Anda di halaman 1dari 2

Muchammadun, NTB. Tugas Pertama, 21. 7.

2023

1. Cara pandang para pengampu di lingkungan sekitar terhadap penyandang disabilitas: Dalam praktik
lapangan ada multifaktor cara pandang. Dalam kajian teoritik, ada sejumlah cara pandang. Pertama
adalah ketakutan atas hal yang tidak diketahui, termasuk disabilitas (Douglas 1966; Barness 1992; dan
atau Garland 1995). Ketakutan berakibat pada cara pandang bahwa disabilitas adalah hal yang negatif
karena fisik dan tata cara ibadah menuntut kesempurnaan. Pandangan ini banyak terjadi sampai masa
pertengahan Eropa. Selanjutnya adalah masa industri yang berakibat cara pandang medis, bahwa
disabel harus dipisah untuk diobati, mengingat mereka memiliki kelemahan (Parson, 1951 dan Oliver
1983; 1990; 1996). Ketiga adalah cara pandang disabilitas adalah isu politik dan ekonomi yang
mensyaratkan jika akses dan fasilitas diberikan secara sosial kolektif, maka kaum yang memiliki
keterbatasan (impairment) cara kerja organ/pikiran/emosional tetap akan mampu (able) untuk
berfungsi secara sosial. (Davis, 1995).

Pada basis toeri di atas, maka ketumpangtindihan cara pandang para pengampu di lapangan bisa
diklasifikasikan. Sejumlah anak sebagai teman sebaya anak disabel berpikir bahwa teman disabel
mereka menanggung dosa orang tua mereka, sejumlah orang tua ingin membantu sekolah namun tidak
tahu harus melakukan apa, sejumlah guru dan pengawas memahami pola pikir inklusif namun masih
ragu-ragu bagaimana cara menangani anak disabel sebagai bagian anak-anak berkebutuhan khusus.

Kementrian Agama memandang bahwa semua madrasah dan PTKI dalam berbagai jenjang harus
bersifat inklusif, tidak hanya pada isu layanan disabilitas tetapi juga pada kebutuhan khusus. Karenanya,
semua aparat penggerak pendidikan Islam harus memahami bahwa dengan keberlanjutan
pengembangan SDM, layanan pendidikan inklusif harus dimulai.

2. Alasan sejumlah madrasah menolak PDBK: Dalam kajian di atas (nomor satu) tentu saja ada berbagai
alasan penolakan. Namun, dalam kapasitas saya sebagai relawan literasi dan inklusi di tingkat
pendidikan dasar, sejumlah madrasah mengkhawatirkan kebelumampuan penanganan PDBK dalam
kapasitas operasional sehari-hari. Kekhawatiran ini disebabkan oleh minimal tiga sebab utama: pertama,
tidak ada SDM yang berasal dari PLB; kedua, tidak terjangkaunya pelatihan-pelatihan (professional
development sessions) dan kesejawatan dengan sekolah-sekolah lain yang menangani PDBK; serta
ketiga, aspek kepemimpinan dari kepala sekolah yang bersangkutan.

Dalam konteks ini, seharusnya madrasah dalam berbagai jenjang menerima terlebih dahulu PDBK
tersebut, dengan segera memetakan sumber daya,. jejaring, bantuan orang tua, dan asosiasi yang bisa
dijangkau untuk membantu proses penanganan PDBK tersebut.

3. Peran fasilitator sebagai agent of change dalam melakukan shifting paradigm pendidikan Islam yang
inklusif:

Shifting paradigm dimaksudkan sebagai berubahnya pola pikir mengenai PDBK. Quinn dan Rohrbaugh
(1981) memberikan sebuah model manajemen yang cocok untuk madrasah dan pegiat yang memiliki
keterbatasan sumber daya (SDM, SD keuangan, SD sosial, SD infrastruktur, SD alam, SD politik), yaitu
human relation. Artinya, merubah pola pikir adalah merubah perilaku manusia. Dalam konteks ini, maka
diperlukan saling keterpercayaan antara fasillitator dan sasaran perubahan. Memanfaatkan nilai-nilai
lokal seperti silaturrahmi secara informal merupakan tata cara membina keterpercayaan dan rapport di
konteks daerah saya. Lalu, jika sudah akrab maka pesan-pesan inklusif bisa disampaikan lewat
musyarawah keragaman, kebutuhan khusus dan kewajiban setiap pegiat untuk menginklusi setiap orang
dalam proses belajar. Jika sama-sama telah setuju, maka akan perlu disusun program-program yang bisa
dilakukan secara bertahap dan memperluas jaringan sambil melakukan identifikasi dan assesment klinis
kepada peserta didik.

Referensi

Barnes, C. (1992) Disabling Imagery and the Media: An Exploration of Media Representations of Disabled
People. Belper: The British Council of Organisation of Disabled People.

Davis, L. J. (1995) Enforcing Normalcy: Disability, Deafness, and the Body. London and New York: Verso.

Douglas, Mary (1966). Purity and Danger: An Analysis of the Concept of Pollution and Taboo. London:
Routledge.

Garland, Robert ( 1995) The Eye of Beholder : Deformity and Disability in the GraecoRoman World.
Itacha: Cornel University Press.

Oliver, Michael (1996). Understanding disability: From theory to practice. Basingstoke: Macmillan.
Oliver, Michael . (1983). Social work with disabled people. Basingstoke: Macmillan. Oliver, Michael .
(1990). The politics of disablement: A sociological approach . New York: St. Martin’s Press.

Parson, Talcott (1951) The Social System London. Routledge and Kegan Paul.

Quinn, Robert E. and John Rohrbaugh (1981). “A Competing Values Approach to Organizational
Effectiveness” in Public Productivity Review. Vol. 5, No. 2, A Symposium on the Competing Values
Approach to Organizational Effectiveness (Jun., 1981), pp. 122-140.

Anda mungkin juga menyukai