Anda di halaman 1dari 4

Untuk apa kau buatku jatuh, selalu jatuh.

Lalu kau tertawa bahagia dengan kejatuhanku?

Bab 1

Takkan Pernah Sengaja

“Kau masih saja minum?” ujar Tori, sambil memelukku dari belakang. Aku tahu Tori
sudah pulang karena jam menunjukkan Pukul 5 sore di jam tanganku. “Hai, sudah
pulang?” saut ku perlahan, dengan ekspresi berpura-pura senang melihatnya sudah
pulang. Lalu dia duduk disebelahku, menyenderkan kepalanya dipundakku, tercium
aroma jasmine dari rambutnya. Dengan tersenyum aku berkata lirih “Untuk apa kau
selalu buatku jatuh, selalu jatuh. Lalu kau tertawa bahagia dengan kejatuhanku?”.

Sudah sekitar dua minggu aku menganggur. Aku sudah mencoba melamar kerja
paruh waktu di gerai-gerai kopi sekitar tempat kosku. Hari ini aku ingin
menghubungi temanku Jesika yang ingin merekomendasikanku di tempat dia
bekerja. Waktu sudah menunjukkan tanganku menunjukkan pukul 4.35 sore tepat
dimana perlahan matahari sudah mulai bersembunyi di ufuk timur dan terlihat
terdapat awan yang cukup besar menutupi cahayanya sehingga cahaya itu
menyinari dari pinggiran awan yang cukup besar itu yang seakan-akan kejinggaan
itu ingin berkata “Lihat wahai semesta, langit tak sepenuhnya biru, jinggaku juga
mampu menarik perhatianmu”. Tak lama kemudian aku mulai membersihkan kamar
lalu mandi, karena Jesika telah menunggu di gerai kopi langganannya. Setelah
sampai di gerai kopi langganan Jesika yang bergaya retro dengan dinding tanpa
semen dan penggunaan kayu disekitar bar-nya membuat tempat ini semakin terlihat
nyaman dilihat, apalagi di gerai ini sangat banyak sekali jenis tanaman. Setelah
masuk ke dalam gerai kopi aku bertemu Jesika dan pacarnya Adit. Adit adalah
temanku sejak aku masuk di dunia perkuliahan, aku mengenal Jesika dari temanku
ini karena beberapa kali kami bertemu dan melempar topik pembicaraan yang seru.
“Kamu dari mana?” Tanya Adit kepadaku, “ya dari kosan lah mau dari mana lagi ya
kan..” jawab ku sambil menarik kursi dan duduk didepan Adit. Kebiasanku saat di
gerai kopi adalah memesan Coffee Latte Ice karena memang varian ini sangat
populer di kalangan gerai kopi sekitar kampus. “jadi bagaimana bisa ngga aku
masuk kerja di tempat kerjamu ?” tanyaku pada Jesika. “ya bisa aja sih, aku juga
udah kasih rekomendasi ke HRD kok….” “kamu tinggal kirim CV aja sih, selebihnya
serahin ke aku.” Ujar Jesika dengan penuh keyakinan. “ah oke kalo itu maumu Jes..”
jawabku sambil menganggukkan kepala.

Setelah beberapa jam kami mengobrol di gerai kopi, kulihat jam telah menunjukkan
pukul 9 malam ini waktunya pulang dan aku harus mengerjakan tugas yang
diberikan oleh Jesika kepadaku. Kupacu Si Jalu untuk pulang ke kosan menembus
dinginnya angin malam, Jalu singkatan dari Jajan Mulu adalah motor tua yang
diamanahkan oleh orang tua ku untuk menemani kemana pun aku pergi dan aku
bahagia punya Jalu. Setelah sesampainya aku di kosan aku langsung membuka
laptop untuk membuat sebuah Curriculum Vitae untuk melamar paruh waktu di gerai
kopi tempat Jesika bekerja. Hampir beberapa tahun terakhir kuhabiskan waktuku
dengan bekerja dan kuliah tentunya. Aku berkuliah di salah satu kampus yang
berjarak sekitar 90 kilometer dari rumah, dan memang aku memilih untuk merantau
karena mungkin menjadi perantau sangat seru, dimana bagian serunya adalah bisa
merasakan rindu berada dirumah, akan tapi bagi seorang laki-laki terdapat bagian
paling seru adalah kebebasan. Tidak lagi disuruh beli beras di warung, tidak lagi di
gangguin kalau mau bangun siang dan bagian terpenting adalah bisa masukin cewek
ke dalam kamar kosan. Aku merupakan laki-laki perantau yang paling rugi, karena
aku tidak pernah merasakan bagian terpenting menjadi perantau. Menjadi laki-laki
yang kurang beruntung di percintaan adalah hal berat, disaat semua teman-temanku
berevolusi menjadi pemuncak rantai makanan atau biasa disebut seorang buaya
membuatku semakin membuang jauh-jauh harapan untuk menemukan seseorang
yang spesial. Terkadang diberi anugerah ketidak beruntungan itu sangat seru bisa
melihat sisi atau perspektif lain dari kehidupan selain dengan berpasangan, akan
tetapi lebih indah lagi apabila mempunyai pasangan. Dingin pagi mulai membuat
bulu kudukku berdiri dengan hembusannya dari jendela. Aku terbiasa membuka
jendela disaat aku tertidur agar angin pagi berhembus membangunkanku. Berdiri
dari kasur merupakan hal yang lumayan berat apalagi ketika kulihat jadwal kelasku
yang menunjukan bahwa ada kelas pagi, sangat pagi. Hal kedua yang paling berat di
kelas pagi adalah mandi. Ku pacu Si Jalu untuk pergi kelas pagi. Berpikir keras di
kelas pagi membuatku lapar. Menjadi seorang perantau dikala lapar tiba-tiba
membuatku menguasai menejemen finansial yang sangat bagus; karena aku harus
benar-benar mempertimbangkan segi harga dan kuantitas. Dengan kesendirianku
aku akhirnya sarapan. Malang adalah kota yang aku pilih untuk meninggalkan
rumah. Mencoba mencari peruntungan, pengalaman serta tempat dimana aku harus
mencari bagaimana menjadi seorang manusia; benar seorang manusia biasa. Itu hal
yang harus kuperoleh ketika aku tumbuh besar dan dewasa. Tiba-tiba terdapat
notifikasi ditelepon gengamku mengatakan bahwa aku dipanggil untuk menghadap
HRD tempat Jesika bekerja “ah.. dia benar-benar berhasil” kataku dalam hati. Lalu
kuatur jadwal untuk bertemu di esok hari dengan HRD itu.

Curriculum Vitae sudah selesai ku buat kini waktunya untukku mencoba tidur untuk
menyongsong hari esok.

Angin berhembus cukup kencang di sore ini. Ketika aku menyender dan menghisap
rokok, aku melihat korden kamarku yang telah ku ikat melayang-layang cukup
kencang. Sudah 2 minggu lebih aku tak bertemu teman-temanku sejak aku ingin
sendiri. Kulihat jam tanganku menunjukkan pukul 4.35 sore tepat dimana perlahan
matahari sudah mulai bersembunyi di ufuk timur dan terlihat terdapat awan yang
cukup besar menutupi cahayanya sehingga cahaya itu menyinari dari pinggiran awan
yang cukup besar itu yang seakan-akan kejinggaan itu ingin berkata “Lihat wahai
semesta, langit tak sepenuhnya biru, jinggaku juga mampu menarik perhatianmu.”
Aku bergegas ke kamar mandi menyalakan shower kulihat diriku sendiri dari cermin
yang semakin basah dijatuhi air. Lalu dengan melihat ke dalam cermin tak sadar
diriku berkata “mengapa ? mengapa selalu bertingkah seakan-akan dia jawaban?”
Diriku terdiam dan kemudian tak sadar bahwa air mata menetes dari mata sebelah
kanan dan aku hanya terdiam saat shower selalu saja menjatuhiku dengan air. Hari
ini waktunya untuk

Anda mungkin juga menyukai