Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERAN BARU ORANG TUA DALAM SEGI PSIKOLOGIS

TUGAS KELOMPOK IV

1. DESWINA
2. DENA KHAIRA
3. FIZA MARISA
4. HANIF
5. KIKI RISDAYANTI
6. KHODIJAH
7. LINDAYU
8. RENTA MANURUNG
9. SUCI INDAH PATHANA
10. REVINA
11. MARDIANA
12. VINCEN

Dosen Pengampu : Muzilatulnisma, S.ST,M.Kes.CBMT.CH.CHT.CSI

UNIVERSITAS ADIWANGSA JAMBI

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang maha esa yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta kekuatan kepada kita semua untuk senantiasa bersyukur kepada-
Nya, atas berkat dan rahmat-Nya,akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul " Peran Baru Orang Tua Dalamsegi Psikologis". Penghargaan dan terima
kasih terbesar penulis berikan kepada keluarga tercinta yang telah memberikan
dukungan terbesar secara moril ataupun materil. Serta kepada Ibu : Muzilatulnisma,
S.ST,M.Kes.CBMT.CH.CHT.CSI selaku dosen pengampu yang telah memberikan
pengarahan, masukan, dukungan, serta nasehat-nasehat dengan hasil yang maksimal.
Penulis menyadari bahwa masih banyak menemukan hambatan dan kesulitan, namun
atas segala ridho Allah SWT dan bantuan dari ibu dosen serta arahan yang diberikan
berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dan berperan banyak dalam penyusunan Makalah ini.

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menjadi orang tua merupakan masa yang alamiah yang terjadi dalam kehidupan
seseorang. Menjadi orang tua mempunyai kewajiban memenuhi kebutuhan anaknya
seperti, pengasuhan, kebutuhan makan dan minum, psikologi, agama dan sebagainya
(Puspitawati, 2013).

Seorang ibu memiliki peran penting dalam menciptakan generasi, selain


mengandung dan melahirkan, menyusui juga merupakan tanggung jawab yang besar
bagi ibu. Peran seorang ibu sangatlah besar, dan tidak mudah untuk dijalani, berbagai
masalahpun dapat timbul, salah satunya dapat disebabkan karena rendahnya
pengetahuan orang tua dan ketidaksiapan menjadi orang tua (Kitano, 2016).

Kurangnya keahlian dan keterampilan dalam mengasuh anak dapat disebabkan


karena usia yang terlalu muda saat menikah. Ketidaksiapan menjadi orang tua
berhubungan signifikan dengan pengalaman baru sebagai seorang ibu yang rendah
pengetahuannya, terlalu muda, dan tidak memiliki pemahaman yang cukup dalam
pemberian pengasuhan, makanan anak, dan perkembangan anak (Kitano, 2016).

Maryatun (2010) menyatakan bahwa pernikahan usia muda dan melahirkan pada
usia remaja berisiko untuk melahirkan prematur dan berat badan lahir rendah.
Pernikahan usia remaja juga berdampak pada kualitas keluarga, baik dari segi
ketidaksiapan secara psikis dalam menghadapi persoalan sosial maupun ekonomi rumah
tangga, risiko dari ketidaksiapan mental untuk membina pernikahan, menjadi orang tua
yang bertanggung jawab, dan kegagalan dalam membina keluarga.

Usia ibu yang terlalu muda saat hamil dapat menimbulkan fisiologis dan
psikologis yang belum matang untuk menjalankan tanggung jawab sebagai orang tua
sepenuhnya (Tsai & Wong, 2003 dalam Sarantaki & Koutelekos, 2005). Usia dibawah
20 tahun dikategorikan sebagai usia remaja. Pada usia remaja ini terjadi berbagai
perubahan salah satunya perubahan perilaku yang cenderung lebih meningkatnya emosi
karena berbagai tekanan tanpa adanya dukungan disekitar terutama dalam hal menyusui
(Watts, 2015).

Menyusui merupakan proses alamiah yang besar artinya untuk kesejahteraan


ibu, bayi dan keluarga. Namun ibu sering tidak berhasil dalam menyusui dan
menghentikan menyusui lebih dini. Oleh karena itu dibutuhkannya bantuan untuk ibu-
ibu agar berhasil dalam menyusui. Banyak alasan yang ditemui pada ibu-ibu yang tidak
menyusui bayinya yaitu produksi ASI yang tidak cukup dan bayi yang tidak mau

3
menghisap. Disamping itu cara menyusui yang baik dan benar juga dapat menimbulkan
gangguan dalam menyusui (Marmi, 2012).

Pencapaian ASI ekslusif pada ibu usia di bawah 20 tahun kurang terdokumentasi
dengan baik di Indonesia. Kondisi mereka yang spesial, dikerenakan cenderung
kurangnya kematangan fisik maupun psikologis pada remaja, dan kesehatan reproduksi
remaja juga membutuhkan perhatian khusus dan spesifik, termasuk masa kehamilan
hingga kelahiran bayi. Rendahnya cukupan pemberian ASI juga dipengaruhi oleh
berbagai faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pengetahuan, pendidikan,
pekerjaan dan fisik ibu, sedangkan faktor eksternal meliputi pengaruh sosial, budaya
dan keterbatasan petugas kesehatan (Savitri, 2018).

Menurut Lestari (2018) menyatakan bahwa semakin rendahnya pendidikan dan


usia ibu lebih cenderung tidak menyusui secara efektif. Dampak dari ibu muda yang
tidak memberikan ASI pada bayinya juga menyebabkan bayi akan berisiko terkena
berbagai penyakit infeksi seperti infeksi pernafasan, telinga, daya imunitas yang rendah,
rendahnya kecerdasan pada generasi penerus, meningkatnya angka kesakitan pada anak,
meningkatnya kematian anak, menambah subsidi rumah sakit dan menambahnya devisa
untuk membeli susu formula (Nugroho, 2014).

B. TUJUAN

Menerapkan asuhan keperawatan yang komprehensif terhadap ibu baru


dengan Masalah peran baru orang tua dalam segi psikologis dan Penerapan
Evidence Based

C. MANFAAT

1. Bagi mahasiswa

Sebagai pengembangan kemampuan mahasiswa/i dalam hal penerapan


asuhan kebidanan yang komprehensif dan menambah pengalaman mahasiswa/i
dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah peran baru
orang tua dalam segi psikologis

2. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat menjadi bahan referensi bagaimana menerapkan asuhan kebidanan


pada ibu baru

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Masa Nifas
a. Pengertian

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhirketika


alat-lat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masanifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secarakeseluruhan
akan pulih dalam waktu 3 bulan. Masa nifas atau post partumdi sebut juga
puerperium yang berasal dari bahasa latin yaitu dari katab“puer” yang artinya
bayi dan “Parous” berarti melahirkan. Nifas yaitu daerahyang keluar dari rahim
karena sebeb melahirkan atau setelah melahirkan. Darah nifas yaitu darah yang
tertahan tidak bisa keluar dari rahim karenasebab melahirkan atau setelah
melahirkan. Maka ketika melahirkan darahtersebut keluar sedikit demi sedikit.
Darah yang keluar sebelum melahirkandisertai tanda-tanda kelahiran, maka itu
termasuk darah nifas juga.

b. Tujuan Asuhan Masa Nifas


1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis
2) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendekteksi masalah,mengobati
atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya
3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan dini,nutrisi,
KB, menyusui, pemberian imunisasi pada bayi dan perawatanbayi sehat
4) Memberikan pelayanan KB
5) Mendapatkan kesehatan emosi.

c. Tahapan Dalam Masa Nifas


1) Peurperium Dini (immediate puerperium) : waktu 0-24 jam postpartum.
Yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri danberjalan-jalan.
Dalam agama islam telah bersih dan boleh bekerjasetelah 40 hari.
2) Peurperium Intermedial (early Puerperium) : waktu 1-7 hari postpartum
kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8minggu.
3) Remote peurperium (later puerperium) : waktu 1-6 minggu postpartum
waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna.Terutama bila
selama hamil dan waktu persalinan mempunyaikomplikasi. Waktu untuk
sehat bisa berminggu-minggu, bulan atautahun.

5
d. Adaptasi Psikologis Pada Masa Nifas

Adaptasi psikologis merupakan suatu proses penyesuaian, baik secara fisik


maupun psikologis dari orang tua baru terhadap peran yang berkaitan dengan
kehadiran bayi baru lahir (Bobak, Lowdermik dan Jansen, 1995).
Proses adaptasi ibu postpartum, dimana pada saat ini ibu akan lebih
sensitive dalam segala hal, terutama yang berkaitan dengan dirinya serta
bayinya.
Peran bidan sangat penting dalam hal memberi pengarahan pada keluarga
tentang kondisi ibu serta pendekatan psikologis yang dilakukan bidan pada pada
ibu nifas agar tidak terjadi perubahan psikologis yang patologis. Dorongan serta
perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif bagi ibu.
Reva Rubin (1977) Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan
mengalami 3 fase sebagai berikut:
1. Fase Taking In

Fase taking in yaitu masa ketergantungan ibu yang berlangsung 1-2 hari
pasca melahirkan. Ibu berfokus kepada dirinya sebagai akibat
ketidaknyamananya, seperti rasa mules, nyeri pada luka jahitan, kurang
tidur, dankelelahan. Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini adalah
istirahat yang cukup, komunikasi yang baik dan asupan nutrisi. Bentuk
perubahan psikologis yang dialami ibu nifas pada fase taking in adalah :
kekecewaan pada bayinya, ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan-
perubahan fisik yang dialami, rasa bersalah dikarenakan belum bisa
menyusui bayinya atau dampak kritikan suami atau keluarga tentang
perawatan bayinya.

Tugas bidan menghadapi ibu pada fase taking in adalah :

 Menumbuhkan semangat dan sikap percaya diri ibu


 Mengajarkan ibu untuk bersabar menghadapi berbagai ketidaknyamanan
fisik
 Mengajarkan ibu merawat dirinya
 Mengajarkan ibu untuk mau mengasuh bayinya
 Mengajarkan ibu untuk bersikap terbuka dan mau berkomunikasi
denganorang lain.

6
2. Fase Taking Hold

Fase ini berlangsung antara 3-10 hari pasca melahirkan, yang ditandai
dengan sikap ibu yang selalu merasa khawatir atas ketidak mampuannya
merawat anak, perasaan sensitive, gampang tersinggung, dan tergantung kepada
orang lain, terutama pada dukungan keluarga dan bidan (petugas kesehatan).
Meskipun demikian, berkat dukungan keluarga dan bidan kini ibu mulai belajar
mandiri dan berinisiatif merawat bayinya sendiri, belajar mengontrol fungsional
tubuhnya, mengeliminasi dan memperhatikan aktivitas. Kegagalan dalam fase
taking hold membuat para ibu mengalami depresi post partum.

Tugas bidan menghadapi ibu pada fase taking hold adalah :

 Mengajarkan ibu tentang cara perawatan bayi.


 Mengajarkan ibu tentang cara menyusui yang benar
 Mengajarkan ibu merawat luka jahitan
 Mengajarkan ibu tentang gizi
 Menganjurkan ibu untuk cukup istirahat
 Mengajarkan ibu untuk menjaga kebersihan diri

3. Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangsung selama 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah bisa
menyesuaikan diri dari ketergantungannya. Kini keinginan merawat diri sendiri
dan bayi sudah semakin meningkat, merasa lebih nyaman, secara bertahap ibu
mulai menjalankan tugas dan tanggung jawab perawatan bayi dan memahami
kebutuhan bayinya.

Tugas bidan menghadapi ibu pada fase Letting go adalah :

 Mengajarkan ibu untuk tetap cukup istirahat


 Memperhatikan asupan gizi
 Mengajarkan tentang pentingnya kebersihan ibu
 Mengajarkan tentang pentingnya dukungan keluarga
 Memberikan perhatian dan kasih sayang
 Menghibur ibu saat sedih atau menemani saat kesepian

Adaptasi lain yang secara psikologis dialami oleh ibu post partum

7
1. Abandonment
a. Perasaan tidak berarti dan dikesampingkan. Sesaat setelah persalinan, sebagai
pusat perhatian semua orang menanyakan keadaan dan kesehatannya.
b. Beberapa jam setelah itu, perhatian orang-orang di sekitar mulai ke bayi dan ibu
merasa “cemburu” kepada bayi.
c. Saat pulang ke rumah, ayah akan merasakan hal yang sama dengan ibu, karena
istri akan lebih fokus pada bayi.
d. Perawat harus membicarakan hal ini pada ayah dan ibu secara bersamaan,
bagaimanapun juga peran orang tua adalah sama dalam perawatan bayi.
Melakukan perawatan bayi secara bersamaan akan membantu orang tua
memiliki peran yang sama dalam perawatan bayi.

2. Disappointment

a. Perasaan kecewa terhadap kondisi bayi karena tidak sesuai yang diharapkan saat
hamil. Orang tua yang menginginkan bayi yang putih, berambut keriting, dan
selalu tersenyum akan merasa kecewa ketika mendapati bayinya berkulit gelap,
berambut tipis dan menangis terus.
b. Bidan harus membantu orang tua untuk dapat menerima bayinya, dengan
menunjukkan kelebihan-kelebihan bayi, seperti, sehat, mata yang bersinar dan
kondisi yang lengkap tanpa cacat.
3. Post partum Blues (Baby Blues)

a. 80% wanita post partum mengalami perasaan sedih yang tidak mengetahui
alasan mengapa sedih. Ibu sering menangis dan lebih sensitif. Post partum blues
juga dikenal sebagai baby blues. Kejadian ini dapat disebabkan karena
penurunan kadar estrogen dan progesteron.
b. Gejala PPD ringan termasuk kesedihan, kecemasan, selalu menangis bercucuran
air mata, dan kesulitan tidur.
c. Postpartum blues pada umumnya terjadi sekitar hari ke 3 hingga ke 5 post
partum dan hilang 10-12 hari setelah melahirkan.
d. Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah kepastian dan
bantuan pekerjaan rumah tangga serta mengurus bayi. Sekitar 20% dari wanita
yang memiliki baby blues akan mengalami depresi yang lebih lama.
e. Penting diketahui dokter jika mengalami sindrom “blues”yang berlangsung
lebih dari dua minggu.
f. Apa sajakah gejala depresi postpartum (baby blue syndrome)?
Gejala depresi postpartum (PDD) dapat dibagi menjadi tiga kategori:

8
1 Blues Postpartum(“baby blues”): Sangat pendek durasinya, mungkin tidak
memerlukan pengobatan formal tetapi perawatan suportif saja.
2 Depresi Postpartum: Berlangsung lebih lama, lebih melemahkan, dan
membutuhkan perawatan medis.
3 Psikosis Postpartum: bentuk paling parah, memerlukan perawatan kejiwaan
agresif karena sudah timbul halusinasi dan gejala psikosis lainnya
Penyebab Blues Postpartum (“baby blues”) yang menonjol adalah :
1. Kekecewaan emosional yaitu ketakutan yang dialami kebanyakan wanita
selama kehamilan dan persalinan.
2. Rasa sakit pada masa nifas.
3. Kelelahan karena kurang tidur selama persalinan.
4. Kecemasan ketidakmampuan merawat bayi setelah pulang dari rumah sakit.
5. Rasa takut tidak menarik lagi bagi suami.
Ada banyak kemungkinan gejala depresi postpartum, termasuk berikut:
 Sulit tidur atau malah tidur lebih banyak dari biasanya
 Perubahan nafsu makan
 Kekhawatiran ekstrim dan khawatir tentang bayi atau kurangnya minat atau
perasaan untuk bayi
 Merasa tidak mampu mencintai bayi atau keluarga
 Kemarahan terhadap bayi, pasangan, atau anggota keluarga lainnya
 Kecemasan atau serangan panic
 Takut takut ditinggal sendirian di rumah dengan bayi.
 Kesedihan atau menangis berlebihan
 Kesulitan berkonsentrasi atau mengingat
 Perasaan ragu, rasa bersalah, tak berdaya, putus asa, atau gelisah
 Letargi atau kelelahan ekstrim
 Kehilangan minat pada hobi atau kegiatan biasa lainnya
 Perubahan suasana hati yang berlebihan dan terendah
 Merasa mati secara emosional
 Mati rasa atau kesemutan di lengan atau kaki
 Sesak napas

9
 Terlalu sering ke dokter anak dengan ketidakmampuan untuk diyakinkan
 Pikiran berulang tentang kematian, yang dapat mencakup berpikir tentang
atau bahkan berencana bunuh diri
 pikiran obsesif-kompulsif dan perilaku yang mengganggu

Panggil Dokter Jika :


 Jika memiliki gejala atau tanda-tanda depresi yang telah berlangsung lebih dari
dua minggu setelah melahirkan atau justru dimulai dua bulan setelah
melahirkan.
 Cari bantuan darurat jika memiliki salah satu dari gejala berikut:

◦ halusinasi dan delusi tentang diri Anda atau bayi Anda; jangan menunggu,
ini darurat.

◦ Pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bayi; ini juga hal yang darurat dan
membutuhkan bantuan segera.
PERINGATAN:
 Pikiran atau upaya untuk bunuh diri (niat atau usaha untuk membunuh diri
sendiri) dan pikiran atau upaya membunuh (niat atau mencoba untuk membunuh
orang lain) merupakan risiko yang sangat serius dan nyata dari depresi
postpartum.
 Gejala-gejala ini bukan mitos atau khayalan semata, dan beberapa kasus telah
dipublikasikan dengan baik secara medis. Cari perawatan medis segera jika ibu
memiliki pikiran untuk bunuh diri atau membunuh.
Cara Mencegah Depresi Postpartum
Karena depresi postpartum (PPD) mungkin terkait dengan fluktuasi hormon
setelah melahirkan, pencegahan tidak mungkin dilakukan.
 Namun, beberapa pendekatan dapat membantu menjaga terhadap kondisi
tersebut. Salah satu hal terbaik untuk dilakukan adalah belajar sebanyak
mungkin tentang apa yang diharapkan secara fisik dan psikologis selama
kehamilan, persalinan, dana pengasuhan anak.
 Ini dapat membantu Anda mengembangkan harapan yang realistis untuk diri
sendiri dan bayi Anda.
 Wanita yang memiliki riwayat depresi mungkin berisiko lebih tinggi untuk
mengalami PPD, dan wanita yang mengalami depresi sebelum atau selama
kehamilan mungkin mengalami gejala yang sama setelah melahirkan.
 Setelah ibu melahirkan, dapatkan bantuan dari teman dan keluarga, tapi batasi
juga bantuan itu agar ibu memiliki waktu untuk mengasuh anak sendiri juga.

10
 Jangan terlalu khawatir dengan tugas-tugas yang tidak benar-benar harus
dilakukan.
 Seringlah tidur siang untuk tetap beristirahat,
 Makan makanan sehat
 Mendapatkan berolahraga yang cukup.

Penanganannya antara lain :

◦ Komunikasikan segala hal yang ingin diungkapkan


◦ Bicarakan rasa cemas yang dialami
◦ Bersikap tulus iklas dan menerima peran baru setelah melahirkan
◦ Bersikap fleksibel tidak perlu perfecsionis dalam mengurus bayi atau rumah
tangga
◦ Belajar tenang dengan menarik napas panjang dengan meditasi
◦ Kebutuhan istirahat yang cukup, tidurlah ketika bayi cukup
◦ Berolahraga ringan
◦ Bergabunglah dengan kelompok ibu-ibu baru
◦ Dukungan tenaga kesehatan
◦ Dukungan suami, keluarga dan teman sesama ibu
◦ Konsultasikan kepada dokter yang profesional agar dapat meminimalisirkan
faktor resiko laninnya dan membantu pengawasan.

Ada dua macam perawatan depresi

1. Terapi bicara : sesi bicara dengan terapis, psikolog atau pekerja sosial untuk
mengubah apa yg difikir, rasa dan lakukan oleh penderita akibat menderita
depresi.

2. Obat medis: obat anti depresan yg diresepkan oleh dokter. Sebelum


mengkonsumsi obat anti depresi, sebaiknya didiskusikan benar obat mana yg
tepat dan aman bagi bayi untuk dikomsumsi oleh ibu hamil atau ibu menyusui

11
E. Bounding Attachment

Ialah ikatan kasih sayang yang mulai sejak dini begitu bayi dilahirkan. Istilah
bounding berkaitan dengan relasia antara ibu dan anak. Sedangkan attachment
adalah keterikatan anak dan ibu. Jadi bounding attachment akan terus meningkat
seiring dengan sikap penerimaan ibu terhadap bayinya.

1. Tahap-Tahap Bounding Attachment


 Perkenalan (acquaintance), dengan melakukan kontak mata, menyentuh,
berbicara, dan mengeksplorasi segera setelah mengenal bayinya.
 Bounding (keterikatan)
 Attachment, perasaan sayang yang mengikat individu dengan individu
lain. Menurut Klaus, Kenell (1982), bagian penting dari ikatan ialah
perkenalan.

2. Elemen-Elemen Bounding Attachment

 Sentuhan – Sentuhan, atau indera peraba, dipakai secara ekstensif oleh


orang tua dan pengasuh lain sebagai suatu sarana untuk mengenali bayi
baru lahir dengan cara mengeksplorasi tubuh bayi dengan ujung jarinya.
 Kontak mata – Ketika bayi baru lahir mampu secara fungsional
mempertahankan kontak mata, orang tua dan bayi akan menggunakan
lebih banyak waktu untuk saling memandang. Beberapa ibu mengatakan,
dengan melakukan kontak mata mereka merasa lebih dekat dengan bayinya
(Klaus, Kennell, 1982).
 Suara – Saling mendengar dan merespon suara antara orang tua dan
bayinya juga penting. Orang tua menunggu tangisan pertama bayinya
dengan tegang
 Aroma – Ibu mengetahui bahwa setiap anak memiliki aroma yang unik
(Porter, Cernoch, Perry, 1983). Sedangkan bayi belajar dengan cepat untuk
membedakan aroma susu ibunya (Stainto, 1985).
 Entrainment – Bayi baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan struktur
pembicaraan orang dewasa. Mereka menggoyang tangan,
mengangkat kepala, menendang-nendangkan kaki, seperti sedang berdansa
mengikuti nada suara orang tuanya. Entrainment terjadi saat anak
mulai berbicara. Irama ini berfungsi memberi umpan balik positif kepada
orang tua dan menegakkan suatu pola komunikasi efektif yang positif.

12
3. Prinsip-Prinsip dan Upaya Meningkatkan Bounding Attachment

 Dilakukan segera (menit pertama jam pertama).


 Sentuhan orang tua pertama kali.
 Adanya ikatan yang baik dan sistematis berupa kedekatan orang tua ke anak.
 Kesehatan emosional orang tua.
 Terlibat pemberian dukungan dalam proses persalinan.
 Persiapan PNC sebelumnya.
 Adaptasi.
 Tingkat kemampuan, komunikasi dan keterampilan untuk merawat anak.
 Kontak sedini mungkin sehingga dapat membantu dalam memberi kehangatan
pada bayi, menurunkan rasa sakit ibu, serta memberi rasa nyaman.
 Fasilitas untuk kontak lebih lama.
 Penekanan pada hal-hal positif.
 Perawat maternitas khusus (bidan).
 Libatkan anggota keluarga lainnya/dukungan sosial dari keluarga, teman dan
pasangan.
 Informasi bertahap mengenai bounding attachment.

4. Keuntungan Bounding Attachment

 Bayi merasa dicintai, diperhatikan, mempercayai, menumbuhkan sikap sosial.


 Bayi merasa aman
 berani mengadakan eksplorasi.

5. Hambatan Bounding Attachment

 Kurangnya support sistem.


 Ibu dengan resiko (ibu sakit).
 Bayi dengan resiko (bayi prematur, bayi sakit, bayi dengan cacat fisik).
 Kehadiran bayi yang tidak diinginkan.

13
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
 Adaptasi psikologis merupakan suatu proses penyesuaian, baik secara fisik
maupun psikologis dari orang tua baru terhadap peran yang berkaitan dengan
kehadiran bayi baru lahir (Bobak, Lowdermik dan Jansen, 1995).
 Proses adaptasi ibu postpartum, dimana pada saat ini ibu akan lebih sensitive
dalam segala hal, terutama yang berkaitan dengan dirinya serta bayinya.
Imunisasi lanjutan
 Reva Rubin (1977) Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan
mengalami 3 fase sebagai berikut: taking in ,taking hold ,letting go
 Bounding Attachment Ialah ikatan kasih sayang yang mulai sejak dini begitu
bayi dilahirkan. Istilah bounding berkaitan dengan relasia antara ibu dan
anak. Sedangkan attachment adalah keterikatan anak dan ibu. Jadi bounding
attachment akan terus meningkat seiring dengan sikap penerimaan ibu
terhadap bayinya.

B. SARAN
Diharapkan seluruh mahasiswi mengetahui peran orang tua dari segi
psiologis pasien postpartum.

14
DAFTAR PUSTAKA

Adiputra, N. W. A., & Kusthina, N. P. M. (2015). Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Adaptasi

Psikologis Pada Masa Nifas. Jurnal Genta Kebidanan, 5(1), 5–8.

Alwisol. (2012). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Amelia, M., Nurchayati, S., & Veni Elita. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Keluarga Untuk Memberikan Dukungan kepada Klien Diabetes Mellitus

Ddalam Menjalani Diet. Jom Psik, 1, 1–10.

Bahiyatun. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC

Idaiani, S., & Basuki, B. (2012). Postpartum depression in Indonesian women : a

15

Anda mungkin juga menyukai