Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konservasi
Kondisi lingkungan pada kawasan hutan mangrove mencakup kondisi fisik serta
kondisi sumber daya alam serta fauna dan flora yang berada di atas tanah maupun dalam
perairan laut. Ruang lingkup pada aspek konservasi meliputi : 1) Upaya konservasi, untuk
memperbaiki kondisi lingkungan yang terancam dan terganggu keseimbangannya dan 2)
Menjaga kualitas lingkungan, menjaga kualitas lingkungan merupakan aktivitas menjaga
keseimbangan lingkungan dan tidak memberikan gangguan serta ancaman bagi lingkungan,
dengan tujuan untuk konservasi atau melestarikan ekosistem (Ramega et al, 2015).
Ekosistem mangrove memiliki fungsi untuk mencegah terjadinya abrasi, menjadi
katalis air tanah dan air laut, sebagai penyerap karbon, mampu menghasilkan oksigen,
mencegah pemanasan global, menjaga kualias air dan udara, sebagai sumber nutrisi bagi
biota di sekitar, memiliki potensi sebagai kawasan pariwisata, sebagai media edukasi untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, pemanfaatan olahan mangrove, dan masih banyak lagi
(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2022).
Ekosistem mangrove tumbuh dengan baik di Desa Lembung, Kecamatan Galis,
Kabupaten Pamekasan. Selain itu, wilayah desa ini merupakan muara dari sungai sehingga
terjadi akresi pada lahan ini, karena adanya sedimentasi dari sungai. Masyarakat sekitar
memanfaatkan mangrove untuk kelangsungan hidup mereka. Wilayah mangrove pada lokasi
ini digunakan sebagai lahan penangkapan ikan dan kerang (Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 2022).
Kondisi ekosistem mangrove di pesisir Lembung, Kecamatan Galis, Kabupaten
Pamekasan masih termasuk dalam kategori yang terjaga kelestariannya, karena kawasan
ekowisata ini memiliki luasan area hutan mangrove yang cukup luas, yaitu luas lebih dari 46
hektar dan lebar kawasan mencapai 275 m. Beberapa pohon mangrove di kawasan ini
memiliki diameter batang yang sudah mencapai 31 cm, yang menunjukkan bahwa ekosistem
mangrove di pesisir Lembung masih terjaga kelestariannya (Ramega et al, 2015). Hal ini
sesuai dengan penelitian Ahyar (2013) yang menjelaskan bahwa diameter batang pohon
mangrove yang telah mencapai 30 cm merupakan daerah yang terjaga kelestarian
ekosistemnya.
Ekosistem mangrove di pesisir desa Lembung terus mengalami peningkatan baik
dalam hal jumlah tanaman dan juga luasan areanya. Adanya individu mengrove yang baru
ditanam pada kawasan ekowisata mangrove Lembung merupakan indikasi peningkatan
kelimpahan dan juga luasan area. Salah satu parameter fisik berupa kondisi pasang surut air
laut pada lokasi ini juga sudah sesuai berdasarkan penelitian yang dilakukan Ramega et al
(2015) dengan pasang tertinggi 110cm dan surut terendah -80 cm. Hal ini menunjukkan
bahwa kisaran pasang surut yang diperoleh adalah sebesar 30 cm yang sudah sesuai dengan
kriteria kesesuaian ekowisata. Kesesuaian pemilihan lokasi wisata pesisir kategori wisata
mangrove dari kondisi pasang surut juga dengan mempertimbangkan keamanan pengunjung
serta mempengaruhi pola persebaran atau distribusi vertikal mangrove (Alfira, 2014).
Kedalaman substrat di Desa Lembung sedalam 30 - 50 cm dengan karakterisrik
lumpur berpasir. Substrat di Desa Lembung cukup dalam dikarenakan area rencana
penanaman di desa ini adalah pertemuan dari beberapa muara sungai besar sehingga pasokan
sedimen dari sungai (darat) sangat melimpah. Kedalaman substrat tetap sama hingga 100
meter dari vegetasi terluar. Topografi pantai di desa Lembung cukup datar dimanabatimetri
area pada jarak 300 meter dari pantai adalah 1.5 meter (Gambar 2.1). Dominasi biota pada
area lokasi adalah jenis kerang-kerangan, kepiting, dan udang. Jenis subsrat yang terdapat di
Desa Lembung dapat dilihat pada (gambar 2.2) (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2022).

Gambar 2.1 Batimetri Area Rencana Penanaman Mangrove (Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 2022).

Gambar 2.2 Substrat Area Rencana Penanaman Mangrove (Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 2022).

Ketebalan hutan mangrove di Desa Lembung berkisar antara 145 m hingga 279 m.
Peninjauan dari kriteria kesesuaian ekowisata, kategori ketebalan mangrove kawasan ini
memiliki bobot 5, yang menyatakan bahwa kondisi daerah ini termasuk dalam kategori yang
sesuai yaitu skor minimum kesesuaiannya adalah skor 3 (>200-500 m). Berdasarkan Surat
Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Kehutanan No. KB 550/246/ KPTS/1984
dan No. 082/KPTS-II/1984, kondisi hutan mangrove di kawasan ekowisata mangrove
Lembung sudah sesuai dengan ketetapan pemerintah yang menghimbau bahwa pelestarian
jalur hijau selebar 200 m sepanjang garis pantai, melarang penebangan mangrove, serta
melestarikan seluruh mangrove (Ramega et al, 2015).
Berdasarkan hasil diskusi dan wawancara langsung pada lokasi studi dengan Pak
Slaman yang merupakan salah satu tokoh aktivis pegiat mangrove juga sebagai Ketua
Pokdarwis Sabuk Hijau di ekowisata mangrove Lembung, komposisi mangrove di kawasan
ini terdapat kurang lebih 9 spesies mangrove dari 3 family yaitu Rhizoporaceae,
Sonneratiaceae, dan Acanthaceae.
Struktur zonasi mangrove di kawasan ini berdasarkan spesies yang mendominasi yaitu
zona depan (dekat perairan) sampai zona akhir (dekat daratan) di dominasi oleh Sonneratia
alba dan Rhizopora stylosa. Kawasan mangrove desa Lembung termasuk dalam ekosistem
dengan zonasi yang relatif rendah kealamiannya, sesuai dengan pendapat Bengen (2004)
menjelaskan bahwa karakteristik zonasi mangrove secara umum sama dengan zonasi di
daerah penelitian, yaitu daerah yang paling dekat dengan dengan laut ditumbuhi oleh
Avicennia sp. yang berasosiasi dengan Sonneratia sp. sedangkan di kawasan ekowisata
mangrove Lembung jarang dijumpai Avicennia sp.
Fungsi ekosistem mangrove dari aspek biologi adalah sebagai habitat biota laut
maupun darat, sebagai tempat mencari makanan (feeding ground), tempat mengasuh dan
membesarkan benih (nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground) dan
tempat berlindung bagi juvenile dan larva ikan dari predator (Ramega et al, 2015). Akan
tetapi masyarakat sekitar hanya beranggapan bahwa mangrove sebagai tempat lumpur dan
rawa yang penuh dengan nyamuk, ular, laba-laba, dan binatang lainnya yang memberikan
rasa tidak nyaman. Namun, apabila diperhatikan lebih jauh lagi dengan pengamatan secara
efektif, mangrove memiliki daya tarik tersendiri diantaranya dapat dimanfaatkan sebagai
tempat menangkap ikan, mencari kerang dan kepiting. Hutan mangrove juga merupakan
habitat bagi berbagai jenis burung, ikan, reptil, crustacea, dan moluska (Ramega et al, 2015).
Kawasan ekosistem mangrove di Desa Lembung memiliki mutu lingkungan yang
cukup baik, dimana tidak terdapat kerusakan lahan yang begitu memprihatinkan, Prioritas
utama yaitu upaya konservasi, kemudian menjaga mutu lingkungan merupakan prioritas
kedua. Hal ini disebabkan dalam menjaga suatu kawasan ekowisata dari kerusakan
lingkungan memang tidak bisa diperkirakan, sehingga untuk upaya konservasi memang perlu
ditingkatkan untuk mengurangi pemanfaatan lahan berlebihan.
Saran pengelolaan ekowisata mangrove Lembung berdasarkan prinsip konservasi
meliputi peningkatan jumlah komposisi dan kelimpahan jenis mangrove di kawasan ini
melalui program penanaman. Meminimumkan dampak negatif yang mungkin dapat terjadi,
dan bersifat ramah lingkungan. Serta memanfaatkan sumber daya secara lestari dan
konservatif dalam penyelenggaraan kegiatan ekowisata.

Analisis SWOT prinsip konservasi :


Strengths (kekuatan)
 Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga dan melakukan konservasi
lingkungan sekitar
 Adanya peraturan desa yang secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi
terhadap konservasi lingkungan
 Adanyan “POKDARWIS” dengan struktur organisasi yang jelas sebagai lembaga
untuk kesadaran wisata di lingkungan Ekowisata Mangrove Lembung
 Terdapat peraturan yang jelas dari pihak pengelola sebagai upaya manajeme
konservasi.
 Terdapat agenda yang cukup intens untuk kegiatan penanaman mangrove
 Cakupan area mangrove yang luas
 Terdapat tempat penyimpanan bibit (nursery) bagi mangrove yang akan ditanam
Weakness (kelemahan)
 Sikap beberapa pengunjung yang masih kurang sadar terhadap ekosistem mangrove
 Kegiatan penanaman cenderung pada spesies tertentu saja sehingga kurang dapat
meningkatkan tingkat keanekaragaman atau komposisi jenis mangrove
Opportunities (peluang)
 Adanya dukungan dari stakeholder terkait seperti pemerintah, perusahaan, masyarakat
dan institusi pendidikan
 Beberapa penelitian sudah dilakukan pada kawasan ini
 Potensi perikanan meningkatkan hasil tangkapan nelayan
 Terdapat berbagai jenis biota selain mangrove yaitu flora dan fauna yang juga
berperan dalam ekosistem mangrove
Threats (ancaman)
 Terdapat nelayan yang menggunakan bom peledak untuk menangkap ikan sehingga
dapat menjadi ancaman bagi ekosistem mangrove
 Masih terdapat beberapa sampah yang berada di kawasan ekowisata mangrove
Lembung
 Lokasi cukup dekat dengan pemukiman sehingga berpotensi terkena limbah rumah
tangga

DAFTAR PUSTAKA

Ahyar. 2013. Analisis Kelayakan Ekosistem Mangrove Sebagai Kawasan Perencanaan


Ekowisata di Desa Tengket Kecamatan Arosbaya. Program Studi Ilmu Kelautan
Universitas Trunojoyo Madura.
Alfira, F. A. 2014. Identifikasi Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove pada
Kawasan Suaka Margasatwa Mampie di Kecamatan Wonomulyo Kabupaten Polewali
Mandar. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.
Bengen, D. G. 2004. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove.
Institut Pertanian Bogor.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2022. Mangrove dan Manfaatnya.
https://kkp.go.id/brsdm/bdasukamandi/page/541-mangrove-dan-
manfaatnya#:~:text=Kawasan%20hutan%20mangrove%20memiliki%20fungsi,kualitas
%20air%20menjadi%20lebih%20bersih. (accessed on 23 December 2022).
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2022. Rencana Penanaman Mangrove Tahun 2022.
https://kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/Dit%20P4K-PRL/
mangrove/2022/Pamekasan/RPM%20Pamekasan%202022.pdf (accessed on 23
December 2022).
Ramega, A. B., Farid, A., & Wardhani, M. K. 2015. Analisis Kesesuaian Lahan dan Strategi
Pengelolaan Kawasan Perencanaan Ekowisata Mangrove di Pesisir Lembung
Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan. Electronic Journal Universitas Trunojoyo
Madura. Hal 1-18.

Anda mungkin juga menyukai