Anda di halaman 1dari 4

Almaroky

PROYEK IBU KOTA BARU, UNTUK SEJAHTERAKAN RAKYAT ATAU MELAYANI OLIGARKI?

Oleh Wahyudi al Maroky

(Dir. Pamong Institute)

Pindah ibu kota bukanlah perkara yang haram. Boleh-boleh saja dilakukan. Namun tentu dengan
pertimbangan yang matang. Dan yang lebih penting adalah demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Apakah dengan pindah ibu kota itu, lalu rakyat jadi sejahtera? Tak ada lagi rakyat yang miskin? Atau
justru dengan pindah ibu kota itu malah membebani rakyat dengan pajak dan utang?

Tentu kesejahteraan rakyat harus menjadi pertimbangan utama. Bukan hanya sekedar demi
kesejahteraan segelintir orang yang dekat dengan penguasa. Alias demi bisnis dan kesejahteraan para
oligarki. Apalagi negeri ini sedang menghadapi masalah ekonomi dan masalah pandemi yang belum usai.

Lalu bagimana pandangan kita, jika diibaratkan ada sebuah keluarga yang belum sejahtara, anggaplah
keluarga prasejahtera (bahasa halus dari keluarga miskin yang tak sejahtera). Ternyata masih banyak
anak yang kurang gizi, sakit-sakitan karena wabah dan pandemi, bahkan ada yang putus sekolah karena
lesunya ekonomi.

Pada situasi itu, lalu Sang Bapak malah berhutang (kredit) untuk membangun rumah mewah nan megah.
Bukan untuk biaya berobat atau biaya pendidikan anaknya. Katanya, demi gengsi, demi nama baik
keluarga dan bangsa. Namun itu dilakukan di atas rintihan kesakitan dan kelaparan anaknya. Bahkan
ratapan dan tatapan hampa kebobohan anaknya yang putus sekolah.

Konon lagi, jika disinyalir utang itu mengandung jebakan bunga yang haram dan mencekik leher. Lebih
banyak memberi manfaat dan keuntungan bagi si pemberi utang daripada yang berutang. Dalam situasi
ini, maka Sang Bapak harus diingatkan agar kembali kepada visi dan misi keluarganya yang ingin meraih
kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Bukan sekedar gengsi dan kepentingan pribadi beserta
kepentingan para kroninya tanpa memikirkan nasib anak dan keluarganya.
Terkait dengan rencana Pemindahan ibu kota baru, penulis memberikan tiga catatan penting.
Diantaranya, agar bermanfaat untuk kesejahteran Rakyat, untuk keamanan negara dan tidak
membebani generasi berikut;

PERTAMA; Pertimbangan utamanya, harus untuk kesejahteraan rakyat. Kita perlu ingat kembali, apa
sesungguhnya tujuan kita bernegara dan membentuk pemerintahan.

Sebagaimana sama kita pahami bahwa misi pemerintahan di bumi adalah untuk Kesejahteraan manusia.
Ini sejalan dengan tujuan utama bernegara dalam konstitusi kita …“melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,….”

Hal ini pun sejalan dengan pendapat beberapa para pakar luar negeri. Tujuan utama terbentuknya suatu
pemerintahan dalam sebuah negara adalah memberi rasa aman dan menjamin keamanan atau
"security" bagi warganya (Thomas Hobbes). Selain itu, untuk menciptakan ruang kebebasan atau
"liberty" (John Stuart Mill dan juga Thomas Paine). Dan yang lebih penting lagi adalah untuk
kesejahteraan ummat manusia atau "welfare of mankind" (the Fabians).

Pertanyaan selanjutnya, apakah pemindahan ibu kota begitu mendesak demi mewujudkan
kesejahteraan rakyat? Atau ada kegentingan yang memaksa sehingga DPR harus rapat sampai tengah
malam buta untuk membahas RUU IKN itu? Apakah para anggota DPR itu juga ada kepentingan
terhadap proyek Ibu kota yang menggiurkan itu?

Jika dengan pindah ibu kota lalu rakyat semua jadi sejahtera dan tidak ada lagi yang miskin maka itu
harus segera dilakukan. Bahkan harus dilaksanakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Karena hal
itu sesuai dengan tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan konstitusi. Namun jika
pindah ibu kota justru rakyat tetap tak sejahtera, maka fokus dulu dananya untuk program
kesejahteraaan rakyat. Apalagi malah membebani APBN serta membebani rakyat kelak dengan berbagai
pajak dan mewariskan Utang kepada generasi penerus.

KEDUA; Pertimbangan keamanan negara dan lingkungan. Jika pindah ibu kota justru menyebabkan
rusaknya Hutan dan rusaknya lingkungan alam sekitarnya maka harus dihentikan. Jangan merusak hutan
dan lingkungan karena kelak berpotensi menimbulkan musibah bencana banjir dan bencana lainnya bagi
manusia. Apalah artinya bangunan yang megah tapi tidak barokah. Bahkan menimbulkan berbagai
musibah. Habislah biaya untuk mengatasi kerugian akibat musibah dan berbagai bencana.
Timbulnya musibah dan bencana tentu menyebabkan keamanan negara terganggu bahkan bisa jadi
lemah. Apalagi dari sisi geopolitik masih perlu kajian komprehensif dan mendalam agar negara ini aman
dari berbagai ancaman musuh maupun ancaman musibah dan berbagai bencana yang mengintai.

KETIGA; Tidak mewariskan beban dan utang bagi generasi selanjutnya. Pemimpin yang baik itu
mewariskan hal yang baik kepada generasi selanjutnya. Tidak mewariskan masalah dan beban bagi
generasi selanjutnya. Betapa banyak beban proyek infrastruktur mangkrak atau hanya jadi beban bagi
generasi berikut, seperti Bandara Kerta Jati, Kereta Cepat Jakarta-Bandung, dll. Apalagi ditambah
mewarisi beban Utang yang mengunung buat anak cucu.

Nampaknya kita mestinya belajar kepada nenek moyang kita yang meninggalkan warisan
membanggakan kepada kita tanpa mewariskan beban utang. Ada warisan bangunan candi Borobudur
yang megah sedunia. Ada warisan Benteng Buton sebagai Benteng terluas di dunia yang
membanggakan. Dan itu tidak ada warisan beban Utang bagi kita. Ada juga warisan Berbagai Bangunan
Istana kerajaan dan Kesultanan di berbagai penjuru negeri yang sangat megah dan unik. Semua itu,
warisan yang membanggakan di level dunia. Dan hebatnya nenek moyang kita tidak membebani warisan
utang kepada kita.

Mestinya kalau mau membangun ibu kota baru, rezim ini menabung sejak periode awal sehingga selama
dua periode sudah cukup untuk membangun istana dan ibu kota baru. Dengan begitu bisa mewariskan
ibu kota baru itu kepada generasi penerus tanpa mewariskan beban dan utang kepada generasi
berikutnya.

Proyek ibu kota baru di tengah suasana pandemi, memang perlu dipertanyakan. Apakah dengan pindah
ibu kota lalu pandemi berakhir? Apakah pindah ibu kota lalu rakyat jadi sejahtera? Jika rakyat tak
sejahtera maka sulit dihindari pandangan publik bahwa proyek ibu kota itu hanyalah untuk sejahterakan
segelintir kroni dan oligarki. Para oligarki, pemilik lahan dan pemegang proyek inilah yang meraup
untung besar atas proyek Ibu kota itu, bukan untuk kesejahteraan rakyat umumnya.

Pemindahan sebuah ibu kota negara bukanlah hal yang tabu. Bukan pula hal yang haram dilakukan.
Namun pemindahan ibu kota itu tak boleh melenceng dari misi pemerintahan yakni menjamin
keamanan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dengan catatan bukan kesejahteraan untuk rakyat
negara asing. Apalagi sekedar demi kesejahteraan segelintir para oligarki dan mengabaikan rakyat.
Tabbik

NB: Penulis pernah Belajar Pemerintahan pada STPDN 1992 angkatan ke-04, IIP Jakarta angkatan ke-29
dan MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.

Anda mungkin juga menyukai