Anda di halaman 1dari 25

Arbitrage

Pricing Model
Elyn Rachmawati 22105390664
Syaharani Ain Tsabit 22105390668
Proses memperoleh laba tanpa risiko

ARBITRAGE dengan memanfaatkan peluang

perbedaan antara harga aset atau

sekuritas fisik yang sama.


Arbitrage Pricing Theory menggambarkan hubungan antara risiko

dan return tetapi dengan menggunakan asumsi dan prosedur yang berbeda.

Arbitrage Pricing Theory didasari oleh pandangan bahwa return harapan untuk

suatu sekuritas akan dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko.

Arbitrage Pricing Theory memberikan asumsi dimana terdapat beragam faktor

ekonomi makro industri yang mempengaruhi return.


Sesuai dengan teori keseimbangan
Pada prinsipnya arbitrase (arbitrage)
pasar modal, bahwa peluang arbitrase
memperoleh laba tanpa risiko dengan
akan hilang karena pasar modal akan
memanfaatkan peluang perbedaan
membentuk keseimbanganbaru dengan
harga asset atau sekuritas yang sama
melakukan tekanan yang kuat pada
Arbitrase biasanya meliputi penjualan
pola arbitrase yang terjadi. Sesuai
sekuritas pada harga yang relatif tinggi,
dengan kaidah Law of One Price bahwa
kemudian membeli sekuritas yang
dua aset yang ekuivalen dalam seluruh
sama pada harga yang relatif lebih
aspek ekonomis yang relevan akan
rendah.
menghasilkan harga aset yang sama.
Konsep Arbitrage Pricing Model
Sama seperti CAPM, APT digunakan untuk melihat hubungan antara return dan resiko tetapi
dengan menggunakan asumsi dan prosedur yang berbeda. Pada CAPM, portofolio pasar sangat
berpengaruh karena diasumsikan bahwa resiko yang relevan adalah resiko sistematis yang
diukur dengan beta. Sedangkan pada APT, return sekuritas tidak hanya dipengarui oleh
portofolio pasar, karena adanya asumsi bahwa return harapan dari suatu sekuritas bisa
dipengarui oleh beberapa resiko lainnya.

CAPM bertitik tolak pada


pembentukan portofolio yang
efisien dan return hanya
dipengarui oleh satu faktor.
Diperoleh perbedaan konsep
yang mendasari dari CAPM dan
APT
APT didasarkan pada hukum
satu harga (Law of One Proce)
dan return dipengarui oleh
beberapa faktor
Expected Return dan Suprises

• Tingkat keuntungan dari setiap sekuritas yang diperdagangkan di pasar keuangan terdiri dari dua
komponen. Pertama, tingkat keuntungan yang normal atau yang diharapkan. Tingkat keuntungan yang
tidak pasti.
𝑅 = 𝐸(𝑅) + 𝑈

• Expected Return dipengaruhi oleh informasi yang dimiliki investor, unexpected return berasal dari
informasi yang sifatnya tidak dapat diprediksi.
• Setiap informasi yang diberikan dapat memiliki unsur surprise, dengan kata lain ada perbedaan antara expected
value dengan actual value
Misalnya:
• Sebagai misal para pemodal memperkirakan bahwa pertumbuhan GNP (Gross National Product) akan sebesar
0.5% dalam bulan ini. Apabila kemudian pemerintah mengumumkan bahwa GNP memang meningkat sebesar
0,5% pada bulan ini, maka para pemodal tidak akan melakukan tindakan apa-apa, karena bagi mereka informasi
tersebut bukan lagi merupakan kabar yang baru. Dengan kata lain, tidak terjadi perubahan harga yang tidak
diharapkan, karena para pemodal telah memasukkan informasi tersebut dala harga sekuritas.
Tetapi
• Apabila pengumuman pemerintah ternyata menyebutkan kenaikan GNP mencapai 1,5%. Hal ini berarti bahwa
pengumaman tersebut mempunyai unsur Surprise, yaitu (dalam hal ini) lebih tinggi dari yang diharapkan.
Perbedaan antara nilai expected dan actual tersebut (yaitu 1% pertumbuhan GNP di atas yang diharapkan)
disebut sebagai surprise.

• Bagian yang diharapkan dari pengumuman tersebut telah dimasukkan dalam penentuan E(R), dan surprise
pengumuman tersebut akan mempengaruhi U.
Risiko Sistematis dan Tidak Sistematis

Sumber risiko dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

• Systematic risk, yang merupakan risiko yang mempengaruhi semua (banyak) perusahaan

• Unsystematic risk, yang merupakan risiko yang mempengaruhi satu (sekelompok kecil)

perusahaan
Karena systematic dan unsystematic risk tersebut akan mempengaruhi bagian keuntungan yang unexpected, maka tingkat

keuntungan yang diperoleh oleh pemodal dapat dituliskan sebagai berikut.

𝑅 = 𝐸(𝑅) + 𝑈

= 𝐸(𝑅) + 𝑚 + 𝜖

Dalam hal ini m adalah risiko sistematis (juga disebut sebagai risiko pasar atau market risk), yang mempengaruhi semua

perusahaan. Sedangkan ϵ merupakan risiko yang tidak sistematis, atau spesifik untuk perusahaan tertentu. Risiko tidak

sistematis dari perusahaan A tidak berkorelasi dengan risiko tidak sistematis dari perusahaan B
Asumsi Model APT

1. Investor pada dasarnya menghindari risiko dan memiliki harapan yang sama
2. Pasar yang efisien dengan peluang terbatas untuk arbitrase
3. Pasar modal yang sempurna
4. Jumlah aset tak terbatas
5. Faktor risiko menunjukkan risiko sistematis yang tidak dapat didiversifikasi
dan dengan demikian berdampak pada semua aset keuangan, sampai taraf
tertentu.
Penentuan Faktor-Faktor pada Model APT

Pada model CAPM, return saham / sekuritas hanya bereaksi terhadap


resiko pasar, maka pada model APT diyakini bereaksi terhadap
peristiwa ekonomi. Beberapa perubahan yang terjadi pada variabel
ekonomi makro akan mempengarui harga sekuritas dan beberapa
variabel ekonomi makro lainnya bahkan tidak mempengarui sama
sekali.
Kelebihan Model APT

❑ Dalam model APT tidak ada asumsi tentang underlying distribution tingkat pengembalian sekuritas

❑ Estimasi return yang diharapkan dengan APT tidak terlalu dipengaruhi portofolio pasar seperti dalam

CAPM

❑ APT didasari oleh pandangan bahwa return yang diharapakan dari suatu sekuritas bisa dipengaruhi

oleh beberapa sumber risiko lainnya

❑ APT memberikan perkiraan terhadap tingkat pengembalian yang lebih baik dibandingkan CAPM

❑ APT mudah digunakan dalam multi-period setting


Kelemahan Model APT

❑ Dalam kerangka model APT original, APT hanya menggunakan perkiraan, dan tidak ada garansi bahwa

perkiraan tersebut akan tepat untuk aset secara individu

❑ Model APT tidak menyebutkan secara spesifik faktor-faktor makro-ekonomi yang dapat

mempengaruhi return saham

❑ Model APT kesulitan dalam menentukan faktor-faktor risiko yang relevan


Rumus Arbitrage Pricing Model
Return aktual untuk sekuritas i melalui rumus yakni (Tandelilin, 2017):

Ri = E(Ri) + bi1f1 + bi2f2 + … + binfn + ei

Ri = Tingkat return aktual sekuritas i


E(Ri) = Expected return untuk sekuritas i
f = Deviasi faktor sistemaris F dari nilai yang diharapkan
ei = Random error
bi = Sensitivitas sekuritas i terhadap faktor i
Sedangkan untuk menghitung expected return adalah berikut ini (Gumanti, 2011)

E(Ri) = Rf+ β1λ1 + β2λ2 + … + βinλn

Keterangan:
E(Ri) = Expected return pada sekuritas i.
Rf = Risk free rate/tingkat pendapatan bebas risiko
λ1,2,..k = Premi risiko suatu faktor
β1,2,..n = Tingkat sensitivitas return saham i terhadap faktor k
Penentuan Harga Aset Dengan APT

Arbitrage Pricing untuk Satu Faktor

Dalam arbitrage pricing untuk satu faktor, harga suatu sekuritas hanya ditentukan oleh satu
faktor. Persamaan arbitrage pricing untuk satu faktor ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

ri = E(ri) + βiF + ei

Dalam hal ini, ri adalah tingkat pengembalian yang diharapkan untuk sekuritas i, E(ri) adalah
tingkat keuntungan untuk portofolio dengan beta nol, βi adalah kepekaan aktiva i terhadap
faktor yang dipertimbangkan, dan F adalah premi risiko atas faktor tersebut
Penentuan Harga Aset Dengan APT

Arbitrage Pricing untuk Dua Faktor

APT dapat merumuskan tingkat keuntungan suatu saham yang dipengaruhi oleh
lebih dari satu faktor. Berikut ini merupakan rumus yang digunakan dalam model
APT untuk dua faktor.

ri = E(ri) + βi1 F1 + βi2 F2 + ei


Review Artikel
Fenomena Penelitian

Pertumbuhan dan perkembangan pada sub sektor perbankan, tidak menutup kemungkinan peningkatan daya tarik saham-
saham pada perusahaan sub sektor perbankan tersebut. Kenaikan ini akan mendorong naiknya harga saham yang membuat
para investor tertarik dalam membeli saham di sub sektor Analisis untuk mengukur tingkat return bisa investor lakukan dengan
cara melakukan metode penilaian aset. Terdapat dua jenis yang bias dipakai untuk meramalkan return yang diinginkan pada
saham yakni arbitrage pricing theory (APT) dan capital asset pricing model (CAPM). Adapun faktor makroekonomi yang dapat
digunakan karena lebih cepat menyesuaikan dengan harga saham dan menjadi perhatian investor yakni PDB, nilai tukar, serta
inflasi bisa secara langsung berdampak pada return saham. Dari data terkait inflasi, produk domestik bruto, nilai tukar, serta
rata-rata return saham pada perusahaan sub sektor perbankan periode 2015-202, dapat disimpulkan bahwa perusahaan sub
sektor perbankan yang menunjukkan hasil tidak baik di mana return saham menunjukkan nilai rata-rata yang berfluktuatif dari
tahun 2015 hingga 2021, namun tidak sesuai dengan perubahan faktor makroekonomi, sehingga sangat menarik untuk
dilakukan pengujian terhadap model APT untuk mengetahui apakah variabel makro ekonomi (inflasi, nilai tukar dan produk
domestik bruto) berpengaruh terhadap perubahan return sahampada perusahaan sub sector perbankan yang terdaftar di bursa
efek indonesia (BEI) periode 2015-2021.
Inflasi dari tahun 2015-2021 berfluktuasi. Inflasi menurun menjadi
Theoretical Gap
3,35% dan return saham menurun menjadi -0,0618 atau 6,18% pada
tahun 2015. Inflasi meningkat menjadi 3,61% dan return saham
meningkat 0,2493 atau 24,93% pada tahun 2017. Kemudian, inflasi
menurun menjadi 3,13% dan return saham menurun menjadi -0,0402
atau -4,02% pada tahun 2018 dan inflasi meningkat 1,87% dan return
saham meningkat 0,5078 atau 5,08%. Dapat disimpulkan bahwa
hubungan antara inflasi terhadap return saham pada tahun tersebut
berbeda dengan teori yaitu semakin tinggi tingkat inflasi membuat
pergerakan harga saham turun yang berdampak pada rendahnya
return saham.
Research Gap

Penelitian oleh Siregar & Diana (2019), didapatkan hasil inflasi terhadap return saham memiliki
pengaruh yang positif. Ichsani dkk. (2019), dalam penelitiannya menunjukkan inflasi terhadap
return saham pada sub sektor rokok dan tembakau memiliki pengaruh yang negatif.

Jabarin et al. (2019), menemukan yaitu nilai tukar terhadap return saham memiliki pengaruh yang
positif. Ichsani et al. (2019), mendapatkan hasil nilai tukar terhadap return saham pada sub sektor rokok
dan tembakau tidak memiliki pengaruh.

Penelitian oleh Sapkota (2019), menyatakan PDB terhadap return saham memiliki pengaruh
positif. Ichsani dkk. (2019) dalam penelitiannya menunjukkan PDB terhadap return saham
pada industri tembakau dan rokok memiliki pengaruh negative.
Rumusan Masalah

Perusahaan sub sektor perbankan yang menunjukkan hasil


tidak baik di mana return saham menunjukkan nilai rata-rata
yang berfluktuatif dari tahun 2015 hingga 2021, namun tidak
sesuai dengan perubahan faktor makroekonomi, sehingga
sangat menarik untuk dilakukan pengujian terhadap model APT
untuk mengetahui apakah variabel makro ekonomi (inflasi, nilai
tukar dan produk domestik bruto) berpengaruh terhadap
perubahan return saham pada perusahaan sub sektor
perbankan yang terdaftar di bursa efek indonesia (BEI) periode
2015-2021.
Hasil

Penelitian ini menunjukkan hasil yaitu inflasi tidak berpengaruh terhadap return saham pada
perusahaan sub sektor perbankan yang terdaftar di bursa efek indonesia (BEI) periode 2015-2021,
disebabkan oleh tidak kondusifnya kondisi ekonomi dan politik dalam negeri selama beberapa tahun
terakhir yang berdampak pada keputusan investor untuk menanamkan modalnya di pasar modal
Indonesia. Nilai tukar berpengaruh negatif terhadap return saham, nilai tukar Rupiah
melemahsehingga berdampak pada penurunan return saham. Produk domestik bruto terhadap
return saham tidak berpengaruh, hal ini disebabkan oleh peningkatan PDB belum tentu
meningkatkan pendapatan perkapita karena perkembangan investasi di bidang riil tidak diikuti oleh
perkembangan investasi di pasar modal. Inflasi, nilai tukar, dan produk domestik bruto terhadap
return saham pada perusahaan sub sektor perbankan yang terdaftar di bursa efek indonesia (BEI)
periode 2015-2021 secara simultan memiliki pengaruh.
Kelemahan

Keterbatasan dalam penelitian ini dapat berdampak pada hasil penelitian yang telah dilakukan.
Pertama, return yang diambil dari harga saham akhir tahun, yang mempengaruhi kurang
terlihatnya return yang dihasilkan. Kedua, menggunakan faktor makroekonomi yang
umumdigunakan seringkali relatif kecil pengaruhnya. Ketiga, sebatas melakukan penelitian
terhadap perusahaan berturut-turut di sub sektor perbankan yang terdaftar di BEI dari tahun
2015-2021 yang sesuai kriteria penelitian. Oleh karena itu, hasilnya tidak bisa digeneralisasikan
untuk perusahaan lainnya. Keempat, Adjusted R Square yang didapatkan senilai 34,53%, terhadap
perubahan return saham. Maka dari hal tersebut, return saham dipengaruhi variabel lainnya.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai