Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Sdr.

C DENGAN RISIKO
PERILAKU KEKERASAN DI RUANG SADEWA INSTALANSI
PELAYANAN KESEHATAN JIWA TERPADU
RSUD BANYUMAS

Disusun Oleh :
Raniya Suhesti
17.002

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SERULINGMAS CILACAP
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
“Asuhan Keperawatan Pada Sdr. C Dengan Risiko Perilaku Kekerasan di Ruang
Sadewa RSUD Banyumas”.

Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari masih banyak terdapat


kekurangan-kekurangan baik dari segi penulisan, penyusunan maupun dari segi
isinya, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca dan dosen pembimbing, sehingga penyusunan selanjutnya dapat lebih
sempurna

Penulis mengharapkan semoga laporan asuhan keperawatan ini dapat berguna


dan bermanfaat bagi pembaca.

Cilacap, 09 April 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL....................................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................3
C. Tujuan...............................................................................................................3
D. Manfaat.............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep dasar.....................................................................................................5
1. Definisi.........................................................................................................5
2. Etiologi.........................................................................................................5
3. Rentang respon.............................................................................................6
4. Proses terjadinya amuk.................................................................................7
5. Pohon masalah..............................................................................................8
6. Tanda gejala.................................................................................................8
7. penatalaksanaan............................................................................................9
B. Konsep keperawatan.......................................................................................10
1. Pengkajian.................................................................................................10
2. Diagnosa keperawatan..............................................................................11
3. Interverensi...............................................................................................11
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian.......................................................................................................13
B. Analisa data.....................................................................................................20
C. Pohon masalah................................................................................................20
D. Intrvensi/Strategi pelaksanaan........................................................................21
E. Implementasi...................................................................................................22
F. Evaluasi ..........................................................................................................23

3
BAB IV PEMBAHASAN
A. Resume Asuhan Keperawatan.........................................................................24
1. Pengkajian.................................................................................................24
2. Diagnosa ...................................................................................................25
3. Intervensi...................................................................................................26
4. Implementasi ............................................................................................27
5. evaluasi......................................................................................................27
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN........................................................................................28
B. SARAN....................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah berbagai
karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan
kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Kesehatan jiwa
menurut UU No. 18 tahun 2014 adalah kondisi dimana seseorang individu
tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja
secara produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
Gangguan jiwa merupakan sindrom atau pola perilaku yang secara klinis
bermakna yang berkaitan langsung dengan distress (penderitaan) dan
menimbulkan hendaya (disabilitas) pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia
(Keliat. 2012).
Angka kejadian berdasarkan World Health Organization (WHO) jumlah
penderita gangguan jiwa diseluruh dunia mencapai hampir 450 juta orang, dimana
sepertiganya berdomisili di negara-negara berkembang. Data ini diperkuat dengan
data dan fakta bahwa hampir separuh populasi dunia tinggal di negara dimana
satu orang psikiater melayani 200.000 orang. Perkembangan kebudayaan
masyarakat banyak membawa perubahan dalam segi kehidupan manusia. Setiap
perubahan situasi kehidupan baik positif maupun negatif dapat mempengaruhi
keseimbangan fisik, mental, dan psikososial seperti bencana dan konflik yang
dialami sehingga berdampak sangat besar terhadap kesehatan jiwa seseorang yang
berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa (Keliat, 2011).
Riskesdas 2018 yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia menyimpulkan bahwa prevelensi gangguan jiwa bervariasi dimana
prevelensi Rumah tangga dengan ART gangguan jiwa skizofrenia/psikosis
menurut provinsi yang memiliki angka gangguan jiwa tertinggi adalah provinsi
Bali (11%) dan terendah provinsi Kepulauan Riau (3%). Proporsi rumah tangga

5
yang memiliki ART gangguan jiwa skizofrenia/psikosis yang pernah dipasung
dalam rumah tangga sebanyak (14%) dan yang tidak sebanyak (86%), sedangkan
yang pernah melakukan pasung tiga bulan terakhir sebanyak (31,5%) dan yang
tidak sebanyak (68,5%). Proporsi rumah tangga yang memiliki ART gangguan
jiwa skizofrenia/psikosis yang dipasung menurut tempat tinggal 2013-2018
pernah dipasung pada tahun 2013 di Indonesia sebanyak (14,3%) dimana
perkotaan (10,7%) dan perdesaan (18,2%).
Di Indonesia pada tahun 2018 ada (14%) dimana perkotaan (10,7%) dan
perdesaan (17,7%). Sedangkan dalam kurun waktu tiga bulan terkahir pada tahun
2018 di Indonesia (31,5%) dimana perdesaan (31,1%) dan perkotaan (31.1%).
Serta berdasarkan cakupan pengobatan gangguan jiwa skizofrenia/psikosis yang
berobat (84,9%), tidak berobat (15,1), minum obat rutin (48,9%) dan tidak rutin
(51,1%). Riset kesehatan dasar tahun 2018 alasan tidak minum obat 1 bulan
terakhir yang merasa sudah sehat (36,1%), tidak rutin berobat (33,7%) tidak
mampu membeli obat rutin (23,6%), tidak tahan ESO (7%), sering lupa (6.1%),
merasa dosis tidak sesuai (6,1%), obat tidak tersedia (2,4%), dan lainnya (32%)
(Riskesdas,2018).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka
perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk
yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan.
( Dermawan dan Rusdi, 2013).
Dampak yang ditimbulkan oleh pasien yang mengalami perilaku kekerasan
yaitu kehilangan kontrol akan dirinya, dimana pasien akan dikuasi oleh rasa
amarahnya sehingga pasien dapat melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan,
bila tidak ditangani dengan baik maka perilaku kekerasan dapat mengakibatkan
kehilangan kontrol, risiko kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain serta
lingkungan, sehingga adapun upaya-upaya penanganan perilaku kekerasan yaitu

6
mengatasi strees termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme
pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri, bersama pasien
mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan dan terapi
medik.

B. RUMUSAN MASALAH
“Bagaimana gambaran asuhan keperawatan pada sdr. C dengan Resiko
Perilaku Kekerasan?”

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan
pemberian asuhan keperawatan pada sdr. C dengan Resiko Perilaku
Kekerasan di RSUD Banyumas.
2. Tujuan Khusus
Laporan ini dibuat untuk mengidentifikasi penulisan Asuhan Keperawatan
pada Sdr.R dengan Resiko Perilaku Kekerasan di Ruang Sadewa RSUD
Banyumas dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, dan evaluasi keperawatan yang meliputi :
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien Resiko Perilaku
Kekerasan.
b. Mahasiswa dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien Resiko
Perilaku Kekerasan.
c. Mahasiswa dapat merumuskan intervensi keperawatan dan implementasi
pada pasien Resiko Perilaku Kekerasan.
d. Mahasiswa dapat mengevaluasi tindakan yang muncul.

7
D. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi penulis
a. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang penanganan koping stress
pada pasien dengan Resiko Perilaku Kekerasan.
b. Meningkatkan keterampilan dalam melakukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan Resiko Perilaku Kekerasan.
2. Profesi Keperawatan
Sebagai bahan masukkan dan informasi perawat yang ada di rumah sakit
dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa khususnya
dengan Resiko Perilaku Kekerasan.
3. Bagi Institusi
Sebagai bahan masukkan dan informasi bagi perawat yang ada di rumah
sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa
khususnya dengan kasus Resiko Perilaku Kekerasan.
4. Pendidikan
Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk institusi
pendidikan D III Keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
dimasa yang akan datang.

8
BAB II

LANDASAN TEORI

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan marah, perasaan frustasi dan
benci kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungannya (Yosep, 2012).
Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respon marah yang
paling maladaptive yaitu amuk, yang menyebabkan individu hilang kendali
perilaku seseorang yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan (Yusuf, Fitriyasari & Nihayati, 2015).
Resiko perilaku kekerasan merupakan sebuah perilaku yang diperlihatkan
oleh individu baik berupa ancaman fisik, emosional yang dapat melukai orang
lain atau merusak lingkungan yang dapat menimbulkan kerugian untuk diri
sendiri atau orang lain (Herdman, 2012).
Resiko perilaku kekerasan adalah perilaku yang menyertai marah dan
merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk dekstruktif dan masih
terkontrol (Yosep, 2010).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa resiko perilaku
kekerasan merupakan perilaku yang terlihat dari individu berupa ancaman
yang bisa menjadi keadaan marah menyebabkan individu hilang kendali
perilaku seseorang yang dapat melukai diri sendiri, orang lain atau
lingkungan.
2. Etiologi
Penyebab risiko perilaku kekerasan menurut Nurhalimah (2016) adalah :
a. Faktor presdiposisi
1) Biologi
Hal yang dikaji adalah faktor herediter yaitu adanya anggota
keluarganya yang sering memperlihatkan perilaku kekerasan, adanya

9
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, adanya riwayat
penyakit atau trauma kepala dan riwayat penggunaan NAPZA.
2) Faktor psikologis
Pengalaman marah merupakan respon psikologis terhadap stimulus
eksternal internal maupun lingkungan, perilaku kekerasan terjadi
sebagai hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila
keinginanan individu untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan.
3) Faktor sosiokultural
Teori social lingkungan menyatakan bahwa lingkungan social dapat
mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah. Norma
dan budaya dapat mendukung individu untuk merespon asertif/agresif.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu bersifat
unik. Stressor tersebut merupakan penyebab yang berasal dari dalam atau
luar individu.
Faktor dalam individu meliputi kehilangan relasi atau hubungan
dengan orang yang dicintai, berarti (cerai, putus pacar, kematian),
kehilangan rasa cinta dan kekawatiran terhadap penyakit fisik. Sedangkan
faktor dari luar individu meliputi serangan fisik, lingkungan, kritikan yang
mengarah kepenghinaan, tindakan kekerasan.
3. Rentang respon
Marah yang dialami oleh setiap individu memiliki rentang yang dimulai
dari respon adaptif ke respon maladaptive (Nurhalimah, 2016).
Respon asertif respon maladaptive

Asertif frustasi pasif agresif amuk

Keterangan

Asertif : kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain

10
Frustasi : kegagalan mencapai tujuan karena tidak terealistis/terhambat

Pasif : respon lanjutan dimana pasien tidak mampu mengungkapkan


perasaannya.

Agresif : perilaku dekstruktif tetapi masih terkontrol

Amuk : perilaku dekstruktif tidak terkontrol

4. Proses terjadinya amuk


Amuk merupakan respon kemarahan yang paling maladaptive ditandai
dengan perasaan marah, bermusuhan yang kuat yang didasari hilangnya
control yang dapat melukai diri sendiri, orang lain maupun merusak
lingkungannya. Amuk adalah respon adanya stress, rasa cemas, harga diri
rendah, rasa bersalah, putus asa dan tidakberdayaan.
Respon marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal. Secara
internal dapat berupa perilaku dekstruktif agresif. Respon marah dapat
diungkapan melalui mengungkapkan secara verbal, menekan dan menentang.
Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif mengungkapkan
kata-kata yang dapat dimengerti atau diterima tanpa menyakiti orang lain akan
memberikan kegagalan terhadap individu apabila perasaan marah
diekspresikan dengan perilaku agresif dan menantang, biasanya dilakukan
karena ia merasa kuat (Yusuf, Fitriyasari & Nihayati, 2015).

11
5. Pohon masalah

Risiko menciderai diri sendiri, &


orang lain
Perilaku kekerasan
Afek

Gangguan persepsi sensori: halusinasi

Deficit perawatan diri


Isolasi social
Afek
Gangguan persepsi
Cor problem Harga diri rendah pikir: waham

kausa Koping individu tidak efektif

(Sumber : Keliat, 2012)

6. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan
pasien dan didukung hasil observasi menurut Nurhalimah (2016) adalah :
a. Data subyektif
1) Ungkapan berupa ancaman
2) Ungkapan kata-kata kasar
3) Ungkapan ingin memukul/melukai
b. Data obyektif
1) Wajah memerah
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Berbicara kasar
6) Suara tinggi, berteriak

12
7) Mondar mandir
8) Melempar, memukul benda/orang lain

7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan menurut
Nurahalimah (2016) adalah:
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekpresi marah perlu perawatan dan pengelolaan obat yang
mempunyai dosis efektif tinggi seperti Clorptomazine HCL, yang berguna
untuk mengendalikan psikomotornya, apabila tidak ada dapat
mengguanakan dosis efektif rendah meskipun mempunyai efek anti
tegang, anastesi dan antikoagulan.
b. Terapi akupasi
Terapi ini sebagai terapi medis untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi seperti membeca koran,
bermain catur, terapi ini merupakan langkah yang harus dilakukan untuk
rehabilitasi.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat
membantu keluarga agar dapat melakukan 5 tugas keluarga yaitu
mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan, memberikan
pearwatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang
sehat dan mengguanakan fasilitas kesehatan yang ada.
d. Terapi sensorik
Terapi yang mengubah perilaku maladaptive menjadi adaptif dengan
melakukan tindakan yang ditujukan ke fisik pasien.

13
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau Electronic Convulsive Teraphy (ECT) adalah
bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang menangani Skizofrenia
membutuhkan 20-30 kali, biasanya dilakukan 2-3 hari (Eko, 2014).

B. KONSEP KEPERWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien
dan keluarga. tanda gejala perilaku kekerasan dapat ditemukan dengan
wawancara melalui pertanyaan sebagai berikut menurut Nurhalimah (2016)
adalah:
a. Coba ceritakan ada kejadian apa/apa yang menyebabkan anda marah?
b. Coba anda ceritakan apa yang anda rasakan ketika marah?
c. Perasaan ceritakan apa yang anda rasakan ketika marah?
d. Perasaan apa yang anda rasakan ketika anda marah?
e. Sikap/perilaku/tindakan apa yang anda takutkan?
f. Apa akibat dari cara marah yang anda lakukan?
g. Apakah dengan cara yang digunakan penyebab marah anda hilang?
h. Menurut anda apakah ada cara lain untuk mengungkapkan kemarahan
anda?

Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan yang ditemukan melalui observasi
adalah sebagai berikut:

a. Wajah memerah dan tegang


b. Pandangan tajam
c. Menyiapkan rahang dengan kuat
d. Menyepalkan tangan
e. Bicara kasar

14
f. Mondar mandir
g. Nada suara tinggi, menjerit/berteriak
h. Melempar/memukul benda/orang lain
2. Diagnose
a. Risiko perilaku kekerasan
b. Gangguan persepsi sensori:halusinasi
c. Harga diri rendah
3. Intervensi/Strategi pelaksanaan
a. Risiko perilaku kekerasan
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 pertemuan
diharapkan pasien dapat mengntrol marah yang dialami dengan criteria
hasil:
a) Pasien mampu mengidentifikasi penyebab, tanda gejala, waktu dan
akibat dari perilaku kekerasan
b) Pasien mampu melaksanakan latihan fisik yaitu tarik nafas dalam
dan pukul bantal atau kasur
c) Paien mampu mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal
yaitu mengungkapkan meminta dan menolak dengan benar
d) Pasien mampu minum obat dengan menyebutkan 6 benar minum
obat
e) Pasien mampu melakukan kegiatan spiritual
2) Strategi pelaksanaan
SP 1
a) Indentifikasi penyebab, tanda gejala perilaku kekerasan dan
akibatnya
b) Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan:fisik, obat, verbal dan
spiritual
c) Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik
yaitu tarik nafas dalam dan pukul bantal/kasur

15
d) Masukan latihan fisik ke jadwal kegiatan harian

SP 2

a) Evaluasi kegiatan latihan fisik tarik nafas dalam, pukul


bantal/kasur
b) Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat.
Sebutkan 6 benar minum obat(jenis, guna, dosis, ferekuensi, cara,
kontinuitas minum obat).
c) Masukan latihan fisik, minum obat kejadwal kegiatan
SP 3
a) Evaluasi kegiatan latihan fisik minum obat. Beri pujian
b) Latih cara mengontrol perilaku kekerasan secara verbal(3 cara
yaitu mengungkapkan, meminta, dan menolak) dengan baik.
c) Masukan kegiatan latihan fisik, minum obat dan verbal ke jadwal
kegiatan harian

SP 4

a) Evaluasi kegiatan latihan fisik, minum obat, dan verbal. Beri


pujian
b) Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan spiritual (2
kegiatan)
c) Masukan latihan fisik, minum obat, verbal dan spiritual kejadwal
harian

SP 5

a) Evaluasi kegiatan latihan fisik, minum obat, verbal dan spiritual.


Beri pujian
b) Nilai kemampuan yang telah mandiri
c) Nilai apakah PK teratasi.

16
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Tn. C berumur 20 tahun dengan jenis kelamin laki-laki, pendidikan
terakhir SMP, pekerjaan sebagai buruh, beragama islam, suku/bangsanya
jawa. Tn. C beralamat di Karangbintung 06/01 kecamatan Gandrungmangu
Kabupaten Cilacap. Tanggal masuk 26 Januari 2020, no rekam medic
008570xx dengan diagnose medis Skizofrenia.
2. Alasan masuk
Pasien dibawa kerumah sakit Banyumas tanggal 26 Januari 2020 lewat
IGD kemuadian dibawa ke ruang Sadewa dengan keluhan pasien marah-
marah dan mengamuk ingin beli motor sudah 3 hari. Pasien saat marah ingin
menyeburkan diri ke kali. Tn.C selalu kepikiran ingin beli motor tetapi belum
cukup uang dan suka tertawa sendiri.
3. Faktor presdiposisi
Pasien mengatakan pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu sejak
2018 pada bulan November, kambuhan dan dibawa kerumah sakit sudah 3
kali terakhir pada bulan Mei tahun 2019. Pasien mengatakan kata dokter
pasien sudah sembuh pengobatan rutin dan berhasil. Pasien tidak pernah
mengalami aniyaya fisik maupun seksual. Pasien pernah mengalami
kehilangan saat motor hasil jerih payahnya hilang dicuri pada tahun 2018
sekitar bulan Agustus. Pasien tidak pernah melakukan tindakan kriminal.
Didalam anggota keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
Pasien pernah mengalami pengalaman yang tidak mengenakan yaitu ditabrak
orang tidak sadarkan diri motor dan tasnya diambil orang.

17
4. Faktor presipitasi
Pasien mengatakan sudah tidak control dan tidak mau minum obat
selama 3 bulan. Selalu kepikiran motor karena ingin sekali beli motor lagi.
5. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik pada Sdr C didapatkan hasil keadaan umum
baik, kesadaran komposmentis, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 80
kali/menit, suhu 36˚C, respirasi rate 20 kali/menit. Berat badan 50 kg, tinggi
badan 169 cm. pasien tidak mempunyai keluhan fisik. Riwayat pengobatan
penyakit fisik tidak ada.
6. Psikososial
a. Genogram

Sdr C merupakan anak terakhir dari enam bersaudara. Kakanya laki-


laki semua. Kakak nomer 1-4 sudah menikah dan sudah pisah rumah.
Kaka nomer 5 belum menikah dan kerja dijakarta. Sdr C tinggal dengan
bapak ibunya dirumah. Komunikasi dengan keluarga efektif. Pasien
mengatakan orang yang paling dekat dengannya yaitu ibunya.

18
b. Konsep diri
1) Gambaran diri
Pasien mengatakan bagian tubuh yang disukai yaitu wajahnya karena
ganteng dan paling tidak disukai yaitu tubunya karena kurus.
2) Identitas
Pasien mengatakan belum menikah, pasien puas dengan dirinya
sebagai laki-laki dan menyukai lawan jenis, pasien pernah dekat
dengan seorang wanita. Sebelum masuk rumah sakit pasien berkerja
sebagai buruh di Bandung dan menyukai pekerjaannya.
3) Peran
Pasien sebagai anak terakhir dan tinggal dengan bapak ibunya
mempunyai beban tanggung jawab. Sekarang belum bekerja lagi dan
belum bisa memberikan uang. Dirumah pasien membantu ibunya
jualan gorengan.
4) Ideal diri
Pasien mengatakan ingin membuka usaha kecil-kecilan dirumah, ingin
membantu kebutuhan orang tua dan ingin membeli motor lagi, pasien
ingin menikah diumur 25 tahun.
5) Harga diri
Pasien mengatakan malu jika kumpul dengan teman-temannya untuk
mengikuti remaja masjid karena tidak punya uang sehingga jarang
keluar rumah.
c. Hubungan social
1) Dirumah
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga baik, pasien lebih dekat
dengan ibunya sering ngobrol dan cerita jika ada masalah kepada
ibunya.
Pasien mengatkan hubungan dengan tetangga sekitar juga baik. Pasien
sering ikut kerja bakti namun tidak pernah ikut remaja masjid karena

19
malu tidak punya uang untuk acara kegiatan pengajian serta lomba,
pasien hanya memberi uang setengahnya.
2) Dirumah sakit
Pasien mengatakan hubungan dengan temannya diruang K akrab,
sering ngobrol dan cerita-cerita.
3) Observasi perilaku terkait yang berhubungan orang lain.
Pasien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain. Komunikasi dengan orang lain juga baik mudah dipahami.
d. Spiritual dan religi
1) Nilai dan keyakinan
Pasien mengatakan percaya adanya tuhan, pasien beragama islam
wajib melakukan solat 5 waktu. Jika ingin sesuatu pasien berdoa
kepada alloh SWT, meminta agar cepat sembuh dan ingin menghirup
udara bebas.
2) Kegiatan ibadah
Pasien mengatakan ibadah 5 waktu saat dirumah maupun dirumah
sakit. Saat bekerja di Bandung pasien tidak pernah solat duhur dan
ashar karena sibuk bekerja.
7. Status mental
a. Penampilan
Sdr C tampak rapih, kuku pendek, pakaian sesuai, rambut panjang. Setiap
pagi mandi dan juga sore, tidak bau badan. Panampilan sesuai tidak ada
yang janggal.
b. Pembicaraan
Sdr C menjawab pertanyaan dengan cepat dan mudah dipahami, jawaban
mudah diterima dan dimengerti. Nada suara jelas apa yang diucapkan,
tampak pasien komunikasi terarah dan tidak emosi.
c. Aktivitas motorik
Tampak pasien gelisah dan tegang, memegangi pintu besi.

20
d. Alam perasaan
Pasien mengatakan sedih ingin cepat pulang bertemu keluarganya.
Tampak raut wajah pasien sedih dan menghadap kebawah.
e. Afek
Sdr C menggunakan afek labil yaitu emosi yang cepat berubah-ubah.
f. Interaksi selama wawancara
Saat dilakukan wawancara Sdr C ada kontak mata namun terkadang sering
menghadap kebawah.

g. Persepsi
Sdr C mengatakan pernah mengalami melihat seorang anak kecil yang
mengajaknya bermain, anak kecil itu laki-laki melambaikan tangan. Anak
kecil itu muncul disiang hari saat sdr C sedang melamun sendiri. Sehari
melihat 2 kali berlarian, pasien hanya ketawa-ketawa sendiri melihat anak
kecil itu berlarian, tampak tidak bicara sendiri.
h. Proses pikir
Proses pikir sdr C sirkumstansial yaitu pembicaraan yang berbelit-berlit
tapi sampai pada tujuan pembicaraan.
i. Isi pikir
Isi pikir sdr C obsensi yaitu pikiran yang selalu muncul walaupun klien
berusaha menghilangkannya.
j. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran pasien bingung, lupa tanggal, lupa hari, ditanya orang
tau terakhir jenguk kapan juga lupa.
k. Memori
Sdr C tidak mengalami gangguan daya ingat. Sdr C dapat mengingat
kejadian yang terjadi lebih dari 1 bulan masih ingat kejadian awal dibawa
ke rumah sakit.

21
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Sdr C dapat berhitung 1-10, diberi soal penjumlahan, pengurangan,
pembagian, perkalian, yang masih mudah dapat menjawab dengan benar.
m. Kemampuan penilaian
Sdr C mengambil keputusan secara mandiri untuk mengambil keputusan
yang sederhana dengan bantuan orang lain.
n. Daya tilik diri
Sdr C tidak menyangkal dirinya mengalami gangguan jiwa, pasien juga
tahu dirinya mengalami gangguan jiwa dan merasa membutuhkan
pengobatan.
8. Kebutuhan persiapan pulang
a. Makan
Pasien diharapkan dapat makan secara mandiri atau dengan bantuan orang
lain.
b. BAB/BAK
Pasien diharapkan dapat BAB/BAK secara mandiri atau dengan bantuan
minimal dan BAB/BAK pada tempatnya.
c. Mandi
Pasien diharapkan dapat mandi dan menjaga kebersihan dirinya secara
mandiri, mandi 2 kali sehari.
d. Berpakaian/berhias
Pasien diharapkan dapat berpakaian dengan seragam atau baju yang sesuai
secara mandiri dengan bantuan minimal.
e. Istirahat/tidur
Tidur siang lama 10.00-12.00, tidur malam lama 22.00-05.00.
f. Penggunaan obat
Pasien diharapkan dapat minum obat secara rutin dan teratur
g. Pemeliharaan kesehatan

22
Pasien diharapkan mendapatkan perawatan lanjutan agar cepat sembuh
dan diharapkan pasien mendapatkan sistem pendukung yang baik.
h. Kegiatan didalam rumah
Pasien diharapkan dapat mempersiapkan makan, menjaga kerapihan
rumah, mencuci pakaian dan pengaturan makanan secara mandiri.
i. Kegiatan diluar rumah
Pasien diharapkan mampu menggunakan transportasi dan menghindarai
hal negative, ikut kegiatan dilingkungan rumahnya.
9. Mekanisme koping
Pasien dalam mengatasi masalah dengan bicara dengan orang lain, mampu
menyelesaikan masalah.
10. Masalah psikososial dan lingkungan
Pasien tidak punya masalah dalam kelompok, lingkungan serta
pendidikannya. Dalam lingkungan pekerjaan di Bandung tidak ada masalah,
dirumah tidak ada masalah. Dalam perekonomian dirumah pasien mengatakan
tidak punya uang karena belum bekerja lagi, hidupnya pas-pasan. Dengan
pelayanan kesehatan tidak ada masalah.
11. Pengetahuan kurang tentang
Sdr C tampak kurang pengetahuan tentang sumber koping dan sistem
pendukung.
12. Aspek medis
a. Diagnose medic : Skizofrenia
b. Terapi medic
1) Clobazam 10 g 3x1
2) Clozapin 250 g 3x1
3) Triheksilpenidil 5g 3x1

23
B. ANALISA DATA

No Data Masalah keperawatan


1. Ds : pasien mengatakan datang keruma sakit dengan Risiko perilaku kekerasan
keluhan marah-marah, mengamuk ingin membeli
motor, selalu kepikiran ingin beli motor tetapi tidak
punya uang. Saat ini pasien mengatakan tidak merasa
marah dan emosian. Pasien tidak control dan minum
obat selama 3 bulan.

Do : tampak pasien gelisah, tegang, raut wajah tidak


tampak sedang marah, tampak pasien tidak emosian.
Riwayat amuk 3 hari dirumah.
2. Ds : pasien mengatakan saat dirumah pernah Ganguan persepsi sensori :
mengalami melihat anak kecil laki-laki yang ingin Halusinasi penglihatan
mengajak bermain, melambaikan tangan. Anak kecil
itu muncul pada siang hari saat sdr C sedang melamun
sendirian. Sehari melihat 2 kali berlarian, pasien hanya
ketawa-ketawa sendiri melihat anak kecil itu berlarian.

Do : tampak pasien komunikasi terarah, tampak tidak


bicara sendiri.

3. Ds: Pasien mengatakan malu jika kumpul dengan Harga diri rendah
teman-temannya untuk mengikuti remaja masjid karena
tidak punya uang sehingga jarang keluar rumah.

Do: Saat dilakukan wawancara Sdr C ada kontak mata


namun terkadang sering menghadap kebawah.

C. POHON MASALAH

Gangguan persepsi sensori: halusinasi

Efek Harga diri rendah

Cor problem Resiko perilaku kekerasan

Kausa Koping individu tidak efektif Regimen obat tidak rutin

(Sumber: Yosep, 2011)

24
D. INTERVENSI/STRATEGI PELAKSANAAN
1. Risiko perilaku kekerasan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali pertemuan
diharapkan pasien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan criteria hasil:
a. Dapat membina hubungan saling percaya
b. Pasien mampu mengidentifikasi penyebab, tanda gejala, waktu dan akibat
dari perilaku kekerasan
c. Pasien mampu melaksanakan latihan fisik yaitu tarik nafas dalam dan
pukul bantal atau kasur
d. Pasien mampu minum obat dengan menyebutkan 6 benar minum obat
e. Pasien mampu mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal yaitu
mengungkapkan meminta dan menolak dengan benar
f. Pasien mampu melakukan kegiatan spiritual

Strategi pelaksanaan

SP 1

a. Indentifikasi penyebab, tanda gejala perilaku kekerasan dan akibatnya


b. Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan:fisik, obat, verbal dan
spiritual
c. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik yaitu tarik
nafas dalam dan pukul bantal/kasur
d. Masukan latihan fisik ke jadwal kegiatan harian

SP 2

a. Evaluasi kegiatan latihan fisik tarik nafas dalam, pukul bantal/kasur


b. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat. Sebutkan 6
benar minum obat(jenis, guna, dosis, ferekuensi, cara, kontinuitas minum
obat).

25
c. Masukan latihan fisik, minum obat kejadwal kegiatan

SP 3

a. Evaluasi kegiatan latihan fisik minum obat. Beri pujian


b. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan secara verbal(3 cara yaitu
mengungkapkan, meminta, dan menolak) dengan baik.
c. Masukan kegiatan latihan fisik, minum obat dan verbal ke jadwal kegiatan
harian.

E. IMPLEMENTASI

Hari/ tanggal Implementasi


5 februari 2020 SP 1
Jam 10.45 1. Membina hubungan saling percaya
Jam 10.50 2. Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala
PK, dan akibat dari PK.
Jam 11.00 3. Menjelaskan cara mengontrol PK: fisik, obat,
verbal dan spiritual.
Jam 11.15 4. Melatih cara mengontrol PK fisik (tarik nafas
dalam dan pukul bantal).
Jam 11.25 5. Memasukan kejadwal kegiatan
06 Februari 2020 SP 2
Jam 11.30 1. Mengevaluasi kegiatan cara mengontrol fisik
tarik nafas dalam dan pukul bantal
Jam 11.35 2. Melatih cara mengontrol PK dengan cara
minum obat (jelaskan 6 benar: jenis, guna,
dosis, frekuensi, kontinuitas minum obat).
Jam 11.45 3. Memasukan kegiatan tarik nafas dalam, pukul
bantal dan obat ke jadwal kegiatan.

26
07 Februari 2020 SP 3
Jam 10.00 1. Mengevaluasi kegiatan cara mengontrol PK
dengan tarik nafas dalam pukul bantal dan
obat.
Jam 10.15 2. Melatih cara mengontrol PK dengan cara
verbal (3 cara: mengungkapkan, meminta,
menolak dengan benar).
Jam 10.25 3. Memasukan kejadwal kegiatan

F. EVALUASI
07 Februari 2020
Jam 13.00
S : pasien megetakan bisa mengendalikan marah, tidak emosian.
O : pasien tampak tenang
A : masalah perilaku kekerasan belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
1. Tarik nafas dalam dan pukul bantal dilakukan 3 kali sehari pada jam
08.00, 13.00, dan 17.00.
2. Cara mengontrol PK dengan minum obat dilakukan 3 kali pagi siang dan
sore setelah makan.
3. Melanjutkan strategi pelaksanaan (SP) selanjutnya sesuai jadwal dan
kontrak.

27
G. KOMUNIKASI TERAUPETIK
SP 1: Membina hubungan saling percaya, identifikasi perasaan marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang sering dilakukan
dan mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik tarik nafas dalam.

Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Perawat : ”Selamat pagi, Saya mahasiswa Stikes Serulingmas Cilacap


yang berjaga pukul 08.00 sampai 14.00. Nama Saya Raniya biasa
dipanggil Raniya. Nama anda siapa?

Sdr C : Nama saya Cahyono

Perawat : Sdr C suka dipanggil siapa?

Sdr C : Saya suka dipanggil cahyono.

Perawat : Tujuan kedatangan saya kesini akan berbincang-bincang tentang


perasaan marah bapak. Bagaimana perasaan Sdr C hari ini ?

Sdr C : Perasaan saya hari ini sedih ingin pulang.

Perawat : Apa keluhan Sdr C hari ini?

Sdr C : Masih kepikiran pengin beli motor.

Perawat : Apakah tidur Sdr C nyenyak?

Sdr C : Tidur saya nyenyak.

Perawat : saya lihat Sdr C sudah tidak marah. Kita akan berbincang-
bincang apakah Sdr C bersedia?

Sdr C : Bersedia.

28
Pewarat : Baiklah berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang ?
Bagaimana kalau 20 menit?

Sdr C : Iya boleh

Perawat : Bapak mau berbincang-bincang dimana?

Sdr C : Disini

Perawat :Baiklah disini saja ya. Dengan topic membahas terkait marahnya
Sdr C.

Perawat : Apa yang menyebabkan bapak marah?

Sdr C : Karena kepikiran pengin beli motor

Perawat : Apakah sebelumnya bapak pernah marah?

Sdr C : Iya pernah marah.

Perawat : Terus penyebabnya apa?

Sdr C : ingin beli motor.

Perawat : Samakah dengan yang sekarang?

Sdr C : Iya sama.

Perawat : Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang
berantakan, makanan yang tidak tersedia, air tak tersedia
( misalnya ini penyebab marah klien), apa yang bapak rasakan?

Sdr C : Saya melotot dan mengepalkan tangan dan ingin memukul.

29
Perawat : Apakah bapak merasa kesal, kemudian dada bapak berdebar-
debar, mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?

Sdr C : Iya seperti itu.

Perawat : Apa yang bapak lakukan selanjutnya?

Sdr C : Ingin mengamuk dan menghancurkan barang-barang dan ingin


memukul orang disekitar.

Perawat : Apakah dengan bapak marah-marah, keadaan jadi lebih baik?

Sdr C : Tidak.

Perawat : Apa akibatnya jika Sdr C marah dengan mengamuk?

Sdr C : Dapat melukai diri sendiri orang lain dan barang-barang menjadi
rusak.

Perawat : Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik selain marah-
marah?

Sdr C : Tidak tahu cara lain untuk mengatasi marah.

Perawat : Maukah bapak belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa


menimbulkan kerugian?

Sdr C : Iya mau mba.

Perawat : Ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari
ini kita belajar satu cara dulu, begini pak, kalau tanda- marah itu
sudah bapak rasakan bapak berdiri lalu tarik nafas dari hidung,
tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut
seperti mengeluarkan kemarahan. Coba lagi pak dan lakukan
sebanyak 5 kali. Bagus sekali bapak sudah dapat melakukan nya.

30
Sdr C : Iya mba saya sudah bisa tarik nafas dalam.

Perawat : Nah sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga
bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa
melakukannya dan cara yang kedua dengan melampiasakan
marah bapak dengan memukul bantal atau kasur. Saya contahkan
ya pak terlebih dahulu tarik nafas dalam kemudian kepalkan
tangan dan pukulkan ke bantal. Bagaimana apakah Sdr C bisa?

Sdr C : (tarik nafas dalam dan pukul bantal)

Perawat : Bagus Sdr C sudah bisa latihan fisik dengan tarik nafas dalam
dan pukul bantal.

Perawat : Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang


kemarahan bapak?

Sdr C : Lebih lega mba.

Perawat : Coba bapak sebutkan penyebab bapak marah dan yang bapak
rasakan dan apa yang bapak lakukan serta akibatnya.

Sdr C : Saya marah karena ingin beli motor lagi, saat saya marah saya
ingin memukul orang dan mengamuk, melotot dan mengepalkan
tanga. Yang saya lakukan merusak barang-barang dirumah dan
akibatnya melukai tangan saya dan barang-barang yang ada
dirumah rusak.

Perawat : Coba bagaimana cara mengontrol marah bapak saat bapak


sedang marah?

Sdr C : (tarik nafas dalam dan pukul bantal)

31
Perawat : Sekarang kita buat jadwal latihan nya ya pak, berapa kali sehari
bapak mau latihan nafas dalam ?

Sdr C : Tiga kali sehari

Perawat : Kita tilis di kertas ya nanti kalau Sdr C melakukan bisa


diconteng ya disinii pagi jam 08.00 siang jam 13.00 dan
sore17.00.

Sdr C : Iya mba.

Perawat : Baik bagaimana kalau besok saat jam makan siang kita latihan
cara lain yaitu dengan minum obat secara teratur?

Sdr C : Baik mba

Perawat : Tempatnya disini saja ya atau dimana Sdr C?

Sdr C : Disini saja.

Perawat : Jam berapa?

Sdr C : Jam 11.30

Pearawat : Baiklah kalau begitu saya permisi terlebih dahulu. Selamat Pagi.

Sdr C : Iya mba. Selamat pagi.

SP 2 : Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat secara


teratur

Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Perawat : Selamat pagiSdr C, masih ingat dengan saya kan?

Sdr C : Iya Mba masih ingat dengan Mba Raniya kan.

32
Perawat : Bagus Sdr C masih ingat. Hari ini Sdr C suka dipanggil siapa?

Sdr C : Suka dipanggil Sdr Cahyono.

Perawat : Tujuan kedatangan saya kemari sesuai dengan kontrak kemarin


ya akan mengajarkan cara mengontrol marah dengan obat.

Perawat : Bagaimana pak, sudah sarapan sudah diminum obatnya, ?

Sdr C : sudah sarapan dan minum obat.

Perawat : Bagaimana perasaan Sdr C hari ini?

Sdr C : Lebih baik mba.

Perawat : Kelihatannya Sdr C sudah lebih baik ya sudah tidak marah.

Sdr C : Iya mba sudah mendingan.

Perawat : Apa bapak sudah mencoba cara yang saya berikan kemarin?

Sdr C : Iya mba sudah saya lakukan.

Perawat : Bapak masih ingat cara yang kemarin kan?

Sdr C : Iya masih ingat mba

Perawat : Coba sdr C lakukan tarik nafas dalam dan pukul bantal.

Sdr C : (tarik nafas dalam dan pukul bantal).

Perawat : Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara
minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah. Apakah
Sdr C bersedia?

Sdr C : Iya mba besedia.

33
Perawat : Dimana enaknya kita berbincang-bincang?

Sdr C : Disini saja mba.

Perawat : Baiklah kita disini saja. Berapa lama bapak mau kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau 15 menit?

Sdr C : Boleh mba 15 menit.

Perawat : Sdr C sudah dapat obat dari dokter?

Sdr C : Iya mba sudah.

Perawat : Berapa macam obat yang bapak minum?

Sdr C : Ada 3 mba.

Perawat : Saya akan jelaskan cara mengontrol marah dengan minum obat:
6 benar minum obat( jenis, guna, dosis, frekuensi, cara,
kontinuitas minum). Ini yang namanya Clobazam fungsinya
mengontrol marah atau penenang dosisnya 10 mg. ini namanya
clozapin gunanya untukmengurangi psikosi dosisnya 250 mg.
Yang ini THP agar Sdr C tidak kaku dan ngiler dosisnya 5 mg.
Obat ini diminum 3 kali sehari, diminum sehabis makan pagi
siang dan sore dengan air putih. Jika Sdr C mulunya kering maka
Sdr C minum air putih yang banyak. Apakah Sdr C sudah paham?

Sdr C : Iya sudah paham.

Perawat : Coba Sdr C jelaskan kembali apa yang sudah saya sampaikan.

Sdr C : (pasien menjelaskan)

Perawat : Bagus. Sdr C sudah bisa mempraktikan.

34
Perawat : Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang
cara kita minum obat yang benar?”

Sdr C : Menyenangkan jadi mengerti fungsi dari obat ini.

Perawat : Coba bapak sebutkan lagi jenis jenis obat yang bapak minum.
Bagaiman cara minum obat yang benar?

Perawat : Ini yang namanya Clobazam fungsinya mengontrol marah atau


penenang dosisnya 10 mg. ini namanya clozapin gunanya
untukmengurangi psikosi dosisnya 250 mg. Yang ini THP agar
Sdr C tidak kaku dan ngiler dosisnya 5 mg. Obat ini diminum 3
kali sehari, diminum sehabis makan pagi siang dan sore dengan
air putih. Jika Sdr C mulunya kering maka Sdr C minum air putih
yang banyak.

Perawat : Bagus ya Sdr C sudah paham. Nah sudah berapa cara


mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?

Sdr C : Ada 2 tarik nafas dalam dan pukul bantal serta obat.

Perawat : Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum


obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya.

Sdr C : Baik mba saya masukan kejadwal kegiatan.

Perawat : Baik, besok kita ketemu lagi untuk latihan dengan cara yang
ketiga, besok sekitar jam 10:00 WIB bagaimana pak? Sdr C mau?

Sdr C : Iya mba mau

Perawat : Sdr C mau berbincang-bincang dimana?

Sdr C : Disini lagi aja mba.

35
Perawat : Baiklah kalau begitu dengan topic mengontrol marah dengan
verbal, selamat istirahat selamat siang.

Sdr C : Iya mba selamat siang.

SP 3 : Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara


verbal/bicara baik.
Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Perawat : Selamat pagi Sdr C

Sdr C : Pagi mba

Perawat : Masih ingat yah, Sdr C hari ini suka dipanggil siapa?

Sdr C : Suka dipanggil Cahyono.

Perawat : Sesuai dengan kontrak yang kemarin kita akan belajar


mengontrol marah dengan cara lain.

Perawat : Bagaimana perasaannya hari ini?

Sdr C : Perasaan saya senang.

Perawat : Dari yang saya lihat Scr C tampak ceria, sesuai dengan janji saya
kemarin sekarang kita ketemu lagi kita akan mengobrol disini ya
kira 15 menit apakah Sdr C bersedia?

Sdr C : Iya mba bersedia.

Perawat : Topiknya mengontrol marah dengan cara verbal. Bagaimana


pak, sudah dilakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal?
Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?
Apakah bapak masih ingat dengan macam-macam obat bapak?

36
Sdr C : Iya mba masih ingat

Perawat : Coba Sdr ulangi apa yang saya ajarkan

Sdr C : (Pasien mengulangi tarik nafas dalam pukul bantal dan obat).

Perawat : bagus ya Sdr C sudah bisa dan masih ingat yang saya ajarkan.
Sekarang kita latihan cara bicara bapak baik untuk mencegah
marah. Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam
atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu
bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya:
1. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain
yang membuat kesal Sdr C dapat mengatakan:’Saya jadi ingin
marah karena perkataan mu itu’. 2. Meminta dengan baik tanpa
marah dengan suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-
kata kasar. Kemarin bapak mengatakan penyebab marahnya
karena ingin beli motor. Coba Sdr C meminta carikan pkerjaan
agar Sdr C dapat mempunyai penghasilan. 3. Menolak dengan
baik, jika ada yang menyuruh dan Sdr C tidak ingin
melakukannya, katakan: ‘maaf saya tidak bisa melakukannya
karena sedang ada kerjaan’. Coba praktekkan.

Sdr C : (Mempraktikan 3 cara dengan mengungkapkan, meminta, dan


menolak).

Perawat : Bagus sdr C sudah bisa mempraktikan. Bagaimana perasaan


bapak setelah bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah
dengan bicara yang baik?

Scr C : Jadi mengeri tentang cara mengontrol marah yang baik dan
dapat mengontrol emosi.

37
Perawat : Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita
pelajari.

Sdr C : Mengontrol marah dengan tarik nafas dalam dan pukul bantal,
meminum obat, dan dengan cara verbal.

Perawat : Bagus sekali. Berapa kali sehari bapak mau latihan bicara yang
baik?

Sdr C : Tiga kali

Perawat : Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari

Sdr C : Baik mba.

Perawat : Bagaimana kalau besok kita belajar lagi menontrol marah.


Apakah Sdr C bersedia?

Sdr C : Iya mba bersedia.

Perawat : Tempatnya disini saja ya atau dimana Sdr C?

Sdr C : Disini saja.

Perawat : Jam berapa?

Sdr C : Jam 10.00

Pearawat : Dengan topic mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan cara
ibadah, baiklah kalau begitu saya permisi terlebih dahulu. Selamat
Pagi.

Sdr C : Iya mba. Selamat pagi.

38
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas Asuhan Keperawatan dengan cara
membandingkan dengan konsep teori pada Bab II. Asuhan Keperawatan pada Tn.
C dengan Risiko Perilaku Kekerasan yang dilaksanakan 3 hari, dimulai pada
tanggal 5 Febuari – 7 Febuari 2020 menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan
evaluasi.
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal atau dasat utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan atau masalah klien (Direja, 2011). Dalam pengumpulan data penulis
menggunakan metode wawancara terhadap klien dan perawat yang merawat
klien langsung. Pengkajian pada sdr C menggunakan metode auto dan allo
anamnesa sesuai dengan kaidah peraturan pengkajian keperawatan, mulai dari
biodata, riwayat kesehatan, pola kesehatan, pengkajian fisik dan didukung
dengan hasil pemeriksaan penunjang.
Faktor presdisposisi dari risiko perilaku kekerasan salah satunya yaitu
faktor psikologis meliputi pengalaman marah merupakan respon psikologis
terhadap stimulus eksternal internal maupun lingkungan, perilaku kekerasan
terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila
keinginanan individu untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan
(Nurhalimah, 2016). Faktor presdiposisi ini sesuai yang ada di kasus sdr C
pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu sejak 2018, kambuhan dan
dibawa kerumah sakit sudah 3 kali. Faktor penyebab kekambuhan diantaranya
pengalaman yang tidak menyenangkanyang dialami pasien atau kejadian yang
yang memicu gangguan jiwa. Hal ini pasien akan memicu pasien mengalami
stressor yang berlebihan. Apabila pasien mengalami stressor berlebihan namun

39
mekanisme kopingnya maladaptive akan membuat pasien mudah mengalami
gangguan jiwa (Rinawati & Alimansur, 2016). Seperti halnya di kasus Sdr. C
bahwa pasien mengalami kehilangan sepeda motornya sehingga pasien merasa
sangat kehilangan.
Adapun faktor presipitasi didapatat pasien mengatakan sudah tidak
control dan tidak mau minum obat selama 3 bulan. Menurut teori pasien
dengan gangguan jiwa harus patuh minum obat untuk mencegah terjadinya
kekambuhan. Kekambuhan adalah suatu keadaan dimana timbulnya kembali
suatu penyakit yang sudah sembuh dan disebabkan oleh beberapa faktor
penyebab. Obat antipsikotik akan bekerja mempengaruhi zat-zat kimia atau
neurotransmitter di dalam otak tertama dopamine. Kadar dopamine terlalu
tinggi akan mengganggu fungsi otak sehingga akan menyebabkan prubahan
prilaku, emosi maupun perasaan. Dampak dari ketidakpatuhan minum obat ini
menimbulkan dampak spikologis dan memperburuk keadaan selama proses
pemulihan. Terapi yang komprehensif dan holistic dan dalam jangka waktu
yang lama dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan
(relapse) ( Mubin & Liviana, 2019).
Peran keluarga sangat penting terhadap pengobatan pasien gangguan
jiwa. Pada umumnya pasien gangguan jiwa belum mampu mengatur dan
mengetahui jadwal dan jenis obat yang akan diminum. Keluarga harus
membimbing dan mengarahkan agar pasien dapat minum obat dengan benar
dan teratur (Fitra, 2013).
Sdr. C merasa malu dengan teman-temannya karena pasien tidak punya
uang untuk ikut kegiatan remaja masid, pasien tidak punya kerjaan saat ini.
Pasien dengan gangguan jiwa seringkali mengalami gangguan pada konsep
diri pasien. Hal ini sesuai dengan teori bahwa yang mengalami gangguan jiwa
adalah yang tidak bekerja. Orang tidak bekerja bisa membuat orang
kehilangan kesempatan untuk mempunyai penghasilan, orang tidak bekerja
juga membuat orang kehilangan kesempatan untuk mengaktualisasikan

40
dirinya. Orang tidak melakukan kegiatan maka sangat memungkinkan orang
mengalami harga diri rendah yang berdampak pada gangguan jiwa (Rinawati
& Alimansur, 2016).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan menurut Direja (2011) merupakan suatu
pernyataan yang menjelaskan respon manusia terhadap status kesehatan/resiko
perubahan dari kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dari memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan, menurun, membatasi dan berubah.
Diagnosa Keperawatan adalah masalah kesehatan aktual atau potensial
dan berdasarkan pendidikan dan pengalaman perawat mampu mengatasinya.
Resiko perilaku kekerasan merupakan sebuah perilaku yang diperlihatkan
oleh individu baik berupa ancaman fisik, emosional yang dapat melukai orang
lain atau merusak lingkungan yang dapat menimbulkan kerugian untuk diri
sendiri atau orang lain (Herdman, 2012). Data yang menunjang pengangkatan
diagnose yaitu pasien mengatakan datang keruma sakit dengan keluhan
marah-marah, mengamuk ingin membeli motor, selalu kepikiran ingin beli
motor tetapi tidak punya uang. Saat ini pasien mengatakan tidak merasa
marah dan emosian. Pasien tidak control dan minum obat selama 3 bulan.
Tampak pasien gelisah, tegang, raut wajah tidak tampak sedang marah,
tampak pasien tidak emosian, dengan riwayat amuk 3 hari dirumah.
Pentingnya dalam membuat pohon masalah menurut Keliat (2009),
harus memperhatikan tiga komponen yang terdapat dalam pohon masalah
yaitu penyebab (cause), masalah utama (core problem) dan akibat (effect).
Dari kasus Sdr C tidak ada kesenjangan antara di kasus dan teori. Dalam teori
menyebutkan koping individu tidak efektif menyebabkan harga diri rendah
yang menjadikan seseorang mengalami gangguan persepsi sensori : halusinasi
dan akibatnya resiko perilaku kekerasan (Keliat, 2012). Namun dalam
kenyataannya koping individu tidak efektif menyebabkan resiko perilaku

41
kekerasan, karena pasien marah serta mengamuk ingin beli motor lagi, pasien
selalu kepikiran ingin membeli motor sehingga pasien mengalami halusinasi
penglihatan. Sehingga antara teori dengan tidak sesuai dengan pohon masalah
pasien.
C. INTERVENSI
Rencana tindakan keperawatan menurut Yosep (2010) yaitu terdiri
dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan rencana tindakan
keperawatan.Umumnya kemampuan pada tujuan khusus dapat dibagi menjadi
tiga aspek yaitu kemampuan kognitif, aspek kemampuan psikomotor, aspek
afektif.
Tindakan keperawatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana
keperawatan yang ditetapkan yaitu melakukan rencana keperawatan pada
diagnose Resiko Perilaku Kekerasan. Diagnosa Resiko Perilaku kekerasan di
lakukan mulai tanggal 5 Febuari – 7 Febuari 2020.
Penulis melakukan rencana keperawatan dengan diagnose risiko
perilaku kekerasan dengan tujuan pasien mampu mampu mengidentifikasi
penyebab, tanda gejala, waktu dan akibat dari perilaku kekerasan, pasien
mampu melaksanakan latihan fisik yaitu tarik nafas dalam dan pukul bantal
atau kasur, pasien mampu minum obat dengan menyebutkan 6 benar minum
obat, pasien mampu mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal yaitu
mengungkapkan meminta dan menolak dengan benar dan pasien mampu
melakukan kegiatan spiritual.
Dalam diagnosa risiko perilaku kekerasan terdapat Strategi
Pelaksanaan (SP) dari SP 1 sampai dengan SP 5. Pada kasus ini penulis dapat
mengajarkan SP 1- SP 3 kepada pasien karena sesuai dengan kondisi pasien.
SP 1 yaitu mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala PK, dan akibat dari
PK. Latih cara mengontrol PK dengan fisik tarik nafas dalam dan pukul
bantal. SP 2 yaitu Melatih cara mengontrol PK dengan cara minum obat
(jelaskan 6 benar: jenis, guna, dosis, frekuensi, kontinuitas minum obat). SP 3

42
mengontrol PK dengan verbal (3 cara: mengungkapkan, meminta dan
menolak dengan benar).
Latihan fisik tarik nafas dalam berpengaruh pada tingkat emosi pasien
resiko perilaku kekerasan. Teknik relaksasi nafas dalam ini memberikan
pengaruh terhadap kemampuan pasien dalam mengandalikan perilaku
kekerasan. Selama dilakukan teknik nafas dalam memberikan relaksasi
pikiran sehingga pasien dengan perilaku kekerasan dapat mengontrol
perilakunya. Setelah dilakukan tarik nafas dalam dilanjutkan dengan pukul
bantal. Terapi aktivitas fisik ini membantu mengontrol marahnya dengan cara
yang adaptif saat mengatasi marahnya (Sujarwo & Liviana, 2018).
Pentinga pasien diajarkan cara minum obat dengan 6 benar yaitu
berfungsi memberikan pengetahuan agar pasien rutin minum obat dan
menganal apa obat yang diminum. Kebanyakan pasien mengalami putus obat
dikarenakan merasa bosan minum obat sehingga menghentikan minum obat,
hal ini menjadi pencetus terjadinya kekambuhan gangguan jiwa (Rinawati &
Alimansur, 2016).
D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Nurjannah, 2004).
Implementasi pada tanggal 05 Febuari yaitu mengidentifikasi penyebab, tanda
dan gejala PK, dan akibat dari PK, menjelaskan cara mengontrol PK: fisik,
obat, verbal dan spiritual, melatih cara mengontrol PK fisik (tarik nafas dalam
dan pukul bantal), dan memasukan kejadwal kegiatan.
Implementasi tanggal 06 Febuari 2020 meliputi mengevaluasi kegiatan
cara mengontrol fisik tarik nafas dalam dan pukul bantal, melatih cara
mengontrol PK dengan cara minum obat (jelaskan 6 benar: jenis, guna, dosis,
frekuensi, kontinuitas minum obat), memasukan kegiatan tarik nafas dalam,
pukul bantal dan obat ke jadwal kegiatan.

43
Implementasi tanggal 07 Febuari 2020 meliputi mengevaluasi kegiatan
cara mengontrol PK dengan tarik nafas dalam pukul bantal dan obat, melatih
cara mengontrol PK dengan cara verbal (3 cara: mengungkapkan, meminta,
menolak dengan benar), memasukan kejadwal kegiatan.
Implementasi yang dilakukan sesuai rencana yang disusun, dan tidak
ada kendala selama dilakukan strategi pelaksanaan. Hal ini di dukung oleh
pasien yang kooperatif sehingga strategi pelaksanaan dapat di
implementasikan sesuai rencana.
E. EVALUASI
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan dengan pendekatan
SOAP sebagai pola pikir menurut (Direja, 2011). Evaluasi pada tanggal 3
Maret-5 Maret 2019 telah dilaksanakan implementasi pada risiko perilaku
kekerasan pasien teratasi karena pasien merasa bisa mengontrol marahnya.

44
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengkajian yang dilakukan pada Sdr C didapatkan hasil faktor
presdiposisi ini sesuai yang ada di kasus sdr C pernah mengalami gangguan
jiwa dimasa lalu sejak 2018, kambuhan dan dibawa kerumah sakit sudah 3
kali. Pasien sudah pengobatan rutin dan berhasil. Pasien tidak pernah
mengalami aniyaya fisik maupun seksual. Pasien pernah mengalami penolakan
saat motor hasil jerih payahnya hilang dicuri. Pasien tidak pernah melakukan
tindakan kriminal. Anggota keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan
jiwa. Pasien pernah mengalami pengalaman yang tidak mengenakan yaitu
ditabrak orang tidak sadarkan diri motor dan tasnya diambil orang. Adapun
faktor presipitasi didapatat Pasien mengatakan sudah tidak control dan tidak
mau minum obat selama 3 bulan. Selalu kepikiran motor karena ingin sekali
beli motor lagi.
Diagnose yang muncul pada kasus yaitu risiko perilaku kekerasan.
Strategi pelaksanaan untuk risiko perilaku kekerasan meliputi SP 1 yaitu
mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala PK, dan akibat dari PK. SP 2
yaitu Melatih cara mengontrol PK dengan cara minum obat (jelaskan 6 benar:
jenis, guna, dosis, frekuensi, kontinuitas minum obat). SP 3 mengontrol PK
dengan cara verbal (3 cara: mengungkapkan, meminta, menolak dengan
benar). Evaluasi pada pasien dilaksanakan implementasi pada risiko perilaku
kekerasan pasien teratasi karena pasien merasa bisa mengontrol marahnya.

45
B. SARAN
Dalam kasus ini penulis akan mengungkapkan beberapa masukan yang
diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan asuhan keperawatan dengan
Risiko Perilaku Kekerasan di ruang Sadewa RSUD Banyumas sebagai berikut :
1. Bagi penulis untuk menyiapkan strategi pelaksanaan dan membina hubungan
saling percaya dengan klien. Penulis harus lebih teliti dalam melakukan
pengkajian.
2. Bagi keperawatan untuk selalu meningkatkan kemampuan dalam memberikan
asuhan keperawatan, membina hubungan saling percaya kepada klien, dan
salam terapeutik supaya lebih professional dalam merawat pasien dan lebih
sabar dalam memberikan pelayanan guna mempercepat proses penyembuhan.
3. Bagi institusi mampu meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih
berkualitas dan professional sehingga dapat tercipta perawat profesional,
terampil, handal dan mampu memberikan asuhan keperawatan jiwa secara
komprehensif.

46
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, R., & Rusdi. (2013). Keperawatan jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Direja, A. H. S (2011). Buku ajar asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Eko, P. (2014). Konsep & aplikasi asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Fitra, M. S. (2013). Hubungan antara faktor kepatuhan mengkonsumsi obat dengan


dukungan keluarga dan lingkungan masyarakat dengan tingkat kekambuhan
pasien skizofrenia di RSJD Surakarta. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Herdman, K. (2012). Diagnosa keperawatan 2015-2017. Jakarta: EGC.

Keliat, B. A. dkk. (2012). Model praktik keperawatan professional jiwa. Jakarta:


EGC.

Mubin, M. F., & Livana. (2019). Hubungan kepatuhan minum obat dengan
kekambuhan skizofrenia paranoid. Jurnal Farmasetis, 8, 1, 21-24.

Nurjannah, I. (2004). Pedoman pada gangguan jiwa. Yogyakarta: Moco Media.

Nurhalimah. (2016). Keperawatan jiwa. Jakarta Sealatan: Pusdik SDM Keperawatan.

Kemenkes RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar: RISKESDAS: Jakarta.

Rinawati, F., & Alimansur, M. (2016). Analisa faktor-faktor penyebab gangguan jiwa
menggunakan pendekatan model adaptasi stress Struart. Jurnal kesehatan, 5,
1, 36-42.

47
Sujarwo & Liviana P. H. (2018). Studi fenomenologi: stategi pelaksanaan yang
efektif untuk mengontrol perilaku kekerasan menurut pasien di ruang rawat
inap laki-laki. Jurnal keperawatan, 6, 1, 29-35.

Yosep, Iyus. (2016). Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa dan advance mental
healt nursing. Bandung: PT Rafika Aditama.

Yusuf, Fitriyasari & Nihayati. (2015). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

48

Anda mungkin juga menyukai