Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA LANSIA DI

UPTD PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA NATAR LAMPUNG


SELATAN TAHUN 2018

Tessa Sjahriani1, Tita Yulianti2

1
Dosen Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati
2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati

ABSTRAK
Latar Belakang : Status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan
antara makanan yang masuk kedalam tubuh (nutrient input) dengan
kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut. Salah satu yang
mempengaruhi status gizi yaitu pola makan. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan antara asupan karbohidrat, protein dan
lemak dengan status gizi pada lansia di UPTD Pelayanan Sosial Tresna Werdha
Natar Lampung Selatan Tahun 2018.
Metode: Penelitian ini mengunakan jenis penelitian observasi analitik
dengan menggunakan pendekatan studi “Cross Sectional”. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Februari 2018. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua lansia yang berada di UPTD Pelayanan Sosial Tresna Werdha Natar
Lampung Selatan yang berjumlah 84 orang. Sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik total sampling yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi yang berjumlah 55 orang. Instrumen penelitian ini dengan
kuesioner,analisis yang digunakan adalah analisis Univariat dan Bivariat
dengan menggunakan uji ChiSquare.
Hasil Penelitian: Dari hasil penelitian didapatkan yang berhubungan
dengan status gizi lansia adalah asupan karbohidrat ( p=0,000) dan asupan
protein (p=0,000) sedangkan yang tidak ada hubungan nya yaitu asupan
lemak (p=0,263).
Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang berhubungan
dengan status gizi lansia adalah asupan karbohidrat dan asupan protein.

Kata Kunci : Pola Makan, Status Gizi, Lansia

Pendahuluan proporsi dari populasi penduduk


Peningkatan jumlah penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah
lansia diakibatkan oleh penurunan 11,7% dari total populasi dunia dan
angka fertilitas penduduk, diperkirakan jumlah tersebut akan
perbaikan status kesehatan akibat terus meningkat seiring dengan
kemajuan teknologi dan penelitian- peningkatan usia harapan hidup
penelitian kedokteran dan transisi (WHO, 2015).
epidemiologi dari penyakit infeksi Bertambahnya jumlah
menuju penyakit degeneratif, penduduk dan usia harapan hidup
perbaikan status gizi yang ditandai lansia akan menimbulkan berbagai
oleh peningkatan kasus obesitas masalah antara lain masalah
lansia dari pada underweight dan kesehatan, psikologis, dan sosial
peningkatan usia harapan hidup ekonomi. Tetap sehat di usia tua
(UHH), serta perubahan gaya hidup tentu menjadi dambaan setiap
(Fatmah, 2010). orang, sehingga usaha-usaha
Menurut WHO lanjut usia menjaga kesehatan di usia lanjut
(lansia) adalah kelompok penduduk dengan memahami berbagai
yang berumur60 tahun atau lebih. kemungkinan penyakit yang bisa
Secara global pada tahun 2013 timbul. Seperti menjaga pola makan

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, April 2018 154
yang baik dengan mengkonsumsi Werdha, Natar Lampung Selatan
makanan sumber energi yang yang berjumlah 84 orang.
seimbang, tidak berlebihan atau Dalam penelitian ini
kurang, makan yang teratur sesuai menggunakan teknik pengambilan
dengan waktu makan dan jenis sampel secara total sampling yaitu
makanan yang sesuai dengan tidak seluruh lansia dengan usia ≥ 60
mengabaikan manfaat dan tahun di UPTD Pelayanan Sosial
kandungan gizinya (Badan Tresna Werdha, Natar Lampung
Kependudukan dan Keluarga Selatan. Jadi sampel yang
Berencana Nasional, 2012). memenuhi syarat berdasarkan
Peningkatan masalah kesehatan kriteria inklusi dan eksklusi yaitu
pada lansia ini mulai mendapat sebanyak 55 orang.
perhatian dari pemerintah dan Setelah pengolahan data,
masyarakat, salah satunya adalah tahap selanjutnya adalah
dengan adanya panti-panti sosial menganalisa data dengan
bagi lansia yang disebut panti menggunakan aplikasi perangkat
werdha. Panti werdha (rumah analisis statistik. Analisis yang
perawatan orang-orang lanjut usia) dilakukan pada penelitian ini
ini biasanya diperuntukkan bagi terbagi 2 analisa yaitu analisis
lansia yang tidak mempunyai sanak univariat dan bivariat. Analisa
keluarga atau teman yang mau univariat bertujuan untuk
menerima sehingga pemerintah menjelaskan atau mendeskripsikan
wajib melindungi lansia (Darmojo, karakteristik setiap variabel
2015). penelitian seperti antropometri
Berdasarkan latar belakang lansia (BB dan TB), jenis kelamin.
tersebut, penulis tertarik untuk Analisis bivariat, data yang sudah
melakukan penelitian tentang terkumpul selanjutnya diolah
hubungan pola makan dengan dengan menggunakan sistem
status gizi lansia di Pelayanan komputerisasi SPSS. Data
Sosial Tresna Werdha Natar dianalisis dengan bivariat. Analisis
Lampung Selatan. bivariat digunakan untuk
menganalisis hubungan antara dua
Metode Penelitian variabel, yaitu untuk mengetahui
Penelitian ini menggunakan hubungan variabel independen dan
desain penelitian observasi analitik dependen dengan menggunakan
cross-sectional. Tempat penelitian Chi Square, Interval Kepercayaan
ini di UPTD Pelayanan Sosial (IK) yang dipakai pada penelitian
Tresna Werdha, Natar Lampung ini yaitu sebesar 95%. untuk
Selatan. Waktu penelitian interpretasi hasil menggunakan
dilakukan pada bulan Februari derajat kemaknaan ( ) sebesar 5%
2018. Populasi adalah seluruh dengan catatan jika <0,05 maka
lansia dengan usia ≥ 60 tahun di (HO) diterima (Sastroasmoro,
UPTD Pelayanan Sosial Tresna 2014).

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, April 2018 155
Hasil Penelitian
Karakteristik Responden

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan


Jenis Kelamin di UPTD Pelayanan Sosial Tresnawerdha Natar
Lampung Selatan

Jenis Kelamin Jumlah Presentase

Laki-laki 29 52,7%

Perempuan 26 47,3%

Total 55 100%

Berdasarkan tabel di atas berjenis kelamin laki-laki sebanyak


memperlihatkan distribusi 29 responden (52,7%) lebih
frekuensi karakteristik responden banyak dibandingkan dengan
berdasarkan jenis kelamin berjenis kelamin perempuan yaitu
diketahui dari 55 responden sebanyak 26 responden (47,3%).
didapatkan responden yang

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi


diUPTD Pelayanan Sosial Tresna Werdha Natar Lampung Selatan
Status Gizi Jumlah Presentase

Normal 32 58,2%

Kurang 23 41,8%

Total 55 100%

Berdasarkan tabel di atas yang status gizi normal berjumlah


memperlihatkan distribusi 32 responden (58,2%) lebih
frekuensi responden berdasarkan banyak dibandingkan status gizi
status gizi diketahui dari 55 kurang sebanyak 23 responden
responden didapatkan responden (41,8%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan


Asupan Karbohidrat di UPTD Pelayanan Sosial Tresna Werdha
Natar Lampung Selatan
Asupan Jumlah Presentase
Karbohidrat

Cukup 33 60,0%

Kurang 22 40,0%

Total 55 100%

Berdasarkan tabel di atas berdasarkan asupan karbohidrat


memperlihatkan distribusi lansia diketahui dari 55 responden
frekuensi karakteristik responden didapatkan responden yang asupan

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, April 2018 156
karbohidrat cukup dibandingkan dengan asupan
(pria:302,5g385g, wanita: 254,4g- karbohidrat kurang (pria:<302,5g,
323,7g), berjumlah 33 responden wanita:<254,4g) sebanyak 22
(60,0%) lebih banyak responden (40,0%).

Tabel 4. Distribusi Frekuensi KarakteristikResponden Berdasarkan


Asupan Protein di UPTD Pelayanan Sosial TresnaWerdha
Natar Lampung Selatan
Asupan Protein Jumlah Presentase

Cukup 25 45,5%

Kurang 30 54,5%

Total 55 100%

Berdasarkan tabel di atas wanita:<46,2g) berjumlah 30


memperlihatkan distribusi responden (54,5%) lebih banyak
frekuensi karakteristik responden dibandingkan dengan asupan
berdasarkan asupan protein lansia protein cukup (pria:<55g-137,5g,
diketahui dari 55 responden wanita:46,2g-115,6g) sebanyak 25
didapatkan responden yang asupan responden (45,5%).
protein kurang (pria:<55g,

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan


Asupan Lemak di UPTD Pelayanan SosialTresna Werdha Natar
Lampung Selatan
Asupan Lemak Jumlah Presentase

Cukup 19 34,5%

Kurang 36 65,5%

Total 55 100%

Berdasarkan tabel di atas (pria:<48,9g wanita:<41,1g)


memperlihatkan distribusi berjumlah 36 responden (65,5%)
frekuensi karakteristik responden lebih banyak dibandingkan dengan
berdasarkan asupan lemak lansia asupan lemak cukup (pria:48g-
diketahui dari 55 responden 61,1g, wanita:41,1g - 51,4g)
didapatkan responden yang sebanyak 19 responden (34,5%).
asupan lemak kurang

Tabel 6. Hubungan antara Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi


Pada Lansia di UPTD Pelayanan Sosial Tresna Werdha Natar
Lampung Selatan
Asupan Status Gizi p- OR
Karbohidrat Kurang Normal Total value
n % n % n %
Kurang 17 77,3% 5 22,7% 22 100 0,000 15,300
Cukup 6 18,2% 27 81,78% 33 100 (4,035-
58,021)

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, April 2018 157
Berdasarkan tabel diatas gizi pada lansia di UPTD Pelayanan
diketahui bahwa dari 33 responden Sosial Tresna Werdha Natar
dengan asupan karbohidrat cukup Lampung Selatan. Kemudian
yang mengalami status gizi normal diperoleh OR= 15,300 yang berarti
sebanyak 27 responden (81,8%) bahwa orang dengan asupan
dan yang mengalami status gizi karbohidrat yang kurang akan
kurang sebanyak 6 responden berisiko memiliki status gizi kurang
(18,2%). Sedangkan dari 22 sebesar 15,300 kali lebih besar
responden dengan asupan dibandingkan asupan karbohidrat
karbohidrat kurang yang yang cukup. Dan didapatkan
mengalami status gizi kurang Convidence Interval 4,035-58,021
sebanyak 17 responden (77,3%) dengan selisih OR dan Upper
dan yang mengalami status gizi 42,721 dan selisih OR dan Lower
normal sebanyak 5 responden 11,265 yang menandakan bahwa
(22,7%). tingkat kepercayaan pada
Hasil uji statistik chi square penelitian ini adalah cukup rendah,
didapatkan p value = 0,000 yang karena terdapatnya selisih yang
berarti bahwa ada hubungan antara signifikan antara Upper dan Lower
asupan karbohidrat dengan status terhadap OR.

Tabel 7. Hubungan antara Asupan Protein dengan Status Gizi Pada


Lansia di UPTD Pelayanan Sosial Tresna Werdha Natar Lampung
Selatan

Asupan Status Gizi p- OR


Protein Kurang Normal Total value
n % n % n %
Kurang 19 63,3% 11 36,7% 30 100 0,000 9,068
Cukup 4 16,0% 21 84,0% 25 100 (2,467-
33,334)

Berdasarkan tabel diatas Pelayanan Sosial Tresna Werdha


diketahui bahwa dari 30 responden Natar Lampung Selatan. Kemudian
dengan asupan protein kurang diperoleh OR= 9,068 yang berarti
yang mengalami status gizi kurang bahwa orang dengan asupan
sebanyak 19 responden (63,3%) protein yang kurang akan berisiko
dan yang mengalami status gizi memiliki status gizi kurang sebesar
normal sebanyak 11 responden 9,068 kali lebih besar dibandingkan
(36,7%). Sedangkan dari 25 asupan protein yang cukup. Dan
responden dengan asupan protein didapatkan Convidence Interval
cukup yang mengalami status gizi 2,467-33,334 dengan selisih OR
dan Upper 24,266 dan selisih OR
normal sebanyak 21 responden
dan Lower 7,732 yang
(84,0%) dan yang mengalami
menandakan bahwa tingkat
status gizi kurang sebanyak 4
kepercayaan pada penelitian ini
responden (16,0%).
adalah cukup rendah, karena
Hasil uji statistik chi square terdapatnya selisih yang signifikan
didapatkan p value = 0,000 yang antara Upper dan Lower terhadap
berarti bahwa ada hubungan OR.
antara asupan protein dengan
status gizi pada lansia di UPTD

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, April 2018 158
Tabel 8. Hubungan antara Asupan Lemak dengan Status Gizi Pada
Lansia di UPTD Pelayanan Sosial Tresna Werdha Natar Lampung
Selatan
Asupan Status Gizi p- OR
Lemak Kurang Normal Total value
n % n % n %
Kurang 17 47,2% 19 52,8% 36 100 0,263 1,939
Cukup 6 31,6% 13 68,4% 19 100 (0,603-
6,233)

Berdasarkan tabel diatas dan yang memiliki status gizi


diketahui bahwa dari 36 responden kurang sebanyak 23 responden
dengan asupan lemak kurang yang (41,8%). Menurut Supariasa
mengalami status gizi normal (2016) status gizi merupakan hasil
sebanyak 19 responden (63,3%) akhir dari keseimbangan antara
dan yang mengalami status gizi makanan yang masuk kedalam
kurang sebanyak 17 responden tubuh (nutrient input) dengan
(47,2%). Sedangkan dari 19 kebutuhan tubuh (nutrient output)
responden dengan asupan lemak akan zat gizi tersebut.6
cukup yang mengalami status gizi Dari hasil penelitian ini masih
normal sebanyak 13 responden didapatkan lansia yang mengalami
(68,4%) dan yang mengalami status gizi kurang walaupun disana
status gizi kurang sebanyak 6 ada Ahli Gizi yang mengatur pola
responden (31,6%). makan lansia, perawat yang
Hasil uji statistik chi square melakukan tindakan keperawatan
didapatkan p value = 0,263 yang untuk mengontrol kondisi kesehatan
berarti bahwa tidak ada hubungan lansia, dan juga konsumsi makanan
antara asupan lemak dengan status yang diberikan kepada setiap lansia
gizi pada lansia di UPTD Pelayanan jumlah dan jenis yang diberikannya
Sosial Tresna Werdha Natar sama yang dapat disebabkan
Lampung Selatan. Kemudian karena lansia yang mengalami
diperoleh OR= 1,939 yang berarti keluhan tidak nafsu makan karena
bahwa orang dengan asupan lemak makanan yang tidak variatif dan
yang kurang akan berisiko memiliki juga karena penurunan indra
status gizi kurang sebesar 1,939 penciuman, perasa, sulit menelan
kali lebih besar dibandingkan karena perubahan fisiologis pada
asupan lemak yang cukup. Dan sekresi saliva dan sulit mengunyah
didapatkan Convidence Interval karena mengalami gigi
0.603-6,233 dengan selisih OR dan tanggal/ompong.
Upper 4,294 dan selisih OR dan
Lower 1,336 yang menandakan Distribusi Frekuensi
bahwa tingkat kepercayaan pada Asupan Karbohidrat
penelitian ini adalah cukup rendah, Berdasarkan hasil penelitian
karena terdapatnya selisih yang didapatkan responden yang asupan
signifikan antara Upper dan Lower karbohidrat cukup berjumlah 33
terhadap OR. responden (60,0%) dan yang
asupan karbohidrat kurang
Pembahasan sebanyak 22 responden (40,0%).
Distribusi Frekuensi Status Gizi Lansia yang mengalami
atau Indeks Massa Tubuh (IMT) kekurangan asupan karbohidrat
Berdasarkan hasil penelitian dapat disebabkan karena masih
didapatkan responden yang banyak lansia yang tidak
memiliki status gizi normal menghabiskan makanan yang
berjumlah 32 responden (58,2%) sudah disiapkan hal ini bisa

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, April 2018 159
disebabkan karena lansia yang dan yang asupan lemak cukup
bosan dengan menu makanannya, sebanyak 19 responden (34,5%).
Lansia mengalami kesulitan untuk Menurut Fatmah (2010) total
mengkonsumsi makanan kebutuhan energi menurun saat
berkonsistensi keras karena seseorang berada diatas usia 40
kelenjar saliva sukar untuk tahun, maka dianjurkan untuk
disekresi yang mempengaruhi mengurangi konsumsi makanan
proses perubahan karbohidrat berlemak terutama lemak hewani
kompleks menjadi disakarida yang kaya akan asam lemak
karena enzim ptialin menurun. jenuh dan kolesterol.1
Dari hasil penelitian ini
Distribusi Frekuensi Asupan didapatkan lebih banyak lansia
Protein yang kekurangan asupan lemak
Berdasarkan hasil penelitian dari pada yang cukup karena
didapatkan responden yang asupan berdasarkan data susunan
protein kurang berjumlah 30 makanan di Panti Sosial Tresna
responden (54,5%) dan yang Werdha Natar Lampung Selatan
asupan protein cukup berjumlah 25 sedikit menggunakan sumber
responden (45,5%). Menurut lemak dalam konsumsi makanan
Fatmah (2010) kebutuhan protein sehari-hari.
cenderung tetap karena proses
regenerasi tubuh akan terus Hubungan Asupan Karbohidrat
berjalan sesuai laju regenerasi sel dengan Status Gizi Pada Lansia
yang terjadi. Penurunan asupan Hasil uji statistik chi square
protein dapat berpengaruh besar didapatkan p value = 0,000 yang
pada penurunan fungsi sel, berarti bahwa ada hubungan
sehingga seringkali terjadi antara asupan karbohidrat dengan
penurunan massa otot, penurunan status gizi pada lansia di UPTD
daya tahan tubuh terhadap Pelayanan Sosial Tresna Werdha
penyakit, dll.1 Natar Lampung Selatan. Kemudian
Dari hasil penelitian ini diperoleh OR= 15,300 yang berarti
didapatkan lebih banyak lansia bahwa orang dengan asupan
yang kekurangan asupan protein karbohidrat yang kurang akan
dari pada yang asupan proteinnya
berisiko memiliki status gizi kurang
cukup walaupun disana ada Ahli
sebesar 15,300 kali lebih besar
Gizi yang mengatur pola makan
dibandingkan asupan karbohidrat
lansia dan asupan protein yang
yang cukup. Dan didapatkan
diberikan jumlahnya sama pada
Convidence Interval 4,035-58,021
setiap lansia, oleh karena itu
masih banyak lansia yang tidak dengan selisih OR dan Upper
menghabiskan makanan yang 42,721 dan selisih OR dan Lower
sudah disiapkan, hal ini bisa 11,265 yang menandakan bahwa
disebabkan karena lansia yang tingkat kepercayaan pada
bosan dengan menu makanannya penelitian ini adalah cukup rendah.
dan juga ada lansia yang Karena menurut teori dari
intoleransi terhadap laktosa, dan Simanjuntak (2010) bahwa status
sumber protein lainnya. gizi bukan hanya dipengaruhi oleh
asupan karbohidrat saja melainkan
Distribusi Frekuensi banyak faktor yang
Asupan Lemak mempengaruhinya salah satunya
Berdasarkan hasil penelitian yaitu jenis kelamin, tingkat
didapatkan responden yang pendidikan, status perkawinan,
asupan lemaknya kurang faktor lingkungan, riwayat sakit
berjumlah 36 responden (65,5%) dan perubahan fisiologis.

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, April 2018 160
Hal ini juga sesuai dengan Interval 2,467-33,334 dengan
teori yang ada, bahwa menurut selisih OR dan Upper 24,266 dan
Sediaoetama tahun (2010) bahwa selisih OR dan Lower 7,732 yang
konsumsi karbohidrat dapat menandakan bahwa tingkat
mempengaruhi status gizi karena kepercayaan pada penelitian ini
karbohidrat berlebih akan disimpan adalah cukup rendah, karena
dalam bentuk glikogen dalam menurut teori dari Simanjuntak
jaringan otot dan juga dalam (2010) bahwa status gizi
bentuk lemak yang akan disimpan dipengaruhi oleh banyak faktor.11
dalam jaringan-jaringan adiposa Hal ini juga sesuai dengan
seperti perut, bagian bawah kulit.7 teori yang ada menurut Napitulu
(2002) bahwa, protein adalah
Hal ini karena karbohidrat
bagian dari sel hidup dan
merupakan salah satu
merupakan bagian terbesar
penyumbang energi terbesar dalam
sesudah air. Protein juga
tubuh dan menurut Paath dkk merupakan sumber energi yang
(2004), nasi merupakan sumber ekivalen dengan karbohidrat. Jika
karbohidrat yang paling banyak tubuh dalam kondisi kekurangan
dikonsumsi oleh sebagian besar zat sumber energi yaitu
masyarakat di Indonesia.8 Menurut karbohidrat dan lemak, maka
Nazari (2011) menyatakan bahwa tubuh akan menggunakan protein
hal ini yang menyebabkan adanya untuk membentuk energi dan
hubungan antara frekuensi mengalahkan fungsi utamanya
konsumsi nasi dengan status gizi sebagai zat pembangun.12
responden.9 Menurut Akmal (2012) Lansia
Hasil penelitian ini sejalan yang status gizinya menurun lebih
dengan penelitian Ade dkk (2013) mudah terserang penyakit.
yang berjudul “Hubungan Pola Penyakit yang muncul sering
Makan, Aktivitas Fisik, Sikap, dan melibatkan sistem kekebalan
Pengetahuan Tentang Obesitas tubuh yang seharusnya memadai.
Dengan Status GiziPegawai Negeri Sistem kekebalan sendiri
Sipil di Kantor Dinas Kesehatan membutuhkan protein sebagai
Provinsi Jawa Timur”. 10 Mengenai bahan pokok pembentuk barrier
pola makan responden, diketahui adaptif di dalam tubuh lansia.13
bahwa terdapat hubungan antara Hasil penelitian ini sejalan
frekuensi konsumsi nasi dengan dengan penelitian yang dilakukan
status gizi (p value = 0,015). Sumardilah D. dkk. pada tahun
2012 yang berjudul “Analisis Faktor
Hubungan Asupan Protein Determinan Status Gizi Lansia
dengan Status Gizi Pada Penghuni Panti Werdha Bhakti
Lansia Yusua Kabupaten Lampung
Hasil uji statistik chi square Selatan, yang menujukkan bahwa
didapatkan p value = 0,000( ada hubungan antara asupan
<0,05) yang berarti bahwa ada protein dengan status gizi pada
hubungan antara asupan protein lansia di Panti Werdha Bhakti Yusua
dengan status gizi pada lansia di kabupaten Lampung Selatan. Dari
UPTD Pelayanan Sosial Tresna hasil pengolahan data
Werdha Natar Lampung Selatan. menggunakan Chi-Square
Kemudian diperoleh OR= 9,068 didapatkan p value ≤ 0.05 yaitu
yang berarti bahwa orang dengan 0.042 ≤ 0.05 yang artinya H 0
asupan protein yang kurang akan ditolak dan dapat disimpulkan
berisiko memiliki status gizi kurang bahwa ada hubungan antara
sebesar 9,068 kali lebih besar asupan protein dengan status
dibandingkan asupan protein yang gizi.14
cukup. Dan didapatkan Convidence

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, April 2018 161
Hubungan Asupan lemak Karbohidrat Dan Lemak
dengan Status Gizi Pada Dengan Status Obesitas Pada
Lansia Lansia Di Posyandu Lansia Wedra
Hasil uji statistik chi square Utama Purwosari” pada
didapatkan p value = 0,263 ( penelitiannya didapatkan p value=
>0,05) yang berarti bahwa tidak 0.136. Yang artinya Tidak ada
ada hubungan antara asupan lemak hubungan antara asupan lemak
dengan status gizi pada lansia di dengan status gizi.16
UPTD Pelayanan Sosial Tresna
Werdha Natar Lampung Selatan. Kesimpulan
Kemudian diperoleh OR= 1,939 Berdasarkan hasil analisis dan
yang berarti bahwa orang dengan pembahasan dalam penelitian ini,
asupan lemak yang kurang akan maka dapat diambil kesimpulan
berisiko memiliki status gizi kurang sebagai berikut:
sebesar 1,939 kali lebih besar 1. Diketahui karakteristik
dibandingkan asupan lemak yang responden berdasarkan:
cukup. Dan didapatkan Convidence a. Jenis kelamin
Interval 0.603-6,233 dengan selisih Didapatkan 29 responden
OR dan Upper 4,294 dan selisih OR (52,7%) berjenis kelamin laki-
dan Lower 1,336 yang menandakan laki sedangkan 26 responden
bahwa tingkat kepercayaan pada (47,3%) berjenis kelamin
penelitian ini adalah cukup rendah, perempuan di UPTD Pelayanan
karena menurut teori dari Sosial Tresna Werdha, Natar
Simanjuntak (2010) bahwa status Lampung Selatan.
gizi dipengaruhi oleh banyak b. Status gizi
faktor.11 Didapatkan 32 responden
Menurut peneliti pada (58,2%) dengan status gizi
responden dengan nilai minimum normal sedangkan 23
asupan lemak jarang responden (41,8%) dengan
mengkonsumsi sumber lemak status gizi kurang di UPTD
seperti lauk hewani dan pengunaan Pelayanan Sosial Tresna
minyak dalam pengolahan bahan Werdha, Natar Lampung
makanan, dalam sehari-harinya Selatan.
responden lebih banyak c. Asupan karbohidrat
mengkonsumsi sayuran. Didapatkan 33 responden
Hal ini tidak sejalan dengan (60,0%) dengan asupan
teori, menurut Fatmah (2010) karbohidrat cukup sedangkan 22
Lemak adalah penyumbang energi responden (40,0%) dengan
terbesar per gramnya asupan karbohidrat kurang di
dibandingkan penghasil energi UPTD Pelayanan Sosial Tresna
yang lain (karbohidrat dan Werdha, Natar Lampung
protein).1 Menurut Almatsier Selatan.
(2010) bila konsumsi energi d. Asupan protein
terlalu rendah dari kebutuhan Didapatkan 25 responden
akan menyebabkan berat badan (45,5%) dengan asupan protein
kurang, sebaliknya bila konsumsi cukup sedangkan 30 responden
energi terlalu tinggi dari yang (54,5%) dengan asupan protein
dibutuhkan maka akan kurang di UPTD Pelayanan Sosial
menyebabkan berat badan Tresna Werdha, Natar Lampung
berlebih.15 Selatan.
Tetapi, hal ini sejalan dengan
e. Asupan lemak
penelitian Novia (2017) yang
Didapatkan 19 responden
berjudul
(34,5%) dengan asupan lemak
“Hubungan Asupan Energi,
cukup sedangkan 36 responden

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, April 2018 162
(65,5%) dengan asupan lemak Perempuan yang Mengalami
kurang di UPTD Pelayanan Sosial Menarche pada Usia ≤ 12
Tresna Werdha, Natar Lampung Tahun. Skripsi. Surabaya:
Selatan. Universitas Airlangga.
2. Diketahui hubungan antara 10. Ade, dkk. (2013). Hubungan
asupan karbohidrat dengan Pola Makan, Aktivitas
status gizi didapatkan nilai p Fisik,Sikap, dan
value=0,000 dan OR=15,300. Pengetahuan tentang Obesitas
3. Diketahui hubungan antara dengan StatusGiziPegawai
asupan protein dengan status Negeri Sipil di Kantor Dinas
gizi didapatkan nilai p Kesehatan Provinsi Jawa
value=0,000 dan OR=9,068. Timur.Media Gizi Indonesia. Vol
4. Diketahui hubungan antara 9, No.1. Diakses melalui
asupan lemak dengan status gizi http://journal.unair.ac.id/filerPD
didapatkan nilai p value 0,263 F/ mgi512ac5572ffull.pdf pada
dan OR=1,939. 13 Februari 2018
11. Simanjuntak, E. (2010). Status
Daftar Pustaka Gizi Lanjut Usia di Daerah
1. Fatmah. (2010). Gizi Usia Pedesaan, Kecamatan Porsea,
Lanjut. Jakarta: Erlangga Kabupaten Toba Samosir,
Medical Series. Provinsi Sumatera Utara (artikel
2. WHO. (2015). Global Health penelitian). Depok. Fakultas
Observatory data repository. Kesehatan Masyarakat
Diakses pada tanggal 13 Januari Indonesia. Hlm 18-23.
2018 dari 12. Natipulu H. (2002). Faktor-
http://apps.who.int/gho/data/vi faktor yang Berhubungan
ew.m ain.60750?lang=en dengan Status Gizi Lanjut Usia
3. BKKBN. (2012). Survei (lansia). Jurnal Gizi dan
demografi dan kesehatan Pangan.1-12.
Indonesia 2012: Kesehatan 13. Akmal, Hilda F. (2012)
Reproduksi Remaja. Jakarta: Perbedaan Asupan Energi,
BKKBN. Protein, Aktivitas Fisik dan
4. Darmojo. (2015). Status Gizi Antara Lansia Yang
Geriatri (Ilmu Kesehatan Mengikuti dan Tidak Mengikuti
Usia Lanjut), Edisi 5, Jakarta : Senam Bugar Lansia. Semarang:
Balai Penerbit FKUI. FK UNDIP.
5. Sastroasmoro, S. Sofyan I. 14. Sumardilah & Amperaningsih.
(2014). DasarDasar Metodologi (2012). Analisis Faktor
Penelitian Klinis Edisi ke 5, Determinan Status Gizi Lansia
Jakarta:CV. Sagung Seto. Penghuni Panti Werda Bhakti
6. Supariasa I. D. N. (2016). Yusua Kabupate Lampung
Penilaian Status Gizi. Edited by Selatan. Volume VIII, No. 1.
Monica Ester. Jakarta : EGC. Diakses melalui poltekkes-
7. Sediaoetama, A. (2010). Ilmu tjk.ac.id/ejurnal/index.php/JKEP
Gizi. Jakarta: Dian Rakyat. /art icle/view/140/132 pada 13
8. Paath, Francin E., Rumdasih Y., Februari 2018.
Heryati. (2004). Gizi dalam 15. Almatsier, S. (2010). Prinsip
Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT
ECG. Gramedia Pustaka Utama.
9. Nazari, Peni Ernidya. 16. Novia. (2017). Hubungan
(2011). Hubungan antara Body Asupan Energi, Karbohidrat
Image, Asupan Zat Gizi dengan dan Lemak Dengan Obesitas
Status Gizi dan Kejadian Pada Lansia Di Posyandu Lansia
Dysmenorrhea Primer Anak Wedra Utama Purwosari.
Diakses melalui

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, April 2018 163
eprints.ums.ac.id/49874/23/H ALAMAN%20DEPAN.pdf

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, April 2018 164

Anda mungkin juga menyukai