Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI MASYARAKAT

DI SUSUN OLEH :
NAMA : DECY KRISNA GULTOM
NIM : 220203068

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN


TA 2023
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Rokok merupakan salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap,
dan dihirup yang mengandung nikotin. Asap yang ditimbukan oleh pembakaran rokok dapat
membahayakan masyarakat dan lingkungan. Asap yang ditimbulkan oleh rokok tidak hanya d
ihirup oleh orang yang merokok atau disebut dengan perokok aktif, tetapi juga dihirup oleh or
ang lain yang berada disekitar si perokok atau biasa disebut perokok pasif. Kerugian yang dia
kibatkan oleh rokok tidak hanya diterima oleh orang yang merokok tetapi juga orang yang be
rada disekitar si perokok. Tidak hanya itu asap yang ditimbulkan oleh rokok bisa menjadi alat
pencemar lingkungan karena asap yang dihasilkan oleh rokok yang menjadi pemicu polusi ud
ara. Oleh karena itulah rokok sangat berbahaya bagi masyarakat dan lingkungan.

Hak untuk menghirup udara bersih tanpa paparan asap rokok telah menjadi perhatian dun
ia. WHO memprediksi penyakit yang berkaitan dengan rokok akan menjadi masalah kesehat
an di dunia. Dari tiap 10 orang dewasa yang meninggal, 1 orang diantaranya meninggal karen
a disebabkan asap rokok. Dari data terakhir WHO di tahun 2004 ditemui sudah mencapai 5 ju
ta kasus kematian setiap tahunnya serta 70% terjadi di negara berkembang, termasuk didalam
nya di Asia dan Indonesia. Di tahun 2025 nanti, saat jumlah perokok dunia sekitar 650 juta o
rang maka akan ada 10 juta kematian per tahun.

Pada tahun 2007, Indonesia menduduki peringkat ke-5 konsumen rokok terbesar setel
ah China, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang. Pada tahun yang sama, Riset Kesehatan Dasar
menyebutkan bahwa penduduk berumur di atas 10 tahun yang merokok sebesar 29,2% dan an
gka tersebut meningkat sebesar 34,7% pada tahun 2010 untuk kelompok umur di atas 15 tah
un.

Peningkatan prevalensi perokok terjadi pada kelompok umur 15-24 tahun, dari 17,3%
(2007) menjadi 18,6% atau naik hampir 10% dalam kurun waktu 3 tahun. Peningkatan juga te
rjadi pada kelompok umur produktif, yaitu 25-34 tahun dari 29,0% (2007) menjadi 31,1% (20
10). Untuk mengendalikan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan peraturan yang tertuang d
alam Peraturan Pemerintah (PP) No.19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehat
an. Pada pasal 22 PP ini disebutkan bahwa tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, tem
pat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyata
kan sebagai kawasan tanpa rokok (KTR). PP tersebut telah diperbaharui dengan PP No.109 T
ahun 2012 yang pada pasal 49 dengan tegas menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah
Daerah wajib mewujudkan KTR.

Rendahnya kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok pun menjadi alasan sulitny
a penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), yang ditunjukkan dengan mulai merokok pada ke
lompok usia 5-9 tahun. Konsumsi rokok paling rendah terjadi pada kelompok umur 15-24 tah
un dan kelompok umur 75 tahun ke atas. Hal ini berarti kebanyakan perokok adalah generasi
muda atau usia produktif. Selanjutnya, pada daerah pedesaan, jumlah batang rokok yang diko
nsumsi lebih banyak dibanding daerah perkotaan.Pengendalian para perokok yang menghasil
kan asap rokok yang sangat berbahaya bagi kesehatan perokok aktif maupun perokok pasif m
erupakan salah satu solusi menghirup udara bersih tanpa paparan asap rokok atau biasa diseb
ut penetapan Kawasan Tanpa Rokok.

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang unt
uk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan dan/atau mempro
mosikan produk tembakau. KTR bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada para pero
kok pasif dari bahaya asap rokok dan memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan seh
at bagi masyarakat serta melindungi kesehatan masyarakat umum dari dampak buruk meroko
k baik langsung maupun tidak langsung. Bertolak dari hal tersebut, guna memberikan ruang y
ang bersih dari asap rokok bagi masyarakat.

Penetapan Kawasan Tanpa Rokok sebenarnya selama ini telah banyak diupayakan ole
h berbagai pihak baik lembaga/institusi pemerintah maupun swasta dan masyarakat. Namun p
ada kenyataannya upaya yang telah dilakukan tersebut jauh tertinggal dibandingkan dengan p
enjualan, periklanan/promosi dan atau penggunaan rok

Alasan diberlakukannya Peraturan Daerah KTR adalah :

a. Setiap orang berhak atas perlindungan terhadap bahaya rokok,


b. Asap tembakau membahayakan dan tidak memiliki batas aman,
c. Ruang khusus untuk merokok perlindungan hanya efektif apabila 100 persen bebas as
ap rokok dan sistem sirkulasi udara tidak mampu memberikan perlindungan yang efek
tif.
Penetapan kawasan tanpa rokok merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat ter
hadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Penetapa
n kawasan tanpa rokok ini perlu diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat pro
ses belajar, tempat anak bermain, tempat Ibadah,angkutan umum, tempat kerja,tempat umum
dan tempat lain yang di tetapkan untuk melindungi masyarakt dari asap rokok.

2. Tujuan
a. Untuk merumuskan permasalahan tentang tuntutan pentingnya menetapkan kawa
san tanpa rokok di masyarakat.
b. Untuk merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi terkait dengan Kawasan
Tanpa Rokok diperlukan sebagai dasar hukum dalam upaya perlindungan untuk
masyarakat terhadap resiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan terc
emar asap rokok.

3. Manfaat

Diharapkan makalah ini digunakan oleh masyarakat sebagai ilmu pengetahuan yang baru
dan sebagai acuan penggerak masyarakat memenuhi pengetahuan tentang kawasan tanpa rok
ok
BAB II

ISI

A. Landasan Teoritis

1. Rokok adalah sebuah produk hasil olahan tembakau berbentuk silinder dari kertas beru
kuran panjang antara 70 sampai 120 mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-da
un yang telah dicacah yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica dan
spesies lain atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tamb
ahan. Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang dapat membahayakan kesehatan individu
maupun masyarakat, mengandung berbagai bahan kimia diantaranya yang terpenting adalah t
ar yang bersifat karsinogenik, nikotin yang bersifat adiktif, benzopyrin, metal-kloride, aseton,
ammonia, dan karbon monoksida.

2. Nikotin adalah senyawa pirrolidin, suatu zat kimia organik kelompok alkaloid yang di
hasilkan secara alami oleh tumbuhan terutama suku terung-terungan (Solanaceae), termasuk
diantaranya pada tomat, terung ungu, kentang dan lada hijau namun dengan kadar rendah. Da
lam darah, nikotin beredar ke seluruh tubuh dalam waktu 15 – 20 menit dari isapan terakhir,
merangsang pelepasan katekolamin yang dapat meningkatkan denyut jantung. Nikotin memili
ki daya karsinogenk terbatas yang menjadi penghambat kemampuan tubuh untuk melawan se
l-sel kanker, namun tidak menyebabkan perkembangan sel-sel sehat menjadi sel-sel kanker, d
iduga memiliki efek stimulan seperti kafein, dan efek adiksinya akibat pengaruh perangsanga
n pada sistem saraf pusat.

3. Asap rokok yang dihirup oleh perokok dinamakan „first-hand smoke‟, dan yang dihiru
p oleh orang di sekitar perokok disebut „second-hand smoke‟. Kedua jenis asap tersebut pada
dasarnya memiliki komposisi yang sama, kecuali bahwa beberapa komponen pada „second-h
and smoke‟ memiliki kandungan yang lebih pekat, yaitu nikotin, tar, nitrit oksida, dan karbon
monoksida yang memiliki konsentrasi 2 – 3 kali lebih besar daripada yang terkandung pada „
first-hand smoke‟, bahkan beberapa karsinogen seperti o-toluidine, 2-naphtylamine, dan 4-a
minobiphenyl hanya terbentuk pada „second-hand smoke‟ saja.

4. Komponen partikel dari asap rokok yang mengandung tar, nikotin, benzene dan benzo
piren memiliki diameter massa aerodinamik di bawah 2,5 mm, sehingga dapat dihirup oleh pe
rnapasan, tidak mudah disaring dan dikeluarkan oleh mekanisme pertahanan hidung dan teng
gorokan, dapat mencapai paru-paru dan menimbulkan efek lokal hanya karena ukurannya saj
a, maupun karena penyebaran bahan kimia toksik yang dibawa oleh partikel tersebut. Kompo
nen uap yang diantaranya mengandung karbon monoksida, ammonia, dimetilnitrosamin, form
aldehid, hydrogen sianida dan akrolein diserap dan tersimpan pada dinding, perabotan, pakaia
n, mainan, dan berbagai benda lainnya dalam sepuluh menit setelah pembakaran rokok, dan d
apat kembali tersebar ke udara setelah berhari-hari bahkan berbulan-bulan kemudian.

5. Selain sifat toksik, iritatif dan karsinogenik, sebetulnya yang paling membahayakan dar
i sebatang rokok adalah sifat adiksinya, yang merupakan tanggung jawab dari nikotin, suatu r
acun alkaloid yang mempengaruhi otak dan sistem saraf pusat. Rokok yang oleh perusahaan r
okok disebut sebagai “nicotine delivery device” dan berbagai produk tembakau lainnya denga
n cepat mencapai kadar ketergantungan nikotin di otak segera setelah dihisap, sama efektifny
a apabila nikotin dihantarkan melalui injeksi intravena dengan jarum suntik.

6. Indonesia menempati urutan ke-7 terbesar dalam jumlah kematian yang disebabkan ol
eh kanker yakni sebanyak 188.100 orang. Kematian yang disebabkan oleh penyakit sistem pe
mbuluh darah di Indonesia berjumlah 468.700 orang atau menempati urutan ke-6 terbesar dar
i seluruh negara-negara kelompok WHO. Kematian yang disebabkan oleh penyakit sistem per
nafasan adalah penyakit Chronic Obstructive Pulmonary Diseases (COPD) yakni sebesar 73.
100 orang (66,6%) sedangkan Asma sebesar 13.690 orang (13,7%). Kematian akibat penyakit
Tuberkulosis sebesar 127.00 orang yang merupakan terbesar ke-3 setelah negara India dan C
hina.

7. Berbagai evidence based menyatakan bahwa mengonsumsi tembakau dapat menimbulk


an penyakit kanker (Mulut, Pharinx, Larinx, Oesophagus, Paru, Pankreas, dan kandung kemi
h), penyakit sistem pembuluh darah (Jantung Koroner, Aneurisme Aorta, pembuluh darah per
ifer, Arteriosklerosis, gangguan pembuluh darah otak) dan sistem pernafasan (Bronchitis, Chr
onis, Emfisema, Paru Obstruktif Kronik, Tuberkulosis Paru, Asma, Radang Paru, dan penyak
it saluran nafas lainnya).

8. Akibat rokok di Indonesia menyebabkan 9,8% kematian karena penyakit Paru Kronik d
an Emfisema pada tahun 2001. Rokok merupakan penyebab dari sekitar 5% kasus Stroke di I
ndonesia.

9. Wanita yang merokok mungkin mengalami penurunan atau penundaan kemampuan ha


mil. Pada pria meningkatkan risiko impotensi sebesar 50%.
10. Seorang bukan perokok yang menikah dengan perokok mempunyai risiko Kanker Par
u sebesar 20-30% lebih tinggi daripada mereka yang pasangannya bukan perokok dan juga ris
iko mendapatkan penyakit Jantung.

11. Ibu hamil yang merokok selama masa kehamilan atau terpapar asap rokok di rumahny
a atau di lingkungannya berisiko mengalami proses kelahiran yang bermasalah, termasuk ber
at bayi lahir rendah, lahir mati dan cacat lahir.

12. Lebih dari 40,3 juta anak Indonesia berusia 0–14 tahun tinggal dengan perokok dan t
erpapar asap rokok dilingkungannya. Anak yang terpapar asap rokok di lingkungannya meng
alami pertumbuhan paru yang lambat, dan lebih mudah terkena infeksi saluran pernapasan, in
feksi telinga dan Asma

Berikut adalah beberapa bahaya merokok  versi Kementrian Kesehatan :


a) Penyakit Paru – Paru.
Akibat zat nikotin ke dalam tubuh paru – paru akan mengalami radang, bronchitis da
n pneumonia.
b) Penyakit Impotensi dan Gangguan Reproduksi.  ;
Zat yang terkandung pada rokok dapat mengurangi produksi sperma dan tingkat kesu
buran wanita.
c) Penyakit Lambung
Aktifitas otot dibawah kerongkongan semakin meningkat otot saluran pernafasan  bag
ian bawah akan melemah sehingga proses pencernaan menjadi terhambat.
d) Resiko Stroke
Perokok aktif bisa menyebabkan melemahnya pembuluh darah, kerja pembuluh darah
yang lemah berakibat peradangan pada otak, yang disebabkan oleh zat pada rokok yai
tu nikotin, tar, oksidan dan karbon monoksida.

B. Isu Trend Kawasan Tanpa Rokok


Rokok merupakan zat adiktif karena dapat menyebabkan ketagihan serta ketergant
ungan bagi orang yang menghisapnya. Di dalam rokok terkandung kurang lebih 4000 bah
an kimia, dimana 400 diantaranya beracun dan 40 diantaranya dapat berakumulasi dalam
tubuh penyebab kanker (dinkes.bantenprov.go.id, 2017, diakses 17 September 2020). Dat
a dari Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) berjudul Tobacco Control Atl
as menunjukkan Indonesia menduduki peringkat pertama dengan jumlah perokok tertingg
i di ASEAN, yakni 65,19 juta orang. Di Indonesia terdapat 2,5 juta gerai yang menjadi pe
ngecer rokok. Angka ini belum memperhitungkan kios penjual rokok di pinggir-pinggir ja
lan (databoks.katadata.co.id, 2019, diakses 17 September 2020). Tingginya jumlah perok
ok di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, yakni antara lain harga yang terjangkau
oleh masyarakat dari kelas atas maupun sampai kelas menengah ke bawah, bisa dibeli sec
ara eceran serta anak usia dibawah 18 tahun dapat membeli rokok secara legal. Dengan ti
ngginya jumlah perokok, pasti berbanding terbalik dengan tingkat kesehatan masyarakat.
Di Indonesia, pada tahun 2020 WHO melansir bahwa ada sekitar 225.700 orang di Indone
sia meninggal akibat merokok, atau penyakit lain yang berhubungan dengan tembakau (li
putan6.com, 2020, diakses 18 September 2020).
Pemerintah Indonesia berupaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyaraka
t. Indikator dari kesehatan masyarakat dapat dilihat dari udara yang bersih. Lingkungan y
ang sehat dapat terwujud salah satunya dengan menerapkan Kawasan Tanpa Rokok yang
disingkat dengan istilah (KTR). Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area y
ang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, m
engiklankan dan/atau mempromosikan produk tembakau (kemkes.go.id, 2011, diakses 18
September 2020).
Ada beberapa permasalahan berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok di Kecamatan Alang-Alang Lebar. Salah satunya yakni 65 juta penduduk Indonesi
a yang merupakan perokok aktif. Dengan jumlah yang sebanyak itu sulit untuk menerapk
an kebijakan Kawasan Tanpa Rokok yang optimal secara instan. Karena, perokok biasany
a merokok di sembarang tempat dan melakukannya lebih dari 3 kali dalam sehari, misaln
ya setelah makan, nongkrong dan Ketika menunggu sesuatu. Permasalahan berikutnya, ro
kok yang bisa dibeli secara mudah. Dari anak-anak sampai orang dewasa, dari kelas bawa
h maupun kelas menengah bisa membeli rokok. Hal ini disebabkan 4 karena harga rokok
yang terjangkau, bisa dibeli secara eceran, dan supermarket sampai gerai di pinggir jalan
pun menjual rokok, bahkan sampai penjual di lampu merah menjual rokok per batang.
Pemerintah Indonesia berupaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyaraka
t. Indikator dari kesehatan masyarakat dapat dilihat dari udara yang bersih. Lingkungan y
ang sehat dapat terwujud salah satunya dengan menerapkan Kawasan Tanpa Rokok yang
disingkat dengan istilah (KTR). Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area y
ang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, m
engiklankan dan/atau mempromosikan produk tembakau (kemkes.go.id, 2011, diakses 18
September 2020).
Pemerintah daerah harus melindungi masyarakat dari bahaya merokok bagi Kesehatan
dengan menetapkan KTR di wilayahnya demikian amanat pada Undang-Undang Nomor  36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 109  Tahun 2012 tentang
Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif  Berupa Produk Tembakau Bagi
Kesehatan. Saat ini 417 Kabupaten/Kota yang telah memiliki kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok (KTR) dari total 514 Kab/kota yang ada di Indonesia.Kementerian Kesehatan bersama
dengan Kementerian Dalam Negeri terus mendorong Kepala Daerah menetapkan dan
menerapkan KTR dengan melakukan advokasi ke berbagai pemangku kebijakan, seperti
DPR, lintas Kementerian/Lembaga, tokoh agama, dan organisasi masyarakat lainnya.

Beberapa tempat yang termasuk area Kawasan Tanpa Rokok adalah:

1) Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Suatu tempat atau alat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan baik secara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative yang dilakukan
oleh pemerintah dan masyarakat. Faslitias pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah
Rumah Sakit, Rumah Bersalin, Poliklinik, Puskesmas, Balai pengobatan,
Laboratorium, Posyandu, Tempat praktek kesehatan swasta.
2) Tempat Proses Belajar Mengajar
Sarana yang digunakan untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan dan pelatihan.
Tempat kegiatan proses belajar mengajar yang di maksud adalah sekolah, perguruan
tinggi, balai pendidikan dan pelatihan, balai latihan kerja, bimbingan belajar, dan
tempat kursus.
3) Tempat Anak Bermain
Area atau tempat baik terbuka maupun tertutup, yang digunakan untuk kegiatan
bermain anak-anak. Tempat anak bermain yang dimaksud adalah kelompok bermain,
penitipan anak, pendidikan anak usia dini (PAUD), dan taman kanak-kanak.
4) Tempat Ibadah
Bangunan atau ruang tertutup atau terbuka yang memiliki ciri-ciri tertentu yang
khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk masing-masing agama
secara permanen, tidak termasuk tempat ibadah keluarga. Tempat ibadah yang
dimaksud adalah pura, masjid atau mushola, gereja, vihara, dan klenteng.
5) Angkutan Umum
Alat trasnportasi bagi masyarakat yang berupa kendaraan darat, air, dan udara
biasanya dengan kompensasi. Angkutan umum yang dimaksud adalah bus umum,
taxi, angkutan kota termasuk kendaraan wisata, bus angkutan anak sekolah dan bus
angkutan karyawan, angkutan antar kota, angkutan pedesaan, angkutan air, dan
angkutan udara.
6) Tempat Kerja
Ruang atau lapangan terbuka atau tertutup, bergerak atau tetap dimana tenaga bekerja
atau yang dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat
sumber bahaya. Tempat kerja yang dimaksud adalah perkantoran pemerintah baik
sipil
maupun TNI dan POLRI, perkantoran swasta, industri, dan bengkel.
7) Tempat Umum
Semua tempat terbuka atau tertutup yang dapat diaskses oleh masyarakat umum dan
atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat yang
dikelola oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat. Tempat umum yang dimaksud
adalah pasar modern, pasar tradisional, tempat wisata, tempat hiburan, hotel, restoran,
tempat rekreasi, halte, terminal angkutan umum, terminal angkutan barang,
pelabuhan, dan bandara.

C. Fenomena tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)


Diperkirakan lebih dari 40,3 juta anak tinggal bersama dengan perokok dan terpapar pada
asap rokok di lingkungannya dan disebut sebagai perokok pasif. Sedangkan kita tahu bahwa
anak yang terpapar asap rokok dapat mengalami peningkatan risiko terkena Bronkitis,
Pneumonia, infeksi telinga tengah, Asma, serta kelambatan pertumbuhan paruparu.
Kerusakan kesehatan dini ini dapat menyebabkan kesehatan yang buruk pada masa dewasa.
Orang dewasa bukan perokok pun yang terus-menerus terpapar juga akan mengalami
peningkatan risiko Kanker Paru dan jenis kanker lainnya.
Dari aspek kesehatan, rokok mengandung 4000 zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan,
seperti Nikotin yang bersifat adiktif dan Tar yang bersifat karsinogenik, bahkan juga
Formalin. Ada 25 jenis penyakit yang ditimbulkan karena kebiasaan merokok seperti
Emfisema, Kanker Paru, Bronkhitis Kronis dan Penyakit Paru lainnya. Dampak lain adalah
terjadinya penyakit Jantung Koroner, peningkatan kolesterol darah, berat bayi lahir rendah
(BBLR) pada bayi ibu perokok, keguguran dan bayi lahir mati.
Beberapa fakta yang muncul yang diakibatkan oleh rokok adalah:
 Data Kementerian Kesehatan R.I tahun 2016 junlah perokok di Indonesia mencapai 9
0 Juta jiiwa dan berdasarkan riset atlas Tobacco menduduki peringkat 1 di dunia setel
ah rusia, dan cina.
 Indonesia meraih peringkat satu dunia untuk jumlah pria perokok di atas usia 15
tahun. Hal ini berdasarkan data terbaru dari The Tobacco Atlas 2015. Data tersebut
menunjukkan, sebanyak 66 persen pria di Indonesia merokok."Dengan kata lain, dua
dari tiga laki-laki usia di atas 15 tahun di Indonesia adalah perokok," ujar Direktur
Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Lily Sulistyowati di
Jakarta, Selasa (25/5/2016).
 Pada hasil survei 2014 pada usia anak 13-15 tahun 1 dari 5 anak adalah merokok,
survei pada anak laki-laki 1 dari 3 adalah merokok. Indonesia dikenal sebagai Baby
Smoker Country karena memiliki 239.000 perokok anak dibawah umur 10 tahun.
 Data Kementerian Kesehatan menunjukan bahwa prevalensi remaja usia 16-19 tahun
yang merokok meningkat 3 kali lipat dari 7,1% di tahun 1995 menjadi 20,5% pada
tahun 2014. Dan lebih mengejutkan adalah usia mulai merokok semakin muda (dini).
Perokok pemula usia 10-14 tahun meningkat lebih dari 100% dalam kurun waktu
kurang dari 20 tahun, yaitu dari 8,9% di tahun 1995 menjadi 18% di tahun 2013.
 Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan UI mencatat, selama 2015 ini sebany
ak 370 miliar batang rokok dibakar.
 Rokok merupakan penyebab dari sekitar 5% kasus Stroke di Indonesia
 Wanita yang merokok mungkin mengalami penurunan atau penundaan kemampuan
hamil. Pada pria meningkatkan risiko impotensi sebesar 50%.
 Seorang bukan perokok yang menikah dengan perokok mempunyai risiko Kanker
Paru sebesar 20-30% lebih tinggi daripada mereka yang pasangannya bukan perokok
dan juga risiko mendapatkan penyakit Jantung
 Ibu hamil yang merokok selama masa kehamilan atau terpapar asap rokok di
rumahnya atau di lingkungannya berisiko mengalami proses kelahiran yang
bermasalah, termasuk berat bayi lahir rendah, lahir mati dan cacat lahir.
 Rata-rata satu perokok per tahun menghabiskan Rp.2.592.000 untuk membeli
tembakau.
 Rumah tangga perokok terkaya menghabiskan 7% pendapatannya untuk rokok
sementara rumah tangga perokok termiskin menghabiskan 12%.
Sementara itu hasil riset kesehatan dasar tahun 2014 menunjukkan bahwa:
 Prevalensi perokok saat ini sebesar34,7%. Dengan perbandingan lebih dari separuh
perokok (52,3 %) menghisap 1-10 batang rokok perharinya, 2 dari 5 perokok saat ini
merokok rata-rata 11-20 batang setiap hari, 4,7 % perokok menghabiskan rokok 21-30
batang setiap hari.
 76,6% merokok di dalam rumah ketika bersama anggota keluarga lain.
 Data Kementerian Kesehatan menunjukkan peningkatan prevalensi perokok dari 27%
pada tahun 1995, meningkat menjadi 36,3% pada tahun 2013. Artinya, jika 20 tahun y
ang lalu dari setiap 3 orang Indonesia 1 orang di antaranya adalah perokok, maka  de
wasa ini dari setiap 3 orang Indonesia 2 orang di antaranya adalah perokok.
 Keadaan ini semakin mengkhawatirkan, karena  prevalensi perokok perempuan turut
meningkat dari 4,2% pada tahun 1995 menjadi 6,7% pada tahun 2013. Dengan demiki
an, pada 20 tahun yang lalu dari setiap 100 orang perempuan Indonesia 4 orang di ant
aranya adalah perokok, maka dewasa ini dari setiap 100 orang perempuan Indonesia 7
orang di antaranya adalah perokok.
 Lebih memprihatinkan lagi  adalah kebiasaan buruk merokok juga meningkat pada ge
nerasi muda. Data Kemenkes menunjukkan bahwa prevalensi remaja usia 16-19 tahun
yang merokok meningkat 3 kali lipat dari 7,1% di tahun 1995 menjadi 20,5% pada tah
un 2014. Dan yang lebih mengejutkan, lebih mengejutkan adalah usia mulai merokok
semakin muda (dini).  Perokok pemula usia 10-14 tahun meningkat lebih dari 100% d
alam kurun waktu kurang dari 20 tahun, yaitu dari  8,9% di tahun 1995 menjadi 18%
di tahun 2013.
 Mengutip data hasil  penelitian di RS Persahabatan (2013) memperlihatkan bahwa tin
gkat kecanduan atau adiksi pada anak SMA yang merokok cukup tinggi, yaitu 16,8%.
Artinya 1orang dari setiap 5 orang remaja yang merokok,  telah mengalami kencadua
n.  Penelitian ini  juga memperlihatkan bahwa rata-rata anak yang dilahirkan oleh ibu
hamil yang merokok memiliki berat badan yang lebih ringan (<2500 gram) dan lebih
pendek (<45 cm) dibandingkan dengan ibu yang tidak merokok (>3000 gram) dan leb
ih panjang (>50 cm).ari 5 remaja di Indonesia, menjadi perokok karena mencontoh
lingkungannya
 Kecenderungan perilaku merokok di kalangan remaja semakin meningkat. Berdasarka
n data Riset Kesehatan Dasar Nasional 2007 ada 34,2 persen penduduk usia di atas 15
tahun merokok, lalu naik menjadi 36,3 persen di 2013. Penelitian lainnya mengungka
p banyak pria dewasa yang mulai merokok dari usia 12 tahun. Kondisi ini merata di se
luruh provinsi di Indonesia.

D. Pembahasan
Penetapan Kawasan Tanpa Rokok dilakukan berdasarkan pada azas: keseimbangan nilai-
nilai sosial, ekonomi, dan lingkungan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian,
kelestarian, keadilan, partisipatif, professional, kemandirian, transparansi dan akuntabilitas
publik. Azas pengelolaan Kawasan Tanpa Rokok dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Keseimbangan nilai-nilai sosial, ekonomi, dan lingkungan, mengandung
pengertian bahwa Kawasan Tanpa Rokok harus memperhatikan nilai-nilai sosial,
ekonomi dan lingkungan secara seimbang dan serasi.
b) Kemanfaatan umum, mengandung pengertian bahwa Kawasan Tanpa Rokok
mengutamakan kemanfaatan bagi kepentingan umum sebagai prioritas utama,
diletakan pada kepentingan umum sesuai dengan prioritasnya serta tidak memihak
pada satu pelayanan tertentu, memperhatikan keseimbangan dalam memberikan
perlindungan terhadap kepentingan social masyarakat, membantu mewujudkan upaya
perlindungan masyarakat terhadap resiko ancaman gangguan kesehatan karena
pencemaran asap rokok.
c) Keterpaduan dan keserasian, mengandung pengertian bahwa penatapan kawasan
tanpa rokok dilakukan dengan memperhatikan keterpaduan dan keserasian antara
berbagai kepentingan yang mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
pengawasan, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan peraturan perundang-undangan.
d) Kelestarian, mengandung pengertian bahwa penentuan kawasan tanpa rokok
dilakukan secara berkelanjutan dengan tujuan melestarikan fungsi kawasan dan
bertujuan untuk memperoleh manfaat optimal bagi peningkatan kesehatan lingkungan
masyarakat, mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok.
e) Keadilan, mengandung pengertian bahwa pengelolaan dan pengembangan kawasan
tanpa rokok dilakukan secara proporsional sesuai dengan kebutuhan/kepentingan
masyarakat serta diupayakan untuk dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di
seluruh wilayah yang berhak mendapatkan kualitas udara yang bersih, lingkungan
yang sehat, perlindungan yang adil.
f) Partisipatif, mengandung pengertian bahwa dalam penyelenggaraan Kawasan tanpa
rokok dilakukan berbasis peran serta masyarakat dan para pihak sejak pemikiran awal
sampai dengan pengambilan keputusan, maupun pelaksanaan kegiatan yang
mencakup tahapan perencanaan, pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan,
dan rehabilitasi. Prinsip partisipatif tersebut mempersyaratkan adanya rasa saling
mempercayai, keterbukaan, rasa tanggungjawab, dan mempunyai rasa ketergantungan
(interdependency) di antara sesama para pihak (stakeholder). Masing-masing
stakeholder harus jelas kedudukan dan tanggung jawab yang harus diperankan.
Tujuan penetapan kawasan tanpa rokok adalah:
1) Menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian dengan cara mengubah prilaku
mesyarakat untuk hidup sehat
2) Meningkatkan produktifitas kerja yang optimal
3) Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih
4) Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula
5) Mewujudkan generasi muda yang sehat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelaksanaan penerapan Kawasan Tanpa Rokok bertujuan untuk mempersempit area bagi
perokok sehingga generasi sekarang maupun akan datang dapat terlindungi dari bahaya
rokok. Dan hal tersebut merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik individu,
masyarakat maupun pemerintah. Komitmen bersama sangat dibutuhkan dalam keberhasilan
penerapan Kawasan Tanpa Rokok. Oleh sebab itu, pengembangan Kawasan Tanpa Rokok m
utlak segera diadakan guna tercapainya kepentingan yang lebih luas yaitu terwujudnya dan te
rjaminnya kehidupan masyarakat yang lebih baik.

B. Saran

1. Untuk mencegah terjadinya gangguan dan ketertiban masyarakat, dan meluasnya


pemakaian rokok, dan menyelamatkan generasi bangsa Indonesia, perlu diterbitkan
Undang-Undang khusus yang mengatur tentang Larangan merokok
2. Untuk melaksanakan amanah Pasal 28 H ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia
1945 yang intinya, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, maka
Ranperda tentang Kawasan Tanpa Rokok, hendaknya menjadi Prioritas dalam
Program Legislasi Daerah tahun 2017, dan dibahas serta diundangkan dalam Tahun
2017
DAFTAR PUSTAKA

1. Azwar A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: PT. Bina Rupa Aksara.
2. Haris A, Ikhsan M, dan Rogayah R. 2012. Asap Rokok Sebagai Bahan Pencemar Dal
am Ruangan. CDK-189/ Vol 39 no. 1 th. 2012.
3. IAKMI. 2013. Atlas Tembakau Indonesia.Jakarta:TCSC IAKMI.
4. Kusumawardani N,Soerachman R, Laksono AD, Indrawati L, Sari P dan Paramita A.
2015. Penelitian Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit PT. Kanisius.
5. MPKU. 2010. Pedoman Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Di Lingkungan Muhamm
adiyah. Jakarta: MPKU Muhammadiyah.
6. Pabelan Pos. 2009. Menghentikan Perokok Aktif Dengan Terapi. Surakarta: Lembaga
Pers Mahasiswa Pabelan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
7. Patilima H. 2005. Metode Penelitian Kualitatif.Bandung: Alfabeta.
8. Patton MQ. 2009. Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
9. TCSC-IAKMI 2008, Paket Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok, Pedoman untuk
advocator, seri 5; Pedoman Penyusunan Undang-undang/Perda Kawasan Tanpa Rok
ok
10. https://news.detik.com/berita/d-6205312/siap-siap-merokok-sembarangan-di-jakarta-b
akal-didenda-rp-250-ribu
11. https://bkd.cilacapkab.go.id/p/285/fenomena-kawasan-tanpa-rokok-yang-menuai-pro-
kontra-
12. https://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/dki-jakarta/advokasi-kawasan-tanpa-roko
k-dan-ubm-bagi-kementerian-dan-lembaga
13. Dinkes.bantenprov.go.id, 2017, diakses 17 September 2020
14. databoks.katadata.co.id, 2019, diakses 17 September 2020
15. liputan6.com, 2020, diakses 18 September 2020

Anda mungkin juga menyukai