DI KECAMATAN CIMAUNG
KABUPATEN BANDUNG
SEMINAR PROPOSAL
PEMBIMBING:
Oleh:
MUHAMMAD ILHAM ARIFIAN LUMAYUNG
NRP. 20.03.008
BANDUNG
2024
1.1 Latar Belakang
Disabilitas merupakan kondisi yang menyebabkan individu tidak dapat
menjalankan keberfungsian sosial secara normal. Hal tersebut terjadi karena kelompok
disabilitas memiliki keterbatasan secara kognitif, afektif, dan sikomotor. Dalam interaksi
sosial, kelompok disabilitas sering kali mendapatkan hambatan dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya. Dengan demikian kelompok disabilitas menjadi kelompok yang
rentan mengalami permasalahan sosial.
Isu terkait pemenuhan kebutuhan kelompok disabilitas seringkali luput dari
perhatian di dalam masyarakat, hal tersebut terbukti dari kurang memadainya pelayanan
khusus yang diberikan kepada kelompok disabilitas. Sebagai contoh, dalam memenuhi
kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, masih banyak kelompok disabilitas
yang masih tidak bisa mengaksesnya. Menurut data dari Kemenko PMK, di tahun 2022
sebanyak 70,85% anak dengan disabilitas hanya berpendidikan hingga tingkat SD.
Secara yuridis hak terhadap kelompok disabilits telah diatur didalam
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Hak-Hak Penyandang
Disabilitas, yang menjamin penerapan Konvensi Hak-Hak Disabilitas, dimana
setiap orang dengan disabilitas memiliki hak dalam jaminan kesehatan dan
diberlakukan tidak diskriminatif, mendapatkan akses yang inklusif, mendapatkan
kehidupan yang layak, serta terbebas dari tindakan kekerasan dan eksploitasi. Di
dalam Undang-Undang tersebut juga dijelaskan bahwa, masyarakat memiliki
kewajiban untuk memiliki kesadaran terhadap kondisi dan kebutuhan yang
diperlukan oleh kelompok disabilitas.
Pengabaian terhadap kelompok disabilitas umumnya terjadi karena
minimnya pengetahuan yang dilimiliki oleh masyarakat maupun pemerintah
setempat. Pengabaian yang terjadi karena kurangnya pemahaman yang dimiliki
masyarakat marak terjadi di lingkungan pedesaan, hal tersebut dapat terjadi karena
masyarakat di wilayah pedesaan masih menganggap bahwa kondisi disabilitas
yang dialami oleh seseorang sebagai sebuah karma buruk. Kondisi disabilitas di
wilayah pedesaan semakin buruk karena adanya pengucilan dari keluarga mereka
sendiri. Pengucilan terjadi karena keluarga tidak dapat menerima kondisi yang
terjadi kepada anak mereka, sehingga di beberapa kasus terdapat keluarga yang
menyembunyikan atau mengurung anak disbilitas yang ada. Padahal seharusnya
pada usia anak, disabilaitas memerlukan pelayanan yang lebih intensif, agar
dikemudian hari anak mampu beradaptasi dan bisa berbaur dengan lingkungan
sosialnya sehingga memiliki kehidupan yang lebih mandiri dan tidak bergantung
dengan orang lain.
Kabupaten Bandung merupakan wilayah yang memiliki jumlah disabilitas
sebanyak 6.045 jiwa, dengan jumlah disabilitas anak sebanyak sekitar 2000 jiwa.
Dengan kondisi masyarakat yang masih berada pada transisi Desa ke Kota,
menyebabkan kelompok disabitas terutama anak disbilitas rentan mengalami
diskriminasi. Karena dari kondisi di lapangan masih sering ditemui kasus
diskriminasi kepada anak disabilitas di Kabupaten Bandung, mulai dari
pengucilan dan pengurungan oleh keluarga mereka sendiri hingga perundungan
yang dialami oleh anak disabilitas ketika berada di sekolah.
Dari wawancara yang dilakukan dengan salah satu orang tua dengan anak
disabilitas di Kabupaten Bandung, diceritakan bahwa untuk mendapatkan
pelayanan bagi anak disabilitas cukuplah sulit, terutama untuk mengakses terapi
dan alat bantu khusus bagi anak disabilitas. Selain itu, tantangan yang perlu
dihadapi oleh anak dengan disabilitas adalah perundungan yang sering terjadi
ketika anak bersekolah di sekolah inklusif. Padahal pendidikan anak disabilitas di
sekolah inklusif merupakan salah satu upaya yang dilakukan agar anak dengan
disabilitas mampu berdaptasi dan memiliki kepercayaan diri di lingkungan sosial.
Namun karena kurangnya pemahaman yang ada di lingkungan sekolah inklusi,
menyebabkan anak disbilitas menjadi ragu untuk berada di lingkungan
masyarakat.
Dari kondisi yang sudah disampaikan tersebut penulis ingin mengetahui
bagaimana pola asuh yang diberikan oleh orang tua kepada anak disabilitas yang
ada di Kabupaten Bandung, terutama untuk mengetahui bagaimana lingkungan
mempengaruhi orang tua, mengingat banyaknya hambatan yang perlu mereka
lalui. Secara lebih spesifik penelitian akan dilakukan di Kecamatan Cimaung,
karena wilayah tersebut menjadi wilayah dengan jumlah anak disabilitas tertinggi
yaitu sebanyak 200 anak. Pola asuh merupakan komponen yang cukup krusial
dalam menentukan kondisi pemenuhan anak disabilitas.
Dari proses wawancara yang dilakukan oleh penulis bersama dengan
TKSK di Kecamatan Cimaung diketahui bahwa terdapat beberapa anak disabilitas
di wilayah tersebut yang memiliki perkembangan yang cukup baik. Dimana
beberapa anak di wilayah tersbut menunjukan perkembangan yang baik, hal
tersebut ditandai dengan kemampuan anak disabiltas berkegiatan seperti anak
normal pada umumnya. Dengan demikian penulis ingin mengetahui bagaiman
pola asuh yang diberikan oleh orang tua kepada anak disbilitas sehingga mereka
mampu menjalankan aktifitas sehari-hari tanpa kendala yang signifikan.
Menurut Diana Baumrind (1967), mendefinisikan pola asuh sebagai
parental control atau bagaimana orangtua mengontrol, membimbing, dan
mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya
menuju pada proses pendewasaan. Diana Baumrind (1967, dalam Santrock, 2009)
membagi pola asuh ke dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu: pola asuh otoriter, pola asuh
demokratis dan pola asuh permisif. Ketika bentuk penerapan pola asuh tersebut
tentunya akan mengahasilkan dampak yang berbeda terutama bila
dimplementasikan kepada anak disabilitas.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah utama pada
penelitian ini adalah “Bagaimana Pola Asuh Anak Dengan Kedisabilitasan di
Kecamatan Cimaung” Selanjutnya masalah tersebut dirinci dalam sub-sub
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pola asuh otoriter yang diterapkan orangtua anak dengan
kedisabilitasan?
2. Bagaimana pola asuh demokratis yang diterapkan orangtua anak dengan
kedisabilitasan?
3. Bagaimana pola asuh perminif yang diterapkan orangtua anak dengan
kedisabilitasan?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang sudah dibuat maka tujuan dari penelitan ini
adalah untuk mendapatkan informasi terkait hal-hal berikut:
1. Mengetahui bagaimana pola asuh otoriter yang diterapkan orangtua anak
dengan kedisabilitasan.
2. Mengetahui bagaimana pola asuh demokratis yang diterapkan orangtua
anak dengan kedisabilitasan.
3. Mengetahui bagaimana pola asuh perminif yang diterapkan orangtua anak
dengan kedisabilitasan.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan diharapkan penulis dapat memberikan
kontribusi sebagai barikut:
1. Mafaat Teoritis
Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menambah pemahaman
terkait faktor apa saja yang mengakibatkan anak disabilitas mengalami
keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kemandiriannya,
sehingga dapat menjadi referensi dalam penelitian yang dilakukan selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi media untuk melakukan
penyebaran informasi dan mengajak masyarakat dalam mendukung pemenuhan
kebutuahan anak dengan disabilitas.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini disusun dengan menggunakan sistematika penulisan
yang tercantum dalam pedoman penulisan skripsi sebagai berikut
BAB I : PENDAHULUAN
Memuat tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II : KAJIAN KONSEPTUAL
Memuat tentang penelitian terdahulu dan teori yang relevan
dengan judul penelitian. Teori tersebut meliputi tinjauan
tentang efektivitas, tinjauan tentang penyandang disabilitas,
tinjauan tentang Kelompok Usaha Bersama (KUBE), tinjauan
tentang kesejahteraan sosial, dan relevansi pekerjaan sosial
dengan kesejahteraan sosial.
BAB III : METODE PENELITIAN
Memuat tentang desain penelitian, sumber data, definisi
operasional, populasi dan sampel, uji validitas dan reliabilitas,
teknik pengumpulan data, teknik analisa data, serta jadwal
penelitian dan langkah-langkah penelitian.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Memuat tentang gambaran lokasi penelitian, hasil penelitian,
dan pembahasan hasil penelitian yang berupa analisis masalah,
analisis kebutuhan dan analisis sumber.
BAB V : USULAN PROGRAM
Memuat tentang dasar pemikiran program, nama program,
tujuan program, sasaran program, pelaksana program, metode
dan teknik, kegiatan yang dilakukan, langkah-langkah
pelaksanaan, rencana anggaran biaya, analisis kelayakan, dan
indikator keberhasilan.
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
Memuat tentang kesimpulan mengenai hasil penelitian yang
telah dilakukan dan saran-saran untuk meningkatkan efektivitas
program.
BAB II
KAJIAN KONSEPTUAL
2.1 Penelitian Terdahuu
Penelitian terdahulu merupakan penelitian-penelitian yang sudah
dilakukan oleh orang lain dan dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian
selanjutnya. Penelitian terdahulu membuktikan bahwa penelitian yang dilakukan
oleh penulis berbeda dengan penelitian-penelitian sebelunya. Berikut merupakan
beberapa penelitian terdahulu:
1. KEBUTUHAN ORANG TUA DENGAN ANAK DISABILITAS
Penelitian dilakukan oleh Sari Lesatari pada tahun 2018. Dimana
penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahu kebutuhan apa saja
yang diperlukan oleh keluarga yang memiliki anak dengan disabilitas.
Penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan kepada 31 sample
keluarga yang berada di Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Dalam
melakukan pengamatan peneliti melihat aspek dukungan informasi dan
pelayanan profesional, pelayanan komunitas, penerimaan orang lain,
kebutuhan finansial, serta perawatan anak.
Kebutuhan keluarga dengan anak disabilitas diukur menggunakan
kuesioner Assessment of Family Needs-FNS versi Jepang yang diadopsi dari
Bailey dan Simerson (1988). Analisis data menggunakan persentase nilai
setiap domain dan rerata skor yang dihitung dengan menggunakan nilai
minimal dan maksimal (1–3) dari setiap item pertanyaan dari setiap sub-
kebutuhan.
Hasil menunjukkan kebutuhan ibu jika diurutkan dari tertinggi ke terendah
adalah kebutuhan informasi dan dukungan profesional 71,0%, pelayanan
komunitas 64,5%, menjelaskan kepada orang lain 38,7%, kebutuhan finansial
22,6%, perawatan anak 16,1%, dan dukungan keluarga/sosial 12,9%.
Kebutuhan ayah dari tertinggi ke terendah yaitu kebutuhan informasi 71,0%,
pelayanan komunitas 64,5%, dukungan profesional 61,0%, menjelaskan
kepada orang lain 45,2%, kebutuhan finansial 29,0%, perawatan anak 22,6%,
dan dukungan keluarga/ sosial 19,4%. Kebutuhan informasi merupakan
kebutuhan paling dibutuhkan. Sehingga perlu adanya akses informasi yang
dibutuhkan untuk mememuhi kebutuhan informasi tersebut. Dengan
terpenuhinya kebutuhan informasi orang tua, maka orang tua akan lebih
mengetahui cara merawat dan mengembangkan potensi yang dimiliki anak
mereka.
2. POLA ASUH TERHADAP ANAK DISABILITAS PADA MASA
PANDEMI DI SLB NEGERI SUKADANA KALIMANTAN BARAT
Penelitian dilakukan oleh Furi Novita dan Dwi Yuliani pada tahun 2021.
Penelitian dilakuakn untuk mengetahui bagaimana pola asuh orang tua yang
dilakukan kepada anak disabilitas mental selama masa pandemi. Karena pada
masa pandemi terjadi perubahan yang cukup signifikan terhadap pola interaksi
yang terjadi di masyarakat, dimana sebagian besar informasi dan komunikasi
dilakukan secara daring. Secara spesifik penelitian ini meneliti variabel
kepatuhan anak dalam berdaptasi dengan kondisi pandemi yang
mengharuskan anak mematuhi berbagai protokol kesehatan, yang
menyebabkan anak mengurangi interaksi fisik dengan orang lain.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan
metode deskriptif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan menggunakan
teknik wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumentasi untuk
mendapatkan gambaran secara langsung dan fakta di lapangan.
Hasil dari penelitian yang dilakukan memberikan kesimpulan bahwa
permasalahan terlihat pada aspek komunikasi dan disiplin. Pada aspek
komunikasi orangtua mengalami hambatan saat komunikasi dengan anak
disabilitas dikarenakan cara bicara anak disabilitas intelektual yang kurang
jelas dan terbata-bata. Anak disabilitas intelektual memiliki hambatan dalam
mempelajari keterampilan berkomunikasi, sehingga mereka kesulitan
berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Kurangnya intelegensi
menyebabkan anak intelektual kesulitan dalam berbahasa, menangkap dan
merekam informasi yang berkaitan dengan bahasa, kosa kata maupun dalam
pengucapan Selain itu permasalahan yang tampak pada penelitian ini pada
aspek disiplin. Orangtua sama sekali tidak menerapkan disiplin secara tertulis
keada anak saat melakukan aktivitas sehari-hari baik itu bergaul bersama
teman, bermain gadget, mengerjakan tugas dan PR serta tidak menjaga
protokol kesehatan. Saat anak mendapatkan tugas dari guru, orangtua hanya
menunggu kesadaran anak dan mood anak untuk mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru. Program Self Help Group dibentuk dengan tujuan agar
meningkatkan pemahan, kemampuan, dan keterampilan orangtua dalam
mengasuh anak intelektual, salah satu teknik yang digunakan dalam program
ini adalah role playing atau bermain peran dengan adanya permainan ini
orangtua dapat meningkatkan keterampilan dalam mengasuh anak terutama
dalam mendisiplinkan anak intelektual terutama pada masa pandemi ini
3. PENGASUHAN (GOOD PARENTING) BAGI ANAK DENGAN
DISABILITAS
Penelitian dilakukan oleh Gabriela Chrisnita Vani dengan melakukan studi
dokumentasi terhadap kondisi anak disbilitas yang ada di Indonesia. Dalam penelitian
dilakukan perbandingan antara kondisi empiris yang terjadi di lapangan dengan
konsep kebutuhan dasar bagi anak disabilitas yang terdiri dari tingkat afeksi,
keamanan dan penerimaan, indentitas, pertemanan, sosialisasi serta kontrol diri.
Dari penelitian tersebut dapat dismpulkan bahwa Pengasuhan yang baik harus
diberikan kepada setiap anak tidak terkecuali anak dengan disabilitas.
Pengasuhan dari orangtua bertujuan agar anak dapat memenuhi haknya.
Setidaknya terdapat empat hak yang harus dimiliki oleh anak antara lain: Hak
mendapatkan penghidupan yang layak, hak untuk tumbuh dan berkembang,
hak untuk berpendapat, dan hak berpartisipasi. Akan tetapi masih banyak
orangtua yang tidak menerima anak dengan disabilitas, orangtua menganggap
anak mereka tidak dapat berbuat apa-apa, tidak sanggup, dan hanya bisa
mengandalkan bantuan orang lain. Rasa malu dan kecewa pun dirasakan
orangtua, karena mereka malu mempunyai anak yang tidak sempurnya,
mereka malu orang lain mencemooh mereka. Selain itu orangtua biasanya
kecewa dengan keadaan anak yang tidak bisa sesempurna anak lainnya.
Akibatnya, hak-hak anak tidak secara menyeluruh terpenuhi karena tidak
adanya pengasuhan yang baik. Dalam hal ini, perlu adanya informasi yang
diberikan kepada orangtua, motivasi atau support dari lingkungan sekitar, dan
pemberian pengertian mengenai anak dengan disabilitas. Dalam memberikan
pengasuhan kepada anak dengan disabilitas, keluarga khususnya orangtua
dapat mengimplementasikan fungsi keluarga berupa fungsi afeksi, keamanan
dan penerimaan, identitas, kontrol, dan sosialisasi. Selain itu, parent support
group dapat dipraktikan misalnya di sekolah khusus anak dengan disabilitas
(SLB), perkumpulan penyandang disabilitas. Pekerja sosial dapat
memfasilitasi konseling kepada orangtua dan memberikan edukasi mengenai
pengasuhan kepada anak dengan disabilitas.
Tabel 1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Sekarang
Ketersedian akses
terhadap kebutuhan
dasar anak disabilitas
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Pengertian desain penelitian adalah rangkaian prosedur dan metode yang
dipakai untuk menganalisis dan menghimpun data untuk menentukan variabel
yang akan menjadi topik penelitian. strategi yang dilakukan peneliti untuk
menghubungkan setiap elemen penelitian dengan sistematis sehingga dalam
menganalisis dan menentukan fokus penelitian menjadi lebih efektif dan efisien.
Menurut Nachmias dan Nachmias (1976), desain penelitian adalah suatu rencana
yang membimbing peneliti dalam proses pengumpulan, analisis, dan interpretasi
observasi. Maksudnya, suatu model pembuktian logis yang memungkinkan
peneliti untuk mengambil inferensi mengenai hubungan kausal antar variabel di
dalam suatu penelitian.
Berdasarkan bentuknya penelitian ini termasuk penelitian Kuantitatif
Survey Desakriptif, sedangkan berdasarkan tempatnya penelitian ini termasuk
penelitian lapanagan, dan menurut cara pengumpulan data penelitian ini termasuk
penelitian observasi, wawancara, kuesioner sedangkan menurut waktu
pelaksanaanya penelitian ini termasuk cross secrional.
Keterangan :
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih dapat ditoliler. Persen kelonggaran yang di gunakan
adalah 10%.
3.5 Uji Validtas dan rehabilitas alat ukur
3.5.1 Uji Validitas
Uji Validitas adalah Uji ketepatan atau ketelitian suatu alat ukur dalam
mengukur apa yang sedang ingin diukur. Dalam pengertian yang mudah dipahami,
uji validitas adalah uji yang bertujuan untuk menilai apakah seperangkat alat ukur
sudah tepat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek
penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian
data yang valid adalah data “yang tidak berbeda” antara data yang dilaporkan oleh
peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian.
Ada perbedaan yang mendasar mengenai validitas dalam penelitian
kuantitatif dan penelitian kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif untuk
mendapatkan data yang valid dan reliabel yang diuji validitas dan reliabilitasnya
adalah instrumen penelitiannnya. Sedangkan dalam penelitian kualitatif yang diuji
adalah datanya. Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan
valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang
sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Terdapat dua macam validitas
penelitian, yaitu; validitas internal dan validitas eksternal.
1. Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian
dengan hasil yang dicapai.
2. Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi apakah hasil
penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi di mana
sampel tersebut diambil. Bila sampel penelitian representatif, instrumen
penelitian valid dan reliabel, cara mengumpulkan dan analisis data benar,
maka penelitian akan memiliki validitas eksternal yang tinggi.
3.5.2 Uji Rehabilitas
Uji reliabilitas merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
konsistensi kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu
kuesioner Page 7 dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap
pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2006).
Reliabilitas ialah mengukur instrumen terhadap ketepatan (konsisten).
Reliabilitas disebut juga keterandalan, keajegan, consistency, stability,
atau dependability.
Reliabilitas berkenaan dengan derajat konsitensi dan stabilitas data atau
temuan. Dalam pandangan positivistik (kuantitatif), suatu data dinyatakan reliabel
apabila dua atau lebih peneliti dalam obyek yang sama menghasilkan data yang
sama, atau sekelompok data bila dipecah menjadi dua menunjukkan data yang
tidak berbeda.
Pengertian reliabilitas dalam penelitian kuantitatif dan kualitatif pun
berbeda. Dalam penelitian kualitatif sutau relaitas itu bersifat majemuk/ganda,
dinamis/selalu berubah, sehingga tidak ada yang konsisten, dan berulang seperti
semula. Situasi senantiasa berubah demikian juga perilaku manusia yang terlibat
didalamnya.
Pelaporan penelitian kualitatif pun bersifat individu, atau berbeda antara
peneliti satu dengan peneliti lainnya. Bahkan untuk obyek yang sama, apabila ada
5 peneliti dengan latar belakang yang berbeda, akan diperoleh 5 laporan penelitian
yang berbeda pula. Peneliti yang berlatar belakang pendidikan tentu akan
menemukan dan melaporkan hasil penelitian yang berbeda dengan peneliti yang
berlatarbelakang sosiologi.
Oleh karena itu penelitian kualitatif sering dikatakan bersifat subyektif dan
reflektif. Dalam penelitian kualitatif tidak digunakan instrumen yang standar
tetapi peneliti bertindak sebagai instrumen. Data dikumpulkan secara verbal
diperkaya dan diperdalam dengan hasil pengamatan, mendengar, persepsi,
pemaknaan/penghayatan peneliti. Namun demikian peneliti meskipun melibatkan
segi subyektifitas , dia harus disiplin dan jujur terhadap dirinya sebab penelitian
kualitatif harus memiliki objektifitas pula. Objektifitas disini berarti data yang
ditemukan dianalisis secara cermat dan teliti, disusun, dikategorikan secara
sistematik, dan ditafsirkan berdasarkan pengalaman, kerangka berpikir, persepsi
peneliti tanpa prasangka dan kecenderungan-kecenderungan tertentu.
3.6 Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data menurut Sugiyono (2010:62), merupakan
langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari peneltian
adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan.
Dalam melakukan suatu penelitian, seseorang peneliti dituntut harus
memiliki kemampuan untuk dapat memahami dan mengimplementasikan metode-
metode maupun teknik penelitian yang baik untuk memperoleh hasil yang
semaksimal mungkin. Adapun upaya atau teknik untuk memperoleh atau
mengumpulkan data yang diperlukan, peneliti menggunakan beberapa
teknik pengumpulan data sebagai berikut:
3.6.1 Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, report,
legger, legenda, dan sebagainya (Arikunto, 2010: 274). Metode ini digunakan
pada saat penelitian untuk mengetahui kondisi empiris anak disabiitas di
lapangan.
3.6.2 Metode Observasi
Pengamatan langsung (observasi), merupakan cara pengumpulan
data yang dilakukan peneliti terhadap obyek yang diteliti secara langsung
di lapangan untuk selanjutnya diamati, direkam, mencatat kejadian-kejadian yang
ada, dikumpulkan dan sebagainya yang terkait mengenai segala keadaan dan
perilaku yang ada di lapangan secara langsung.
Observasi juga dapat diartikan sebagai sebuah cara yang dilakukan
secara continue oleh seseorang dengan melakukan pengamatan kepada obyek
secara lebih dekat dalam penelitian. Melalui observasi, peneliti belajar tentang
perilaku, dan makna dari perilaku tersebut Marshall (1995) dalam (Sugiyono,
2010:64).
Selain itu, peneliti menerapkan bentuk metode observan
partisipan (obserpasi partisipasi). Dalam observasi partisipasi, peneliti terlibat
langsung dan ikut berpartisifasi dalam kegiatan maupun aktivitas masyarakat yang
dijadikan objek penelitian, dan ikut merasakan suka dukanya. Jenis observasi
partisifatif yang diterapkan yakni partisipasi pasif. Artinya bahwa peneliti berada
dan tinggal di lokasi kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam
kegiatan secara aktif.
3.6.3 Metode kuisioner
Kuesioner adalah sebuah teknik menghimpun data dari sejumlah orang
atau responden melalui seperangkat pertanyaan untuk dijawab. Dengan
memberikan daftar pertanyaan tersebut, jawaban-jawaban yang diperoleh
kemudian dikumpulkan sebagai data. Nantinya, data diolah dan disimpulkan
menjadi hasil penelitian.
Beberapa ahli memiliki definisi tersendiri mengenai apa itu kuesioner.
Misalnya, Narbuko dan Achmadi (1999) mengatakan pengertian kuesioner adalah
daftar rangkaian pertanyaan terkait suatu masalah atau bidang yang akan diteliti.
Di sisi lain, Sugiyono (2010) mengartikan kuesioner adalah metode pengumpulan
data dengan cara memberi responden seperangkat pertanyaan maupun pernyataan
tertulis untuk dijawabnya.Pada dasarnya, tujuan dan manfaat kuesioner adalah
untuk mendapatkan sejumlah data atau informasi yang relevan dengan topik
penelitian. Umumnya, Metode ini lebih banyak digunakan pada penelitian
kuantitatif guna menguraikan hubungan antara variabel.
3.6.4 Wawancara
Metode wawancara merupakan suatu metode yang dimana terjadinya suatu
interaksi dan komunikasi langsung antara pewawancara (peneliti) dengan
informan (orang yang diwawancarai) guna memperoleh data yang
diperlukan lebih rinci. Esterberg (2002) dalam (Sugiyono, 2010:73) juga
mendefinisikan wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna
dalam suatu topik tertentu.
Esterberg juga mengemukakan beberapa macam wawancara,
yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur. Adapun
wawancara yang akan digunakan yakni wawancara semiterstruktur dan
wawancara tidak terstruktur. Wawancara semiterstruktur merupakan jenis
wawancara yang oleh penelitinya terlebih dahulu menyiapkan masalah dan
instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang akan diajukan
kepada informen sebelum terjun ke lapangan. Disamping jenis wawancara
semiterstruktur dapat dikategorikan dalam in-dept interview, yakni wawancara
yang dalam pelaksanaannya lebih bebas.
Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan
secara terbuka, yakni pihak yang diajak wawancara seperti kendala apa yang
dihadapi orang tua ketika mengasuh anak dengan disabilitas. Untuk itu peneliti
akan mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh
informen.
Sedangkan wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara bebas dan
tidak mengacu pada daftar pertanyaan atau pedoman yang telah disusun
sebelumnya secara sistematis dan lengkap. Pedoman wawancara yang digunakan
hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara
ini berjalan mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari dengan
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan pada wawancara semiterstruktur untuk
memperoleh informasi lebih mendalam.
Kedua jenis wawancara ini akan dipadukan dengan harapan informan-
informan tersebut dapat memberikan informasi yang jelas, rinci, valid, dan
konsisten mengenai masalah yang menjadi objek penelitian.
3.7 Teknik Analisa Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis
deskriptif.
3.7.1 Teknik Analisis Deskriptif Persentase
Analisis deskriptif merupakan suatu metode analisis statistik yang
bertujuan untuk memberikan deskripsi atau gambaran mengenai subjek penelitian
berdasarkan data variabel yang diperoleh dari kelompok subjek tertentu. Analisis
deskriptif dapat ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, tabel
histogram, nilai mean, nilai standar deviasi dan lain. Manfaat yang diperoleh dari
penggunaan analisis deskriptif adalah mendapatkan gambaran lengkap dari data
baik dalam bentuk verbal atau numerik yang berhubungan dengan data yang kita
teliti.
Dalam melakukan penelitian yang menggunakan proses metode analisis
deskriptif memiliki beberapa langkah yang dapat diikuti, antara lain:
1. Melakukan perumusan masalah
2. Menentukan jenis informasi atau data
3. .Menentukan prosedur pengumpulan data
4. Melakukan pengolahan data
5. Melakukan pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis data
3. 8 Jadwal Penelitian dan langkah-langkah
Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan dalam waktu bulan terhitung
dari bulan Februari hingga bulan Juni 2024
NO. Uraian TAHUN 2024
Bulan ke
1 2 3 4 5 6
1 Pengajuan Judul
2 Seminar integratif
3 Studi
Literatur/Penjajagan
4 Bimbingan Penulisan
5 Seminar Proposal
6 Penyusunan Instrumen
Penelitian
7 Pengumpulan dan
Pengolahan Data
8 Penulisan Laporan
Penelitian
9 Bimbingn Skripsi
10 Ujian Akhir Laporan
Penelitian
Daftar Pustaka
https://projectmultatuli.org/difabel-diaibkan-keluarga-masih-diabaikan-negara/
https://ugm.ac.id/id/berita/10799-penyandang-disabilitas-masih-mengalami-
diskriminasi/
https://www.inclusivecitymaker.com/disabled-people-in-the-world-in-2021-facts-
and-figures/
https://www.kemenkopmk.go.id/koordinasi-penguatan-jaminan-akses-bersekolah-
anak-disabilitas-dalam-ppdb-2023