Anda di halaman 1dari 12

MODUL PERKULIAHAN

Pendidikan
Agama Islam
Masyarakat Madani dan
Sistem Politik Islam
__

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Semua Fakultas Semua 199101001 Tim Dosen PAI Universitas Widyatama
Prodi
11
Abstrak Kompetensi
Masyarakat Madani menginginkan Mahasiswa mampu menjelas-kan
tegaknya demokrasi, keadilan hukum pengertian Masyarakat madani,
dan ekonomi yang Islami dalam karakteristiknya, peran umat Islam
berbagai sisi kehidupan. Konsep dalam mewujudkan masyarakat
masyarakat madani digunakan seba- madani, HAM dan demokrasi.
gai alternatif untuk mewujudkan Mampu menjelaskan penger-tian
good government yang dapat Sistem Politik Islam, Polarisasi
menciptakan suatu masyarakat yang pemikiran politik Islam, kontribusi
harmonis, adil dan makmur. umat Islam dalam perpolitikan
nasional.
Untuk efisiensi kerja dalam upaya
mencapai tujuan bersama tersebut,
diperlukan bentuk kerja berjamaah,
dan diperlukan organisasi dengan
segala perangkatnya. Kekuasaan
merupakan salah satu unsur penting
dari kehidupan bermasyarakat, dan
ini masuk dalam pembicaraan politik.
Latar Belakang

Masyarakat Madani menginginkan tegaknya demokrasi, keadilan hukum dan ekonomi


yang Islami dalam berbagai sisi kehidupan. Sosialisme sebagai suatu faham baru yang muncul
sebagai akibat dari ketidak adilan oleh pihak pemerintah dan pemihakan kalangan agamawan
terhadap penguasa.

Konsep masyarakat madani (Islam) digunakan sebagai alternatif untuk mewujudkan good
government yang dapat diartikan menciptakan suatu masyarakat yang harmonis dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara yang pada puncaknya akan terciptalah masyarakat adil dan
makmur.

Adapun tema “Sistem Politik Islam” ini disusun dan disajikan berdasarkan pertimbangan
berikut ini:

1. Rakyat yang mendapatkan asupan yang cukup akan pendidikan politik, merupakan syarat
mutlak demokrasi dan demokratisasi dalam sebuah bangsa dan negara yang merdeka.
Maka, pendidikan politik harus menjadi agenda yang sangat penting.

2. Mahasiswa merupakan bagian integral dari rakyat yang berkesempatan mendapatkan


pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi. Dengan kesempatan dan peluang tersebut,
dipandang lebih urgen untuk mendapakan pendidikan politik, agar mampu menjadi bagian
dari rakyat yang sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Sehingga, ia bisa
secara otonom ikut berpartisipasi, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
semua pengambilan keputusan, memantau proses keputusan publik dan melakukan
advokasi terhadap akses kebijakan publik di masyarakat. Semua itu dilakukan, atas dasar
nilai-nilai politik yang berlandaskan Pancasila.

3. Mahasiswa yang dibekali pendidikan politik, juga diharapkan mampu menjadi warga
negara yang berkepribadian Pancasila, berprilaku baik dan demoktratis, matang dalam
bersikap dan berprilaku politik, melek hukum dan konstitusi, melek kehidupan berbangsa
dan bernegara, memiliki kepekaan dan tanggung jawab sosial, mampu memecahkan
masalahnya sendiri dan masyarakat secara cerdas sesuai dengan fungsi dan perannya
(socially sensitive, socially responsible dan socially intelligence). Keudian, memiliki sikap
disiplin pribadi, mampu berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.

‘21 2 Pendidikan Agama Islam Biro Akademik dan Pembelajaran


Tim Dosen PAI Widyatama http://www.widyatama.ac.id
4. Dalam kerangka mata kuliah Pendidikan Agama Islam, maka pendidikan politik yang
dimaksud adalah pendidikan mengenai sistem politik Islam.

5. Hal ini amat penting, mengingat sejarah bangsa ini mencatat bahwa dengan pemahaman
yang baik terhadap politik, tercatat dalam tinta emas sejarah Indonesia, umat Islam telah
banyak memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
di Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa didalam proses Indonesia memperoleh
kemerdekaan, peranan umat Islam yang memiliki kesadaran politik ini menjadi aset
strategis dalam perjuangannya mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa Indonesia untuk
memperoleh kemerdekaan. Pada pasca kemerdekaan, kesadaran politik umat Islam juga
tercermin dari perjuangannya mewujudkan cita-cita nasional, sebagaimana dinyatakan
dalam Pembukaan UUD ‘45.

6. Dengan demikian, diharapkan akan lahir generasi harapan bangsa yang tidak kehilangan
asa dan karsa, cita-cita dan arah untuk menghadapi masa depan serta siap menghadapi
tantangan dan rintangan berat yang menghadang. Yang pada akhirnya mampu tercapai
stabilitas nasional yang semakin mantap dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional
sebagai perwujudan cita-cita proklamasi kemerdekaan.

7. Selain itu, tentu eksistensi politik Islam saat ini diharapkan dapat berperan sebagai media
partner pemerintah, dalam memandu perjalanan bangsa ini, terutama dalam merespon
perkembangan politik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan masyarakatnya.

Sistematika Modul
Modul ini terdiri dari:
1. Bagian Muka
Berisi identitas mata kuliah dan tema bahasan.

2. Latar Belakang
Berisi mengeni Masyarakat Madani dan Sistem Politik Islam.

3. Bagian Isi
Berisi mengenai pokok bahasan tentang Masyarakat Madani dan Sistem Politik Islam.
4. Daftar Pustaka
Berisi mengenai sumber rujukan.

‘21 3 Pendidikan Agama Islam Biro Akademik dan Pembelajaran


Tim Dosen PAI Widyatama http://www.widyatama.ac.id
Bagian Isi

A. Pengertian

Kata Madani berasal dari akar kata yang sama dengan kata-kata madinah, madaniyah,
dan tamaddun yang berarti peradaban atau civilazation. Jadi, secara bahasa istilah masyarakat
madani sama dengan istilah civil society yaitu masyarakat yang berperadaban atau suatu
masyarakat yang didasarkan pada hukum dalam hidup beradab. Sebagai sebuah komunitas,
posisi masyarakat madani berada di atas keluarga (kelompok terkecil masyarakat) dan di bawah
negara (kelompok terbesar dalam msayarakat).

Adapun istilah politik berasal dari Yunani “polis” yang berarti negara. Secara sederhana,
politik adalah ilmu tentang tata negara, yaitu ilmu untuk membentuk organisasi kehidupan
masyarakat dalam negara. Politik juga bisa diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan
dengan negara. Dalam perkembangannya, politik digunakan sebagai istilah untuk memerintah
dan sebagai bentuk kebijakan untuk memerintah.

Dalam pandangan Islam, politik merupakan pengaturan segala urusan rakyat berdasarkan
hukum-hukum dan nilai-nilai Islam dalam rangka memberikan kemaslahatan yang hakiki yang
menjadi tujuan bersama dalam kehidupan bermasyarakat. Islam memandang politik sebagai
sebuah keniscayaan. Nabi Muhammad saw bersabda: siapa saja yang bangun pada pagi hari
sedangkan ia hanya memperhatikan urusan dunianya sendiri, maka orang tersebut tidak
berharga di sisi Allah swt dan barang siapa yang tidak memperhatikan kepentingan kaum
muslimin, maka ia tidak termasuk golongan kaum muslimin (H.R. Thabrani).

Hubungan antara politik dan Islam, digambarkan oleh Al-Ghazali: Agama dan kekuasaan
adalah dua sisi kembar. Agama adalah pondasi (asas), sedangkan kekuasaan adalah penjaganya.
Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan runtuh dan segala sesuatu yang tidak
berpenjaga niscaya akan hilang dan lenyap.

B. Tujuan Negara Dalam Pandangan Islam

Negara merupakan suatu organisasi sistem politik yang menyangkut proses penentuan
dan pelaksanaan tujuan bersama. Dalam perspektif Islam, menurut Abul A’la Al-Maududi
(1998: 30-32) bahwa suatu negara atau suatu pemerintahan haruslah bertujuan:

‘21 4 Pendidikan Agama Islam Biro Akademik dan Pembelajaran


Tim Dosen PAI Widyatama http://www.widyatama.ac.id
1. Menghindarkan terjadinya eksploitasi antarmanusia, antarkelompok, antarkelas dalam
masyarakat.

2. Memelihara kebebasan ekonomi, politik, pendidikan, dan agama para warga negara serta
melindungi seluruh warga negara dari invasi asing.

3. Menegakkan sistem keadilan sosial yang seimbang yang dikehendaki Al-Qur`an.

4. Memberantas setiap kejahatan/kemunkaran dan mendorong setiap kebajikan sebagaimana


telah digariskan pula dalam Al-Qur`an.

Untuk menjadikan sebuah negara sebagai tempat tinggal yang teduh dan mengayomi
setiap warga, maka hukum harus diberlakukan tanpa pandang bulu/diskriminasi. Negara atau
pemerintahan dalam ajaran agama Islam hanyalah merupakan instrumen pembaharuan yang
terus menerus. Konstitusi negara dan semua perangkat kenegaraan lainya dibuat untuk
kepentingan rakyat, bukan rakyat yang harus mengabdi kepada negara yang berakibat negara
menjadi fasistis dan totaliter. Semua perangkat negara, apalagi pejabat-pejabat negara dapat
diubah dan diganti setiap waktu, asal tidak bertentangan dengan ajaran agama.

Sebagai sarana perubahan (instrumen of reform), negara dengan konstitusinya, lembaga-


lembaga perwakilannya, serta lembaga kehakiman dan perangkat negara lainya, harus
mengabdi dan melayani rakyat bukan sebaliknya rakyat yang harus “menyembah” kepada
negara. Oleh sebab itu, jika negara dijadikan “berhala”, maka penguasa-penguasa negara pada
akhirnya akan menjadi Fir’aun-Fir’aun dan Namrud-Namrud baru yang akan mencelakakan
warganya sendiri.

C. Polarisasi Pemikiran Politik Umat Islam

Menurut Sjadzali (1993: 1-3) sepanjang sejarah umat Islam sampai saat ini, terdapat tiga
(3) aliran tentang hubungan antara Islam dan ketatanegaraan, yaitu:

1. Kelompok pertama, berkeyakinan bahwa Islam merupakan agama yang sempurna dan
lengkap dengan pengaturan bagi seluruh aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan
berpolitik atau bernegara. Jadi, di dalam Islam itu diyakini terdapat sistem ketatanegaraan
atau sistem politik sehingga umat Islam wajib menggunakan sistem ini dan tidak boleh
menggunakan sistem politik lain termasuk sistem Barat. Adapun sistem politik Islam yang
harus diteladani adalah sistem yang pernah dilaksanakan oleh empat Khulafaur Rasyidin

‘21 5 Pendidikan Agama Islam Biro Akademik dan Pembelajaran


Tim Dosen PAI Widyatama http://www.widyatama.ac.id
(Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali). Tokoh utama aliran ini diantaranya adalah Syekh Hassan
Al-Banna, Sayyid Qutub, Muhammad Rasyid Ridha dan Abul A‟la Al-Maududi.

2. Kelompok kedua, berpendirian bahwa Islam adalah agama yang dalam pengertian Barat
tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan, sebab Nabi Muhammad tidak
ditugaskan untuk mendirikan dan mengepalai negara. Aliran kedua ini populer disebut
aliran sekuler dengan tokohnya yang terkemuka Ali Abdul Raziq dan Thaha Husain.

3. Kelompok ketiga, merupakan perpaduan antara aliran pertama dan aliran kedua. Menurut
aliran ketiga ini, tidak ada sistem politik ketatanegaraaan yang secara jelas dan tegas
diterangkan dalam Al-Qur`an maupun As-Sunnah. Yang ada adalah seperangkat tata nilai
dan etika bagi kehidupan berpolitik dan bernegara. Maka, dengan tata nilai inilah Islam
akan tetap selalu relevan dengan perkembangan zaman, sehingga kapanpun tidak ada alasan
untuk menyingkirkan Islam dari pentas politik negara manapun. Tokoh paling terkenal
aliran ketiga ini adalah Dr. Muhammada Husain Haikal.

Dalam pentas sejarah politik Indonesia, dari zaman kemerdekaan sampai zaman
reformasi saat ini pun, ketiga aliran pemikiran politik di atas, sedang dan akan selalu ada di
kalangan umat Islam Indonesia. Salah satu buktinya adalah keragaman bentuk dan corak partai
politik yang diusung oleh umat Islam saat ini.

D. Karakteristik dan Prasyarat Masyarakat Madani

Menurut Bahmueller (Suharto, 2004), ada beberapa karakterisitik masyarakat madani, di


antaranya:

1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif ke dalam masyarakat


melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.

2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam


masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.

3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh Negara, yaitu


program-program yang berbasis masyarakat.

4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan


organisasi-organisasi nonpemerintah (volunteer) mampu memberikan masukan-masukan
terhadap keputusan-keputusan pemerintah.

‘21 6 Pendidikan Agama Islam Biro Akademik dan Pembelajaran


Tim Dosen PAI Widyatama http://www.widyatama.ac.id
5. Tumbuh kembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rezim-rezim totaliter.

6. Meluaskan kesetiaan (loyality) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu


mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.

7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai


ragam perspektif.

Untuk mencapai karakteristik tersebut, ada dua prasyarat pokok yang harus dipenuhi
untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya pemerintahan yang demokratis (democratic
governance) yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan adanya masyarakat sipil yang
demokratis (democratic civilian), yaitu masyarakat sipil yang sanggup menjunjung tinggi
keamanan sipil (civil security), tanggung jawab sipil (civil responsibility), dan ketahanan sipil
(civil resilience). Apabila diuraikan, dua kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat
madani sebagai berikut:

1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.

2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (social capital) yang
kondusif bagi terbentuknya kemampuan melakukan tugas-tugas kehidupan dan terjalinnya
kepercayaan dan relasi sosial antarkelompok.

3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan, dengan kata lain
terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.

4. Adanya hak, kemampuan, dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya
untuk terlibat dalam forum, dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijaksaan publik
dapat dikembangkan.

5. Adanya kohesifitas antarkelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling


menghargai perbedaan antarbudaya dan kepercayaan.

6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi,


hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.

7. Adanya jaminan, kepastian, dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan


yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antarmereka secara teratur,
terbuka, dan terpercaya.

‘21 7 Pendidikan Agama Islam Biro Akademik dan Pembelajaran


Tim Dosen PAI Widyatama http://www.widyatama.ac.id
Konsep masyarakat madani dalam Islam adalah konsep masyarakat yang disebut Al-
Qur`an sebagai “Baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur” artinya Negeri yang baik yang
mendapat ampunan dari Allah swt, seperti yang dialami oleh negeri Saba di Yaman sebagai
contoh masyarakat yang bahagia dan sejahtera lahir dan batin, karena senantiasa mendapat
nikmat yang melimpah ruah disertai rahmat dan keridoan Allah swt. Sebagaimana yang
digambarkan dalam QS. Saba: 15.

Mereka adalah contoh masyarakat yang beriman dan senantiasa bersyukur kepada
Tuhannya dalam seluruh aspek kehidupan mereka, sehingga mereka mendapatkan berbagai
karunia tersebut. Namun ketika mereka meninggalkan Tuhannya dan kufur dalam seluruh
aspek kehidupannya, karunia yang mereka nikmati berubah menjadi adzab dan kesengsaraan.
Lanjutan dari ayat di atas, pada ayat 16-17.

Masyarakat madani mempunyai karakteristik sebagai komunitas manusia yang selalu


beriman serta tunduk dan patuh kepada aturan dan hukum Tuhan. Selain itu, juga memiliki
optimisme dan tanggung jawab yang tinggi disertai tawakal kepada Tuhannya dalam rangka
membangun dan memakmurkan segala potensi yang dimiliki untuk meraih kesejahteraan.

E. Peran dan Kontribusi Umat Islam Dalam Mewujudkannya

1. Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani

Umat Islam, baik secara individu maupun secara kolektif memiliki peran dan tanggung
jawab untuk mewujudkan “baldatun thoyyibatun wa Rabbun ghofur” atau masyarakat
madani. Masyarakat yang demikian, dalam kesehariannya yaitu:

a. Menunaikan kewajiban beribadah kepada Allah (hablumminallah) sebagai bukti dan


aplikasi keimanan kepada-Nya.

b. Berbuat baik dan memberikan manfaat kepada sesamanya (hablumminannas) dalam


rangka mewujudkan keharmonisan hidup di tengah masyarakat.

c. Saling mengingatkan, jika terjadi penyimpangan dari hukum Tuhan atau terjadi
kedzaliman. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Ali Imran: 104.

d. Memiliki etos kerja yang tinggi disertai optimisme dan tawakal kepada Allah swt dalam
rangka meraih kesejahteraan hidup sebagai wujud syukur yang seluas-luasnya kepada
Allah Swt. Sebagaimana sabda Rasul ”Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih

‘21 8 Pendidikan Agama Islam Biro Akademik dan Pembelajaran


Tim Dosen PAI Widyatama http://www.widyatama.ac.id
dicintai oleh Allah swt daripada orang mukmin yang lemah”. Juga sebagaimana yang
tercantum dalam QS. Al-Qashshash: 77.

e. Senantiasa bekerjasama dalam mewujudkan kebaikan. Sebagaimana yang tercantum


dalam Q.S. Al-Maidah: 2.

2. Kontribusi Umat Islam Terhadap Perpolitikan Nasional

Kontribusi umat Islam dalam perpolitikan nasional tidak bisa dipandang sebelah mata. Di
setiap masa dalam kondisi perpolitikan bangsa ini, Islam selalu punya pengaruh yang besar.
Sejak bangsa ini belum bernama Indonesia, yaitu era berdirinya kerajaan-kerajaan hingga
saat ini, pengaruh perpolitikan bangsa kita tidak lepas dari pengaruh umat Islam. Salah satu
penyebabnya adalah karena umat Islam menjadi penduduk mayoritas bangsa ini. Selain itu,
dalam ajaran Islam sangat dianjurkan agar penganutnya senantiasa memberikan kontribusi
sebesar-besarnya bagi orang banyak, bangsa, bahkan dunia. Penguasaan wilayah politik
menjadi sarana penting bagi umat Islam agar bisa memberikan kontribusi bagi bangsa ini.
Sekarang mari kita amati kontribusi umat Islam dalam perpolitikan nasional di setiap era/
masa bangsa ini:

a. Era Kerajaan-Kerajaan Islam Berjaya Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional


punya akar sejarah yang cukup panjang. Jauh sebelum penjajah kolonial bercokol di
tanah air, sudah berdiri beberapa kerajaan Islam besar. Kejayaan kerajaan Islam di tanah
air berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.

b. Era Kolonial dan Kemerdekaan (Orde Lama) Peranan Islam dan umatnya tidak dapat
dilepaskan dari pembangunan politik di Indonesia, baik pada masa kolonial maupun
masa kemerdekaan. Pada masa kolonial Islam harus berperang menghadapi ideologi
kolonialisme, sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan dengan
ideologi tertentu seperti komunisme dengan segala intriknya. Sejarah pun secara tegas
menyatakan kalau pemimpin-pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan
NKRI. Baik itu mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan
Undang-Undang Dasar Negara. Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam
pernah mengusulkan agar Indonesia berdiri di atas Daulah Islamiyah yang tertuang di
dalam Piagam Jakarta. Namun, format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena
adanya protes dari kaum umat beragama lain. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus
1945, Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofis negara.

‘21 9 Pendidikan Agama Islam Biro Akademik dan Pembelajaran


Tim Dosen PAI Widyatama http://www.widyatama.ac.id
c. Era Orde Baru Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-
satunya asas di dalam negara. Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh
ditampilkan, termasuk ideologi politik Islam. Hal ini menyebabkan terjadinya kondisi
depolitisasi politik di dalam perpolitikan Islam. Politik Islam terpecah menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama disebut kaum skripturalis yang hidup dalam suasana
depolitisasi dan konflik dengan pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum subtansialis
yang mendukung pemerintahan dan menginginkan agar Islam tidak terjun ke politik.

d. Era Reformasi Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat
Indonesia bersatu untuk menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan reformasi
tidak lepas dari peran para pemimpin Islam pada saat itu. Beberapa pemimpin Islam
yang turut mendukung reformasi adalah Amin Rais dari Muhammadiyah, KH.
Abdurrahman Wahid dari Nahdatul Ulama. Selain itu, muncul juga Nurcholis Majid
(Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari kalangan santri. Bertahun-tahun reformasi
bergulir, kiprah umat Islam dalam panggung politik pun semakin diperhitungkan. Umat
Islam mulai kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan
label Islam. Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil menjadikan Pancasila
bukan lagi satu-satunya asas. Partai-partai politik juga boleh menggunakan asas Islam.

Kemudian bermunculanlah berbagai partai politik dengan asas dan label Islam. Dalam
kondisi bangsa saat ini, sudah waktunya umat Islam untuk terjun dalam perjuangan
politik yang lebih serius. Umat Islam tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggiran
sejarah. Umat Islam harus menyiapkan diri untuk memunculkan pemimpin-pemimpin
yang handal, cerdas, berahklak mulia, profesional, dan punya integritas diri yang
tangguh. Umat Islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam
panggung politik. Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai
rahmatan lil alamin dan dapat memberikan kontribusi besar bagi bangsa ini.

F. Hak Asasi Manusia (HAM)

Salah satu syarat pengkategorian masyarakat yang berpendidikan adalah pengakuan dan
perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan nilai-nilai demokrasi. HAM merupakan
hak-hak dasar yang dimiliki setiap pribadi manusia sebagai anugrah Tuhan yang dibawa sejak
lahir. HAM yang diberikan Tuhan kepada manusia tidak bisa dicabut atau diganggu oleh keku-

‘21 10 Pendidikan Agama Islam Biro Akademik dan Pembelajaran


Tim Dosen PAI Widyatama http://www.widyatama.ac.id
atan atau kekuasaan apapun di dunia. Setiap manusia memiliki kemerdekaan untuk menikmati
HAM-nya masing-masing selama tidak merugikan atau menggangu HAM orang lain.

Dalam ajaran Islam terdapat pengakuan dan perlindungan terhadap banyak hak dasar
manusia atau HAM. Hak-hak dasar ini wajib diperjuangkan untuk diraihnya kembali. Hak-hak
tersebut di antaranya adalah:

1. Hak kebebasan beragama. Islam menjunjung tinggi kebebasan beragama dan berkeyakinan
menurut agamanya masing-masing. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Baqarah: 256.

2. Hak atas keselamaan jiwa. Islam sangat menghormati keselamatan jiwa setiap orang.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Isra: 33

3. Hak untuk beramar ma‟ruf dan bernahyi munkar termasuk hak kebebasan berpendapat.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maidah: 78-79

4. Diakuinya hak-hak kepemilikan harta dan tidak saling mengganggu. Sebagaimana firman
Allah dalam QS. Al-Baqarah: 188 dan Q.S. An-Nisa: 29

5. Hak untuk diperlakukan secara adil. Simak firman-Nya dalam QS. Al-Hujurat: 6, dan QS.
An-Nisa: 58.

6. Hak untuk menjaga/membela Kehormataan Seseorang. Sebagaimana firman Allah dalam


QS. Al-Hujurat:11-12.

G. Demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani demos yang artinya rakyat dan kratein yang
berari pemerintah. Secara sederhana, demokrasi berarti pemerintah dari rakyat atau kekuasaan
tertinggi berada di tangan rakyat. Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan
yang berasal dar rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam perkembangannya, demokrasi
tidak hanya menyangkut pemerintahan dan perwakilan, namun memperjuangkan perlindungan
terhadap kebebasan, mengedepankan kesetaraan dan membuka partisipasi bagi warga negara
seluas-luasnya.

Demokrasi pada pengertian kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat atau pada
manusia tertentu dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam, Sebab dalam Islam kedaulatan
mutlak ada ditangan Allah, manusia hanya harus tunduk dan patuh terhadap segala aturan dan

‘21 11 Pendidikan Agama Islam Biro Akademik dan Pembelajaran


Tim Dosen PAI Widyatama http://www.widyatama.ac.id
Hukum-Nya. Namun disisi lain, banyak nilai positif demokrasi yang sejalan dengan ajaran
Islam. Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan yang bertanggung jawab,
berkeadilan, persamaan hak dan kesetaraan, menganjurkan musyawarah (syuro) sebagai solusi
pemecahan masalah bersama, dan kecaman terhadap segala macam bentuk kezhaliman.

Secara umum, sejahtera berarti kondisi bebas dari segala kekurangan dan bebas dari rasa
tidak aman. Konsep sejahtera dalam Islam yang juga menjadi cita-cita sosial Islam tergambar
pada kondisi ideal di surga yang harus berusaha untuk diciptakan bayang-bayangannya di bumi
ini. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Taha:117-119.

Menurut Quraish Shihab (1999: 241), ”susah payah” yang dimaksud adalah upaya
memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan, seperti yang ditegaskan pada ayat di atas
dengan istilah lapar, dahaga, telanjang, dan kepanasan. Sebagaimana firman Allah dalam QS.
Waqiah: 66.

Berdasarkan informasi, bahwa di surga, masyarakat hidup dalam suasana kedamaian,


harmonis, tidak terdapat di sana suatu dosa dan tidak pula sesuatu yang tidak wajar. Jadi
kesejahteraan lahir terpenuhi, karena kebutuhan pokok manusia tersedia, demikian juga
kesejahteraan batin. Maka, dengan usaha yang sungguh-sungguh, manusia diharapkan dapat
mewujudkan bayang-bayang surga tersebut di muka bumi ini dengan berpedoman kepada
petunjuk agama.

Daftar Pustaka

Nur, Tajudin dkk. (2018). Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi. Bandung: Unpad
Press.
Azra, Azyumardi. 2002. Konflik Baru Antar Peradaban: Globalisasi, Radikalisme dan
Pluralisme. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Majid, Abdul dkk. 2009. Islam Tuntunan dan Pedoman Hidup. Badung: Value Press.
Qadim, Abdul. 2002. Sistem Keuangan di Negara Khalifah (terjemah oleh Ahmad dkk.). Bogor:
Pustaka Thariq Al-Izzah.

‘21 12 Pendidikan Agama Islam Biro Akademik dan Pembelajaran


Tim Dosen PAI Widyatama http://www.widyatama.ac.id

Anda mungkin juga menyukai