Anda di halaman 1dari 9

Phinisi Integration Review

Vol. 4, No.2, Juni 2021 Hal 301-308


Website: http://ojs.unm.ac.id/pir
p-ISSN: 2614-2325 dan e-ISSN: 2614-2317
DOI: https://doi.org/10.26858/pir.v4i2.22095

Adaptasi Penyandang Disabilitas di Lingkungan Masyarakat


(Studi Kasus Penyandang Disabilitas Netra Pertuni Kota Makassar)
Arwina Fadhilah1 ,Heri Tahir2 , Darman Manda3
123
Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Makassar, Indonesia
1
Email: arwinafadhilah23@gmail.com

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (i) Proses sosialisasi yang dialami
disabilitas netra pertuni (ii) Bentuk-bentuk adaptasi penyandang disabilitas netra di
lingkungan masyarakat (iii) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi adaptasi
penyandang disabilitas netra di lingkungan masyarakat Penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif dengan teknik purposive sampling sebanyak 9 informan.
Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik
analisis data menggunakan tiga tahap yaitu; Reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Hasil penelitian: (i) Penyandang disabilitas netra dalam proses sosialisasi
yang dialami terdapat sikap, nilai, norma, dan perilaku esensial yang dapat diterapkan di
kehidupannya agar mampu untuk beradaptasi dan berpartisipasi secara efektif dalam
masyarakat, (ii) Bentuk adaptasi penyandang disabilitas netra melahirkan konformitas
yang merupakan usaha penyesuaian diri penyandang disabilitas netra dengan mengikuti
cara yang berlaku dalam masyarakat, serta pengasingan diri sebagai alternatif di awal-
awal penyandang disabilitas netra tidak mampu menerima keadaan diri, (iii) Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi penyandang disabilitas yaitu faktor pendorong
adanya kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan
dan aktualisasi diri. Adapun faktor penghambat yaitu stigma, dimana masyarakat dalam
hal ini masih memberi stigma negatif terhadap keberadaan penyandang disabilitas netra.
Kata Kunci: adaptasi, penyandang disabilitas netra, di lingkungan masyarakat.

Abstract. The study aims to discover: (i) the socialization process experienced by visual
impairments disabilities of Pertuni, (ii) the forms of adaptation visual impairments
disabilities in the community, and (iii) the factors which influence the adaptation of visual
impairments disabilities in the community. This study employed a qualitative descriptive
approach with purposive sampling technique with 9 informants. Data collection
techniques employed observation, interview, and documentation. The data analysis
technique used three stages, namely data reduction, data presentation, and conclusion
drawing. Based on the results of the study: (i) the visual impairments disabilities in the
socialization process are essential attitudes, values, norms, and behaviors that can be
applied in their lives to be able to adapt and participate effectively in society, (ii) the form
of adaptation of visual impairments disabilities produces conformity which is an effort to
adapt to visual impairments disabilities by following the prevailing methods in society,
and self-isolation as an alternative at the beginning when visual impairment disabilities
are unable to accept their condition (self isolation), and (iii) the factors that influence the
adaptation of visual impairments disabilities are the reinforcement factors for the needs of
physiology, sense of security, compassion, the needs for appraisal, and self-actualization.
The inhibiting factor is a stigma, where the community still gives a negative stigma to the
existence of visual impairments disabilities persons.

Keywords: adaptation, visually impaired persons, in the community.

300
Phinisi Integration Review. Vol 4(2) Juni 2021

Ini adalah artikel dengan akses terbuka dibawah licenci CC BY-NC-4.0


(https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/ ).

PENDAHULUAN dan memiliki tujuan mewujudkan keadaan yang


kondusif bagi tunanetra untuk menjalankan
Pada dasarnya setiap individu kehidupannya sebagai individu dan warga
menginginkan bisa hidup secara normal dengan negara yang cerdas, mandiri, dan produktif
fungsi organ tubuh yang utuh tanpa kekurangan tanpa diskriminasi dalam segenap aspek
satu pun dari bagian tubuhnya. Dengan kehidupan dan penghidupan. Sebagian besar
demikian, segala aktivitas dalam kehidupan individu yang mengalami disabilitas pada
yang dijalani tidak mengalami hambatan. Akan penglihatannya tergabung dalam organisasi
tetapi situasi akan berbeda apabila seseorang Pertuni. Penyandang disabilitas mempunyai
kehilangan salah satu fungsi organ tubuhnya keterbatasan yang membuat mereka mengalami
diakibatkan karena kecelakaan ataupun bawaan kesulitan beradaptasi, Maka perlu adanya
sejak lahir. Hal inilah yang disebutkan pada bimbingan beragam kebutuhan khusus agar
penyandang disabilitas. Menjadi seorang dapat beradaptasi di lingkungan sosialnya.
disabilitas bukanlah suatu hal yang mudah bagi Proses sosialisasi mengenai kemandirian
orang-orang yang mengalaminya. Penyandang merupakan suatu sikap individu yang dimana
disabilitas adalah setiap orang yang mengalami individu akan terus belajar untuk bersikap
keterbatasan fisik, intelektual, mental dan mandiri dalam mengahadapi berbagai situasi di
sensorik dalam jangka waktu yang lama dalam lingkungan, sehingga pada akhirnya individu
berinteraksi dengan lingkungan dapat akan berpikir dan bertindak sendiri.
mengalami hambatan dan kesulitan untuk Melihat beragam kemampuan yang
berpastisipasi secara penuh dengan warga dimiliki disabilitas netra, menarik untuk
negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. dilakukan penelitian tentang adaptasi disabilitas
Undang-undang nomor 8 tahun 2016 netra di lingkungan masyarakat. Penyandang
membagi ragam disabilitas antara lain disabilitas tunanetra merupakan orang
penyandang disabilitas fisik, penyandang berkebutuhan khusus sehingga memerlukan
disabilitas intelektual, penyandang disabilitas bantuan orang lain dalam kehidupan sehari-
mental, dan disabilitas sensorik. Peneliti harinya, akan tetapi mereka juga dapat
memfokuskan pada disabilitas sensorik yakni melakukan kegiatan sendiri yang biasanya
disabilitas netra (kelainan pada indera dilakukan oleh orang-orang non disabilitas
penglihatan). Disabilitas netra atau tunanetra walau tidak semua kegiatan itu dapat dilakukan
adalah individu yang memiliki hambatan pada sendiri. Dengan kata lain disabilitas netra dapat
penglihatannya, dan dapat diklasifikan ke dalam hidup mandiri tanpa merepotkan orang lain.
dua golongan, yaitu buta total (totally blind) dan Berdasarkan latar belakang di atas, maka
kemampuan melihat mata rendah (low vision). masalah yang akan di kaji adalah adaptasi
Indera penglihatan merupakan salah satu indera penyandang disabilitas di lingkungan
yang sangat penting bagi individu dalam masyarakat (studi kasus penyandang disabilitas
menjalankan proses adaptasi di lingkungan netra pertuni kota Makassar).
sekitarnya, dikarenakan indera penglihatan
mempunyai fungsi untuk melihat, seperti untuk TINJAUAN PUSTAKA
melihat suatu benda, mengenali orang dari A. Adaptasi
wajah, membaca, berkendara, dan kegiatan- Adaptasi (Penyesuaian diri) merupakan
kegiatan lainnya. Akan tetapi, sebaliknya jika suatu proses yang mencakup respon mental dan
indera penglihatan terganggu tentu akan tingkah laku individu, sehingga tercapai
berdampak terhadap aktivitas seseorang dalam keselarasan dan keharmonisan antara diri sendiri
kesehariannya. dengan lingkungannya (Agustiani, 2009: 146).
Di Kota Makassar terdapat beberapa Penyesuaian diri merupakan suatu proses dalam
perkumpulan yang peduli dengan keadaan beradaptasi terhadap lingkungan. Penyesuaian
orang-orang berkebutuhan khusus dan salah ini mengubah diri individu sesuai dengan
satunya adalah Pertuni (Persatuan Tunanetra keadaan lingkungan, Mengenai aspek
Indonesia) yang merupakan organisasi nasional penyesuaian diri sebagaimana pendapat Fromm

301
Fadhilah, et all. Adaptasi Penyandang Disabilitas di Lingkungan…

dan Gilmore dalam (Desmita, 2009:195) bahwa berbagai peran sosial. Menurut Soekanto (2009:
penyesuaian diri yang sehat adalah apabila 62) adaptasi sosial dilakukan dengan cara
individu memiliki empat aspek berikut: berinteraksi, karena interaksi sosial adalah
1. Kematangan emosional, dalam kematangan hubungan sosial yang dinamis menyangkut
emosional individu yang dapat hubungan antar individu, antar kelompok,
menyesuaikan diri manakala memiliki maupun antara individu dengan kelompok. Ciri
kehidupan emosional yang mantap, dapat manusia tersebut menggambarkan betapa
menyatakan emosinya dengan asertif serta berartinya interaksi sosial dalam kehidupan
sikap positif dalam menyatakan ekspresi manusia. Merton mengatakan bahwa ada
diri. pengaruh dari lingkungan (tekanan struktural)
2. Kematangan sosial, adalah kemampuan yang kemudian menyebabkan individu
individu yang melibatkan dirinya dalam menggunakan bentuk adaptasi tertentu ataupun
komunitas sosial dimana dia berada, berganti bentuk adaptasi. Robert K Merton
kesediaan dalam bekerja sama, dan sikap dalam (Siahaan, 2009) menyatakan bahwa ada
toleransi. lima tipe pola adaptasi individu terhadap situasi
3. Kematangan intelektual, ialah individu tertentu. Empat diantaranya merupakan perilaku
yang memiliki kematangan intelektual akan menyimpang, yaitu:
lebih mudah menyesuaikan diri dengan a) Konformitas, perilaku mengikuti tujuan dan
lingkungan disekitarnya karena individu cara yang ditentukan masyarakat untuk
tersebut memiliki wawasan tentang konsep mencapai tujuan yang diharapkannya.
diri, dan kepercayaan diri yang b) Inovasi, perilaku mengikuti tujuan yang
memungkinkan individu tersebut dapat ditentukan oleh masyarakat tetapi memakai
melakukan komunikasi interpersonal dalam cara yang dilarang oleh masyarakat.
lingkungan sosialnya. c) Ritualisme, melaksanakan ritual-ritual
4. Tanggung jawab personal, merupakan budaya tapi maknanya telah hilang.
tanda penyesuaian diri yang baik manakala d) Pengunduran atau pengasingan diri,
individu itu dapat menyusun rencana kerja meninggalkan cara hidup yang buruk, baik
dalam kehidupannya, dan dengan cara konvensional maupun
menyelesaikannya dengan baik. pencapaiannya yang konvensional.
e) Pemberontakan, penarikan diri dari tujuan
Dalam beradaptasi seseorang perlu konvensional yang disertai dengan upaya
mendapat sosialisasi agar dapat beradaptasi melambangkan tujuan atau cara baru.
dengan baik di lingkungan sekitarnya. B. Penyandang Disabilitas
Sosialisasi merupakan suatu langkah awal dalam 1. Pengertian Disabilitas
beradaptasi. Sosialisasi adalah suatu proses atau Menurut Undang-Undang Nomor 8
transmisi pengetahuan, sikap, nilai, norma, dan tahun 2016 penyandang disabilitas adalah setiap
perilaku esensial yang bertujuan agar mampu orang yang mengalami keterbatasan fisik,
digunakan untuk berpartisipasi efektif dalam intelektual, mental dan sensorik dalam jangka
masyarakat (Damsar, 2011). Sosialisasi waktu yang lama dalam berinteraksi dengan
merupakan proses belajar bagi seseorang atau lingkungan dapat mengalami hambatan dan
sekelompok orang selama hidupnya untuk kesulitan untuk berpastisipasi secara penuh
mengenali pola-pola hidup, nilai-nilai dan dengan warga Negara lainnya berdasarkan
norma sosial agar dapat berkembang menjadi kesamaan hak.
pribadi yang bisa diterima oleh kelompoknya. 2. Jenis-jenis dan karakteristik penyandang
Melalui proses sosialisasi seseorang atau disabilitas
sekelompok orang menjadi mengetahui dan Penyandang disabilitas merupakan
memahami bagaimana individu harus bertingkah istilah untuk merujuk kepada mereka yang
laku di lingkungan masyarakatnya, mengetahui memiliki kelainan fisik atau non-fisik. Undang-
dan menjalankan hak-hak dan kewajibannya undang nomor 8 tahun 2016 membagi ragam
berdasarkan peranan-peranan yang dimilikinya. disabilitas, sebagai berikut:
Orang-orang disabilitas bukan hanya a) Penyandang Disabilitas Fisik
sekedar dapat berpartisipasi dilingkungan sosial Terganggunya fungsi gerak, antara lain
seperti manusia non disabilitas pada umumnya, amputasi, lumpuh layuh atau kaku,
tetapi juga meningkatkan jaringan sosial, paraplegia, celebral palsy (CP), akibat
keterampilan, kemandirian, dan menjalankan stroke, akibat kusta, dan orang kecil.

302
Phinisi Integration Review. Vol 4(2) Juni 2021

b) Penyandang Disabilitas Intelektual masyarakat dengan istilah ilmiahnya saling


Terganggunya fungsi pikir karena tingkat berinteraksi.
kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain D. Tinjauan Sosiologi Mengenai Adaptasi
lambat belajar, disabilitas grahita dan down Keberadaan manusia dengan
syndrom. lingkungannya tidak terlepas dari proses
c) Penyandang Disabilitas Mental adaptasi. Adaptasi yang dilakukan merupakan
Terganggunya fungsi pikir, emosi, dan proses yang membentuk diri individu itu sendiri
perilaku, antara lain: psikososial dan dalam memenuhi berbagai kebutuhan yang ingin
disabilitas perkembangan yang berpengaruh diraih. Abraham Maslow mengungkapkan teori
pada kemampuan interaksi sosial. motivasi yang dikenal dengan hierarki
d) Penyandang Disabilitas Sensorik kebutuhan (hierarchy of needs). Kebutuhan-
Terganggunya salah satu fungsi dari panca kebutuhan tersebut ialah kebutuhan fisiologis,
indera, antara lain disabilitas netra, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa
disabilitas rungu, dan disabilitas wicara. memiliki-dimiliki, dan akan kasih sayang,
Dalam penelitian ini, peneliti kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan
memfokuskan pada disabilitas sensorik, yaitu akan aktualisasi diri (Goble, 1992).
disabilitas netra atau tunanetra. Menurut Dalam teori hierarki kebutuhan ini
etimologi tunanetra berasal dari kata tuna berarti maslow menggambarkan kebutuhan manusia
rusak dan kata netra berarti mata, dengan ibarat piramida dan memisahkan lima kebutuhan
demikian tunanetra berarti rusak penglihatan, ke dalam urutan-urutan yang lebih tinggi dan
dan seseorang yang mengalami kerusakan lebih rendah:
penglihatannya disebut dengan tunanetra. 1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs),
Sedangkan orang yang buta adalah seseorang pada unsur ini umumnya kebutuhan
yang mengalami kerusakan pada penglihatannya fisiologis bersifat neostatik (usaha menjaga
Tunanetra dapat dikelompokkan menjadi dua keseimbangan unsur-unsur fisik).
macam (Somantri, 2006: 66), yakni: 2. Kebutuhan rasa aman (safety needs),
a) Buta Total (totally blind), artinya individu setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi,
yang mengalami totally blind sama sekali maka akan muncul kebutuhan akan
tidak mampu menerima rangsang cahaya keamanan, atau kebutuhan akan kepastian.
dari luar (visusnya= 0) 3. Kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan
b) Kemampuan melihat mata rendah (low kasih sayang (social needs), setelah
vision), artinya individu yang mengalami kebutuhan fisiologikal dan keamanan telah
low vision masih mampu menerima terpenuhi, maka perhatian sang individu
rangsang cahaya dari luar, tetapi beralih pada keinginan untuk mendapatkan
ketajamannya lebih dari 6/21. kawan, cinta, dan perasaan diterima.
C. Lingkungan Masyarakat 4. Kebutuhan akan penghargaan (self
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, esteem needs), maslow mengemukakan
kata lingkungan berarti daerah (kawasan dan bahwa setiap orang memiliki dua
sebagainya) yang termasuk didalamnya, semua kategori akan penghargaan: yakni,
yang mempengaruhi pertumbuhan manusia.
harga diri dan penghargaan dari orang
Sedangkan menurut Sudiyono (2009: 298)
lingkungan adalah semua kondisi dalam dunia
lain.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self
ini yang dengan cara-cara tertentu dapat
actualization), setelah kebutuhan dasar
mempengaruhi tingkah laku manusia,
manusia telah terpenuhi, yang terakhir ialah
pertumbuhan, dan perkembangannya. Hubungan
kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan
antara manusia dan lingkungan merupakan dua
menjadi sesuatu yang orang itu mampu
hal yang tidak dapat dipisahkan. Abdul Syani
untuk mewujudkannya secara maksimal
(2015: 30) mendefinisikan masyarakat berasal
seluruh bakat maupun kemampuan
dari kata musyarak (arab), yang artinya
potensinya (Friedman, 2006).
bersama-sama, kemudian berubah menjadi
masyarakat, yang memiliki arti berkumpul
bersama, hidup bersama dengan saling METODE
berhubungan dan saling mempengaruhi,
selanjutnya mendapatkan kesepakatan menjadi Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif.

303
Fadhilah, et all. Adaptasi Penyandang Disabilitas di Lingkungan…

Menurut Sugiyono (2009:1) penelitian kualitatif dan wawancara terhadap informan penelitian.
adalah metode penelitian yang digunakan untuk Berikut ini diuraikan temuan hasil wawancara
meneliti pada kondisi obyek yang ilmiah, terhadap informan yang memberikan informasi
(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana mendalam tentang Adaptasi Penyandang
peneliti adalah sebagai instrumen kunci, tekhnik Disabilitas di Lingkungan Masyarakat.
pengumpulan data bersifat induktif, dan hasil 1. Proses Sosialisasi Yang Dialami
penelitian kualitatif lebih menekankan makna Disabilitas Netra Pertuni Di Lingkungan
dari pada generalisasi. Masyarakat.
Adapun lokasi dalam penelitian ini di Berdasarkan hasil observasi dan
Kota Makassar, yaitu anggota organisasi pertuni wawancara terhadap seluruh informan diketahui
(Persatuan Tunanetra Indonesia), pertuni beberapa indikator yang menggambarkan
merupakan salah satu persatuan disabilitas yang penyebab disabilitas pada diri informan. Dari
ada di Kota Makassar yang beranggotakan hasil wawancara, informan mengemukakan
orang-orang disabilitas netra. tentang penyebab disabilitas netra yang mereka
Sasaran penelitian atau yang menjadi alami, ada dua hal yakni karena disebabkan oleh
informan dalam penelitian ini menggunakan penyakit atau virus dan ada pula informan
cara purposive sampling atau pengambilan data menjadi netra akibat kecelakaan. Memiliki
yaitu dengan menentukan kriteria informan. keterbatasan pada penglihatan bukanlah suatu
Adapun kriteria dalam pemilihan informan keinginan setiap individu, namun anggapan
adalah: mereka yang mengalami hal ini merupakan
1. Penyandang disabilitas netra. suatu ketetapan dari Sang Maha Kuasa. Adapun
2. Usia 17- 46 tahun proses sosialisasi yang dijalaninya ialah dimulai
3. Pelajar maupun yang sedang bekerja. sejak kecil hingga dewasa karena sosialisasi
Instrumen utama dalam penelitian ini merupakan pembelajaran yang dilakukan secara
yaitu peneliti itu sendiri. Sebagai instrumen terus- menerus agar dapat melakukan sesuatu
utama, maka dimulailah dari perencanaan, yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
kemudianpengumpulan data. Data yang telah Dalam sosialisasi penyandang disabilitas
terkumpul kemudian dianalisis. Penulisan netra tentunya dilakukan secara bertahap agar
laporan penelitian ini dilakukan oleh peneliti dapat mempraktekkan hasil sosialisasi yang
sendiri. Sedangkan dalam mendukung telah diberikan. Seperti halnya sosialisasi
tercapainya hasil penelitian digunakan alat bantu tentang aktivitas sehari-hari ataupun mengenai
berupa pedoman wawancara, dokumentasi ( kemandirian yang diajarkan dan dilatih secara
perekam dan camera), dan pencatatan hasil terus-menerus. Sosialisasi yang dialami
penelitian. disabilitas netra tentu berbeda-beda, mereka
Dalam penelitian ini, peneliti punya cara tersendiri untuk mengekspresikan
menggunakan beberapa teknik pengumpulan dirinya.
data yakni pengamatan (observasi), wawancara
(interview), dan dokumentasi. 2. Bentuk-Bentuk Adaptasi Penyandang
Adapun teknik penelitian yang digunakan Disabilitas Netra Di Lingkungan
untuk menganalisis data di antaranya: reduksi Masyarakat.
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Adaptasi merupakan sebuah proses
Sedangkan untuk pemeriksaan keabsahan panjang yang dilalui individu disabilitas untuk
data peneliti melakukan perpanjangan dapat diterima di tengah-tengah masyarakat.
pengamatan, meningkatkan ketekunan, dan Seseorang tidak akan dapat menyesuaikan diri
triangulasi. dengan lingkungannya jika tidak melakukan
proses-proses sosialisasi. Dari adanya sosialisasi
HASIL DAN PEMBAHASAN yang dijalani mulai dari keluarga, sekolah,
bahkan organisasi para penyandang disabilitas
Setelah dilaksanakan penelitian kurang netra mendapat ilmu yang bermanfaat bagi
lebih satu bulan di Kota Makassar, maka dapat kehidupannya di lingkungan. karena dalam
diuraikan temuan data lapangan terkait Adaptasi sosialisasi itu sendiri diajarkan berbagai macam
Penyandang Disabilitas di Lingkungan hal secara mental maupun fisik agar para
Masyarakat (Studi Kasus Penyandang peyandang disabilitas netra dapat
Disabilitas Netra Pertuni Kota Makassar). Data mengekspresikan diri dan kemampuannya serta
lapangan diperoleh berdasarkan hasil observasi mampu beradaptasi di lingkungannya. Secara

304
Phinisi Integration Review. Vol 4(2) Juni 2021

lebih jelas, bentuk-bentuk adaptasi penyandang bertujuan untuk menyesuaikan dengan situasi
disabilitas dapat diklasifikasikan sebagai yang berubah.
berikut: 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
a) Konformitas Adaptasi Penyandang Disabilitas Netra
Dari keseluruhan data hasil observasi Di Lingkungan Masyarakat.
dan wawancara mendalam terhadap beberapa Faktor-faktor pendorong serta
informan, Diketahui bentuk-bentuk adaptasi penghambat menjadi cerita yang tidak dapat
yang menggambarkan penyandang disabilitas terpisahkan dalam proses panjang adaptasi yang
netra di lingkungan masyarakat. Hal ini dilalui penyandang disabilitas netra. Hal tersebut
berdasarkan pengalaman serta aktivitas dapat dilihat sebagai berikut:
penyandang disabilitas netra di lingkungan a) Faktor Pendorong
masyarakat. Banyak sekali anggapan salah dari 1. Kebutuhan fisiologis
masyarakat terkait kondisi yang dialami Tidak dapat dipungkiri faktor fisiologis
informan. Ada stigma miring yang berkembang merupakan kebutuhan dasar setiap manusia
di masyarakat mengenai kondisi informan, termasak penyandang disabilitas netra.
sebagian masyarakat masih melihat penyandang Kebutuhan fisiologis terkait kebutuhan sehari-
disabilitas sebagai orang-orang yang patut hari. Dengan memiliki pekerjaan serta menerima
dikasihani. Seluruh informan juga dalam pendapatan sendiri mampu menaikkan derajat
penuturannya mengatakan tidak mampu berbuat sosial penyandang disabilitas dan bukan hanya
apa-apa dengan stigma yang ada di masyarakat. sebagai ajang mematahkan stereotype di tengah
Begitu halnya dengan cerita penyandang masyarakat bahwa penyandang disabilitas tidak
disabilitas netra yang memberanikan diri untuk mampu mengembangkan diri, lebih lanjut juga
dapat berinteraksi dan beraktivitas seperti orang agar penyandang disabilitas mampu secara
lain pada umumnya tanpa harus merasa minder mandiri mencukupi kebutuhan hidupnya bahkan
karena kondisi fisik yang berbeda. Pilihan keluarganya.
mereka membuat siasat dalam beradaptasi di 2. Kebutuhan rasa aman (Safety Needs)
lingkungan ia berada tidak terlepas dari Dengan beraktivitas baik di lingkungan
stereotype masyarakat yang menganggap kerja ataupun di lingkungan sekolah, timbul rasa
mereka yang mengalami disabilitas memiliki aman dalam diri penyandang disabilitas. Rasa
kemampuan terbatas atau tidak berguna di aman ini tidak lahir dari ruang hampa melainkan
masyarakat. Hasil wawancara dengan seluruh karena adanya peran yang dimainkan
informan menunjukkan, bahwa tidak ada alasan penyandang disabilitas netra yang membuatnya
kekurangan fisik untuk tidak berbaur dengan merasa memiliki kesempatan untuk
lingkungan setempat. mengembangkan dirinya. Dapat disimpulkan
Memiliki kemampuan yang berbeda bahwa pentingnya mengetahui kondisi suatu
(different ability) bukan halangan menjadi malu lingkungan berhubungan dengan timbulnya
tampil dan mengambil peran di lingkungan perasaan aman dalam diri penyandang
sosial. Harus diakui bahwa keterbatasan yang disabilitas netra. Menghindari konflik juga salah
dimiliki oleh penyandang disabilitas netra sangat satu cara untuk mendapatkan rasa aman.
mempengaruhi eksistensi mereka di tengah 3. Kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan
masyarakat. Semangat juang para penyandang kasih sayang (Social Needs)
disabilitas netra dalam menghapuskan hambatan Dalam perjalanan adaptasinya, tentu ada
internal akan lebih mudah dihadapi ketika goals yang hendak dicapai oleh penyandang
mendapat dukungan dari keluarga dan disabilitas netra salah satunya dengan
masyarakat sekitarnya. Termasuk dalam terpenuhinya social needs. Dengan kata lain,
memberikan pemahaman positif kepada penyandang disabilitas merasa butuh untuk
masyarakat bahwa penyandang disabilitas dipandang sederajat dengan mereka tanpa
semestinya diperlakukan tanpa diskriminasi dan disabilitas. Selain menumbuhkan rasa aman,
marjinalisasi. dihargai, dan diakui keberadaannya. Hal ini
b) Pengunduran atau Pengasingan Diri mampu menaikkan semangat serta kepercayaan
Umumnya pengasingan diri terjadi pada diri penyandang disabilitas netra bahwa diri
diri penyandang disabilitas netra karena mereka mampu dan memiliki kesamaan
ketidakmampuan menerima keadaan dengan kemampuan dengan orang-orang yang bukan
tuntutan sosial. Namun, hal ini tidak disabilitas.
berlangsung lama, proses perubahan ini

305
Fadhilah, et all. Adaptasi Penyandang Disabilitas di Lingkungan…

4. Kebutuhan akan penghargaan (Esteem Suatu proses sosialisasi yang didapatkan


Needs) tentunya memberi nilai-nilai pada penyandang
Ketika penyandang disabilitas netra disabilitas netra bagi kehidupan sehari-harinya.
mampu membuktikan bahwa kemampuannya Dengan proses panjang sosialisasi, penyandang
sama dengan orang-orang non disabilitas, maka disabilitas netra dapat menjadi lebih dewasa
akan timbul dalam dirinya rasa kepercayaan diri. ketika menghadapi segala tantangan dalam
Namun perasaan ini juga harus sejalan dengan hidupnya. Penyandang disabilitas netra mampu
penerimaan masyarakat berupa penghargaan. melakukan suatu hal atau menghadapi
Rasa percaya diri harus dibarengi dengan persoalan, dan kedisplinan yang selalu
penerimaan dalam bentuk penghargaan oleh diterapkan membuat penyandang disabilitas
masyarakat dalam hal ini untuk memenuhi netra dapat mengelola informasi dengan baik
esteem needs penyandang disabilitas netra. serta ia dapat lebih dihargai dalam lingkungan
5. Aktualisasi diri masyarakat.
Adanya kebutuhan aktualisasi diri inilah Sosialisasi tidak hanya didapatkan
yang cukup besar menuntut penyandang dalam lingkungan keluarga, melainkan diluar
disabilitas netra untuk menggali dan daripada lingkungan keluarga juga seperti
mengembangkan potensi yang mereka miliki. halnya sekolah, organisasi, tempat kerja, hingga
Oleh karena itu, informan disabilitas netra baik lingkungan masyarakat. Elly dan Usman (2011:
itu yang sedang menempuh pendidikan umum 156) mengungkapkan bahwa sosialisasi tidak
maupun yang sedang bekerja, sesuai makna hanya sekedar proses menyebarluaskan
yang dialami yaitu sebagai usaha untuk informasi dalam rangka memengaruhi seseorang
menunjukkan eksistensi diri sebagai penyandang atau publik agar berbuat sesuatu, seperti
disabilitas. Dan makna tersebut akan muncul mengajar, mengumumkan, memberikan
dalam proses adaptasi. Dengan pemaknaan doktrinasi saja akan tetapi di dalam proses
bahwa menggeluti suatu pekerjaan juga tersebut seseorang juga diberi kesempatan untuk
merupakan suatu bentuk eksistensi diri yaitu membangun dirinya, sebab sosialisasi tidak
kebutuhan akan penghargaan dimana kebutuhan hanya sekedar memberi tahu tentang suatu hal,
tersebut untuk memperoleh kehormatan, pujian, tetapi ia juga merupakan proses pendewasaan
dan pengakuan. dan pematangan kepribadian seorang individu.
b) Faktor penghambat 2. Bentuk-Bentuk Adaptasi Penyandang
Sudah bukan rahasia bahwa masyarakat Disabilitas Netra Di Lingkungan
sering kali mengkonotasikan hal-hal yang diluar Masyarakat
umum sebagai sesuatu yang luar biasa. Begitu Penyandang disabilitas merupakan
pula meyoal keadaan fisik manusia. Sejatinya sebagian dari kelompok masyarakat yang telah
tidak ada individu yang memiliki keinginan di konstruk oleh wacana sosial mengenai
untuk dilahirkan atau dalam perjalanan hidupnya kondisi tubuh. Wacana ini dalam prosesnya
menjadi peyandang disabilitas netra. Namun menimbulkan ketimpangan dan cenderung
stigma masih menjadi suatu bahan perbincangan meminggirkan mereka yang disabilitas. Hal ini
dalam masyarakat. Sebelum mengenal istilah terkait dengan stereotype yang berkembang
disabilitas masyarakat sering memberi sebutan dalam masyarakat pada orang lain.
“cacat” untuk mengelompokkan orang-orang a. Konformitas
dengan keadaan fisik yang berbeda. Masih Keberadaan mereka sempat tidak
adanya stigma di tengah-tengah masyarakat, diterima oleh lingkungannya, tetapi adanya
terkadang kondisi ini melemahkan kemampuan bentuk-bentuk adaptasi yang mereka jalankan.
yang dimiliki penyandang disabilitas netra. Mereka pada akhirnya yang harus menyesuaikan
Timbulnya perasaan takut datang dari luar diri diri dengan orang-orang non disabilitas.
mereka. Mereka yang sudah mampu menerimma Penyesuaian diri berlangsung secara terus-
diri dan mengatasi hambatan dalam diri masih menerus untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri
harus berhadapan dengan anggapan yang datang dengan tuntutan lingkungan, termasuk tuntutan
dari luar. orang lain secara kelompok maupun masyarakat.
Hal ini sesuai dengan Calhoun dan Acocella
Pembahasan (1990: 13) menyatakan bahwa penyesuaian diri
1. Proses Sosialisasi Yang Dialami adalah interaksi secara terus-menerus antara
Disabilitas Netra Pertuni Di Lingkungan individu dengan orang lain dan dengan
Masyarakat lingkungan sekitar tempat individu itu berada.

306
Phinisi Integration Review. Vol 4(2) Juni 2021

b. Pengasingan diri netra tidak kalah dengan masyarakat normal,


Pengasingan diri ini dapat dikatakan tetapi tidak banyak yang menjadikan mereka
ketidakmampuan dalam berinteraksi dengan prioritas. Tidak dapat dipungkiri bahwa
masyarakat pasca mengalami kondisi yang penyandang disabilitas netra juga memiliki
diluar dugaannya. Mereka yang mengalami semangat aktualisasi diri lebih tinggi dibanding
kesulitan dalam adaptasinya kemudian individu tanpa disabilitas.
menyalurkan ketegangan tersebut menjadi suatu b) Faktor Penghambat
bentuk pengasingan diri. Mengasingkan diri Selain faktor pendorong juga terdapat
terjadi apabila penyandang disabilitas tidak faktor penghambat yang mempengaruhi adaptasi
mampu melalui hambatan-hambatan baik yang penyandang disabilitas di lingkungannya. faktor
sifatnya internal maupun eksternal. penghambat disebabkan oleh stigma yang
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi terlanjur hidup di tengah-tengah masyarakat.
Adaptasi Penyandang Disabilitas Netra Stigma ini kemudian diperburuk dengan
tindakan-tindakan seperti pengucilan,
a) Faktor Pendorong diskriminatif, serta peminggiran (marjinalisasi)
Faktor pendorong ini dilihat dengan karena dianggap penyandang disabilitas adalah
kacamata Abraham Maslow tentang hierarki kelompok yang tidak berdaya.
kebutuhan. Bahwa tidak dapat dipisahkan antara Menurut Thohari (2014: 34) umumnya
keinginan beradaptasi dengan pemenuhan masyarakat masih melihat penyandang
kebutuhan. Teori hierarki kebutuhan maslow disabilitas sebagai “ketidaknormalan”, dengan
membentuk suatu tingkatan untuk standar kenormalan yang direproduksi terus-
mengklasifikasikan kebutuhan satu dan menerus dalam masyarakat yaitu tubuh
kebutuhan yang lain. Artinya, ketika telah sebagaimana tubuh orang banyak. Pernyataan
memenuhi kebutuhan pada level paling bawah ini menunjukkan bahwa masyarakat telah
(kebutuhan fisiologis) akan terus naik ke level memberikan atribut yang dapat mengganggu
kebutuhan lainnya hingga sampai pada puncak identitas penyandang disabilitas. Seperti yang
kebutuhan aktualisasi diri. Pada pemenuhan dikemukakan oleh Goffman dalam (Ritzer,
kebutuhan fisiologis, penyandang disabilitas 2004) bahwa stigma yang muncul di masyarakat
netra mengharapkan dengan bekerja dapat aka mengganggu dan menghalangi partisipasi
memperoleh gaji lalu menyalurkan pendapatan penuh mereka yang terstigma dalam masyarakat.
tersebut untuk memenuhi kebutuhannya seperti Fakta bahwa dalam perjalanannya
makan, minum, membeli pakaian dan penyandang disabilitas juga mendapati
sebagainya. Hal ini sebagai motivasi untuk terus hambatan berupa tidak memiliki peluang, akses
menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat dalam menempuh pendidikan umum, dan
kerja agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut. bahkan kesempatan kerja lebih banyak
Di antara hierarki kebutuhan Maslow, dibandingkan dengan orang tanpa disabilitas.
social needs memiliki korelasi dengan proses Informan menyebutkan sulitnya mengakses
adaptasi penyandang disabilitas netra. Bahwa pendidikan umum dan pekerjaan karena kondisi
penekanan alasan mereka dengan disabilitas fisik. Dalam hal ini masalah fisik yang dialami
melakukan adaptasi erat kaitannya dengan disabilitas membuat mereka ditolak karena
penerimaan masyarakat. Hingga pada puncak terlihat berbeda. Namun, hal ini tidak
hierarki akan muncul kebutuhan akan aktualisasi mematahkan semangat disabilitas, mereka tetap
diri. Aktualisasi diri bukan berarti mencapai titik berjuang dan mampu membuktikan dan
kesempurnaan, namun bagi diri penyandang memperlihatkan kemampuannya.
disabilitas netra artinya telah mampu secara
mandiri mengembangkan potensi yang dimiliki. SIMPULAN DAN SARAN
Maslow dalam (Goble, 1992: 72) melukiskan
kebutuhan ini sebagai “hasrat untuk makin Kesimpulan penelitian adalah: (1)
menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, Penyandang disabilitas netra dalam proses
menjadi apa saja menurut kemampuannya. sosialisasi yang dialami terdapat sikap, nilai,
Pentingnya penyandang disabilitas norma, dan perilaku esensial yang dapat
sekurang-kurangnya merasa berguna di diterapkan di kehidupannya agar mampu untuk
lingkungan sosialnya dapat mendorong beradaptasi dan berpartisipasi secara efektif
penyandang disabilitas netra untuk berprestasi. dalam masyarakat; (2) Bentuk adaptasi
Karena kemampuan penyandang disabilitas penyandang disabilitas netra melahirkan (a)

307
Fadhilah, et all. Adaptasi Penyandang Disabilitas di Lingkungan…

konformitas yang merupakan usaha penyesuaian Agustiani, H. 2006. Psikologi Perkembangan:


diri peyandang disabilitas netra dengan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan
mengikuti cara yang berlaku dalam masyarakat, Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada
sera (b) pengasingan diri sebagai alternative di Remaja. Bandung: PT. Refika Aditama.
awal-awal penyandang disabilitas netra tidak Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Pendidikan.
mampu menerima keadaan diri (isolasi diri); (3) Jakarta: Kencana.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan.
adaptasi penyandang disabilitas yaitu faktor Bandung: Remaja Rosdakarya.
pendorong adanya kebutuhan (a) fisiologis Goble, F. 1992. Psikologi Humanistik Abraham
seperti makan, minum, dan berpakaian, (b) rasa Maslow.Yogyakarta: Kanisius.
aman yaitu terhindar dari tindakan bullying, (c) Ritzer, G. 2004. Teori Sosiologi Modern.
rasa kasih sayang yang muncul dari lingkungan Jakarta: Prenada Media.
sekitar, (d) kebutuhan akan penghargaan seperti Setiadi, E. M. 2011. Pengantar Sosiologi:
berprestasi, dihargai, dan diakui,serta (e) Pemahaman Fakta dan Gejala
aktualisasi diri dimana penyandang disabilitas Permasalahan Sosial: Teori. aplikasi
netra mampu mengembangkan potensi yang dan pemecahannya. Jakarta: Kencana
dimiliki. Adapun faktor penghambat yaitu Prenadamedia Group.
stigma, dimana masyarakat dalam hal ini masih Siahaan, J. 2009. Perilaku menyimpang:
memberi stigma negatif terhadap keberadaan Pendekatan Sosiologi. Jakarta: Indeks.
penyandang disabilitas netra, selain itu Soekanto, S. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar.
penyandang disabilitas juga mendapati Jakarta: Rajawali Pers.
hambatan berupa sangat kurangnya peluang, Soemantri, S. 2006. Psikologi Luar Biasa.
akses dalam menempuh pendidikan umum, dan Bandung: PT. Referika Aditama.
bahkan kesempatan kerja. Sudiyono. 2009. Ilmi Pendidikan Islam. Jakarta:
Saran penelitian adalah: (1) Bagi Penyandang Rineka Cipta.
Disabilitas, perbedaan yang terjadi seharusnya Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif
dilihat sebagai perbedaan yang horizontal bukan Kualitatif dan R&D. Bandung: PT.
secara vertical, oleh karenanya individu Alfabeta.
penyandang disabilitas netra harus mampu Syani, A. 2015. Sosiologi Skematika Teori dan
memaksimalkan kemampuan serta potensi diri Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.
untuk mematahkan stigma-stigma miring dalam Thohari, S. 2014. pandangan Disabilitas dan
masyarakat terhadap keberadaannya; (2) Bagi Aksebilitas Fasilitas Publik bagi
Masyarakat, perlunya mengenali penyandang Penyandang Disabilitas di Kota Malang.
disabilitas melalui pemahaman dasar bahwa IJDS (Indonesia journal of Disability
mereka berkemampuan berbeda (different studies) , Vol. 1, No. 1.
ability) bukan tidak berkemampuan (disabled)
serta menciptakan masyarakat inklusif yaitu
dimana penyandang disabilitas mendapatkan
pegakuan serta mendapatkan peluang untuk
berpartisipasi langsung dalam lingkungan sosial.
atau dengan kata lain, masyarakat inklusif
adalah masyarakat tanpa diskriminasi (atas dasar
disabilitas); (3) Bagi Pemerintah, sebagai
stakeholders diharapkan mampu membuat
regulasi peraturan perundang-undangan yang
menguatkan keberadaan penyandang disabilitas
dalam posisi hak dan kewajiban yang sama
dengan warga Negara lainnya.

DAFTAR RUJUKAN

Acocella, J. R. 2011. Psikologi Tentang


Penyesuaian dan Hubungan
Kemanusiaan. Semarang: IKIP Press.

308

Anda mungkin juga menyukai