Anda di halaman 1dari 2

Nuansa Beauty

14321191

Etika Profesi Komunikasi

Etika profesi komunikasi dalam perspektif islam

Prinsip dan etika komunikasi dalam islam merupakan paduan bagi kaum muslim agar bisa
menyampaikan pesan sebaik-baiknya sesuai ajaran islam, baik dalam pengkomunikasian kelompok
maupun individu yang secara langsung ataupun melalui media pengantar pesan. Dengan demikian,
penyampaian komunikasi dalam islam dibagi menjadi enam gaya bicara (qaulan) menurut kaidah
islam, salah satu contohnya adalah Qaulan Sadida (perkataan yang tegas dan benar), ayat Al-Quran
yang menjelaskan perihal Qaulan Sadida yang berhubungan dengan etika profesi, yaitu:

‫ض َعافًا َخافُوا َعلَ ْي ِه ْم فَ ْليَتَّقُوا هَّللا َ َو ْليَقُولُوا قَوْ ال َس ِديدًا‬ ْ ‫ش الَّ ِذينَ لَوْ ت ََر ُكوا ِم ْن‬
ِ ً‫خَلفِ ِه ْم ُذرِّ يَّة‬ َ ‫َو ْليَ ْخ‬

Artinya: “Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan
anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan)
mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang
benar”. (an-Nisa’: 9) 

Kata sadida berasal dari sadda yasuddu dengan arti harfiahnya yaitu benar atau tepat. Kalimat
qaulan sadida diungkap dalam al-quran sebagai konteks pembicaraan megenai wasiat. Rahmat
(1994:77) mengungkapkan makna qaulan sadida dalam arti pembicaraan yang benar, jujur, lurus,
tidak sombong, tidak berbelit-belit. Dalam pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penyampaian
informasi dalam islam harus disampaikan secara faktual, menyampaikan kebenaran, jujur, tidak
berbohong, juga tidak merekayasa fakta. Dengan demikian dalam melakukan etika profesi komunikasi
hal tersebut sangat diperlukan dan menjadi teladan yang wajib dipatuhi. Sehingga dalam penyampaian
sebuah pesan harus disampaikan secara benar serta sesuai fakta meskipun kenyataannya terasa pahit.
Jangan hanya karena tergila-gila akan reputasi atau sekedar menaikkan ratting tayangan menjadikan
kebohongan lebih utama dari pada kenyataan sesungguhnya. Dari hal ini pula seorang komunikator
akan dituntut untuk selalu berfikir sebelum berbicara, sehingga kiranya apa yang disampaikan oleh
seorang jurnalis tidak menyinggung perasaan ketika didengar oleh para audiens.
Namun sebagaimana kenyataannya dalam dunia pertelevisian seorang komunikator lebih
banyak menyampaikan berita hoax (tidak sesuai realita) agar ratting televisi tersebut bisa melonjak
naik tanpa memikirkan dampak berkepanjangannya. Kemudian dengan senang hati sebuah program
televisi akan terus bertahan meskipun berita yang disebarkan oleh acara televisi tersebut terkesan
mengada-ngada. Bahkan tidak jarang sebuah berita hoax akan memberi dampak buruk bagi
masyarakat,seperti menjadi pemicu timbulnya berbagai pertentangan, kontroversi dan salah pahaman.

Dengan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa menyampaikan sebuah berita mengenai
kebohongan (tidak sesuai fakta) tidak akan memberi dampak positif bagi pendengar maupun yang
memberi pesan. Hal tersebut justru akan membuat hidup tidak berkah dan dihantui rasa bersalah.
Kesalahan penyampaian berita bisa berakibat fatal bagi seseorang yang seharusnya tidak bersalah
justru harus menerima hukuman atau sanksi karena berita yang disampaikan tidak sesuai realita.

Anda mungkin juga menyukai