MODUL 11 - Masy. Madani Dan Politik Islam
MODUL 11 - Masy. Madani Dan Politik Islam
Pendidikan
Agama Islam
Masyarakat Madani dan
Sistem Politik Islam
__
Konsep masyarakat madani (Islam) digunakan sebagai alternatif untuk mewujudkan good
government yang dapat diartikan menciptakan suatu masyarakat yang harmonis dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara yang pada puncaknya akan terciptalah masyarakat adil dan
makmur.
Adapun tema “Sistem Politik Islam” ini disusun dan disajikan berdasarkan pertimbangan
berikut ini:
1. Rakyat yang mendapatkan asupan yang cukup akan pendidikan politik, merupakan syarat
mutlak demokrasi dan demokratisasi dalam sebuah bangsa dan negara yang merdeka.
Maka, pendidikan politik harus menjadi agenda yang sangat penting.
3. Mahasiswa yang dibekali pendidikan politik, juga diharapkan mampu menjadi warga
negara yang berkepribadian Pancasila, berprilaku baik dan demoktratis, matang dalam
bersikap dan berprilaku politik, melek hukum dan konstitusi, melek kehidupan berbangsa
dan bernegara, memiliki kepekaan dan tanggung jawab sosial, mampu memecahkan
masalahnya sendiri dan masyarakat secara cerdas sesuai dengan fungsi dan perannya
(socially sensitive, socially responsible dan socially intelligence). Keudian, memiliki sikap
disiplin pribadi, mampu berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.
5. Hal ini amat penting, mengingat sejarah bangsa ini mencatat bahwa dengan pemahaman
yang baik terhadap politik, tercatat dalam tinta emas sejarah Indonesia, umat Islam telah
banyak memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
di Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa didalam proses Indonesia memperoleh
kemerdekaan, peranan umat Islam yang memiliki kesadaran politik ini menjadi aset
strategis dalam perjuangannya mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa Indonesia untuk
memperoleh kemerdekaan. Pada pasca kemerdekaan, kesadaran politik umat Islam juga
tercermin dari perjuangannya mewujudkan cita-cita nasional, sebagaimana dinyatakan
dalam Pembukaan UUD ‘45.
6. Dengan demikian, diharapkan akan lahir generasi harapan bangsa yang tidak kehilangan
asa dan karsa, cita-cita dan arah untuk menghadapi masa depan serta siap menghadapi
tantangan dan rintangan berat yang menghadang. Yang pada akhirnya mampu tercapai
stabilitas nasional yang semakin mantap dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional
sebagai perwujudan cita-cita proklamasi kemerdekaan.
7. Selain itu, tentu eksistensi politik Islam saat ini diharapkan dapat berperan sebagai media
partner pemerintah, dalam memandu perjalanan bangsa ini, terutama dalam merespon
perkembangan politik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan masyarakatnya.
Sistematika Modul
Modul ini terdiri dari:
1. Bagian Muka
Berisi identitas mata kuliah dan tema bahasan.
2. Latar Belakang
Berisi mengeni Masyarakat Madani dan Sistem Politik Islam.
3. Bagian Isi
Berisi mengenai pokok bahasan tentang Masyarakat Madani dan Sistem Politik Islam.
4. Daftar Pustaka
Berisi mengenai sumber rujukan.
A. Pengertian
Kata Madani berasal dari akar kata yang sama dengan kata-kata madinah, madaniyah,
dan tamaddun yang berarti peradaban atau civilazation. Jadi, secara bahasa istilah masyarakat
madani sama dengan istilah civil society yaitu masyarakat yang berperadaban atau suatu
masyarakat yang didasarkan pada hukum dalam hidup beradab. Sebagai sebuah komunitas,
posisi masyarakat madani berada di atas keluarga (kelompok terkecil masyarakat) dan di bawah
negara (kelompok terbesar dalam msayarakat).
Adapun istilah politik berasal dari Yunani “polis” yang berarti negara. Secara sederhana,
politik adalah ilmu tentang tata negara, yaitu ilmu untuk membentuk organisasi kehidupan
masyarakat dalam negara. Politik juga bisa diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan
dengan negara. Dalam perkembangannya, politik digunakan sebagai istilah untuk memerintah
dan sebagai bentuk kebijakan untuk memerintah.
Dalam pandangan Islam, politik merupakan pengaturan segala urusan rakyat berdasarkan
hukum-hukum dan nilai-nilai Islam dalam rangka memberikan kemaslahatan yang hakiki yang
menjadi tujuan bersama dalam kehidupan bermasyarakat. Islam memandang politik sebagai
sebuah keniscayaan. Nabi Muhammad saw bersabda: siapa saja yang bangun pada pagi hari
sedangkan ia hanya memperhatikan urusan dunianya sendiri, maka orang tersebut tidak
berharga di sisi Allah swt dan barang siapa yang tidak memperhatikan kepentingan kaum
muslimin, maka ia tidak termasuk golongan kaum muslimin (H.R. Thabrani).
Hubungan antara politik dan Islam, digambarkan oleh Al-Ghazali: Agama dan kekuasaan
adalah dua sisi kembar. Agama adalah pondasi (asas), sedangkan kekuasaan adalah penjaganya.
Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan runtuh dan segala sesuatu yang tidak
berpenjaga niscaya akan hilang dan lenyap.
Negara merupakan suatu organisasi sistem politik yang menyangkut proses penentuan
dan pelaksanaan tujuan bersama. Dalam perspektif Islam, menurut Abul A’la Al-Maududi
(1998: 30-32) bahwa suatu negara atau suatu pemerintahan haruslah bertujuan:
2. Memelihara kebebasan ekonomi, politik, pendidikan, dan agama para warga negara serta
melindungi seluruh warga negara dari invasi asing.
Untuk menjadikan sebuah negara sebagai tempat tinggal yang teduh dan mengayomi
setiap warga, maka hukum harus diberlakukan tanpa pandang bulu/diskriminasi. Negara atau
pemerintahan dalam ajaran agama Islam hanyalah merupakan instrumen pembaharuan yang
terus menerus. Konstitusi negara dan semua perangkat kenegaraan lainya dibuat untuk
kepentingan rakyat, bukan rakyat yang harus mengabdi kepada negara yang berakibat negara
menjadi fasistis dan totaliter. Semua perangkat negara, apalagi pejabat-pejabat negara dapat
diubah dan diganti setiap waktu, asal tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Menurut Sjadzali (1993: 1-3) sepanjang sejarah umat Islam sampai saat ini, terdapat tiga
(3) aliran tentang hubungan antara Islam dan ketatanegaraan, yaitu:
1. Kelompok pertama, berkeyakinan bahwa Islam merupakan agama yang sempurna dan
lengkap dengan pengaturan bagi seluruh aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan
berpolitik atau bernegara. Jadi, di dalam Islam itu diyakini terdapat sistem ketatanegaraan
atau sistem politik sehingga umat Islam wajib menggunakan sistem ini dan tidak boleh
menggunakan sistem politik lain termasuk sistem Barat. Adapun sistem politik Islam yang
harus diteladani adalah sistem yang pernah dilaksanakan oleh empat Khulafaur Rasyidin
2. Kelompok kedua, berpendirian bahwa Islam adalah agama yang dalam pengertian Barat
tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan, sebab Nabi Muhammad tidak
ditugaskan untuk mendirikan dan mengepalai negara. Aliran kedua ini populer disebut
aliran sekuler dengan tokohnya yang terkemuka Ali Abdul Raziq dan Thaha Husain.
3. Kelompok ketiga, merupakan perpaduan antara aliran pertama dan aliran kedua. Menurut
aliran ketiga ini, tidak ada sistem politik ketatanegaraaan yang secara jelas dan tegas
diterangkan dalam Al-Qur`an maupun As-Sunnah. Yang ada adalah seperangkat tata nilai
dan etika bagi kehidupan berpolitik dan bernegara. Maka, dengan tata nilai inilah Islam
akan tetap selalu relevan dengan perkembangan zaman, sehingga kapanpun tidak ada alasan
untuk menyingkirkan Islam dari pentas politik negara manapun. Tokoh paling terkenal
aliran ketiga ini adalah Dr. Muhammada Husain Haikal.
Dalam pentas sejarah politik Indonesia, dari zaman kemerdekaan sampai zaman
reformasi saat ini pun, ketiga aliran pemikiran politik di atas, sedang dan akan selalu ada di
kalangan umat Islam Indonesia. Salah satu buktinya adalah keragaman bentuk dan corak partai
politik yang diusung oleh umat Islam saat ini.
Untuk mencapai karakteristik tersebut, ada dua prasyarat pokok yang harus dipenuhi
untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya pemerintahan yang demokratis (democratic
governance) yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan adanya masyarakat sipil yang
demokratis (democratic civilian), yaitu masyarakat sipil yang sanggup menjunjung tinggi
keamanan sipil (civil security), tanggung jawab sipil (civil responsibility), dan ketahanan sipil
(civil resilience). Apabila diuraikan, dua kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat
madani sebagai berikut:
2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (social capital) yang
kondusif bagi terbentuknya kemampuan melakukan tugas-tugas kehidupan dan terjalinnya
kepercayaan dan relasi sosial antarkelompok.
3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan, dengan kata lain
terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
4. Adanya hak, kemampuan, dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya
untuk terlibat dalam forum, dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijaksaan publik
dapat dikembangkan.
Mereka adalah contoh masyarakat yang beriman dan senantiasa bersyukur kepada
Tuhannya dalam seluruh aspek kehidupan mereka, sehingga mereka mendapatkan berbagai
karunia tersebut. Namun ketika mereka meninggalkan Tuhannya dan kufur dalam seluruh
aspek kehidupannya, karunia yang mereka nikmati berubah menjadi adzab dan kesengsaraan.
Lanjutan dari ayat di atas, pada ayat 16-17.
Umat Islam, baik secara individu maupun secara kolektif memiliki peran dan tanggung
jawab untuk mewujudkan “baldatun thoyyibatun wa Rabbun ghofur” atau masyarakat
madani. Masyarakat yang demikian, dalam kesehariannya yaitu:
c. Saling mengingatkan, jika terjadi penyimpangan dari hukum Tuhan atau terjadi
kedzaliman. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Ali Imran: 104.
d. Memiliki etos kerja yang tinggi disertai optimisme dan tawakal kepada Allah swt dalam
rangka meraih kesejahteraan hidup sebagai wujud syukur yang seluas-luasnya kepada
Allah Swt. Sebagaimana sabda Rasul ”Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih
Kontribusi umat Islam dalam perpolitikan nasional tidak bisa dipandang sebelah mata. Di
setiap masa dalam kondisi perpolitikan bangsa ini, Islam selalu punya pengaruh yang besar.
Sejak bangsa ini belum bernama Indonesia, yaitu era berdirinya kerajaan-kerajaan hingga
saat ini, pengaruh perpolitikan bangsa kita tidak lepas dari pengaruh umat Islam. Salah satu
penyebabnya adalah karena umat Islam menjadi penduduk mayoritas bangsa ini. Selain itu,
dalam ajaran Islam sangat dianjurkan agar penganutnya senantiasa memberikan kontribusi
sebesar-besarnya bagi orang banyak, bangsa, bahkan dunia. Penguasaan wilayah politik
menjadi sarana penting bagi umat Islam agar bisa memberikan kontribusi bagi bangsa ini.
Sekarang mari kita amati kontribusi umat Islam dalam perpolitikan nasional di setiap era/
masa bangsa ini:
b. Era Kolonial dan Kemerdekaan (Orde Lama) Peranan Islam dan umatnya tidak dapat
dilepaskan dari pembangunan politik di Indonesia, baik pada masa kolonial maupun
masa kemerdekaan. Pada masa kolonial Islam harus berperang menghadapi ideologi
kolonialisme, sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan dengan
ideologi tertentu seperti komunisme dengan segala intriknya. Sejarah pun secara tegas
menyatakan kalau pemimpin-pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan
NKRI. Baik itu mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan
Undang-Undang Dasar Negara. Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam
pernah mengusulkan agar Indonesia berdiri di atas Daulah Islamiyah yang tertuang di
dalam Piagam Jakarta. Namun, format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena
adanya protes dari kaum umat beragama lain. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus
1945, Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofis negara.
d. Era Reformasi Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat
Indonesia bersatu untuk menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan reformasi
tidak lepas dari peran para pemimpin Islam pada saat itu. Beberapa pemimpin Islam
yang turut mendukung reformasi adalah Amin Rais dari Muhammadiyah, KH.
Abdurrahman Wahid dari Nahdatul Ulama. Selain itu, muncul juga Nurcholis Majid
(Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari kalangan santri. Bertahun-tahun reformasi
bergulir, kiprah umat Islam dalam panggung politik pun semakin diperhitungkan. Umat
Islam mulai kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan
label Islam. Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil menjadikan Pancasila
bukan lagi satu-satunya asas. Partai-partai politik juga boleh menggunakan asas Islam.
Kemudian bermunculanlah berbagai partai politik dengan asas dan label Islam. Dalam
kondisi bangsa saat ini, sudah waktunya umat Islam untuk terjun dalam perjuangan
politik yang lebih serius. Umat Islam tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggiran
sejarah. Umat Islam harus menyiapkan diri untuk memunculkan pemimpin-pemimpin
yang handal, cerdas, berahklak mulia, profesional, dan punya integritas diri yang
tangguh. Umat Islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam
panggung politik. Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai
rahmatan lil alamin dan dapat memberikan kontribusi besar bagi bangsa ini.
Salah satu syarat pengkategorian masyarakat yang berpendidikan adalah pengakuan dan
perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan nilai-nilai demokrasi. HAM merupakan
hak-hak dasar yang dimiliki setiap pribadi manusia sebagai anugrah Tuhan yang dibawa sejak
lahir. HAM yang diberikan Tuhan kepada manusia tidak bisa dicabut atau diganggu oleh keku-
Dalam ajaran Islam terdapat pengakuan dan perlindungan terhadap banyak hak dasar
manusia atau HAM. Hak-hak dasar ini wajib diperjuangkan untuk diraihnya kembali. Hak-hak
tersebut di antaranya adalah:
1. Hak kebebasan beragama. Islam menjunjung tinggi kebebasan beragama dan berkeyakinan
menurut agamanya masing-masing. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Baqarah: 256.
2. Hak atas keselamaan jiwa. Islam sangat menghormati keselamatan jiwa setiap orang.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Isra: 33
3. Hak untuk beramar ma‟ruf dan bernahyi munkar termasuk hak kebebasan berpendapat.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maidah: 78-79
4. Diakuinya hak-hak kepemilikan harta dan tidak saling mengganggu. Sebagaimana firman
Allah dalam QS. Al-Baqarah: 188 dan Q.S. An-Nisa: 29
5. Hak untuk diperlakukan secara adil. Simak firman-Nya dalam QS. Al-Hujurat: 6, dan QS.
An-Nisa: 58.
G. Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani demos yang artinya rakyat dan kratein yang
berari pemerintah. Secara sederhana, demokrasi berarti pemerintah dari rakyat atau kekuasaan
tertinggi berada di tangan rakyat. Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan
yang berasal dar rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam perkembangannya, demokrasi
tidak hanya menyangkut pemerintahan dan perwakilan, namun memperjuangkan perlindungan
terhadap kebebasan, mengedepankan kesetaraan dan membuka partisipasi bagi warga negara
seluas-luasnya.
Demokrasi pada pengertian kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat atau pada
manusia tertentu dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam, Sebab dalam Islam kedaulatan
mutlak ada ditangan Allah, manusia hanya harus tunduk dan patuh terhadap segala aturan dan
Secara umum, sejahtera berarti kondisi bebas dari segala kekurangan dan bebas dari rasa
tidak aman. Konsep sejahtera dalam Islam yang juga menjadi cita-cita sosial Islam tergambar
pada kondisi ideal di surga yang harus berusaha untuk diciptakan bayang-bayangannya di bumi
ini. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Taha:117-119.
Menurut Quraish Shihab (1999: 241), ”susah payah” yang dimaksud adalah upaya
memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan, seperti yang ditegaskan pada ayat di atas
dengan istilah lapar, dahaga, telanjang, dan kepanasan. Sebagaimana firman Allah dalam QS.
Waqiah: 66.
Daftar Pustaka
Nur, Tajudin dkk. (2018). Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi. Bandung: Unpad
Press.
Azra, Azyumardi. 2002. Konflik Baru Antar Peradaban: Globalisasi, Radikalisme dan
Pluralisme. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Majid, Abdul dkk. 2009. Islam Tuntunan dan Pedoman Hidup. Badung: Value Press.
Qadim, Abdul. 2002. Sistem Keuangan di Negara Khalifah (terjemah oleh Ahmad dkk.). Bogor:
Pustaka Thariq Al-Izzah.