Anda di halaman 1dari 18

FARMASI RUMAH SAKIT DAN KLINIK

JURUSAN FARMASI

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

MAKALAH
HEALTHCARE-ASSOCIATED INFECTIONS (HAIS)

DI SUSUN OLEH :

NAMA : NURUL FADILAH


NIM : PO713251201035
KELAS : A/3 DIII FARMASI

DESON PENGAJAR : RAIMUNDUS CHALIK ,S.Si., M.Sc., Apt.

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES

MAKASSAR JURUSAN FARMASI

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan yang Mahan Esa,karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan benar,serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini
kami akan membahas mengenai “Healthcare Associated Infections (HAIs)”

Makalah ini telah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa
bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan
hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik ysng dapat membangun kami. Kritik harapkan untuk penyempurnaan
makalah sebelumnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua

Makassar, 4 Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL..............................................................................Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR.........................................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI........................................................................Error! Bookmark not defined.

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar belakang...........................................................................................................1

1.2 Rumusan masalah.....................................................................................................2

1.3 Tujuan......................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3

2.1 Definisi Healthcare-Associated Infections (Hais)...................................................3

2.2 Sumber penyebab healthcare-associated infections (hais).......................................3

2.3 Faktor resiko healthcare-associated infections (hais)...............................................6

2.4 Gejala klinis healthcare-associated infections (hais)................................................8

2.5 Diagnosis healthcare-associated infections (hais).....................................................8

2.6 Pengobatan dan mencegah healthcare-associated infections (hais)..........................9

BAB III PENUTUP........................................................................................................12

3.1 Kesimpulan...........................................................................................................12

3.2 Saran......................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................13

iii
1.1 Latar Belakang BAB I
PENDAHULUAN

Angka insiden klien yang terkena infeksi sebagai akibat langsung dari tinggal di rumah
sakit dan prosedur rumah sakit semakin meningkat. Infeksi yang terjadi di rumah sakit
sekarang lebih dikenal dengan Healthcare-associated infections (HAIs) atau bisa pula
disebut infeksi Nosokomial. Infeksi nosokomial merupakan salah satu penyebab
meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di rumah sakit.
Infeksi nosokomial dapat menjadi masalah kesehatan baru, baik di negara berkembang
maupun di negara maju. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan
pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan dan harus diterapkan
oleh semua kalangan petugas
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Depkes RI bersama WHO di rumah sakit
provinsi/kabupaten/kota disimpulkan bahwa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Rumah Sakit (KPPIRS) selama ini belum berfungsi optimal sebagaimana yang
diharapkan. The Joint Commission (TUC) (2007) memandang hal ini sebagai masalah
keamanan klien.
Pencegahan dan kontrol infeksi penting untuk menciptakan lingkungan pelayanan
kesehatan yang aman bagi klien dan staf. Sebagai seorang perawat, Kita memiliki peran
primer dalam pencegahan dan kontrol infeksi dalam semua tatanan pelayanan kesehatan.
Klien pada semua tatanan pelayanan kesehatan berisiko terkena infeksi karena daya tahan
tubuh yang rendah terhadap mikroorganisme infeksius, meningkatnya paparan terhadap
berbagai dan jenis mikroorganisme yang menyebabkan penyakit dan prosedur yang bersifat
invasif. Staf berisiko untuk terpapar infeksi sebagai akibat kontak dengan darah klien, cairan
tubuh, peralatan, dan permukaan yang terkontaminasi.
Dalam tatanan perawatan akut atau ambulatori, klien dapat terpapar organisme
patogenik, yang beberapa diantarnya mungkin resisten terhadap sebagian besar antibiotik.
Dengan mempraktikkan teknik pencegahan dan kontrol infeksi, Kita dapat menghindari
mikroorganisme terhadap klien dan kerentanan terhadap paparan ketika memberikan
pelayanan langsung. Pada semua tatanan pelayanan, klien dan keluarganya harus mengenali
1
sumber infeksi dan membuat tindakan pencegahan. Pengajaran pada klien harus melibatkan
informasi dasar tentang infeksi berbagai jenis penularan, dan metode pencegahan yan sesuai
dengan kebutuhan pelayanan mereka.

2
Tenaga kesehatan melindungi dirinya sendiri dari kontak dengan materi yang infeksius,
cedera benda tajam, dan/atau paparan penyakit menular dengan menggunakan pengetahuan
tentang proses infeksi dan alat pelindung diri (APD) yang benar (personal protective
equipment). Penyakit seperti Hepatitis B dan C, infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV) Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), Tuberkulosis (TB), dan organisme
yang resisten terhadap berbagai obat membutuhkan perhatian terbesar pada teknik
pencegahan dan kontrol infeksi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa defenisi Healthcare-Associated Infections (HAIs) atau infeksi Nosokomial ?
2. Apa sumber penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
3. Apa faktor resiko Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
4. Bagaimana gejala klinis Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
5. Apa diagnosis Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
6. Bagaimana pengobatan mencegah Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui defenisi Healthcare-Associated Infections (HAIs) atau infeksi
Nosokomial
2. Mengetahui sumber penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs)
3. Mengetahui faktor resiko Healthcare-Associated Infections (HAIs)
4. Mengetahui gejala klinis dan diagnosis Healthcare-Associated Infections (HAIs)
5. Mengetahui bagaimana cara mengobati dan mencegah Healthcare-Associated
Infections (HAIs)

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Healthcare-Associated Infections (HAIs)


Healthcare-Associated Infections (HAIs) atau infeksi Nosokomial adalah infeksi yang
terjadi dirumah sakit atau dalam sistem pelayanan kesehatan yang berasal dari proses
penyebaran disumber pelayanan kesehatan, baik melalui pasien, petugas kesehatan,
pengunjung, maupun sumber lainnya. Infeksi ini dapat terjadi sebagai hasil prosedur yang
invasif, pemakaian antibitik, adanya organisme yang resisten dengan berbagai obat, dan
pelanggaran dalam kegiatan pencegahan dan kontrol infeksi.
Menurut Brooker (2008) Healthcare-Associated Infections (HAIs) adalah infeksi
yang didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat selama 72 jam (3
hari) dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi pada saat masuk
rumah sakit. Secara umum pasien yang masuk rumah sakit dengan tanda infeksi yang
timbul kurang dari 3 kali 24 jam, menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah
terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, sedangkan infeksi dengan gejala 3 kali 24
jam setelah pasien berada dirumah sakit tanpa tanda-tanda klinik infeksi pada waktu
penderita mulai dirawat, serta tanda infeksi bukan merupakan sisa dari infeksi
sebelumya, maka ini yang disebut infeksi nosokomial
2.2 Sumber Penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs)
1. Pasien, merupakan unsur pertama yang dapat menyebabkan infeksi kepada pasien
lainnya, petugas kesehatan, pengunjung, atau kepada alat kesehatan.
2. Petugas kesehatan, dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung, yang dapat
menularkan berbagai kuman atau agen infeksi ketempat lain.
3. Pengunjung, dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam lingkungan
rumah sakit, atau sebaliknya.
4. Sumber lain, yang dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan rumah sakit yang
meliputi lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit, atau alat yang ada di
rumah sakit yang dibawa oleh pengunjung atau petugas kesehatan kepada pasien dan
sebaliknya.

4
Infeksi nosokomial dapat bersifat eksogen atau endogen. Organisme eksogen adalah
satu jenis organisme yang berada di luar klien. Sebagai contoh, infeksi pascaoperasi
merupakan infeksi eksogen. Organisme endogen adalah bagian dari flora normal organisme
virulen yang dapat menyebabkan infeksi. Infeksi endogen dapat terjadi ketika bagian dari
flora klien menjadi berubah dan terus bertumbuh secara berlebihan.Sebagai contoh, klien
yang memakai beberapa antibiotik dalam lingkungan rumah sakit dan terkena infeksi C.
difficile sebagai akibatnya.
Jumlah tenaga kesehatan yang berkontak langsung dengan klien, tipe dan jumlah
prosedur invasif, terapi yang diterima, dan lamanya perawatan di rumah sakit memengaruhi
risiko infeksi.
Infeksi nosokomial secara signifikan meningkatkan biaya pelayanan kesehatan.
Lansia memiliki kerentanan yang semakin meningkat terhadap infeksi tersebut karena
afinitasnya terhadap penyakit kronis dan proses penuaan dirinya. Perpanjangan
perawatan di institusi pelayanan kesehatan, peningkatan kecacatan, peningkatan biaya
antibiotik, dan perpanjangan waktu pemulihan menambah biaya klien, begitu juga
dengan biaya pelayanan kesehatan dan lembaga asuransi (misalnya Medicare). Sering
kali biaya infeksi nosokomial tidak diganti; dengan demikian, hambatan dalam
menjaga finansial dan menjadi bagian penting dari pelayanan yang terpelihara.
Sebagai contoh, TJC memiliki beberapa tujuan nasional yang terjamin dalam
pelayanan lansia, menjamin bahwa lansia menerima vaksin influenza dan pneumonia
atau pencegahan ulkus akibat penekanan dihubungkan dengan pelayanan kesehatan
(TJC, 2007).
Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh berbagai jenis patogen, yang berbeda
jenisnya, tergantung pada perbedaan populasi penderita, pengaturan sarana perawatan
kesehatan, dan perbedaan negara. Mikroorganisme patogen penyebab infeksi nosokomial
dapat berupa bakteri, virus, parasit dan jamur.
a. Bakteri
Bakteri merupakan patogen yang paling sering menjadi penyebab infeksi
nosokomial. Bakteri dapat dikelompokkan menjadi bakteri komensal (commensal
bacteria) dan bakteri patogenik (patogenic bacteria).

5
1. Bakteri komensal. Kelompok bakteri ini didapatkan sebagai flora normal usus
manusia sehat, yang berperan penting dalam mencegah perkembang biakan
mikroorganisme patogen. Sebagian bakteri komensal dapat menyebabkan infeksi jika
hospes alaminya mengalami penurunan daya tahan tubuh. Misalnya, staphylococcus
koagulase negatif yang terdapat di kulit dapat menimbulkan infeksi intravaskuler dan
Escherechia coli yang terdapat di usus dapat menyebabkan infeksi saluran kencing.
2. Bakteri patogenik. Bakteri kelompok ini memiliki virulensi yang tinggi, dan dapat
menyebabkan infeksi yang sporadik atau epidemik, misalnya :
 Bakteri anaerobik Gram-positif (misalnya Clostridium) yang menyebabkan gangren ;
 Bakteri Gram-positif (misalnya Staphylococcus aureus yang terdapat di kulit dan
hidung penderita atau staf rumah sakit) dapat menyebar melalui darah dan
menyebabkan infeksi di paru, tulang, paru dan jantung.. Kuman ini sering
berkembang menjadi kuman yang kebal terhadap antibiotika. Selain Staphylococcus
aureus, kuman Streptococcus beta-hemolyticus juga penting sebagai penyebab
infeksi nosokomial.
 Bakteri Gram-negatif: Enterobacteriaceae (misalnya Escherechia coli, Proteus,
Klebsiella, Enterobacter, dan Serratia marcescens) yang terdapat melekat di pipa
kateter, kateter kandung kemih, dan di tempat masuk kanula, pada penderita dengan
imunitas rendah, dapat menyebabkan infeksi yang berbahaya (misalnya terjadi
bakteremia, infeksi peritoneum, infeksi luka di tempat pembedahan). Kuman-kuman
ini juga bisa berkembang menjadi kuman yang resisten terhadap antibiotika.
 Kuman Gram-negatif, misalnya Pseudomonas spp. Yang sering ditemukan di air dan
tempat lembab, dapat berkembang biak di saluran pencernaan penderita yang sedang
rawat inap di rumah sakit.
 Bakteri yang berisiko untuk menimbulkan infeksi nosokomial di rumah sakit antara
lain adalah Legionella spp., yang dapat menyebabkan pneumonia sporadik atau
endemik melalui inhalasi udara yang mengandung air tercemar berasal dari AC,
shower, atau aerosol terapeutik.
b. Virus
Infeksi nosokomial dapat disebabkan berbagai jenis virus, termasuk virus-virus
hepatitis B dan C, respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enterovirus. Virus
6
hepatitis B dan C dapat ditularkan melalui darah transfusi, dialisis, suntikan, dan
endoskopi, sedangkan enterovirus dapat ditularkan melalui jalur penularan tangan- ke
mulut atau jalur penularan tinja-mulut. Virus-virus lain yang dapat ditularkan sebagai
infeksi nosokomial antara lain adalah cytomegalovirus, HIV, Ebola, virus infl uenza,
virus herpes simplex dan virus vaicella-zoster.
c. Parasit dan jamur
Protozoa usus, misalnya Giardia lamblia mudah ditularkan dalam kelompok dewasa
maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit lainnya merupakan organisme oportunis
dan menyebabkan infeksi pada penderita yang mendapatkan pengobatan antibiotika
dalam jangka waktu yang lama dan dalam keadaan imunosupresi yang berat. Contoh
jamur dan parasit ini antara lain adalah Candida albicans, Aspergillus spp.,
Cryptococcus neoformans, dan Cryptosporidium. Organisme-organisme ini merupakan
penyebab utama infeksi sistemik yang dialami oleh penderita-penderita dengan
immunocompromised. Pencemaran lingkungan melalui udara dengan Aspergillus spp.
yang berasal dari debu dan tanah juga dapat juga terjadi, terutama pada waktu dilakukan
perbaikan/konstruksi rumah sakit.
Sarcoptes scabiei penyebab penyakit scabies (gudig atau kudis) adalah ektoparasit
yang dapat menimbulkan wabah berulang di lingkungan fasilitas perawatan kesehatan.

2.3 Faktor Risiko Healthcare-Associated Infections (HAIs)


Semua penderita rawat inap di rumah sakit bersisiko untuk mendapatkan infeksi dari
pengobatan atau tindakan operatif yang diterimanya. Anak-anak kecil, orang berusia lanjut,
dan orang dengan sistem imun tubuh yang lemah (compromised immune system)
mempunyai risiko lebih besar mendapatkan infeksi nosokomial. Faktor risiko untuk
mendapatkan infeksi nosokomial rumah sakit pada anak terutama berasal dari kateter vena
(termasuk untuk memasukkan makanan) dan dari ventilator pneumonia. Selain itu
pengobatan dengan antibiotik lenih dari 10 hari, tindakan-tindakan invasif (memasuki
tubuh), tatalaksana pasca operasi yang buruk, dan disfungsi sistem imun.
Faktor-faktor risiko lainnya yang dapat meningkatkan risiko penderita rawat inap,
dewasa maupun anak, untuk mendapatkan infeksi nosokomial rumah sakit adalah:
a. Masa rawat inap yang panjang
7
b. Adanya penyakit tersamar (underlying disease) yang berat
c. Status imun penderita yang lemah dan nutrisi yang buruk
d. Penggunaan kateter yang menetap (indwelling catheter)
e. Petugas kesehatan yang lalai mencuci tangan sebelum maupun sesudah
menangani penderita
f. Terjadinya bakteri resisten antibiotik karena penggunaan antibiotik yang tidak
tepat dan berlebihan.
Setiap tindakan invasif yang memasuki tubuh akan membawa penderita pada
kemungkinan mendapatkan infeksi. Berbagai tindakan yang dapat meningkatkan risiko
mendapatkan infeksi nosokomial rumah sakit adalah:
a. Kateterisasi kandung kemih
b. Ventilasi mekanik atau intubasi saluran pernapasan
c. Pembedahan, perawatan atau pengaliran (drainage) luka operasi
d. Pipa drainase lambung yang melewati mulut dan hidung
e. Prosedur intravenus untuk memasukkan obat atau makanan dan transfusi
darah.
Infeksi saluran kemih merupakan infeksi nosokomial rumah sakit yang paling sering
terjadi, karena melalui kateter saluran kemih bakteri dari usus dan uretra dapat memasuki
kandung kemih dan menyebabkan infeksi. Penderita dengan fungsi sistem imun yang buruk
serta yang mendapatkan pengobatan antibiotik yang tidak tepat dalam waktu yang lama
berisiko tinggi terinfeksi saluran kemihnya dengan jamur Candida.
Pneumonia merupakan infeksi nosokomial rumah sakit yang tersering dialami penderita
sesudah infeksi saluran kemih. Bakteri dan organisme lainnya mudah masuk ke dalam
tenggorok bersama alat kesehatan yang digunakan dalam penanganan penyakit pernapasan.
Bakteri ini akan membentuk koloni di daerah tenggorok yang menjadi sumber infeksi
nosokomial rumah sakit bagi penderita, misalnya pneumonia. Penderita dengan penyakit
paru obstruktif kronis (chronic obstructive lung disease - COD), sangat rentan terinfeksi
karena mendapatkan pengobatan antibiotik yang berlebihan serta menggunakan ventilator
mekanik dalam waktu yang lama.
Tindakan pembedahan invasif dapat meningkatkan risiko mengalami infeksi karena
bakteri dapat memasuki bagian tubuh yang steril. Infeksi dapat berasal dari alat kedokteran
8
yang digunakan atau dari tangan petugas kesehatan. Pasca operasi penderita dapat
mengalami infeksi yang berasal dari pembalut yang tercemar atau dari tangan petugas
kesehatan yang melakukan penggantian pembalut. Luka-luka lain yang mudah terinfeksi
adalah luka trauma, luka bakar, atau luka lecet akibat tekanan karena tidur lama atau karena
menggunakan kursi roda.
Banyak penderita rawat inap yang mendapatkan pengobatan lanjutan, transfusi darah,
atau pemberian makanan secara parenteral. Keadaan ini dapat menyebabkan infeksi lokal
atau infeksi umum karena masuknya bakteri dari sekitar tempat kateter dimasukkan.
Tatalaksana tindakan di rumah sakit yang berisiko menyebabkan infeksi nosokomial rumah
sakit adalah tatalaksana gastrointestinal, obstetrik dan dialisis ginjal.
2.4 Gejala Klinis Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Demam umumnya merupakan tanda pertama infeksi. Gejala dan tanda lainnya dari
adanya infeksi adalah napas yang cepat, tekanan darah rendah, pengeluaran urine yang
berkurang, dan jumlah leukosit meningkat serta terjadinya gangguan mental. Penderita
dengan infeksi saluran kemih dapat mengalami nyeri kencing dan adanya darah di dalam
urine. Jika terjadi pneumonia, penderita mengalami gangguan saat bernapas dan gangguan
pada waktu batuk. Infeksi lokal yang terjadi dimulai dengan terjadinya pembengkakan,
kemerahan jaringan setempat, nyeri pada kulit atau sekitar luka atau luka yang terbuka, yang
dapat menimbulkan kerusakan jaringan di bagian bawah otot, atau bisa juga menyebabkan
sepsis.
2.5 Diagnosis Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Jika diduga telah terjadi infeksi, penderita rawat inap akan mengalami demam yang
tidak diketahui penyebabnya. Pada orang lanjut usia, demam bisa tidak terjadi. Dalam hal ini
adanya napas yang cepat dan gangguan mental (bingung) merupakan gejala awal infeksi.
Diagnosis infeksi nosokomial rumah sakit dapat ditentukan dengan :
a. Mengevaluasi gejala dan tanda infeksi
b. Memeriksa luka dan tempat masuk kateter untuk melihat adanya warna kemerahan,
pembengkakan, adanya nanah atau abses.
c. Melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap untuk mengetahui apakah ada penyakit
tersamar (Underlying disease).

9
d. Pemeriksaan laboratorium, antara lain pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, biakan
kuman dari luka, darah, dahak, urine atau cairan tubuh untuk menemukan organisme
penyebabnya.
e. Pemeriksaan sinar-X dada jika diduga terjadi pneumonia.
f. Melakukan pemeriksaan ulang atas semua tatalaksana dan tindakan yang sudah
dilakukan.
2.6 Pengobatan Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Sesudah ditentukan penyebab infeksinya, jika penyebabnya adalah bakteri, dilakukan uji
kepekaan terhadap antibiotika sehingga penderita dapat segera diobati dengan tepat. Sambil
menunggu hasil uji kepekaan antibiotik, pengobatan dapat dimulai menggunakan antibiotik
spektrum lebar, misalnya penisilin, cefalosporin, tetrasiklin, atau eritromisin. Jika bakteri
yang ditemukan sudah resisten terhadap antibiotik spektrum lebar standard yang dicobakan,
maka antibiotik yang lebih kuat yang biasanya masih efektif dapat diberikan, yaitu
vancomycin atau imipenem.
Jika penyebab infeksi adalah jamur, dapat diberikan obat-obatan antijamur, misalnya
amphotericin B, nystatin, ketoconazole, itraconazole dan fl uconazole.
Virus tidak dapat diobati dengan antibiotik. Sejumlah obat antiviral telah diuji cobakan
untuk menghambat reproduksi virus, misalnya acyclovir, ganciclovir, foscarnet, dan
amantadine.
Pencegahan Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Pada masa lalu, fokus utama penanganan masalah dalam pelayanan kesehatan adalah
mencegah infeksi, meskipun infeksi masih merupakan masalah di beberapa negara, terutama
dengan penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan Hepatitis B yang belum
ditemukan obatnya.
Saat ini, perhatian utama untuk mengurangi resiko perpindahan penyakit, tidak hanya
untuk pasien, tetapi juga untuk pelayanan kesehatan dan karyawan, termasuk pekerja yaitu
orang yang membersihkan dan merawat ruang bedah.
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan menurut (Elang & Engkus, 2013)
adalah:
1. Aseptik, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Istilah ini
digunakan untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah
1
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan
mengakibatkan infeksi. Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau mengurangi jumlah
mikroorganisme, baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-
alat kesehatan dapat dengan aman digunakan.
2. Antiseptik, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
3. Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh
petugas kesehatan secara aman, terutama petugas pembersihan medis sebelum
pencucian dilakukan. Contohnya adalah meja pemeriksaan, alat-alat kesehatan, dan
sarung tangan yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh disaat prosedur
bedah atau tindakan dilakukan.
4. Pencucian, yaitu tindakan menghapus semua darah, cairan tubuh, atau setiap benda
asing seperti debu dan kotoran.
5. sterilisasi, yaitu tindakan menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, jamur,
parasit, dan virus) termasuk bakteri endospora dari benda mati.
6. Desinfeksi, tindakan menghilangkan sebagian besar (tidak semua) mikroorganisme
penyebab penyakit dari benda mati. Desinfeksi tingkat tinggi dilakukan dengan
merebus atau menggunakan larutan kimia. Tindakan Ini dapat menghilangkan semua
nmikroorganisme, kecuali beberapa bakteri endospora.
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan menurut (Soedarto, 2016) adalah:
1. Isolasi penderita yang sudah diketahui penyebab infeksinya
2. Pengawasan dan pengendalian infeksi untuk setiap 200 tempat tidur
3. Identifikasi semua prosedur berisiko tinggi dan kemungkinan adanya sumber infeksi
lainnya.
4. Melaksanakan dengan tegas aturan untuk mencuci tangan bagi petugas kesehatan dan
pengunjung untuk mencegah penularan mikroorganisme ke penderita atau penularan
antar penderita yang dirawat
5. Melaksanakan dengan ketat pelaksanaan teknik aseptik pada semua prosedur
termasuk penggunaan pakaian steril, sarung tangan, masker, dan alat pencegah
penularan lainnya

1
6. Melakukan sterilisasi semua alat kesehatan yang digunakan ulang, misalnya
ventilator, pelembab ruangan, dan semua hal yang berhubungan dengan saluran
pernapasan
7. Mengganti sesering mungkin perban penutup luka dan memberikan salep antibiotik
di bawah perban.
8. Lepaskan pipa nasogastrik dan endotrakeal sesegera mungkin sesudah tidak
diperlukan lagi.
9. Menggunakan kateter vena yang sudah dibubuhi antibakteri untuk mencegah bakteri
agar tidak dapat masuk ke dalam aliran darah
10. Mencegah kontak petugas kesehatan dengan sekresi pernapasan dengan
menggunakan pelindung, misalnya masker
11. Menggunakan kateter urine yang sudah dilapisi silveralloy untuk mencegah
bakteri menginfeksi kandung kemih

12. Kurangi penggunaan prosedur berisiko tinggi dan lama pemakaian alat-alat
berisiko tinggi misalnya kateterisasi saluran kemih
13. Melakukan sterilisasi semua instrumen medis dan perlengkapan lainnya untuk
mencegah kontaminasi
14. Mengurangi penggunaan antibiotik secara berlebihan agar tidak menganggu
sistem imun penderita dan mengurangi terjadinya resistensi bakteri.

1
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Infeksi nosokomial atau Healthcare-associated infections (HAIs) merupakan salah satu
masalah serius yang sedang banyak mencuri perhatian dalam pelayanan kesehatan di
rumah sakit. Upaya untuk mencegah kejadian infeksi nosokomial yang penting adalah
penerapan standar penjagaan baik bagi pasien, petugas, lingkungan dan alat kesehatan,
dengan tujuan untuk memutuskan rantai penularanya. Pendidikan bagi tenaga kesehatan
sangat mendukung dalam upaya pengendalian infeksi, untuk itu pendidikan infeksi harus
diberikan secara terus menerus.
3.2 SARAN
Setelah memami tidak baik atau berbahayanya HAIs diharapkan para tenaga kesehatan
dapat memaksimalkan terkait pecegahan infeksi tersebut agar meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan.

1
DAFTAR PUSTAKA

Atoilah, M, E., & Kusnadi, E. (2013). Askep Pada Klien dengan Gangguan Kebutuhan Dasar
Manusia. Garut: In Media
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan
Infeksi di ICU. Jakarta : Depkes RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.
Petunjuk Praktis Surveilans Infeksi Rumah Sakit. (2013). Pedoman Surveilans Infeksi
Rumah Sakit. Jakarta : Kemenkes RI.
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit. (2015). Buku Pedoman Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (edisi 4).
Jakarta : Komite PPIRS RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo
Kusnan, A. (2017). Inkeksi Nosokomial Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta: Leutikaprio
Nasution, H, L. (2013). ‘Infeksi Nosokomial’, Departemen / SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin FK Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan, Vol. 39,
No.1,dilihat 24 Maret 2018, <http://jurnal.usu.ac.id>
Perry., Potter. (2014). Clinical Nursing Skills & Techniques. Amerika: Elsevier
Rebeiro, G., Jack. L., Scully, D., & Wilson, D. (2015). Keperawatan Dasar Manual
Keterampilan Klinis (edisi 9). Indonesia : Elsevier
Salawati, L. (2013). ‘Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Ruang Intensive Care Unit Rumah
Sakit', Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, Vol 12, No. 1, dilihat 25 Maret 2018,<
http://jurnal.unsyiah.ac.id >
Satrianegara, F, M. (2014). Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika
Soedarto. (2016). Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit. Jakarta: Sagung Seto

1
1

Anda mungkin juga menyukai