Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Partisipasi

2.1.1 Pengertian Partisipasi

Kennis (1979) dalam Fazli dan Muslim ( 2006:6) mendefinisikan partisipasi

sebagai tingkat keterlibatan manajer dalam penyiapan anggaran dan besarnya pengaruh

manajer terhadap budget goals unit organisasi yang menjadi tanggungjawabnya.

Definisi yang lebih rinci mengenai partisipasi diberikan Brownell (1982) dalam Fazli

dan Muslim (2006:6) yaitu suatu proses di mana individu-individu didalamnya terlibat

dan mempunyai pengaruh atas penyusunan target anggaran, yang kinerjanya akan

dievaluasi, dan mungkin dihargai atas dasar pencapaian target anggaran mereka.

Menurut Brownell (1982) dalam Sumarno (2000:590) partisipasi anggaran

adalah tingkat keterlibatan dan pengaruh individu dalam penyusunan anggaran.

Sementara, Chong (2002) dalam Bonardi dan Rangga (2006:5) menyatakan bahwa

partisipasi anggaran sebagai proses di mana bawahan/pelaksana anggaran diberikan

kesempatan untuk terlibat dan mempunyai pengaruh dalam proses penyusunan

anggaran. Kesempatan yang diberikan diyakini meningkatkan pengendalian dan rasa

keterlibatan dikalangan bawahan/pelaksana anggaran.

Menurut Brownell dan MCInnes, (1982) dalam Fazli dan Muslim (2006:6-7),

tingkat keterlibatan dan pengaruh bawahan dalam proses penyusunan anggaran

10
merupakan faktor utama yang membedakan anggaran partisipatif dan non partisipatif.

Partisipasi ini memungkinkan karyawan (sebagai bawahan) untuk melakukan

negosiasi dengan atasan mengenai target anggaran yang menurut mereka dapat

dicapai.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa partisipasi adalah proses

pengambilan keputusan bersama yang mencerminkan kepentingan pihak-pihak yang

terlibat dan disertai komitmen terhadap keputusan yang dihasilkan. Jika dikaitkan

dengan penyusunan anggaran, partisipasi adalah keterlibatan manajer tingkat

menengah dan manajer tingkat bawah dalam pengambilan keputusan untuk

menentukan sasaran-sasaran operasional dan penetapan kinerja dan tujuan yang akan

dicapai. Partisipasi dalam proses penyusunan anggaran diklaim oleh sebagian besar

orang sebagai obat mujarab untuk memenuhi kebutuhan akan harga diri dan aktualisasi

diri dari para anggota organisasi.

Menurut Abdur (2004:23), partisipasi adalah suatu proses pengambilan

keputusan bersama oleh dua bagian atau lebih pihak di mana keputusan tersebut akan

memiliki dampak masa depan terhadap mereka yang membuatnya, dengan demikian

para manajer tingkat bawah memiliki suara dalam proses manajemen.Ketika

perencanaan diterapkan, partisipasi mengacu pada keterlibatan manajer tingkat

menengah dan bawah dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada penentuan

tujuan operasional dan penetapan sasaran kinerja.

11
2.1.2 Manfaat Partisipasi dalam Proses Penyusunan Anggaran

Menurut Darlis (2002:27), salah satu manfaat dari partisipasi yang berhasil

adalah bahwa partisipan menjadi terlibat secara emosi dan bukan hanya tugas dalam

pekerjaan mereka. Partisipan dapat meningkatkan moral dan mendorong inisiatif yang

lebih besar pada semua tingkatan manajemen. Partisipasi juga meningkatkan

kerjasama antar anggota kelompok dalam penetapan tujuan. Menurut Dwipayana

(2004: 78), tujuan organisasi yang dibantu penetapannya oleh orang-orang tersebut

kemudian akan dipandang sebagai tujuan yang selaras dengan tujuan pribadi mereka.

Proses ini disebut dengan internalisasi tujuan. Kurangnya internalisasi tujuan dapat

menimbulkan konflik antara tujuan pribadi individual dan tujuan yang terkait dengan

karyawan. Karena tujuan dan kebutuhan pribadi biasanya mendominasi tujuan

organisasi, dan ketika terdapat tingkat kesatuan kelompok yang tinggi, maka

persyaratan untuk efisiensi yang maksimal dalam pencapaian tujuan akan tercapai.

Menurut Darlis (2002:32), partisipasi juga berkaitan dengan penurunan tekanan

dan kegelisahan yang berhubungan dengan anggaran. Hal ini disebabkan karena orang

yang berpartisipasi dalam penetapan tujuan mengetahui bahwa tujuan tersebut wajar

dan dapat dicapai. Sedangkan menurut Abdur (2004:29), partisipasi juga dapat

menurunkan ketidakadilan yang dipandang ada dalam alokasi sumber daya organisasi

antara sub-unit organisasi, serta reaksi negatif yang dihasilkan dari persepsi semacam

itu. Adanya proses negosiasi dan banyaknya diskusi anggaran yang terjadi dalam rapat,

manajer akan menyadari masalah dari rekan-rekannya di unit organisasi lainnya dan

12
memiliki pemahaman yang lebih baik atas saling ketergantungan antar departemen.

Dengan demikian, banyak masalah potensial yang berkaitan dengan anggaran dapat

dihindari.

Selain itu, Darlis (2002:35) juga mengungkapkan bahwa partisipasi

memberikan dampak positif terhadap perilaku karyawan, meningkatkan kuantitas dan

kualitas produksi dan meningkatkan kerjasama di antara para manajer. Betapapun

demikian, bentuk keterlibatan bawahan/pelaksana anggaran di sini dapat bervariasi,

tidak sama satu organisasi dengan organisasi yang lain. Tidak ada pandangan yang

seragam mengenai siapa saja yang harus turut berpartisipasi, seberapa dalam mereka

terlibat dalam pengambilan keputusan (Siegel dan Marconi, 1989 dalam Bornadi dan

rangga, 2006:5). Organisasi harus memutuskan sendiri batasan-batasan mengenai

partisipasi yang akan mereka terapkan.

Menurut Siegel dan Marconi (1989:139), penerapan partisipasi dan penyusunan

anggaran memberikan banyak manfaat antara lain:

1. Partisipan (orang yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran) menjadi ego-

involved tidak hanya task-involved dalam kerja mereka.

2. Partisipasi akan menaikkan rasa kebersamaan dalam kelompok, yang akibatnya

akan menaikkan kerjasama anggota kelompok dalam penerapan sasaran.

3. Partisipasi dapat mengurangi rasa tertekan akibat adanya anggaran

4. Partisipasi dapat mengurangi rasa ketidaksamaan di dalam alokasi sumber daya di

antara bagian-bagian organisasi.

13
Meskipun partisipasi mempunyai banyak manfaat, bukan berarti partisipasi

tidak memiliki keterbatasan dan masalah yang berkaitan dengan partisipasi.

Sebagaimana ungkapan Siegel dan Marconi (1989:138), jika partisipasi tidak

diterapkan secara benar, partisipasi dapat merusak motivasi dan menurunkan

kemampuan untuk mencapai sasaran organisasi.

Menurut Darlis (2002:38), alasan lain mengapa partisipasi mungkin tidak

berhasil adalah tidak ada usaha serius yang dibuat untuk menjamin partisipasi dan

kerjasama dari para manajer tingkat bawah dan karyawan. Agar partisipasi menjadi

efektif, partisipasi harus memiliki input riil terhadap keputusan dan pandangan mereka

harus memiliki bobot tertentu dalam hasil akhir. Jika, saran-saran anggaran dari orang-

orang ditolak oleh tingkat yang lebih tinggi tanpa penjelasan sama sekali, atau dengan

pernyataan yang fasih bahwa saran tersebut tidak sesuai dengan tujuan manajemen

puncak, maka partisipasi akan dipandang sebagai suatu kepura-puraan. Orang akan

menjadi kecewa. Jika hal ini terjadi, sikap negatif atau bermusuhan terhadap

manajemen akan berkembang, dan hal tersebut mungkin memberikan sinyal terhadap

penurunan yang akan terjadi dalam efisiensi dan output.

Partisipasi dapat diterapkan secara efektif, jika manajemen puncak serta para

manajer tingkat bawah bekerjasama dalam memahami dan menerapkan partisipasi

dalam organisasi mereka, jika hal tersebut telah dilakukan partisipasi akan berhasil

diterapkan dalam kondisi apapun,dan sebaliknya apabila manajemen puncak serta

manajer tingkat bawah tidak bersungguh-sungguh dalam menerapkan partisipasi

14
bahkan dalam organisasi yang paling demokratis dan desentralisasi sekalipun,

partisipasi tidak akan sukses untuk diterapkan.

2.1.3 Keunggulan Partisipasi dalam Proses Penyusunan Anggaran

Keunggulan anggaran partisipasi menurut Garrison dan Noreen (2000:408)

adalah sebagai berikut:

1. Setiap orang pada semua tingkatan organisasi diakui sebagai anggota tim yang

pandangan dan penilaiannya dihargai oleh manajemen puncak.

2. Setiap orang yang berkaitan langsung dengan suatu aktifitas mempunyai kedudukan

terpenting dalam pembuatan estimasi anggaran

3. Setiap orang lebih cenderung mencapai anggaran yang penyusunannya melibatkan

orang tersebut, sebaliknya orang kurang terdorong untuk mencapai anggaran yang

berasal dari atas.

4. Suatu anggaran partisipatif mempunyai sistem kendalinya sendiri yang unik,

sehingga jika mereka tidak dapat mencapai anggaran, maka yang harus mereka

salahkan adalah diri mereka sendiri. Di sisi lain, jika anggaran dialirkan dari atas

mereka akan selalu berdalih bahwa anggarannya tidak masuk akal atau tidak

realistis untuk diterapkan dan dicapai.

2.2 Anggaran

Menurut Munawir (1995:47), anggaran merupakan rencana jangka pendek

(biasanya satu tahun) perusahaan untuk melaksanakan sebagian rencana jangka

panjang yang berisi langkah-langkah strategik untuk mewujudkan strategi objektif

15
tertentu serta taksiran sumber daya yang diperlukan Munawir (1995:47).

Penganggaran adalah suatu rencana keuangan periodik yang disusun berdasarkan

program-program yang telah disahkan (Nafarin, 2000). Penganggaran merupakan

rencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif

dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang untuk jangka waktu tertentu.

Selain itu Munawir (1995:52) juga berpendapat bahwa dalam penyusunan

anggaran perlu diperhatikan perilaku para pelaksana anggaran dengan cara

mempertimbangkan, hal-hal berikut ini:

a. Anggaran harus dibuat serealitas mungkin, secermat mungkin sehingga tidak

terlalu rendah atau terlalu tinggi. Anggaran yang dibuat terlalu rendah tidak

menggambarkan kedinamisan, sedangkan anggaran yang dibuat terlalu tinggi

hanyalah angan-angan

b. Untuk memotivasi manajer pelaksanaan diperlukan partisipasi top manajemen

(direksi).

c. Anggaran yang dibuat harus mencerminkan keadilan, sehingga pelaksana tidak

merasa tertekan, tetapi termotivasi.

d. Untuk membuat laporan realisasi anggaran diperlukan laporan yang akurat dan

tepat waktu, sehingga apabila terjadi penyimpangan yang merugikan dapat segera

diantisipasi lebih dini.

Agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda-beda tentang arti anggaran yang

sebenarnya, berikut ini adalah beberapa pendefinisian tentang apa yang dimaksud

16
dengan anggaran. Anggaran merupakan alat perencanaan manajerial dalam bentuk

keuangan (Mulyasari dan Sugiri, 2004:439). Anggaran merupakan ungkapan

kuantitatif yang normal tentang rencana manajemen (Horngren, 1996: 188). Anggaran

merupakan pernyataan estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu

tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial (Mardiasmo, 2002:61). Sedangkan

partisipasi penganggaran memiliki beberapa definisi menurut Brownel dalam Yulia

(2004: 582). Anggaran partisipatif adalah suatu proses di mana individu-individu

terlibat didalamnya dan mempunyai pengaruh terhadap penyusunan target anggaran

yang akan dievaluasi. Sementara itu, menurut Kennis (1979) dalam Fazli dan Muslim

(2006:12), partisipasi anggaran adalah tingkat keikutsertaan manajer dalam menyusun

anggaran.

Anggaran membantu manajer dalam merencanakan kegiatan dan mengawasi

kinerja operasi. Penyusunan anggaran secara partisipatif kinerja para manajer akan

meningkat. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa ketika suatu tujuan atau standar

yang dirancang secara partisipatif disetujui, maka karyawan akan menginternalisasi

tujuan atau standar yang ditetapkan, dan karyawan juga memiliki rasa tanggungjawab

pribadi untuk mencapainya karena mereka ikut serta terlibat dalam penyusunannya

(Milani dalam Ratnawati Kurnia, 1975). Semakin tinggi tingkat keterlibatan manajer

dalam proses penyusunan anggaran, akan semakin meningkatkan kinerja (Indriantoro,

2000).

17
2.2.1 Fungsi Anggaran

Fungsi anggaran pada suatu perusahaan merupakan alat untuk membantu

manajemen dalam pelaksanaan kegiatan, fungsi perencanaan, koordinasi, pengawasan,

dan juga sebagai pedoman kerja dalam menjalankan perusahaan untuk tujuan yang

telah ditetapkan. Winardi (1983:149) mengungkapkan bahwa fungsi anggaran adalah:

1. Fungsi Perencanaan

Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen dan fungsi ini merupakan

dasar pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen lainnya.

2. Fungsi Pengawasan

Anggaran merupakan salah satu cara untuk mengadakan pengawasan dalam

perusahaan. Pengawasan itu merupakan usaha-usaha yang ditempuh agar

rencana yang telah disusun sebelumnya dapat dicapai. Dengan demikian,

pengawasan dilakukan untuk mengevaluasi prestasi kerja dan tindakan perbaikan

apabila dianggap perlu.

3. Fungsi Koordinasi

Fungsi koordinasi menuntut adanya keselarasan tindakan bekerja dari setiap

individu atau bagian dalam perusahaan untuk mencapai tujuan. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa untuk menciptakan adanya koordinasi

diperlukan perencanaan yang baik, yang dapat menunjukkan adanya keselarasan

rencana antara satu bagian dengan bagian lainnya.

18
4. Anggaran Sebagai Pedoman Kerja

Anggaran merupakan suatu rencana kerja yang disusun sistematis dan

dinyatakan dalam unit moneter. Lazimnya penyusunan anggaran berdasarkan

pengalaman masa lalu dan taksiran pada masa yang akan datang dapat dijadikan

pedoman kerja bagi setiap bagian dalam perusahaan untuk menjalankan

kegiatannya.

Fungsi anggaran menurut Mulyadi (2001:502) adalah:

1. Anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja

2. Anggaran merupakan cetak biru aktifitas yang akan dilaksanakan perusahaan

di masa yang akan datang

3. Anggaran berfungsi sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan

berbagai unit organisasi dalam perusahaan yang menghubungkan manajer

bawah dengan manajer atas.

4. Anggaran berfungsi sebagai tolak ukur yang dipakai sebagai pembanding

hasil operasi sesungguhnya.

5. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang memungkinkan

manajemen menunjuk bidang yang kuat dan lemah bagi perusahaan.

6. Anggaran berfungsi sebagai alat untuk mempengaruhi dan memotivasi

manajer dan karyawan, agar senantiasa bertindak secara efektif dan efisien

sesuai dengan tujuan organisasi.

19
2.2.2 Proses Penyusunan Anggaran

Menurut Ikhsan dan Ishak (2005:161), ada tiga tahapan utama dalam proses

penyusunan anggaran yaitu:

1. Penetapan Tujuan

Aktifitas perencanaan dimulai dengan menerjemahkan tujuan organisasi yang

luas ke dalam tujuan-tujuan aktivitas yang khusus. Controler dan direktur

perencanaan memainkan peranan kunci dalam proses penyusunan anggaran

yang disesuaikan dengan struktur organisasi, maupun gaya kepemimpinannya.

Manajer tingkat bawah dan para karyawan sebaiknya diberikan kesempatan

untuk berpartisipasi dalam proses penetapan tujuan, karena mereka merupakan

bagian dari organisasi tersebut, dengan demikian proses penyusunan anggaran

akan terlaksana lebih efektif.

2. Implementasi

Pada tahap implementasi, rencana formal digunakan untuk mengkomunikasikan

tujuan dan strategi organisasi, serta untuk memotivasi orang secara positif dalam

organisasi. Konsep ilmu keperilakuan utama yang mempengaruhi tahap

implementasi adalah komunikasi, kerjasama, dan koordinasi.

3. Pengendalian dan Evaluasi Kinerja

Setelah anggaran diimplementasikan, maka anggaran tersebut berfungsi sebagai

elemen kunci dalam sistem pengendalian. Anggaran menjadi tolok ukur terhadap

kinerja aktual dibandingkan dengan kinerja yang direncanakan.

20
2.3. Motivasi

2.3.1 Pengertian Motivasi

Robbins (2001:79) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan

intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan. Siagian (2002:56)

mengemukaan definisi motivasi sebagai daya dorong bagi seseorang untuk

memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai

tujuannya. Dengan pengertian, bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai

pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan.

Selanjutnya, Samsuddin (2005:78) memberikan pengertian motivasi sebagai

proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok

kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Motivasi juga

dapat diartikan sebagai dorongan (driving force), dimaksudkan sebagai desakan yang

alami untuk memuaskan dan mempertahankan kehidupan.

Motivasi sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan

dengan tingkat usaha yang dilakukan seseorang dalam mengejar suatu tujuan, motivasi

juga berkaitan dengan kepuasan pekerja dan performansi pekerjaan.

Berdasarkan pengertian di atas, maka motivasi merupakan respon karyawan

terhadap sejumlah pernyataan mengenai keseluruhan usaha yang timbul dari dalam diri

karyawan agar tumbuh dorongan untuk bekerja dan tujuan yang dikehendaki oleh

karyawan tercapai.

21
2.3.2 Teori Motivasi

Teori-teori motivasi yang dikemukakan para ahli dijelaskan di bawah ini:

1) Hierarki Teori Kebutuhan (Hierarchical of Needs Theory)

Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan

yang dialami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri seseorang.

Apabila kebutuhan karyawan tidak terpenuhi, maka karyawan tersebut akan

menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi maka

karyawan tersebut akan memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi

dari rasa puasnya. Kebutuhan merupakan hal yang mendasari perilaku karyawan.

Teori motivasi yang sangat terkenal adalah teori kebutuhan yang dikemukakan

oleh Abraham Maslow. Menurut Maslow (1980) dalam Septianto (2010:24), pada

setiap diri manusia itu terdiri dari lima kebutuhan yaitu: kebutuhan secara fisiologis,

rasa aman, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri.

a. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik,

bernafas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau

disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar.

b. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman, bahaya,

pertentangan, dan lingkungan hidup.

c. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi,

berinteraksi dan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai.

22
d. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati, dan dihargai oleh

orang lain.

e. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan

kemampuan, skill, dan potensi.

2) McClelland’s Theory of Needs

David McClelland menganalisis tentang tiga kebutuhan manusia yang sangat

penting di dalam organisasi atau perusahaan tentang motivasi mereka. McClelland

theory of needs (1987) dalam Septianto (2010:26), memfokuskan kepada tiga hal

yaitu:

a. Kebutuhan dalam mencapai kesuksesan (need for achievement), kemampuan

untuk mencapai hubungan kepada standar perusahaan yang telah ditentukan

untuk menuju keberhasilan.

b. Kebutuhan dalam kekuasaan atau otoritas kerja (need for power), kebutuhan

untuk membuat orang berperilaku dalam keadaan yang wajar dan bijaksana di

dalam tugasnya masing-masing.

c. Kebutuhan untuk berafiliasi (needs for affiliation), hasrat untuk bersahabat dan

mengenal lebih dekat rekan kerja atau para karyawan di dalam organisasi.

3) “Theory X and Theory Y”

Douglas McGregor mengajukan dua pandangan yang berbeda tentang manusia,

negatif dengan tanda label X dan positif dengan tanda label Y (1987). Setelah

melakukan penyelidikan tentang perjanjian seorang manajer dan karyawan, McGregor

23
(1987) dalam Septianto (2010:27), merumuskan asumsi-asumsi dan perilaku manusia

dalam organisasi sebagai berikut:

Teori X (negatif) merumuskan asumsi seperti:

a. Karyawan sebenarnya tidak suka bekerja, jika ada kesempatan dia akan

menghindari atau bermalas-malasan dalam bekerja.

b. Semenjak karyawan tidak suka atau tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus

diatur dan dikontrol bahkan mungkin ditakuti untuk menerima sanksi hukum jika

tidak bekerja dengan sungguh-sungguh.

c. Karyawan akan menghindari tanggungjawabnya dan mencari tujuan formal

sebisa mungkin.

d. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan di atas faktor lainnya yang

berhubungan erat dengan pekerjaan dan akan menggambarkannya dengan sedikit

ambisi.

Sebaliknya teori Y (positif) memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut:

a. Karyawan dapat memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang wajar, lumrah dan

alamiah baik tempat bermain atau beristirahat, dalam artian berdiskusi atau

sekedar teman bicara.

b. Manusia akan melatih tujuan pribadi dan pengontrolan diri sendiri, jika mereka

melakukan komitmen yang sangat objektif.

24
c. Kemampuan untuk melakukan keputusan yang cerdas dan inovatif adalah

tersebar secara meluas di berbagai kalangan tidak hanya selalu dari kalangan top

management atau dewan direksi.

Jadi, teori McGregor ini lebih memihak kepada asumsi-asumsi Y atau positive side

dari perilaku sumber daya manusia di dalam organisasi.

4) Teori Existence, Relatedness, Growth (ERG)

Menurut Edward (1989) Septianto (2010:30), teori ERG menyebutkan ada tiga

kategori kebutuhan individu, yaitu eksistensi (existence), keterhubungan (relatedness)

dan pertumbuhan (growth), karena itu disebut sebagai teori ERG, yang berupa:

a. Kebutuhan eksistensi untuk bertahan hidup, kebutuhan fisik.

b. Kebutuhan keterhubungan yaitu kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain

yang bermanfaat seperti keluarga, sahabat, atasan, keanggotaan di dalam

masyarakat.

c. Kebutuhan pertumbuhan yaitu kebutuhan untuk menjadi produktif dan kreatif,

misalnya diberdayakan di dalam potensi tertentu dan berkembang secara terus-

menerus.

2.3.3 Metode Motivasi

Menurut Heidjrahman dan Husnan (2000:165), metode motivasi dibedakan

menjadi dua yaitu:

25
a. Motivasi Langsung (direct motivation)

Motivasi langsung adalah motivasi baik materil maupun non materil yang

diberikan langsung kepada karyawan untuk memenuhi kebutuhan dan tercapainya

kepuasan karyawan. antara lain berupa: pujian, bonus, penghargaan, bintang jasa dan

lain sebagainya. Hal ini akan membantu karyawan dalam memacu semangat dalam

bekerja, dan secara tidak langsung akan membantu perusahaan dalam mencapai

tujuannya.

b. Motivasi Tidak Langsung (indirect motivation)

Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang diberikan kepada karyawan

dalam bentuk fasilitas-fasilitas pendukung dalam menunjang semangat kerja

karyawan, sehingga dapat meningkatkan prestasi kerjanya. Adapun bentuknya berupa:

penempatan yang tepat, suasana kerja yang kondusif, mesin pendukung yang baik,

kursi yang nyaman, dan lain sebagainya.

2.3.4 Jenis-Jenis Motivasi

Menurut Rivai (2004:384), jenis-jenis motivasi dapat dibedakan menjadi dua

bagian yaitu:

a. Motivasi Positif

Diberikan oleh pimpinan untuk memotivasi karyawan dengan memberikan

hadiah kepada yang mampu berprestasi di atas standar kerja, sehingga meningkatkan

semangat karyawan untuk bekerja lebih giat lagi.

26
b. Motivasi Negatif

Motivasi yang diberikan oleh pimpinan kepada karyawan dengan bentuk

hukuman. Motivasi ini jika digunakan dalam jangka waktu pendek, akan efektif.

Tetapi jika terus menerus dilakukan atau berlaku dalam jangka waktu yang panjang,

akan berdampak kurang baik bagi diri karyawan, sehingga akan mempengaruhi

karyawan untuk mencari pekerjaan lain atau perusahaan lain.

2.3.5 Indikator Motivasi Karyawan

Menurut Suwatno (2001:131) dalam mengukur tingkat motivasi karyawan,

maka indikator yang dapat digunakan adalah perilaku karyawan yang mencerminkan

motivasi mereka dalam melakukan pekerjaan, yang meliputi: a) kesungguhan dan

keseriusan dalam menyelesaikan pekerjaan; b) tanggungjawab; c) kebutuhan akan

prestasi dan hasil kerja yang baik; d) ketabahan dan kejujuran dalam bekerja dan e)

kekhawatiran jika menghadapi kegagalan

2.4. Lingkungan Kerja

2.4.1 Pengertian Lingkungan Kerja

Menurut Sukanto (2000:151), lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada

di sekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dalam bekerja. Lingkungan kerja meliputi

pengaturan penerangan, pengontrolan suara gaduh, pengaturan kebersihan tempat kerja

dan pengaturan keamanan tempat kerja. Menurut Nitisemito (2002: 25) lingkungan

kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan dapat mempengaruhi

dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan.

27
Lingkungan kerja adalah suatu keadaan lingkungan fisik dan nonfisik dari

suatu pekerjaan. Faktor-faktor dari lingkungan kerja antara lain jam kerja, keamanan,

fasilitas kesehatan, perlengkapan transportasi, serta kelengkapan lain di lingkungan

pekerjaan (Nursutan, 2001:58). Lingkungan kerja di mana karyawan melakukan tugas

pekerjaannya berdampak terhadap kepuasan kerja karyawan. Lingkungan kerja yang

sehat, bersih dan tenang akan melancarkan pekerjaan dan sangat membantu

pelaksanaan tugas dengan baik. Lingkungan kerja yang sehat dan baik juga dapat

diartikan sebagai usaha organisasi untuk memanusiakan para anggota organisasi.

Menurut Nursutan (2001:58), lingkungan kerja merupakan penyiapan sarana

yang secara langsung mempunyai hubungan yang signifikan dengan pekerjaan yang

dilakukan oleh setiap karyawan, seperti gedung tempat karyawan bekerja, peralatan

yang dibutuhkan karyawan untuk bekerja. Kondisi gedung yang baik akan dapat

mendorong para karyawan untuk dapat bekerja dengan baik. Namun, apabila gedung

yang digunakan tidak memenuhi syarat yang ditentukan, misalnya kurang ventilasi,

penerangan dan sebagainya, maka akan dapat menurunkan semangat kerja karyawan.

Demikian juga dengan penyediaan sarana yang dibutuhkan oleh para pekerja. Semakin

baik peralatan yang digunakan, akan menumbuhkan minat karyawan dalam

menyelesaikan pekerjaannya, bahkan cenderung untuk meningkatkan kinerjanya.

Sebaliknya, jika peralatan yang digunakan kurang memenuhi standar yang ditentukan,

misalnya sering macet atau rusak, sudah ketinggalan zaman, akan dapat menurunkan

kinerja karyawan. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas manajemen untuk

28
menyediakan lingkungan kerja yang memadai atau memenuhi standar, sehingga

kinerja karyawan dapat meningkat.

2.4.2 Jenis-Jenis Lingkungan Kerja

Menurut Sedarmayanti (2001:21), menyatakan bahwa secara garis besar, jenis-

jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yaitu:

1) Lingkungan kerja fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang berbentuk fisik yang

terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara

langsung maupun tidak langsung.

2) Lingkungan kerja non fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan

dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan

kerja, ataupun hubungan dengan bawahan.

2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja

Menurut Ahyari (2006:30), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

lingkungan kerja antara lain:

1) Penerangan

Penerangan adalah cukupnya sinar yang masuk ke dalam ruang kerja masing-

masing karyawan perusahaan. Penerangan yang ada harus sesuai dengan kebutuhan,

tidak terlalu terang tetapi juga tidak terlalu gelap. Dengan sistem penerangan yang baik

29
diharapkan karyawan akan menjalankan tugasnya dengan lebih teliti, sehingga

kesalahan karyawan dalam bekerja dapat diperkecil.

2) Suhu udara

Temperatur udara atau suhu udara terlalu panas bagi karyawan akan dapat

menjadi penyebab menurunnya kepuasan kerja para karyawan, sehingga akan

menimbulkan kesalahan-kesalahan pelaksanaan pekerjaan.

3) Suara bising

Karyawan memerlukan suasana yang dapat mendukung konsentrasi dalam

bekerja, suasana bising yang bersumber dari mesin-mesin pabrik maupun dari

kendaraan umum akan menganggu konsentrasi karyawan dalam bekerja.

4) Ruang gerak

Manajemen perusahaan perlu untuk memperhatikan ruang gerak yang memadai

dalam perusahaan agar karyawan dapat leluasa bergerak dengan baik. Terlalu

sempitnya ruang gerak yang tersedia akan mengakibatkan karyawan tidak dapat

bekerja dengan baik. Oleh karena itu, manajemen perusahaan tentunya harus dapat

menyusun perencanaan yang tepat untuk ruang gerak dari masing-masing karyawan.

5) Keamanan kerja

Keamanan kerja merupakan faktor penting yang perlu juga diperhatikan oleh

perusahaan. Kondisi kerja yang aman akan membuat karyawan tenang dalam bekerja,

sehingga meningkatkan produktivitas karyawan.

30
2.5. Kinerja

2.5.1 Pengertian Kinerja

Kinerja menurut Mahoney dkk. (1963) dalam Sultrayani (2007:9) adalah hasil

kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu

organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam

rangka mencapai tujuan organisasi. Sedangkan menurut Mangkunegara,

(2001:67) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang

diberikan kepadanya. Kinerja seringkali dipikirkan sebagai pencapaian tugas, di mana

istilah tugas sendiri berasal dari pemikiran aktivitas yang dibutuhkan oleh pekerja

karena kinerja karyawan merupakan suatu tindakan yang dilakukan karyawan dalam

melaksanakan pekerjaan yang dilakukan perusahaan (Handoko, 1995:135).

Sistem control formal ukuran kinerja meliputi ukuran finansial dan non

finansial (Fisher,1995). Pada beberapa dekade terakhir, para manajer dan akuntan

profesional mulai mengetahui kebutuhan akan tambahan informasi ekonomi yang

dihasilkan oleh sistem akuntansi sebagai upaya evaluasi kinerja. Oleh karena itu,

informasi ekonomi dapat ditambahkan yaitu tidak hanya melaporkan data-data

keuangan saja, tetapi juga data-data non keuangan yang terkait dengan proses

pengambilan keputusan. Berdasarkan kondisi ini, adalah wajar jika akuntansi

sebaiknya memasukkan dimensi-dimensi keperilakuan dari berbagai pihak yang terkait

dengan informasi yang dihasilkan oleh sistem akuntansi (Ikhsan dan Ishak, 2005:23)

2.3.2 Ruang Lingkup dan Pengukuran Kinerja

31
Akuntansi manajerial berkaitan dengan penyediaan informasi untuk manajer,

yaitu orang di dalam organisasi yang memberikan arahan dan mengendalikan operasi

organisasi. Akuntansi manajemen menyediakan data-data penting yang memberikan

informasi kegiatan organisasi. Garrison dan Noreen (2000: 3) memaparkan tiga

aktivitas utama manajer di perusahaan, yaitu perencanaan, pengarahan dan motivasi,

dan pengendalian.

Pengukuran kinerja pada suatu perusahaan terjadi pada aktivitas perencanaan

dan pengendalian, namun prosesnya membutuhkan pengarahan dan motivasi pimpinan

dalam hal ini manajer terhadap karyawan. Mengacu pada teori kemungkinan

(contingency theory), ada tiga (3) pendekatan yang dapat digunakan manajemen untuk

mengendalikan organisasi (Bedford, 1994:49 dalam Sultrayani, 2007 : 9) yaitu:

1. Pendekatan tradisional merupakan pendekatan yang menekankan

pengorganisasian, perencanaan, dan pengendalian.

2. Pendekatan sistem merupakan pendekatan yang menekankan penggunaan

kelompok orang untuk pengambilan keputusan dan pemecahan masalah

3. Pendekatan perilaku merupakan pendekatan yang menekankan motivasi,

prediksi, dan pengendalian terhadap manusia.

Hal ini dapat dilihat pada siklus perencanaan dan pengendalian yang di

gambarkan di bawah ini:

Gambar 2.1.

32
Siklus Perencanaan dan Pengendalian

Menyusun rencana jangka panjang dan


jangka pendek (perencanaan)

Membandingkan kinerja Penerapan


Pembuat Rencana
yang direncanakan dan keputusan (pengarahan dan
motivasi)
aktual (pengendalian)

Mengukur kinerja (pengendalian)

Sumber: Garrison dan Noreen (2000 : 6 )

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang terkait dengan variabel partisipasi terhadap kinerja

karyawan, telah dilakukan oleh Syarif (1997), yang meneliti PT Semen Tonasa

(persero). Ia mengemukakan bahwa partisipasi karyawan dalam penyusunan anggaran

dan tingkat motivasi karyawan dalam melaksanakan anggaran pada PT Semen Tonasa

sangat tinggi, sehingga disimpulkan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran

berpengaruh positif terhadap motivasi karyawan dalam melaksanakan anggaran.

Penelitian lainnya yang terkait dengan variabel partisipasi anggaran dan

motivasi terhadap kinerja karyawan dilakukan oleh Budiman (2008), yang meneliti PT

33
Hadji Kalla Ia mengemukakan bahwa variabel partisipasi dalam penyusunan anggaran

dan motivasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap variabel kinerja

karyawan.

Penelitian selanjutnya yang terkait dengan variabel motivasi kerja dan kinerja

dilakukan oleh Marthen (2007), yang mengamati secara empiris hubungan antara stres

kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan perbankan di Makassar. Penelitian

ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi

kerja terhadap kinerja karyawan.

Penelitian yang terkait dengan variabel motivasi kerja, lingkungan kerja dan

kinerja dilakukan oleh Septianto (2010), yang mengamati secara empiris pengaruh

motivasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan pada PT Pataya Raya

Semarang. Penelitian ini membuktikan bahwa motivasi dan lingkungan kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

2.7 Kerangka Pikir

Terdapat banyak cara untuk meningkatkan kinerja karyawan, salah satunya

adalah melibatkan karyawan dalam proses penyusunan anggaran. Dengan adanya

partisipasi karyawan dalam penyusunan anggaran, maka dapat memberikan dampak

positif bagi perilaku karyawan karena mereka terlibat secara emosional. Partisipasi

anggaran dapat meningkatkan moral dan mendorong inisiatif para karyawan untuk

mencapai target dan output yang telah ditetapkan.

34
Faktor lain yang dapat meningkatkan kinerja karyawan adalah motivasi dan

lingkungan kerja, di mana karyawan yang mampunyai motivasi yang tinggi dalam

bekerja akan memperlihatkan kinerja yang baik. Demikian halnya, lingkungan kerja

yang nyaman dan kondusif akan membuat karyawan merasa senang untuk bekerja

sehingga akan meningkatkan kinerjanya.

Dalam penelitian ini akan dikaji tentang peningkatan kinerja karyawan pada PT

Hadji Kalla melalui partisipasinya dalam penyusunan anggaran, motivasi dan

lingkungan kerja. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka pikir berikut ini:

Gambar 2.2. Kerangka Pikir

PARTISIPASI
KARYAWAN DALAM
PENYUSUNAN
ANGGARAN
(X1)
KINERJA KARYAWAN
PT HADJI KALLA
MOTIVASI
(X2) (Y)

LINGKUNGAN KERJA
(X2)

2.6 Hipotesis Penelitian

35
Berdasarkan latar belakang, masalah pokok, dan landasan teori pada bab

sebelumnya, maka penulis menetapkan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H1= Partisipasi dalam penyusunan anggaran berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja karyawan. Hal ini sebagaimana dalam penelitian Budiman

(2008) yang menunjukkan hubungan variabel partisipasi dalam penyusunan

anggaran dengan kinerja karyawan.

H2= Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini

sebagaimana dalam penelitian Marthen (2007) yang menunjukkan hubungan

variabel motivasi dengan kinerja karyawan.

H3= Lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

Hal ini sebagaimana dalam penelitian Septianto (2010) yang menunjukkan

hubungan variabel lingkungan kerja dengan kinerja karyawan.

H4= Partisipasi dalam penyusunan anggaran, motivasi dan lingkungan kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

36

Anda mungkin juga menyukai