitu:
a. Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga
Tidak satu pun keluarga yang diperbolehkan menyepelekan masalah
keluarga. Zaman yang semakin maju dan berkembang juga mendukung
hadirnya berbagai penyakit yang dulu tidak ditemukan. Untuk itu,
keluarga harus semakin waspada, tetapi tidak dalam bentuk mengekang
sehingga melarang berbagai hal untuk anggota keluarganya.
b. Kemampuan keluarga memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga
Mencari pertolongan untuk anggota keluarga yang sakit merupakan
salah satu peran keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga
yang mempunyai keputusan untuk memutuskan tindakan yang tepat.
Kontak keluarga dengan sistem akan melibatkan lembaga kesehatan
profesional ataupun praktisi lokal (dukun/pengobatan alternatif) dan
sangat bergantung pada
1. Sakit apa yang dirasakan?
2. Apakah keluarga tidak mampu menanganinya?
3. Apakah ada kekhawatiran akibat terapi-terapi yang akan dilakukan?
4. Apakah keluarga percaya kepada petugas kesehatan?
c. Kemampuan keluarga melakukan perawatan terhadap keluarga yang sakit Bagi anggota
keluarga yang sakit, biasanya dibebaskan dari peran dan
fungsinya secara penuh. Beberapa tanggung jawab ditangguhkan terlebih
dahulu atau bahkan diganti oleh anggota keluarga lainnya. Pemberian
perawatan secara fisik merupakan beban yang paling berat dirasakan
keluarga.
Keluarga memiliki keterbatasan dalam mengatasi masalah perawatan
keluarga. Terkadang, sebuah keluarga memang memiliki alat-alat atau
obat-obatan yang dapat dijadikan pertolongan pertama, namun hal ini jelas
terbatas baik alat maupun pengetahuan kesehatan. Beberapa hal yang perlu
dipersiapkan dapat dikaitkan dengan pertanyaan berikut:
1. Apakah keluarga aktif dalam merawat pasien?
2. Bagaimana keluarga mencari pertolongan dan mengerti tentang
perawatan yang diperlukan pasien?
d. Kemampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan keluarga untuk
menjamin kesehatan keluarga
Yang dimaksud di sini adalah bagaimana keluarga menjaga lingkungan
agar bisa dijadikan sebagai pendukung kesehatan keluarga. Untuk itu
keluarga perlu mengetahui tentang sumber yang dimiliki sekitar
lingkungan rumah. Jika memungkinkan untuk menanam pohon, sebaiknya
hal ini dilakukan karena akan membantu sirkulasi udara dan lain
sebagainya.
e. Kemampuan keluarga untuk menggunakan pelayanan kesehatan
Pada masyarakat tradisional, keluarga yang sakit memiliki
kecenderungan untuk enggan pergi ke pusat pelayanan kesehatan yang
sudah disediakan pemerintah. Alasan biaya biasanya menjadi masalah.
Akan tetapi belakangan ini, pemerintah telah membuat program
penjaminan kesehatan masyarakat sehingga masalah biaya bisa diatasi.

5. Tahap Perkembangan Keluarga


Sulistyo Andarmoyo, 2011 mengungkapkan bahwa setiap keluarga akan
melalui tahap perkembangan yang unik, namun secara umum mengikuti pola
yang sama. Hal ini berarti bahwa setiap keluarga mempunyai variasi dalam
perkembangannya, akan tetapi secara normatif tiap keluarga mempunyai
perkembangan yang sama. Perbedaan/variasi dari perkembangan ini biasanya
akibat perbedaan dari bentuk atau tipe keluarga, penundaan kehamilan, serta
kematian dan perceraian. Adapun tahap perkembangan keluarga adalah sebagai
berikut:
1. Tahap I: keluarga baru/pemula
Perkembangan keluarga tahap I adalah mulainya pembentukan keluarga yang
berakhir ketika lahirnya anak pertama. Pembentukan keluarga pada umunya
dimulai dari perkawinan seorang laki-laki dengan perempuan serta
perpindahan dari status lajang ke hubungan yang intim serta mulai
meninggalkan keluarganya masing-masing. Pada tahap ini, pasangan belum
mempunyai anak.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
1. Membangun perkawinan yang saling memuaskan.
2. Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis.
3. Keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai orang tua).
2. Tahap II: tahap mengasuh anak (child bearing)
Tahap kedua dimulai dari lahirnya anak pertama sampai dengan anak tersebut
berumur 30 bulan atau 2,5 tahun. Kehadiran bayi pertama ini akan
menimbulkan suatu perubahan yang besar dalam kehidupan rumah tangga.
Oleh karena itu, keluarga dituntut untuk mampu beradaptasi terhadap peran
baru yang dimiliknya dan harus mampu melaksanakan tugas dari peran baru
tersebut.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
1.Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap
2.Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota
keluarga.
3.Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran orang tua
dan kakek-nenek.
3. Tahap III: keluarga dengan anak prasekolah
Tahap ke tiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama berusia
30 bulan atau 2,5 tahun dan berakhir ketika berusia 5 tahun. Pada tahap ini,
kesibukan akan semakin bertambah sehingga menuntut perhatian yang lebih
banyak dari orang tua.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
1.Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain,
privasi dan keamanan
2.Menyosialisasikan anak.
3.Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan
anak-anak yang lain.
4.Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga dan di luar keluarga.
4. Tahap IV: keluarga dengan anak usia sekolah
Tahap ini dimulai ketika anak pertama telah berusia 6 tahun dan mulai masuk
sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa remaja. Untuk
mencapai tugas perkembangan yang optimal, keluarga akan membutuhkan
bantuan dari pihak sekolah dan kelompok sebaya anak.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
1.Menyosialisasikan anak-anak termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan
mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehat.
2.Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.
3.Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga.
5. Tahap V: keluarga dengan anak remaja
Perkembangan keluarga tahap V adalah perkembangan keluarga yang dimulai ketika anak
pertama melewati umur 13 tahun. Tahap ini berlangsung selama 6 hingga 7 tahun,
meskipun tahap ini dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal atau
lebih lama jika anak masih tinggal di rumah hingga umur 19 atau 20 tahun.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
1. Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja
menjadi dewasa dan semakin mandiri.
2. Memfokuskan kembali hubungan perkawinan.
3. Mempertahankan etika dan standar moral keluarga.
6. Tahap VI: keluarga yang melepaskan anak usia dewasa muda
Permulaan tahap kehidupan keluarga di tandai oleh anak pertama
meninggalkan rumah dan berakhir dengan anak terakhir meninggalkan rumah.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
1. Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluaga baru
yang didapatkan melalui perkawinan anak-anak.
2. Melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali hubungan
perkawinan.
3. Membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami maupun istri.
7. Tahap VII: keluarga usia pertengahan
Tahap ini dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir
pada saat pensiun atau kematian salah satu pasangan. Orang tua memasuki
usia 45-55 tahun dan berakhir saat seseorang pensiun.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
1. Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan.
2. Mempertahankan hubungan-hubungan yang memuaskan dan penuh arti
dengan para orang tua lansia dan anak-anak.
3. Memperkokoh hubungan perkawinan.
8. Tahap VIII: keluarga lanjut usia
Merupakan tahap akhir dan perkembangan keluarga yang dimulai ketika salah satu atau
kedua pasangan memasuki masa pensiun, sampai salah satu pasangan meninggal dan
berakhir ketika kedua pasangan meninggalkan. Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
1. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
2. Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun.
3. Mempertahankan hubungan perkawinan.
4. Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan.
5. Meneruskan untuk memahami eksitensi mereka.

6. Peran Perawat Komunitas


Pengertian peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan
oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem.
Adapun peran perawat komunitas menurut Komang Ayu Henny Achjar, 2012
yaitu:
1. Pendidik (educator )
Peran perawat komunitas dalam asuhan keperawatan keluarga sebagai
pendidik (educator), diharapkan perawat komunitas harus mampu
memberikan informasi kesehatan yang dibutuhkan keluarga melalui
pendidikan kesehatan, pemberian pendidikan kesehatan dapat dilakukan di
rumah pada saat kunjungan rumah (home visit) dan pilihan sesuai dengan
tingkatan kemampuan masyarakat. Fokus dan isi pendidikan kesehatan
kepada keluarga meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
dampak dari penyakit.
2. Peneliti (researcher)
Peran sebagai peneliti ditunjukkan oleh perawat komunitas dengan
berbagai aktivitas penelitian yang berfokus pada individu, keluarga, kelompok
atau komunitas.
3. Konselor (counselor)
Peran perawat komunitas dalam asuhan keperawatan keluarga,
mendengar keluhan keluarga secara objektif, memberikan umpan balik dan
informasi serta membantu keluarga melalui proses pemecahan masalah.
4. Manajer kasus (case manager)
Perawat komunitas dapat mengkaji dan mengidentifikasi kebutuhan
kesehatan keluarga, merancang rencana keperawatan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, mengawasi dan mengevaluasi dampak terhadap
pelayanan yang diberikan.
5. Kolaborator (collaborator)
Peran sebagai kolaborator dapat dilaksanakan antara perawat dengan
keluarga dalam memberikan pelayanan kesehatan keluarga secara
komprehensif. Perawat komunitas dapat berpartisipasi bekerjasama membuat
keputusan kebijakan, berkomunikasi dengan anggota tim kesehatan,
berpartisipasi bekerjasama melaksanakan tindakan untuk menyelesaikan
masalah keluarga.
6. Penghubung (liaison)
Perawat sebagai peran penghubung (liaison) membantu mempertahankan
kontinuitas diantara petugas profesional dan non profesional. Perawat
komunitas diharapakan merujuk permasalahan klien pada sarana pelayanan
kesehatan serta sumber yang ada dimasyarakat seperti puskesmas, RS, tokoh
agama, tokoh masyarakat.
7. Pembela (advocate)
Peran sebagai advocate ditunjukkan oleh perawat yang tanggap terhadap
kebutuhan komunitas dan mampu mengkomunikasikan kebutuhan tersebut
kepada pemberi pelayanan secara tepat.
8. Pemberi perawatan langsung
Perawat komunitas memberikan asuhan keperawatan pada keluarga secara
langsung dengan menggunakan prinsip tiga tingkatan (pencegahan primer
(primary prevention), pencegahan sekunder (secondary prevention), dan
pencegahan tersier (tertiary prevention).

9. Role model
Dengan menampilkan perilaku yang dapat dipelajari oleh orang lain, menjadi
panutan bagi keluarga.
10. Referral resourse
Dengan membuat rujukan dan follow up rujukan ke pelayanan kesehatan lain
atau ke tenaga kesehatan lain yang diperlukan keluarga.
11. Pembaharu (inovator)
Dengan cara membantu melaksanakan perubahan-perubahan ke arah yang
lebih baik untuk perbaikan dan kepentingan kesehatan keluarga.
BAB II
ASAS ETIK LEGAL TERKAIT ASKEP KELUARGA

A. Pengertian Etik
Etik atau ethics berasal dari kata yunani, yaitu etos yang artinya adat, kebiasaaan,
perilaku, atau karakter. Sedangkan menurut kamus webster, etik adalah suatu ilmu yang
mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara moral. Dari pengertian di atas, etika adalah
ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam
masyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku
yang benar, yaitu : a) baik dan buruk, b) kewajiban dan tanggung jawab (Ismani,2001).
Etik mempunyai arti dalam penggunaan umum. Pertama, etik mengacu pada metode
penyelidikan yang membantu orang memahami moralitas perilaku manuia; yaitu, etik adalah studi
moralitas. Ketika digunakan dalam acara ini, etik adalah suatu aktifitas; etik adalah cara
memandang atau menyelidiki isu tertentu mengenai perilaku manusia. Kedua, etik mengacu pada
praktek, keyakinan, dan standar perilaku kelompok tertentu (misalnya : etik dokter, etik perawat).
Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan
pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang.Secara umum, terminologi etik dan
moral adalah sama. Etik memiliki terminologi yang berbeda dengan moral bila istilah etik
mengarahkan terminologinya untuk penyelidikan filosofis atau kajian tentang masalah atau dilema
tertentu. Moral mendeskripsikan perilaku aktual, kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang
atau kelompok tertentu (Makhfudli. 2009).
Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga
etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional.
Cara hidup moral perawat telah dideskripsikan sebagai etik perawatan.Berdasarkan uraian diatas,
dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana
seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain
(Makhfudli. 2009).

B. Etik dalam Keperawatan Keluarga


Etik profesi keperawatan adalah kesadaran dan pedoman yang mengatur nilai – nilai
norma di dalam melaksanakan kegiatan profesi keperawatan, sehingga mutu dan kualitas profesi
keperawatan tetap terjaga dengan cara yang terhormat. Etika keperawatan sangat penting dihayati
oleh para mahasiswa dibidang keperawatan. Meskipun secara teoritas mahasiswa keperawatan
belum terikat oleh etika keperawatan, tetapi hal tersebut harus sudah mulai dipahami dan dihayati
oleh para mahasiswa sebagai bagaian kurikulum pendidikan keperawatan dalam menghadapi
tugas dan kewajiban sebagai perawat dimasa mendatang.
Etik keperawatan merupakan kesadaran dan pedoman yang mengatur prinsip – prinsip
moral dan etik dalam melaksanakan kegiatan profesi keperawatan sehingga mutu dan kualitas
profesi keperawatan tetap terjaga dengan cara yang terhormat. Etika keperawatan tersebut antara
lain mengandung unsur – unsur pengorbanan, dedikasi, pengabdian dan hubungan antara peran
dengan klien, dokter, sejawat perawat, maupun diri sendiri. Perilaku etik dapat dibagi menjadi 2
kelompok yaitu.

1. Etik yang Berorientasi pada Kewajiban.


Pedoman yang digunakan adalah apa yang seharusnya dan wajib dilakukan oleh seseorang
untuk mencapai kebaikan dan kebajikan.
2. Etik yang Berorientasi pada Larangan.
Pedoman yang digunakan adalah apa yang dilarang dan tidak boleh dilakukan untuk
mencapai suatu kebaikan dan kebajikan.
Adapun 6 asas etik yang tidak akan berubah dalam etik profesi kedokteran atau
keperawatan dan asuhan keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Asas Menghormati Otonomi Klien (autonomy)
Setelah mendapaktan informas yang memadai, klien bebas dan berhak memutuskan apa yang
akan dilakukan terhadapnya. Klien berhak untuk dihormati dan didengarkan pendapatnya,
untuk itu perlu adanya persetujuan tindakan medik (informed consent). Dokter dan perawat
tidak boleh memaksakan suatu tindakan atau pengobatan.
2. Asas Manfaat (beneficence)
Semua tindakan dan pengobatan harus bermanfaat untuk menolong klien. Untuk itu, dokter
atau perawat harus menyadari bahwa tindakan atau pengobatan yang akan dilakukan benar –
benar bermanfaat bagi kesehatan dan kesembuhan klien. Kesehatan klien senantiasa harus
diutamakan oleh perawat. Resiko yang mungkin timbul dikurangi sampai seminimal
munkgin dan memaksimalkan manfaat bagi klien.
3. Asas Tidak Merugikan (non-maleficience)
Tindakan dan pengobatan harus berpedoman pada prinsip Primum Non Nocere ( yang paling
utama, jangan merugikan). Resiko fisik, psikologi, maupun social akibat tindakan dan
pengobatan yang akan dilakukan hendaknya seminimal mungkin.
4. Asas Kejujuran (veracity)
Dokter dan perawat hendaknya mengatakan secara jujur dan jelas apa yang akan dilakukan
serta akibat yang dapat terjadi. Informasi yang diberikan hendaknya sesuai dengan tingkat
pendidikan klien.
5. Asas Kerahasian (confidentiality)
Dokter dan perawat harus menghormati privasi (privacy) dan kerahasian klien, meskipun
klien telah meninggal.
6. Asas Keadilan (Justice)
Dokter dan perawat harus berlaku adil dan tidak berat sebelah.

C. Bentuk Masalah Etik dalam Askepga


Adapun permasalahan etik yang yang sering muncul banyak sekali, sepertiberkata
tidak jujur (bohong), abortus, menghentikan pengobatan, penghentian pemberian makanan dan
cairan, euthanasia, transplantasi organ serta beberpa permasalahan etik yang langsung berkaitan
dengan praktek keperawatan, seperti: evaluasi diri dan kelompok, tanggung jawab terhadap
peralatan dan barang, memberikan rekomendasi pasien pad dokter, menghadapi asuhan
keperawatan yang buruk, masalah peran merawat dan mengobati (Prihardjo,1995).
Disini akan dibahas sekilas beberapa hal yang berikaitan denganmasalah etik yang
berkaitan lansung pada praktik keperawatan.
1. Konflik etik antara teman sejawat
Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantu pencapaian kesejahteraan pasien.
Untuk dapat menilai pemenuhan kesejahteraan pasien, maka perawat harus mampu
mengenal/tanggap bila ada asuhan keperawatan yang buruk dan tidak bijak, serta berupaya
untuk mengubah keadaan tersebut. Kondisi inilah yang sering sering kali menimbulkan
konflik antara perawat sebagai pelaku asuhan keperawatan dan juga terhadap teman sejawat.
Dilain pihak perawat harus menjaga nama baik antara teman sejawat, tetapi bila ada teman
sejawat yang melakukan pelanggaran atau dilema etik hal inilah yang perlu diselesaikan
dengan bijaksana.
2. Menghadapi penolakan pasien terhadap tindakan keperawatan atau pengobata
Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak bentukbentuk pengobatan sebagai
alternative tindakan. Dan berkembangnya tehnologi yang memungkinkan orang untuk mencari
jalan sesuai dengan kondisinya. Penolakan pasien menerima pengobatan dapat saja terjadi dan
dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti pengetahuan, tuntutan untuk dapat sembuh cepat,
keuangan, social dan lain-lain. Penolakan atas pengobatan dan tindakan asuhan keperawatan
merupakan hak pasien dan merupakan hak outonmy pasien, pasien berhak memilih, menolak
segala bentuk tindakan yang mereka anggap tidak sesuai dengan dirinnya, yang perlu
dilakukan oleh perawat adalah menfasilitasi kondisi ini sehingga tidak terjadi konflik sehingga
menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih tidak etis.
3. Masalah antara peran merawat dan mengobati
Berbagai teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran perawat adalah memberikan asuhan
keperawatan, tetapi dengan adanya berbagai factor sering kali peran ini menjadai kabur
dengan peran mengobati. Masalah antara peran sebagai perawat yang memberikan asuhan
keperawatan dan sebagai tenaga kesehatan yang melakuka pengobatan banyak terjadi di
Indonesia, terutama oleh perawat yang ada didaerah perifer (puskesmas) sebagai ujung
tombak pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dari hasil penelitian, Sciortio (1992)
menyatakan bahwa pertentangan antara peran formal perawat dan pada kenyataan dilapangan
sering timbul dan ini bukan saja masalah Nasional seperti di Indonesia, tetapi juga terjadi di
Negara-negara lain.Walaupun tidak diketahui oleh pemerintah, pertentangan ini mempunyai
implikasi besar. Antara pengetahuan perawat yang berhubungan dengan asuhan keperawatan
yang kurang dan juga kurang aturan-aturan yang jelas sebagai bentuk perlindungan hukum
para pelaku asuhan keperawatan hal inisemakin tidak jelas penyelesaiannya.
4. Berkata Jujur atau Tidak jujur
Didalam memberikan asuhan keperawatan langsung sering kali perawat tidak merasa bahwa,
saat itu perawat berkata tidak jujur. Padahal yang dilakukan perawat adalah benar (jujur)
sesuai kaedah asuhan keperawatan.Sebagai contoh: sering terjadi pada pasien yang terminal,
saat perawat ditanya oleh pasien berkaitan dengan kondisinya, perawat sering menjawab
“tidak apa-apa ibu/bapak, bapak/ibu akan baik, suntikan ini tidak sakit”. Dengan bermaksud
untuk menyenangkan pasien karena tidak mau pasiennya sedih karena kondisinya dan tidak
mau pasien takut akan suntikan yang diberikan, tetapi didalam kondisi tersebut perawat telah
mengalami dilema etik. Bila perawat berkata jujur akan membuat sedih dan menurunkan
motivasi pasien dan bila berkata tidak jujur, perawat melanggar hak pasien.
5. Tanggung jawab terhadap peralatan dan barang
Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau pilfering, yang berarti mencuri barang-
barang sepele/kecil. Sebagai contoh: ada pasien yang sudah meninggal dan setalah pasien
meninggal ada barang-barang berupa obat-obatan sisa yang belum dipakai pasien, perawat
dengan seenaknya membereskan obat-obatan tersebut dan memasukan dalam inventarisasi
ruangan tanpa seijin keluarga pasien. Hal ini sering terjadi karena perawat merasa obat-obatan
tersebut tidak ada artinya bagi pasien, memang benar tidak artinya bagi pasien tetapi bagi
keluarga kemungkinan hal itu lain. Yang penting pada kondisi ini adalah komunikasi dan
informai yang jelas terhadap keluarga pasien dan ijin dari keluarga pasien itu merupakan hal
yang sangat penting, Karena walaupun bagaimana keluarga harus tahu secara pasti untuk apa
obat itu diambil. Perawat harus dapat memberikan penjelasan pada keluarga dan orang lain
bahwa menggambil barang yang seperti kejadian diatas tidak etis dan tidak dibenarkan karena
setiap tenaga kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap peralatan dan barang ditempat
kerja.
Selain itu ada juga permasalahan etik yg terjadi yaitu: Selain itu ada juga permasalahan
etik yg terjadi yaitu:
a. Malpraktek
Balck’s law dictionary mendefinisikan malpraktek sebagai ” kesalahan profesional atau
kurangnya keterampilan tidak masuk akal "kegagalan atau satu layanan render profesional
untuk melatih bahwa tingkat keterampilan dan pembelajaran umum diterapkan dalam semua
keadaan masyarakat oleh anggota terkemuka rata bijaksana profesi dengan hasil dari cedera,
kerugian atau kerusakan kepada penerima layanan tersebut atau mereka yang berhak untuk
bergantung pada mereka ". Bila dilihat dari definisi diatas maka malpraktek dapat terjadi
karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan
kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurangmahiran/ ketidakkompetenan yang tidak
beralasan (Sampurno, 2005). Malpraktek dapat dilakukan oleh profesi apa saja, tidak hanya
dokter, perawat. Profesional perbankan dan akutansi adalah beberapa profesi yang dapat
melakukan malpraktek.
b. Neglience (Kelalaian)
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti
malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian. Kelalaian adalah
melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan
atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan. Kelalaian praktek
keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu
pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang
terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut
sampurno (2005), sebagai berikut:
1. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum atau tidak tepat/layak.
Misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi yang memadai/tepat
2. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi
dilaksanakan dengan tidak tepat. Misal: melakukan tindakan keperawatan dengan
menyalahi prosedur
3. Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan
kewajibannya.
4. Misal: Pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur tapi tidak dilakukan.
c. Liability (Liabilitas)
Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap setiap tindakan
atau kegagalan melakukan tindakan. Perawat profesional, seperti halnya tenaga kesehatan lain
mempunyai tanggung jawab terhadap setiap bahaya yang timbulkan dari kesalahan
tindakannya. Tanggungan yang dibebankan perawat dapat berasal dari kesalahan yang
dilakukan oleh perawat baik berupa tindakan kriminal kecerobohan dan kelalaian. Seperti telah
didefinisikan diatas bahwa kelalaian merupakan kegagalan melakukan sesuatu yang oleh orang
lain dengan klasifikasi yang sama, seharusnya dapat dilakukan dalam situasi yang sama, hal ini
merupakan masalah hukum yang paling lazim terjadi dalam keperawatan. Terjadi akibat
kegagalan menerapkan pengetahuan dalam praktek antara lain disebabkan kurang pengetahuan.
Dan dampak kelalaian ini dapat merugikan pasien.
BAB III

TINJAUAN TEORI KASUS DIABETES MILITUS

A. Konsep Dasar Penyakit Diabetes Mellitus


1. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf
dan pembuluh darah. Diabetes mellitus klinis adalah sindroma
gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya
sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya
efektifitas biologis dari insulin atau keduanya (M. Clevo Rendy dan
Margareth Th, 2019).

2. Etiologi Diabetes Mellitus


Etiologi diabetes mellitus menurut M. Clevo Rendy dan
Margareth Th, 2019 yaitu:
1. Diabetes mellitus tergantung insulin (DM tipe I)
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke
arah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini
ditentukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan
gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi oleh
proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta
pankreas sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa
virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
dapat menimbulkan destruksi sel beta pankreas.
Faktor lingkungan diyakini memicu perkembangan DM tipe
I. Pemicu tersebut dapat berupa infeksi virus (campak, rubela,
atau koksakievirus B4) atau bahkan kimia beracun, misalnya
yang dijumpai di daging asap dan awetan. Akibat pajanan
terhadap virus atau bahan kimia, respon autoimun tidak normal
terjadi ketika antibody merespon sel beta islet normal seakan-
akan zat asing sehingga akan menghancurkannya (Priscilla
LeMone, dkk, 2016).
2. Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DM tipe II)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui,
faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. Resistensi ini ditingkatkan oleh
kegemukan, tidak beraktivitas, penyakit, obat-obatan dan
pertambahan usia. Pada kegemukan, insulin mengalami
penurunan kemampuan untuk mempengaruhi absorpsi dan
metabolisme glukosa oleh hati, otot rangka, dan jaringan adiposa.
DM tipe II yang baru didiagnosis sudah mengalami komplikasi.
Menurut Priscilla LeMone, dkk, 2016 adapun faktor-faktor
resiko DM tipe II yaitu:
a. Riwayat DM pada orang tua dan saudara kandung. Meski tidak
ada kaitan HLA yang terindentifikasi, anak dari penyandang
DM tipe II memiliki peningkatan resiko dua hingga empat kali
menyandang DM tipe II dan 30% resiko mengalami,
intoleransi aktivitas (ketidakmampuan memetabolisme
karbihodrat secara normal).
b. Kegemukan, didefinisikan kelebihan berat badan minimal 20%
lebih dari berat badan yang diharapkan atau memiliki indeks
massa tubuh (IMT) minimal 27 kg/m. Kegemukan, khususnya
viseral (lemak abdomen ) dikaitkan dengan peningkatan
resistensi insulin.
1. Tidak ada aktivitas fisik.
2. Ras/etnis.
3. Pada wanita, riwayat DM gestasional, sindrom ovarium polikistik atau
melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,5 kg.
4. Hipertensi (≥ 130/85 pada dewasa), kolesterol HDL ≥ 35
mg/dl dan atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dl.

3. Tanda dan gejala Diabetes Militus

Adanya penyakit diabetes mellitus ini pada awalnya seringkali tidak


dirasakan dan tidak disadari oleh penderita. Manifestasi klinis Diabetes Melitus
dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Jika
hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul
glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) jika melewati ambang ginjal untuk
ekskresi glukosa yaitu ± 180 mg/dl serta timbulnya rasa haus (polidipsia). Rasa
lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat
kehilangan kalori (Price dan Wilson, 2012).
Pasien dengan diabetes tipe I sering memperlihatkan awitan gejala yang
eksplosif dengan polidipsia, pliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah,
somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat
menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak
mendapatkan pengobatan segera. Terapi insulin biasanya diperlukan untuk
mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin.
Sebaliknya pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak
memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan
pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada
hiperglikemia yang lebih berat pasien tersebut mungkin menderita polidipsia,
poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis
karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif.
Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk mnenghambat
ketoasidosis (Price dan Wilson, 2012).
Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu gejala akut dan
gejala kronik (PERKENI, 2015) :
a. Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap penderita, bahkan mungkin
tidakmenunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu. Permulaan gejala yang
ditunjukkan meliputi serba banyak (poli) yaitu banyak
makan (poliphagi), banyak minum (polidipsi), dan banyak kencing (poliuri). Keadaan tersebut, jika
tidak segera diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu
makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu
2-4 minggu), mudah lelah, dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI,
2015).

b. Gejala kronik penyakit DM

Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah kesemutan, kulit terasa
panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, mudah mengantuk, mata
kabur, biasanya sering ganti kacamata, gatal di sekitar kemaluan terutama pada wanita,
gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, dan para ibu hamil
sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan bayi
berat lahir lebih dari 4 kg (PERKENI, 2015).

4. Patofisiologi Diabetes Mellitus


Patofisiologi diabetes mellitus (Brunner &Suddarth, 2013)
a. DM tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas menghasilkan
insulin karena hancurnya sel-sel beta pankreas telah dihancurkan dengan
proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsenterasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosaria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, klien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga menganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Klien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelemahan dan kelelahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenelisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukosaneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut
menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produksi samping pemecahan lemak.
b. DM tipe II

Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan


dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin
pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa
akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika
sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin yang mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.

5. Pemeriksaan Diagnostik Diabetes Militus

Pemeriksaan diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis dan

memantau DM mencakup glukosa darah puasa, pemeriksaan toleransi glukosa

oral, dan hemoglobin terglikolisasi. Pemeriksaan albumin dalam urine digunakan

untuk mendeteksi awitan awal kerusakan ginjal.

1. Pemantauan glukosa darah


Penyandang DM harus dipantau kondisinya setiap hari dengan
memeriksa kadar glukosa darah. Tersedia dua tipe pemeriksaan. Tipe
pertama, yang digunakan jauh sebelum adanya alat yang dapat mengukur
glukosa darah secara langsung, adalah pemeriksaan glukosa dan keton dalam
urine.
2. Pemeriksaan keton dan glukosa dalam urine
Pada keadaan sehat, glukosa tidak terdapat dalam urine karena insulin
mempertahankan glukosa serum di bawah ambang batas ginjal 180 mh/dl.
Pemeriksaan urine direkomendasikan untuk memantau hiperglikemia dan
ketoasidosis pada penyandang DM tipe I yang mengalami hiperglikemia yang
tidak dapat dijelaskan selama sakit atau hamil. Keton dapat di deteksi lewat
pemeriksaan urine dan mencermikan adanya DKA.
3. Pemantauan mandiri glukosa darah
Pemantauan mandiri glukosa darah (self monitoring of blood glucose, SMBG)
memungkinkan penyandang DM untuk memantau dan mencapai kontrol metabolik. SMBG
direkomendasikan tiga kali atau lebih per hari bagi pasien DM tipe I yang menggunakan
injeksi insulin multiple atau terapi pompa insulin. Pemantauan oleh pasien DM tipe II tidak

menggunakan insulin harus cukup untuk membantu mereka mencapai tujuan glukosa.
6. Penatalaksanaan Medis Diabetes Mellitus
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia), tanpa terjadi hipoglikemia
dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu:
1. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat:
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita.
b. Mengarahkan pada berat badan normal.
c. Menormalkan pertumbuhan DM dewasa muda.
d. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.
e. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
Prinsip diet DM adalah:
a. Jumlah sesuai kebutuhan.
b. Jadwal diet ketat.
c. Jenis: boleh dimakan/tidak.
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya
a. Diit DM I: 1100 kalori
b. Diit DM II : 1300 kalori
c. Diit DM III: 1500 kalori
d. Diit DM IV: 1700 kalori
e. Diit DM V : 1900 kalori
f. Diit DM VI: 2100 kalori
g. Diit DM VII: 2300 kalori
h. Diit DM VIII: 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk.
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal.
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus, diabetes remaja dan diabetes
komplikasi.
Dalam melaksanaan diit diabetes sehari-hari, hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:
J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurang atau
ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari.
Penentuan jumlah kalori diit diabetes melitus harus disesuaikan dengan
gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung percentage of
relative body weight (BBR=berat badan normal ) dengan rumus :

BBR=BB (Kg)x100%

a. Kurus (underweight): BBR<90%


b. Normal (ideal) : BBR 90-110%
c. Gemuk (overweight): BBR>110%
d. Obesitas, apabila: BBR >120%
e. Obesitas ringan: BBR 120-130%
f. Obesitas sedang: BBR 130-140%
g. Obesitas berat: BBR 140-200%
h. Morbid: BBR> 200%
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah:
a. Kurus: BB X 40-60 kalori sehari.
b. Normal: BB X 30 kalori sehari.
c. Gemuk: BB X 20 kalori sehari.
d. Obesitas: BB X 10-15 kalori sehari.
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap
1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada
penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan
meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore.
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplay oksigen
d. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam
lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMPS) merupakan salah
satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM melalui bermacam-macam atau
media misalnya leaflet, poster, TV, kaset, video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1. Mekanisme kerja sulfanilurea
a. Kerja OAD tingkat preseptor: pankreatik, ekstra pankreas.
b. Kerja OAD tingkat reseptor.
2. Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektifitas insulin, yaitu:
a. Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
1. Menghambat absorpsi karbohidrat.
2. Menghambat glukoneogenesis di hati.
3. Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin.
b. Biguanida pada tingkat reseptor: meningkatkan jumlah reseptor insulin.
c. Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselueler.
b. Insulin
1. Indikasi penggunaan insulin:
DM tipe I, DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD, DM kehamilan, DM dan gangguan faal hati yang berat, DM dan
infeksi akut (selulitis, gangren), DM dan TBC paru akut, DM dan koma
lain pada DM, DM operasi, DM patah tulang, DM dan underweight, dan
DM dan penyakit graves.
2. Beberapa cara pemberian insulin
a. Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah
suntikan subkutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung
pada beberapa faktor antara lain:
1. Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut,
lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah
dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap
hari 14 hari agar tidak memberikan perubahan kecepatan absorpsi
setiap hari.
2. Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorpsi apabila dilaksanakan dalam
waktu 30 menit setelah insulin karena itu pergerakan otot yang
berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
3. Pemijatan (massage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
4. Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi akan mempercepat
absorpsi insulin).
5. Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini
berarti suntikan intramuskular akan lebih cepat efeknya daripada
subkutan.
6. Konsenterasi insulin
Apabila konsenterasi insulin berkisar 40-100 u/ml tidak terdapat
penurunan dari u-100 ke u-10 maka efek insulin dipercepat.
b. Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada kasus diabetik atau pada
kasus–kasus dengan degradasi lemak suntikan subkutan. Sedangkan
suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
5. Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pankreas segmen dari donor hidup
saudara kembar identik. (M. Clevo Rendy dan Margareth Th, 2019).
BAB IV

KONSEP ASKEP KELUARGA DENGAN KASUS DIABETES MILITUS

A. Askep Teoritis

1. Pengkajian

Proses pengakajian keluarga dapat berasal dari berbagai sumber seperti wawancara, observasi rumah keluarga dan fasilitasnya, pengalaman yang
dilaporkan anggota keluarga.

a. Data umum
1. Yang perlu dikaji pada data umum antara lain nama kepala keluarga dan anggota keluarga, alamat, jenis kelamin, umur, pekerjaan dan
pendidikan. Pada pengkajian pendidikan diketahui bahwa pendidikan berpengaruh pada kemampuan dalam mengatur pola makan dan
kemampuan pasien dalam pengelolaan serta perawatan diabetes mellitus. Umur juga dikaji karena faktor usia berpengaruh terhadap terjadinya
diabates mellitus dan usia dewasa tua ( >40 tahun ) adalah resiko tinggi diabetes mellitus (Harmoko, 2012).
2. Genogram
Dengan adanya genogram dapat diketahui adanya faktor genetik atau faktor keturunan untuk timbulnya diabetes mellitus pada pasien.
3. Tipe Keluarga

Menjelaskan mengenai tipe / jenis keluarga beserta kendala atau masalah-masalah yang terjadi pada keluarga tersebut. Biasanya dapar
terjadi pada bentuk keluarga apapun.

4. Suku

Mengakaji asal usul suku bangsa keluarga serta mengidentifikasi budaya suku bangsa dan kebiasaan adat penderita tersebut terkait dengan
penyakit diabetes melitus.

5. Agama

Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat mempengaruhi terjadinya diabetes melitus.
6. Status sosial ekonomi keluarga

Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu sosial
ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh
keluarga. Pada pengkajian status sosial ekonomi diketahui bahwa tingkat status sosial ekonomi berpengaruh pada tingkat kesehatan
seseorang. Diabetes Melitus sering terjadi pada keluarga yang mempunyai status ekonomi menengah keatas. Karena faktor lingkungan dan
gaya hidup yang sehat, seperti makan berlebihan, berlemak, kurang aktivitas fisik, dan strees berperan penting sebagai pemicu diabetes
(Friedmann, 2010).

7. Aktifitas Rekreasi Keluarga

Rekreasi keluarga dapat dilihat dari kapan saja keluarga pergi bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu, kegiatan
menonton televisi serta mendengarkan radio.

b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

1. Tahap perkembangan keluarga saat ini

Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh anak tertua dari keluarga ini. Biasanya diabetes mellitus sering terjadi pada laki- laki atau
perempuan yang berusia > 40 tahun. Tahap perkembangan keluarga yang beresiko mengalami masalah Diabetes Melitus adalah tahap
perkembangan keluarga dengan usia pertengahan dan lansia. Karena pada tahap ini terjadi proses degenerative yaitu suatu kemunduran
fungsi system organ tubuh, termasuk penurunan fungsi dari sel beta pankreas.

2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Menjelaskan perkembangan keluarga yang belum terpenuhi, menjelaskan mengenai tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
oleh keluarga serta kendala-kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi. Biasanya keluarga dengan diabetes mellitus
kurang peduli terhadap pengontrolan kadar gula darah jika belum menimbulkan komplikasi lain.

3. Riwayat keluarga inti

Menjelaskan mengenai riwayat keluarga inti meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga,
perhatian keluarga terhadap pencegaha penyakit termasuk status imunisasi, sumber pelayanan kesehatan yang bias digunakan keluarga dan
pengalaman terhadap pelayanan kesehatan. Perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga karena diabetes mellitus juga merupakan salah satu dari
penyakit keturunan, disamping itu juga perlu dikaji tentang perhatian keluarga terhadap pencegahan penyakit, sumber pelayanan kesehatan
yang biasa digunakan keluarga serta pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.

4. Riwayat keluarga sebelumnya

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan keluarga dari pihak suami dan istri untuk mengetahui kemungkinan jika diabetes nelitus yang
terjadi pada pasien merupakan faktor keturunan.

c. Lingkungan

1. Karakteristik rumah

Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, peletakan
perabotan rumah tangga, jenis septic tank, jarak septic tank dengan sumber air minum yang digunakan serta denah rumah (Friedman, 2010).
Penataan lingkungan yang kurang pas dapat menimbulkan suatu cidera, karena pada penderita diabetes melitus bila mengalami suatu cidera
atau luka biasanya sulit sembuh.

2. Karakteristik tetangga dan komunitas RW

Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat, yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan / kesepakatan
penduduk setempat, budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan penderita diabetes melitus.

3. Mobilitas geografis keluraga

Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan melihat kebiasaan keluarga berpindah tempat tinggal.

4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dalam masyarakat Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta
perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana interaksi keluarga dengan masyarakat. Misalnya perkumpulan keluarga inti saat malam
hari, karena saat malam hari orang tua sudah pulang bekerja dan anak-anak sudah pulang sekolah atau perkumpulan keluarga besar saat ada
perayaan seperti hari raya. Interaksi dengan masyarakat bisa dilakukan dengan dilakukan kegiatan-kegiatan di lingkungan tempat tinggal
seperti gotong royong dan arisan RT/RW.

5. Sistem Pendukung Keluarga

Jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas-fasiltas yang dimilki keluarga untuk menunjang kesehatan mencakup fasilitas fisik, fasilitas
psikologis atau pendukung dari anggota keluarga dan fasilitas social atau dukungan dari masyarakat setempat terhadap pasien dengan
diabetes melitus. Pengelolaan pasien yang menderita Diabetes Melitus dikeluarga sangat membutuhkan peran aktif seluruh anggota
keluarga, petugas dari pelayanan kesehatan yang ada dimasyarakat. Semuanya berperan dalam pemberian edukasi, motivasi dan monitor
atau mengontrol perkembangan kesehatan anggota keluarga yang menderita Diabetes Melitus.

d. Struktur Keluarga

Menjelaskan mengenai pola komunikasi antar keluarga, struktur kekuatan keluarga yang berisi kemampuan keluarga mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain untuk merubah prilaku, struktur peran yang menjelaskan peran formal dan informal dari masing-masing anggota
keluarga serta nilai dan norma budaya yang menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang
berhubungan dengan penyakit diabetes mellitus.

e. Fungsi Keluarga

1. Fungsi Afektif

Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, perasaan memiliki dan
dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya dan seberapa jauh keluarga saling asuh dan saling
mendukung, hubungan baik dengan orang lain, menunjukkan rasa empati, perhatian terhadap perasaan (Friedman, 2010). Semakin tinggi
dukungan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit, semakin mempercepat kesembuhan dari penyakitnya. Fungsi ini merupakan basis
sentral bagi pembentukan kelangsungan unit keluarga. Fungsi ini berkaitan dengan persepsi keluarga terhadap kebutuhan emosional para
anggota keluarga. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan mengakibatkan ketidakseimbangan keluarga dalam mengenal tanda - tanda
gangguan kesehatan selanjutnya. Bagaimana keluarga, merasakan hal-hal yang dibutuhkan oleh individu lain dalam keluarga tersebut.
Keluarga yang kurang memparhatikan keluarga yang menderita DM akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut.

2. Fungsi Sosialisasi
Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, penghargaan,
hukuman dan perilaku serta memberi dan menerima cinta (Friedman, 2010). Keluarga yang memberikan kebebasan kepada anggota
keluarga yang menderita DM untuk berinteraksi dengan lingkungan akan mengurangi tingkat stress keluarga. Biasanya penderita DM akan
kehilangan semangat oleh karena merasa jenuh dengan pengobatan yang berlaku seumur hidup. Pada kasus penderita diabetes mellitus yang
sudah komplikasi, dapat mengalami gangguan fungsi sosial baik didalam keluarga maupun didalam komunitas sekitar keluarga.

3. Fungsi Perawatan Keluarga

Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan serta merawat anggota keluarga yg sakit. Sejauh mana
pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit. Kesanggupan keluarga didalam melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari
kemampuan keluarga melaksanakan 5 tugas pokok keluarga, yaitu :
a. Mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, sejauh mana keluarga mengetahui pengertian, faktor penyebab, tanda
dan gejala serta yang mempengaruhi keluarga terhadap masalah. Pada kasus diabetes mellitus ini dikaji bagaimana pemahaman keluarga
mengenai pengertian diabetes mellitus, penyebab diabetes mellitus, tanda dan gejala diabetes mellitus serta bagaimana pananganan dan
perawatan terhadap keluarga yang menderita diabetes mellitus.
b. Mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat. Tugas ini merupakan upaya keluarga
yang utama untuk mencari pertolongan yang sesuai dan tepat untuk keluarga dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang
mempunyai kemampuan memutuskan dan menentukan tindakan dalam keluarga. Yang perlu dikaji adalah bagaimana mengambil
keputusan apabila anggota keluarga menderita diabetes mellitus dan kemampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat akan
mendukung kesembuhan anggota keluarga yang menderita diabetes mellitus.
c. Mengetahui sejauh mana keluarga mampu merawat anggota keluarga yang menderita diabetes mellitus, bagaimana keadaan penyakitnya
dan cara merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus.
d. Mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat. Bagaiman keluarga mengetahui keuntungan
atau manfaat pemeliharaan lingkungan kemampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan akan dapat mencegahan timbulnya
komplikasi dari diabetes mellitus. Pemeliharaan lingkungan yang baik akan meningkatkan kesehatan keluarga dan membantu
penyembuhan. Ketidakmampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan biasanya disebabkan karena terbatasnya sumber – sumber
keluarga diantaranya keuangan, kondisi fisik rumah yang tidak memenuhi syarat.
e. Mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang mana akan mendukung terhadap kesehatan
seseorang. Keluarga mengetahui ke fasilitas kesehatan mana anggota keluarga yang menderita diabetes mellitus dibawa untuk melakukan
pengontrolan rutin kadar gula darah untuk mencegah terjadinya komplikasi. Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan akan membantu anggotakeluarga yang sakit memperoleh pertolongan dan mendapat perawatan agar masalah
teratasi.
4. Fungsi reproduksi

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah berapa jumlah anak, apa rencana keluarga berkaitan dengan jumlah
anggota keluarga, metode yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan jumlah anggota keluarga. Biasanya pada penderita diabetes
yang laki-laki akan mengalami beberapa masalah seksual seperti disfungsi ereksi atau bahkan kehilangan gairah seksual, sedangkan pada
wanita biasanya akan mengalami radang vagina yang disebabkan infeksi jamur.

5. Fungsi ekonomi
Menjelaskan sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan serta sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber
yang ada dimasyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga. Pada keluarga dengan tingkat ekonomi yang mencukupi akan
memperhatikan kebutuhan perawatan penderita diabetes, misalnya dengan menggunakan susu diabetasol
f. Stress dan koping keluarga.
1. Stressor jangka pendek
Stressor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang dari enam bulan.
2. Stressor jangka panjang
Stressor yang di alami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari enam bulan.
3. Kemampuan keluarga berespon terhadap masalah
Stressor dikaji sejauhmana keluarga berespon terhadap stressor.
4. Strategi koping yang digunakan
Dikaji strategi koping yang digunakan keluarga bila menhadapi permasalahan / stress.
5. Strategi adaptasi disfungsional
Menjelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan / stress.
g. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang di gunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan
pemeriksaan fisik klinik head to toe, untuk pemeriksaan fisik untuk diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
1. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda - tanda vital. Biasanya pada penderita diabetes
didapatkan berat badan yang diatas normal / obesitas.
2. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, apakah ada pembesaran pada leher, kondisi mata, hidung, mulut dan apakah ada kelainan pada
pendengaran. Biasanya pada penderita diabetes mellitus ditemui penglihatan yang kabur / ganda serta diplopia dan lensa mata yang
keruh, telinga kadang-kadang berdenging, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak
dan berdarah.
3. Sistem Integumen
Biasanya pada penderita diabetes mellitus akan ditemui turgor kulit menurun, kulit menjadi kering dan gatal. Jika ada luka atau maka
warna sekitar luka akan memerah dan menjadi warna kehitaman jika sudah kering. Pada luka yang susah kering biasanya akan menjadi
ganggren.
4. Sistem Pernafasan

Dikaji adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Biasanya pada penderita diabetes mellitus mudah terjadi infeksi pada sistem
pernafasan.

5. Sistem Kardiovaskuler

Pada penderita diabetes mellitus biasanya akan ditemui perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi /
bradikardi, hipertensi / hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

1. Sistem Gastrointestinal

Pada penderita diabetes mellitus akan terjadi polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan,
peningkatan lingkar abdomen dan obesitas.

2. Sistem Perkemihan

Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.

3. Sistem Muskuluskletal

Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

4. Sistem Neurologis

Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi dan rasa kesemutan pada tangan atau kaki.

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan keluarga yang dikembangkan adalah diagnosis tunggal yang hampir serupa dengan diagnosis keperawatan klinik.
(Sudiharto, 2012). Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang didapatkan pada pengkajian, yang terdiri dari masalah
keperawatan yang akan berhubungan dengan etiologi yang berasal dari pengkajian fungsi perawatan keluarga. Diagnosa keperawatan mengacu
pada rumusan PES (problem, etiologi dan simptom) dimana untuk problem menggunakan rumusan masalah dari NANDA, sedangkan untuk
etiologi dapat menggunakan pendekatan lima tugas keluarga atau dengan menggambarkan pohon masalah (Padila, 2012).
Diagnosis yang dapat muncul pada keluarga terkait fungsi perawatan keluarga seperti ketidakefektifan manajemen kesehatan diri,
ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan diri, ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik, dll (NANDA, 2015). Dalam menyusun
diagnosa keperawatan keluarga, perawat keluarga harus mengacu pada tipologi diagnosa keperawatan keluarga (Sudiharto, 2012), yaitu :
a. Diagnosa keperawatan keluarga aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan).
b. Diagnosa keperwatan keluarga resiko (ancaman) dirumuskan apabila sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan.
c. Diagnosa keperawatan keluarga sejahtera (potensial) merupakan suatu kedaan dimana keluarga dalam kondisi sejahtera sehingga kesehatan
keluarga dapat ditingkatkan.
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada keluarga dengan diabetes mellitus yaitu (NANDA, 2015) :
a. Resiko ketidakstabilan gula darah

b. Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri

c. Gangguan rasa nyaman

d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

e. Resiko komplikasi

f. Defisit pengetahuan

g. Resiko syok hipovolemik

h. Resiko kerusakan integritas kulit

i. Resiko cidera

Setelah dilakukan skoring menggunakan skala prioritas, maka didapatkan diangnosa keperawatan keluarga berdasarkan NANDA (2015)
dengan etiologi menurut Friedman (2010), sebagai berikut :

a. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit.

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anngota keluarga yang sakit.

c. Resiko komplikasi berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan keluarga,
dengan merumuskan tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan sumber, serta menentukan prioritas, intervensi tidak bersifat rutin,
acak, atau standar, tetapi dirancang bagi keluarga tertentu dengan siapa perawat keluarga sedang bekerja (Friedman, 2010)
RENCANA ASUHAN
KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Evaluasi


Rencana Tindakan
Keperawatan Umum Khusus Kriteria Standar
1. Resiko Setelah 1. Setelah  Keluarga mampu  Diabetes mellitus  Kaji pengetahuan keluarga
ketidakstabilan kadar dilakukan dilakukan menyebutkan defenisi merupakan kondisi tentang pengertian diabetes
glukosa darah kunjungan kunjungan 1 x diabetes mellitus dimana kadar gula mellitus
berhubungan dengan sebanyak 2 x 24 60 menit dengan bahasa darah sewaktu diatas  Diskusikan dengan
ketidakmampuan jam keluarga keluarga sendiri. 180 mg/dl dan gula keluarga tentang pengertian
keluarga dalam mampu mampu darah puasa diatas 125 diabetes mellitus dengan
merawat anggota mengenal dan mengenal mg/dl. menggunakan lembar balik
keluarga dengan memahami masalah dan leaflet
diabetes mellitus bagaimana diabetes  Beri kesempatan keluarga
perawatan mellitus untuk bertanya
diabetes mellitus  Beri reinforcement positif

 Keluarga mampu  Penyebab diabetes  Kaji pengetahuan keluarga


menyebutkan 6 dari 8 mellitus yaitu faktor tentang penyebab diabetes
penyebab dari genetik atau keturunan, mellitus
diabetes mellitus. pola makan yang tidak  Diskusikan dengan
teratur, kurangnya keluarga tentang penyebab
aktifitas fisik atau olah diabetes mellitus dengan
raga, stress, obesitas menggunakan lembar balik
atau kegemukan, obat- dan leaflet
obatan dan infeksi.  Beri kesempatan keluarga
untuk bertanya
 Berikan reinforcement
positif
 Keluarga mampu  Tanda dan gejala  Kaji pengetahuan keluarga
menyebutkan 6 dari 8 diabetes mellitus yaitu tentang tanda dan gejala
tanda dan gejala sering kencing, sering diabetes mellitus
diabetes mellitus. lapar, sering haus, rasa  Diskusikan dengan
gatal, mudah lelah, keluarga tentang tanda dan
luka yang sulit sembuh gejala diabetes mellitus
atau infeksi pada kulit, dengan menggunakan
pandangan kabur, dan lembar balik dan leaflet
kesemutan atau baal.  Beri kesempatan keluarga
untuk bertanya
 Berikan reinforcement
positif

 Keluarga mampu  Kaji pengetahuan keluarga


 Pencegahan diabetes
menyebutkan 5 dari 7 tentang tanda dan gejala
melitus antara lain
cara pencegahan diabetes mellitus
menerapkan pola hidup
diabetes mellitus.
sehat, pola  Diskusikan
terapkan dengan

makan yang baik dan keluarga tentang cara

sehat, jaga kondisi pencegahan diabetes

mental spiritual, mellitus dengan

melakukan aktifitas menggunakan lembar balik

fisik secara rutin, jaga dan leaflet


 Keluarga bersama perawat
berat badan ideal, jauhi
mengidentifikasi anggota
rokok dan minuman
keluarga yang mengalami
alkohol serta konsumsi
masalah diabetes mellitus
berbagai herbal yang
 Beri kesempatan keluarga
dapat mencegah
untuk bertanya
diabetes melitus.
 Evaluasi kembali
pengertian, penyebab, tanda
gejala dan pencegahan
diabetes mellitus pada
keluarga.
 Berikan pujian pada
keluarga atas jawaban yang
benar.
2. Setelah  Keluarga mampu  Keluarga memberi  Kaji keputusan yang

dilakukan diambil oleh keluarga


mengambil keputusan keputusan untuk
kunjungan 1 x dalam merawat merawat anggota  Diskusikan dengan

60 menit anggota keluarga keluarga dengan keluarga tentang

keluarga dengan diabetes masalah diabetes komplikasi dari diabetes

mampu mellitus mellitus mellitus

memutuskan  Bimbing dan motivasi


untuk merawat keluarga untuk mengambil
anggota keputusan dalam
keluarga menangani masalah
dengan diabetes mellitus
diabetes  Evaluasi kembali tentang
mellitus keputusan yang telah dibuat
 Beri pujian atas keputusan
yang diambil keluarga
untuk mengatasi masalah
diabetes mellitus pada
keluarga

Keluarga mampu
3.Setelah  Keluarga mampu memahami bagaimana Kaji pengetahuan keluarga
dilakukan merawat anggota perawatan diabetes tentang cara merawat
kunjungan 1 x keluarga dengan mellitus dan mampu anggota keluarga dengan
60 menit diabetes mellitus dan menyebutkan 3 dari 5 diabetes mellitus
keluarga mampu cara mengatasi  Diskusikan dengan
mampu mendemonstrasikan masalah diabetes keluarga tentang merawat
merawat bagaimana cara mellitus, yaitu anggota keluarga dengan
anggota mengatasi diabetes manajemen diet, diabetes mellitus
keluarga mellitus aktivitas dan olah raga  Menjelaskan dan
dengan (senam DM dan senam mendemonstrasikan pada
diabetes kaki), pengobatan, keluarga mengenai cara
mellitus manajemen stress, dan mengatasi masalah diabates
pemeriksaan berkala mellitus
kadar gula darah.  Evaluasi kembali tentang
cara merawat dan cara
mengatasi diabetes mellitus
 Berikan kesempatan
keluarga untuk bertanya
 Berikan pujian pada
keluarga atas jawaban yang
benar.
4.Setelah  Keluarga dapat  Keluarga mampu  Kaji pengetahuan keluarga
dilakukan menciptakan dan memodifikasi tentang lingkungan yang
kunjungan 1 x memodifikasi lingkungan untuk nyaman untuk anggota
60 menit lingkunagn yang merawat anggota keluarga dengan diabetes
keluarga dapat membantu keluarga dengan mellitus
mampu dalam perawatan memelihara kebersihan  Diskusikan bersama
memodifikasi anggota keluarga rumah (jangan keluarga bagaimana
dan dengan diabetes meletakkan barang lingkungan nyaman dan
menciptakan mellitus sembarang), sehat untuk anggota
lingkungan menggunakan alas kaki keluarga dengan diabetes
yang sehat saat berjalan keluar mellitus
untuk dari rumah.  Evaluasi kembali tentang
menunjang bagaimana lingkungan yang
kesehatan dapat menunjang kesehatan
keluarga. anggota keluarga yang sakit
 Beri kesempatan keluarga
untuk bertanya
 Berikan pujian pada
keluarga.
 Keluarga mampu  Keluarga mampu  Kaji pengetahuan keluarga
5.Setelah
menyebutkan apa saja memanfaatkan fasilitas tentang apa saja fasilitas
dilakukan
fasilitas kesehatan kesehatan yang ada kesehatan yang ada dan apa
kunjungan 1 x
yang ada dan apa dalam melakukan manfaat fasilitas kesehatan
60 menit
keuntungan perawatan pada tersebut.
keluarga
membewa anngota keluarga dengan  Diskusikan bersama
mampu
keluarga yang sakit masalah diabetes keluarga apa saja fasilitas
menggunakan
ke fasilitas kesehatan mellitus yaitu dengan kesehatan yang ada ada dan
dan
membawa anggota bagaimana memanfaatkan
memanfaatkan
keluarga untuk kontrol fasilitas pelayanan
fasilitas
dan berobat ke kesehatan tersebut.
kesehatan
puskesmas, rumah  Evaluasi kembali apa saja
yang ada.
bidan dan RS serta fasilitas kesehatan yang
keluarga memahami bisa digunakan dan
apa keuntungannya. bagaimana memanfaatkan
fasilitas kesehatan pada
semua anggota keluarga
 Berikan kesempatan
keluarga untuk bertanya
 Berikan pujian pada
keluarga

2. Nutrisi kurang dari Setelah 1.Setelah  Keluarga mampu  Diit pada pasien  Kaji pengetahuan keluarga
kebutuhan tubuh dilakukan dilakukan menyebutkan defenisi diabetes adalah tentang pengertian diit
berhubungan dengan kunjungan kunjungan 1 x diit pada diabetes pengaturan jenis dan diabetes mellitus
ketidakmampuan sebanyak 2 x 24 60 menit mellitus dengan jumlah makanan  Diskusikan dengan
keluarga dalam jam keluarga keluarga bahasa sendiri. dengan maksud keluarga tentang pengertian
merawat anggota mampu mampu mempertahankan diit diabetes mellitus
keluarga yang sakit. mengenal dan mengenal dan kesehatan serta status dengan menggunakan
memahami memahami diit nutrisi dan membantu lembar balik dan leaflet
bagaimana pada pasien menyembuhkan serta  Beri kesempatan keluarga
pengaturan diit diabetes pencegahan terjadinya untuk bertanya
pada pasien mellitus komplikasi.  Berikan reinforcement
diabetes mellitus positif

 Keluarga mampu  Kaji pengetahuan keluarga


 Tujuan diit diabetes
menyebutkan 4 dari 5 tentang tujuan diit diabetes
antara lain mencapai
tujuan diit pada mellitus
dan mempertahankan
diabetes mellitus
kadar glukosa darah  Diskusikan dengan
dengan bahasa keluarga tentang tujuan diit
mendekati normal,
sendiri. diabetes mellitus dengan
mencapai dan
mempertahankan lipid menggunakan lembar balik
mendekati normal, dan leaflet
mencapai berat badan Beri kesempatan keluarga
normal, mencegah untuk bertanya
komplikasi kronik,  Berikan reinforcement
meningkatkan kualitas positif
hidup sehingga dapat
melakukan pekerjaan
sehari-hari seperti
biasa

 Keluarga mampu  Macam-macam diit  Kaji pengetahuan keluarga

menyebutkan 8 dari pasien diabetes antara tentang macam-macam diit

8 macam-macam lain Diet Diabetes diabetes mellitus


diit pada diabetes Melitus I,
Diet  Diskusikan dengan
mellitus dengan Diabetes Melitus II, keluarga tentang macam-

bahasa sendiri. Diet Diabetes Melitus macam diit diabetes


III, Diet Diabetes mellitus dengan
Melitus IV, Diet menggunakan lembar balik
Diabetes Melitus V, dan leaflet
Diet Diabetes Melitus  Beri kesempatan keluarga
VI, Diet Diabetes untuk bertanya
Melitus VII, Diet
 Berikan reinforcement positif
Diabetes Melitus
VIII.
Diet I-III diberikan
kepada pasien yang
terlalu gemuk. Diet
IV-V diberikan
kepada pasien yang
mempunyai berat
badan normal. Diet
VI-VIII diberikan
kepada pasien kurus,
diabetes remaja
(Juvenile Diabetes),
atau diabetes dengan
komplikasi

 Keluarga mampu
 Makanan yang baik
2.Setelah menyebutkan 5 dari  Kaji pengetahuan keluarga
dikonsumsi penderita
dilakukan 8 macam-macam tentang makanan yang baik
diabetes antara lain
kunjungan 1 x makanan yang baik untuk penderita diabetes
makanan yang terbuat
60 menit dikonsumsi penderita mellitus
dari biji-bijian utuh
keluarga diabetes mellitus  Diskusikan dengan
atau karbohidrat
mampu dengan bahasa keluarga makanan yang
kompleks seperti nasi
merawat sendiri. baik untuk diabetes mellitus
merah, kentang
anggota dengan menggunakan
panggang, oatmeal,
keluarga lembar balik dan leaflet
roti dan sereal dari
dengan  Beri kesempatan keluarga
biji-bijian utuh;
diabetes
mellitus daging tanpa lemak untuk bertanya
yang dikukus,  Berikanreinforcement
direbus, dipanggang, positif
dan dibakar, sayur-
sayuran yang diproses
dengan cara direbus,
dikukus, dipanggang
atau dikonsumsi
mentah. Sayuran yang
baik dikonsumsi
untuk penderita
diabetes di antaranya
brokoli dan bayam;
buah-buahan segar;
kacang-kacangan,
termasuk kacang
kedelai dalam bentuk
tahu yang dikukus,
dimasak untuk sup
dan ditumis; popcorn
tawar; produk olahan
susu rendah lemak
dan telur; ikan seperti
tuna, salmon, sarden
3..Setelah dan makarel
dilakukan  Keluarga mampu  Keluarga memberi  Kaji keputusan yang
kunjungan 1 x mengambil keputusan keputusan untuk diambil oleh
60 menit dalam merawat merawat anggota keluarga.
keluarga anggota keluarga keluarga dengan  Diskusikan dengan
mampu dengan diabetes masalah Diabetes keluarga tentang
memutuskan mellitus militus. komplikasi dari diabetes
untuk merawat militus
anggota  Bimbing dan motivasi
keluarga keluarga untuk mengambil
dengan keputusan dalam
diabetes menangani masalah
mellitus diabetes militus.
 Evaluasi kembali tentang
keputusan yang telah
dibuat.
 Beri pujian atas keputusan
yang diambil keluarga
untuk mengatasi diabetes
militus pada keluarga.
4. Setelah  Keluarga dapat
dilakukan  Keluarga mampu  Kaji pengetahuan keluarga
menciptakan dan
kunjungan 1 x memodifikasi tentang lingkungan
memodifikasi
60 menit lingkungan untuk yang nyaman untuk
lingkungan yang
keluarga merawat anggota anggota keluarga dengan
dapat membantu
mampu keluarga dengan diabetes militus
dalam perawatan
memodifikasi memelihara  Diskusikan bersama
anggota keluarga
dan kebersihan rumah keluarga bagaimana
dengan diabetes
menciptakan (jangan meletakkan lingkungan nyaman dan
militus
lingkungan barang sembarang), sehat untuka anggota
yang sehat menggunakan alas keluarga dengan diabetes
untuk kaki saat berjalan ke militus
menunjang luar dari rumah  Evaluasi kembali tentang
kesehatan bagaimana lingkungan
keluarga yang dapat menunjang
kesehatan anggota
kelaurga yang sakit.
 Beri kesempatan keluarga
untuk bertanya.
 Berikan pujian pada
keluarga.
3. Resiko komplikasi Setelah 1.Setelah  Keluarga mampu  Komplikasi diabetes  Kaji pengetahuan keluarga
berhubungan dengan dilakukan dilakukan menyebutkan defenisi melitus adalah tentang pengertian
ketidakmampuan kunjungan kunjungan 1 x komplikasi diabetes gabungan atau komplikasi diabetes
keluarga dalam sebanyak 5 x 50 50 menit mellitus dengan hadirnya penyakit baru mellitus
merawat anggota menit keluarga keluarga bahasa sendiri. yang bersarang dalam  Diskusikan dengan
keluarga yang sakit. mampu mampu tubuh sebagai keluarga tentang
mengenal dan mengenal dan tambahan dari penyakit komplikasi diabetes
memahami memahami diit diabetes melitus yang mellitus dengan
pencegahan pada pasien sebelumnya sudah ada menggunakan lembar balik
komplikasi diabetes dan biasanya dan leaflet
diabetes mellitus mellitus disebabkan karena  Beri kesempatan keluarga
penanganan yang untuk bertanya
lambat.  Berikan reinforcement
positif

 Keluarga mampu  Komplikasi diabetes  Kaji pengetahuan keluarga


menyebutkan 4 dari 5 mellitus antara lain tentang macam-macam
komplikasi diabetes penyakit komplikasi diabetes
melitus dengan kardiovaskuler, mellitus
bahasa sendiri. penyakit ginjal  Diskusikan dengan
(nefropati), penyakit keluarga tentang macam-
mata, penyakit syaraf macam komplikasi diabetes
(neuropati) dan mellitus dengan
kerentanan terhadap
infeksi. menggunakan lembar balik
dan leaflet
 Beri kesempatan keluarga
untuk bertanya
 Berikan reinforcement
positif

 Cara pencegahan dan


pengendalian diabetes  Kaji keputusan yang
 Keluarga mampu
melitus yaitu kontrol diambil oleh keluarga
menyebutkan 2 dari 3  Diskusikan dengan
gula darah, kontrol
cara pencegahan dan keluarga tentang
tekanan darah dan
pengendalian komplikasi dari diabetes
kontrol kolesterol.
komplikasi diabetes mellitus
 Bimbing dan motivasi
keluarga untuk mengambil
keputusan dalam
menangani masalah
diabetes mellitus
 Evaluasi kembali tentang
keputusan yang telah dibuat
 Beri pujian atas keputusan
yang diambil keluarga
untuk mengatasi masalah
diabetes mellitus pada
 Keluarga mampu keluarga
 Kaji keputusan yang
2.Setelah memberikan
 Keluarga mampu diambil oleh
dilakukan keputusan untuk
mengambil keluarga.
kunjungan 1 x merawat anggota
keputusan untuk  Diskusikan dengan
60 menit keluarga dengan
merawat anggota keluarga tentang
keluarga mampu masalah diabetes
keluarga dengan komplikasi dari diabetes
memutuskan mellitus.
diabetes militus mellitus.
untuk merawat
 Bimbing dan
anggota
motivasi keluarga untuk
keluarga dengan
mengambil keputusan
diabetes militus
dalam menangani masalah
diabetes mellitus.
 Evaluasi kembali yang telah
dibuat.
 Beri pujian atas keputusan
yang diambil keluarga
untuk mengatasi
masalah diabetes
mellitus pada keluarga.
3.Setelah  Keluarga dapat  Kaji pengetahuan keluarga
 Keluarga mampu
dilakukan menciptakan dan tentang lingkungan yang
memodifikasi
kunjungan 1 x memodifikasi nyaman untuk anggota
lingkungan untuk
60 menit lingkunagn yang keluarga dengan diabetes
merawat anggota
keluarga dapat membantu mellitus
keluarga dengan
mampu dalam perawatan  Diskusikan bersama
memelihara
memodifikasi anggota keluarga keluarga bagaimana
kebersihan rumah
dan dengan diabetes lingkungan nyaman dan
(jangan meletakkan
menciptakan mellitus sehat untuk anggota
barang sembarang),
lingkungan keluarga dengan diabetes
menggunakan alas
yang sehat mellitus
kaki saat berjalan
untuk  Evaluasi kembali tentang
keluar dari rumah.
menunjang bagaimana lingkungan yang
kesehatan dapat menunjang kesehatan
keluarga. anggota keluarga yang sakit
 Beri kesempatan keluarga
untuk bertanya
 Berikan pujian pada
keluarga.

 Keluarga mampu  Kaji pengetahuan keluarga


4.Setelah  Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas tentang apa saja fasilitas
dilakukan menyebutkan apa kesehatan yang ada kesehatan yang ada dan apa
kunjungan 1 x saja fasilitas dalam melakukan manfaat fasilitas kesehatan
60 menit kesehatan yang ada perawatan pada tersebut.
keluarga dan apa keuntungan Keluarga dengan  Diskusikan bersama
mampu membewa anggota Masalah diabetes keluarga apa saja fasilitas
menggunakan keluarga yang mellitus yaitu dengan kesehatan yang ada ada dan
dan sakit ke fasilitas membawa anggota bagaimana memanfaatkan
memanfaatkan kesehatan keluarga untuk fasilitas pelayanan
fasilitas kontrol dan berobat ke kesehatan tersebut.
kesehatan yang puskesmas, rumah  Evaluasi kembali apa saja
ada. bidan dan RS serta fasilitas kesehatan yang
keluarga memahami bisa digunakan dan
apa keuntungannya. bagaimana memanfaatkan
fasilitas kesehatan pada
semua anggota keluarga
 Berikan kesempatan
keluarga untuk bertanya
 Berikan pujian pada
keluarga
4 Kerusakan Setelah 3 x 24 1.Setelah dilakukan  Keluarga mampu  Keluarga dapat  Kaji pengetahuan
integritas kulit jam keluarga edukasi selama 1 melakukan mengetahui tata cara keluarga tentang
berhubungan memahami tentang x 60 menit, tindakan perawatan pada perawatan luka.
dengan pencegahan dan keluarga mampu perawatan luka. kerusakan jaringan  Diskusikan dengan
ketidakmampu- perawatan diabetes mengenal tentang integritas kulit. keluarga tata cara
an keluarga mellitus. perawatan luka. 1.Perawatan perawatan luka.
merawat terhadap luka  Jelaskan tata cara
anggota basah. perawatan luka dan
keluarga yang 2.Sebelum bekerja mendemonstrasikan.
sakit diabetes cuci tangan  Cuci tangan sebelum
mellitus tipe II. denganbersih di dan sesudah
air yang mengalir. melakukan perawatan
3.Gunakan sarung luka
tangan.
4.Bersihkan area
luka dengan air
hangat/Nacl
cairan infus).
5.Bersihkan dari
kotoran yang
menempel atau
jaringan
mati/nekrosis.
6. Setelah itu
memberikan
betadin kompres
pada luka setelah
itu di tutup pakai
kassa steril dan
dilakukan setiap
hari sampai
sembuh.
7. Untuk luka garuk
atau luka lecet
cukup dibersihkan
pakai desinfektan
larutan betadin.
2.Keluarga dapat  Keluarga mampu  Keluarga mampu  Kaji pengetahuan
menggunakan dan menyebutkan apa memanfatatkan keluarga tentang apa
memanfatkan saja fasilitas fasilitas kesehatan saja fasilitas
fasilitas kesehatan kesehatan yang yang ada dalam kesehatan tersebut.
untuk perawatan ada dan apa melakukan  Diskusikan bersama
anggota keluarga keuntungan perawatan pada keluarga apa saja
dengan diabetes membawa anggota keluarga dengan fasilitas kesehatan
militus keluarga yang masalah diabetes yang ada dan
sakit ke fasilitas mellitus yaitu memanfaatkan
kesehatan. dengan membawa fasilitas pelayanan
anggota keluarga kesehatan tersebut.
untuk kontrol dan  Memanfaatkan
berobat ke fasilitas pada semua
puskesmas, rumah anggota keluarga.
bidan dan RS serta  Berikan kesempatan
keluarga keluarga untuk
memahami apa bertanya.
keuntungannya.  Jelaskan kembali
tahapan-tahapan
perawatan luka dan
manfaatnya.

3. Keluarga  Keluarga mampu  Keluarga dapat  Motivasi keluarga agar


mampu memutuskan mengambil lebih bersemangat
mengambil tindakan yang keputusan yang dalam tindakan
keputusan. akan dilakukan. tepat untuk perawatan luka.
melakukan  Jelaskan kembali
perawatan luka pentingnya kunjungan
dan memanfaatkan kesehatan ke fasilitas
fasilitas pelayanan kesehatan guna
kesehatan. perawatan dan
pengobatan diabetes
militus
 Memberi kesempatan
untuk bertanya.
 Memberi pujian atas
tindakan diambil.
 Kolaborasi dengan
dokter memberikan
obat antibiotik.

 Kaji pengetahuan
 Keluarga mampu keluarga tentang cara
4.Keluarga mampu  Keluarga dapat
memahami perawatan kaki
merawat anggota merawat luka
perawatan anggota keluarga
keluarga yang diabetes mellitus
kerusakan jaringan dengan diabetes
sakit. dan mampu
pada diabetes mellitus.
mendemonstrasikn
militus  Diskusikan dengan
cara perawatan
keluarga tentang cara
luka.
perawatan kaki
dengan diabetes
mellitus.
 Menjelaskan dan
mendemontrasikan
pada kelaurga
mengenai cara
perawatan kaki
anggota keluarga
dengan masalah
diabetes mellitus.
 Evaluasi kembali
tentang cara
perawatan kaki.
 Berikan kesempatan
keluarga untuk
bertanya.
 Berikan pujian pada
keluarga atas
jawaban yang benar.

 Kaji pengetahuan
5.Keluarga mampu  Keluarga dapat  Keluarga mampu tentang lingkungan
memodifikasi dan menciptakan dan memodifikasi yang nyaman untuk
menciptakan memodifikasi lingkungaan untuk anggota keluarga
lingkungan yang lingkungan yang merawat anggota dengan diabetes
sehat untuk dapat membantu keluarga dengan mellitus.
menunjang perawatan anggota memelihara  Diskusikan bersama
kesehatan keluarga dengan kebersihan rumah keluarga bagaimana
keluarga. diabetes mellitus. (jangan meletakkan lingkungan yang
barang nyaman dan sehat
sembarangan) untuk anggota
menggunakan alas keluarga dengan
kaki saat berjalan ke diabetes mellitus.
luar dari rumah.  Evaluasi kembali
tentang bagaimana
lingkungan yang
dapat menuinjang
kesehatan anggota
keluarga yang sakit.

Sumber: Zikra (2017)


4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan keluarga adalah suatu proses aktualisasi rencana


intervensi yang memanfaatkan berbagai sumber didalam keluarga dan memandirikan
keluarga dalam bidang kesehtan. Keluarga dididik untuk dapat menilai potensi yang
dimiliki mereka dan mengembangkannya melalui implementasi yang bersifat
memampukan keluarga untuk : mengenal masalah kesehatannya, mengambil
keputusan berkaitan dengan persoalan kesehatan yang dihadapi, merawat dan
membina anggota keluarga sesuai kondisi kesehatannya, memodifikasi lingkungan
yang sehat bagi setiap anggota keluarga, serta memanfaatkan sarana pelayanan
kesehatan terdekat ( Sudiharto, 2012).

Menurut Padila (2012), tindakan perawatan terhadap keluarga mencakup


dapat berupa :

a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenal masalah dan


kebutuhan kesehatan, dengan cara :
1. Memberikan informasi : penyuluhan atau konseling

2. Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan

3. Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah

b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat dengan cara:
1. Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan

2. Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga

3. Mendiskusikan tentang konsekuensi setiap tindakan.

c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit, dengan
cara:
1. Mendemontrasikan cara perawatan

2. Menggunakan alat dan fasilitas yang ada dirumah

3. Mengawasi keluarga melakukan tindakan perawatan.

d. Membantu keluarga menemukan cara bagaimana membuat lingkungan dengan cara

1. Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga

2. Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.


e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dengan cara :
1. Memperkenalkan fasilitas kesehatan yang ada dalam lingkungan keluarga
2. Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan keluarga adalah proses untuk menilai keberhasilan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatannya
sehinga memiliki produktivitas yang tinggi dalam mengembangkan setiap anggota keluarga. Sebagai komponen kelima dalam
proses keperawatan, evaluasi adalah tahap yang menetukan apakah tujuan yang telah ditetapkan akan menentukan mudah atau
sulitnya dalam melaksanakan evaluasi (Sudiharto,2012).
DAFTAR PUSTAKA

Achjar, Komang Ayu Henny. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga. Denpasar:


Sagung Seto.

Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Keperawatan Keluarga. Ponorogo: Graha Ilmu.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018. Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS) 2018 Laporan Nasional 2018, (Online).
(http://www.depkes.go.id, diakses pada 27 Januari 2020).

Bakri, Maria H. 2017. Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka


Mahardika.

Brunner & Sudarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 2 Edisi 8.
Jakarta: EGC.

Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru. 2016. Profil Kesehatan Kota Pekanbaru Tahun
2016,(Online).(http://www.depkes.go.id/profil-kota-Pekanbaru-2016/
diakses 24 Maret 2020).

Imelda, Sonta. 2018. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diabetes


Mellitus di Puskesmas Harapan Raya Tahun 2018. Jurnal Akademi
Kebidanan Dharma Husada Pekanbaru (Online) Volume 8, No. 2
(https://media.neliti.com, diakses 24 Maret 2020).

Izati, Zikra. 2017. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Diabetes Mellitus Di


Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kota Padang. Karya Tulis Ilmiah.
Padang: Politeknik Kesehatan Padang.

LeMone, Priscilla, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Intergumen, Gangguan Endokrin, dan Gangguan Gastrointestinal Vol 2
Edisi 5. Terjemahan oleh, Bhetsy Angelina, et al. 2015. Jakarta: EGC.

Oetari, R.A. 2019. Khasiat Obat Tradisional Sebagai Antioksidan Diabetes.


Yogyakarta: Rapha Publishing.

Padila. 2019. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Rahmawati, Fuji. 2018. Upaya Meningkatkan Dukungan Keluarga Penderita


Diabetes Mellitus Tipe II Dalam Menjalankan Terapi Melalui Telenursing.
Jurnal Keperawatan Sriwijaya, (Online), Volume 5, No. 2
(https://ejournal.unsri.ac.id, diakses pada 19 Februari 2020)

Sudiharto. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan


Keperawatan Transkultural. Jakarta: EGC.
Tandra, Hans. 2018. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

TH, M.Clevo Rendy Margaret. 2019. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha
Medika.
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
BAB III

TINJAUAN TEORI KASUS DIABETES MILITUS

b. Konsep Dasar Penyakit Diabetes Mellitus

i. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai

berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang

menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan

pembuluh darah. Diabetes mellitus klinis adalah sindroma gangguan

metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat

suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari

insulin atau keduanya (M. Clevo Rendy dan Margareth Th, 2019).

ii. Etiologi Diabetes Mellitus

Etiologi diabetes mellitus menurut M. Clevo Rendy dan Margareth Th,

2019 yaitu:

c. Diabetes mellitus tergantung insulin (DM tipe I)

a. Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi

mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah

terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada

individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)

tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas

antigen transplantasi oleh proses imun lainnya.


8

b. Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.

Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan

normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

c. Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta pankreas

sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin

tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan

destruksi sel beta pankreas.

Faktor lingkungan diyakini memicu perkembangan DM tipe I.

Pemicu tersebut dapat berupa infeksi virus (campak, rubela, atau

koksakievirus B4) atau bahkan kimia beracun, misalnya yang dijumpai

di daging asap dan awetan. Akibat pajanan terhadap virus atau bahan

kimia, respon autoimun tidak normal terjadi ketika antibody merespon

sel beta islet normal seakan-akan zat asing sehingga akan

menghancurkannya (Priscilla LeMone, dkk, 2016).

d. Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DM tipe II)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor

genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya

resistensi insulin. Resistensi ini ditingkatkan oleh kegemukan, tidak

beraktivitas, penyakit, obat-obatan dan pertambahan usia. Pada

kegemukan, insulin mengalami penurunan kemampuan untuk

mempengaruhi absorpsi dan metabolisme glukosa oleh hati, otot


9

rangka, dan jaringan adiposa. DM tipe II yang baru didiagnosis sudah

mengalami komplikasi.

Menurut Priscilla LeMone, dkk, 2016 adapun faktor-faktor resiko

DM tipe II yaitu:

a. Riwayat DM pada orang tua dan saudara kandung. Meski

tidak ada kaitan HLA yang terindentifikasi, anak dari

penyandang DM tipe II memiliki peningkatan resiko dua

hingga empat kali menyandang DM tipe II dan 30% resiko

mengalami, intoleransi aktivitas (ketidakmampuan

memetabolisme karbihodrat secara normal).

b. Kegemukan, didefinisikan kelebihan berat badan minimal

20% lebih dari berat badan yang diharapkan atau memiliki

indeks massa tubuh (IMT) minimal 27 kg/m. Kegemukan,

khususnya viseral (lemak abdomen ) dikaitkan dengan

peningkatan resistensi insulin.

c. Tidak ada aktivitas fisik.

d. Ras/etnis.

e. Pada wanita, riwayat DM gestasional, sindrom ovarium

polikistik atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,5

kg.

f. Hipertensi (≥ 130/85 pada dewasa), kolesterol HDL ≥ 35

mg/dl dan atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dl.

i. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Patofisiologi diabetes mellitus (Brunner &Suddarth, 2013)

1. DM tipe I
10
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas menghasilkan

insulin karena hancurnya sel-sel beta pankreas telah dihancurkan dengan

proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa

yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari

makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam

darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).

Jika konsenterasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat

menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa

tersebut muncul dalam urin (glukosaria). Ketika glukosa yang berlebihan

diekskresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan

elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.

Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, klien akan

mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus

(polidipsia).

Defisiensi insulin juga menganggu metabolisme protein dan lemak

yang menyebabkan penurunan berat badan. Klien dapat mengalami

peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.

Gejala lainnya mencakup kelemahan dan kelelahan.

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenelisis

(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukosaneogenesis (pembentukan

glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada
11

penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan

lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi

pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton

yang merupakan produksi samping pemecahan lemak.

2. DM tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan

dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan

sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi

suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi

insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.

Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin yang mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu,
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.
ii. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas

insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya

komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe

DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia), tanpa

terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.

Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu:


12
b. Diet

Syarat diet DM hendaknya dapat:

1) Memperbaiki kesehatan umum penderita.

2) Mengarahkan pada berat badan normal.

3) Menormalkan pertumbuhan DM dewasa muda.

4) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.

5) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.

Prinsip diet DM adalah:

1. Jumlah sesuai kebutuhan.

2. Jadwal diet ketat.

3. Jenis: boleh dimakan/tidak.

Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan

kandungan kalorinya

1. Diit DM I: 1100 kalori

2. Diit DM II : 1300 kalori


13

3. Diit DM III: 1500 kalori

4. Diit DM IV: 1700 kalori

5. Diit DM V : 1900 kalori

6. Diit DM VI: 2100 kalori

7. Diit DM VII: 2300 kalori

8. Diit DM VIII: 2500 kalori

Diit I s/d III: diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk.

Diit IV s/d V: diberikan kepada penderita dengan berat badan normal.

Diit VI s/d VIII: diberikan kepada penderita kurus, diabetes remaja dan

diabetes komplikasi.

Dalam melaksanaan diit diabetes sehari-hari, hendaklah diikuti pedoman 3

J yaitu:

J I: jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah.

J II: jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.

J III: jenis makanan yang manis harus dihindari.

Penentuan jumlah kalori diit diabetes melitus harus disesuaikan dengan

gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung percentage of

relative body weight (BBR=berat badan normal ) dengan rumus

BBR=BB (Kg)x100%

c. Kurus (underweight): BBR<90%

d. Normal (ideal) : BBR 90-110%

e. Gemuk (overweight): BBR>110%

f. Obesitas, apabila: BBR >120%

1) Obesitas ringan: BBR 120-130%


14

2) Obesitas sedang: BBR 130-140%

3) Obesitas berat: BBR 140-200%

4) Morbid: BBR> 200%

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk

penderita DM yang bekerja biasa adalah:

e. Kurus: BB X 40-60 kalori sehari.

f. Normal: BB X 30 kalori sehari.

g. Gemuk: BB X 20 kalori sehari.

h. Obesitas: BB X 10-15 kalori sehari.

g. Latihan

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM

adalah:

1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila

dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula

mengurangi insulin resisten pada penderita dengan

kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan

meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.

2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore.

3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen..

4) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah

karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

h. Penyuluhan

Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMPS)

merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita


15

DM melalui bermacam-macam atau media misalnya leaflet, poster,

TV, kaset, video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

i. Obat

j. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)

1) Mekanisme kerja sulfanilurea

a. Kerja OAD tingkat preseptor: pankreatik, ekstra pankreas.

b. Kerja OAD tingkat reseptor.

2) Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi

mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektifitas

insulin, yaitu:

a. Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik

a) Menghambat absorpsi karbohidrat.

b) Menghambat glukoneogenesis di hati.

c) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin.

b. Biguanida pada tingkat reseptor: meningkatkan jumlah

reseptor insulin.

c. Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek

intraselueler.

k. Insulin

1) Indikasi penggunaan insulin:

DM tipe I, DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat

dirawat dengan OAD, DM kehamilan, DM dan gangguan faal

hati yang berat, DM dan infeksi akut (selulitis, gangren), DM


16

dan TBC paru akut, DM dan koma lain pada DM, DM

operasi, DM patah tulang, DM dan underweight, dan DM dan

penyakit graves.

2) Beberapa cara pemberian insulin

a. Suntikan insulin subkutan

Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam,

sesudah suntikan subkutan, kecepatan absorpsi di tempat

suntikan tergantung pada beberapa faktor antara lain:

(1) Lokasi suntikan

Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu

dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan

suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari

tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap hari 14

hari agar tidak memberikan perubahan kecepatan

absorpsi setiap hari.

(2) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin

Latihan akan mempercepat absorpsi apabila

dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah insulin

karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah

dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.

(3) Pemijatan (massage)

Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.


17

(4) Suhu

Suhu kulit tempat suntikan (termasuk

mandi akan mempercepat absorpsi insulin).

(5) Dalamnya suntikan

Makin dalam suntikan makin cepat puncak

kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan

intramuskular akan lebih cepat efeknya

daripada subkutan.

(6) Konsenterasi insulin

Apabila konsenterasi insulin berkisar 40-

100 u/ml tidak terdapat penurunan dari u-100

ke u-10 maka efek insulin dipercepat.

b. Suntikan intramuskular dan intravena

Suntikan intramuskular dapat digunakan pada

kasus diabetik atau pada kasus–kasus dengan

degradasi lemak suntikan subkutan. Sedangkan

suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk

terapi koma diabetik.

l. Cangkok pankreas

Pendekatan terbaru untuk cangkok pankreas segmen dari

donor hidup saudara kembar identik. (M. Clevo Rendy dan

Margareth Th, 2019)


18

Anda mungkin juga menyukai