Anda di halaman 1dari 14

REVIEW PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 47 TAHUN 2016


TENTANG
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
TUGAS TERSTRUKTUR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Oleh:
Kelompok 19
Ahmad Safrin Sadad Khan 191810101104
Irfaniahlocyta Salsabila 191810101105
Pancawati Sukma Wahyu Kumalasari 191810101107
Rosa Fernanda Prihartanti 191810101108
Ulfah Izzatur Rofiah 191810101109

KELAS A
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2021
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2016 berisi 7
Bab. Pada Bab 1 (Ketentuan Umum) Pasal 1 berisi pemaparan beberapa istilah
berikut:
1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
2. Tenaga Kesehatan
3. Pemerintah Pusat
4. Pemerintah Daerah
5. Menteri adalah
Pada Bab 2 (Ketersediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan) ada 3 bagian yaitu:
 Bagian Kesatu (Umum) Pasal 2 berisi Fasilitas Pelayanan Kesehatan
didirikan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan baik promotif,
preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.
 Bagian Kedua (Jenis dan Tingkatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan). Pada
Pasal 3 berisi 2 macam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yaitu pelayanan kesehatan perseorangan
dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Pada Pasal 4 ayat (1) berisi beberapa jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan
yaitu:
a. tempat praktik mandiri Tenaga Kesehatan;
b. pusat kesehatan masyarakat;
c. klinik;
d. rumah sakit;
e. apotek;
f. unit transfusi darah;
g. laboratorium kesehatan;
h. optikal;
i. fasilitas pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum; dan
j. fasilitas Pelayanan Kesehatan tradisional.
Pada Pasal 4 Ayat (2) berisi dalam hal tertentu untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan, Menteri dapat menetapkan jenis Fasilitas Pelayanan
Kesehatan selain jenis fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pada Pasal 5 ayat (1) berisi 3 tingkatan pelayanan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yaitu tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga.
Pada Pasal 5 ayat (2) berisi penjelasan bahwasannya Fasilitas Pelayanan
Kesehatan tingkat pertama memberikan pelayanan kesehatan dasar.
Pada Pasal 5 ayat (3) berisi penjelasan bahwasannya Fasilitas Pelayanan
Kesehatan tingkat memberikan pelayanan kesehatan spesialistik.
Pada Pasal 5 ayat (4) berisi penjelasan bahwasannya Fasilitas Pelayanan
Kesehatan tingkat ketiga memberikan pelayanan kesehatan subspesialistik.
Pada Pasal 5 ayat (5) berisi penjelasan bahwasannya Fasilitas Pelayanan
Kesehatan tingkat kedua dan tingkat ketiga dapat memberikan pelayanan
yang diberikan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat dibawahnya.
 Bagian ketiga (Penentuan Jumlah dan Jenis Fasilitas Pelayanan
Kesehatan). Pada pasal ke-6 berisi tentang tanggung jawab Pemerintahan
Pusat dan Pemerintahan Daerah atas ketersediaan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.
Pada pasal 7 berisi tentang tanggung jawab Pemerintahan Pusat dan
Pemerintahan Daerah atas ketersediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
sesuai degan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada pasal 8 ayat (1) berisi tentang kewajiban Pemerintah Daerah untuk
menentukan jumlah dan jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan serta
pemberian izin beroperasi di daerahnya.
Pada pasal 8 ayat (2) berisi tentang Kewenangan Pemerintah Daerah
dalam menentukan jumlah dan jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan
berdasarkan kebutuhan dan tanggung jawab daerah masing-masing sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada pasal 8 ayat (3) berisi tentang penentuan jumlah dan jenis Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dengan mempertimbangkan unsur berikut :
a. Luas wilayah;
b. Kebutuhan kesehatan;
c. Jumlah dan persebaran penduduk;
d. Pola penyakit;
e. Pemanfaatannya;
f. Fungsi sosial; dan
g. Kemampuan dalam memanfaatkan teknologi.
Pada pasal 8 ayat (4) berisi tentang penyesuaian bobot unsur diatas untuk
setiap jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Pada pasal 8 ayat (5) berisi tentang ketentuan mengenai jumlah dan jenis
Fasilitas Pelayanan Kesehatan serta pemberian izin beroperasi sesuau ayat
ke-(1) berlaku juga untuk penanaman modal asing.
Pada pasal 8 ayat (6) berisi tentang ketentuan mengenai jumlah dan jenis
Fasilitas Pelayanan Kesehatan pada ayat (3) dan tidak berlaku untuk jenis
rumah sakit khusus karantina, penelitian, dan asilum.
Pada pasal 8 ayat (7) berisi tentang ketentuan mengenai penentuan
jumlah dan jenis rumah sakit khusus karantina, penelitian, dan asilum,
yang terdapat pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pada pasal 9 ayat (1) menjelaskan tentang penentuan jumlah dan jenis
Fasilitas Pelayanan Kesehatan tidak berlaku bagi Fasilitas Pelayanan
Kesehatan di daerah terpencil, sangat terpencil, perbatasan, dan kepulauan.
Pada pasal 9 ayat (2) menjelaskan tentang Ketentuan mengenai Fasilitas
Pelayanan Kesehatan di daerah terpencil, sangat terpencil, perbatasan, dan
kepulauan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 2 berisi tentang Tempat Praktik Mandiri Tenaga Kesehatan yang
diatur pada pasal 10
Pada pasal 10 ayat (1) berisi tentang penentuan jumlah tempat praktik
mandiri Tenaga Kesehatan berdasarkan kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan pada satu wilayah oleh Pemerintah Daerah.
Pada pasal 10 ayat (2) menjelaskan tentang Penentuan kebutuhan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dilakukan melalui penetapan
rasio antara jumlah Tenaga Kesehatan dibanding dengan jumlah
penduduk.
Pada pasal 10 ayat (3) berisi tentang pertimbangan penetapan rasio
terdapat 3 hal, yaitu :
a. Kondisi geografis dan aksebilitas masyarakat;
b. Tingkat utilitas; dan
c. Jam kerja pelayanan.
Pada pasal 10 ayat (4) menjelaskan apabila dalam hal penetapan rasio
tidak sesuai dengan ketersediaan jumlah tenaga kesehatan di wilayah
tersebut, maka Pemerintah Daerah wajib menetapkan kebijakan untuk
memenuhi jumlah praktik mandiri masing-masing Tenaga Kesehatan.
Paragraf 3 berisi tentang Pusat Kesehatan Masyarakat Pusat yang diatur
pada pasal 11
Pada pasal 11 ayat (1) berisi tentang Pemerintah Daerah kabupaten/kota
wajib menyediakan paling sedikit 1 satu pusat kesehatan masyarakat pada
setiap kecamatan.
Pada pasal 11 ayat (2) berisi tentang pendirian lebih dari satu pusat
kesehatan masyarakat didasarkan pada pertimbangan kebutuhan
pelayanan, jumlah penduduk, dan aksesibilitas.
Pada pasal 11 ayat (3) berisi tentang penentuan jumlah pusat kesehatan
masyarakat berdasarkan pertimbangan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4 berisi tentang Klinik yang diatur pada pasal 12
Pada pasal 12 ayat (1) berisi tentang Pemerintah Daerah kabupaten/kota
menentukan jumlah klinik berdasarkan kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan pada satu wilayah.
Pada pasal 12 ayat (2) berisi tentang penentuan kebutuhan dilakukan
melalui penetapan rasio antara jumlah klinik dibanding dengan jumlah
penduduk.
Pada pasal 12 ayat (3) berisi tentang rasio sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. kondisi geografis dan aksesibilitas masyarakat;
b. tingkat utilitas;
c. jam kerja pelayanan; dan
d. jumlah praktik mandiri dokter/dokter gigi atau dokter spesialis/dokter
gigi spesialis di wilayah tersebut.
Pada pasal 12 ayat (4) menjelaskan tentang Dalam hal penetapan rasio
tidak sesuai dengan ketersediaan jumlah klinik, Pemerintah Daerah
menetapkan kebijakan untuk memenuhi jumlah klinik.
Paragraf 5 berisi tentang Tempat Praktik Mandiri Tenaga Kesehatan yang
diatur pada pasal 13
Pada pasal 13 ayat (1) berisi tentang Pemerintah Daerah bertanggung
jawab menyediakan rumah sakit sesuai kebutuhan masyarakat
a. paling sedikit satu rumah sakit dengan klasifikasi paling rendah kelas
D untuk kabupaten/kota; dan
b. paling sedikit satu rumah sakit dengan klasifikasi paling rendah kelas
B untuk setiap provinsi.
Pada pasal 13 ayat (2) berisi tentang Pemerintah Daerah bertanggung
jawab dalam melakukan pemenuhan sebaran rumah sakit secara merata di
setiap wilayah kabupaten/kota berdasarkan pemetaan daerah dengan
memperhatikan jumlah dan persebaran penduduk, rasio jumlah tempat
tidur, dan akses masyarakat
Pada pasal 13 ayat (3) berisi tentang selain Pemerintah Daerah
bertanggung jawab dalam menyediakan rumah sakit ,swasta dapat
mendirikan rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Paragraf 6 berisi tentang Apotek yang diatur pada pasal 14
Pada pasal 14 ayat (1) berisi tentang Pemerintah Daerah kabupaten/kota
bertanggung jawab menyediakan apotek sesuai kebutuhan masyarakat
terhadap pelayanan kefarmasian
Pada pasal 14 ayat (2) berisi tentang Penyediaan apotek berdasarkan
pemetaan daerah dengan mempertimbangkan jumlah Fasilitas Pelayanan
Kesehatan berupa tempat praktik mandiri Tenaga Kesehatan, klinik, pusat
kesehatan masyarakat, dan rumah sakit
Paragraf 7 berisi tentang Unit Transfusi Darah yang diatur pada pasal 15
Pada pasal 15 ayat (1) berisi tentang Pemerintah Daerah kabupaten/kota
wajib menyediakan paling sedikit satu unit transfusi darah pada setiap
kabupaten/kota
Pada pasal 15 ayat (2) berisi tentang Pemerintah Daerah kabupaten/kota
wajib menyediakan paling sedikit satu unit transfusi darah pada setiap
kabupaten/kota :
a. kecukupan pemenuhan kebutuhan darah; dan/ atau
b. waktu tempuh rumah sakit dengan unit transfusi darah
Paragraf 8 berisi tentang Laboratorium Kesehatan yang diatur pada pasal
16
Pada pasal 16 ayat (1) berisi tentang Pemerintah Daerah bertanggung
jawab menyediakan laboratorium kesehatan sesuai kebutuhan masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan.
Pada pasal 16 ayat (2) berisi tentang Penyediaan laboratorium kesehatan
dilakukan berdasarkan pemetaan daerah dengan mempertimbangkan
jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan berupa tempat praktik mandiri
Tenaga Kesehatan, klinik, pusat kesehatan masyarakat, dan rumah sakit.
Pasal 17 (1) berisi tentang tangung jawab Pemerintah Daerah dalam
menyediakan optikal sesuai kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan.
Pasal 17 (2) berisi tentang penyedian pelayanan kesehatan harus
dilakuakan sesuai dengna pemetaan dareah dengan mempertimbangkan
jumlah Fasilitas Pelayan Kesehatan yang berupa tempeh praktik, klinik,
pusat kesehatan masyarakat dan rumah sakit.
Pasal 18 (1) berisi tentang tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam
menyediakan fasilitas pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum
yang dilaksanakan oleh rumah sakit atau institusi lain paling sedikit satu
setiap provinsi.
Pasal 18 (2) berisi tentang Pemerintah Daerah menyediakan fasilitas
pelayana kedokteran paling sedikit satu harus memenuhi syarat dan
standar Menteri.
Pasal 19 (1) berisi tenteng tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam
menyediakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan tradisional.
Pasal 19 (2) berisi tentang melakukan sebaran Fasilitas Pelayanan
Kesehatan tradisional secara merata di setiap wilayah/kota berdasarkan
pemetaan daerah sesuai kebutuhan pelayanan
Pasal 20 (1) berisi tentang bahwa setiap penyelenggara kesehatan wajib
memiliki izin.
Pasal 20 (2) berisi tentang perizinan diberikan oleh Bupati/Walikota.
Pasal 20 (3) barisi tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan tertentu
diberikan oleh Menteri.
Pasal 20 (4) berisi tentang Fasilitas Pelayan Kesehatan tertentu ada 4
macam.
Pasal 20 (5) berisi tentang memberi perizinan harus mempertimbangkan
ketentuan mengenai penentuan jumlah dan jenis Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
Pasal 20 (6) berisi tentang ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud
pasal 4 ayat 1 poin a sampai h dilaksanakan sesuai peraturan perundang-
undangan.
Pasal 20 (7) berisi tentang ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud
pasal 4 ayat 1 poin i dan j dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri.
Pasal 21 berisi tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memiliki tata
Kelola manajemen, pelayanan kesehatan atau klinis yang baik.
Pasal 22 (1) berisi tentang penanggung jawab Fasilitas Pelayanan
Kesehatan wajib memasang papan nama sesuai dengan jenis Pelayanan
Kesehatan.
Pasal 22 (2) berisi tentang papan nama yang harus dipasang memuat jenis,
nama nomor izin dan masa berlaku Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Pasal 22 (3) berisi tentang isi dari papan nama yang berupa praktik
mandiri yaitu memuat nama lengkap, gelar, waktu dan nomor izin praktik.
Pasal 22 (4) berisi tentang pemasangan papan nama harus ditempat yang
mudah dilihat.
Pasal 23 berisi tentang kewajiban melaksanakan sistem rujukan sesuai
dengan ketentuan perturan perundang-undangan.
Pasal 24 berisi tentang pemanfaatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
sebagai tempat atau wahana pendidikan, serta tempat penelitian atau
pengembangan di bidang kesehatan.
TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu
Laporan Dugaan Pelanggaran
Pasal 71
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dan Pasal 65
ayat (3) dilakukan berdasarkan laporan dugaan pelanggaran yang berasal
dari:
a. pengaduan;
b. pemberitaan media elektronik/media cetak;
dan/atau
c. hasil monitoring dan evaluasi.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). disampaikan kepada
Pemerintah pusat atau Pemerintah Daerah pemberi pertzinan berusaha.
Pasal 72
(1) Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 ayat (1) huruf a dapat
dilakukan oleh perorangan, kelompok, dan/atau
institusi/lembaga/instansi/organisasi.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan:
a. dilakukan secara tertulis; dan
b. memiliki uraian peristiwa yang dapat ditelusuri faktanya.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
paling sedikit memuat:
a. identitas pelapor;
b. nama dan alamat lengkap pihak yang diadukan;
c. jenis dugaan pelanggaran yang dilakukan Rumah Sakit;
d. waktu pelanggaran dilakukan;
e. kronologis peristiwa yang diadukan; dan
f. keterangan yang memuat fakta, data, atau petunjuk terjadinya
pelanggaran.
(4) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
Pemerintah pusat atau Pemerintah Daerah yang menerbitkan perizinan
berusaha Rumah Sakit.
(5) Identitas pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a wajib
dirahasiakan.
Pasal 73
Pemberitaan media elektronik/media cetak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7L ayat (i) huruf b merupakan pemberitaan yang dapat ditelusuri
kebenarannya.
Pasal 74
(1) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7l ayat
(1) huruf c dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau
badan pengawas Rumah Sakit.
(2) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l)
disampaikan kepada
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang menerbitkan perizinan
berusaha.
Bagian Kedua
Pemeriksaan
Pasal 75
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah setelah menerima laporan dugaan
pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 melakukan
pemeriksaan dengan cara membentuk tim panel yang bersifat ad hoc untuk
menindaklanjuti laporan.
(2) Tim panel sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) paling sedikit terdiri atas 5
(lima) orang anggota dari unsur:
a. Kementerian, dinas kesehatan daerah provinsi, atau dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota;
b. organisasi profesi atau asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan;
c. badan pengawas Rumah Sakit; dan
d. ahli.
(3) Tim panel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:
a. menerima dan meneliti laporan;
b. mengembalikan laporan yang tidak lengkap untuk dilengkapi
khusus untuk pengaduan;
c. mencatat laporan yang telah lengkap dalam buku registrasi;
d. melakukan verifikasi laporan;
e. melakukan pemeriksaan untuk kepentingan pembuktian;
f. melakukan analisis seluruh informasi dan temuan; dan
g. membuat laporan hasil pemeriksaan dengan atau tanpa rekomendasi
sanksi.
(4) Tim panel dalam melakukan tugas verifikasi laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf d dapat melalui surat menyurat dan/atau
media komunikasi lain.
(5) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tim panel
berwenang:
a. melakukan pemeriksaan dokumen;
b. mendalami informasi kepada semua pihak yang terlibat atau yang
mengetahui kejadian;
c. mengamankan barang bukti;
d. melakukan pemeriksaan di lokasi kejadian;
e. berkoordinasi dengan institusi terkait termasuk penegak hukum; dan
f. memberikan rekomendasi pengenaan sanksi.
(6) Dalam melakukan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tim panel
dibantu oleh sekretariat.
Pasal 76
(1) Bukti yang diperoleh tim panel dalam melakukan pemeriksaan dapat
berupa:
a. surat dan/atau dokumen;
b. keterangan saksi;
c. keterangan ahli;
d. pengakuan terlapor; dan/atau
e. barang bukti fisik.
(2) Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam melakukan analisis oleh tim panel untuk:
a. memberikan rekomendasi kepada pejabat yang berwenang dalam
mengenakan sanksi administratif; atau
b. memberitahukan kepada pelapor bahwa tidak terdapat pelanggaran.
Pasal 77
(1) Tim panel menyusun dan menyampaikan laporan hasil kerja kepada
Menteri, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah
kabupaten/kota, sesuai dengan rekomendasi sanksi administrative
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf a.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak tim panel melakukan pemeriksaan.
(3) Dalam hal laporan hasil kerja tim panel sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) belum dapat disusun, tim panel menyampaikan laporan hasil
pemeriksaan sementara.
(4) Tim panel menyampaikan laporan hasil pemeriksaan akhir paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak penyampaian laporan hasil pemeriksaan
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 78
Dalam hal laporan yang berasal dari pemberitaan media elektronik/media cetak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7l ayat (1) huruf b dinyatakan tidak benar,
tim panel meneruskan laporan kepada institusi/instansi terkait.
Bagian Ketiga
Pengenaan Sanksi
Pasal 79
(1) Dalam hal laporan hasil kerja tim panel sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 77 ayat (2) atau laporan hasil pemeriksaan akhir sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 ayat (4) terbukti adanya pelanggaran,
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah pemberi perizinan berusaha
men genakan sanksi admini stratif berupa teguran kepada Rumah Sakit
yang melakukan pelanggaran.
(2) Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis.
(3) Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan
perbaikan sesuai dengan rekomendasi yang diberikan dalam waktu paling
lama 1 (satu) bulan sejak menerima teguran sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
Pasal 80
(1) Dalam hal perbaikan sesuai dengar, rekomendasi yang diberikan tidak
dapat dipenuhi sampai berakhirnya waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 79 ayat (3), Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah pemberi
perizinan berusaha memberikan teguran tertulis kepada Rumah Sakit yang
melakukan pelanggaran.
(2) Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan
perbaikan sesuai dengan rekomendasi dalam waktu paling lama 3 (tiga)
bulan.
(3) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah pemberi perizinan berusaha
dapat memberikan perpanj angan waktu kepada Rumah Sakit untuk
melakukan perbaikan sesuai dengan rekomendasi paling lama 1 (satu)
bulan.
Pasal 81
(1) Apabila sampai dengan berakhirnya perpanjangan waktu sebagaimana
dimaksud dalam pasal S0 ayat (3) Rumah Sakit tidak melakukan perbaikan,
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah pemberi perizinan berusaha
mengenakan sanksi denda.
(2) Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Besaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung sesuai
dengan jumlah pelanggaran.
(4) Perhitungan besaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
untuk setiap 1 (satu) jenis pelanggaran sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah).
(5) Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (l) wajib melakukan
perbaikan sesuai dengan rekomendasi yang diberikan dalam waktu paling
lama 3 (tiga) bulan sejak menerima sanksi denda sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
Pasal 82
Denda sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 disetorkan kepada kas negara atau
kas daerah sesuai dengan perizinan berusaha yang diperoleh pelaku usaha
perumahsakitan dari Pemerintah Pusat atau pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya.

Pasal 83
Apabila sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 81 ayat (5) Rumah Sakit tidak melakukan perbaikan, Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah pemberi perizinan berusaha mengenakan sanksi pencabutan
perizinan berusaha.

Anda mungkin juga menyukai